Analisis Pengaruh Penempatan Alat Peredam Viskos Terhadap Respons Struktur Gedung Tinggi dengan menggunakan Metode Analisis Riwayat Waktu Chapter III V

BAB III
Desain Bangunan Tahan Gempa yang Menggunakan Alat Peredam Viskos

3.1. Pendahuluan
Dalam mendesain bangunan gedung, selain memperhitungkan beban gravitasi seperti
beban mati dan beban hidup, beban lateral seperti gaya gempa dan angin juga hendak
diperhitungkan. Salah satu filosofi desain gempa yang dianut adalah bangunan diharapkan
dalam kondisi elastis pada saat menerima gempa kecil dan bangunan diizinkan untuk rusak
tetapi tidak runtuh pada saat menerima gempa sedang dan besar. Sebagai konsekuensinya,
sendi plastis harus terjadi pada struktur untuk dapat mendisipasi energy akibat gempa besar.
Filosofi desain seperti ini dapat diterima secara luas demi mempertimbangkan segi ekonomi
dan keselematan jiwa secara bersamaan.
Di sisi lain, pengembangan sendi plastis yang baik menghendaki deformasi yang besar
serta tingkat daktilitas yang tinggi pula. Semakin besar daktilitas dari suatu komponen
struktur juga bearti semakin parahnya kerusakan yang diderita oleh komponen struktur
tersebut. Di samping itu, bangunan-bangunan penting seperti rumah sakit, pemadam
kebakaran, gedung pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain, harus tetap dapat berfungsi
setelah gempa besar terjadi. Untuk itu filisofi gempa yang telah disebutkan sebelumnya
menjadi tidak dapat digunakan untuk bangunan-bangunan penting ini. Bangunan-bangunan
ini harus cukup kuat untuk tetap berada pada kondisi elastis di bawah pengaruh gempa besar.
Salah satu metode desain yang berbeda dengan filosofi desain gempa tradisional seperti

yang terlah disebutkan di atas adalah dengan menggunakan sistem struktur pengontrol gempa
yang bersifat pasif. Sistem struktur pengontrol gempa yang bersifat pasif ini dapat berupa
isolator gempa ataupun sistem pendisipasi energy. Beberapa contoh dari sistem struktur
64
Universitas Sumatera Utara

pengontrol gempa yang bersifat pasif adalah friction damper, metallic damper, visco-elastic
damper, dan viscous damper. Struktur yang dipasangi dengan alat-alat peredam (damper) ini
tidak mendisipasi energy melalui terbentuknya sendi plastis pada komponen-komponen
struktur tetapi disipasi energy dikonsentrasikan pada beberapa peredam yang ditambahkan
pada sistem struktur utama untuk mengurangi kerusakan pada sistem struktur utama agar
dapat tetap berfungsi setelah terkena gempa kuat.
Bagian ini akan difokuskan pada uraian mengenai struktur yang menggunakan alat
peredam viskos (viscous damper). Pengaruh penggunaan alat peredam viskos pada struktur
yang memikul gaya gempa dapat digambarkan dengan jelas dengan menggunakan konsep
energy. Kondisi struktur yang merespon terhadap gaya gempa dapat dinyatakan dengan
konsep energy seperti dapat dilihat pada persamaan (3-1).
EI = Ek + Es + Eh + Ed

(3-1)


dengan:
EI

= energy input gempa;

Ek

= energy kinetik;

Es

= energy regangan elastis yang dapat dipulihkan kembali;

Eh

= energy histeretik yang tidak dapat dipulihkan kembali;

Ed


= energy yang didisipasi oleh damping alami yang dimiliki oleh struktur dan/atau oleh
peredam tambahan.
Energy yang berada pada sisi kanan persamaan (3-1) merupakan energy kapasitas dari

sistem struktur sedangkan energy yang berada pada sisi kiri merupakan energy yang berasal
dari gempa yang harus diterima oleh sistem struktur yang disebut sebagai energy permintaan
(demand energy). Suatu struktur dapat bertahan dari guncangan gempa apabila energy
permintaan lebih kecil daripada energy kapasitas yang dimiliki oleh struktur. Pada desain

65
Universitas Sumatera Utara

gempa konvensional, energy permintaan sepenuhnya berasal dari energy histeretik, Eh, yang
dihasilkan dari deformasi inelastis dari struktur. Pada struktur yang menggunakan alat
peredam, kapasitas disipasi energy dari sistem struktur akan meningkat karena adanya
tambahan dari energy yang didisipasi oleh alat peredam, Ed. Pada umumnya, sistem struktur
akan didesain untuk dapat mengaktifkan fungsi peredam untuk mulai mendisipasi energy
gempa sebelum deformasi inelastis dicapai oleh komponen struktur. Dengan kata lain,
struktur utama akan lebih terproteksi dan kinerja dari bangunan yang terkena gempa besar
dapat ditingkatkan.


(a) Respons akselerasi

(b) Respons perpindahan

Gambar 3.1 Kurva respons struktur dengan damping yang berbeda

66
Universitas Sumatera Utara

3.2. Properti Mekanik dari Alat Peredam Viskos
Berbeda dengan alat peredam visko-elastis, alat peredam viskos bekerja dengan
mengakomodasi perilaku viskos murni tanpa memberikan tambahan kekakuan kepada sistem
struktur sehingga akan lebih mempermudah proses desain. Alat peredam viskos tidak hanya
digunakan dalam sistem isolasi gempa untuk mencegah deformasi yang terlalu besar tetapi
juga dapat digunakan untuk mendisipasi energy gempa dan mengurangi respons struktur
terhadap beban angin dan gempa seperti diilustrasikan pada Gambar 3.1.

(a) Peredam dengan sebuah akumulator


(b) Peredam dengan sebuah batang yang menembus piston

Gambar 3.2 Penampang longitudinal dari fluid viscous damper
Alat peredam viskos terdiri dari sebuat piston yang terbuat dari besi tahan karat
(stainless steel) dengan kepala yang berlubang dan terisi penuh dengan cairan berviskositas
tinggi seperti minyak silikon. Gambar 3.2 menunjukkan dua jenis penampang tipikal dari alat

67
Universitas Sumatera Utara

alat peredam viskos. Perbedaan tekanan di antara kedua sisi piston akan menghasilkan gaya
peredam dan besarnya konstanta peredam (damping constant) dari alat peredam dapat
ditentukan dengan mengatur konfigurasi dari lubang pada kepala piston. Namun untuk
peredam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2(a), volume dari cairan yang tersimpan
akan berubah ketika piston mulai bergerak sehingga akan menghasilkan gaya pemulih
(restoring force) yang memiliki fase yang sama dengan perpindahan dan tidak sefase dengan
kecepatan. Untuk mengatasi masalah seperti ini, tipe peredam seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.2(b) digunakan.
Gaya peredam ideal yang dihasilkan oleh alat peredam viskos dapat dinyatakan dalam
persamaan (3-2).

FD = C u& sgn (u& )
α

(3-2)

dengan:
FD

= gaya peredam;

C

= konstanta redaman;

u&

= kecepatan relatif antara kedua ujung alat peredam;

α


= eksponen yang berada antara 0 hingga 1;

sgn( u& ) = tanda dari u& (positif atau negatif) yang menunjukkan arah kecepatan.
Alat peredam dengan nilai α = 1 disebut sebagai alat peredam viskos linier dimana
gaya peredam adalah sebanding dengan kecepatan relatif. Alat peredam dengan α lebih besar
dari 1 jarang ditemukan aplikasinya secara praktikal. Sedangkan alat peredam dengan α lebih
kecil dari 1 disebut sebagai alat peredam viskos nonlinier yang sangat efektif dalam
meminimalkan hentakan kecepatan. Hubungan antara gaya peredam dengan kecepatan dari
ketiga jenis alat peredam viskos disajikan pada Gambar 3.3.

