Implementasi Pembelajaran Pendidikan Aga. pdf

1

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MELAULUI PEMBIASAAN DAN KETELADANAN
DI SEKOLAH
Oleh
Andi Abd Muis
Email: [email protected]
Universitas Muhammadiyah Parepare
Abstract
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reseach), dengan
menggunakan analisis pendekatan studi kasus yang bersifat kualitatif-refresentatif.
Metode yang digunakan adalah 1) observasi, 2) wawancara, 3) dokumentasi.
Gambaran Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah
Parepare antara lain dapat dilihat dalam setiap mata pelajaran guru selalu
memberikan contoh pembiasaan dan keteladanan terkait dengan mata pelajaran
yang dibawakannya. Gambaran Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di sekolah antara lain dapat dilihat dalam setiap mata pelajaran guru selalu
memberikan contoh pembiasaan dan keteladanan terkait dengan mata pelajaran
yang dibawakannya. Efektivitas pembiasaan dan keteladanan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama islam di sekolah penulis dapat menyimpulkan bahwa pada

dasarnya siswa setuju atau berminat dalam penerapan proses pembiasaan dan
keteladanan di sekolah pare dan tentunya hal itu karena mereka tidak merasa
terbebani dengan semua proses pembelajaran tersebut.
A. Latar Belakang Masalah
Di era pembangunan dewasa ini masalah pendidikan sudah dirasakan
sebagai kebutuhan pokok yang merupakan upaya mencapai keselarasan dan
keseimbangan dimana dunia pendidikan kita tidak mampu memberikan jaminan
mutu moral anak bangsa. Masalah semakin panjang deratan moral obligation
dunia pendidikan yang harus segera ditebus oleh para pelaku dalam dunia
pendidikan kepada masyarakat. Berbagai kasus disebabkan oleh rendahnya
moralitas tidak hanya dilakukan oleh orang yang mempunyai latar belakang
pendidikan rendah, lebih berbahaya lagi karena juga dilakukan oleh orang-orang
yang berpendidikan cukup memadai.
Mata pelajaran agama memegang peran paling sentral dalam hal pendidikan
moralitas. Ketika pendidikan agama Islam sudah tidak mampu lagi memberikan
kontribusinya secara signifikan, maka sudah seharusnya kita evaluasi kembali
kekuangannya. Tidak salah ketika dalam sebuah kesempatan K.H. Sahal Mahfuz
mengkritik, orientasi pendidikan agama Islam di sekolah hanya menciptakan
Islamolog. Pendidikan agama seharusnya beriorentasi untuk membentuk siswa
menjadi pemeluk agama yang taat1.

Ajaran agama yang menyangkut Hablun Minallah (hubungan dengan Allah)
maupun Hablun Minannas (hubungan dengan sesama manusia) sangat kental
1

K. H. Sahal Mahfuz,, Seminar Nasional Orientasi Pendidikan Agama Islam ( Jakarta:
majalah bulanan), h. 43

2

dengan muatan nilai moral dan budi pekerti. Hal ini sejalan dengan UU Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 pasal 3 bahwa untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman, bertaqwa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi manusia dan
warga yang demokratis, bertanggung jawab.2.
Selain tujuan tesebut tentunya pendidikan juga memegang peranan
penting. Pendidikan yang bermutu adalah ketika peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang dilakukan secara sadar
dan terencana.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional bertujuan:
1. Menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi.
2. Menyiapkan siswa agar mampu mengembangkan diri sejalan dengan
perkembangan IPTEK dan kesenian yang dijiwai ajaran agama.
3. Menyiapkan siswa agar menjadi anggota masyarakat dalam mengandalkan
hubungan timbal balik dengan sosial budaya3.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka para pendidik perlu menerapkan
pendekatan pembelajaran yang tepat kepada siswanya. Dalam kaitannya dengan
pembelajaran PAI di sekolah yang notabenenya pelajaran agamanya lebih banyak
dibanding dengan sekolah umum tentunya perlu menggunakan metode
pendekatan pembiasaan dan keteladanan agar ilmu agama yang diberikan tidak
hanya mengedepankan knowledge akan tetapi juga harus merambah kepada
tataran in action.
Salah satu penyebab rendahnya moral/akhlak generasi saat ini adalah
rendahnya moral guru dan orang tua. Kecenderungan tugas gur hanya mentransper
ilmu pengetahun tanpa memperhatikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam
ilmu pengetahuan tersebut, apalagi kondisi pembelajaran saat ini sangat
beriorentasi pada perolehan angka-angka sebagai standarisasi kualitas pendidikan

untuk mengetahui tentang gambaran pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di sekolah,,untuk mengetahui pembiasaan dan keteladanan efektif
dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. dan untuk memahami
faktor-faktor apa yang menghambat efektivitas pembelajaran pendidikan agama
Islam di sekolah.
Namun kenyataan yang terjadi sekolah sering tidak semanis yang
diharapkan. Banyak terjadi kasus yang awalnya diperkirakan tidak akan merembet
kepada siswa, ternyata dengan terpaksa harus diterima. kasus-kasus tersebut
misalnya siswa laki-laki secara sembunyi-sembunyi mulai mengenal rokok dan
menonton video porno, siswa perempuan tidak lagi memakai jilbab ketika keluar
rumah atau membolos ramai-ramai jika pelajaran sedang kosong dan siswa sudah
tidak lagi terlihat membiasakan shalat berjamaah.
2

http: //www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam UU SISDIKNAS,
cet. I, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 1-3
3

3


Melihat hal tersebut sekolah sebagai lembaga pendidikan formal perlu
melakukan perubahan terhadap perubahan sikap siswa yang kurang baik tersebut.
sekolah perlu melakukan terobosan-terobosan baru yang dapat merubah kebiasaan
buruk siswa menjadi kebiasaan yang baik. karena jika siswa sudah dapat terbiasa
melakukan hal-hal yang baik maka sikap tersebut akan ditiru oleh siswa di
sekolah yang lain sebagai bentuk keteladanan siswa.
Pendidikan Agama Islam di sekolah diterapkan yang tidak hanya dalam satu
mata pelajaran akan tetapi mencakup 4 (empat) mata pelajaran yaitu Akidah
Akhlak, Qur’an Hadits, Fiqh, dan Sejarah Kebudayaan Islam diharapkan dapat
memberikan tambahan pengetahuan tentang agama dan tentunya guru adalah
pemegang peranan utama dalam membentuk kepribadian yang baik terhadap anak
didiknya.
Meskipun disadari bahwa untuk merubaha sikap kebiasaan kurang baik
siswa tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. diperlukan banyak
kesabaran dalam mendidik dann memberikan contoh keteladanan yang baik serta
guru perlu membiasakan siswa melakukan hal-hal yang baik di sekolah.
Untuk itu dalam skripsi ini penulis akan mengembangkan lebih jauh tentang
penerapan pembiasaan dan keteladanan khususnya dalam pelajaran agama di
sekolah

