Teknik Mulsa Vertikal Pada Budidaya Tebu (Saccharum Officinarum.L) Ratoon Satu

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tebu (Saccharum officinarum.L) merupakan bahan baku utama dalam
industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja
dalam

rangka mendorong pertumbuhan

perekonomian

di

daerah

serta

penambahan atau penghematan devisa, tetapi juga langsung terkait dengan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penyediaan lapangan kerja (Farid, 2003).
Bagian lain dari tanaman seperti daunnya dapat pula dimanfaatkan sebagai pakan
ternak dan bahan baku pembuatan pupuk hijau atau kompos. Daun tebu yang

kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa yang mempunyai nilai
kalori cukup tinggi. Di pedesaan dadhok sering dipakai sebagai bahan bakar untuk
memasak; selain menghemat minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini
juga cepat panas (P3GI, 2007).
Serasah hasil tebangan di lahan tebu dapat mencapai 20-25 ton /ha
(Toharisman 1999).Potensi serasah tebu di Indonesia dapat mencapai 8 juta ton
setiap musim panen dengan luas kebun 400 ribu hektar (P3GI,2007).Pada jaman
Hindia Belanda praktek pengelolaan perkebunan tebu sangat rapi, selain bibit,
penyiapan lahan, irigasi dan drainase yang baik juga dilakukan pekerjaan klentek
yaitu melepas daun tebu tua pada masa pertumbuhannya sehingga kondisi tebu
relatif bersih saat dipanen.Saat ini pekerjaan klentek umumnya tidak dilakukan
karena mahalnya tenaga kerja. Untuk memudahkan pemanenan, maka pada kebun
tebu yang jauh dari permukiman, misalnya PT Sugar Group, PT Gunung Madu
Plantation di Lampung melakukan pembakaran daun tebu di kebun, satu hari

sebelum panen. Untuk kebun-kebun tebu di Jawa, misalnya PG Subang
pembakaran sebelum panen tidak diizinkan karena umumnya berdekatan dengan
pemukiman penduduk.Kondisi ini mengakibatkan pada saat habis panen, banyak
serasah daun tebu yang masih tersisa di lahan.Serasah tebu hasil tebangan berupa
pucuk, batang, sisa daun. Sebagai akibatnya untuk memudahkan penyiapan lahan

penanaman tebu (plant cane) atau pekerjaan pemeliharaan tanaman ratoon maka
dilakukan pembakaran serasah hasil sisa tebangan di lahan. Meskipun membakar
daun tebu setelah panen memiliki keunggulan bisa memusnahkan penyakit dan
serangga di lahan tebu serta bisa menyediakan potasium dan pospat, tetapi bila
serasah dipertahankan sebagai mulsa , akan dapat menjaga kelembaban tanah,
perlindungan tanah dari erosi dan kebocoran nutrisi, dapat membunuh gulma, dan
untuk meningkatkan bahan organik dalam tanah. Hanya dengan membiarkan daun
tebu di lahan setelah panen, ternyata dapat meningkatkan produktifitas tebu, dan
kesuburan tanah dan meningkatkan karbon dalam tanah (Pemandu Swasembada
Gula, 1999).
Usaha peningkatan kualitas lahan kering untuk budidaya tebu sangat
diperlukan.Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah penambahan bahan
organik ke dalam tanah. Tingginya kandungan BOT dapat mempertahankan
kualitas fisika tanah untuk membantu perkembangan akar tanaman dan kelancaran
pergerakan air tanah melalui pembentukan pori tanah dan kemantapan agregat
tanah (Hairiah, 2000).
Pemberian pupuk organik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kandungan bahan organik tanah. Bahan organik yang berupa pupuk organik dapat
berfungsi sebagai buffer (penyangga) dan penahan lengas tanah. Penambahan


bahan organik ke tanah diharapkan dapat memperbaiki kualitas fisika tanah,
meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah, meningkatkan kemampuan tanah
menahan

air-tersedia

dan

mampu

memperbaiki

pertumbuhan

tanaman.

