Efektifitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Visual dan Audiovisual dalam Merubah Perilaku Perawatan Perineum Ibu Nifas

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan
2.1.1. Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam
bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan merupakan suatu proses belajar. Hal
ini berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses perkembangan atau perubahan ke
arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok
atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai
makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam
masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa, lebih
mampu, lebih tahu dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Craven dan Hirnle (1996) yang dikutip oleh Suliha (2002),
pendidikan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk
mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap
pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide
baru.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat diambil sebuah
kesimpulan pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu,

kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu,
dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri.
Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi
keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok,

Universitas Sumatera Utara

maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan
pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik
(Suliha, 2002).
2.1.2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Secara umum menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmojo (1997)
dalam suliha (2002), tujuan dari pendidikan kesehatan ialah mengubah perilaku
individu/masyarakat di bidang kesehatan.Tujuan pendidikan kesehatan tersebut
dapat diperinci yaitu untuk menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di
masyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan dalam mencapai tujuan hidup sehat, mendorong
pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang
ada.
Secara Operasional, tujuan pendidikan kesehatan diperinci oleh Wong

(1974)yang dikutip Tafal(1984) dalam Suliha (2002) adalahagar penderita
(masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya),
keselamatan lingkungan, dan masyarakatnya, agar orang melakukan langkahlangkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit
menjadi lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi
cacat yang disebabkan oleh penyakit, agar orang memiliki pengertian yang lebih
baik

tentang

eksistensi

dan

perubahan-perubahan

sistem

dan

cara


memanfaatkannya dengan efisien dan efektif, dan agar orang mempelajari apa
yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya tanpa selalu meminta
pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal.

Universitas Sumatera Utara

Dari kedua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok,
dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai sesuatu
yang bernilai, mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai
(Suliha 2002).
2.2. Media Pendidikan Kesehatan
2.2.1. Definisi Media
Media pendidikan adalah alat saluran (channel) untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan bagi masyarakat atau klien (Notoatmodjo, 2003).Yang dimaksud
dengan media pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah alat bantu
pendidikan yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan
pendidikan / pengajaran(Mubarak, 2007).

2.2.2.Tujuan Penggunaan Media
Secara terperinci, manfaat media menurut Notoatmodjo (2003) antara lain
untuk menimbulkan minat sasaran pendidikan, mencapai sasaran yang lebih
banyak, membantu mengatasi hambatan bahasa, merangsang sasaran pendidikan
untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan, membantu sasaran pendidikan untuk
belajar lebih banyak dan cepat, merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan
pesan-pesan yang diterima kepada orang lain, mempermudah penyampaian bahan
pendidikan / informasi oleh para pendidik / pelaku pendidikan, mempermudah
penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan, mendorong keinginan orang untuk
mengetahui kemudian lebih mendalami dan akhirnya memberikan pengertian
yang lebih baik, membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.

Universitas Sumatera Utara

Alat bantu (media) disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang
ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera.
Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin
banyak dan semakin jelas pula pengertian / pengetahuan yang diperoleh. Dengan
perkataan lain, media ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak
mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah pemahaman (Notoatmodjo,

2003). Hal ini diperkuat dengan pendapat Vermon A Magnesen yang menyatakan
bahwa seseorang menyerap informasi 10 % dari yang dibaca, 20 % dari yang
didengar, 30 % dari yang dilihat, 50 % dari yang dilihat dan didengar, 70 % dari
yang dikatakan dan 90 % dari yang dikatakan dan dilakukan (Nurhidayah, 2010).
2.2.3. Jenis Media
Notoatmodjo (2003) membagi media sebagai alat bantu pendidikan
menjadi 3 jenis yaitu alat bantu lihat (visual aids), alat bantu dengar (audio aids),
alat bantu lihat-dengar (audiovisual aids). Alat bantu lihat (visual aids) berguna
dalam membantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya
proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu alat yang diproyeksikan, misalnya
slide, film, film strip dan alat-alat yang tidak diproyeksikan, misalnya 2 dimensi
(gambar, peta, bagan),3 dimensi (bola dunia, boneka). Sedangkan alat-alat bantu
dengar (audio aids) berguna dalam membantu menstimulasi indera pendengaran
pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan/ pengajaran. Misalnya piringan
hitam, radio, pita suara, dan sebagainya. Alat bantu lihat-dengar (audiovisual
aids), seperti televisi dan video. Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal
dengan AVA. Dalam menerima sesuatu yang baru, manusia mempunyai
kecenderungan untuk melupakan atau lupa. Untuk mengatasi hal tersebut, AVA

