Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pajak Kendaraan Bermotor Di Provinsi Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Landasan Teori

2.1.1. Pajak
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Kententuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kenapa negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapatkan timbal balik langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara, besar kecilnya pajak
berimplikasi terhadap program-program strategis seperti jaminan sosial,
pendidikan dan kesehatan. Jika penerimaan pajak rendah maka program sosial
juga tidak akan berjalan. Definisi pajak menurut Waluyo dan Ilyas (2000) adalah
iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang harus langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Devas (1989) memberikan kriteria yang lebih rinci untuk menetapkan
kelayakan suatu pajak. Sejumlah kriteria yang harus dipertimbangkan untuk
menilai pajak daerah tersebut layak atau tidak yaitu :
1.

Hasil atau perolehan pajak (tax yield) meliputi hasil pajak cukup besar. Pajak
yang memberikan hasi yang kecil justru akan menimbulkan inefisiensi dan
menciptakan perlawanan pajak (tax payer resistance). Hasilnya lebih pasti

Universitas Sumatera Utara

dapat diprediksi, hasil pajak hendaknya relatif stabil, tidak berfluktuasi dari
tahun ke tahun agar mudah dalam melakukan perencanaan belanja. Elastisitas
hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk, dan kenaikan
pendapatan, perbandingan antara biaya pungut (collection cost) dengan hasil
pajak (tax yield) kecil.
2.

Keadilan merupakan dasar pengenaan pajak (tax base) dan kewajiban wajib

pajak harus jelas dan tidak bersifat arbiter. Horizontal Equity adalah pajak
yang dilakukan harus menciptakan keadilan horizontal, yaitu mereka yang
kondisi ekonominya sama memiliki beban pajak yang sama. Vertical Equity
adalah beban pajak harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat untuk
membayar, yang kaya harus membayar pajak lebih tinggi daripada yang
miskin. Benefit Principle adalah mereka yang menikmati fasilitas publik
secara lebih baik harus mebayar pajak lebih tinggi.

3.

Daya guna ekonomi (economy efficiency / economic neutrality) artinya pajak
hendaknya mendorong penggunaan sumber daya secara produktif dan tidak
menggangu perekonomian. Sistem perpajakan hendaknya memberikan
netralias ekonomi, sehingga mengurangi distorsi ekonomi.

4.

Kemampuan melaksanakan (ability to implement) yaitu adanya political
acceptability untuk menerapkan pajak serta terdapat dukungan kapasitas
administrasi dan kemampuan aparat pajak yang memadai.


2.1.2. Fungsi Pajak
Kelancaran dan keberhasilan pembangunan suatu negara tidak hanya
menjadi tanggungjawab pemerintah saja, melainkan juga tanggungjawab seluruh
masyarakat. Salah satu perwujudan tanggungjawab kepada negara adalah dengan

Universitas Sumatera Utara

membayar pajak. Membayar pajak merupakan suatu kewajiban sekaligus bentuk
pengabdian dan peran aktif warga negara dalam rangka ikut serta melaksanakan
pembangunan nasional. Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara
tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan negara. Dengan demikian tujuan pajak
harus diselaraskan dengan tujuan negara yang menjadi landasan tujuan
pemerintah. Baik tujuan pajak maupun tujuan negara semuanya berakar pada
tujuan masyarakat. Tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bangsa dan
negara.
Oleh karena itu tujuan dan fungsi pajak tidak mungkin lepas dari tujuan
dan fungsi yang mendasarinya. Sehingga pajak yang dipungut dari masyarakat
hendaknya dipergunakan untuk keperluan masyarakat itu sendiri. Maka sebagai
salah satu pendapatan negara yang paling besar, pajak memiliki beberapa fungsi

dan peranan yang cukup vital bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2007 : 10), fungsi pajak
dapat dibedakan atas beberapa jenis. Adapun fungsi pajak tersebut adalah:
1.

Fungsi

budgetair,

disebut

juga

fungsi

fiskal,

yaitu

fungsi


untuk

mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan Undangundang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan
pemerintah untuk investasi pemerintah.
2.