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat ditentukan hal-hal
yang menjadi rumusan masalah. Adapun yang menjadi masalah pokok adalah
“sejauh manakah peran pembiasaan dan keteladanan dalam memberikan sifat dan
sikap yang baik terhadap anak didik”.
Dari masalah pokok di atas maka dapat ditentukan sub pokok masalah yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran pembiasaan dan keteladanan guru pendidikan
agama islam di MAN. 2 Parepare ?
2. Bagaimana Proses pembiasaan dan keteladanan yang dilakukan oleh guru
MAN. 2 Parepare ?
3. Bagaimana efektivitas pembiasaan dan keteladanan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama islam di MAN. 2 Parepare ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui tentang gambaran pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah Negeri 2 Parepare.
b. Untuk mengetahui proses pembiasaan dan keteladanan efektif dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam di Madrasah Aliyah Negeri 2
Parepare.

c. Untuk memahami efektivitas pembiasaan dan keteladanan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama islam di MAN. 2 Parepare.
2. Kegunaan
a. Kegunaan Ilmiah
Penelitian ini selain menggunakan penelitian lapangan juga
menggunakan penelitian pustaka untuk mengetahui teori-teori tertentu
terkait dengan judul skripsi sehingga diharapkan dapat menjadi rujukan

4

penulis dan menjadi jawaban yang bersifat penguat bagi penulis dalam
menemukan hasil dari penelitian.
b. Kegunaan Praktis
Kajian ini diharapakan dapat memberikan motivasi kepada para penulis
agar pemikiran dan wawasan yang saat sekarang dimiliki dapat
dikembangkan.
D. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pembiasaan Dan Keteladanan
Pembiasaan merupakan kata dasar dari “biasa” artinya tidak ada rasa
canggung untuk melakukan suatu hal karena sudah dilakukan berkali-kali. Dalam

kaitannya dengan pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu pembiasaan untuk
hal-hal yang baik. Jadi ilmu yang telah diperolah dari pembelajaran agama
hauslah di amalkan dan dibiasakan. Jika sudah terbiasa maka hal tersebut akan
terasa mudah dan biasanya orang yang talah membiasakan melakukan hal-hal
yang baik, jika ada yang mengajaknya untuk berbuat kajahatan maka ia akan
canggung karena ia tidak terbiasa dengan hal tersebut.
Makna kata “teladan” terkandung dalam hal-hal yang dapat diikuti dan
ditiru; baik dalam hal-hal terpuji ataupun tercela karena kata ini ketika digunakan
sebagai kata kerja, berarti mengikuti dan meniru, seperti ungkapan “sebagai
muslim, kita wajib meneladani Rasulullah.” Kata teladan sepadan dengan kata
panutan. Oleh karena itu, al-Qur’an menjadikan Rasulullah sebagai uswatun
hasanah (teladan yang baik) untuk orang-orang beriman dan mengharap
kebahagiaan akhirat.
Allah berfirman dalam Qur’an Surah al-Ahzab sebagai berikut:
               

Terjemahannya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”4.

Menurut Al-Gazali menjelaskan bahwa perubahan dan peningkatan akhlak
dapat dicapai sepanjang melalui usaha dan latihan moral yang sesuai5, untuk itu
maka dalam mewujudkan akhlak yang baik dapat dilakukan dengan pembiasaan
dan keteladanan.
Terdapat sedikit perbedaan antara pembiasaan dan keteladanan. akan tetapi
kedua hal tersebut saling menujang. keteladanan merupakan konotasi kata yang
positif, sehingga hal-hal yang mengikuti adalah perilaku, sikap, maupun perbuatan
yang secara normative baik dan benar. dalam keteladanan terdapat unsure

4

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,PT. Toha Putra Semarang,

5

Abul Quasem, Etika Al-Gazali, cet 1, (bandung:Pustaka, thn. 1988).

tahun 2002.

5


mengajak secara tidak langsung, sehingga terkadang kurang efektif tanpa ada
ajakan secara langsung yang berupa pembiasaan.
Begitu pula dengan pembiasaan yang secara lengsung mengarahkan pada
suatu perilaku, sikap mapun perbuatan yang diharapkan, kurang dapat berhasil
dengan baik tanpa adanya keteladanan.
1. Pentingnya Pembiasaan dan Keteladanan
Pembiasaan dan ktetladanan tentunya sangat berperan penting khususnya
di sekolah terutama disekolah madarasah yang diharapakan bias memberikan
contoh yang baik terhadapa sekolah umum. Dengan kata lain sekolah yang
memiliki mata pelajaran pendidikan agama Islam yang lebih banyak agar agar
member contoh kebiasaan yang atut ditiru. Pembiasaan dan keteladanan juga
sangat beperan penting terhadap ahklak manusia baik itu terhadap siswa atau
gurunya. Jika guru memberikan contoh kebiasaan keteladanan yang baik terhadap
siswanya dalam kehidupan sehari-hari maka tentu saja siswa juga akan
melakukakan kebiasaan-kebiasaan yang baik dengan menjadikan gurunya teladan.
Contoh pembiasaan kecil yang tentunya sangat mudah dilakukan tetapi
memberikan dampak yang baik seperti mebuang sampah pada tempatnya. Dan
dampak yang bias dipetik dari penbiasaan itu adalah lingkungan kita dapat
terlindung dari penyakit. Dengan demikian pembiasaan daan keteladanan yang

