Sintesis Selulosa Sitrat dari Selulosa Daun Nenas (Ananas comosus (L)Merr ) Melalui Reaksi Esterifikasi dengan Asam Sitrat Sebagai Pengadsorpsi Ion Kadmium (Cd2+)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Daun Nenas (Ananas comosus (L) Merr)

Tanaman nenas (Ananas cosmosus (L) Merr)yang termasuk family Bromeliaceae
merupakan tumbuhan tropis dan subtropis yang banyak terdapat diIndonesia.Bentuk
daun nenas menyerupai pedang yang meruncing diujungnyadengan warna hijau
kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam seperti pada Gambar 2.1.
Tergantung dari spesies atau varietas tanaman, panjang daun nenas berkisar antara 55
sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18sampai 0,27
cm.Serat nenas terdiri atas selulosa dan non selulosa yang diperolehmelalui
penghilangan lapisan luar daun secara mekanik. Lapisan luar daun berupapelepah
yang terdiri atas sel kambium, zat pewarna yaitu klorofil, xantofill dankaroten yang
merupakan komponen kompleks dari jenis tanin, serta lignin yangterdapat di bagian
tengah daun.Selain itu lignin juga terdapat pada lamela dariserat dan dinding sel serat
(Hidayat, 2008).


Gambar 2.1. Foto Tanaman Nenas (Ananas comosus (L) Merr)

Adapun klasifikasi tanaman nenas menurut Anonim, 2010 sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Sub kingdom : Spermatophyta
Superdivisio

: Magnoliophyta

Divisio

: Magnoliophyta

Kelas

: Angiospermae


Sub-kelas

: Asteridae

Ordo

: Farinosae

Familia

: Bromiliaceae

Genus

: Ananas

Spesies

: Ananas comosus (L) Merr.
Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop, sel-sel dalam serat daun nanas


mempunyai ukuran diameter rata-rata berkisar 10 μm dan panjang rata-rata 4,5 mm
dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter adalah 450. Rata-rata
ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8,3 μm.Komposisi kimia dari serat
daun nenas ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Serat Daun Nenas (Rahmat, 2007)
NO

Komposisi kimia

Kadar (%)

1

Alpha Selulosa

69,5 – 71,5

2


Pentosan

17,0 – 17,8

3

Lignin

4,4 – 4,7

4

Pektin

1,0 – 1,2

5

Lemak dan wax


3,0 – 3,3

6

Abu

0,7 – 0,87

7

Zat-zat lain (protein,asam organik,dll)

4,5 – 5,3

Serat yang diperoleh dari daun nenas muda kekuatannya relatif rendah dan
seratnya lebih pendek dibanding serat dari daun yang sudah tua.Sama halnya dengan
serat-serat alam lainnya yang berasal dari daun (leaf fibres), secara morfologi jumlah
serat dalam daun nanas terdiri dari beberapa ikatan serat (bundleof fibres) dan
masing-masing ikatan terdiri dari beberapa serat (multi-cellulerfibre) (Onggo, 2005).
2.2.


Selulosa

Selulosa merupakan biopolimer yang berlimpah dialam yang bersifat dapat
diperbaharui, mudah terurai, tidak beracun, dan juga merupakan polimer karbohidrat
yang tersusun atas β-D glukopiranosa dan terdiri dari tiga gugus hidroksi per anhidro
glukosa menjadikan selulosa memiliki derajat fungsionalitas yang tinggi.Sebagai
materi yang diperbaharui, selulosa dan turunannya dapat dipelajari dengan
baik.Bahan dasar selulosa telah digunakan lebih dari 150 tahun dalam berbagai
macam aplikasi, seperti makanan, produksi kertas, biomaterial, dan dalam bidang
kesehatan(Coffey et al, 1995).

Selulosa merupakan konstituen utama kayu kira-kira 40-50% bahan kering
dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, terutama terdapat dalam dinding sel
sekunder. Selulosa merupakan homo-polisakarida yang tersusun atas unit-unit β-DGlukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan glikosida (Hardjono,
1995).
Seperti halnya amilosa, selulosa adalah polimer linier yang terdiri dari unit Dglukosa. Semua unit D-glukosa ini berkisar dari 300 sampai 15000, dihubungkan oleh
ikatan β-(1 4) ,bukan alfa. Bentuk molekul selulosa dan amilosa berbeda karena
ikatan α-(1


4) pada amilosa cenderung membentuk struktur spiral yang longgar,

sedangkan ikatan β-(1

4) pada selulosa cenderung membentuk rantai lurus.Semua

gugus hidroksil berikatan hidrogen dengan molekul selulosa sebelahnya.Banyaknya
antaraksi lemah ini memberikan kekuatan pada serat selulosa (Wilbraham, 1992).

Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibrilfibrilyang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan ikatan
glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh lignin.
Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan yang
mengandung selulosa bersifat kuat dan keras.Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh
sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan terhadap peruraian
secara enzimatik.Secara alamiah peruraian selulosa berlangsung sangat lambat (Fan
et al., 1982).

Selulosaadalahsenyawaseperti serabut, liat, tidak larut dalam air dan ditemukan
didalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan dan
semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Kayu terutama mengandung selulosa

dan senyawa polimer lain. Selulosa tidak hanya merupakan polisakarida struktural
ekstraselular yang paling banyak dijumpai pada dunia tumbuhan, tetapi juga
merupakan senyawa yang paling banyak diantara semua biomolekul pada tumbuhan
atau hewan. Karena selulosa merupakan homopolisakarida linear tidak bercabang,
terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β 1,4
glikosida senyawa ini akan kelihatan seperti amilosa, dan rantai utama glikogen
(Lehninger, 1988).

Selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersusun dari molekul
glukosa dalam bentuk rantai panjang tidak bercabang yang mirip dengan amilosa.
Unit-unit dari glukosa dalam selulosa terikat pada ikatan β-1,4- ikatan glikosidik.
Isomer β tidak membentuk gulungan seperti isomer α, tetapi selaras dalam berbasis
pararel oleh ikatan hidrogen diantara kelompok hidroksil pada rantai yang
berdekatan.Hal ini yang menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air,
memberikan struktur kaku ke dinding sel kayu, dan serat yang lebih tahan terhadap
hidrolisis dari pada pati.Reaktivitas selulosa juga bergantung kepada strukturnya.
Untuk memodifikasi struktur selulosa, kisi ikatan hidrogen harus dihancurkan dengan
cara pembengkakan atau pemutusan. Struktur selulosa dapat dilihat pada gambar 2.2.

H


OH
O

HO

OH
HO

HH

HO
H

HH

O

OH
H


H

H

H

OH

O

OH
HO

HH

HO

O


OH

O
H

H

H
O

H
OH

H
n

OH

HH
O

H

OH

Gambar 2.2 Struktur Selulosa (Setiyawan, 2010)
Menurut Clark, berdasarkan panjang rantainya membagi selulosa menjadi tiga
bagian yaitu :
1. Alpha selulosa merupakan selulosa rantai panjang, tidak larut dalam larutan 17,5 %
NaOH dengan DP sekitar 600 – 1500
2. Beta selulosa merupakan selulosa rantai pendek, larut dalam larutan 17,5 % NaOH,
memiliki DP sekitar 15 – 90
3.Gamma selulosa merupakan selulosa rantai pendek, larut dalam larutan 17,5 %
NaOH dan larutan asam, dan memiliki DP kurang dari 15 (Smook, 1987).
Selulosa membentuk komponen serat dari dindng sel tumbuhan.Ketegaran
selulosa disebabkan oleh struktur keseluruhannya. Molekul selulosa merupakan
rantai-rantai, atau mikrofibril, dari D-glukosa sampai sebanyak 14.000 satuan yang
terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali, yang terikat satu sama lain oleh
ikatan hidrogen. Hidrolisis lengkap dalam HCl 40% dalam air, hanya menghasilkan
D-glukosa.Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah
selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis
asam atau dengan emulsion enzim (Fesenden, 1994).
Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai
kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekul.Jadi
berkas-berkas selulosa membentuk agregat dalam bentuk mikrofibril, dimana daerah
kristalin diselingi dengan daerah amorf.Sebagai akibat dari struktur yang berserat dan

