Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Tim Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.RM.Djoelham Binjai Tahun 2017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Mangkunegara (2009)
Kinerja adalah hasil dari suatu proses yang mengacu dan diukur selama
periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pengertian manajemen kinerja menurut
Michael Amstrong (dalam Edison,dkk 2016) Manajemen kinerja dapat
didefenisikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk meningkatkan kinerja
organisasi dengan mengembangkan kinerja individu dan tim.
Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh
kemampuan karakteristik pribadinya serta persepsi terhadap perannya dalam
pekerjaan itu. (Sutrisno, 2009)
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Gibson yang dikutip Ilyas (1999), untuk mengetahui faktor-faktor
yang memengaruhi kinerja dilakukan pengkajian terhadap tiga kelompok variabel
yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga
kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya
memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja
10
Universitas Sumatera Utara
11
adalah yang berkaitan dengan tugas–tugas pekerjaan yang harus diselesaikan
untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith
Davis (dalam Mangkunegara, 2013) yang merumuskan bahwa:
a. Human Performance = Ability + Motivation
b. Motivation = Attitude + Situation
c. Ability = Knowledge + Skill
1.
Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ di atas rata – rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari, maka
ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man
in the right place, the right man on the right job).
2.
Faktor Motivasi
Motivasi
terbentuk
dari
sikap
(attitude)
seorang
pegawai
dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan
kerja).
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.3. Penilaian Kinerja
Faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi
adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa baik karyawan berkarya dan
memnggunakan informasi tersebut guna memastikan bahwa pelaksanaan
memenuhi standar-standar sekarang dan meningkat sepanjang waktu. Penilaian
kinerja adalah alat yang bermanfaat tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari
para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi karyawan.
Pada intinya, penilaian kinerja dapat dianggap sebagai alat untuk memverifikasi
bahwa karyawan memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan.
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses organisasi dalam
mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai
kontribusi
karyawan kepada
organisasi
selama
periode
waktu tertentu
(Sofyandi,2008).
Sikula (dalam Mangkunegara, 2009) mengemukakan bahwa, penilaian
pegawai merupakan evaluasi sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai,
kualitas atau status dari beberapa obyek orang atau sesuatu (barang). Selanjutnya
Mengginson (dalam Mangkunegara, 2009) menyatakan bahwa penilaian prestasi
kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan
untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
13
1. Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan
pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang
SDM di masa yang akan datang
2. Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawan
memperbaiki
kemampuan
kinerja,
dan
merencanakan
ketrampilan
untuk
pekerjaan,
mengembangkan
perkembangan
karier
dan
memperkuat hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan
karyawannya. (Yani, 2012)
2.1.4. Manfaat Penilaian Kinerja
Apabila penilaian kinerja dapat dilakukan seara baik dan objektif maka akan
dapat diperoleh manfaat-manfaat yang dapat dirasakan, baik oleh manajer sebagai
penilai, karyawan yang dinilai, dan organisasi secara keseluruhan.(Yuli,2005)
a. Manfaat bagi manajer penilai
Dengan melakukan penilaian secara objektif, manajer akan mudah
mengidenifikasi beberapa hal mengenai karyawan yang dinilai, seperti
kekuatan dan kelemahan karyawan, beberapa masalah yang ada, masalah
potensial, dan kekuatan akan program pelatihan.
b. Manfaat bagi karyawan
Karena yang dinilai itu adalah karyawan, maka karyawan akan
memperoleh
kesempatan
untuk
mengekspresikan
pandangannya,
mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya, memiliki kesempatan untuk
mendiskusikan tujuan organisasi/departemen, dan mengidentifikasi
peranan dirinya.
Universitas Sumatera Utara
14
c. Manfaat bagi organisasi
Secara umum, penilaian kerja karyawan akan mampu meningkatkan kerja
individu, meningkatkan kerja departemen, adanya efisiensi, meningkatkan
kualitas produksi/pelayanan. Organisasi juga akan dapat menggunakan
penilaian prestasi sebagai alat pengambilan keputusan dalam rangka
menetapkan konpensasi dan promosi jabatan.
2.1.5. Standar Penilaian Kinerja
Syarat pertama untuk menghasilkan penilaian prestasi yang efektif adalah
menetapkan standar kinerja itu sendiri. Mathis dan Jackson (2000) (dalam
Yuli,2005) menetapkan lima standar utama dalam melakukan penilaian
terhadap prestasi/kinerja karyawan, yaitu :
1.
Jumlah keluaran (quantity of output)
Standar keluaran (output) lebih banyak digunakan untuk menilai prestasi
karyawan dibagian produksi atau teknis. Standar ini dilakukan dengan cara
membandingkan antara besarnya jumlah keluaran yang seharusnya
(standar normal) dengan kemampuan sebenarnya.
2.
Kualitas keluaran (quality of output)
Jika yang digunakan dalam mengukur prestasi kerja karyawan itu adalah
sedikitnya jumlah produk yang cacat, maka standar ini disebut sebagai
standar quality. Standar ini lebih menekankan pada kualitas barang yang
dihasilkan dibanding jumlah output.
Universitas Sumatera Utara
15
3.
Waktu Keluaran (timelines of output)
Ketepatan waktu yang digunakan dalam menghasilkan sebuah barang
sering digunakan sebagai ukuran atau penilaian terhadap prestasi kerja.
Apabila karyawan dapat memperpendek/mempersingkat waktu proses sesuai
dengan standar, maka karyawan tersebut dapat dikatakan telah memiliki
prestasi yang baik.
4.
Tingkat Kehadiran (presences at work)
Ada sebagian organisasi yang mengukur dan menilai prestasi kerja
karyawannya dengan melihat daftar hadir. Asumsi yang digunakan dalam
standar ini adalah jika kehadiran karyawan di bawah standar hari kerja yang
ditetapkan maka karyawan tersebut tidak akan mampu memberikan
kontribusi yang optimal terhadap organisasi.
5.
Kerja Sama (cooperativeness)
Standar ini biasanya digunakan untuk menilai kinerja karyawan pada tingkat
supervisor dan manajer. Keterlibatan seluruh karyawan dalam mencapai
target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang
diawasi. Kerja sama antara karyawan dapat ditingkatkan apabila masing –
masing supervisor mampu memotivasi mereka secara baik.
2.2. Motivasi
2.2.1. Pengertian Motivasi
Pada dasarnya
sebuah
organisasi
atau perusahaan
bukan
saja
mengharapkan para karyawannya yang mampu, cakap dan terampil, tetapi
yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil
Universitas Sumatera Utara
16
kerja yang optimal. Oleh karena itu motivasi kerja sangat penting dan
dibutuhkan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi, sehingga tujuan
daripada
perusahaan
dapat
tercapai.
Karyawan
dapat
bekerja
dengan
produktivitas tinggi karena dorongan motivasi kerja.
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan
atau daya penggerak”. Motivasi mempersoalkan bagaimana dapat memberikan
dorongan kepada pengikutnya atau bawahan, agar dapat bekerja semaksimal
mungkin atau bekerja bersungguh-sungguh.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2006) “bahwa motivasi adalah pemberian
daya pengerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan”.
Menurut Moekijat dalam Malayu S.P. Hasibuan (2006) bahwa “motif adalah
suatu pengertian yang mengandung semua alat penggerak alasan-alasan atau
dorongan-dorongan dalam diri manusia yang
sesuatu”. Hal ini senada dengan
menyebabkan
ia
berbuat
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008), mengartikan motivasi sebagai, “dorongan yang timbul pada
diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu”.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi
kerja diperusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yag terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap
Universitas Sumatera Utara
17
situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja
maksimal. (Mangkunegara, 2007)
Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi dan lingkungan
kerja
yang terdapat pada suatu organisasi atau lembaga. Pada dasarnya
manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga daya pendorong
atau penggerak yang memotivasi semangat yang kerjanya tergantung dari harapan
yang akan diperoleh mendatang. Jika harapan itu dapat menjadi kenyataan maka
seseorang akan cenderung meningkatkan semangat kerjanya. Tetapi sebaliknya
jika harapan itu tidak tercapai akibatnya seseorang cenderung menjadi malas.
Berdasarkan pembahasan tentang berbagai pengertian motivasi, maka dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja melingkupi beberapa komponen yaitu:
1. Kebutuhan, hal ini terjadi bila seseorang individu merasa tidak ada
keseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang diharapkan.
2. Dorongan, dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan
perbuatan atau kegiatan tertentu.
3. Tujuan, tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh individu.
Seseorang yang memiliki tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan,
maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan antusias dan penuh semangat,
termasuk dalam pencapaian cita-cita yang dinginkan. Dengan demikian, antara
minat dan motivasi mempunyai hubungan yang erat, karena motivasi merupakan
dorongan atau penggerak bagi seseorang dalam pencapaian sesuatu yang
diinginkan dan berhubungan langsung dengan sesuatu yang menjadi minatnya.
