Pemberian Asam Askorbat Dan Giberelin Untuk Mengatasi Kondisi Stres Garam Pada Tanaman Kedelai (Glycine Max ( L.) Merrill) Di Lahan Salin Chapter III VI

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak-Petak Terbagi (Split-Split
Plot Design) yang terdiri dari tiga faktor perlakuan yaitu :
Faktor I : Kosentrasi Giberelin (G) sebagai petak utama terdiri dari 2 taraf yaitu :
G0 : Tanpa Pemberian
G1 : 100 ppm
Faktor II : Genotipa (V) sebagai anak petak terdiri dari 2 taraf yaitu :
V1 : Genotipa Grobogan Non Seleksi
V2 : Genotipa Grobogan Seleksi
Faktor III : Konsentrasi Asam Askorbat (A) sebagai anak-anak petak terdiri dari 4
taraf yaitu :
A0 : Tanpa Pemberian
A1 : 200 ppm
A2 : 400 ppm
A3 : 600 ppm
Sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi
perlakuan diulang sebanyak 3 kali, dengan demikian terdapat 48 satuan percobaan
dan setiap satuan percobaan terdiri dari 48 tanaman, sehingga secara keseluruhan
jumlah tanaman kedelai yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak
2304 tanaman. Bagan susunan percobaan disajikan pada Lampiran 3.
Dari setiap plot percobaan diambil sebanyak 16 tanaman sebagai sampel

destruktif untuk 4 kali pengamatan, dimana 8 tanaman digunakan untuk
pengukuran luas daun serta 8 tanaman digunakan untuk pengukuran bobot kering

akar dan bobot kering tajuk, untuk satu kali pengamatan diambil 2 tanaman.
Selanjutnya pada plot tersebut juga diambil 8 tanaman lagi sebagai sampel tetap
yang digunakan untuk pengukuran tinggi tanaman, jumlah cabang produktif dan
produksi. Bagan tanaman per plot disajikan pada Lampiran 4. Berdasarkan
perlakuan petak utama, anak petak dan anak-anak petak maka diperoleh
kombinasi perlakuan sebagai berikut :
G0V1A0

G1V1A0

G0V1A1

G1V1A1

G0V1A2

G1V1A2


G0V1A3

G1V1A3

G0V2A0

G1V2A0

G0V2A1

G1V2A1

G0V2A2

G1V2A2

G0V2A3

G1V2A3


Metode Analisa Data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak-Petak
Terbagi (Split-Split Plot Design) dengan model matematis sebagai berikut :

Yijkl = µ + ρi + αj + ɛ

ij

+ βk + (αβ)jk + ɛ

ijk

+ γi + (αγ)jl + (βγ)kl + (αβγ)jkl + ɛ

ijkl

Dimana :
Yijkl


: Nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan kosentrasi
giberelin taraf ke-j, perlakuan genotipe taraf ke-k dan perlakuan
kosentrasi asam askorbat taraf ke-l.
Rata-rata umum nilai pengamatan

µ

:

ρi

: Pengaruh ulangan pada taraf ke-i

αj

: Pengaruh perlakuan kosentrasi giberelin pada taraf ke-j

ɛ

:


ij

Pengaruh galat pada ulangan ke-i dan kosentrasi giberelin taraf
ke-j

βk

:

Pengaruh perlakuan genotipe taraf ke-k

(αβ)jk

:

Pengaruh interaksi perlakuan kosentrasi giberelin taraf ke-j dan
perlakuan genotipe taraf ke-k

ɛ


: Pengaruh galat pada ulangan ke-i, perlakuan kosentrasi giberelin

ijk

taraf ke-j dan perlakuan genotipe taraf ke-k
Pengaruh perlakuan kosentrasi asam askorbat pada taraf ke-l

γi

:

(αγ)jl

: Pengaruh interaksi perlakuan kosentrasi giberelin taraf ke-j dan
perlakuan kosentrasi asam askorbat taraf ke-l
: Pengaruh interaksi perlakuan genotipe taraf ke-k dan perlakuan

(βγ)kl


kosentrasi asam askorbat taraf ke-l

(αβγ)jkl

:

Pengaruh interaksi perlakuan kosentrasi giberelin taraf ke-j,
perlakuan genotipe taraf ke-k, dan perlakuan kosentrasi asam
askorbat taraf ke-l

ɛ

ijkl

: Pengaruh galat pada ulangan ke-i, kosentrasi giberelin taraf ke-j,
perlakuan genotipe taraf ke-k, dan perlakuan kosentrasi asam
askorbat taraf ke-l
Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam (uji F) untuk masing-

masing parameter pada taraf 0,05 dan 0,01. Jika pengaruh perlakuan terhadap

peubah yang diamati menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 0,05,
dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan yang nyata secara statistik antara nilai
rata-rata yang dibandingkan atau untuk mengetahui faktor dan taraf yang relatif
baik berdasarkan peubah yang diamati.

Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Sampel Tanah dan Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan kriteria tanah salin pada lokasi
dengan kisaran tingkat DHL 5 - 6 mmhos/cm. Penentuan lokasi dilakukan dengan
menganalisis sampel tanah terlebih dahulu, pengambilan sampel tanah dilakukan
secara komposit pada kedalaman 0 - 20 cm. Analisis tanah mencakup DHL, pH
tanah, C-organik, N-total, P-tersedia, K, Ca, Mg, Na, Al, dan KTK. Hasil analisis
tanah disajikan pada Lampiran 5.
Persiapan Lahan
Persiapan lahan diawali dengan membersihkan lahan dari gulma dan
tanaman lainnya. Kemudian dilakukan pengolahan tanah pertama dengan
menggunakan cangkul sedalam 15-25 cm, tanah kemudian dibiarkan selama 7
hari agar mendapat cukup udara dan sinar matahari secara langsung. Selanjutnya
dilakukan pengolahan yang kedua sekaligus membuat plot percobaan dengan

ukuran 240 x 120 cm (2,88 m2) sebanyak 48 plot dengan Jarak antar plot 30 cm
dan jarak antar blok 50 cm yang sekaligus berfungsi sebagai saluran drainase.
Penanaman Benih
Penanaman benih dilakukan secara tugal sedalam 2-3 cm, dengan jarak
tanam 20 x 30 cm. Sebelum dilakukan penanaman pada setiap lubang diberikan
insektisida Furadan bertujuan untuk mengendalikan hama. Setiap lubang tanam
ditanami sebanyak 2 butir benih lalu ditutup dengan tanah, seminggu kemudian
dilakukan seleksi, satu tanaman yang pertumbuhannya paling baik dipertahankan,
sedangkan yang lainnya dibuang.