Fungsi regulerend, adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan
digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang
letaknya diluar bidang keuangan.

Universitas Sumatera Utara

3.

Fungsi demokrasi, yaitu suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan
atau wujud sistem gotong royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan
pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi pada masa

sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan memperoleh
pelayanan dari Pemerintah. Apabila seseorang telah melakukan kewajibannya
membayar pajak kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia
mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari
Pemerintah.

4.

Fungsi distribusi, yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan
dan keadilan dalam masyarakat.

2.1.3 Jenis-Jenis Pajak
Mardiasmo (2010) menyatakan pengelompokan pajak merupakan salah
satu cara untuk mempermudah dalam klasifikasi untuk perhitungan dan
penggolongan, pajak dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu :
1.

Menurut golongannya :
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak
dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain meliputi :

Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain meliputi : Pajak Pertambahan Nilai.

2.

Menurut sifatnya :
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak meliputi :
Pajak Penghasilan.

Universitas Sumatera Utara

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Meliputi : Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3.

Menurut lembaga pemungutannya :
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara meliputi :
1) Pajak Penghasilan (PPh), berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada
orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam
suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun sebagaimana diatur dalam Pajak
2) Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan
PPnBM), berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari
barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
PPnBM adalah selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, atas
barang-barang

kena

pajak


tertentu

yang

tergolong

mewah

sebagaimana diatur dalam undang-undang.
3) Bea Materai, berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1985, Bea
Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat

Universitas Sumatera Utara

perjanjian, akta notaries, serta kwitansi pembayaran, surat berharga
dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan
4) Cukai, berdasarkan Undang-undang No 39 Tahun 2007 tentang Cukai
adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang

tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu
konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi,
pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat
atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan
pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut untuk daerah berdasarkan
peraturan pajak yang diterapkan oleh daerah untuk kepentingan
pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum (Arsjad dkk, 1992).
Bird (1999) mengemukakan definisi pajak daerah dengan 4 karakteristik
yaitu dikelola pemerintah lokal, pada tarif diperuntukkan untuk
pemerintah, dikumpulkan oleh pemerintah dan diakurasi oleh pemerintah.
Menurut Bela (2010), hal-hal pokok dari definisi pajak daerah myaitu :
1) Dasar hukum pemberlakuan pemungutan pajak daerah adalah peraturan
daerah.
2) Hasil pemungutan dari pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
keperluan yang berhubungan dengan tugas dan kewajiban pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya.
3) Dapat juga berlaku bahwa pada awalnya pajak daerah merupakan pajak
pusat,


namun

dalam

perkembangan

penentuan

tarif,

Universitas Sumatera Utara

pengadministrasian, dan pemungutannya dilakukan oleh pemerintah
daerah.
4) Wilayah pemungutan terbatas pada wilayah pemerintah dari pemerintah
daerah yang bersangkutan.
5) Objek pajak daerah merupakan objek pajak yang belum diupayakan
oleh pajak pusat dan atau provinsi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, pajak daerah terdiri
atas :
1) Pajak Provinsi, meliputi :
a) Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan atau
penguasaan kendaraan bermotor.
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan
hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak
atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli,
tukar menukar, hibah, waris, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor adalah pajak atas
penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor, baik cair atau gas
yang digunakan untuk kendaraan bermotor.
d) Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan atau
pemanfaatan air permukaan yaitu semua air yang terdapat pada
permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut
maupun yang didarat.
e) Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut
pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

2) Pajak Kabupaten/ Kota, meliputi :
a) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
b) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran.
c) Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan yaitu
semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan atau keramaian
yang dinikmati dengan pungutan bayaran.
d) Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame
yaitu benda, alay, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian
umum terhadap barang, jasa, orang atau badan yang dapat dilihat,
dibaca, didengar, atau dinikmati oleh umum.
e) Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik,
baik yang diselenggarakan sendiri maupun diperoleh dari sumber
lain.
f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam di
dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
g) Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaran tempat parker di luar
badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
ataupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan
tempat penitipan kendaraan bermotor.