Universitas Sumatera Utara
18
2.2.2. Jenis-jenis Motivasi
Jenis-jenis motivasi dapat dikelompokan menjadi dua jenis menurut Malayu
S.P. Hasibuan (2005), yaitu:
1. Motivasi
Positif
(Insentif positif), manajer
memotivasi
bawahan
dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan
motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena
manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
2. Motivasi
Negatif
(Insentif
negatif),
manajer
memotivasi
bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang
pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif
ini semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena
takut hukuman.
2.2.3. Tujuan Motivasi
Motivasi mempunyai tujuan sebagaimana dalam Malayu S.P. Hasibuan
(2005) mengungkapkan bahwa:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan,
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan,
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan,
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan,
5. Meningkatkan
kedisiplinan
dan
menurunkan
tingkat
absensi
karyawan,
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan,
Universitas Sumatera Utara
19
7. Menciptakan suasanan dan hubungan kerja yang baik,
8. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan,
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan,
10. Mempertinggi
rasa
tanggung
jawab
karyawan
terhadap
tugas-
tugasnya,
11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
2.2.4. Teori-teori Motivasi
Teori-teori motivasi dapat diklasifikasikan atau dikelompokkan atas:
1.
Teori Kepuasan (Content Theory)
Teori
kepuasan
mendasarkan
pendekatannya
atas
faktor-faktor
kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta
berprilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada
faktor-faktor
dalam
diri orang yang menguatkan, mengarahkan,
mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini menjawab
pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang
mendorong semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat
kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasan
baik materiil maupun nonmateriil yang diperolehnya sebagai imbalan
balas jasa dari jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Apabila imbal
materiil dan nonmateriil yang diterimanya semakin memuaskan,
semangat kerja seseorang akan semakin meningkat. Semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
20
standar kebutuhan yang diinginkan, semakin giat orang itu bekerja. Teori
motivasi kepuasaan antara lain:
a. Teori hierarkhi kebutuhan
Menurut ini kebutuhan dan kepuasaan kerja pekerja identik dengan
kebutuhan biologis da psikologis, yaitu berupa material maupun
non-material. Dasar teori ini adalah bahwa manusia merupakan
makhluk yang keinginannya tak terbatas, alat motivasinya adalah
kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang.
Atas dasar asumsi diatas, hierarki kebutuhan manusia menurut
Maslow (dalam Mangkunegara, 2013) adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan
hidup. Yang termasuk ke dalam kebutuhan ini adalah
kebutuhan makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kebebasan dari
ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan
keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan
mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja
dan masyarakat lingkungannya.
4. Kebutuhan
akan
penghargaan
atau
prestise,
kebutuhan
akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan
prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.
Universitas Sumatera Utara
21
5. Kebutuhan
akan
aktualisasi
diri,
dengan
menggunakan
kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai
prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa.
b. Teori Dua Faktor Frederick Herzberg
Menurut Herzberg, faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja
terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu, manajer yang berusaha
menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan
kerja mungkin menghadirkan kenyamanan, namun belum tentu
motivasi. Mereka akan membuat angkatan kerja merasa nyaman,
bukan
memotivasi.
Sebagai
hasilnya,
kondisi-kondisi
yang
melingkungi pekerjaan, seperti kualitas pengawasan, imbalan kerja,
kobijaksanaan perusahaan, kondiis fisik pekerjaan, hubungan
dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan, digolongkan oleh
Herzberg sebagai faktor higiene (hygiene facktors). Ketika faktorfaktor tersebut memadai, orang-orang tidak akan merasa tidak puas;
namun bukan berarti mereka merasa puas. Jika kita ingin
memotivasi
individu
dalam
pekerjaan
mereka,
Herzberg
menyatakan penekanan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan itu sendiri atau dengan hasil-hasil yang berasal darinya,
seperti peluang promosi, peluang pengebangan diri, pengakuan,
tanggung jawab, dan pencapaian. Ini meruupakan karakteristik-
Universitas Sumatera Utara
22
karakteristik yang dianggab berguna secara intrinsik oleh individu
(Robbins dan Judge, 2009 dalam Edison,dkk 2016)
c. Teori Motivasi Prestasi dari Mc. Clelland
Mc. Clelland mengemukakan teorinya bahwa hal-hal yang
memotivasi seseorang adalah:
1. Kebutuhan
yang
akan
prestasi,
merupakan
daya
penggerak
akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu
kebutuhan akan prestasi
akan
mendorong
seseorang untuk
mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan
serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang
maksimal.
2. Kebutuhan akan afiliasi, menjadi daya penggerak yang akan
memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu,
kebutuhan akan afiliasi ini yang
karyawan
karena
setiap
merangsang gairah bekerja
orang menginginkan hal-hal berikut:
(a) kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan
ia tinggal dan bekerja (b) kebutuhan akan perasaan dihormati,
karena setiap manusia merasa dirinya penting (c) kebutuhan akan
perasaan maju dan tidak gagal (d) kebutuhan akan perasaan ikut
serta.
Seseorang
karena
kebutuhan
akan
afiliasi
akan
memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan
semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Universitas Sumatera Utara
23
3. Kebutuhan
penggerak
akan
kekuasaan,
merupakan
daya
yang memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan
akan kekuasaan akan merangsang dan memotivasi gairah kerja
karyawan serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai
kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih
berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan.
Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer
memotivasi
bawahannya,
supaya
mereka
dalam
termotivasi untuk
bekerja giat.
2. Teori Motivasi Proses (Process Theory of Motivation)
Teori ini berusaha agar setiap karyawan mau bekerja giat sesuai dengan
harapan. Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari
harapan yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan maka
karyawan cenderung akan meningkatkan kualitas kerjanya, begitu pula
sebaliknya. Ada 3 macam teori motivasi proses yang utama (Husein Umar,
1998) dalam Sunyoto, 2013 antara lain:
Teori pengharapan (expectancy theory)
a.
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang mengatakan bahwa
seseorang
bekerja
untuk
merealisasikan
harapan-harapan
dari
pekerjaan itu. Teori ini didasarkan pada 3 kelompok, yaitu:
-
Harapan, adalah suatu kesempatan yang disediakan dan akan terjadi
karena perilaku.
-
Nilai, merupakan nilai yang diakibatkan oleh perilaku tertentu.
Universitas Sumatera Utara
24
-
Pertautan, yaitu besarnya probabilitas jika bekerja secara efektif
maka akan mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan.
b.
Teori keadilan
Dalam hal ini suatu keadilan merupakan daya penggerak yang
memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil
terhadap semua bawahannya secara objektif. Dalam teori keadilan,
masukan meliputi faktor-faktor seperti, tingkat pendidikan, keahlian,
upaya, masa kerja, kepangkatan dan produktivitas. Sedangkan hasil
adalah semua imbalan yang dihasilkan dari pekerjaan seseorang
seperti: gaji, promosi, penghargaan, prestasi, dan status.
c.
Teori penguatan
Ada tiga jenis penguatan yang dapat dipergunakan manajer untuk
memodifikasi motivasi karyawan, yaitu:
-
Penguatan positif, bisa penguat primer seperti minuman dan
makanan yang memuaskan kebutuhan biologis, ataupun penguat
sekunder seperti peghargaan berwujud hadiah, promosi dan uang.
-
Penguat negatif, di mana individu akan mempelajari perilaku yang
membawa konsekuensi tidak menyenangkan dan kemudian
menghindarin perilaku tersebut di masa mendatang.
-
Hukuman, penerapan hukuman dimaksudkan untuk mengurangi
atau menghilangkan kemungkinan perilaku yang tidak diinginkan
akan diulang kembali.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut
Herzberg
(dalam
Munandar,
2011),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi motivasi adalah terbagi dua, yaitu:
1. Faktor Motivasi Instrinsik
a. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab
yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja untuk
menjalankan fungsi jabatan yang ditugaskan kepadanya sesuai
dengan kemampuan dan pengarahan yang diterima.
b. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.
c. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang
dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi
pelaksanaan kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas jumlah
pekerjaan dan sifat pekerjannya.
d. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
mencapai
prestasi
kerja
yang
optimal.
Aspek
ini
meliputi
keberhasilan atau kegagalan yang dinilai secara spesifik misalnya
pelaksanaan
kerja
penyelesaian
masalah
dan
usaha
untuk
mempertahankan keberhasilan.
e. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada tenaga kerja atas hasil kerja. Aspek ini meliputi segala
tindakan peringatan, pujian atau teguran yang dapat bersumber dari
Universitas Sumatera Utara
26
penyelia, manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal rekan
kerja dan masyarakat umum.
2. Faktor Motivasi Ekstrinsik
a. Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang
dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang
berlaku
dalam
perusahaan.
Aspek
ini
meliputi
keadekuatan
organisasi dan manajemen perusahaan dan administrasi perusahaan
b. Penyeliaan (supervisi), derajat kewajaran yang dirasakan diterima oleh
karyawan dari atasannya. Aspek ini meliputi keadilan atasan dalam
memperlakukan karyawan keika atasan memberi pengarahan dan
bimbingan kepada karyawan.
c. Insentif , suatu tambahan penghasilan yang diberikan kepada
karyawan untuk meningkatkan gairah kerja.
d. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi
antara karyawan dengan penyelia bawahan dan rekan kerjanya.
e. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan tugas pekerjaannya. Aspek ini meliputi kondisi fisik
tempat karyawan bekerja, termasuk fasilitas dan ciri – ciri ruangan.