68
Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3 Hubungan antara gaya peredam dengan kecepatan dari viscous damper
Dari grafik ini dapat dilihat bahwa alat peredam viskos nonlinier sangat efektif dalam
meminimalkan hentakan kecepatan tinggi. Pada kecepatan yang relatif kecil, alat peredam
dengan α lebih kecil dari 1 dapat menghasilkan gaya peredam yang besar jika dibandingkan
dengan kedua tipe lainnya.

Gambar 3.4 Loop histeretik dari peredam dengan perilaku viskos murni dan visko-elastis

Gambar 3.4(a) adalah loop histeretik dari alat peredam yang berperilaku viskos murni
linear. Bentuk loopnya adalah sebuah elips sempurna. Tidak adanya kekakuan yang
dikandung oleh alat peredam viskos mengakibatkan frekuensi alami dari struktur tidak
berubah karena keberadaan alat peredam. Keadaan ini akan menyederhanakan prosedur
desain untuk struktur yang menggunakan alat peredam sejenis ini. Namun, jika alat peredam
menghasilkan gaya pemulihan, bentuk loop akan berubah dari Gambar 3.4(a) menjadi
Gambar 3.4(b) atau dengan kata lain, alat peredam tersebut akan berubah menjadi jenis alat
peredam visko-elastis.
69
Universitas Sumatera Utara

3.3. Rasio Redaman Efektif untuk Struktur yang Menggunakan Alat Peredam Viskos
Linier
Pada bagian ini akan dijabarkan penurunan persamaan yang akan digunakan untuk
menghitung rasio redaman efektif untuk struktur yang menggunakan alat peredam viskos
linier. Terlebih dahulu, asumsikan sebuah sistem dengan satu derajat kebebasan (SDOF) yang
dipasangkan alat peredam viskos linier dan diberikan gaya luar berupa beban perpindahan
riwayat waktu yang berbentuk sinusoidal seperti dinyatakan dalam persamaan (3-3).
u = u 0 sin ω t


(3-3)

dengan:
u

= perpindahan dari sistem dan peredam;

u 0 = amplitudo dari perpindahan;

ω

= frekuensi dari beban yang diberikan.
Respons yang terukur dapat dinyatakan dengan persamaan (3-4).
P = P0 sin (ω t + δ )

(3-4)

dengan:
P = respon gaya dari sistem;
P0 = amplitudo dari respon gaya;


δ

= beda fase.
Energy yang didisipasi oleh peredam dapat dinyatakan dengan persamaan (3-5).
W D = ∫ FD du

(3-5)

dengan:
FD = gaya peredam = Cu& ;
C

= konstanta redaman dari alat peredam;

u&

= kecepatan dari sistem dan damper.
70
Universitas Sumatera Utara


Persamaan (3-5) dapat dijabarkan menjadi:
W D = ∫ Cu&du

WD = ∫

2π ω

0

W D = Cu 0 ω 2 ∫
2

2π ω

0

2

C (u& ) dt

(cos

2

 dω t 
ωt 

 ω 

)

2

(3-6)

WD = πCu 0 ω

Jika rasio redaman yang dikontribusikan oleh peredam dinyatakan sebagai ξ d = C C cr ,
maka akan diperoleh:

WD = π (ξ d C cr )u 0 ω
2

WD = πξ d (2mω 0 )u 0 ω
2

 2
u 0 ω



 mω 0 2
W D = 2πξ d 
 ω0

(

W D = 2πξ d Ku 0

2

)ωω

0

W D = 2πξ d WS

ω
ω0

(3-7)

Sehingga rasio redaman yang berasal dari peredam, ξ d , dapat dinyatakan sebagai:

ξd =

WD ω 0
2πWS ω

(3-8)

dengan:
Ccr = koefisien redaman kritis = 2mω 0 ;
2

K

= kekakuan = mω 0 ;

m

= massa;

ω 0 = frekuensi alami;
71
Universitas Sumatera Utara

WS = energy regangan elastis dari sistem.
Definisi WD dan WS diilustrasikan pada Gambar 3.5. Di bawah pembebanan gempa,
besarnya ω biasanya adalah sama dengan ω 0 , sehingga persamaan dapat disederhanakan
menjadi:

ξd =

WD
2πWS

(3-9)

Gambar 3.5 Definisi dari WD dan WS pada sistem SDOF dengan alat peredam viskos

Gambar 3.6 Model MDOF dari struktur yang menggunakan alat peredam viskos
Untuk sebuah sistem berderajat kebebasan banyak (MDOF) seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.6, total rasio redaman efektif dari sistem tersebut, ξ eff , didefinisikan dengan
persamaan (3-10).
72
Universitas Sumatera Utara

ξ eff = ξ 0 + ξ d

(3-10)

dengan:

ξ 0 = rasio redaman bawaan dari sistem MDOF tanpa adanya alat peredam;
ξ d = rasio redaman yang berasal dari alat peredam yang ditambahkan.
Sebagai perluasan dari konsep yang digunakan pada sistem SDOF, persamaan (3-11)
digunakan oleh FEMA273 untuk menyatakan ξ d .

ξd =

∑W

j

(3-11)

2πW K

dengan:

∑W

j

= penjumlahan dari energy yang didisipasikan oleh alat peredam ke-j pada sistem
dalam 1 siklus;

WK

= energy regangan elastis dari sistem portal =

Fi

= gaya geser per lantai;

∆i

= perpindahan antar lantai pada lantai ke-i.

∑F∆
i

i

;

Maka, energy yang didisipasikan oleh alat peredam viskos dapat diekspresikan oleh
persamaan (3-12).

∑W j = ∑ πC j u 2j ω 0 =
j

j

2π 2
T

∑C u
j

2
j

(3-12)

j

dengan:
uj

= perpindahan aksial relatif di antara kedua ujung alat peredam j.

Beberapa hasil eksperimen menunjukkan bahwa jika rasio redaman dari suatu sistem
struktur ditingkatkan, respon dari moda yang lebih tinggi dapat dihilangkan. Sebagai
akibatnya, biasanya hanya moda pertama dari sistem MDOF yang diperhitungkan dalam

73
Universitas Sumatera Utara

prosedur yang telah disederhanakan untuk memudahkan aplikasinya pada kondisi praktikal.
Dengan menggunakan metode energy regangan dari analisis moda, energy yang didisipasi
oleh alat peredam dan energy regangan elastis yang disediakan oleh struktur portal dapat
dinyatakan dengan persamaan dan persamaan secara berurutan.

∑W

j

=

j

2π 2
T

∑C φ
j

2
rj

cos 2 θ j

(3-13)

j

W K = Φ1T [K ]Φ1
W K = Φ1T ω 2 [m]Φ1

WK = ∑ ω 2 miφ i2
i

WK =

4π 2
T2

∑mφ

2
i i

(3-14)

i

dengan:

[K ]

= matriks kekakuan;

[m]

= matriks massa;

Φ1

= bentuk moda pertama;

φ rj

= perpindahan horizontal relatif pada alat peredam j pada moda pertama;

φi

= perpindahan moda pertama pada lantai i;

mi

= massa lantai pada lantai i;

θj

= sudut kemiringan dari alat peredam ke-j.