Universitas Sumatera Utara


(Audio Visual Aids) akan membantu menegakkan pengetahuan-pengetahuan yang
telah diterima oleh manusia sehingga apa yang diterima akan lebih lama tinggal /
disimpan didalam ingatan(Notoatmodjo, 2007).
Notoatmodjo (2003)membagi media sebagai penyaluran pesan-pesan
kesehatan menjadi 3 jenis yaitu:
1. Media Cetak
Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
sangat bervariasi antara lain : booklet ialah suatu media untuk menyampaikan
pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar, leaflet
ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran
yang dilipat, isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau
kombinasi, flyer (selebaran) ialah seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan,
flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan atau informasi-informasi
kesehatan dalam bentuk lembar balik, biasanya dalam bentuk buku dimana tiap
lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat sebagai
pesan atau infomasi berkaitan dengan gambar tersebut, rubrik atau tulisan-tulisan
pada surat kabar atau majalah mengenai bahasan suatu masalah kesehatan atau
hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, poster ialah bentuk media cetak berisi
pesan-pesan / informasi kesehatan yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di

tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum, foto yang mengungkapkan
informasi-informasi kesehatan.
Media cetak memiliki beberapa kelebihan yaitu tahan lama, mencakup
banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana
dan mempermudah pemahaman. Walaupun demikian media cetak juga memiliki

Universitas Sumatera Utara

kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek suara dan efek gerak serta mudah
terlipat (Notoadmodjo, 2005).
2. Media Elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan atau
informasi-informasi kesehatan, jenisnya berbeda-beda antara lain televisi,
radio,video, slide, dan film strip.
Media

elektronik

memiliki


beberapa

kelebihan

yaitu

sudah

dikenal

masyarakat,mengikutsertakan semua panca indera, lebih mudah dipahami, lebih
menarik

karena

ada

suara

dan


gambar

bergerak,

penyajian

dapat

dikendalikan,jangkauan relatif besar, dan sebagai alat diskusi serta dapat diulangulang. Walaupun demikian media elektronik juga memiliki kelemahan yaitu biaya
lebih tinggi,sedikit rumit, perlu listrik, perlu alat canggih untuk produksinya dan
perlu terampil dalam pengoperasian (Notoadmodjo, 2005).
3.Media Papan (Billboard)
Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai dan
diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan disini
juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada
kendaraan-kendaraan umum (bus dan taksi).
2.3. Perilaku
2.3.1.Definisi
Perilaku adalah aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai

bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa,
bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

Universitas Sumatera Utara

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan perilaku kesehatan menurut
Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan.
2.3.2.Domain Perilaku
Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku itu
didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak
mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk
kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga
domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah
affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain). Kemudian
oleh para ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan sebagai
pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2007).

2.3.2.1. Pengetahuan (kognitif)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan
seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :
1) Faktor internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat,
kondisi fisik.
2) Faktor eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.