dilakukan dengan baik dan sungguh-sungguh dapat mengubah sifat seseorang
untuk belajar meneladani rasul yang selalu melakukan kebiasaan yang baik yang
berguna bagi dirinya sendiri dan lingkungannya.
A. Pembiasaan dan Keteladanan Guru dalam Pembelajaran
Keteladanan dan pembiasaan guru dalam pembelajaran di sekolah adalah
metode efektif untuk menumbuhkan akhlaqul karimah pada anak-anak. Guru
harus menjadi model dalam pembelajaran pendidikan agama dan moral, baik pada
pembelajaran akidah akhlak, qur’an hadist, kebudayaan Islam dan lain
sebagainya. Demikian pula dengan pembelajaran pendidikan moral kebengsaaan
(nasionalisme) maupun pembelajaran lainnya di sekolah seperti gotong royang,
bakti social, shalat berjamaah, membaca al-Qur’an dan lain-lain. Kegiatankegiatan tersebut wajib didikuti setiap warga sekolah termasuk guru, tidak hanya
sebagai penganjur yang baik kepada anak didiknya6.
Salah satu penyebab rendahnya moral/akhlak generasi saat ini adalah
rendahnya moral guru dan orang tua. Kecenderungan tugas guru hanya
mentransfer ilmu pengetahuan tanpa memperhatikan nilai-nilai moral yang
terkandung dalam ilmu pengetahuan tersebut, apalagi kondisi pembelajaran saat
ini sangat beriorentasi pada perolehan angka-angka sebagai standarisasi kualitas
pendidikan.
Seorang pendidik, sebelum mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan
sudah barang tentu dia memiliki bekal yang cukup dibidang ilmu pengetahuannya
maupun ruhaniahnya, karena itulah sebagai modal dasar dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Siswa sering dihadapkan pada nilai-nilai yang bertentangan, pada suatu
sisi dididik untuk bertingkah laku yang baik, jujur, hormat, hemat, rajin, disiplain,
6

Majalah Bulanan Dunia Pendidikan no. 113 edisi Maret 2009, h. 43

6

sopan, dan sebagainya, tetapi pada yang bersamaan, mereka dipertontongkan halhal yang bertolak belakang dengan apa yang mereka pelajari, misal hukuman atau
sanksi pelanggaran tata tertib sekolah hanya berlaku untuk siswa sementara guru
kebal hukum/sanksi, siswa dilarang melakukan kekerasan tetapi banyak guru
melakukan kekerasan terhadap siswa, guru perokok melarang anak didiknya
merokok dan masih banyak peristiwa merusak citra profesi guru.
Hal-hal yang bertolak belakang inilah yang menyebabkan peserta didik
kesulitan dalam mencari figure teladan yang baik (uswatun hasanah) di
lingkungannya termasuk di sekolah hingga akhirnya banyak siswa yang benci
terhadap gurunya.
Tentunya semua hal-hal tersebut tidak sepantasnya di lakukan oleh guru.
Guru harus mengetahui betul posisinya sebagai pendidik, bukan hanya sekedar
mengajar di dalam kelas tetapi sekaligus sosok yang patut diteladani. Guru harus
belajar menjadi bapak sebelum ia menjadi pengajar. Hubungan guru dengan
murid harus baik, guru harus memperhatiakan siswa serta pelajaran mereka, guru
juga seharusnya peka terhadap perasaan siswa serta harus memiliki kepribadian
yang baik.
Guru seharusnya mencontoh akhlak rasul dalam mendidik umatnya semasa
hidupnya. Sebagaimana diketahui bahwa akhlak yang paling mulia adalah akhlak
Rasulullah sebagaimana terdapat dalam sebuah hadist di bawah

‫اﻨ ﻣااﻠﺑ ﻌ ﺴ ت ﻻﺘ ﻣ م ﻣ ﻗا ﺮ م ﻻ ﺨﻠ ﻖ‬
Artinya:
Sesunggunhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlaq. (HR. Ahmad dan
Baihaqi)7.
Meneladani Rasulullah dapat ditinjau dari berbagai sudut yakni
1. Ibadah: Bahwa beliau adalah orang yang paling tahu dan mengenal Allah
SWT., orang yang paling takut dan bertaqwa, namun beliau oran yang
kadang-kadang berpuasa dan kadang-kadang berbuka, tidur dan bangun
serta menggauli wanita (istri) dengan baik, namun tidak mempengaruhi
keadaan beliau sebagai orang yang paling banyak beribadah.
2. Berinteraksi dengan tetangga: Nabi SAW. bersabda: “ Jibril selalu
mewasiatkan kepada saya tentang tetangga sampai aku menyangka bahwa
tetangga mendapat hak warisan” (Muttafaq ‘Alaih)
3. Berinteraksi dengan sesama manusia: beliau kadang-kadang menjual dan
membeli, sangat sopan jika menjual dan sangat ramah jika membeli,
ramah ketika memuuskan hukum dan ramah pula saat menuntut hukuman.
4. Akhlak dan perilaku secara umum: nabi SAW. adalah sebaik-baik manusia
dalam berakhlak dan beretika, orang yang paling mulia dan paling
bertaqwa dalam berinteraksi. Allah berfirman sambil memuji nabi SAW.:
8    
7

Al-Imam Al Hafids Ibnu Hajar Asqalani, Fathul Baari Syara Shahih, (Riyadh:Maktabah
Darussalam,cet.1, tahun 1418 H/1997 M)

7

Terjemahannya:
“ Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung9”.
5. Damai dalam perang serta selalu menghormati dan memenuhi janji:
“Rasulullah SAW. masuk ke kota Madinah dengan mengangkat bendera
perdamaian. ketika masuk kota madinah beliau berkata: “Wahai sekalian
mansia, tebarkanlah sala, berilah makan, sholat malamlah ketika orang lain
tidur lelap niscaya masuk syurga dengan selamat”. (HR. Tirmidzi dari
Abdullah bin Salam
Guru ditempatkan pada tempat yang mulia sesuai dengan hadist nabi: Pada
suatu hari, Rasulullah keluar rumah kemudian beliau melihat 2 majelis yang satu
terdiri dari orang yang berdo’a kepada Allah dan mengharap kepadanya. Majelis
yang kedua terdiri dari orang yang mengajarkan agama kepada manusia. Beliau
bersabda adapun yang itu (yang pertama) mereka memohon kepada Allah jika
Dia berkenan mereka akan diberi dan Dia juga berkenan untuk tidak memberi.
Dan yang itu (yang kedua) mereka mengajari manusia, dan bahwasanya aku di
utus hanya untuk mengajar. Kemudian beliau maju dan ikut duduk pada kelompok
yang kedua. Dengan demikian nabi yang mulia telah membuat sebaik-baik contoh
buat kita agar menjadi pengajar dan pendorong dalam mengajar dan mengakui
keutamaannya.
Gambaran jelas tentang akhlak yang baik telah tercatat dalam al-Qur’an
dan hadist sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi besar kita Muhammad
SAW. yang harus dijadikan contoh teladan yang ideal. gambaran ini harus
dijadikan pedoman bagi guru dalam mendidik dan membiasakan siswa dalam
melakukan hal-hal yang baik.Apabila kita mengikuti sirah Rasulullah Muhammad
dalam memberikan Pendidikan agama, di sana ditemukan tiga hal penting yang itu
merupakan jati diri pendidikan agama. Pendidikan agama Islam harus meliputi
tiga tahapan : tahu, mampu dan mau.
Pembiasaan–pembiasaan perilaku seperti melaksanakan nilai-nilai ajaran
agama Islam (beribadah), membina hubungan yang harmonis antara guru dan
siswa, memberikan bimbingan, arahan, pengawasan, dan nasehat merupakan hal
yang senantiasa harus dilakukan oleh guru agar perilaku yang menyimpang di
sekolah dapat dikendalikan.
Pola pendidikan dapat diupayakan melalui proses interaksi dan
internalisasi dalam lingkungan sekolah dengan menggunakan metode yang tepat
seperti yang dikemukakan oleh an-Nahlawi10bahwa metode pendidikan dan
pembinaan akhlak yang perlu diterapkan oleh guru dalam lingkungan sekolah
adalah sebagai berikut:
1. Metode Hiwar (Pecakapan)
2. Metode Kisah
3. Metode mendidik dengan amtsal (perumpamaan)
4. Metode mendidik dengan teladan
9