Dengan mensubstitusikan persamaan (3-11), (3-13), dan (3-14) ke persamaan (3-10),
ratio redaman efektif dari struktur MDOF dengan alat peredam viskos dapat dinyatakan oleh
persamaan (3-15).

74
Universitas Sumatera Utara

ξ eff = ξ 0 +

2π 2
T

∑C φ
j

2
rj

j

4π 2
2π 2
T

T ∑ C jφ rj2 cos 2 θ j

cos 2 θ j
= ξ0 +

∑m φ

2
i i

j

(3-15)

4π ∑ miφ i2
i

i

3.4. Prosedur Desain Bangunan yang Menggunakan Alat Peredam Viskos
Ada beberapa prosedur disain bangunan yang direkomendasikan berdasarkan FEMA
356. Prosedur disain tersebut diantaranya adalah linear statik, linear dinamik, non-linear
statik, dan non-linear dinamik. Pada tugas akhir ini, desain bangunan yang menggunakan alat
peredam akan dilakukan dengan menggunakan metode analisis riwayat waktu linear dinamik.
Bangunan yang telah ditambahkan alat peredam akan dianalisis secara riwayat waktu dengan
menggunakan data percepatan gempa yang telah diskalakan dengan respon spektrum rencana
yang diinginkan. Nilai rasio redaman target akan ditentukan terlebih dahulu dan besarnya
konstanta redaman yang diperlukan akan dihitung dengan menggunakan persamaan (3-15).
Nilai rasio redaman ini akan diberikan pada model alat peredam yang kemudian akan
dianalisis untuk mendapatkan respon struktur berupa perpindahan maksimum serta gaya-gaya
dalam struktur. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah pola perpindahan, φ i , pada
persamaan (3-15) adalah nilai pola perpindahan dari bangunan MDOF yang telah dipasangi
alat peredam. Namun karena penggunaan alat damper viskos murni tidak mempengaruhi
kekakuan struktur sehingga perioda fundamental dan pola goyangan dari bangunan dengan
ataupun tanpa alat damper adalah sama.
Setelah mendapatkan pola perpindahan yang diperlukan untuk menghitung nilai
konstanta redaman dengan menggunakan persamaan (3-15), konstanta redaman dapat
dihitung untuk kemudian diberikan kepada struktur yang menggunakan alat peredam.
Kemudian bangunan dianalisis kembali setelah alat peredam ditambahkan untuk
mendapatkan respon bangunan.
75
Universitas Sumatera Utara

Nilai rasio redaman aktual yang dihasilkan oleh struktur linier akan dapat dihitung
untuk dibandingkan dengan nilai rasio redaman target yang diharapkan. Tata letak alat
peredam mungkin akan mempengaruhi tingkat ketelitian dari nilai rasio redaman yang
dihitung dengan persamaan (3-15) dengan nilai aktual yang diharapkan. Pada bab berikutnya
akan diberikan sebuah contoh bangunan sistem rangka pemikul momen beton bertulang yang
menggunakan alat peredam viskos untuk mengurangi respon bangunan. Beberapa konfigurasi
perletakan alat peredam viskos akan dianalisis dan kemampuan memprediksi nilai rasio
redaman efektif yang dihitung dengan persamaan (3-15) akan dievaluasi.
Prosedur desain bangunan linear dinamik yang menggunakan alat peredam viskos akan
dirangkum menjadi beberapa poin sebagai berikut:
1.

Tentukan rasio redaman target total yang dikehendaki dapat dicapai oleh struktur setelah
alat peredam ditambahkan, ξ t arg et .

2.

Lakukan analisis modal pada bangunan tanpa alat peredam untuk memperoleh periode
fundamental dan pola goyangan dari moda pertama dari bangunan yang akan
ditambahkan alat peredam.

3.

Hitung rasio redaman akibat alat peredam yang diharapkan, ξ d , dengan menggunakan
persamaan (3-10).

4.

Rencanakan tata letak alat peredam sesuai dengan yang diinginkan.

5.

Hitung nilai konstanta redaman yang diperlukan untuk dapat menghasilkan ξ d sebesar
yang diharapkan dengan menggunakan persamaan (3-15) untuk tata letak alat peredam
yang telah direncakan pada langkah ke-4.

6.

Tambahkan alat peredam dengan konfigurasi seperti yang telah direncanakan pada
langkah ke-4 dan gunakan konstanta redaman yang diperoleh dari langkah ke-5.

7.

Lakukan analisis riwayat waktu dengan menggunakan beban gempa yang telah
diskalakan dengan respon spektrum rencana yang diinginkan pada bangunan yang telah
76
Universitas Sumatera Utara

ditambahkan alat peredam yang dihasilkan dari langkah ke-6.
8.

Catat riwayat perpindahan relatif dari bangunan yang dianalisis pada langkah ke-7.

9.

Hitunglah rasio redaman, ξ actual , berdasarkan pada getaran bebas pada riwayat
perpindahan relatif yang diperoleh dari langkah ke-8. Getaran bebas adalah osilasi pada
saat beban gempa telah berakhir.

10. Bandingkan nilai rasio redaman yang diperoleh dari langkah ke-9 dengan rasio redaman
ξ t arg et yang direncanakan.

Pada bab berikutnya, sebuah bangunan gedung beton bertulang berlantai 20 akan
dianalisis dengan menggunakan prosedur yang telah dijabarkan pada bab ini. Tiga jenis
perletakan alat damper akan dianalisis untuk mempelajari efek dari tata letak alat peredam
terhadap ketelitian dari persamaan (3-15) dalam memprediksi besarnya konstanta redaman
yang dibutuhkan untuk menghasilkan rasio redaman sesuai yang diharapkan.

77
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

Pemodelan Struktur
Struktur bangunan berupa portal gedung beton bertulang 3 dimensi seperti ditunjukkan

pada Gambar 4.1. Struktur bangunan merupakan gedung 20 lantai dengan tinggi tiap lantai
adalah 4 m. Bangunan yang direncanakan terletak di kota Aceh dengan fungsi bangunan
untuk perkantoran. Gedung berada di atas tanah sedang dengan Situs SC. Ukuran bangunan
arah X dan Y adalah 24 dan 48 m. Denah bangunan ditunjukkan pada Gambar 4.2. Tabel 4.1
merangkum beberapa informasi yang berhubungan dengan model bangunan yang akan
dianalisis di dalam tugas akhir ini.

Tabel 4.1

Informasi model bangunan yang akan dianalisis

1.

Fungsi bangunan

Gedung perkantoran

2.

Letak bangunan

Kota Aceh

3.

Jenis tanah dasar

Tanah sedang (situs SC)

4.

Jumlah lantai

20 lantai

5.

Tinggi total gedung

80 m

6.

Tinggi antar lantai

4m

7.

Panjang bangunan arah X

4@6 m = 24 m

8.

Panjang bangunan arah Y

8@6 m = 48 m

9.

Faktor keutamaan gedung, I

1,0

10.

Jenis sistem penahan gaya gempa

Rangka beton bertulang pemikul momen khusus

11.

Koefisien modifikasi respons, R

8,0

78
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1 Pemodelan gedung 3-D
Metode analisis yang akan digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa
adalah analisis riwayat waktu. Beban berupa percepatan gerakan tanah yang digunakan
adalah data gempa El-Centro yang besarnya diskalakan terhadap respon spektrum gempa
aceh dengan menggunakan sebuah program yang dihasilkan dengan menggunakan program
MATLAB oleh laboratorium “Seismic Passive Control Research Group” dari Department of
Civil and Construction Engineering – National Taiwan University of Science and Technology.