ikatan hidrogen yang kuat, selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak
larut dalam kebanyakan pelarut (Atalla, 1987).
Setiap unit β-D-glikopiranosa didalam rantai selulosa mempunyai tiga gugus
hidroksil reaktif, dua sekunder (HO-2 dan HO-3) dan satu primer (HO-6).Untuk
eterifikasi, gugus hidroksil sekunder (HO-2) biasanya paling mudah bereterifikasi
sedangkan untuk esterifikasi, gugus hidroksil primer (HO-6) memiliki reaktifitas
yang lebih tinggi. Aksesbilitas berarti kemudahan relatif gugus-gugus hidroksil untuk
dicapai oleh pereaksi-pereaksi gugus (HO-6) reaktifitasnya lebih tinggi terhadap
substituen-substituen yang besar dari pada gugus-gugus hidroksil yang lain karena
paling sedikit halangan steriknya (Fengel, 1995).

2.3.

AsamSitrat

Asam sitrat terdapat pada jeruk nipis sebanyak kira-kira 6%.Asam sitrat selalu
ditambahkan

kepada

minuman-minuman

ringan

dan

gula-gula

sebagai

penyedap.Asam ini juga merupakan perantara yang penting pada metabolisme
karbohidrat dan merupakan komponen dalam darah dan urin (Siregar, 1988).Asam
sitrat memiliki karakteristik seperti asam hidrosikarboksilat lainnya dalam bentuk
garam, esterifikasi, anhidrida, amida dan reaksi kimia lainnya (Grimaux, 1880).
Rumus

kimia

asam

sitrat

adalah

C6H8O7atauCH2(COOH)-COH(COOH)-

CH2(COOH), rumus struktur asam sitrat ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam
2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat. Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga
gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan.Jika hal ini terjadi,
ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk
serbuk kristal berwarna putih. Serbuk kristal tersebut dapat berupa bentuk anhidrat
(bebas air), atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap
molekul asam sitrat. Bentuk anhidrat asam sitrat mengkristal dalam air panas,
sedangkan bentuk monohidrat didapatkan dari kristalisasi asam sitrat dalam air
dingin. Bentuk monohidrat tersebut dapat diubah menjadi bentuk anhidrat dengan

pemanasan di atas 740C.(id.wikipedia.org). Struktur asam sitrat dapat dilihat pada
gambar 2.3.

H2C

COOH

HO C

COOH

H2C

COOH

Gambar 2.3. Struktur Asam Sitrat (Apelblat, 2014)

Sifat-sifat asam sitrat adalah sebagai berikut :
a. Rumus molekul : C6H8O7
b. Berat Molekul

: 192.12 g/mol

c. Titik lebur

: 1530 C

d. Titik didih

: 1750 C

e. Densitas

: 1.665 g/cm3

(Anonim, 1952)

Konversi dari asam sitrat anhidrat ditunjukkan melalui interaksi asam padat
dengan asetat anhidrat berlebih dalam asam asetat glasial pada suhu 360C – 380C.
Titik lebur dari kristal anhidrat putih yaitu 1210 – 1230C. Identifikasi dari senyawa ini
dapat dilihat melalui analisis dasar, titrasi potensiometri,cryoscopic dan pengukuran
NMR. Sintesis alkil sitrat (gugus alkil rantai pendek) merupakan cairan berminyak.
Namun dengan meningkatnya rantai, maka akan berubah menjadi seperti lilin dan
bubuk padatan dengan variasi kelarutan dalam air dan pelarut organik
(Apelblat,2014).

2.4.

Esterifikasi

Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan dari reaksi adisi dan
reaksi penataan ulang dieliminasi (Davidek, 1990).Bila asam karboksilat dan alkohol
dipanaskan dalam suasana asam (HCl atau H2SO4) maka kesetimbangan antara ester

dan air akan terjadi. Proses ini disebut esterifikasi Fischer, yang ditemukan oleh Emil
Fischer Seorang ahli kimia yang menonjol pada abad ke-19. Walaupun reaksi berada
dalam kesetimbangan, reaksi ini dapat digunakan untuk membuat ester dengan hasil
yang memuaskan dengan jalan mendorong kesetimbangan ke kanan (Siregar, 1988).

Esterifikasi juga dapat didefenisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dan
alkohol (Gandhi, 1997).Esterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis
enzim (lipase) dan asam anorganik (asam sulfat dan asam klorida), dengan berbagai
variasi alkohol biasanya metanol, etanol, 1-propanol, 1-butanol, amyl alkohol, dan
lain-lain (Ozgulsun, 2000).