Pemupukan
Pupuk yang diberikan terdiri atas pupuk Urea, SP-36 dan KCl sesuai
dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai dengan dosis masing-masing yaitu
50 kg Urea/ha (14,4 g/plot), 100 kg SP-36/ha (28,8 g/plot) dan 100 kg KCl/ha
(28,8 g/plot). Pupuk SP-36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam,
sedangkan pupuk Urea diberikan dua kali yaitu ½ dosis pada saat tanam dan ½
dosis pada umur 25 hari setelah tanam (HST). Aplikasi pemupukan dilakukan
secara larikan diantara baris tanaman dengan jarak ± 10 cm dari tanaman.
Pemberian Asam Askorbat dan Giberelin
Asam askorbat dan Giberelin (GA3) diberikan dalam bentuk larutan

dengan akuades sebagai pelarut. Konsentrasi asam askorbat yang dipakai adalah
0, 200, 400 dan 600 ppm. Pembuatan larutan asam askorbat 200 ppm (A1) dengan
cara melarutkan asam askorbat serbuk sebanyak 200 mg dengan 100 ml akuades,
selanjunya volume dicukupkan sampai 1000 ml, untuk konsentrasi yang lain
dibuat dengan cara yang sama. Sedangkan konsentrasi giberelin yang dipakai
adalah 0 dan 100 ppm. Pembuatan larutan giberelin 100 ppm (G1) dengan cara
melarutkan giberelin serbuk sebanyak 100 mg dengan beberapa tetes NaOH
(2-3 tetes), selanjutnya volume dicukupkan sampai 1000 ml dengan akuades.
Pemberian asam askorbat dan giberelin (GA3) dilakukan pada pagi hari.
Asam askorbat diberikan setiap satu minggu sekali mulai dari saat tanaman
berumur satu minggu setelah tanam (MST) sampai saat tanaman berbunga.
Sedangkan giberelin diberikan pada saat tanaman berumur 20 dan 40 hari setelah
tanam (HST). Pemberian dilakuan dengan cara menyemprotkan larutan tersebut
secara merata pada daun dengan volume semprot 350-500 ml per plot yang
disesuaikan dengan umur tanaman.

Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan
serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali sehari
yaitu pada pagi dan sore hari atau tergantung dengan kondisi cuaca di lapangan.

Penyulaman dilakukan apabila terdapat tanaman yang tidak tumbuh dengan
tanaman baru yang telah dipersiapkan dan berumur sama dengan tanaman yang
terdapat pada plot percobaan, penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur
2 minggu setelah tanam (MST). Penyiangan gulma dilakukan secara manual
diseluruh plot percobaan. Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida Decis 2,5 EC dengan kosentrasi 0,5 cc/liter pada saat tanaman berumur
15 hari setelah tanam (HST), selanjutnya dilakukan berdasarkan pengamatan ada
tidaknya serangan hama. Sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan
menyemprotkan fungisida Dithane M-45 dengan kosentrasi 1 cc/liter pada saat
tanaman berumur 16 HST, selanjutnya dilakukan berdasarkan ada tidaknya
serangan penyakit.
Pemanenan
Pemanenan kedelai dilakukan setelah tanaman menunjukkan kriteria
panen dengan kulit polong sudah menunjukkan 95 % berwarna kuning kecoklatan
dan keras serta daun telah menguning dan berguguran.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
1.

Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diamati pada umur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam

(MST). Pengukuran dilakukan mulai dari pangkal batang di atas permukaan tanah
hingga titik tumbuh tanaman, dengan menggunakan meteran dalam satuan cm.

2.

Luas Daun (cm2)
Luas daun diamati pada umur 2, 4 dan 6 MST. Dihitung dengan

menggunakan leaf area meter. Daun yang diamati yaitu daun yang telah
membuka sempurna (daun kedua dan ketiga dari pucuk).
3.

Jumlah Cabang Produktif (cabang)
Pengamatan Jumlah cabang produktif dilakukan dengan cara menghitung

jumlah cabang yang menghasilkan polong. Perhitungan dilakukan pada akhir
pengamatan yaitu pada saat menjelang panen.
4.

Waktu Muncul Bunga Pertama (HST)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman mulai dari

penanaman benih hingga pada saat bunga pertama telah muncul dalam satu
tanaman.
5.

Umur Panen (HST)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman mulai dari

penanaman benih hingga tanaman siap untuk dipanen dengan menunjukkan
kriteria panen yakni polong berwarna kecoklatan dan daun telah menguning.
6.

Kandungan Klorofil (mg/g bobot segar daun)
Daun yang digunakan yaitu daun yang telah membuka sempurna (daun

kedua dan ketiga dari pucuk), pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur
6 MST, analisis kandunngan klorofil a dan b dilakukan dengan metode Arnon
(1949).
7.

Bobot Kering Akar (g)
Bobot kering akar diamati pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. Tanaman sampel

dicabut secara hati-hati supaya akar tanaman tidak terputus, kemudian dicuci di
dalam ember sampai akar bersih dari tanah, lalu dipotong mulai dari leher akar
untuk memisahkan dari bagian tajuk, selanjutnya bagian akar dimasukkan ke

dalam amplop kertas dan dimasukkan dalam oven pada suhu 70 0C sampai
bobotnya konstan lalu ditimbang.
8.

Bobot Kering Tajuk (g)
Bobot kering tajuk diamati pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. Tanaman sampel

dicabut secara hati-hati, kemudian dicuci di dalam ember sampai tajuk tanaman
bersih dari kotoran, lalu dipotong mulai dari pangkal batang untuk memisahkan
dari bagian akar, selanjutnya bagian tajuk dimasukkan ke dalam amplop kertas
dan dimasukkan dalam oven pada suhu 70 0C sampai bobotnya konstan lalu
ditimbang.
9.

Kandungan Na dan K pada Tajuk Tanaman (%)
Analisis jaringan tanaman dilakukan di laboratorium pada umur 6 MST

untuk menentukan kandungan Na dan K pada tajuk tanaman.
10. Jumlah Polong per Tanaman (polong)
Perhitungan jumlah polong dilakukan dengan menghitung semua jumlah
polong pada setiap tanaman sampel yang dilakukan setelah tanaman tersebut
dipanen.
11. Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)
Perhitungan jumlah polong berisi dilakukan dengan menghitung jumlah
polong yang berisi pada setiap tanaman sampel, yaitu polong yang berisi biji, pada
saat tanaman telah matang penuh yang dihitung setelah panen.
12. Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)
Perhitungan jumlah polong hampa dilakukan dengan menghitung jumlah
polong yang hampa pada setiap tanaman sampel, pada saat tanaman telah matang
penuh yang dihitung setelah panen.