Universitas Sumatera Utara
27
2.3. Dokumentasian Keperawatan
2.3.1. Pengertian Dokumentasi Keperawatan
Fisbach (1991) menyebutkan bahwa dokumentasi keperawatan adalah suatu
dokumen yang berisi data yang lengkap, nyata, dan tercatat, bukan hanya tentang
tingkat kesakitan klien, tetapi juga jenis atau tipe, kualitas, dan kuantitas
pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Menurut Zaidin (1998)
dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh data yang
dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan,
tindakan keperawatan, dan penilaian keperawatan yang disusun secara sistematis,
valid, dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti otentik tentang respon klien dan
perubahan yang terjadi dari tindakan yang dilakukan oleh perawat baik secara
mandiri maupun kolaborasi yang merupakan bagian permanen dari rekam medik
klien.
2.3.2. Tujuan Dokumentasi Keperawatan
Sebagai dokumen rahasia yang mencatat semua pelayanan keperawatan klien,
catatan tersebut dapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hukum yang
mempunyai
banyak
manfaat
dan
penggunaan.
Tujuan
umum
dari
pendokumentasian (Wahid, dkk 2012) adalah:
a. Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan
klien,
merencanakan,
melaksanakan
tindakan
keperawatan
dan
mengevaluasi tindakan.
Universitas Sumatera Utara
28
b. Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika, hal ini juga
menyediakan: bukti kualitas asuhan keperawatan, bukti legal dokumentasi
sebagai
pertanggungjawaban
kepada
klien,
informasi
terhadap
perlindungan klien, bukti aplikasi standar praktik keperawatan, sumber
informasi statistik untuk standar dan riset keperawatan, pengurangan
biaya informasi, sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan,
komunikasi konsep resiko tindakan keperawatan, informasi untuk murid,
persepsi hak klien, dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggung
jawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi klien, suatu data
keuangan yang sesuai, data perencanaan pelayanan kesehatan dimasa akan
datang.
2.3.3. Manfaat Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan sangat bermanfaat dalam asuhan keperawatan
yang profesional, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena dokumentasi merupakan
suatu kesinambungan informasi asuhan keperawatan yang sistematis,
terarah, dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Sebagai bahan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan perawatan di
depan hukum jika diperlukan. Dengan demikian, dapat memberi
pengayoman kepada perawat jika terjadi pengaduan klien.
3. Sebagai alat pembinaan dan pertahanan akuntabilitas perawat dengan
keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
29
4. Sebagai sarana komunikasi yang terbuka antara perawat dan klien
5. Sebagai sarana komunikasi antar perawat atau perawat dengan profesi lain.
6. Sebagai sumber data untuk penelitian dan pengembangan keperawatan.
7. Penyediaan data
dalam
pendidikan keperawatan, penelitian, dan
pengembangan keperawatan.
8. Mengawasi, mengendalikan, dan menilai kualitas asuhan keperawatan
yang diberikan oleh perawat (sesuai dengan kompetensi masing-masing
perawat).
2.3.4. Manfaat Proses Keperawatan
Proses keperawatan bermanfaat bagi klien, perawat, institusi pelayanan, dan
masyarakat (lingkungan), yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat bagi klien
Klien mendapatkan pelayanan keperawatan yang berkualitas, efektif, dan
efisien. Asuhan keperawatan yang diberikan telah diseleksi sesuai dengan
kebutuhan klien melalui penelusuran data, rumusan permasalahan yang
matang, diagnosis keperawatan yang tepat, rencana yang terarah, tindakan
yang sesuai dengan rencana, dan penilaian yang terus menerus. Klien
bebas mengemukanan pendapatnya yang penting bagi perawat dalam
membantu
pemecahan
masalahnya
(prinsip
demokrasi
dalam
keperawatan). Dengan proses yang sistematis dan teratur memberi
kepuasan klien dan menambah kepercayaan klien pada perawat dalam
penanggulangan masalah kesehatannya.
Universitas Sumatera Utara
30
2. Manfaat bagi tenaga keperawatan
Terjadi pengembangan pengetahuan intelktual dan keterampilan teknis
tenaga keperawatan dalam berfikir kritis, analitis, dan rasional dalam
asuhan keperawatan. Proses keperawatan akan meningkatkan kemandirian
tenga akeperawatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan dan tidak
bergantung pada profesi lain (misalnya: tenaga dokter). Dengan demikian,
terjadi hubungan kemitraan antara perawat dan tenaga lain (misalnya:
dokter) dan tidak saling membawahi (hubungan vertikal dalam profesi).
Proses ini juga memberi kepuasan yang optimal bagi tenaga keperawatan
yang berhasil dalam pelaksanaan asuhan keperawatannya.
3. Manfaat bagi institusi
Institusi pelayanan (misalnya : rumah sakit, puskesmas, panti, klinik) akan
merasakan manfaat, antar lain klien merasa puas, cepat sembuh, pelayanan
bermutu yang sekaligus merupakan promosi institusi tersebut. Dengan
demikian, klien meningkat dan keuntungan pun akan meningat. Citra
institusi bertambah baik dimata masyarakat.
4. Manfaat bagi masyarakat
Masyarakat bangga atas prestasi tenaga perawat (sebagai anggota
masyarakat). Hasil asuhan keperawatan yang optimal (kualitas dan
kuantitas) berarti banyak bgai masyarakat yang sehat. Dengan banyak
masyarakat yang sehat, produktifitas masyarakat meningkat dan ekonomi
pun akan menigkat.
Universitas Sumatera Utara
31
2.3.5. Tahapan Dokumentasi Keperawatan
Tahapan dalam proses keperawatan, yaitu sebagai berikut:
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian, yaitu mengkaji keadaan klien pada saat pertemuan pertama
dan memperbaiki/memperbarui untuk pertemuan berikutnya guna
mendapatkan diagnosis keperawatan yang tepat.
Pengkajian merupakan langkah awal dalam asuhan keperawatan
melalaui pendekatan proses keperawatan. Pengkajian merupakan suatu
rentetan pemikiran dan pelaksanaan kegiatan yang ditujukan untuk
pengumpulan
data/informasi,
analisis
data,
dan
penentuan
permasalahan/ diagnosis keperawatan. Tujuan pengkajian adalah
mengumpulkan, mengorganisasikan, dan mencatat data-data yang
menjelaskan respons tubuh manusia yang diakibatkan oleh masalah
kesehatan.
Pencatatan
pengkajian
keperawatan
bertujuan
mengidentifikasi kebutuhan unik klien dan respons klien terhadap
masalah/diagnosis keperawatan yang akan memengaruhi layanan
keperawatan
yang
diberikan;
mengonsolidasikan
dan
mengorganisasikan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber
kedalam sumber yang bersifat umum sehingga pola kesehatan klien
dapat dievaluasi dan masalahnya dapat terindentifikasi; menjamin
adanya informasi dasar yang berguna memberikan referensi untuk
mengukur perubahan kondisi klien; mengidentifikasi karakteristik unik
dari kondisi klien dan responsnya yang memengaruhi perencanaan
Universitas Sumatera Utara
32
keperawatan dan tindakan keperawatan; menyajikan data yang cukup
bagi justifikasi kebutuhan klien untuk tindakan keperawatan; menjadi
dasar bagi pencatatan rencana keperawatan yang efektif.
2. Diagnosis keperawatan
Menurut American Nursing Association (ANA) diagnosis keperawatan
adalah respons individu terhadap masalah kesehatan yang aktual dan
potensial. Masalah aktual adalah masalah yang ditemui sat pengkajian.
Masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul kemudian.
Menurut Zaidin Ali diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan
yang singkat, tegas, dan jelas (sitelas) tentang respons klien terhadap
masalah kesehatan/penyakit tertentu yang aktual dan potensial karena
ketidaktahuan, ketidakmauan, atau ketidakmampuan pasien/klien
mengatasinya sendiri, yang membutuhkan tindakan keperawatan untuk
mengatasinya.
Dokumentasi diagnosis keperawatan bertujuan mengidentifikasi
masalah klien berdasarkan pengkajian data, menyamakan persepsi
antar tenaga keperawatan tentang istilah umum yang dipakai dalam
diagnosis keperawatan, dan berperan sebagai dasar dalam penyusunan
perencanaan
interfensi
keperawatan,
pelaksanaan
interfensi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Dokumentasi diagnosis
keperawatan penting karena beberapa alasan, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
33
a. Diagnosis keperawatan merupakan suatu keputusan masalah
keperawatan melalui pengkajian data. Keputusan tersebut perlu
didokumentasikan untuk tindak lanjut pemecahan masalahnya.
b. Diagnosis keperawatan tersebut selalu berubah ssuai dengan
perubahan kondisi kesehatan klien. Oleh karena itu, perlu dokumen
yang rapi sehingga perubahan tersebut dapat diikuti dengan baik.
c. Pelayanan keperawatan dilakukan selama 24 jam (terus-menerus)
dengan
melibatkan
kesinambungan
banyak
asuhan
tenaga
keperawatan.
keperawatannya,
perlu
Demi
dilakukan
dokumentasi yang baik.