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang,:PT. Toha Putra
tahun 2002).
10
An-Nahlawi Penyunting:MD. Dahlan, Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan Islam,
Dalam Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat, cet 1, (bandung:Diponegoro tahun.1992)

8

5. metode mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman
6. Metode mendidik dengan mengambil Ibroh (Pelajaran) dan mau’idho
(peringatan)
7. Metode mendidik dengan Targhib (membuat senang) dan Tarhib
(membuat takut).
Rasulullah memberikan penjelasan-penjelasan agar para sahabat tahu,
mengerti dan memahami Islam melalui hadits-hadits Qauli (ucapan). Agar para
sahabat mampu melaksanakannya dengan benar maka Rasulullah
membimbingnya melaluihadts-hadits fi’li (perbuatan). Kemudian Rasulullah
memotivasi kemauan para pengikutnya agar melaksanakan apa yang dia tahu dan
mampu, seperti yang tertera dalam sebuah hadits masyhurnya, “Orang yang
berilmu tanpa melaksanakannya bagaikan pohon yang tak berbuah”.
Jadi harus dipahami bahwa tidak otomatis orang yang pandai dalam hal
agama akan mau melaksanakannya. Banyak pula orang yang banyak hal dalam
bidang agama tetap melakukan perbuatan amoral. Hal ini bisa saja terjadi.
Dengan demikian kita harus melakukan reorientasi terhadap pendidikan
agama baik oleh sekolah maupun masyarakat (orang tua) sendiri.Reorientasi
pendidikan agama dari sekolah khususnya di Madrasah Aliyah dapat dilakukan
dengan memerapkan sistem pembiasaan dan keteladanan.
Contoh pembiasaan yang dapat diterapkan yaitu membiasakan
mengerjakan shalat fardlu secara berjamaah dan tepat waktu.. jadi setiap masuk
waktu sholat semua aktifitas pembelajaran harus ditinggalkan dulu dan untuk
siswa laki-laki dibuatkan jadwal adzan.
Jika semua contoh pembiasaan tersebut dapat diterapkan maka keteladanan
yang baik itu juga dengan mudah untuk didapatkan.
Menjadi teladan siswa tidak cukup hanya melakukan hal-hal yang baik
dihadapan siswa, tetapi perlu adanya penguatan dengan membimbing dan
mengarahkan siswa dengan pembiasaan. misalnya guru tidak cukup hanya
senantiasa melaksanakan shalat 5 waktu dan membiarkan siswa sampai meniru
sendiri perilaku tersebut.
Akan jauh lebih efektif, apabila guru melaksanakan sholat sekaligus
mengajak siswa ikut serta sebaliknya kalau guru saja tidak menjalankan sholat,
maka guru tidak bisa berharap banyak siswa akan melakukan.
Berikut ini beberapa contoh keteladanan dalam pembiasaan yang kurang
tepat yaitu:
1. Guru berharap siswanya selalu berkata jujur, tetapi ketika siswa
menyampaikan kritikan terhadap kekealiruan gurunya, justr dikatakan
tidak sopan dan berani kepada guru.
2. Guru berharap siswanya rajin belajar, tetapi guru tidak pernah
mendampingi siswanya dalam berlajar dan mengapresiasikan belajar
siswa.
3. Guru berharap siswanya makan minum dengan tangan kanan dan duduk,
tetapi guru terkadang masih menggunakan tangan kiri dan makan minum
sambil berdiri.
4. Guru berharap siswanya dapat sholat tepat waktu tetapi guru sendiri lalai
dan menunda-nunda.

9

5. Guru berharap siswanya dapat menjaga auratnya dan terhindar dari
bahaya tetapi guru belum memberi teladan yang baik.
6. Guru berharap siswa dapat menahan amarah tetapi guru sendiri juga tidak
dapat menahan amarah.
Memang tidaklah mudah menjadi guru yang dapat memberi keteladanan
dan pembiasaan yang sempurna. banyak sekali kendala yang terkadang
merupakan kelemahan manusiawi, akan tetapi yang terpenting dari itu semua
adalah kegigihan untuk senantiasa memperbaiki diri.
Dengan keteladanan dan pembiasaan ternyata mampu menjadi metode
pembelajaran yang efektif bagi siswa dalam penanaman nilai-nilai agamis
maupun pembelajaran formal sekolah. selain itu keteladanan juga terbukti efektif
dalam menanamkan nilai-nilai pada siswa, terutama siswa Madrasah Aliyah
dimana siswa seusia ini memiliki sifat khas yaitu meniru (imitasi atau mudah
terpengaruh oleh likungan)
Semakin sering seseorang melakukan sesuatu maka semakin menguasai
hal tersebut. jika kita berharap memiliki siswa yang soleh dan soleha yang dapat
menjadi penyejuk jiwa maka semangat itu akan selalu ada dan terus menyala demi
satu tujuan yang diidam-idamkan.
B. Tujuan Pembiasaan dan Keteladanan Guru Pendidikan Agama Islam
Dalam menerapkan pembiasaan dan keteladanan di Madrasah Aliyah tidak
lepas dari penerapan syari’at Islam dimana pembiasaan dan keteladanan
merupakan salah satu unsur terkecil dari penerapan syari’at Islam yang dapat
diterapkan melalui pendidikan Islam di sekolah.
Terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan Islam di
sekolah melalui pembiasaan dan keteladanan:
a. Mengetahui dan melaksanakan dengan baik ibadah yang disebutkan dalam
hadits Nabi yang antara lain menyebutkan bahwa Islam itu dibangun atas 5
pilar:
1) . Pengakuan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad itu hamba
dan Rasul-Nya.
2) . Mendirikan shalat.
3) . Menunaikan shalat.
4) . Menunaikan zakat.
5) . Puasa dalam bulan ramadhan.
6) . Melaksanakan ibadah haji11.
b. Memperoleh bekal pengetahuan untuk mendapatkan rezeki bagi diri dan
keluarga.
c. Mengetahui dan mempunyai keterampilan untuk melaksanakan peranan
kemasyarakatan dengan baik (akhlak terpuji)12 yang kita kelompokkan
dalam dua kategori:
1). Dalam hubungan manusia dengan orang lain untuk kepentingan dirinya
dan kepentingan umat, diantaranya:
a). Berbakti kepada kedua ibu bapak. (QS.Al-ISra’:23)
11