13. Jumlah Biji per Tanaman (butir)
Jumlah biji dihitung pada saat tanaman telah dipanen. Untuk mengetahui
jumlah biji pada setiap tanaman dilakukan dengan membuka/mengupas tiap
polong, lalu dihitung semua biji yang terdapat pada polong tersebut.
14. Produksi Biji per Tanaman (g)
Produksi biji per tanaman dihitung dengan menimbang produksi biji
seluruh tanaman sampel kemudian dirata-ratakan. Biji yang ditimbang adalah biji
yang telah dijemur dibawah sinar matahari selama 2 hari.
15. Bobot 100 Butir per Plot (g)
Diambil 100 butir biji secara acak kemudian ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik. Biji yang ditimbang adalah biji yang telah
dijemur dibawah sinar matahari selama 2 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Tinggi Tanaman (cm)
Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A) disajikan pada
Lampiran 6. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan
bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G) berpengaruh sangat nyata terhadap
tinggi tanaman pada umur 6 dan 8 Minggu Setelah Tanam (MST), namun tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2 dan 4 MST. Perlakuan
kosentrasi asam askorbat (A) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada
umur 2, 6 dan 8 MST, namun tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
pada umur 4 MST. Sedangkan perlakuan genotipa (V) serta interaksi antar
perlakuan maupun interaksi ketiga perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. Rata-rata tinggi tanaman pada umur
2, 4, 6 dan 8 MST akibat perlakuan kosentrasi giberelin, genotipa dan kosentrasi
asam askorbat disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan giberelin dengan kosentrasi
100 ppm (G1) nyata meningkatkan tinggi tanaman pada umur 6 dan 8 MST,
terjadi peningkatan tinggi tanaman sebesar masing-masing 76,31 % dan 75,50 %
bila dibandingkan dengan tanpa pemberian giberelin. Perlakuan asam askorbat
dengan kosentrasi 200 ppm (A1) nyata meningkatkan tinggi tanaman pada umur
2, 6 dan 8 MST, penurunan tinggi tanaman terjadi pada kosentrasi 400 dan 600
ppm, tanaman terendah terdapat pada kosentrasi 400 ppm. Sedangkan tinggi
tanaman genotipa non seleksi (V1) pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST cenderung lebih

tinggi dibandingkan dengan genotipa seleksi meskipun secara statistik tidak
memberikan pengaruh yang nyata.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman umur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam (MST)
dua genotipa kedelai akibat perlakuan kosentrasi giberelin dan asam
askorbat (cm)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. cm .................
Umur 2 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
11,27
11,15
11,21
G1 (100 ppm)
11,08
11,07
11,08
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Umur 4 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)

11,26
11,25
11,03
11,15

11,17
11,53
10,87
10,87

11,49
11,03
11,24
11,65
11,21
11,07
11,14
10,85
11,03
11,31
11,27
11,42
10,84
10,67
11,16
10,89
11,17
11,11
................. cm .................

11,22 ab
11,39 a
10,95 b
11,01 b
11,26
11,44
11,14
11,00
11,17
11,34
10,76
11,03

20,43
20,14

18,92
19,88

19,68
20,01

Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

20,97
20,81
19,34
20,02

18,92
20,44
19,39
18,85

19,94
20,62
19,37
19,44

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

21,37
20,59
19,83
19,94
20,57
21,02
18,85
20,10
20,29

18,73
19,82
19,33
17,79
19,11
21,06
19,45
19,91
19,40

20,05
20,21
19,58
18,87
19,84
21,04
19,15
20,01

Perlakuan
Umur 6 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Umur 8 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

Genotipa (V)
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. cm .................

Rata-rata

34,15
56,89

30,09
56,37

32,12 b
56,63 a

48,94
47,79
41,36
43,99

43,67
44,90
42,73
41,62

46,31 a
46,34 a
42,05 b
42,81 ab

37,43
29,87
35,07
32,13
32,05
30,31
32,04
28,03
60,45
57,47
60,51
57,66
50,68
55,15
55,94
55,21
45,52
43,23
................. cm .................

33,65
33,60
31,18
30,04
58,96
59,09
52,91
55,58

35,11
57,66

30,36
57,22

32,73 b
57,44 a

50,01
48,81
42,21
44,52

43,97
45,53
43,29
42,37

46,99 a
47,17 a
42,75 b
43,44 ab

G0A0
39,17
29,85
34,51
G0A1
36,27
32,05
34,16
G0A2
32,58
30,67
31,63
G0A3
32,42
28,87
30,64
G1A0
60,85
58,10
59,47
G1A1
61,34
59,00
60,17
G1A2
51,84
55,91
53,88
G1A3
56,62
55,86
56,24
Rata-rata V
46,39
43,79
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5 %

Luas Daun (cm2)
Hasil pengamatan terhadap luas daun pada perlakuan kosentrasi giberelin
(G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A) disajikan pada Lampiran 8.
Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan
kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A) serta
interaksi antar perlakuan maupun interaksi ketiga perlakuan tidak berpengaruh
nyata terhadap luas daun pada umur 2, 4 dan 6 MST. Rata-rata luas daun pada
umur 2, 4 dan 6 MST akibat perlakuan kosentrasi giberelin, genotipa dan
kosentrasi asam askorbat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata luas daun umur 2, 4 dan 6 minggu setelah tanam (MST) dua
genotipa kedelai akibat perlakuan kosentrasi giberelin dan asam
askorbat (cm2)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. cm2 .................
Umur 2 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
34,62
29,54
32,08
G1 (100 ppm)
47,98
34,08
41,03
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

42,60
44,77
35,04
42,79

33,04
34,53
28,43
31,26

37,82
39,65
31,74
37,03

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

32,03
31,78
39,96
34,73
53,18
57,77
30,13
50,85
41,30

28,01
30,12
29,19
30,86
38,06
38,93
27,66
31,66
31,81

30,02
30,95
34,57
32,80
45,62
48,35
28,90
41,26

Perlakuan
Umur 4 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Umur 6 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)

Genotipa (V)
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. cm2 .................