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan atau lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan (nursing care plan) atau disingkat Renpra (rencana
perawatan) merupakan langkah ketiga dari proses keperawatan. Setelah
menetapkan diagnosis keperawatan, kita menyusun rencana tindakan
keperawatan
sebagai
dasar
pelaksanaan
tindakan/intervensi
keperawatan. Renpra tersebut juga harus didokumentasi dengan baik
sebagai dasar tindakan berikutnya atau dasar penilaian. Menurut Mayer
rencana asuhan keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan
identifikasi masalah, penentuan tujuan dan pelaksanaan serta cara-cara
atau strategi.
Dokumentasi keperawatan bertujuan mengkomunikasikan secara
tertulis langkah yang perlu diambil serta urutan prioritasnya, tujuan
Universitas Sumatera Utara
34
yang ingin dicapai, rencana tindakan pemecahan masalah klien, dan
rencana
penilaiannya;
meningkatkan
kesinambungan
asuhan
keperawatan dari satu waktu ke waktu yang lain; mengaplikasikan
rencana sauhan keperawatan yang telah dirumuskan menjadi tindakan
nyata; dipedomani pada pemikiran asuhan keperawatan padamasa yang
akan datang; memberi informasi untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, dan pengembangan.
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan
dalam
mengurangi,
dan
rangka
membantu
menghilangkan
klien
dampak
untuk
atau
mencegah,
respons
yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan. Dokumentasi
intervensi/ tindakan keperawatan adalah pencatatan proses intervensi
keperawatan yang meliputi tindakan apa, siapa yang melakukan,
mengapa
dilakukan,
dimana
dilakukan,
bilamana/kapan/waktu
tindakan, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.
Dokumentasi intervensi
keperawatan bertujuan sebagai
sarana
komunikasi/informasi tindakan perawatan klien; menjadi dasar
pertimbangan tindakan penilaian keperawatan; menjadi referensi dalam
pendidikan, pemeliharaan, dan pengembangan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
35
5. Evaluasi Keperawatan
Marilyn, dkk (dalam Zaidin, 2010) Evaluasi keperawatan adalah proses
kontinu yang penting untk menajamin kualitas dan ketepatan tindakan
keperawatan yang dilakukan dan keefektifan rencana keperawatan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi keperawatan merupakan
proses yang terus-menerus ketika kondisi klien selalu berubah dengan
cepat dan perencanaan pun selalu memerlukan revisi dan pembaruan
dengan menambahkan informasi klien yang baru berkembang.
Evaluasi
keperawatan
adalah
suatu
proses
menentukan
nilai
keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Zaidin, 2010)
Menurut Marilyn, ada tiga komponen yang penting dalam evaluasi
keperawatan, yakni pengkajian ulang, modifikasi rencana keperawatan,
dan perhentian pelayanan. Pengkajian ulang dan modifikasi renpra
selalu berjalan dengan kontinu. Akan tetapi, penghentian pelayanan
ditujukan untuk perencanaan pulang dan mengatasi diagnosis
keperawatan klien atau kebutuhan klien yang tidak dicapai secara
penuh selama di rumah sakit.
Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif:
a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis
perawat terhadap respon klien pada saat pelaksanaan asuhan
keperawatan atau sesudahnya, misalnya klien dapat berjalan sendiri
Universitas Sumatera Utara
36
di samping tempat tidur selama 10 menit setelah mendapatkan
bantuan perawat.
b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi
dan analisis suatu kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu
yang telah ditetapkan. Kesimpulan evaluasi sumatif menunjukkan
adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya masalah baru,
misalnya setelah dirawat dua hari klien cenderung sembuh dan
direncanakan dua hari lagi diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
2.3.6. Standar Dokumentasi Keperawatan
Komponen dan kriteria standar dokumentasi keperawatan yang dirumuskan
Departemen Kesehatan tahun 1995 sebagai berikut :
a. Standar pengkajian data keperawatan
Komponen pengkajian keperawatan meliputi ;
1. Pengumpulan data dengan kriteria : Kelengkapan data sistematis,
menggunakan format, akurat, dan valid
2. Pengelompokkan data dengan kriteria : data biologis, data psikilogis,
data sosial dan data spritual
3. Perumusan masalah dengan tingkat kriteria kesenjangan antara status
kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan.
b. Standar diagnosa keperawatan
Status kesehatan dibandingkan dengan norma untuk menentukan
kesenjangan.
Universitas Sumatera Utara
37
1. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan
dan pemenuhan kebutuhan klien.
2. Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat.
3. Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari masalah, penyebab dan
gejala tanda atau terdiri dari masalah dan penyebab.
4. Diagnosa keperawatan aktual untuk perumusan status kesehatan klien
yang sudah nyata terjadi.
5. Diagnosa keperawatan potensial untuk perumusan status kesehatan
klien yang kemungkinan besar akan terjadi apabila tidak dilakukan
upaya pencegahan.
c. Standar perencanaan keperawatan
Komponen keperawatan meliputi :
1. Prioritas masalah dengan kriteria : masalah yang mengancam
kehidupan merupakan prioritas yang pertama, masalah kesehatan
prioritas yang kedua. Yang mempengaruhi perilaku prioritas ketiga.
2. Tujuan asuhan keperawatan dengan kriteria : Tujuan dirumuskan
secara singkat dan jelas, di susun berdasarkan diagnosa keperawatan,
spesifik pada diagnosa keperawatan, dapat diukur, realistik menggunakan
komponen yang terdiri dari subyek perilaku klien, kondisi klien, dan
kriteria tujuan.
3. Rencana tindakan: Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan
merupakan alternatif tindakan secara tepat, melibatkan dan melakukan
Universitas Sumatera Utara
38
tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknik yang telah
ditentukan.
d. Standar evaluasi
Kriteria :
1. Pengkajian ulang diarahkan pada tercapainya tujuan atau tidak.
2. Prioritas dan tujuan baru di tetapkan serta pendekatan keperawatan lebih
lanjut dilakukan dengan tepat dan akurat.
3. Tindakan keperawatan yang baru di tetapkan dengan cepat dan tepat.
Standar asuhan keperawatan menurut Gillies (1994) dikatakan baik
apabila mencapai standar 75%-100%.
2.4. Hubungan atara Motivasi Kerja dengan Kinerja
Berdasarkan hasil penelitian McClelland (1961), Edward Murray (1957),
Miller dan Gordon
W. (1970),
Anwar Prabu Mangkunegara, (2000)
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi
dengan pencapaian kinerja. Artinya, pimpinan, manajer dan pegawai yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mencapai kinerja tinggi, dan
sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah disebabkan karena motivasi kerjanya
rendah. (Mangkunegara, 2007)
Menurut Keith Davis dikutip oleh Mangkunegara (2006), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pencapaian kinerja pegawai yaitu faktor kemampuan dan
faktor motivasi. Motivasi diartikan sebagai sikap (attitude) pimpinan yang
terhadap situasi keja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif
Universitas Sumatera Utara
39
terhadap situasinya akan mewujudkan motivasi yang tinggi sebaliknya jika
mereka mewujudkan sikap negatif maka rendahlah motivasinya.
Hasil penelitian Siregar (2008) tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD.Swadana Tarutung Tapanuli Utara,
didapatkan hasil bahwa besarnya pengaruh motivasi (meliputi: prestasi,
pengembangan, kondisi kerja, pengakuan, tanggungjawab dan pendapatan)
terhadap kinerja perawat pelaksana sebesar 85,7%, sisanya 14,3% dipengaruhi
oleh faktor tingkat keterampilan, teknologi yang digunakan, sikap manajemen,
cara mereka memperlakukan perawat, lingkungan kerja fisik dan psikologis, serta
aspek-aspek lain dari kulturkorporasi juga merupakan faktor-faktor penting yang
memengaruhi kinerja perawat pelaksana.
2.5. Kerangka Konsep
Menurut Umar (2008) kerangka konseptual adalah suatu kerangka berpikir
tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
teridentifikasi sebagai masalah riset. Kerangka konseptual bertujuan untuk
mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam
kerangka dari variabel yang akan diteliti. Penelitian ini terdiri dari 1 variabel
bebas yang terdiri dari 2 sub variabel yakni motivasi instrinsik dan motivasi
ekstrinsik dan 1 (satu) variabel terikat yakni kinerja perawat pelaksana sehingga
kerangka konsep penelitian dapat di gambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
40
Variabel Independen
Variabel Dependen
Motivasi Intrinsik :
-
Tanggung jawab
-
Pengembangan diri
Motivasi Ekstrinsik :
-
Pengakuan/Penghargaan
-
Supervisi
-
Kondisi kerja
Kinerja Perawat dalam
Pelaksanaan
Pendokumentasian di
Instalasi Rawat Inap (Y)
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesis penelitian
yaitu ada pengaruh motivasi instrinsik (tanggung jawab, dan pengembangan diri)
dan motivasi ekstrinsik (pengakuan, supervisi dan kondisi kerja) terhadap kinerja
perawat dalam pendokumentasian keperawatan di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. RM Djoelham Kota Binjai Tahun 2017.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Mangkunegara (2009)
Kinerja adalah hasil dari suatu proses yang mengacu dan diukur selama
periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pengertian manajemen kinerja menurut
Michael Amstrong (dalam Edison,dkk 2016) Manajemen kinerja dapat
didefenisikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk meningkatkan kinerja
organisasi dengan mengembangkan kinerja individu dan tim.
Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh
kemampuan karakteristik pribadinya serta persepsi terhadap perannya dalam
pekerjaan itu. (Sutrisno, 2009)
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Gibson yang dikutip Ilyas (1999), untuk mengetahui faktor-faktor
yang memengaruhi kinerja dilakukan pengkajian terhadap tiga kelompok variabel
yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga
kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya
memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja
10
Universitas Sumatera Utara
11
adalah yang berkaitan dengan tugas–tugas pekerjaan yang harus diselesaikan
untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith
Davis (dalam Mangkunegara, 2013) yang merumuskan bahwa:
a. Human Performance = Ability + Motivation
b. Motivation = Attitude + Situation
c. Ability = Knowledge + Skill
1.
Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ di atas rata – rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari, maka
ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man
in the right place, the right man on the right job).
2.
Faktor Motivasi
Motivasi
terbentuk
dari
sikap
(attitude)
seorang
pegawai
dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan
kerja).
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.3. Penilaian Kinerja
Faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi
adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa baik karyawan berkarya dan
memnggunakan informasi tersebut guna memastikan bahwa pelaksanaan
memenuhi standar-standar sekarang dan meningkat sepanjang waktu. Penilaian
kinerja adalah alat yang bermanfaat tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari
para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi karyawan.
Pada intinya, penilaian kinerja dapat dianggap sebagai alat untuk memverifikasi
bahwa karyawan memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan.
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses organisasi dalam
mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai
kontribusi
karyawan kepada
organisasi
selama
periode
waktu tertentu
(Sofyandi,2008).
Sikula (dalam Mangkunegara, 2009) mengemukakan bahwa, penilaian
pegawai merupakan evaluasi sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai,
kualitas atau status dari beberapa obyek orang atau sesuatu (barang). Selanjutnya
Mengginson (dalam Mangkunegara, 2009) menyatakan bahwa penilaian prestasi
kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan
untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
13
1. Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan
pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang
SDM di masa yang akan datang
2. Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawan
memperbaiki
kemampuan
kinerja,
dan
merencanakan
ketrampilan
untuk
pekerjaan,
mengembangkan
perkembangan
karier
dan
memperkuat hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan
karyawannya. (Yani, 2012)
2.1.4. Manfaat Penilaian Kinerja
Apabila penilaian kinerja dapat dilakukan seara baik dan objektif maka akan
dapat diperoleh manfaat-manfaat yang dapat dirasakan, baik oleh manajer sebagai
penilai, karyawan yang dinilai, dan organisasi secara keseluruhan.(Yuli,2005)
a. Manfaat bagi manajer penilai
Dengan melakukan penilaian secara objektif, manajer akan mudah
mengidenifikasi beberapa hal mengenai karyawan yang dinilai, seperti
kekuatan dan kelemahan karyawan, beberapa masalah yang ada, masalah
potensial, dan kekuatan akan program pelatihan.
b. Manfaat bagi karyawan
Karena yang dinilai itu adalah karyawan, maka karyawan akan
memperoleh
kesempatan
untuk
mengekspresikan
pandangannya,
mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya, memiliki kesempatan untuk
mendiskusikan tujuan organisasi/departemen, dan mengidentifikasi
peranan dirinya.
Universitas Sumatera Utara
14
c. Manfaat bagi organisasi
Secara umum, penilaian kerja karyawan akan mampu meningkatkan kerja
individu, meningkatkan kerja departemen, adanya efisiensi, meningkatkan
kualitas produksi/pelayanan. Organisasi juga akan dapat menggunakan
penilaian prestasi sebagai alat pengambilan keputusan dalam rangka
menetapkan konpensasi dan promosi jabatan.
2.1.5. Standar Penilaian Kinerja
Syarat pertama untuk menghasilkan penilaian prestasi yang efektif adalah
menetapkan standar kinerja itu sendiri. Mathis dan Jackson (2000) (dalam
Yuli,2005) menetapkan lima standar utama dalam melakukan penilaian
terhadap prestasi/kinerja karyawan, yaitu :
1.
Jumlah keluaran (quantity of output)
Standar keluaran (output) lebih banyak digunakan untuk menilai prestasi
karyawan dibagian produksi atau teknis. Standar ini dilakukan dengan cara
membandingkan antara besarnya jumlah keluaran yang seharusnya
(standar normal) dengan kemampuan sebenarnya.
2.
Kualitas keluaran (quality of output)
Jika yang digunakan dalam mengukur prestasi kerja karyawan itu adalah
sedikitnya jumlah produk yang cacat, maka standar ini disebut sebagai
standar quality. Standar ini lebih menekankan pada kualitas barang yang
dihasilkan dibanding jumlah output.
Universitas Sumatera Utara
15
3.
Waktu Keluaran (timelines of output)
Ketepatan waktu yang digunakan dalam menghasilkan sebuah barang
sering digunakan sebagai ukuran atau penilaian terhadap prestasi kerja.
Apabila karyawan dapat memperpendek/mempersingkat waktu proses sesuai
dengan standar, maka karyawan tersebut dapat dikatakan telah memiliki
prestasi yang baik.
4.
Tingkat Kehadiran (presences at work)
Ada sebagian organisasi yang mengukur dan menilai prestasi kerja
karyawannya dengan melihat daftar hadir. Asumsi yang digunakan dalam
standar ini adalah jika kehadiran karyawan di bawah standar hari kerja yang
ditetapkan maka karyawan tersebut tidak akan mampu memberikan
kontribusi yang optimal terhadap organisasi.
5.
Kerja Sama (cooperativeness)
Standar ini biasanya digunakan untuk menilai kinerja karyawan pada tingkat
supervisor dan manajer. Keterlibatan seluruh karyawan dalam mencapai
target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang
diawasi. Kerja sama antara karyawan dapat ditingkatkan apabila masing –
masing supervisor mampu memotivasi mereka secara baik.
2.2. Motivasi
2.2.1. Pengertian Motivasi
Pada dasarnya
sebuah
organisasi
atau perusahaan
bukan
saja
mengharapkan para karyawannya yang mampu, cakap dan terampil, tetapi
yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil
Universitas Sumatera Utara
16
kerja yang optimal. Oleh karena itu motivasi kerja sangat penting dan
dibutuhkan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi, sehingga tujuan
daripada
perusahaan
dapat
tercapai.
Karyawan
dapat
bekerja
dengan
produktivitas tinggi karena dorongan motivasi kerja.
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan
atau daya penggerak”. Motivasi mempersoalkan bagaimana dapat memberikan
dorongan kepada pengikutnya atau bawahan, agar dapat bekerja semaksimal
mungkin atau bekerja bersungguh-sungguh.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2006) “bahwa motivasi adalah pemberian
daya pengerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan”.
Menurut Moekijat dalam Malayu S.P. Hasibuan (2006) bahwa “motif adalah
suatu pengertian yang mengandung semua alat penggerak alasan-alasan atau
dorongan-dorongan dalam diri manusia yang
sesuatu”. Hal ini senada dengan
menyebabkan
ia
berbuat
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008), mengartikan motivasi sebagai, “dorongan yang timbul pada
diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu”.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi
kerja diperusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yag terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap
Universitas Sumatera Utara
17
situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja
maksimal. (Mangkunegara, 2007)
Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi dan lingkungan
kerja
yang terdapat pada suatu organisasi atau lembaga. Pada dasarnya
manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga daya pendorong
atau penggerak yang memotivasi semangat yang kerjanya tergantung dari harapan
yang akan diperoleh mendatang. Jika harapan itu dapat menjadi kenyataan maka
seseorang akan cenderung meningkatkan semangat kerjanya. Tetapi sebaliknya
jika harapan itu tidak tercapai akibatnya seseorang cenderung menjadi malas.
Berdasarkan pembahasan tentang berbagai pengertian motivasi, maka dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja melingkupi beberapa komponen yaitu:
1. Kebutuhan, hal ini terjadi bila seseorang individu merasa tidak ada
keseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang diharapkan.
2. Dorongan, dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan
perbuatan atau kegiatan tertentu.
3. Tujuan, tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh individu.
Seseorang yang memiliki tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan,
maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan antusias dan penuh semangat,
termasuk dalam pencapaian cita-cita yang dinginkan. Dengan demikian, antara
minat dan motivasi mempunyai hubungan yang erat, karena motivasi merupakan
dorongan atau penggerak bagi seseorang dalam pencapaian sesuatu yang
diinginkan dan berhubungan langsung dengan sesuatu yang menjadi minatnya.
Universitas Sumatera Utara
18
2.2.2. Jenis-jenis Motivasi
Jenis-jenis motivasi dapat dikelompokan menjadi dua jenis menurut Malayu
S.P. Hasibuan (2005), yaitu:
1. Motivasi
Positif
(Insentif positif), manajer
memotivasi
bawahan
dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan
motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena
manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
2. Motivasi
Negatif
(Insentif
negatif),
manajer
memotivasi
bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang
pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif
ini semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena
takut hukuman.