H.R. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Anas
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah cet. II, (Jakarta:
Ruhama, 1995), h. 11-12
12

10

             
             
Terjemahannya:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia[85013]14.
b). Membelanjakan harta di jalan Allah SWT. (QS.Al-ISra’:26)
          
Terjemahannya:
“Dan berikanlah dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros15”.
c). berbuat baik kepada karib kerabat/tidak kikir tidak pula boros (QS.AlISra’:29)
             

Terjemhannya:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852]16 karena itu kamu menjadi
tercela dan menyesal.
d). Mengamalkan dan Membangun secara benar (QS.Al-ISra’:35)
            
Terjemahannya:
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”17.

13

Mengucapkan kata ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi
mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu
14
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,PT. Toha Putra Semarang,
tahun 2002.
15
Departemen Agama RI ,Ibid
16
[852]. Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu pemurah.
17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,PT. Toha Putra Semarang,
tahun 2002.

11

e). Jangan ikut campur dengan urusan yang bukan urusanmu dan
hendaklah bersifat rendah hati serta tidak sombong. (QS.Al-ISra’:3637)
               
              
 
Terjemahannya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” 18.
f). memakai perhiasan yang hak (al-a’Raf:32)
                
           
Terjemahannya:
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan)
bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat[53619]." Demikianlah Kami menjelaskan ayatayat itu bagi orang-orang yang mengetahui”20.
2). Sayang kepada orang yang lemah dan kasih kepada orang hewan
misanya:
a). membuang daun di jalan
b). memberi minum hewa yang kehausan
c). jika membunuh hewan, bunuhlah dengan baik, jika memotong hewan
potonglah dengan pisau yang tajam dan istrahatkan hewan sembelihan itu.
Dengan demikian bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membimbing dan
membentuk manusia menjadi hamba Allah yang soleh, teguh imannya, taat
beribadah, berakhlak terpuji bahkan keseluruihan gerak dalam hidup setiap
manusia, mulai dari perbuatan, perkataan, dan tindakan apapun yang
dilakukannya dengan niat mencapai rodho Allah, memenuhi segala perintahnya
dan menjauhi segala larangannya adalah ibadah maka untuk melasanakan semua
tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi ataupun social, perlu dipelajari dan
dituntun dengan iman dan akhlak terpuji. pembiasaan dan keteladanan adalah
salah satu proses yang harus di tempuh dalam mencapai tujuan tersebut karena
18

Departemen Agama RI ,Ibid
536]. Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang baik itu dapat
dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang
di akhirat nanti adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.
20
Departemen Agama RI, Op.cit
19

12

jika sudah terbiasa melakukan hal-hal yang baik maka dengan sendirinya dapat
diteladanai oleh orang dan dapat menjadi figure bagi orang lain sehingga dengan
demikian identitas muslim akan tampak dari semua aspek kehidupannya.
D. Faktor-faktor yang menghambat efektivitas pembelajaran pendidikan
agama Islam di Madrasah Aliyah Negeri 2 Parepare
Menurut Abu Ahmadi dan Joko Prasetyo dalam buku yang berjudul
strategi mengajar, faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar
yaitu:
1. Faktor Raw Input (yakni faktor anak didik itu sendiri) dimana tiap anak
memilikin kondisi yang berbeda dalam hal ini kondisi psikologis dan
kondisi fisiologis.
2. Faktor enviromental input (yakni faktor lingkungan) baik itu lingkungan
aami maupun lingkungan sosial.
3. Faktor instrumental, yang di dalamnya antara lain terdiri dari:
a. Kurikulum
b. Program/bahan pembelajaran.
c. Suasana dan fasilitas
d. Guru/tenaga pengajar21.
Faktor pertama dapat disebut “faktor dari dalam” dan faktor kedua dapat
disebut “faktor dari luar”.
Adapun uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pembelajaran antara lain sebgai berikut:
1. Faktor dari dalam.
Diantara faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor
raw input. Maka sebenarnya kondisi anak didiklah yang memegang peranan yang
paling menentukan, baik itu kondisi fisiologis mapun kondisi psikologis.
a. Kondisi fisiologis.
Secara umum kondisi fisiologis seperti kesehatan yang prima, tidak dalam
keadaan cacat jasmani, seperti kaki,/tangannya (karena ini akan mempengaruhi
kondisi fisiologis dan sebagainya, karena hal itu akan sangat membantu dalam
proses belajar mengajar.
Anak yang kekurangan gizi misalnya ternyata kemampuan belajarnya
berada di bawah anak-anak yang cukup gizi, sebab mereka yang kekurangan gizi
basanya cenderung lekas lelah, mudah mengantuk, dan akhirnya tidak
mudahmenerima pelajaran.
2. Kondisi psikologis.
Setiap manusia pada dasarnya mempunyai kondisi psikoogis yang
berbeda-beda, maka sudah tentu perbedaan-perbedaan tersebut sangat
mempengaruhi proses belajar mengajar.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor psikologis yang dianggap
utama dan mempengaruhi proses belajar mengajar.
1) Minat.