Rata-rata

234,09
185,22

219,23
185,97

226,66
185,60

254,74
215,25
204,91
163,71

182,59
307,89
155,18
164,75

218,66
261,57
180,05
164,23

265,89
163,45
243,34
352,08
252,03
196,23
175,08
165,17
243,58
201,73
187,17
263,70
157,78
114,14
152,34
164,32
209,65
202,60
................. cm2 .................

214,67
297,71
224,13
170,12
222,66
225,43
135,96
158,33

322,93
320,42

305,99
301,85

314,46
311,13

Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

325,72
294,32
341,33
325,33

295,73
360,97
282,99
275,97

310,73
327,65
312,16
300,65

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

339,77
287,62
357,51
306,82
311,66
301,02
325,14
343,84
321,67

296,97
315,63
306,69
304,66
294,50
406,32
259,29
247,28
303,92

318,37
301,62
332,10
305,74
303,08
353,67
292,21
295,56

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa pemberian giberelin
(G0) justru cenderung menghasilkan luas daun yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian giberelin 100 ppm pada umur 4 dan 6 MST. Luas daun
genotipa non seleksi (V1) pada umur 2, 4 dan 6 MST cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipa seleksi. Demikian juga pada perlakuan asam
askorbat dengan kosentrasi 200 ppm (A1) cenderung meningkatkan luas daun
pada umur 2, 4 dan 6 MST, akan tetapi pada kosentrasi 400 dan 600 ppm
cenderung menurunkan luas daun meskipun secara statistik tidak memberikan
pengaruh yang nyata.

Jumlah Cabang Produktif (cabang)
Hasil pengamatan terhadap jumlah cabang produktif pada perlakuan
kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A) disajikan
pada Lampiran 10. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 11)
menunjukkan bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G) dan genotipa (V)
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang produktif. Perlakuan kosentrasi
asam askorbat (A) berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif.
Sedangkan interaksi antar perlakuan maupun interaksi ketiga perlakuan tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif. Rata-rata jumlah cabang
produktif akibat perlakuan kosentrasi giberelin, genotipa dan kosentrasi asam
askorbat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata jumlah cabang produktif dua genotipa kedelai akibat perlakuan
kosentrasi giberelin dan asam askorbat (cabang)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. cabang .................
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
3,01
2,58
2,79 b
G1 (100 ppm)
3,29
2,92
3,10 a
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

3,02
3,43
3,04
3,10

2,76
3,04
2,49
2,70

2,89 ab
3,23 a
2,77 b
2,90 ab

G0A0
3,14
2,46
2,80
G0A1
2,89
2,79
2,84
G0A2
2,96
2,39
2,68
G0A3
3,04
2,67
2,86
G1A0
2,90
3,07
2,99
G1A1
3,96
3,28
3,62
G1A2
3,13
2,59
2,86
G1A3
3,15
2,73
2,94
Rata-rata V
3,15 a
2,75 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5 %
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan giberelin dengan kosentrasi
100 ppm (G1) nyata meningkatkan jumlah cabang produktif dibandingkan dengan
tanpa pemberian giberelin. Jumlah cabang produktif genotipa non seleksi (V1)
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan genotipa seleksi. Sedangkan pada
perlakuan asam askorbat dengan kosentrasi 200 ppm (A1) nyata meningkatkan
jumlah cabang produktif, namun pada kosentrasi 400 dan 600 ppm justru
menurunkan jumlah cabang produktif, jumlah cabang produktif terendah terdapat
pada perlakuan 400 ppm.

Waktu Muncul Bunga Pertama dan Umur Panen (HST)
Hasil pengamatan terhadap waktu muncul bunga pertama dan umur panen
pada perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam
askorbat (A) disajikan pada Lampiran 12. Hasil uji F pada analisis sidik ragam
(Lampiran 13) menunjukkan bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa
(V) dan kosentrasi asam askorbat (A) tidak berpengaruh nyata terhadap waktu
muncul bunga pertama dan umur panen. Interaksi antara kosentrasi giberelin
dengan asam askorbat (G x A) berpengaruh nyata terhadap umur panen, namun
tidak berpengaruh nyata terhadap waktu muncul bunga pertama. Sedangkan
interaksi antara kosentrasi giberelin dengan genotipa (G x V), interaksi genotipa
dengan kosentrasi asam askorbat (V x A) dan interaksi ketiga perlakuan
(G x V x A) tidak berpengaruh nyata terhadap waktu muncul bunga pertama dan
umur panen. Rata-rata waktu muncul bunga pertama dan umur panen akibat
perlakuan kosentrasi giberelin, genotipa dan kosentrasi asam askorbat disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada parameter waktu muncul bunga
pertama akibat perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan asam askorbat
(A) cenderung menunjukkan umur berbunga yang hampir sama. Sedangkan pada
parameter umur panen akibat perlakuan giberelin dengan kosentrasi 100 ppm (G1)
cenderung menghasilkan umur panen paling cepat. Genotipa seleksi (V2) dan non
seleksi (V1) cenderung menunjukkan umur panen yang hampir sama. Sedangkan
pada perlakuan asam askorbat dengan kosentrasi 200 ppm (A1) cenderung
menghasilkan umur panen paling lama meskipun secara statistik tidak
memberikan pengaruh yang nyata.

Tabel 4. Rata-rata waktu muncul bunga pertama dan umur panen dua genotipa
kedelai akibat perlakuan kosentrasi giberelin dan asam askorbat (HST)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. HST .................
Muncul Bunga Pertama
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
28,50
28,28
28,39
G1 (100 ppm)
28,43
28,00
28,21
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Umur Panen
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

28,77
28,08
28,52
28,48

28,17
28,21
28,00
28,19

28,47
28,15
28,26
28,34

28,67
28,50
28,46
28,25
28,29
28,00
28,58
28,38
28,88
27,83
27,71
28,17
28,75
28,00
28,38
28,00
28,46
28,14
................. HST .................