Asam anorganik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam
karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam konjugat dari asam karboksilat
tersebutlah yang akan berperan sebagai substrat. Cara lain dalam pembentukan ester
adalah dengan melewatkan HCl ke dalam campuran reaksi tersebut dan direfluks.
Cara ini dikenal dengan nama metode Fischer-Spieser. Esterifikasi tanpa katalis dapat
juga dilakukan dengan satu molekul asam karboksilat dan satu pereaksi secara
berlebih.Pertambahan hasil juga dipengaruhi oleh dehidrasi yang artinya menarik air
terbentuk sebagai hasil samping reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara
menambahkan pelarut yang bersifat non polar seperti misalnya benzene dan
kloroform sehingga air yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang
digunakan atau dengan menambahkan molekular sieves (Yan, 2001).
Esterifikasi asam karboksilat dengan asam alkohol merupakan reaksi reversible.Bila
asam karboksilat diesterkan, digunakan alkohol berlebih.Untuk membuat reaksi
kebalikannya, yakni hidrolisis berkataliskan asam dari ester menjadi asam karboksilat
digunakan air secara berlebihan. Kelebihan air akan menggeser kesetimbangan ke
arah sisi asam karboksilat (Fessenden, 1992).

2.5. Esterifikasi Selulosa

Untuk mendapatkan sifat fisik dan kimia yang lebih baik dan memperluas
aplikasinya, selulosa dibuat dalam berbagai turunannya diantaranya turunan ester dan
eter. Ester selulosa banyak digunakan sebagai serat dan plastik, sedangkan eter
sebagai pengikat dan bahan tambahan untuk mortar khusus atau kimia khusus untuk
bangunan dan konstruksi juga stabilisator viskositas pada cat, makanan, produk
farmasetik, dan lain-lain (Zugenmaier, 2008).

Pembentukan ester selulosa menggunakan asam organik melalui proses
esterifikasi terhadap gugus hidroksi alkohol, yang umum menggunakan asam klorida
atau asam anhidrat lainnya sebagai agen yang meningkatkan derajat esterifikasi
secara signifikan. Esterifikasi gugus hidroksi alkohol umumnya berlangsung dalam
reaksi setimbang, di mana ikatan ester yang dibentuk dipengaruhi dan diputus dalam
suasana asam encer, dan penggunaan alkali pekat secukupnya membentuk ester
penyabunan yang bersifat irreversible.

2.5.1. Selulosa Xantate

Sejumlah turunan selulosa digunakan secara komersial.Konversi substansi ini
mengubah sifat fisik dari material, membuat lebih larut dalam pelarut organik dan
dijadikan sebagai serat dan film.Perlakuan selulosa dengan asetat anhidrat
menghasilkan triasetat yang digunakan secara luas dalam industri tekstil.Selulosa
trinitrat, juga disebut “gun cotton” atau nitroselulosa yang digunakan secara
eksplosif. Rayon dibuat melalui perlakuan selulosa (baik dari kapas maupun kayu)
dengan karbon disulfida dalam suasana basa ditunjukkan oleh reaksi berikut :

Cell

OH

S
Cell O C S- Na+
Selulosa Xantate

NaOH

CS2

Larutan dari selulosa xantate ini dilewatkan melalui suatu lubang kecil atau celah ke
dalam larutan yang bersifat asam. Regenerasi gugus –OH dari selulosa ini
menyebabkan lapisan endapan seperti jaringan atau lembaran :
S

Cell

O C

S- Na+

H3O+

Cell

OH

Rayon atau kertas kaca (Solomons, 2014)

2.5.2.

Selulosa Nitrat

Modifikasi ester selulosa dengan asam organik dan asam anorganik membentuk
turunan

selulosa

bersifat

kovalen

yang

pertama

kali

disintesis

dalam

laboratorium.Selulosa nitrat, selulosa asetat dan selulosa xantogenat telah diproduksi
dalam skala industri pada pertengahan abad yang lalu dan saat ini telah mencakup
lebih dari 90 % total produksi selulosa.Diawali dengan ester selulosa dari asam
anorganik, hingga asam organik telah dipersiapkan dalam esterifikasi konvensional,
demikian juga reaksi yang dirancang secara khusus.Selulosa nitrat merupakan
turunan selulosa pertama yang diproduksi dalam skala industri untuk pembuatan kain
sutera sintetik. Ini dapat dibentuk melalui reaksi antara polimer dengan HNO3
berdasarkan reaksi :