21

Abu ahmadi dan joko triseptyo, strategi belajar menggajar, cet.1, (Bandung:
Pustaka Setia, 1997), h. 34

13

Minat sangat mempengaruhi proses belajar mengajar, kalau seseorang
tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, ini tidak dapat akan berhasil dalam
mempelajari hal tersebut. Sebaliknya jika seseorang mempelajari sesuatu dengan
minat yang besar, niscaya akan lebih baik.
2) Kecerdasan.
Telah menjadi pengertian yang realatif umum bahwa kecerdasan
memegang peranan besar menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelajari
sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan. Orang yang lebih cerdas pada
umumnya lebih mampu belajar dari pada orang yang kurang cerdas.
Kecerdasan seserang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat
tertentu. Hasil dari pengukuran kecerdasan nbiasanya dinyatakan dengan angka
yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang terkenal dengan sebutan
Intelligence Quetient (IQ).
3) Bakat.
Disamping itelegensi, bakat merupakan faktor ynag besar pengaruhnya
terhadap proses belajar mengajar. Pada bidang yang ssuai dengan bakat dan
memperbesar keberhasilan usaha tersebut. Secara definitif, anak berbakat adalah
mereka yang oleh orang-orang yang berkualifikasi profesional diidentifikasikan
sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi, karena mempunyai
kemampuan-kemampuan yang tinggi.
4) Motivasi.
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk belajar . oleh karena itu meningkatkan motivasi
belajar anak didik memegang peranan penting untuk mencapai hasil belajar yang
optimal. Motivasi merupakan dorongan yang ada di dalam individu, tetapi
munculnya motivasi kuat atau lemah, dapat ditimbulkan oleh rangsangan dari
luar.
5) Kemampuan Kognitif.
Walaupun diakui bahwa tujuan pendidikan yang berarti juga tujuan belajar
atau meliputi 3 aspek, yaitu aspek kognitif, aspek efektif dan aspek psikomotor.
Namun tidak dapat diingkari bahwa sampai sekarang pengukuran kognitif masih
diutamakan untuk menentukan keberhasilan belajar seseorang. Dan kemampuankemampuan kognitif biasanya meliputi persepsi, mengingat dan berfikir
merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar mengajar.
3. Faktor dari luar.
Faktor dari kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses belajar
mengajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan
lingkungan sosial. Lingkungan fisik/alam termasuk di dalamnya adalah keadaan
suhu, kelembaban, kepengapan udara dan sebagainya. Belajar pada keadaan udara
ynag segar, akan lebih baik hasilnya dari pada belajar dalan keadaan udara yang
panas dan pengap.
Sedangkan lingkungan sosial baik yang berwujud manusia maupun hal-hal
lainnya, juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar. Seseorang yang
belajar memecahkan soal yang rumit dan membutuhkan konsentrasi yang tinggi
akan terganggu bila ada orang lain yang mondar mandir di dekatnya.

14

Lingkungan sosial yang lain seperti suara mesin pabrik, hiruk pikuk lalu
lintas, gemuruhnya pasar, dan sebagainya juga berpengaruh terhadap proses
belajar mengajar. Karena itu, disarankan agar lingkungan sekolah didirikan di
tempat yang jauh dari keramaian pabrik, lalu lintas dan pasar.
E. METODE PENELITIAN
Dalam penulisan skripsi ini penulis berusaha dengan semaksimal mungkin
membahas permasalahan secara rinci dan sistematis dengan harapan bahwa kajian
ini dapat memenuhi syarat sebagai suatu karya ilmiah.oleh karnanya penggunaan
metode yang tepat mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pencapaian
sasaran..
1. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan teknik pendekatan yang
digunakan adalah teknik pendekatan fenomenologi. Yaitu teknik pendekatan yang
disesuaikan dengan melihat kenyataan yang ada di lapangan. Penelitian ini
merupakan penelitian survey.
Jenis penelitian yang digunakan adalah dalam bentuk eksploratif, dalam
penelitian ini ada dua variable. Variable dapat diartikan sebagai objek penelitian
atau apapun yang titik perhatian bagi penulis. Adapun rincian variable dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan variable bebas
(Variabel Independent).
b. Pembiasaan dan Keteladanan merupakan variable terikat (variable
dependen).
2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Madrasah Aliyah Negeri 2 Parepare dan yang
dijadikan sebagai objek penelitian adalah
siswa kelas I-kelas IV dimana sekolah ini memiliki cukup banyak siswa dari
tahun ke tahun.
Adapun waktu penelitian antara lain sebagai berikut:
TABEL I
JADWAL PENELITIAN
Bulan
No Minggu Ke
Ket
Juni Juli Agustus September
27 juli peninjauan
lkasi dengan
01
I
5
memperlihatkan surat
penelitian ke kepala
sekolah
5 Agustus wawancara
dengan guru mata
02
II
pelajaran akhlak adan
bhasa arab
20 Agustus pembagian
angket kepada kelas
03
III
20
X,XI,XII untuk
dijadikan sampel dalam

15

menjawab
perantanyaan
04

IV

-

27

-

-

-

3. Populasi dan Sample
Adapun pengertian populasi menurut Suharsimi Arkunto adalah keseluruhan
subyek penelitian22. Hal ini berarti semua subyek penelitian mutlak menjadi
populasi. Sedangkan populasi menurut S. Margono
mengatakan bahwa “populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita
dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan”23.
Dengan demikian yang dimaksud dengan populasi secara umum ialah
keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda,
hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-peistiwa sebagai
sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian 24. Hal
ini berarti semua subyek dalam sasaran penelitian mutlak menjadi populasi.Maka
yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Madrasah
Aliyah Negeri 2 Parepare yang berjumlah 266 orang.
Sedangkan sample adalah bagian dari populasi yang dijadikan contoh
(monster) yang diambil dengan menggunakan cara tertentu25.
Berdasarkan beberapa pertimbangan, penulis menetapkan 36 orang
sebagai sample dari 266 populasi. Adapun alasan pengambilan sample sebanyak
36 orang yaitu bahwa pengambilan sample dilakukan dengan melihat unsur-unsur
yang dikehendaki dari data yang sudah ada ada tiga kelas yang menjadi pusat
pengambilan sample dalam penelitian ini dalam setiap kelas mengambil sample
sebanyak 12 orang sehingga ada 36 orang yang menjadi sample dalam 3 kelas
tersebut.
Penetapan sample tersebut menggunakan teknik purposive sampling yaitu
menetapkan 36 orang yang di anggap dapat memberi jawaban yang dibutuhkan
peneliti.
4. Teknik Pengumpulan Data Dan Instrument Penelitian
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain sebagai
berikut:
a. Teknik Library Research, yaitu dengan mengumpulkan beberapa literature
kepustakaan dan buku-buku serta tulisan-tulisan ilmiah yang berhubungan
dengan masalah yang ankan dibahas. Dalam hal ini digunakan kutipan
langsung kemudian peneliti mempelajari dan menelaah serta mengutip
beberapa teori atau pendapat yang relevan dengan judul dan permasalahan
yang dibahas.