28,58
28,35
28,15
28,48
28,35
27,94
28,38
28,19

78,08
74,98

76,52
76,41

77,30
75,70

77,33
76,74
76,34
75,73

75,22
77,48
76,66
76,50

76,27
77,11
76,50
76,12

G0A0
79,71
76,14
77,93 a
G0A1
79,00
77,73
78,36 a
G0A2
76,81
76,17
76,49 ab
G0A3
76,81
76,05
76,43 ab
G1A0
74,95
74,29
74,62 b
G1A1
74,48
77,24
75,86 b
G1A2
75,86
77,15
76,50 ab
G1A3
74,65
76,96
75,80 b
Rata-rata V
76,53
76,46
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5 %

Pengaruh interaksi antara kosentrasi giberelin dengan asam askorbat nyata
mempercepat umur panen. Perlakuan giberelin 100 ppm pada setiap kosentrasi
asam askorbat menghasilkan umur panen paling cepat dibandingkan dengan umur
panen pada perlakuan tanpa pemberian giberelin, dimana umur panen tercepat
diperoleh pada kombinasi perlakuan pemberian giberelin 100 ppm dan asam
askorbat 600 ppm (G1A3). Kosentrasi asam askorbat 200, 400 dan 600 ppm yang
sama-sama diberikan giberelin 100 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap umur panen. Pemberian giberelin 100 ppm pada kosentrasi asam
askorbat 200 dan 600 ppm menghasilkan umur panen yang nyata dengan umur
panen tanpa pemberian giberelin pada kosentrasi asam askorbat 200 ppm.

Kandungan Klorofil (mg/g bobot segar daun)
Hasil pengamatan terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b pada
perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A)
disajikan pada Lampiran 14. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 15)
menunjukkan bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan
kosentrasi asam askorbat (A) tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan
klorofil a dan klorofil b. Interaksi antara kosentrasi giberelin dengan asam
askorbat (G x A) berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil b, namun tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil a. Sedangkan interaksi antara
kosentrasi giberelin dengan genotipa (G x V), interaksi genotipa dengan
kosentrasi asam askorbat (V x A) dan interaksi ketiga perlakuan (G x V x A) tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b. Rata-rata
kandungan klorofil a dan klorofil b akibat perlakuan kosentrasi giberelin, genotipa
dan kosentrasi asam askorbat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata kandungan klorofil a dan klorofil b dua genotipa kedelai akibat
perlakuan kosentrasi giberelin dan asam askorbat (mg/g bobot segar
daun)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
..... mg/g bobot segar daun .....
Klorofil a
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
1,55
1,78
1,67
G1 (100 ppm)
2,12
1,95
2,04
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Klorofil b
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

1,80
1,92
1,84
1,79

1,87
1,86
1,82
1,91

1,54
1,62
1,56
1,83
1,61
1,83
1,50
1,85
2,06
2,12
2,28
1,90
2,08
1,82
2,09
1,96
1,84
1,86
..... mg/g bobot segar daun .....

1,83
1,89
1,83
1,85
1,58
1,70
1,72
1,68
2,09
2,09
1,95
2,02

0,77
0,83

0,85
0,75

0,81
0,79

0,83
0,73
0,79
0,85

0,78
0,94
0,53
0,96

0,81
0,83
0,66
0,90

G0A0
0,76
0,62
0,69 ab
G0A1
0,78
1,17
0,97 a
G0A2
0,79
0,77
0,78 ab
G0A3
0,76
0,86
0,81 ab
G1A0
0,90
0,95
0,92 a
G1A1
0,68
0,71
0,69 ab
G1A2
0,80
0,28
0,54 b
G1A3
0,94
1,06
1,00 a
Rata-rata V
0,80
0,80
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5 %.

Tabel 5 menunjukkan bahwa walaupun pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan asam askorbat (A) tidak memberikan pengaruh
yang nyata secara statistik namun pada perlakuan giberelin dengan kosentrasi
100 ppm (G1) cenderung meningkatkan kandungan klorofil a, sedangkan
kandungan klorofil b justru cenderung lebih tinggi pada perlakuan tanpa
pemberian giberelin (G0). Kandungan klorofil a dan klorofil b genotipa seleksi
(V2) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan genotipa non seleksi. Demikian
juga pada perlakuan asam askorbat dengan kosentrasi 200 ppm (A1) cenderung
meningkatkan kandungan klorofil a, sedangkan pada kosentrasi 600 ppm (A3)
cenderung meningkatkan kandungan klorofil b. Kandungan klorofil a dan klorofil
b terendah terdapat pada kosentrasi 400 ppm.
Pengaruh interaksi antara kosentrasi giberelin dengan asam askorbat nyata
meningkatkan kandungan klorofil b. Perlakuan giberelin 100 ppm pada kosentrasi
asam askorbat 600 ppm menghasilkan kandungan klorofil b yang lebih tinggi
(G1A3) dibandingkan dengan perlakuan giberelin 100 ppm pada kosentrasi asam
askorbat 200 dan 400 ppm. Kosentrasi asam askorbat 200 dan 600 ppm yang
sama-sama diberikan giberelin 100 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap kandungan klorofil b akan tetapi pada kosentrasi 400 dan 600 yang
sama-sama diberikan giberelin 100 ppm menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap kandungan klorofil b.

Bobot Kering Akar (g)
Hasil pengamatan terhadap bobot kering akar pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A) disajikan pada
Lampiran 16. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan
bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam
askorbat (A) serta interaksi antar perlakuan maupun interaksi ketiga perlakuan
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST.
Rata-rata bobot kering akar pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST akibat perlakuan
kosentrasi giberelin, genotipa dan kosentrasi asam askorbat disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa walaupun pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan asam askorbat (A) tidak memberikan pengaruh
yang nyata secara statistik namun pada perlakuan giberelin dengan kosentrasi
100 ppm (G1) cenderung meningkatkan bobot kering akar umur 4, 6 dan 8 MST.
Bobot kering akar genotipa non seleksi (V1) umur 2, 4, 6 dan 8 MST cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan genotipa seleksi. Sedangkan pada perlakuan
asam askorbat dengan kosentrasi 200 ppm (A1) cenderung meningkatkan bobot
kering akar umur 2, 4, 6 dan 8 MST, akan tetapi pada kosentrasi 400 dan 600 ppm
cenderung menurunkan bobot kering akar, bobot kering akar terendah terdapat
pada kosentrasi 400 ppm.

Tabel 6. Rata-rata bobot kering akar umur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam
(MST) dua genotipa kedelai akibat perlakuan kosentrasi giberelin dan
asam askorbat (g)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. g .................
Umur 2 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
0,12
0,12
0,12
G1 (100 ppm)
0,13
0,13
0,13
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Umur 4 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)

0,12
0,13
0,12
0,13

0,14
0,13
0,12
0,11

0,13
0,13
0,12
0,12

0,10
0,15
0,12
0,12
0,14
0,12
0,13
0,09
0,13
0,13
0,14
0,14
0,11
0,13
0,12
0,12
0,12
0,12
................. g .................