2.2.3. Tujuan Motivasi
Motivasi mempunyai tujuan sebagaimana dalam Malayu S.P. Hasibuan
(2005) mengungkapkan bahwa:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan,
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan,
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan,
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan,
5. Meningkatkan
kedisiplinan
dan
menurunkan
tingkat
absensi
karyawan,
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan,
Universitas Sumatera Utara
19
7. Menciptakan suasanan dan hubungan kerja yang baik,
8. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan,
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan,
10. Mempertinggi
rasa
tanggung
jawab
karyawan
terhadap
tugas-
tugasnya,
11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
2.2.4. Teori-teori Motivasi
Teori-teori motivasi dapat diklasifikasikan atau dikelompokkan atas:
1.
Teori Kepuasan (Content Theory)
Teori
kepuasan
mendasarkan
pendekatannya
atas
faktor-faktor
kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta
berprilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada
faktor-faktor
dalam
diri orang yang menguatkan, mengarahkan,
mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini menjawab
pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang
mendorong semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat
kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasan
baik materiil maupun nonmateriil yang diperolehnya sebagai imbalan
balas jasa dari jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Apabila imbal
materiil dan nonmateriil yang diterimanya semakin memuaskan,
semangat kerja seseorang akan semakin meningkat. Semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
20
standar kebutuhan yang diinginkan, semakin giat orang itu bekerja. Teori
motivasi kepuasaan antara lain:
a. Teori hierarkhi kebutuhan
Menurut ini kebutuhan dan kepuasaan kerja pekerja identik dengan
kebutuhan biologis da psikologis, yaitu berupa material maupun
non-material. Dasar teori ini adalah bahwa manusia merupakan
makhluk yang keinginannya tak terbatas, alat motivasinya adalah
kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang.
Atas dasar asumsi diatas, hierarki kebutuhan manusia menurut
Maslow (dalam Mangkunegara, 2013) adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan
hidup. Yang termasuk ke dalam kebutuhan ini adalah
kebutuhan makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kebebasan dari
ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan
keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan
mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja
dan masyarakat lingkungannya.
4. Kebutuhan
akan
penghargaan
atau
prestise,
kebutuhan
akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan
prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.
Universitas Sumatera Utara
21
5. Kebutuhan
akan
aktualisasi
diri,
dengan
menggunakan
kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai
prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa.
b. Teori Dua Faktor Frederick Herzberg
Menurut Herzberg, faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja
terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu, manajer yang berusaha
menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan
kerja mungkin menghadirkan kenyamanan, namun belum tentu
motivasi. Mereka akan membuat angkatan kerja merasa nyaman,
bukan
memotivasi.
Sebagai
hasilnya,
kondisi-kondisi
yang
melingkungi pekerjaan, seperti kualitas pengawasan, imbalan kerja,
kobijaksanaan perusahaan, kondiis fisik pekerjaan, hubungan
dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan, digolongkan oleh
Herzberg sebagai faktor higiene (hygiene facktors). Ketika faktorfaktor tersebut memadai, orang-orang tidak akan merasa tidak puas;
namun bukan berarti mereka merasa puas. Jika kita ingin
memotivasi
individu
dalam
pekerjaan
mereka,
Herzberg
menyatakan penekanan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan itu sendiri atau dengan hasil-hasil yang berasal darinya,
seperti peluang promosi, peluang pengebangan diri, pengakuan,
tanggung jawab, dan pencapaian. Ini meruupakan karakteristik-
Universitas Sumatera Utara
22
karakteristik yang dianggab berguna secara intrinsik oleh individu
(Robbins dan Judge, 2009 dalam Edison,dkk 2016)
c. Teori Motivasi Prestasi dari Mc. Clelland
Mc. Clelland mengemukakan teorinya bahwa hal-hal yang
memotivasi seseorang adalah:
1. Kebutuhan
yang
akan
prestasi,
merupakan
daya
penggerak
akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu
kebutuhan akan prestasi
akan
mendorong
seseorang untuk
mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan
serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang
maksimal.
2. Kebutuhan akan afiliasi, menjadi daya penggerak yang akan
memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu,
kebutuhan akan afiliasi ini yang
karyawan
karena
setiap
merangsang gairah bekerja
orang menginginkan hal-hal berikut:
(a) kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan
ia tinggal dan bekerja (b) kebutuhan akan perasaan dihormati,
karena setiap manusia merasa dirinya penting (c) kebutuhan akan
perasaan maju dan tidak gagal (d) kebutuhan akan perasaan ikut
serta.
Seseorang
karena
kebutuhan
akan
afiliasi
akan
memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan
semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Universitas Sumatera Utara
23
3. Kebutuhan
penggerak
akan
kekuasaan,
merupakan
daya
yang memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan
akan kekuasaan akan merangsang dan memotivasi gairah kerja
karyawan serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai
kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih
berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan.
Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer
memotivasi
bawahannya,
supaya
mereka
dalam
termotivasi untuk
bekerja giat.
2. Teori Motivasi Proses (Process Theory of Motivation)
Teori ini berusaha agar setiap karyawan mau bekerja giat sesuai dengan
harapan. Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari
harapan yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan maka
karyawan cenderung akan meningkatkan kualitas kerjanya, begitu pula
sebaliknya. Ada 3 macam teori motivasi proses yang utama (Husein Umar,
1998) dalam Sunyoto, 2013 antara lain:
Teori pengharapan (expectancy theory)
a.
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang mengatakan bahwa
seseorang
bekerja
untuk
merealisasikan
harapan-harapan
dari
pekerjaan itu. Teori ini didasarkan pada 3 kelompok, yaitu:
-
Harapan, adalah suatu kesempatan yang disediakan dan akan terjadi
karena perilaku.
-
Nilai, merupakan nilai yang diakibatkan oleh perilaku tertentu.
Universitas Sumatera Utara
24
-
Pertautan, yaitu besarnya probabilitas jika bekerja secara efektif
maka akan mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan.
b.
Teori keadilan
Dalam hal ini suatu keadilan merupakan daya penggerak yang
memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil
terhadap semua bawahannya secara objektif. Dalam teori keadilan,
masukan meliputi faktor-faktor seperti, tingkat pendidikan, keahlian,
upaya, masa kerja, kepangkatan dan produktivitas. Sedangkan hasil
adalah semua imbalan yang dihasilkan dari pekerjaan seseorang
seperti: gaji, promosi, penghargaan, prestasi, dan status.
c.
Teori penguatan
Ada tiga jenis penguatan yang dapat dipergunakan manajer untuk
memodifikasi motivasi karyawan, yaitu:
-
Penguatan positif, bisa penguat primer seperti minuman dan
makanan yang memuaskan kebutuhan biologis, ataupun penguat
sekunder seperti peghargaan berwujud hadiah, promosi dan uang.
-
Penguat negatif, di mana individu akan mempelajari perilaku yang
membawa konsekuensi tidak menyenangkan dan kemudian
menghindarin perilaku tersebut di masa mendatang.
-
Hukuman, penerapan hukuman dimaksudkan untuk mengurangi
atau menghilangkan kemungkinan perilaku yang tidak diinginkan
akan diulang kembali.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut
Herzberg
(dalam
Munandar,
2011),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi motivasi adalah terbagi dua, yaitu:
1. Faktor Motivasi Instrinsik
a. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab
yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja untuk
menjalankan fungsi jabatan yang ditugaskan kepadanya sesuai
dengan kemampuan dan pengarahan yang diterima.
b. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.
c. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang
dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi
pelaksanaan kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas jumlah
pekerjaan dan sifat pekerjannya.
d. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
mencapai
prestasi
kerja
yang
optimal.
Aspek
ini
meliputi
keberhasilan atau kegagalan yang dinilai secara spesifik misalnya
pelaksanaan
kerja
penyelesaian
masalah
dan
usaha
untuk
mempertahankan keberhasilan.
e. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada tenaga kerja atas hasil kerja. Aspek ini meliputi segala
tindakan peringatan, pujian atau teguran yang dapat bersumber dari
Universitas Sumatera Utara
26
penyelia, manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal rekan
kerja dan masyarakat umum.
2. Faktor Motivasi Ekstrinsik
a. Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang
dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang
berlaku
dalam
perusahaan.
Aspek
ini
meliputi
keadekuatan
organisasi dan manajemen perusahaan dan administrasi perusahaan
b. Penyeliaan (supervisi), derajat kewajaran yang dirasakan diterima oleh
karyawan dari atasannya. Aspek ini meliputi keadilan atasan dalam
memperlakukan karyawan keika atasan memberi pengarahan dan
bimbingan kepada karyawan.
c. Insentif , suatu tambahan penghasilan yang diberikan kepada
karyawan untuk meningkatkan gairah kerja.
d. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi
antara karyawan dengan penyelia bawahan dan rekan kerjanya.
e. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan tugas pekerjaannya. Aspek ini meliputi kondisi fisik
tempat karyawan bekerja, termasuk fasilitas dan ciri – ciri ruangan.