22

Suharsimi Arkunto , Manajemen Penelitian, cet. IV, (Jakarta: Rineka cipta, 2002), h.

103
23

S. Margono, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: 1997), h. 83
H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. VII, (Yogyakarta: Gajah
Mada University, 1995), h. 141
25
Ibid, h.
24

16

b. Teknik Field Research, yaitu peneliti terjun ke lapangan untuk
mengadakan penelitian dan untuk memperoleh data-data kongkrit yang
ada hubungannya dengan pembahasan inti. Dalam teknik ini digunakan
beberapa teknik antara lain sebagai berikut:
1) Teknik Observasi
Yaitu teknik pengumpulan data melalui pengamatan terhadap objek
penelitian penelitian yaitu pengumpulan data dan informasi mengenai penerapan
sistem kelas berjalan (Moving Class). Teknik ini juga termasuk observasi informal
factual tentang perilaku yang bermakna dan peristiwa yang dialami oleh sesorang
yang dialami sesorang yang diamati dan dicatat oleh observer.
2) Wawancara (Interview)
Teknik wawancara digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
crosscek atau melengkapi data atau imformasi yang dikumpulkan pada metode
pengumpulan data lainnya. Sebgaimana pernyataan sugiono bahwa wawancara
digunakan bila mendalam. Instrument yang digunakan dalam proses wawancara
adalah daftar pertanyaan dan tape recorder.
3) Quessioner (angket)
Teknik ini digunakan dalam pengumpulan data untuk mengungkapkan
keterangan tentang suatu hal. Instrument yang digunakan adalah daftar pertanyaan
dan ceklist.
4) Dokumentasi
Yaitu data yang dikumpulkan dengan beberapa gambar atau data. Instrumen
yang digunakan adalah arsip, data-data., dan foto.
Untuk lebih memudahkan kita dalam memahami teknik pengumpulan data
dan instrument yang digunakannya dapat dilihat dalam table di bawah ini
TABLE II
TEKNIK PENGUMPULAN DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN

no

Teknik
Pengumpulan
Data

Teknik Pengumpulan Data

01

Observasi

Ceklist

02

Wawancara

Tape Recorde

03

Quesioner
(Angket)

Daftar Pertanyaan

04

Dokumentasi

Data-data/Foto-foto dll

Ket

5. Teknik Pengolahan (Analisis) Data.
Setelah penulis mengumpulkan data baik melalui penelitian kepustakaan
maupun lapangan, selanjutnya oleh penulis data tersebut diolah dan dianalisa
degan cara sebagai berikut:
a. Teknik kuantiatif, adalah penyajian dalam bentuk yang disusun berdasarkan
hasil angket yang telah diedarkan kepada responden, sehingga dengan

17

persentase jawaban tersebut dapat diketahui keadaan sebenarnya di lapangan.
Kemudian rumus yang digunakan untuk mendapatkan persentasenya:
P=F/N x 100%
Keterangan:
P: Persentase
F: Frekuensi
N: Total Sampel
b. Teknik kualitatif, dimana penulis dalam mengelolah data, lebih banyak
ditampilkan argument dari hasil wawancara dan hasil penelitian langsung dari
lapangan.
Kemudian, dalam menganalisa data tersebut penulis menggunakan beberapa
teknik yaitu:
a. Metode analisa/ sintesa, yaitu semacam teknik pengolahan data dengan cara
menganalisa dan memberikan interpretasi terhadap data yang terkumpul
sesuai sifat dan data jenis itu.
b. Metode induksi yaitu cara menganalisa data dimulai dari persoalanpersoalan khusus selanjutnya dikembangkan secara umum, kemudian
ditarik kesimpulan.
Dalam mengelolah data yang telah dikumpulkan digunakan tiga macam cara
antara lain sebagai berikut:
a. Teknik Induktif
Yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit
kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa khusus yang konkrit itu ditarik
generalisasi yang mempunyai sifat umum..
b. Teknik Deduktif
Yaitu dari cara menganalisa danmemgelolah data dimulai dari persoalan
umum kemudian menguraikannya kepada yang khusus
c. Teknik Komparatif
Yaitu cara menganalisa dan mengelolah data dengan jalan membandingkan
setiap pokok permasalahan dari segi persamaan dan perbedaannya, kemudian
ditarik kesimpulan26. HASIL PENELITIAN
1. Efektivitas Pembiasaan Dan Keteladanan Dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan oleh peneliti di
lapangan maka diketahui bahwa , total jumlah siswa Madrasah Aliyah Negeri 2
Parepare pada tahun ajaran 2009/2010 adalah sebanyak siswa yang terdiri dari
106 siswa laki-laki dan 160 siswa perempuan. Untuk lebih jelasnya hal tersebut
dapat dilihat dalam table di bawah ini:
TABEL VI
DATA POPULASI SISWA MAN. 2 PAREPARE T.A. 2009-2010
Jenis Kelamin
No.
Kelas
Jumlah
Laki-Laki Perempuan
01
X.1
7
18
25
02
X.2
8
18
26
26

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jilid. I, (Yogyakarta: UGM, 1980), h. 42