0,13
0,12
0,13
0,11
0,13
0,14
0,12
0,12

0,35
0,38

0,33
0,35

0,34
0,36

Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

0,37
0,37
0,32
0,39

0,35
0,44
0,26
0,32

0,36
0,41
0,29
0,36

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

0,32
0,32
0,40
0,38
0,42
0,42
0,25
0,40
0,36

0,32
0,44
0,28
0,29
0,38
0,44
0,24
0,35
0,34

0,32
0,38
0,34
0,34
0,40
0,43
0,25
0,38

Perlakuan
Umur 6 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Umur 8 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)

Genotipa (V)
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. g .................

Rata-rata

1,01
1,07

0,88
1,02

0,94
1,05

1,16
1,17
0,64
1,19

0,95
1,03
0,93
0,90

1,05
1,10
0,78
1,04

1,05
0,80
1,06
0,92
0,69
0,95
1,23
0,84
1,26
1,10
1,28
1,14
0,59
0,90
1,16
0,95
1,04
0,95
................. g .................

0,93
0,99
0,82
1,04
1,18
1,21
0,75
1,05

1,50
1,64

1,25
1,45

1,38
1,55

Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

1,74
1,74
1,23
1,58

1,39
1,57
1,23
1,22

1,57
1,65
1,23
1,40

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

1,85
1,35
1,33
1,47
1,62
2,12
1,14
1,69
1,57

1,20
1,30
1,35
1,16
1,58
1,83
1,11
1,28
1,35

1,53
1,33
1,34
1,31
1,60
1,98
1,12
1,49

Bobot Kering Tajuk (g)
Hasil pengamatan terhadap bobot kering tajuk pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipe (V) dan kosentrasi asam askorbat (A) disajikan pada
Lampiran 18. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 19) menunjukkan
bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam
askorbat (A) serta interaksi antar perlakuan maupun interaksi ketiga perlakuan
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk pada umur 2, 4, 6 dan 8
MST. Rata-rata bobot kering tajuk pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST akibat perlakuan
kosentrasi giberelin, genotipa dan kosentrasi asam askorbat disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa walaupun pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan asam askorbat (A) tidak memberikan pengaruh
yang nyata secara statistik namun pada perlakuan giberelin dengan kosentrasi
100 ppm (G1) cenderung meningkatkan bobot kering tajuk umur 4, 6 dan 8 MST.
Bobot kering tajuk genotipa non seleksi (V1) umur 2, 4, 6 dan 8 MST cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan genotipa seleksi. Demikian juga pada perlakuan
asam askorbat dengan kosentrasi 200 ppm (A1) cenderung meningkatkan bobot
kering tajuk umur 2, 4, 6 dan 8 MST, akan tetapi pada kosentrasi 400 dan 600
ppm cenderung menurunkan bobot kering tajuk, bobot kering tajuk terendah
terdapat pada kosentrasi 400 ppm.

Tabel 7. Rata-rata bobot kering tajuk umur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam
(MST) dua genotipa kedelai akibat perlakuan kosentrasi giberelin dan
asam askorbat (g)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. g .................
Umur 2 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
0,44
0,35
0,39
G1 (100 ppm)
0,42
0,39
0,40
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Umur 4 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)

0,40
0,46
0,36
0,49

0,41
0,39
0,31
0,36

0,40
0,43
0,34
0,43

0,39
0,38
0,44
0,35
0,38
0,31
0,55
0,36
0,41
0,43
0,49
0,43
0,35
0,32
0,44
0,36
0,43
0,37
................. g .................

0,39
0,39
0,34
0,45
0,42
0,46
0,33
0,40

1,90
2,22

1,83
1,87

1,86
2,04

Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

2,12
2,19
1,82
2,12

1,84
2,79
1,16
1,60

1,98
2,49
1,49
1,86

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

1,52
1,78
2,44
1,86
2,72
2,60
1,19
2,37
2,06

1,90
2,49
1,44
1,47
1,77
3,10
0,88
1,72
1,85

1,71
2,14
1,94
1,67
2,25
2,85
1,04
2,04

Perlakuan
Umur 6 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)

Genotipa (V)
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. g .................

Rata-rata

6,90
8,36

6,36
7,45

6,63
7,90

8,41
9,06
4,50
8,56

6,98
8,13
6,25
6,25

7,70
8,59
5,38
7,40

7,08
5,70
7,39
7,24
4,61
6,78
8,53
5,72
9,74
8,27
10,73
9,01
4,39
5,73
8,59
6,78
7,63
6,90
................. g .................

6,39
7,32
5,69
7,12
9,01
9,87
5,06
7,68

12,08
14,25

9,26
11,71

10,67
12,98

Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

14,47
15,40
9,92
13,18

10,78
12,60
9,69
8,88

12,47
14,00
9,81
11,03

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

13,46
12,07
10,27
12,53
14,87
18,73
9,57
13,83
13,17

9,39
10,39
9,85
7,42
12,17
14,81
9,53
10,34
10,49

11,43
11,23
10,06
9,98
13,52
16,77
9,55
12,09

Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Umur 8 MST
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)

Kandungan Na dan K pada Tajuk Tanaman (%)
Hasil pengamatan terhadap kandungan Na dan K tajuk tanaman pada
perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A)
disajikan pada Lampiran 20. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 21)
menunjukkan bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan
kosentrasi asam askorbat (A) serta interaksi antar perlakuan maupun interaksi
ketiga perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Na dan K pada
tajuk tanaman. Rata-rata kandungan Na dan K pada tajuk tanaman akibat
perlakuan kosentrasi giberelin, genotipa dan kosentrasi asam askorbat disajikan
pada Tabel 8.
Tabel 8 menunjukkan bahwa walaupun pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan asam askorbat (A) tidak memberikan pengaruh
yang nyata secara statistik namun pada perlakuan giberelin dengan kosentrasi
100 ppm (G1) cenderung menurunkan kandungan Na tajuk dan meningkatkan
kandungan K tajuk. Kandungan Na tajuk terendah dan K tajuk tertinggi cenderung
diperoleh pada genotipa non seleksi (V1) dibandingkan dengan genotipa seleksi.
Demikian juga pada perlakuan asam askorbat dengan kosentrasi 200 ppm (A1)
cenderung menurunkan kandungan Na tajuk, sedangkan pada kosentrasi 600 ppm
(A3) cenderung meningkatkan kandungan K tajuk.