Tangkoonboribun et al., (2007) mempelajari efek aplikasi bahan organik
pembenah tanah terhadap hasil tebu. Bahan organik yang digunakan adalah filter
cake 50 ton/ha, pupuk kandang sapi 25 ton/ha, dan bagasse 12.5 ton/ha.Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik dapat meningkatkan

hasil tebu dan memperbaiki kualitas tanah. Efek paling baik terjadi pada aplikasi
pupuk kandang sapi, meningkatkan hasil tebu dari 60 menjadi 100 ton/ha
Konservasi tanah dan air merupakan upaya menempatkan setiap bidang
tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan
agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 2006). Salah satu teknik konservasi
tanah dan air adalah teknik mulsavertikal.Teknik mulsavertikal adalah
pemanfaatan limbah yang berasal daribagian tumbuhan atau pohon seperti
serasah, gulma, cabang, ranting, batang maupun daun-daun bekas tebangan
dengan caramemasukkannya ke dalamsaluran atau alur yang dibuat menurut
kontur pada bidang tanah yang diusahakan(Pratiwi, 2005).
Teknik pemulsaan (mulching) yang selama ini dilakukan yaitu tindakan
pelapisan permukaan

tanah (Teknik mulsa horizontal) menggunakan bahan

tertentu agar tanah terhindar dari pukulan langsung (energi kinetik) curah hujan,
limpasan permukaan (run – off) dan erosi , serta mempertahankan/ meningkatkan
kelembaban tanah, mengendalikan fluktuasi temperatur tanah dan menambah
unsur hara tanah (Arsad, 2006).


Pada saat ini sistem keprasan telah diterapkan di semua sentra tebu di
dunia. Di Indonesia, luas tanaman keprasan (ratoon crop, RC) mencapai lebih dari
70 % total luas pertanaman tebu. Penerapan sistem keprasan dapat menekan biaya
pengelolaan tebu, namun menyebabkan penurunan produktivitas lahan. Besarnya
penurunan produktivitas RC tersebut sekitar 20% daripada produktivitas tanaman
pertamanya (plant crop, PC). Fenomena penurunan produktivitas RC ini selain
terjadi di Indonesia, juga terjadi luar negeri seperti di India, Afrika Selatan,
Mauritius dan Swaziland (Mirzawan et al., 2000) . Walaupun demikian, sistem
keprasan ini masih dipertahankan karena biayanya murah dan secara ekonomi
menguntungkan (Rozeff 1998, Meyer 1999).
Untuk meningkatkan produktivitas tebu keprasan ini, salah satu alternatif
adalah

meningkatkan

produktivitas

lahan,

sehingga


dapat

mendukung

ketersediaaan air dan hara. Pengembalian bahan organik sisa panen tebu akan
mengurangi hilangnya hara yang terbawa panen. Keterbatasan air pada musim
musim tertentu juga dapat dipenuhi dengan membangun rorak sebagai tempat
cadangan air.
Perpaduan antara sistem rorak dan pembenaman mulsa, ditambah dengan
pencampuran dengan pupuk kandang diyakini dapat meningkatkan produktivitas
tebu dan lahan pertanamannya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik mulsa vertikal
terhadap kandungan bahan organik tanah dan kesuburan kimia tanah serta
petumbuhanvegetatif tebu ratoon satu.

Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui kandungan bahan organik dan kesuburan kimia tanahdi
kebun tebu ratoon satu setelah perlakuan mulsa vertikal

2. Untuk mengetahui pertumbuhan vegetatif tebu raton satu setelah perlakuan
teknik mulsa vertikal.
Hipotesis Penelitian
1.

Aplikasi serasah/daun tebu dicampur dengan pupuk kandang sapi yang di
benam dalam tanah

dapat memperbaiki kesuburan kimia tanah dan

pertumbuhan tebu.
2.

Kadar bahan organik dan unsur hara lebih tinggi pada perlakuan serasah
yang dicampur dengan pupuk kandang sapi dan dibenam ke dalam tanah
dibandingkan dengan tanpa perlakuan.

3.

Pertumbuhan vegetatif tebu ratoon satu lebih baik pada perlakuan

serasah/daun tebu dicampur dengan pupuk kandang sapi di benam dalam
tanah

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Memperoleh informasi tentang penggunaan serasah tebu dan sisa-sisa panen
dengan menerapkan teknik mulsa vertikal pada budidaya tebu ratoon
2. Pihak pekebunan tebu maupun rakyat yang mengusahakan tebu ratoon satu
sehingga menjadikan perkebunan yang berkelanjutan.
3. Perkembangan ilmu pertanian terkait dengan pemanfaatan serasah tebu dan
teknik konservasi lahan perkebunan