Universitas Sumatera Utara

3) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi, media dan
metode dalam pembelajaran.
Ada enam tingkatan pengetahuan

yaitu tahu (know), memahami

(comprehension), aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintesis (synthesis),
evaluasi (evaluation).Pengetahuan yang harus dimiliki oleh ibu nifas untuk dapat
melakukakan perawatan perineum mencakup 3 tingkatan yaitu tahu (know),
memahami (comprehension), aplikasi (aplication).
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendifinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, memperkirakan, dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.
3) Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat

Universitas Sumatera Utara

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
2.3.2.2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) dikutip oleh Notoatmodjo
(2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu
kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional
atau evaluasi terhadap suatu objek, serta kecenderungan untuk bertindak (tend to
behave)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu
menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), bertanggung
jawab (responsible). Sikap yang harus dimiliki oleh ibu nifas untuk dapat
melakukakan perawatan perineum mencakup 3 tingkatan yaitu menerima
(receiving), merespon (responding), menghargai (valuing).
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek). Kata kerja pada tingkatan ini adalah
mendengarkan, menghadiri, memperhatikan dan melihat.
2) Merespon (responding)
Pada tahap ini dituntut kemampuan untuk memberikan respon pada sebuah
pengalaman, pada awalnya karena patuh dan lambat laun secara suka rela dan
dengan rasa puas. Tingkat ini menunjukkan pergeseran dari penolakan menuju
penerimaan secara suka rela, yang dapat berubah menjadi perasaan senang akibat

Universitas Sumatera Utara

beberapa pengalaman baru. Kata kerja pada tingkatan ini adalah berpartisipasi,
mematuhi, mengikuti, dan mendiskusikan.
3) Penilaian (valuing)
Pada tahap ini menuntut kemampuan responden untuk menghargai atau
menerima nilai dari suatu teori, ide, atau peristiwa, dengan memperlihatkan
komitmen atau preferensi yang cukup

besar yang dapat diidentifikasi dalam

pengalaman yang dianggap memiliki nilai dan kesediaan yang jelas untuk
menindaklanjuti nilai tersebut. Kata kerja pada tingkatan ini adalah memilih,
bertindak, mengemukakan argumentasi, dan meyakinkan (Nurhidayah, 2011).
2.3.2.3. Tindakan (psikomotorik)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
dan faktor dukungan (support).Tindakan ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu
persepsi

(perception),

respon

terpimpin

(guided

response),

mekanisme

(mecanism), adopsi (adoption). Tindakan yang harus dimiliki oleh ibu nifas untuk
melakukakan perawatan perineum mencakup 2 tingkatan yaitu persepsi
(perception) dan respon terpimpin (guided response).
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama. Contoh : Seorang ibu
dapat memilih penggunaan pembalut untuk perawatan perineumnya.
2) Respon terpimpin (guide response)

Universitas Sumatera Utara

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat kedua. Contoh: ibu
dapat melakukan prosedur perawatan perineum dengan benar, mulai dari langkah
pertama sampai langkah terakhir.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.Menurut
penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2007), mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut
terjadi proses berurutan yakni kesadaran (awareness), tertarik (interest), evaluasi
(evaluation), mencoba (trial), menerima (Adoption).

2.3.3. Proses Pembentukan Perilaku
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus –
Organisme – Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2007) :
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini

Universitas Sumatera Utara

masih terbatas pada perhatian, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara
jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
Perilaku Tertutup :
Pengetahuan
Sikap
Stimulus
(Rangsangan)

Proses
Stimulus

Perilaku Terbuka :
Tindakan

Skema 2.1. Proses Pembentukan Perilaku menurut Teori Skinner
2.5. Masa Nifas
2.5.1.Definisi Nifas
Masa Nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari
(Saifuddin,dkk.,2006).
2.5.2.Fisiologi Nifas
Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan fisiologi yaitu perubahan
sistem

tubuh

meliputi

sistem

reproduksi,

sistem

urinaria,

sistem

muskuloskletal/integumen, sistem sirkulasi, sistem gastrointestinal, sistem
perayarafan, dan sistem endokrin (Farrer, 2001)