Data parameter respons spektral percepatan gempa untuk Aceh diberikan pada Tabel 4.2.
79
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2 Denah gedung
Tabel 4.2 Parameter respons spektral percepatan gempa untuk daerah Aceh
Parameter

Periode pendek

Periode 1 detik

Respons spektral

Ss = 1,3 g

S1 = 0,6 g

Koefisien situs

Fa = 1,0

Fv = 1,3

SMS = 1,3 g

SM1 = 0,78 g

SDS = 0,867 g

SD1 = 0,52 g

Respons spektral percepatan gempa maksimum
Percepatan spektral desain

Data percepatan gerakan tanah El-Centro original beserta data pergerakan tanah yang
El-Centro yang telah diskalakan dengan renspons spektrum desain untuk daerah Aceh
diberikan pada Gambar 4.3. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa respons spektrum yang
dihasilkan oleh program untuk menskalakan pergerakan tanah yang digunakan dalam tugas
akhir ini dapat menghasilkan respons spektrum buatan yang menyerupai bentuk respons
spektrum desain untuk daerah Aceh. Data percepatan gerak tanah El-Centro yang telah
diskalakan ini kemudian akan digunakan untuk melakukan analisa riwayat waktu di dalam
semua analisis yang akan dilakukan pada tugas akhir ini.

80
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.3 Data percepatan gerakan tanah gempa El-Centro yang diskalakan dengan
respons spektrum dedain untuk daerah Aceh

4.2

Data Material
Material yang digunakan untuk gedung yang akan dianalisis adalah material beton

bertulang dengan kekuatan beton (f’c) sebesar 30 MPa dan mutu baja tulangan longitudinal
dan tulangan sengkang menggunakan material ASTM A615 Gr.60 dengan tegangan leleh
minimum (fy) sebesar 420 MPa.

4.3

Pembebanan Struktur
Beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan ini dikategorikan ke dalam beberapa

jenis kondisi pembebanan yaitu:
81
Universitas Sumatera Utara

1.

Berat sendiri (DL)
Berat sendiri adalah beban mati yang berasal dari berat sendiri komponen struktur yang
dihitung dengan menggunakan berat jenis material beton bertulang yang diambil sebesar
21,56 kN/m3 sesuai dengan rekomendasi pada SNI 03-1727-2012 (dicantumkan pada
Tabel 2.8).

2.

Beban mati tambahan (superimposed dead load) (DL+)
Beban mati tambahan dapat berupa beban akibat berat adukan semen, acian, keramik
plesteran, plafon dan mechanical electrical. Besarnya berat komponen-komponen ini
diberikan di dalam Tabel 2.8. Total beban mati tambahan untuk lantai dan atap yang
digunakan adalah 1,0 kN/m2.

3.

Beban hidup (LLFLOOR dan LLROOF)
Beban hidup untuk perkantoran yang digunakan berdasarkan pada rekomendasi pada SNI
03-1727-2012 seperti terlihat di dalam Tabel 2.9. Untuk beban hidup pada lantai
perkantoran direncanakan memikul beban hidup (LLFLOOR) sebesar 2,4 kN/m2
sedangkan pada atap perkantoran yang direncanakan untuk bisa digunakan sebagai
tempat berjalan direncanakan memikul beban hidup (LLROOF) sebesar 0,96 kN/m2.

4.

Beban gempa (EQ)
Beban gempa yang digunakan adalah berupa respons gaya maksimum dari beban gempa
riwayat waktu.
Beban sendiri, beban mati tambahan dan beban hidup akan digunakan untuk

menghitung massa bangunan yang akan diperlukan untuk analisa modal untuk mengetahui
perioda bangunan serta pola goyangannya. Beban gempa akan digunakan untuk menganalisa
efek dari perletakan alat peredam di dalam bangunan gedung serta untuk melakukan
pengecekan kekuatan dari komponen struktur pada bangunan yang menggunakan maupun
yang tanpa menggunakan alat peredam.
82
Universitas Sumatera Utara

4.4

Dimensi Komponen Struktur
Sebelum analisa struktur dilakukan, ukuran dari komponen struktur diperlukan untuk

menghitung kekakuan struktur yang akan diperlukan di dalam melakukan analisa struktur. Di
lain sisi, dimensi komponen struktur yang optimal perlu ditentukan berdasarkan gaya dalam
yang terjadi akibat pembebanan struktur yang merupakan hasil dari analisa struktur. Namun
dalam tugas akhir ini, menentukan dimensi struktur yang optimal tidak termasuk dalam
pembahasan. Tugas akhir ini hanya difokuskan untuk membahas pengaruh letak alat peredam
di dalam bangunan terhadap respons struktur bangunan terhadap beban gempa. Oleh sebab
itu, penentuan dimensi dari komponen struktur akan dilakukan dengan menggunakan metode
pendekatan yang sederhana.
Untuk penentuan dimensi balok, persyaratan tinggi balok minimum dapat digunakan
sebagai acuan. Untuk balok menerus, SK SNI 03-2847-2012 mensyaratkan nilai tinggi balok
minimum sebesar L/12, dimana L merupakan panjang bentang balok. Maka untuk
perencanaan dimensi balok pada tugas akhir ini, ketentuan berikut akan digunakan untuk
menentukan tinggi balok yang akan digunakan dalam analisis:
1.

Untuk balok induk:
Hbi = L/12 = 6000/12 = 500 mm

Maka akan digunakan tinggi balok induk sebesar 600 mm
2.

Untuk balok anak:
Hba = L/14 = 6000/14 = 429 mm

Maka akan digunakan tinggi balok induk sebesar 500 mm
Lebar balok yang digunakan direncanakan sebesar setengah dari tinggi balok sehingga
diperoleh ukuran balok rencana untuk balok anak dan balok induk adalah sebagai berikut:

 Balok induk dengan ukuran 300×600 mm2.
83
Universitas Sumatera Utara

 Balok anak dengan ukuran 250×500 mm2.
Untuk perencanaan tebal pelat, syarat lendutan minimum untuk pelat masif satu arah
sesuai yang ditentukan di dalam SK SNI 03-2847-2012 dapat digunakan sebagai acuan
berhubung pelat yang digunakan dalam bangunan ini direncanakan sebagai pelat satu arah
dengan perbandingan panjang terhadap lebar bentang pelat lantai sebesar 2. Untuk pelat satu
arah yang menerus pada kedua ujungnya, tebal pelat tidak boleh diambil kurang dari:
L/28 = 300/28 = 107 mm

Maka, tebal rencana pelat lantai dan atap yang digunakan adalah sebesar 150 mm.
Untuk perencanaan dimensi kolom, beban aksial yang bekerja pada kolom akibat beban
gravitasi dapat dijadikan sebagai acuan. Kolom pada lantai dasar dari bangunan 20 lantai
akan direncanakan untuk dapat memikul beban gravitasi dari seluruh lantai. Dalam tugas
akhir ini, akan diasumsikan bahwa gaya aksial pada kolom lantai dasar akibat beban gravitasi
tidak melebihi 0,15Agf’c. Ukuran dimensi awal kolom kemudian akan ditentukan berdasarkan
pada beban aksial tersebut.
Beban yang bekerja pada kolom interior pada lantai dasar dapat dihitung sebagai
berikut:

 Beban mati:
Berat sendiri lantai

= 21,56×0.15×20 = 64,7 kN/m2

Beban mati tambahan = 1,0×20

= 20,0 kN/m2

 Beban hidup:
Beban hidup total

= 19×2,4 + 0,96 = 46,6 kN/m2

 Beban aksial total yang bekerja pada satu kolom interior pada lantai dasar:
Pu = total beban × luas pelat yang dipikul satu kolom