Tabel 8. Rata-rata kandungan Na dan K pada tajuk dua genotipa kedelai akibat
perlakuan kosentrasi giberelin dan asam askorbat (%)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. % .................
Kandungan Na Tajuk
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
0,04
0,04
0,04
G1 (100 ppm)
0,03
0,04
0,03
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)
G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Kandungan K Tajuk
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)

0,02
0,04
0,03
0,04

0,05
0,02
0,05
0,05

0,03
0,03
0,04
0,05

0,03
0,05
0,06
0,03
0,03
0,05
0,04
0,04
0,02
0,04
0,03
0,01
0,02
0,05
0,05
0,06
0,03
0,04
................. % .................

0,04
0,04
0,04
0,04
0,03
0,02
0,04
0,05

2,19
2,21

1,99
2,04

2,09
2,13

Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

2,26
2,16
1,97
2,41

2,10
2,18
1,83
1,95

2,18
2,17
1,90
2,18

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

2,12
2,18
1,85
2,62
2,40
2,14
2,08
2,21
2,20

1,95
2,23
1,71
2,06
2,24
2,14
1,96
1,84
2,02

2,04
2,20
1,78
2,34
2,32
2,14
2,02
2,03

Jumlah Polong per Tanaman (polong)
Hasil pengamatan terhadap jumlah polong per tanaman pada perlakuan
kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A) disajikan
pada Lampiran 22. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 23)
menunjukkan bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan
kosentrasi asam askorbat (A) serta interaksi antar perlakuan maupun interaksi
ketiga perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman.
Rata-rata jumlah polong per tanaman akibat perlakuan kosentrasi giberelin,
genotipa dan kosentrasi asam askorbat disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata jumlah polong per tanaman dua genotipa kedelai akibat
perlakuan kosentrasi giberelin dan asam askorbat (polong)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. polong .................
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
37,61
36,51
37,06
G1 (100 ppm)
40,71
35,92
38,31
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

40,31
38,87
37,14
40,31

36,53
39,43
34,29
34,60

38,42
39,15
35,72
37,45

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

36,14
38,21
37,47
38,61
44,48
39,52
36,82
42,00
39,16

35,85
41,21
34,46
34,54
37,21
37,66
34,13
34,67
36,21

35,99
39,71
35,96
36,57
40,84
38,59
35,47
38,34

Tabel 9 menunjukkan bahwa walaupun pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan asam askorbat (A) tidak memberikan pengaruh
yang nyata secara statistik namun pada perlakuan giberelin dengan kosentrasi
100 ppm (G1) cenderung meningkatkan jumlah polong per tanaman. Jumlah
polong per tanaman genotipa non seleksi (V1) cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipa seleksi. Sedangkan pada perlakuan asam askorbat
dengan kosentrasi 200 ppm (A1) cenderung meningkatkan jumlah polong per
tanaman, akan tetapi pada kosentrasi 400 dan 600 ppm cenderung menurunkan
jumlah polong per tanaman, jumlah polong per tanaman terendah terdapat pada
kosentrasi 400 ppm.

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)
Hasil pengamatan terhadap jumlah polong berisi per tanaman pada
perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A)
disajikan pada Lampiran 24. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 25)
menunjukkan bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan
kosentrasi asam askorbat (A) serta interaksi antar perlakuan maupun interaksi
ketiga perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi per
tanaman. Rata-rata jumlah polong berisi per tanaman akibat perlakuan kosentrasi
giberelin, genotipa dan kosentrasi asam askorbat disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 menunjukkan bahwa walaupun pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan asam askorbat (A) tidak memberikan pengaruh
yang nyata secara statistik namun pada perlakuan giberelin dengan kosentrasi
100 ppm (G1) cenderung meningkatkan jumlah polong berisi. Jumlah polong
berisi genotipa non seleksi (V1) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan

genotipa seleksi. Sedangkan pada perlakuan asam askorbat dengan kosentrasi 200
ppm (A1) cenderung meningkatkan jumlah polong berisi, akan tetapi pada
kosentrasi 400 dan 600 ppm cenderung menurunkan jumlah polong berisi, jumlah
polong berisi terendah terdapat pada kosentrasi 400 ppm.

Tabel 10. Rata-rata jumlah polong berisi per tanaman dua genotipa kedelai akibat
perlakuan kosentrasi giberelin dan asam askorbat (polong)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. polong .................
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
33,45
34,28
33,87
G1 (100 ppm)
36,46
32,97
34,72
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

35,15
35,76
33,74
35,16

34,18
36,81
31,51
32,02

34,66
36,28
32,63
33,59

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

31,19
34,00
35,06
33,54
39,10
37,51
32,42
36,79
34,95

33,86
38,78
32,33
32,17
34,50
34,84
30,68
31,88
33,63

32,53
36,39
33,70
32,85
36,80
36,18
31,55
34,33

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)
Hasil pengamatan terhadap jumlah polong hampa per tanaman pada
perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A)
disajikan pada Lampiran 26. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 27)
menunjukkan bahwa perlakuan genotipa (V) berpengaruh nyata terhadap jumlah
polong hampa per tanaman. Sedangkan perlakuan kosentrasi giberelin (G) dan

kosentrasi asam askorbat (A) serta interaksi antar perlakuan maupun interaksi
ketiga perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong hampa per
tanaman. Rata-rata jumlah polong hampa per tanaman akibat perlakuan kosentrasi
giberelin, genotipa dan kosentrasi asam askorbat disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Rata-rata jumlah polong hampa per tanaman dua genotipa kedelai akibat
perlakuan kosentrasi giberelin dan asam askorbat (polong)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. polong .................
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
4,16
2,23
3,19
G1 (100 ppm)
4,25
2,94
3,60
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

5,16
3,11
3,40
5,14

2,35
2,63
2,78
2,58

3,75
2,87
3,09
3,86

G0A0
4,94
1,98
3,46
G0A1
4,21
2,43
3,32
G0A2
2,40
2,13
2,26
G0A3
5,07
2,37
3,72
G1A0
5,38
2,71
4,04
G1A1
2,01
2,82
2,42
G1A2
4,40
3,44
3,92
G1A3
5,21
2,79
4,00
Rata-rata V
4,20 a
2,58 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5 %.
Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah polong hampa genotipa seleksi (V2)
nyata lebih rendah dibandingkan genotipa non seleksi. Pada perlakuan tanpa
pemberian giberelin (G0) justru cenderung menghasilkan jumlah polong hampa
yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian giberelin 100 ppm, sedangkan
pada perlakuan asam askorbat dengan kosentrasi 200 ppm (A1) cenderung

menurunkan jumlah polong hampa, akan tetapi pada kosentrasi 400 dan 600 ppm
cenderung meningkatkan jumlah polong hampa, jumlah polong hampa tertinggi
terdapat pada kosentrasi 600 ppm meskipun secara statistik tidak memberikan
pengaruh yang nyata.