Universitas Sumatera Utara
27
2.3. Dokumentasian Keperawatan
2.3.1. Pengertian Dokumentasi Keperawatan
Fisbach (1991) menyebutkan bahwa dokumentasi keperawatan adalah suatu
dokumen yang berisi data yang lengkap, nyata, dan tercatat, bukan hanya tentang
tingkat kesakitan klien, tetapi juga jenis atau tipe, kualitas, dan kuantitas
pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Menurut Zaidin (1998)
dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh data yang
dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan,
tindakan keperawatan, dan penilaian keperawatan yang disusun secara sistematis,
valid, dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti otentik tentang respon klien dan
perubahan yang terjadi dari tindakan yang dilakukan oleh perawat baik secara
mandiri maupun kolaborasi yang merupakan bagian permanen dari rekam medik
klien.
2.3.2. Tujuan Dokumentasi Keperawatan
Sebagai dokumen rahasia yang mencatat semua pelayanan keperawatan klien,
catatan tersebut dapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hukum yang
mempunyai
banyak
manfaat
dan
penggunaan.
Tujuan
umum
dari
pendokumentasian (Wahid, dkk 2012) adalah:
a. Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan
klien,
merencanakan,
melaksanakan
tindakan
keperawatan
dan
mengevaluasi tindakan.
Universitas Sumatera Utara
28
b. Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika, hal ini juga
menyediakan: bukti kualitas asuhan keperawatan, bukti legal dokumentasi
sebagai
pertanggungjawaban
kepada
klien,
informasi
terhadap
perlindungan klien, bukti aplikasi standar praktik keperawatan, sumber
informasi statistik untuk standar dan riset keperawatan, pengurangan
biaya informasi, sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan,
komunikasi konsep resiko tindakan keperawatan, informasi untuk murid,
persepsi hak klien, dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggung
jawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi klien, suatu data
keuangan yang sesuai, data perencanaan pelayanan kesehatan dimasa akan
datang.
2.3.3. Manfaat Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan sangat bermanfaat dalam asuhan keperawatan
yang profesional, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena dokumentasi merupakan
suatu kesinambungan informasi asuhan keperawatan yang sistematis,
terarah, dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Sebagai bahan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan perawatan di
depan hukum jika diperlukan. Dengan demikian, dapat memberi
pengayoman kepada perawat jika terjadi pengaduan klien.
3. Sebagai alat pembinaan dan pertahanan akuntabilitas perawat dengan
keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
29
4. Sebagai sarana komunikasi yang terbuka antara perawat dan klien
5. Sebagai sarana komunikasi antar perawat atau perawat dengan profesi lain.
6. Sebagai sumber data untuk penelitian dan pengembangan keperawatan.
7. Penyediaan data
dalam
pendidikan keperawatan, penelitian, dan
pengembangan keperawatan.
8. Mengawasi, mengendalikan, dan menilai kualitas asuhan keperawatan
yang diberikan oleh perawat (sesuai dengan kompetensi masing-masing
perawat).
2.3.4. Manfaat Proses Keperawatan
Proses keperawatan bermanfaat bagi klien, perawat, institusi pelayanan, dan
masyarakat (lingkungan), yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat bagi klien
Klien mendapatkan pelayanan keperawatan yang berkualitas, efektif, dan
efisien. Asuhan keperawatan yang diberikan telah diseleksi sesuai dengan
kebutuhan klien melalui penelusuran data, rumusan permasalahan yang
matang, diagnosis keperawatan yang tepat, rencana yang terarah, tindakan
yang sesuai dengan rencana, dan penilaian yang terus menerus. Klien
bebas mengemukanan pendapatnya yang penting bagi perawat dalam
membantu
pemecahan
masalahnya
(prinsip
demokrasi
dalam
keperawatan). Dengan proses yang sistematis dan teratur memberi
kepuasan klien dan menambah kepercayaan klien pada perawat dalam
penanggulangan masalah kesehatannya.
Universitas Sumatera Utara
30
2. Manfaat bagi tenaga keperawatan
Terjadi pengembangan pengetahuan intelktual dan keterampilan teknis
tenaga keperawatan dalam berfikir kritis, analitis, dan rasional dalam
asuhan keperawatan. Proses keperawatan akan meningkatkan kemandirian
tenga akeperawatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan dan tidak
bergantung pada profesi lain (misalnya: tenaga dokter). Dengan demikian,
terjadi hubungan kemitraan antara perawat dan tenaga lain (misalnya:
dokter) dan tidak saling membawahi (hubungan vertikal dalam profesi).
Proses ini juga memberi kepuasan yang optimal bagi tenaga keperawatan
yang berhasil dalam pelaksanaan asuhan keperawatannya.
3. Manfaat bagi institusi
Institusi pelayanan (misalnya : rumah sakit, puskesmas, panti, klinik) akan
merasakan manfaat, antar lain klien merasa puas, cepat sembuh, pelayanan
bermutu yang sekaligus merupakan promosi institusi tersebut. Dengan
demikian, klien meningkat dan keuntungan pun akan meningat. Citra
institusi bertambah baik dimata masyarakat.
4. Manfaat bagi masyarakat
Masyarakat bangga atas prestasi tenaga perawat (sebagai anggota
masyarakat). Hasil asuhan keperawatan yang optimal (kualitas dan
kuantitas) berarti banyak bgai masyarakat yang sehat. Dengan banyak
masyarakat yang sehat, produktifitas masyarakat meningkat dan ekonomi
pun akan menigkat.
Universitas Sumatera Utara
31
2.3.5. Tahapan Dokumentasi Keperawatan
Tahapan dalam proses keperawatan, yaitu sebagai berikut:
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian, yaitu mengkaji keadaan klien pada saat pertemuan pertama
dan memperbaiki/memperbarui untuk pertemuan berikutnya guna
mendapatkan diagnosis keperawatan yang tepat.
Pengkajian merupakan langkah awal dalam asuhan keperawatan
melalaui pendekatan proses keperawatan. Pengkajian merupakan suatu
rentetan pemikiran dan pelaksanaan kegiatan yang ditujukan untuk
pengumpulan
data/informasi,
analisis
data,
dan
penentuan
permasalahan/ diagnosis keperawatan. Tujuan pengkajian adalah
mengumpulkan, mengorganisasikan, dan mencatat data-data yang
menjelaskan respons tubuh manusia yang diakibatkan oleh masalah
kesehatan.
Pencatatan
pengkajian
keperawatan
bertujuan
mengidentifikasi kebutuhan unik klien dan respons klien terhadap
masalah/diagnosis keperawatan yang akan memengaruhi layanan
keperawatan
yang
diberikan;
mengonsolidasikan
dan
mengorganisasikan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber
kedalam sumber yang bersifat umum sehingga pola kesehatan klien
dapat dievaluasi dan masalahnya dapat terindentifikasi; menjamin
adanya informasi dasar yang berguna memberikan referensi untuk
mengukur perubahan kondisi klien; mengidentifikasi karakteristik unik
dari kondisi klien dan responsnya yang memengaruhi perencanaan
Universitas Sumatera Utara
32
keperawatan dan tindakan keperawatan; menyajikan data yang cukup
bagi justifikasi kebutuhan klien untuk tindakan keperawatan; menjadi
dasar bagi pencatatan rencana keperawatan yang efektif.
2. Diagnosis keperawatan
Menurut American Nursing Association (ANA) diagnosis keperawatan
adalah respons individu terhadap masalah kesehatan yang aktual dan
potensial. Masalah aktual adalah masalah yang ditemui sat pengkajian.
Masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul kemudian.
Menurut Zaidin Ali diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan
yang singkat, tegas, dan jelas (sitelas) tentang respons klien terhadap
masalah kesehatan/penyakit tertentu yang aktual dan potensial karena
ketidaktahuan, ketidakmauan, atau ketidakmampuan pasien/klien
mengatasinya sendiri, yang membutuhkan tindakan keperawatan untuk
mengatasinya.
Dokumentasi diagnosis keperawatan bertujuan mengidentifikasi
masalah klien berdasarkan pengkajian data, menyamakan persepsi
antar tenaga keperawatan tentang istilah umum yang dipakai dalam
diagnosis keperawatan, dan berperan sebagai dasar dalam penyusunan
perencanaan
interfensi
keperawatan,
pelaksanaan
interfensi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Dokumentasi diagnosis
keperawatan penting karena beberapa alasan, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
33
a. Diagnosis keperawatan merupakan suatu keputusan masalah
keperawatan melalui pengkajian data. Keputusan tersebut perlu
didokumentasikan untuk tindak lanjut pemecahan masalahnya.
b. Diagnosis keperawatan tersebut selalu berubah ssuai dengan
perubahan kondisi kesehatan klien. Oleh karena itu, perlu dokumen
yang rapi sehingga perubahan tersebut dapat diikuti dengan baik.
c. Pelayanan keperawatan dilakukan selama 24 jam (terus-menerus)
dengan
melibatkan
kesinambungan
banyak
asuhan
tenaga
keperawatan.
keperawatannya,
perlu
Demi
dilakukan
dokumentasi yang baik.