Cell

OH

HNO3

Cell O

NO2

H2O

2.5.3. Selulosa Asetat

Selulosa asetat merupakan selulosa ester organik yang disintesis pertama kalinya oleh
Schutzenberger (1865) dengan mereaksikan selulosa dari kapas dengan asetat
anhidrat pada suhu 1800C dengan pelarut etanol.Struktur selulosa asetat dapat dilihat

pada Gambar 2.4.Seiring perkembangan zaman, Franchimont (1879) menemukan
penggunan katalis yang efisien yakni H2SO4 dan HClO4. Kedua percobaan ini
menjadi dasar pembuatan selulosa asetat dengan asetat anhidrat sebagai agen dalam
proses esterifikasi dan asam sulfat atau asam perklorat sebagai katalis.
O
H O
H

O

HO
H
H

O
OH
H

Gambar 2.4. Ester Selulosa-asetat (Ganstrom, 2009)

2.5.3. Selulosa Sulfat

Sebagian besar asam sulfat, asam sulfit, atau asam klorosulfonat dapat digunakan
sebagai agen sulfonasi, yang juga dapat dikombinasikan dengan pelarut inert seperti
alkohol. Secara umum reaksi pembentukan selulosa sulfat dapat ditunjukkan oleh
reaksi berikut :
Cell-OH + SO3
Cell-OH + XSO3H

Cell-OSO3H
Cell-OSO3H + HX

(X = NH2, OH, Cl)

Selulosa sulfat secara detail dapat dibentuk melalui beberapa tahap berikut:
(i) Sulfonasi gugus hidroksi biasanya dimulai dalam sebuah sistem heterogen.
(ii) Sulfonasi gugus hidroksi yang bebas sebagian membentuk ester selulosa atau eter
selulosa di mana subtituent primer bertindak sebagai gugus pelindung.
(iii)Sulfonasi oleh pertukaran tempat gugus ester atau eter dengan makromolekul
yang datang.

2.2.5.

Selulosa Fenil Karbamat

Selulosa dapat direaksikan dengan fenil isosianat dalam pelarut dipolar aprotik
dengan menggunakan piridin, di mana akan menghasilkan trisubstitusi atau selulosa

trikarbanilat dengan penggunaan reagen berlebih dalam 10 jam reaksi pada suhu 701000 C. Reaksi secara perlahan akan berubah dari heterogen menjadi homogen dan
disertai karbanilasi melalui degradasi cincin yang dapat diabaikan. Jalur ini cocok
untuk mengubah selulosa polimer analog menjadi turunan selulosa yang memiliki
kelarutan dalam larutan. Reaksi pembentukan selulosa fenil karbamat ditunjukkan
pada Gambar 2.5 berikut :

Cell

OH

N

C O

Cell

O H
O C N

Gambar 2.5. Reaksi Pembentukan Selulosa Fenil Karbamat (Klem, 1998)

2.6. Adsorpsi

Adsorpsi atau penyerapan adalah proses pemisahan komponen tertentu dari suatu
fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Biasanya
partikel-partikel kecil adsorben ditempatkan dalam suatu hamparan tetap dan fluida
dialirkan melalui hamparan itu sampai adsorben mendekati jenuh dan pemisahan
yang dikehendaki tidak dapat berlangsung lagi. Pemisahan adsorpsi banyak
digunakan pada industry kimia, misalnya pada pemisahan gas, mengurangi
kelembaban udara, penghilangan bau, dan penyerapan gas yang tidak diinginkan dari
suatu hasil proses (Maron, 1984).
Jenis adsorpsi yang umum dikenal adalah adsorpsi kimia (Kemisorpsi) dan
adsorpsi fisika (Fisisorpsi).
1. Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)
Adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti
dengan reaksi kimia, maka akan menghasilkan produksi reaksi berupa senyawa baru.
Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau
cairan dengan permukaan padatan sehingga sulit untuk dilepaskan kembali. Pada

adsorpsi kimia hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia
sekitar 100 kj/mol.