Jumlah Biji dan Produksi Biji per Tanaman
Hasil pengamatan terhadap jumlah biji dan produksi biji per tanaman pada
perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A)
disajikan pada Lampiran 28. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 29)
menunjukkan bahwa perlakuan kosentrasi giberelin (G), genotipa (V) dan
kosentrasi asam askorbat (A) serta interaksi antar perlakuan maupun interaksi
ketiga perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji dan produksi biji
per tanaman. Rata-rata jumlah biji dan produksi biji per tanaman akibat perlakuan
kosentrasi giberelin, genotipa dan kosentrasi asam askorbat disajikan pada
Tabel 12.
Tabel 12 menunjukkan bahwa walaupun pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan asam askorbat (A) tidak memberikan pengaruh
yang nyata secara statistik namun pada perlakuan giberelin dengan kosentrasi
100 ppm (G1) cenderung meningkatkan jumlah biji dan produksi biji per tanaman.
jumlah biji dan produksi biji genotipa non seleksi (V1) cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipa seleksi. Sedangkan pada perlakuan asam askorbat
dengan kosentrasi 200 ppm (A1) cenderung meningkatkan jumlah biji dan
produksi biji per tanaman, akan tetapi pada kosentrasi 400 dan 600 ppm
cenderung menurunkan jumlah biji dan produksi biji, jumlah biji dan produksi biji
terendah terdapat pada kosentrasi 400 ppm.

Tabel 12. Rata-rata jumlah biji dan produksi biji per tanaman dua genotipa kedelai
akibat perlakuan kosentrasi giberelin dan asam askorbat
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. butir .................
Jumlah Biji
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
64,36
62,64
63,50
G1 (100 ppm)
66,87
61,04
63,95
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

65,26
65,81
57,48
58,81

64,68
68,00
60,23
61,99

55,47
65,27
71,79
67,26
68,70
60,09
61,46
57,94
72,74
65,25
68,59
64,35
57,27
54,88
68,88
59,67
65,61
61,84
................. g .................

60,37
69,53
64,40
59,70
68,99
66,47
56,07
64,27

9,68
10,62

10,54
9,75

10,11
10,19

Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

9,41
11,51
9,91
9,77

10,41
11,43
9,13
9,60

9,91
11,47
9,52
9,69

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V

8,09
11,41
10,53
8,70
10,74
11,62
9,29
10,84
10,15

10,29
12,29
9,89
9,67
10,54
10,58
8,37
9,52
10,14

9,19
11,85
10,21
9,19
10,64
11,10
8,83
10,18

G0A0
G0A1
G0A2
G0A3
G1A0
G1A1
G1A2
G1A3
Rata-rata V
Produksi Biji
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
G1 (100 ppm)

64,11
70,19
62,99
65,17

Bobot 100 Butir per Plot (g)
Hasil pengamatan terhadap bobot 100 butir pada perlakuan kosentrasi
giberelin (G), genotipa (V) dan kosentrasi asam askorbat (A) disajikan pada
Lampiran 30. Hasil uji F pada analisis sidik ragam (Lampiran 31) menunjukkan
bahwa perlakuan kosentrasi asam askorbat (A) berpengaruh nyata terhadap bobot
100 butir. Sedangkan perlakuan kosentrasi giberelin (G) dan genotipa (V) serta
interaksi antar perlakuan maupun interaksi ketiga perlakuan tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot 100 butir. Rata-rata bobot 100 butir akibat perlakuan
kosentrasi giberelin, genotipa dan kosentrasi asam askorbat disajikan pada
Tabel 13.
Tabel 13. Rata-rata bobot 100 butir per plot dua genotipa kedelai akibat perlakuan
kosentrasi giberelin dan asam askorbat (g)
Genotipa (V)
Perlakuan
Rata-rata
V1 (Non Seleksi)
V2 (Seleksi)
................. g .................
Giberelin (G)
G0 (Tanpa Giberelin)
17,51
18,21
17,86
G1 (100 ppm)
17,50
17,77
17,64
Asam Askorbat (A)
A0 (Tanpa Asam Askorbat)
A1 (200 ppm)
A2 (400 ppm)
A3 (600 ppm)

16,69
18,56
17,50
17,29

17,14
18,96
17,86
18,00

16,91 b
18,76 a
17,68 ab
17,64 ab

G0A0
17,23
16,70
16,97
G0A1
18,53
19,58
19,05
G0A2
17,16
18,25
17,70
G0A3
17,13
18,31
17,72
G1A0
16,14
17,58
16,86
G1A1
18,59
18,35
18,47
G1A2
17,84
17,48
17,66
G1A3
17,45
17,68
17,57
Rata-rata V
17,51
17,99
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5 %

Tabel 13 menunjukkan bahwa pada perlakuan asam askorbat dengan
kosentrasi 200 ppm (A1) nyata meningkatkan bobot 100 butir, namun pada
kosentrasi 400 dan 600 ppm terjadi penurunan bobot 100 butir, bobot 100 butir
terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian asam askorbat (A0). Pada
perlakuan tanpa pemberian giberelin (G0) justru cenderung menghasilkan bobot
100 butir yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian giberelin 100 ppm.
Sedangkan Bobot 100 butir genotipa seleksi (V2) cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipa non seleksi meskipun secara statistik tidak
memberikan pengaruh yang nyata.

Pembahasan

Pengaruh Perlakuan Asam Askorbat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Kedelai pada Lahan Salin
Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

perlakuan

asam

askorbat

berpengaruh nyata terhadap bobot 100 butir, tinggi tanaman pada umur 2, 6 dan 8
minggu setelah tanam (MST) dan jumlah cabang produktif. Tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter lainnya.
Perlakuan asam askorbat memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot
100 butir, bobot 100 butir tertinggi diperoleh pada pemberian asam askorbat
dengan kosentrasi 200 ppm (A1), terjadi peningkatan bobot 100 butir dari 16,91 g
pada perlakuan tanpa pemberian asam askorbat (A0) menjadi 18,76 g pada
pemberian asam askorbat 200 ppm (A1). Ukuran biji selain ditentukan oleh faktor
genetik juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama masa pengisian biji.
Pada penelitian ini, faktor lingkungan yang berpengaruh diduga asam askorbat
yang dapat memicu kerja enzim dalam p