Universitas Sumatera Utara

h) Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan atau
pemanfaatan air tanah.
i) Pajak sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan
dan atau pengusahaan sarang burung walet.
j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak
atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dam atau
dimanfaatkan oleh Orang Pribadi atau Badan, kecuali kawan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan
pertambangan.
k) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah pajak atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

2.2 Pajak Kendaraan Bermotor
Di era otonomi daerah, kemandirian fiskal merupakan suatu hal mutlak
agar program-program pemerintah daerah dapat terealisasi (Mithneck, 1991).
Salah satu sumber penerimaan yang penting dan menunjukkan taxing power
daerah yang sesungguhnya adalah pendapatan asli daerah (PAD). Salah satu
komponen PAD adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan
retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan otonomi daerah (Feltensein and Iwata, 2005). Pajak daerah dan
retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah (Sidik,
2002). Salah satu jenis dari pajak daerah adalah Pajak Kendaraan Bermotor.
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak yang dipungut atas kepemilikan
dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

Universitas Sumatera Utara

Indonesia telah menerapkan earmark tax dalam bentuk revenue sharing
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 28
Tahun 2009, ada dua jenis sumber penerimaan pemerintah daerah yang harus di
earmark, yaitu yang pertama hasil pernerimaan Pajak Kendaraan Bermotor paling
sedikit 10%, termasuk yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dialokasikan
untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan
sarana transportasi umum. Selanjutmya penerimaan Pajak Rokok, baik bagian
provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk
mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat
yang berwenang.
Berdasarkan isi Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tersebut, pemerintah
telah memperkenalkan sistem tax earmarking untuk meningkatkan pendapatan
sekaligus mengembalikan hasil penerimaan sektor-sektor tersebut. Disebutkan
dalam undang-undang tersebut bahwa minimal 10% dari hasil penerimaan Pajak
Kendaraan

Bermotor

harus

di-earmark

untuk

pembangunan

dan/atau

pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.
Jelaslah bahwa hasil pungutan Pajak Kendaraan Bermotor dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pembiayaan pemeliharaan jalan yang sah menurut undangundang.
Pemungutan pajak mempunyai fungsi yang sangat strategis, bukan sematamata karena pajak merupakan sumber penerimaan negara, tetapi juga pajak
kerapkali digunakan sebagai instrument kebijakan pemerintah. Sebagai instrument
kebijakan, pemungutan pajak dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang
sudah ditetapkan pemerintah (Rosdiana dkk, 2012).