84
Universitas Sumatera Utara

Pu = {1.2×(64,7 + 20,0) + 1.6×46,6} × (6×6) = 176.2 × 36 = 6343 kN

Dimensi awal untuk kolom dapat ditentukan sebagai berikut:
Luas kolom perlu =

Pu
6343000
=
= 1,41 × 10 6 mm2
0,15 f c ' 0,15 × 30

Dimensi kolom perlu = 1,41 × 10 6 = 1187 mm
Maka, dimensi kolom rencana yang digunakan adalah 1200×1200 mm2.
Untuk menghemat material, karena beban aksial yang diterima oleh kolom akan
menjadi semakin kecil pada lantai yang lebih tinggi, maka ukuran dimensi kolom akan
dikurangi sebesar 200 mm pada kedua sisi setiap kenaikan 5 lantai bangunan.
Ukuran dimensi dari komponen-komponen struktur yang akan digunakan pada analisa
struktur pada tugas akhir ini dirangkumkan pada Tabel 4.3. Pada tugas akhir ini, dimensi
komponen yang digunakan tidak akan diubah karena tugas akhir ini hanya ditujukan untuk
membandingkan efek perletakan alat peredam terhadap respons struktur bangunan. Desain
bangunan yang optimal tidak menjadi pembahasan dalam tugas akhir ini.

Tabel 4.3

Dimensi komponen-komponen struktur bangunan yang digunakan dalam
analisis

Komponen Struktur

Dimensi rencana

Balok induk

300×600 mm2

Balok anak

250×500 mm2

Pelat lantai

150 mm

Pelat atap

150 mm

Kolom lantai 1 hingga 5

1200×1200 mm2

Kolom lantai 6 hingga 10

1000×1000 mm2

Kolom lantai 11 hingga 15

800×800 mm2

Kolom lantai 16 hingga 20

600×600 mm2
85
Universitas Sumatera Utara

4.5

Kombinasi Pembebanan
Walaupun tugas akhir ini tidak difokuskan pada perencanaan dimensi komponen

struktur yang optimal, namun kombinasi pembebanan tetap disiapkan untuk digunakan demi
membandingkan rasio kekuatan kolom yang paling ekstrim antara bangunan-bangunan yang
menggunakan tata perletakan alat peredam yang berbeda-beda.
Kombinasi pembebanan yang digunakan untuk menentukan gaya-gaya dalam yang
terjadi di dalam komponen struktur akibat beban gravitasi dan beban gempa rencana untuk
kota Aceh diambil berdasarkan pada ketentuan di dalam SNI 03-1726-2012 adalah sebagai
berikut:
1.

1,4 (DL + DL+)

2.

1,2 (DL + DL+) + 1,6 LL

3.

1,2 (DL + DL+) + 0.5 LL ± 1,0 EQ

4.

0,9 (DL + DL+) ± 1,0 EQ

4.6

Analisis Modal untuk Menentukan Perioda Fundamental Bangunan
Pada bagian ini, analisis modal akan dilakukan untuk menentukan perioda fundamental

dari bangunan. Perlu diketahui bahwa penggunaan alat peredam viskos tidak akan mengubah
perioda fundamental bangunan karena alat peredam jenis ini tidak memberikan kontribusi
kekakuan tambahan kepada bangunan sehingga perioda fundamental bangunan adalah sama
antara bangunan yang tidak menggunakan alat peredam dengan bangunan yang menggunakan
alat peredam.
Analisis modal akan dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer
SAP2000 dengan menggunakan opsi “Load case type” berupa “Modal”. Oleh karena pada
tugas akhir ini, hanya arah goyangan bangunan pada arah sumbu X yang akan ditinjau, maka
hanya perioda dan pola goyangan pada moda yang menghasilkan goyangan searah sumbu X
86
Universitas Sumatera Utara

yang perlu diperhatikan. Pada umumnya pola goyangan ini akan terjadi pada moda kedua
mengingat jumlah bentang pada arah sumbu X lebih banyak daripada jumlah bentang pada
arah sumbu Y sehingga perioda bangunan akan lebih besar pada goyangan ke arah sumbu X.
Dua faktor yang sangat mempengaruhi hasil dari analisis modal adalah kekakuan dan
massa dari sturktur bangunan. Oleh sebab itu, sumber kekakuan dan mass dari struktur harus
dimodelkan dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh nilai perioda fundamental bangunan
yang lebih mendekati kondisi yang sebenarnya.

4.6.1 Kekakuan Lateral dari Struktur Bangunan
Kekakuan lateral dari struktur bangunan bergantung kepada ukuran dari komponen
struktur serta model struktur yang digunakan untuk analisis. Kekakuan struktur dapat
dipengaruhi oleh ukuran kolom, balok, pelat lantai dan keberadaan komponen struktur
lainnya seperti bresing dan lain sebagainya. Model tiga dimensi dipilih dalam tugas akhir ini,
walaupun pembahasan hanya dibatasi pada goyangan searah sumbu X saja yang sebenarnya
cukup degan menggunakan model dua dimensi, karena keberadaan pelat lantai yang sulit
dimodelkan pada model dua dimensi akan mempengaruhi besarnya kekakuan lateral dari
struktur bangunan yang dianalisis.
Keberadaan dinding non struktur yang juga dapat sedikit banyak dapat meningkatkan
kekakuan dan menurunkan besarnya perioda fundamental dari bangunan tidak ikut
dimodelkan di dalam model analisis yang digunakan. Hal ini masih dapat diterima karena
massa yang berasal dari dinding tersebut juga tidak ikut diperhitungkan dimana massa ini
dapat meningkatkan perioda fundamental bangunan. Oleh karena itu, dengan tidak
dimodelkannya keberadaan dinding dalam meningkatkan kekakuan struktur diasumsikan
bahwa penurunan perioda bangunan akibat adanya kekakuan tambahan dari dinding dapat
87
Universitas Sumatera Utara

diimbangi oleh peningkatan perioda bangunan akibat adanya tambahan massa dari dinding.
Kondisi dari model perletakan bangunan yang digunakan dalam analisis juga sangat
mempengaruhi kekakuan struktur bangunan. Pada umumnya perencana sering memodelkan
tumpuan pada dasar bangunan sebagai tumpuan jepit. Namun, sebenarnya tumpuan jepit
dengan kekakuan rotasi yang besarnya tak terhingga sebenarnya sulit untuk dapat dicapai
pada kondisi sebenarnya walaupun pondasi yang digunakan merupakan pondasi tiang
pancang. Walaupun pada titik pancang, deformasi pada arah sumbu Z cukup kecil, namun
kelenturan dari pile cap pada umumnya tidak dapat memberikan kekakuan yang cukup besar
untuk dimodelkan sebagai tumpuan jepit. Saat tumpuan jepit digunakan, momen pada dasar
kolom lantai terbawah akan menjadi sangat besar. Pada bangunan yang memiliki ruang
bawah tanah, kekakuan rotasi dari kolom di lantai dasar yang berada di permukaan tanah
akan menjadi lebih besar namun nilai ini juga masih jauh dari nilai tak terhingga. Suatu
metode pemodelan yang dapat diadopsi adalah dengan memodelkan tumpuan sebagai
tumpuan sendi dan menambahkan balok sloof untuk menghubungkan tumpuan-tumpuan.
Kekakuan dari balok sloof ini akan menjadi parameter utama dalam menentukan momen
yang dapat diterima pada dasar bangunan. Dengan menggunakan model seperti ini, momen
pada dasar kolom lantai 1 akan menjadi lebih realistis. Di dalam tugas akhir ini, balok sloof
dengan ukuran yang sama dengan balok induk akan digunakan. Studi mengenai pengaruh
kekakuan dari balok sloof terhadap perioda bangunan tidak menjadi lingkup pembahasan
dalam tugas akhir ini. Dimensi balok sloof yang digunakan, 300×600 mm2, diasumsikan
cukup untuk dapat memodelkan kondisi perletakan pada bangunan yang akan dianalisis.