Universitas Sumatera Utara

Selama nifas sistem reproduksi mengalami perubahan. Perubahan pada
organ-organ reproduksi disebut involusi. Perubahan ini terjadi pada uterus,
serviks, vulva dan vagina, serta perineum (Farrer, 2001).
2.5.3. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Saifuddin (2006) tujuan pemberian asuhan pada masa nifas
adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik,
melaksanakan skrining komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga
berencana, menyusui, pemberian imunisasi bayinya dan perawatan bayi sehat,
serta memberikan pelayanan keluarga berencana.
2.5.4. Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah
persalinan. Infeksi nifas ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38 0C
atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, kenaikan suhu
tubuh yang terjadi di dalam masa nifas dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak
diketemukan sebab-sebab ekstragenital (Saifuddin,dkk.,2006).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti
eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam
tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Dengan cara eksogen, infeksi organorgan reproduksi dapat disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk
melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteripada
peralatan penampung lochea. Misalnya bakteriEscherichia Coli, sering berasal

Universitas Sumatera Utara

dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi pada endometrium, vulva
dan perineum (Wahyuningsih, 2009; Feerer 2011).
2.6. Perineum
2.6.1. Definisi Perineum
Secara anatomi, perienum adalah kulit antara pertemuan dua lipatan labia
mayor dan anus yang merupakan area yang terbentang dari simfisis pubis di sisi
anterior sampai ke coccygeusdi sisi posterior dan tuberositas ischiadica di sisi
lateral (Setiadi, 2007). Didalam keperawatan maternitas, perineum sering
mengacu pada keseluruhan daerah genitalia eksterna (Hamilton, 1997).
2.6.2. Perubahan Fisiologi Perineum pada Masa Nifas
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postpartum hari ke-5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap
lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan (nulipara) (Farrer, 2001).
Perubahan pada perineumpasca melahirkan terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan (rupture)
ataupun dilakukan episiotomi(insisi perineum untuk melebarkan orifisium vulva
pada saat melahirkan bayi) dengan indikasi tertentu(Farrer, 2001).
2.6.3. Tujuan Perawatan Perineum
Menurut Feerer (2011 dalam Wahyuningsih, 2009), perawatan perineum
dapat mencegah infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya
mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari
perkembangbiakan bakteripada peralatan penampung lochea (pembalut).

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Hamilton (1997), perawatan khusus perineum bagi
wanita setelah melahirkan (masa nifas) bertujuan untuk mengurangi rasa
ketidaknyamanan,

kebersihan,

mencegah

infeksi,

dan

meningkatkan

penyembuhan.
2.6.4. Prosedur Perawatan Perineum
Menurut Hamilton (1997) prosedur perawatan perineum yang disarankan
kepada perawat untuk diajarkan kepada ibu adalah :
1.

Mencuci tangan
Bertujuan untuk membersihkan tangan dari bakteri sehingga perineum
terbebas dari infeksi

2.

Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat

3.

Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke
anus dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung plastik

4.

Berkemih dan BAB ke toilet

5.

Semprotkan/siram keseluruhan perineum dengan air

6.

Bersihkan perineum dari depan ke belakang dengan menggunakan air dan
sabun
Membersihkan perineum dari depan (vulva) ke belakang (anus) bertujuan
untuk mencegah berpindahnya bakteri dari anus ke daerah vagina

7.

Semprotkan/bilaskembali keseluruhan perineum dengan air

8.

Keringkan perineum dengan menggunakan tisue dari depan ke belakang

9.

Pasang pembalut dari depan ke belakang
Gunakan pembalut yang bersih atau kain pembalut. Kain dapat digunakan
ulang jika telah dicuci dengan baik, dan dikeringkan di bawah matahari, ganti

Universitas Sumatera Utara

pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari atau setiap pembalut
basah.
10. Cuci kembali tangan (untuk membersihkan tangan dari bakteri sehingga
perineum terbebas dari infeksi).

Universitas Sumatera Utara