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Dasar Hukum Pajak Kendaraan Bermotor
Sejak dimulainya reformasi pajak tahun 1983, Indonesia sangat
mengandalkan penerimaan negara dari sektor penerimaan pajak (Fajar, 2006). Hal
tersebut dilakukan karena Pemerintah menganggap bahwa peraturan perpajakan
dari tahun 1983 dan sebelumnya tidak sesuai dengan perkembangan zaman,
dengan struktur dan organisasi yang tidak berdasar Pancasila serta tidak sesuai
dengan perkembangan ekonomi. Tujuan utama dilakukan hal ini untuk lebih
menegakkan kemandirian dalam membiayai pembangunan nasional dengan
menggunakan kemampuan sendiri. Dengan adanya reformasi seperti itu, maka
sistem pajak disederhanakan menjadi jenis pajak, tarif pajak dan cara pembayaran
pajak. Sistem pajak didasarkan pada prinsip keadilan dan kewajaran dan
memberikan kepastian kepada wajib pajak.
Sebelumnya, pungutan daerah berupa pajak daerah dan retribusi daerah
diatur dengan Undang-Undang No. 18 tahun 1997 yang dirubah menjadi UndangUndang No. 34 tahun 2000. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk
memungut 4 jenis pajak daerah provinsi, 7 jenis pajak daerah kabupaten/kota dan
27 jenis retribusi daerah. Disamping itu kabupaten/kota juga masih diberi
kewenangan menetapkan jenis pajak daerah lain sepanjang memenuhi kriteria
sebagaimana ditentukan undang-undang dan mengatur tarif pajak untuk kesebelas
jenis pajak daerah dimaksud. Untuk retribusi daerah, undang-undang tersebut
hanya mengatur prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis retribusi daerah yang
dapat dipungut baik provinsi maupun kabupaten/kota diberi kewenangan untuk
menetapkan retribusi daerah selain yang di tetapkan di peraturan pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya peraturan pemerintah, yang menetapkan lebih rinci ketentuan
mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan pajak dari 11 jenis pajak daerah dan
menetapkan 27 jenis retribusi daerah yang dapat dipungut serta menetapkan tarif
pajak yang seragam untuk semua jenis pajak daerah provinsi. Pemberian peluang
mengenakan pajak daerah dan retribusi daerah baru yang semula diharapkan dapat
menigkatkan penerimaan, dalam kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat
menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran daerah. Dengan kriteria yang
ditetapkan undang-undang, hampir tidak ada jenis pungutan pajak daerah dan
retribusi daerah yang dapat dipungut pemerintah daerah. Hampir semua pajak
daerah dan retribusi daerah baru yang ditetapkan daerah memberikan dampak
kurang baik bagi iklim investasi, mengakibatkan ekonomi biaya tinggi karena
tumpang tindih dengan pungutan pusat, menghambat mobilitas penduduk,
merintangi lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan mengganggu kegiatan
ekspor-impor.
Kecenderungan daerah menciptakan pajak daerah dan retribusi daerah
baru yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
bertentangan dengan kepentingan umum, diatasi pemerintah melalui pengawasan
dengan cara membatalkan peraturan daerahnya. Pengawasan terhadap peraturan
daerah tersebut tidak berjalan efektif, banyak daerah yang tidak menyampaikan
peraturan daerah kepada pemerintah dan beberapa daerah masih tetap
memberlakukan peraturan daerah yang dibatalkan pemerintah. Ketidakefektifan
pengawasan tersebut terutama karena undang-undang tidak mengatur sanksi bagi
daerah yang melanggar ketentuan dimaksud dan sistem pengawasannya yang
bersifat refresif.

Universitas Sumatera Utara

Pengaturan kewenangan pajak daerah dan retribusi daerah saat itu kurang
dapat mendukung pelaksanaan otonomi daerah, pemberian kewenangan yang
besar dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan tidak diikuti dengan
kewenangan yang besar pula dalam pajak daerah dan retribusi daerah. Basis pajak
daerah kabupaten/kota yang amat terbatas dan tidak adanya kewengan provinsi
menetapkan tarif pajak daerah mengakibatkan daerah menemui kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan pengeluarannya.
Berdasarkan pertimbangan diatas, dilakukan reformasi pajak atas paak
daerah dan retribusi daerah dengan memberlakukan Undang-Undang No. 28 tahun
2009 tentang pajak daerah retribusi daerah yang merupakan revisi ketiga atas
Undang-Undang No. 18 tahun 1997 yang telah direvisi dengan Undang-Undang
No. 34 tahun 2000. Dengan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah
terbaru tersebut, perluasan basis pajak daerah dilakukan

dengan cara yaitu

memperluas basis pajak yang sudah ada, mendaerahkan peraturan pemerintah dan
menambah jenis pajak daerah baru. Selain memperluas basis pajak daerah juga
dilakukan perluasan basis retribusi daerah dengan cara yaitu memperluas objek
retribusi daerah yang sudah ada dan menambah jenis retribusi daerah baru.
Dasar hukum yang melandasi tentang Pajak Kendaraan Bermotor terdapat
dalam peraturan Perundang-Undangan, yaitu :
1.

Undang-Undang No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.

2.

Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 yang merupakan perubahan kedua
atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.

Universitas Sumatera Utara

3.

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 yang merupakan perubahan ketiga
atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah

5.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 tahun 2006 tentang Perhitungan
Dasar Pengenanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor Tahun 2006.

6.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara.