4.6.2 Massa Bangunan yang dapat Beraksi terhadap Pergerakan Tanah Akibat Gempa
Pada analisis gempa, tidak semua beban gravitasi pada bangunan akan bereaksi pada
pergerakan tanah akibat gempa. Beban-beban permanen seperti beban yang berasal dari berat
88
Universitas Sumatera Utara

sendiri bangunan dan beban mati tambahan, seperti beban akibat berat adukan semen, acian,
keramik plesteran, plafon dan mechanical electrical, merupakan beban yang sepenuhnya
akan bereaksi terhadap pergerakan tanah. Beban-beban hidup yang dikunci pada lantai
bangunan seperti mesin atau perabotan yang menyatu dengan lantai ataupun dinding
bangunan serta benda yang cukup berat sehingga menghasilkan gaya gesekan dengan lantai
yang cukup besar merupakan beban hidup yang dapat bereaksi terhadap pergerakan tanah
akibat gempa. Oleh sebab itu, tidak semua beban hidup perlu diperhitungkan dalam analisa
pengaruh gempa. Dalam tugas akhir ini, hanya 20% dari beban hidup yang ditambahkan
kepada bangunan akan diikutsertakan ke dalam modal analisis.
Besar massa yang perlu disertakan dalam analisis modal dengan menggunakan program
SAP2000 dapat diatur di dalam opsi “Define > Mass Source” dengan mengatur “Mass
definition” menjadi “From element and additional masses and loads”. Satu hal yang perlu

diperhatikan yaitu berat sendiri dan beban mati tambahan perlu dimasukkan pada pola
pembebanan (load pattern) yang berbeda dimana untuk berat sendiri faktor kali untuk berat
sendiri (self weight multiplier) adalah sebesar satu agar berat sendiri dari komponen struktur
akan dihitung secara otomatis oleh program SAP2000 sedangkan untuk beban mati tambahan
faktor kali untuk berat sendiri harus diberikan sebesar nol. Kemudian pada kotak dialog
“Define mass source” pola beban yang digunakan untuk analasis hanyalah beban akibat
beban mati tambahan dan 20% dari beban hidup karena massa akibat berat sendiri bangunan
akan dihitung secara otomatis oleh program SAP2000.
Sebagai ringkasan dari sub-bab ini, besarnya massa yang diikutkan dalam analisis
modal akan dirangkum sebagai berikut:
1.

Berat sendiri komponen struktur,

2.

100% beban mati tambahan yang ditambahkan pada struktur bangunan,

89
Universitas Sumatera Utara

3.

20% beban hidup yang ditambahkan pada sturktur bangunan.

Tabel 4.4 Massa tiap lantai dan pola goyangan pada moda kedua
Lantai

mi

i

(kN-s2/m)

20

770

1,000

19

967

0,991

18

967

0,976

17

967

0,954

16

967

0,924

15

1028

0,888

14

1088

0,852

13

1088

0,811

12

1088

0,766

11

1088

0,715

10

1166

0,659

9

1244

0,602

8

1244

0,542

7

1244

0,478

6

1244

0,412

5

1339

0,343

4

1434

0,274

3

1434

0,205

2

1434

0,135

1

1434

0,066

φi

Besarnya massa pada tiap lantai yang dihitung secara otomatis oleh program SAP2000
disajikan di dalam Tabel 4.4. Nilai massa tiap lantai ini nantinya akan diperlukan untuk
90
Universitas Sumatera Utara

menghitung besar konstanta redaman dari alat peredam dengan menggunakan persamaan (315).

4.6.3 Hasil Analisis Modal
Setelah memastikan pemodelan struktur bangunan dan sumber massa untuk analisis
modal telah sesuai dengan yang dikehendaki, analisis modal akan dilakukan oleh program
SAP2000. Hasil dari analisis modal adalah berupa perioda fundamental bangunan beserta
pola goyangan bangunan. Perioda fundamental yang akan digunakan untuk menghitung
konstanta damper dengan menggunakan persamaan (3-15) adalah perioda fundamental pada
moda kedua yaitu sebesar T = 2.856 detik. Pola goyangan bangunan pada moda kedua
disajikan di dalam Tabel 4.4 dan Gambar 4.4.

4.7

Desain Bangunan dengan Menggunakan Alat Peredam
Pada bagian ini, model bangunan pada Gambar 4.1 akan didesain ulang dengan

menambahkan alat peredam untuk mengurangi respons struktur akibat gaya gempa yang
diberikan. Tiga jenis tata letak alat peredam akan didesain untuk kemudian dianalisis dan
dibandingkan perilakunya. Ketiga jenis bangunan dengan tata letak alat peredam yang
berbeda disajikan pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, dan Gambar 4.7. Sebanyak 40 buah alat
peredam ditambahkan pada tiap portal yang sejajar dengan bidang XZ dan dipasang pada
semua sehingga menghasilkan bangunan yang menggunakan total sebanyak 200 alat
peredam. Jumlah alat peredam yang ditambahkan pada masing-masing jenis bangunan adalah
sama. Tabel 4.5 merangkum letak dan jumlah alat peredam yang dipasangkan pada tiap jenis
bangunan yang akan dianalisis. Tanpa adanya alat peredam, bangunan diasumsikan memiliki
rasio redaman bawaan sebesar 15%. Penambahan alat peredam diharapkan dapat
meningkatkan rasio redaman bangunan hingga sebesar 20%.
91
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.4 Pola goyangan bangunan pada moda kedua
92
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.5 Bangunan dengan alat peredam Tipe-A
93
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.6 Bangunan dengan alat peredam Tipe-B
94
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.7 Bangunan dengan alat peredam Tipe-C
95
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5

Konfigurasi tata letak alat peredam yang didesain

Tipe

Letak alat peredam

Jumlah alat peredam per
lantai per portal

Konstanta redaman

A

Lantai 1 hingga 20

2

16688

B

Lantai 1 hingga 10

4

10980

C

Lantai 1 hingga 5

8

10145

C (kN-s/m)

Konstanta redaman yang diperlukan oleh tiap jenis bangunan dihitung dengan
menggunakan prosedur seperti yang telah diberikan pada bab 3. Dengan mengasumsikan
semua pada satu bangunan, alat peredam yang digunakan adalah sama (memiliki konstanta
redaman yang sama), dan rasio redaman bawaan , ξ 0 , adalah sebesar 5% serta rasio redaman
yang diharapkan , ξ eff , adalah sebesar 20%, maka persamaan (3-15) dapat disederhanakan
menjadi persamaan (4-1).
T ∑ C j φ rj2 cos 2 θ j
j

ξ eff = ξ 0 +

4π ∑ miφ i2
i

T ∑ C j φ rj2 cos 2 θ j
ξ eff − ξ 0 =

j

4π ∑ miφ i2
i

4π ∑ miφ i2
C=

i
2
rj

T ∑ φ cos 2 θ j



eff

− ξ0 )

(4-1)

j

Nilai rasio redaman rencana untuk bangunan dengan ketiga tipe perletakan alat
peredam akan dihitung dengan menggunakan persamaan (4-1). Tabel 4.6, Tabel 4.7, dan
Tabel 4.8 mencantumkan perhitungan nilai rasio redaman dengan menggunakan persamaan
(4-1) untuk bangunan dengan alat peredam dengan tata letak tipe A, B, dan C, secara
berurutan.