18

03
04
05
06
07
08
09
10
11
12

X.3
10
12
22
X.4
9
16
25
X.5
10
11
21
XI. IPA 1
7
19
26
XI. IPA 2
11
16
27
XI. IPS
7
11
18
XII. IPA 1
6
18
24
XII. IPA 2
12
9
22
XII IPS 1
11
5
16
XII IPS 2
8
7
15
Jumlah
106
160
266
Sumber Data: Kantor MAN. 2 Parepare
Berdasarkan table populasi diketahui bahwa siswa kelas X.1 = 25, kelas
X.2= 26, kelas X.3=22, kelas X.4=22, kelas X.5=21, kelas XI.IPA. 1=26, kelas XI
IPA 2=27, kelas XI. IPS.=18, kelas, kelas XII. IPA 1=24, kelas XII. IPA 2=22,
kelas XII. IPS 1=16 dan kelas XII. IPS 2=15 orang. Maka total populasi adalah
sebanyak 266 orang..
Adapun tingkat kelas yang akan diteliti adalah kelas XI. IPA 1,kelas XI.
IPA 2, dan. kelas XI. IPS Dengan pertimbangan bahwa (alasan penulis) bahwa
siswa kelas XI. IPA 1,kelas XI. IPA 2, kelas XI. IPS 1 dan kelas XI IPS 2 dan
lebih memahami tentang pelaksanaan pembiasaan dan keteladaan apalagi mereka
telah banyak mengetahui proses pembelajaran di MAN. 2 dan selain itu kelas XI
merupakan pengurus-pengurus organisasi di sekolah tersebut..
Bedasarkan pertimbangan tersebut, maka sample proporsional dari kelas
XI. IPA 1,kelas XI. IPA 2, dan kelas XI IPS. dapat diketahui dengan
menggunakan fomulasi di bawah ini:
x Total Sampel
Rumus : Jumlah kelasIV/V/VI
Jumlah kelas IV+V+VI
Dari rumus tersebut maka dapat dijabarkan jumlah samlpel dari setiap
kelas antara lain sebagai berikut:
Untuk kelas XI. IPA 1→ 26/71 x 36 = 13,18 ≈ 13 siswa
Untuk kelas XI. IPA 2→ 27/71 x 36 = 13,69 ≈ 14 siswa
Untuk kelas XI. IPS 1 → 18/71 x 36 = 9,12 ≈ 9 siswa
TABEL VII
DATA PENGAMBILAN SAMPEL
SISWA KELAS XI. IPA 1 PAREPARE T.A. 2009-2010
SECARA PROPORTIONAL STRATIFIED RANDOM SAMPLING
No.
01
02
03
04
05

Nama
A. Juleha
Abd. Kadir
Abdul Latief Hakim. L
Andi Sardi
Darmi

Jenis Kelamin
P
L
L
L
P

Ket.

19

06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Eva Supianah
P
Faridah
P
Fitriani
P
Hasniah
P
Hasriah
P
Husnia Rafi
P
Irmayani
P
Isri Alfiani
P
Jusmiati
P
Mansyur
L
Muh. Taufik Wahab
L
Muh. Yusran
L
Muh. Yusuf Bahar
L
Rosidah Ulfah
P
Rosnaeni
P
Risnaini
P
Suci Anggrayanti
P
Safitri
P
Saharia
P
St. Nuradja
P
Yuli Wulandari
P
TABEL VIII
DATA PENGAMBILAN SAMPEL
SISWA KELAS XI. IPA 2 PAREPARE T.A. 2009-2010
SECARA PROPORTIONAL STRATIFIED RANDOM SAMPLING
No.
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Nama
Abd. Halid
Ahmad Syauki
Akbar
Asman Tajuddin
Ardiansyah
Desi Arisyanti
Hardianti
Hafsah Husain
Harlianti
Helmiati
Herlina
Hikma
Hekmatir
Ibrahim
Jusma
Kadar
Khaliq Arif
Mardewi

Jenis Kelamin
L
L
L
L
L
P
P
P
P
P
P
P
L
L
P
L
L
L

Ket.

20

19
20
21
22
23
24
25
26
27

Muammar Khadafi
L
Muh. Khamdan
L
Muh. Said
L
Minarti
P
Nurlela
P
Nurhikma Amir
P
Nurrahmah
L
Riska Srianti
P
Wahyudi
P
TABEL IX
DATA PENGAMBILAN SAMPEL
SISWA KELAS XI. IPS MAN 2 PAREPARE T.A. 2009-2010
SECARA PROPORTIONAL STRATIFIED RANDOM SAMPLING
No.

Nama

Jenis
Kelamin

Ket.

01
Adil Adhzan
L
02
Amaks
L
03
A. Esse Surian
P
04
Erwin
L
05
Fitrah
L
06
Firmansyah
L
07
Heri Setiawan
L
08
Indra Saputra
L
09
Irma
P
10
Khaerul Anwar
L
11
Fitrianingsih
P
12
Na’Maluddin
L
13
Nurul Alfin
P
14
Reski Oktaviana Kakambong
P
15
Sigit Abdil Wali
L
16
Sumantri
L
17
Suparman
L
18
Tri Novi Wulandari
P
19
Tri Wulandari
P
20
Yudiarti
P
21
Bayu Dwi Restu A.K.
L
Berikut nama-nama siswa yang terpilih menjadi sample:
TABEL X
NAMA-NAMA SISWA YANG TERPILIH MENJADI SAMPLE
No
Kelas XI IPAN 1
No Kelas XI IPA. 2 No
Kelas XI IPS
01 A. Juleha
01 Abd. Halid
01 Adil Adhzan
02 Abd. Kadir
02 Ahmad Syauki
02 Amaks
03 Abdul Latief Hakim. L 03 Akbar
03 A. Esse Surian
04 Andi Sardi
04 Asman Tajuddin 04 Erwin

21

05
06
07
08
09
10
11
12
13

Darmi
Eva Supianah
Faridah
Fitriani
Hasniah
Hasriah
Husnia Rafi
Irmayani
Isri Alfiani

05 Ardiansyah
05 Fitrah
06 Desi Arisyanti
06 Firmansyah
07 Hardianti
07 Heri Setiawan
08 Hafsah Husain
08 Indra Saputra
09 Harlianti
09 Irma
10 Helmiati
11 Herlina
12 Hikma
13 Hekmatir
14 Ibrahim
Sumber: Hasil Pertimbangan Penulis
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembiasaan dan keteladanan
memberi pengaruh terhadap pembelajaran PAI di Madrasah Aliyah Negeri
Parepare dapat dijelaskan dalam hasil analisis primer sebagai berikut:
TABEL XI
SETUJU TIDAKNYA SISWA MADRASAH ALIYAH NEGERI 2
PAREPARE TERHADAP PENERAPAN PEMBIASAAN
DAKETELADANAN
No
Kategori Jawaban
Frekuensi
Persentase
01 Sangat Setuju
10
27,77
02 Setuju
22
61,11
03 Ragu
4
11,11
04 Tidak Setuju
05 Sangat Tidak Setuju
Analisis Data Quesioner (Angket) no.1-no.3
Dari data tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dari 36 siswa yang
menjawab tentang berminat tidaknya untuk mengikuti proses pembelajaran
pembiasaan dan keteladanan sebanyak 10 orang atau 27,77 persen sangat setuju,
22 orang menyatakan setuju atau 61,11 dan tak satupun dari mereka yang tidak
setuju dalam hal pembiasaan dan keteladanan. Adapun cara menentukan besar
persentasenya didasarkan pada formulasi yang telah di atur dalam metodologi
penelitian yakni besar frekuensi dibagi dengan total sample dan dikali 100%.
Dari hasil analisa tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pada
dasarnya siswa setuju atau ber