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan atau lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan (nursing care plan) atau disingkat Renpra (rencana
perawatan) merupakan langkah ketiga dari proses keperawatan. Setelah
menetapkan diagnosis keperawatan, kita menyusun rencana tindakan
keperawatan
sebagai
dasar
pelaksanaan
tindakan/intervensi
keperawatan. Renpra tersebut juga harus didokumentasi dengan baik
sebagai dasar tindakan berikutnya atau dasar penilaian. Menurut Mayer
rencana asuhan keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan
identifikasi masalah, penentuan tujuan dan pelaksanaan serta cara-cara
atau strategi.
Dokumentasi keperawatan bertujuan mengkomunikasikan secara
tertulis langkah yang perlu diambil serta urutan prioritasnya, tujuan
Universitas Sumatera Utara
34
yang ingin dicapai, rencana tindakan pemecahan masalah klien, dan
rencana
penilaiannya;
meningkatkan
kesinambungan
asuhan
keperawatan dari satu waktu ke waktu yang lain; mengaplikasikan
rencana sauhan keperawatan yang telah dirumuskan menjadi tindakan
nyata; dipedomani pada pemikiran asuhan keperawatan padamasa yang
akan datang; memberi informasi untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, dan pengembangan.
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan
dalam
mengurangi,
dan
rangka
membantu
menghilangkan
klien
dampak
untuk
atau
mencegah,
respons
yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan. Dokumentasi
intervensi/ tindakan keperawatan adalah pencatatan proses intervensi
keperawatan yang meliputi tindakan apa, siapa yang melakukan,
mengapa
dilakukan,
dimana
dilakukan,
bilamana/kapan/waktu
tindakan, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.
Dokumentasi intervensi
keperawatan bertujuan sebagai
sarana
komunikasi/informasi tindakan perawatan klien; menjadi dasar
pertimbangan tindakan penilaian keperawatan; menjadi referensi dalam
pendidikan, pemeliharaan, dan pengembangan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
35
5. Evaluasi Keperawatan
Marilyn, dkk (dalam Zaidin, 2010) Evaluasi keperawatan adalah proses
kontinu yang penting untk menajamin kualitas dan ketepatan tindakan
keperawatan yang dilakukan dan keefektifan rencana keperawatan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi keperawatan merupakan
proses yang terus-menerus ketika kondisi klien selalu berubah dengan
cepat dan perencanaan pun selalu memerlukan revisi dan pembaruan
dengan menambahkan informasi klien yang baru berkembang.
Evaluasi
keperawatan
adalah
suatu
proses
menentukan
nilai
keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Zaidin, 2010)
Menurut Marilyn, ada tiga komponen yang penting dalam evaluasi
keperawatan, yakni pengkajian ulang, modifikasi rencana keperawatan,
dan perhentian pelayanan. Pengkajian ulang dan modifikasi renpra
selalu berjalan dengan kontinu. Akan tetapi, penghentian pelayanan
ditujukan untuk perencanaan pulang dan mengatasi diagnosis
keperawatan klien atau kebutuhan klien yang tidak dicapai secara
penuh selama di rumah sakit.
Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif:
a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis
perawat terhadap respon klien pada saat pelaksanaan asuhan
keperawatan atau sesudahnya, misalnya klien dapat berjalan sendiri
Universitas Sumatera Utara
36
di samping tempat tidur selama 10 menit setelah mendapatkan
bantuan perawat.
b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi
dan analisis suatu kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu
yang telah ditetapkan. Kesimpulan evaluasi sumatif menunjukkan
adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya masalah baru,
misalnya setelah dirawat dua hari klien cenderung sembuh dan
direncanakan dua hari lagi diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
2.3.6. Standar Dokumentasi Keperawatan
Komponen dan kriteria standar dokumentasi keperawatan yang dirumuskan
Departemen Kesehatan tahun 1995 sebagai berikut :
a. Standar pengkajian data keperawatan
Komponen pengkajian keperawatan meliputi ;
1. Pengumpulan data dengan kriteria : Kelengkapan data sistematis,
menggunakan format, akurat, dan valid
2. Pengelompokkan data dengan kriteria : data biologis, data psikilogis,
data sosial dan data spritual
3. Perumusan masalah dengan tingkat kriteria kesenjangan antara status
kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan.
b. Standar diagnosa keperawatan
Status kesehatan dibandingkan dengan norma untuk menentukan
kesenjangan.
Universitas Sumatera Utara
37
1. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan
dan pemenuhan kebutuhan klien.
2. Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat.
3. Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari masalah, penyebab dan
gejala tanda atau terdiri dari masalah dan penyebab.
4. Diagnosa keperawatan aktual untuk perumusan status kesehatan klien
yang sudah nyata terjadi.
5. Diagnosa keperawatan potensial untuk perumusan status kesehatan
klien yang kemungkinan besar akan terjadi apabila tidak dilakukan
upaya pencegahan.
c. Standar perencanaan keperawatan
Komponen keperawatan meliputi :
1. Prioritas masalah dengan kriteria : masalah yang mengancam
kehidupan merupakan prioritas yang pertama, masalah kesehatan
prioritas yang kedua. Yang mempengaruhi perilaku prioritas ketiga.
2. Tujuan asuhan keperawatan dengan kriteria : Tujuan dirumuskan
secara singkat dan jelas, di susun berdasarkan diagnosa keperawatan,
spesifik pada diagnosa keperawatan, dapat diukur, realistik menggunakan
komponen yang terdiri dari subyek perilaku klien, kondisi klien, dan
kriteria tujuan.
3. Rencana tindakan: Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan
merupakan alternatif tindakan secara tepat, melibatkan dan melakukan
Universitas Sumatera Utara
38
tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknik yang telah
ditentukan.
d. Standar evaluasi
Kriteria :
1. Pengkajian ulang diarahkan pada tercapainya tujuan atau tidak.
2. Prioritas dan tujuan baru di tetapkan serta pendekatan keperawatan lebih
lanjut dilakukan dengan tepat dan akurat.
3. Tindakan keperawatan yang baru di tetapkan dengan cepat dan tepat.
Standar asuhan keperawatan menurut Gillies (1994) dikatakan baik
apabila mencapai standar 75%-100%.
2.4. Hubungan atara Motivasi Kerja dengan Kinerja
Berdasarkan hasil penelitian McClelland (1961), Edward Murray (1957),
Miller dan Gordon
W. (1970),
Anwar Prabu Mangkunegara, (2000)
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi
dengan pencapaian kinerja. Artinya, pimpinan, manajer dan pegawai yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mencapai kinerja tinggi, dan
sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah disebabkan karena motivasi kerjanya
rendah. (Mangkunegara, 2007)
Menurut Keith Davis dikutip oleh Mangkunegara (2006), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pencapaian kinerja pegawai yaitu faktor kemampuan dan
faktor motivasi. Motivasi diartikan sebagai sikap (attitude) pimpinan yang
terhadap situasi keja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif
Universitas Sumatera Utara
39
terhadap situasinya akan mewujudkan motivasi yang tinggi sebaliknya jika
mereka mewujudkan sikap negatif maka rendahlah motivasinya.
Hasil penelitian Siregar (2008) tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD.Swadana Tarutung Tapanuli Utara,
didapatkan hasil bahwa besarnya pengaruh motivasi (meliputi: prestasi,
pengembangan, kondisi kerja, pengakuan, tanggungjawab dan pendapatan)
terhadap kinerja perawat pelaksana sebesar 85,7%, sisanya 14,3% dipengaruhi
oleh faktor tingkat keterampilan, teknologi yang digunakan, sikap manajemen,
cara mereka memperlakukan perawat, lingkungan kerja fisik dan psikologis, serta
aspek-aspek lain dari kulturkorporasi juga merupakan faktor-faktor penting yang
memengaruhi kinerja perawat pelaksana.
2.5. Kerangka Konsep
Menurut Umar (2008) kerangka konseptual adalah suatu kerangka berpikir
tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
teridentifikasi sebagai masalah riset. Kerangka konseptual bertujuan untuk
mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam
kerangka dari variabel yang akan diteliti. Penelitian ini terdiri dari 1 variabel
bebas yang terdiri dari 2 sub variabel yakni motivasi instrinsik dan motivasi
ekstrinsik dan 1 (satu) variabel terikat yakni kinerja perawat pelaksana sehingga
kerangka konsep penelitian dapat di gambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
40
Variabel Independen
Variabel Dependen
Motivasi Intrinsik :
-
Tanggung jawab
-
Pengembangan diri
Motivasi Ekstrinsik :
-
Pengakuan/Penghargaan
-
Supervisi
-
Kondisi kerja
Kinerja Perawat dalam
Pelaksanaan
Pendokumentasian di
Instalasi Rawat Inap (Y)
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesis penelitian
yaitu ada pengaruh motivasi instrinsik (tanggung jawab, dan pengembangan diri)
dan motivasi ekstrinsik (pengakuan, supervisi dan kondisi kerja) terhadap kinerja
perawat dalam pendokumentasian keperawatan di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. RM Djoelham Kota Binjai Tahun 2017.
Universitas Sumatera Utara