96
Universitas Sumatera Utara

Perhitungan konstanta alat peredam (tata letak alat peredam tipe A)

Tabel 4.6

mi

Lantai

θi

φi

2

cos θi

φrj

φ rj2 cos 2 θ j

miφ i2

i

(kN-s /m)

20

770

1,000

33,69

0,588

0,0088

0,00005

770,15

19

967

0,991

33,69

0,588

0,0153

0,00016

950,31

18

967

0,976

33,69

0,588

0,0222

0,00034

921,14

17

967

0,954

33,69

0,588

0,0293

0,00060

879,65

16

967

0,924

33,69

0,588

0,0366

0,00093

826,39

15

1028

0,888

33,69

0,588

0,0358

0,00089

810,07

14

1088

0,852

33,69

0,588

0,0406

0,00114

789,91

13

1088

0,811

33,69

0,588

0,0457

0,00145

716,36

12

1088

0,766

33,69

0,588

0,0508

0,00179

637,91

11

1088

0,715

33,69

0,588

0,0562

0,00218

556,08

10

1166

0,659

33,69

0,588

0,0568

0,00224

505,90

9

1244

0,602

33,69

0,588

0,0600

0,00249

450,56

8

1244

0,542

33,69

0,588

0,0633

0,00278

365,21

7

1244

0,478

33,69

0,588

0,0662

0,00304

284,81

6

1244

0,412

33,69

0,588

0,0690

0,00330

211,43

5

1339

0,343

33,69

0,588

0,0689

0,00329

157,80

4

1434

0,274

33,69

0,588

0,0697

0,00336

107,95

3

1434

0,205

33,69

0,588

0,0698

0,00337

60,09

2

1434

0,135

33,69

0,588

0,0687

0,00327

26,11

1

1434

0,066

33,69

0,588

0,0662

0,00304

6,29

0,03968

10034

(°)

Total

4π ∑ miφ i2
C=

i
2
rj

T ∑ φ cos θ j
2



eff

− ξ0 ) =

4π × 10034
(0,2 − 0,05) = 16688 kN-s/m
2,856 × 0,03968

j

97
Universitas Sumatera Utara

Perhitungan konstanta alat peredam (tata letak alat peredam tipe B)

Tabel 4.7

mi

Lantai

θi

φi

2

cos θi

φrj

φ rj2 cos 2 θ j

miφ i2

i

(kN-s /m)

20

770

1,000

33,69

0,588

0,0088

0

770,15

19

967

0,991

33,69

0,588

0,0153

0

950,31

18

967

0,976

33,69

0,588

0,0222

0

921,14

17

967

0,954

33,69

0,588

0,0293

0

879,65

16

967

0,924

33,69

0,588

0,0366

0

826,39

15

1028

0,888

33,69

0,588

0,0358

0

810,07

14

1088

0,852

33,69

0,588

0,0406

0

789,91

13

1088

0,811

33,69

0,588

0,0457

0

716,36

12

1088

0,766

33,69

0,588

0,0508

0

637,91

11

1088

0,715

33,69

0,588

0,0562

0

556,08

10

1166

0,659

33,69

0,588

0,0568

0,00224

505,90

9

1244

0,602

33,69

0,588

0,0600

0,00249

450,56

8

1244

0,542

33,69

0,588

0,0633

0,00278

365,21

7

1244

0,478

33,69

0,588

0,0662

0,00304

284,81

6

1244

0,412

33,69

0,588

0,0690

0,00330

211,43

5

1339

0,343

33,69

0,588

0,0689

0,00329

157,80

4

1434

0,274

33,69

0,588

0,0697

0,00336

107,95

3

1434

0,205

33,69

0,588

0,0698

0,00337

60,09

2

1434

0,135

33,69

0,588

0,0687

0,00327

26,11

1

1434

0,066

33,69

0,588

0,0662

0,00304

6,29

0,03015

10034

(°)

Total

4π ∑ miφ i2
C=

i
2
rj

T ∑ φ cos θ j
2



eff

− ξ0 ) =

4π × 10034
(0,2 − 0,05) = 10980 kN-s/m
2,856 × 0,03015

j

98
Universitas Sumatera Utara

Perhitungan konstanta alat peredam (tata letak alat peredam tipe C)

Tabel 4.8

mi

Lantai

θi

φi

2

cos θi

φrj

φ rj2 cos 2 θ j

miφ i2

i

(kN-s /m)

20

770

1,000

33,69

0,588

0,0088

0

770,15

19

967

0,991

33,69

0,588

0,0153

0

950,31

18

967

0,976

33,69

0,588

0,0222

0

921,14

17

967

0,954

33,69

0,588

0,0293

0

879,65

16

967

0,924

33,69

0,588

0,0366

0

826,39

15

1028

0,888

33,69

0,588

0,0358

0

810,07

14

1088

0,852

33,69

0,588

0,0406

0

789,91

13

1088

0,811

33,69

0,588

0,0457

0

716,36

12

1088

0,766

33,69

0,588

0,0508

0

637,91

11

1088

0,715

33,69

0,588

0,0562

0

556,08

10

1166

0,659

33,69

0,588

0,0568

0

505,90

9

1244

0,602

33,69

0,588

0,0600

0

450,56

8

1244

0,542

33,69

0,588

0,0633

0

365,21

7

1244

0,478

33,69

0,588

0,0662

0

284,81

6

1244

0,412

33,69

0,588

0,0690

0

211,43

5

1339

0,343

33,69

0,588

0,0689

0,00329

157,80

4

1434

0,274

33,69

0,588

0,0697

0,00336

107,95

3

1434

0,205

33,69

0,588

0,0698

0,00337

60,09

2

1434

0,135

33,69

0,588

0,0687

0,00327

26,11

1

1434

0,066

33,69

0,588

0,0662

0,00304

6,29

0,01632

10034

(°)

Total

4π ∑ miφ i2
C=

i
2
rj

T ∑ φ cos θ j
2



eff

− ξ0 ) =

4π × 10034
(0,2 − 0,05) = 10145 kN-s/m
2,856 × 0,01632

j

99
Universitas Sumatera Utara

Rasio redaman untuk ketiga jenis bangunan yang telah dihitung dicantumkan juga pada
Tabel 4.5. Nilai konstanta redaman ini akan digunakan untuk mengevaluasi perilaku dari
bangunan dengan alat peredam yang dipasang dengan tata perletakan yang berbeda-beda.