2. Adsorpsi Fisika (Fisisorpsi)
Molekul-molekul yang diadsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan,
dan biasanya terjadi proses balik cepat, sehingga mudah diganti dengan molekul yang
lain. Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals dan dapat terjadi pada
permukaan yang polar dan non polar. Adsorpsi juga mungkin terjadi dengan
mekanisme pertukaran ion.Oleh karena itu ion pada gugus senyawa permukaan
padatan adsorbennya dapat bertukar dengan ion-ion adsorbat.Mekanisme pertukaran
ini merupakan penggabungan dari kemisorpsi dan fisisorpsi, karena mengikat ion-ion
dengan ikatan secara kimia tetapi ikatan mudah dilepas kembali untuk terjadinya
pertukaran ion.Besarnya energi adsorpsi fisika sekitar 10 kj/mol (Barrow, 1979).

1.7. Logam Kadmium (Cd)

Kadmium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd
dan nomor atom 48.Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang
berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah.Kadmium
berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi
pada tubuh khususnya hati dan ginjal.Secara prinsipil pada konsentrasi rendah
berefek terhadap gangguan padaparu-paru, emphysema dan renal turbular disease
yang kronis.Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka
tertinggi (1.700 ppm) dijumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil di dekat
pertambangan biji seng (Zn) (https:id.wikipedia.org/wiki/Kadmium).

Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang paling banyak ditemukan
padalingkungan, khususnya lingkungan perairan, serta memiliki efek toksik yang
tinggi,bahkan pada konsentrasi yang rendah (Almeida et al., 2009).Logam berat

kadmium dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara, diantaranya dari udara
yang

tercemar,

kontaminasi

perairan,

jalur

rantai

makanan

dan

wadah

makanan/minuman yang berlapis kadmium. Kadmium dalam tubuh dapat merusak
sistem fisiologis tubuh antara lain sistem urinaria, sistem respirasi (paru-paru), sistem
sirkulasi darah dan jantung, kerapuhan tulang dan sistem reproduksi (Widowati,
2008).

Kadmium dan bentuk garamnya banyak digunakan pada beberapa jenis pabrik
untuk proses produksinya. Industri pelapisan logam adalah pabrikyang paling banyak
menggunakan kadmium murni sebagai pelapis, begitu juga pabrik yang membuat NiCd bateri.Kadmium lebih beracun bila terisap melalui saluran pernapasan daripada
saluran pencernaan. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan dari mengisap debu
dan asap cadmium, terutama kadmium oksida (CdO). Dalam beberapa jam setelah
mengisap, korban akan mengeluh gangguan saluran pernapaan, muntah, kepala
pusing, dan sakit pinggang ( Darmono, 2001).
Kadmium dengan tingkat oksidasi +2 mempunyai konfigurasi (36Kr) 4d10 5s0
5p0 5d0 sehingga pada orbital d elektron belum terisi penuh. Adanya peran d-orbital
back donation dari logam ini dapat menjadi dasar konsep pembentukan
khelat.Pearson (1963) mengklasifikasikan asam-basaLewis menurut sifat kuat dan
lemahnya. Menurut Pearson, situs aktif pada permukaan padatan dapat dianggap
sebagai ligan yang dapat mengikat logam secara selektif. Logam dan ligan
dikelompokkanmenurut sifat kuat dan lemahnya berdasarkan pada polarisabilitas
unsur.

Pearson (1963) mengemukakan suatu prinsip yang disebut Hard and Soft Acid
Bases(HSAB).Ligan-ligan dengan atom yang sangat elektronegatif dan berukuran
kecil merupakan basa kuat, sedangkan ligan-ligan dengan atom yang elektron
terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar merupakan basa
lemah.Sedangkan ion-ion logam yang berukuran kecil namun bermuatan positif

besar, elektron terluarnya tidak mudah terpengaruh oleh ion dari luar, ini
dikelompokkan ke dalam asam kuat, sedangkan ion-ion logam yang berukuran besar
dan bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah terpengaruh olehion lain,
dikelompokkan ke dalam asam lemah. Menurut prinsip HSAB Pearson, asam kuat
akan berinteraksi dengan basa kuat untuk membentuk komplek, begitu juga asam
lemah dengan basa lemah. Interaksi asam kuat dengan basa kuatmerupakan interaksi
ionik, sedangkan interaksi asa lemah dengan basa lemah, interaksinya lebih bersifat
kovalen.