4.8

Analisa Riwayat Waktu terhadap Bangunan dengan Alat Peredam Viskos
Analisis riwayat waktu akan dilakukan terhadap ketiga jenis bangunan yang

menggunakan alat peredam dengan konfigurasi yang berbeda. Selain ketiga bangunan dengan
alat peredam yang tercantum di dalam Tabel 4.5, sebuah bangunan tanpa alat peredam juga
dianalisis untuk digunakan sebagai pembanding dengan bangunan yang menggunakan alat
peredam. Tabel 4.9 merangkum keempat model bangunan yang akan dianalisis secara riwayat
waktu.
Tabel 4.9

Bangunan yang dianalisis secara riwayat waktu
Tipe tata letak

Konstanta redaman

alat peredam

Jumlah alat peredam per
lantai per portal

MRF

-

0

0

DAMP-A

A

2

16688

DAMP-B

B

4

10980

DAMP-C

C

8

10145

Model

C (kN-s/m)

Analisis riwayat waktu dilakukan dengan memberikan percepatan tanah El-Centro yang
telah diskalakan dengan respons spektrum rencana untuk daerah gempa Aceh seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.3. Terlebih dahulu riwayat percepatan gempa ini perlu
didefinisikan terlebih dahulu di dalam program SAP2000 dengan menggunakan perintah
“Define > Function > Time History”. Kemudian kasus analisis (Analysis case) baru perlu
dibuat untuk mendefinisikan analisis riwayat waktu. Pada kotak dialog “Load case”, tipe
analisis berupa “Time history analysis” perlu dipilih. Tipe analisis yang dilakukan adalah
100
Universitas Sumatera Utara

yang bersifat linier dimana struktur yang dianalisis akan tetap berada dalam kondisi elastis
dan alat peredam yang digunakan juga bersifat elastis. Tipe analisis riwayat waktu yang
digunakan untuk analisis dalam tugas akhir ini adalah “modal”. Sesuai dengan petunjuk dari
buku manual penggunaan program SAP2000, tipe analisis riwayat waktu ini lebih mewakili
perilaku struktur yang akan dianalisis. Di samping itu, waktu yang dibutuhkan untuk analisis
juga jauh lebih cepat daripada menggunakan tipe analisis yang satunya lagi yaitu “direct
integration”. Nilai rasio redaman yang digunakan dalam analisis ini adalah sebesar 5%

dimana angka ini diasumsikan konstan di sepanjang analisis untuk menyederhanakan analisis.

4.8.1 Hasil Analisa Riwayat Waktu terhadap Bangunan dengan Alat Peredam Viskos
Hasil analisis berupa riwayat perpindahan atap untuk tiap model bangunan yang
dianalisis dapat diperoleh. Riwayat perpindahan atap untuk keempat model bangunan yang
telah dianalisis disajikan pada Gambar 4.8 hingga Gambar 4.11. Perpindahan atap maksimum
untuk keempat model bangunan dirangkum dalam Tabel 4.1.

Gambar 4.8 Riwayat perpindahan atap untuk model MRF

101
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.9 Riwayat perpindahan atap untuk model DAMP-A

Gambar 4.10 Riwayat perpindahan atap untuk model DAMP-B

Gambar 4.11 Riwayat perpindahan atap untuk model DAMP-C
102
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.10 Respons perpindahan atap maksimum

Model

Perpindahan atap maksimum
(mm)

Waktu pada saat perpindahan
atap maksimum terjadi
(detik)

MRF

497

10.52

DAMP-A

268

4.88

DAMP-B

269

4.88

DAMP-C

261

4.88

Hasil analisis menunjukkan bahwa respons perpindahan atap dapat diperkecil dengan
sangat siknifikan dengan menambahkan alat peredam pada struktur bangunan. Perpindahan
atap dapat diturunkan hingga hanya sekitar 53% dengan mengubah rasio redaman bangunan
menjadi 20%. Seiring dengan menurunnya respons perpindahan, gaya dalam yang terjadi di
dalam komponen struktur juga akan berkurang. Hal ini kemudian akan dibahas pada subbab
berikutnya.
Di samping itu, dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa tata perletakan alat peredam tidak
memberikan pengaruh yang cukup siknifikan kepada riwayat respons perpindahan. Namun
satu hal yang perlu diingat yaitu konstanta redaman yang digunakan pada ketiga bangunan
yang menggunakan alat peredam adalah tidak sama. Jika konstanta redaman yang digunakan
sama, maka respons perpindahan dari model DAMP-B dan DAMP-C akan menjadi lebih
kecil dari DAMP-A karena besarnya konstanta redaman pada DAMP-B dan DAMP-C hanya
sekitar 60% dari konstanta redaman pada DAMP-A. Hal ini menunjukkan bahwa meletakkan
alat peredam pada lantai atas adalah kurang efektif dalam menurunkan respons perpindahan
bangunan. Sedangkan besar konstanta redaman yang digunakan pada DAMP-B dan DAMPC adalah hampir sama demikian pula respons perpindahan dari kedua model ini.
Fenomena ini dapat dijelaskan dengan memperhatikan nilai perpindahan horizontal
103
Universitas Sumatera Utara

relatif pada alat peredam di tiap lantai, φrj, yang dapat dilihat pada Tabel 4.6. Nilai φrj pada
lantai atas terlihat lebih kecil daripada lantai di bawah yang berarti bahwa perpindahan yang
terjadi pada alat peredam di lantai atas lebih kecil sehingga gaya redaman yang dapat
dihasilkan oleh alat peredam juga menjadi lebih kecil sehingga keefektifan dari alat peredam
yang dipasang di tempat tesebut menjadi kurang efektif. Sedangkan nilai φrj pada lantai di
antara lantai 1 dan 5 hampir sama dengan pada lantai di antara lantai 6 dan lantai 10. Oleh
sebab itu, respons struktur pada model DAMP-B dan DAMP-C juga tidak berbeda jauh.

4.8.2 Rasio Redaman Bangunan dengan Alat Peredam
Rasio redaman dari bangunan yang menggunakan alat peredam dapat dihitung dengan
menggunakan suatu metode pendekatan yang berlaku untuk getaran bebas struktur SDOF.
Dalam hal ini, bangunan bertingkat tinggi yang digunakan untuk analisis dapat dimodelkan
sebagai sebuah model SDOF karena untuk bangunan yang menggunakan alat peredam,
pengaruh moda tinggi pada umumnya menjadi sangat kecil dan hanya moda pertama yang
akan mempengaruhi pola goyangan struktur MDOF dimana pola pertama ini memiliki pola
yang menyerupai perpindahan dari model SDOF.
Mengingat data gempa yang digunakan untuk analisis berakhir pada detik ke 53.74,
maka osilasi perpindahan atap setelah detik ke 53.74 adalah getaran bebas. Setelah gempa
berhenti, struktur akan berosilasi dan perpindahan akan menjadi semakin kecil pada setiap
osilasi, seperti diilustrasikan pada Gambar 4.12, karena adanya redaman pada struktur
bangunan. Dengan memanfaatkan nilai-nilai perpindahan maksimum pada tiap osilasi yang
terjadi setelah gempa berhenti, nilai rasio redaman dari bangunan dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan (4-2). Nilai perpindahan atap maksimum untuk beberapa siklus
setelah detik ke 53.74 serta nilai rasio redaman yang diperoleh dengan menggunakan

104
Universitas Sumatera Utara

persamaan (4-2) dirangkum dalam dengan:
vn = perpindahan atap maksimum pada siklus ke-n;
v n +1 = perpindahan atap maksimum pada siklus berikut nya setelah siklus ke-n;

ξ est = nilai rasio redaman yang diperkirakan dengan persamaan (4-2).
Dari Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa nilai rasio redaman dapat diprediksi dengan cukup
baik untuk model MRF (bangunan tanpa alat peredam) dimana besarnya rasio redaman yang
dihitung dengan persamaan (4-2) mendekati 5% yang merupakan nilai redaman yang
diberikan untuk analisis. Hal yang serupa dapat dilihat juga pada model bangunan yang
menggunakan damper. Nilai rasio redaman yang dihitung dengan menggunakan persamaan
(4-2) mendekati nilai 20% yang merupakan besar redaman rasio rencana yang diharapkan
dapat diberikan dengan adanya tambahan alat peredam.
Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan untuk mendesain alat peredam
yang hendak dipakai untuk mengurangi respons bangunan cukup efektif dalam
memperkirakan nila