2.2.2

Subjek dan Objek Pajak Kendaraan Bermotor

2.2.2.1 Subjek Pajak Kendaraan Bermotor
Pasal 5 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2011
mengatur bahwa subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau
badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor.
Berdasarkan pasal 5 Undang-undang No. 28 Tahun 2009, subjek pajak
kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan
kendaraan bermotor. Sedangkan Wajib Pajak (WP) hampir disamakan
pengertiannya dengan subjek pajak. Bedanya subjek pajak belum memiliki
kewajiban dan hak perpajakan sementara WP sudah dikenai kewajiban untuk
melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan. Subjek pajak akan
berubah menjadi WP manakala bersangkutan menerima penghasilan dari
Indonesia. Sehingga yang dimaksud dengan WP kendaraan bermotor adalah orang
pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2.2 Objek Pajak Kendaraan Bermotor
Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang No. 28 Tahun 2009, objek pajak
kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor
termasuk :
1.

Kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di
semua jenis jalan darat;

2.

Kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5
(lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
Hal-hal yang dikecualikan dari objek Pajak Kendaraan Bermotor antara

lain:
1.

Kereta api.

2.

Kendaraan bermotor

yang semata-mata digunakan untuk keperluan

pertahanan dan keamanan negara.
3.

Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga
internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah.

4.

Objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Pasal 4 Tahun 2011,

objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan
kendaraan bermotor termasuk kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya,
yang dioperasikan disemua jenis jalan darat. Sedangkan yang dikecualikan dari
objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah :
1.

Kereta api.

Universitas Sumatera Utara

2.

Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan
pertahanan dan keamanan negara.

3.

Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dan asas timbal balik dan lembaga-lembaga
internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah.

4.

Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di atas air.

2.2.3 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2011
menjelaskan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian
dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) dan bobot
yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan penceramaran
lingkungan akibat pengunaan kendaraan bermotor dinyatakan dalam koefisien
yang nilainya 1 atau >1.
Berdarsarkan pasal 6 ayat 8 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara
Nomor 1 Tahun 2011, bobot dihitung berdasarkan faktor-faktor :
1.

Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar roda, jumlah as, dan berat
kendaraan bermotor.

2.

Jenis bahan bakar, yang dibedakan menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga
surya, atau jenis bahan bakar lainnya.

3.

Jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan cirri-ciri mesin 2 tak atau 4 tak dan
isi silender.
Nilai Jual Kendaraan Bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran

umum. Harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai

Universitas Sumatera Utara

sumber data yang akurat. Apabila harga pasaran umum diketahui, maka nilai jual
kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan sebagian/seluruh faktor-faktor :
1.

Harga kendaraan bermotor isi silinder/satuan tenaga yang sama.

2.

Penggunaan kendaraan bermotor untuk umum dan pribadi.

3.

Harga kendaraan bermotor merek yang sama.

4.

Harga kendaraan bermotor tahun pembuatan yang sama.

5.

Harga kendaraan bermotor pembuat kendaraan bermotor.

6.

Harga kendaraan bermotor sejenis.

7.

Harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor
Barang (PIB).

2.2.4 Tarif Pajak Kendaraan Bermotor
Pengertian tarif sering kali diartikan sebagai daftar harga atau sewa,
ongkos dan sebagainya, sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa tarif sama dengan harga . Menurut Sudirman dan Amiruddin (2012) tarif
pajak adalah ketentuan persentase (%) atau jumlah (rupiah) pajak yang harus
dibayar oleh wajib pajak sesuai dengan dasar pajak atau objek pajak. Sedangkan
menurut Suparmono dan Damayanti (2010) mengemukakan tarif pajak adalah
tarif yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar.
Secara umum, tarif pajak dinyatakan dalam bentuk persentase.
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor berdasarkan Undang-Undang No. 28
Tahun 2009 sebagai berikut :
1.

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1%
(satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);

Universitas Sumatera Utara

b. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat
ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
2.

Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang
sama.

3.

Tarif

Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam

kebakaran,

sosial

keagamaan,

lembaga

sosial

dan

keagamaan,

Pemerintah/TNI/POLRI, pemerintah daerah, dan kendaraan lain yang
ditetapkan dengan peraturan daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5%
(nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).
4.

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan
paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar
0,2% (nol koma dua persen).

5.

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun

2011 pasal 8, tarif Pajak Kendaraan Bermotor sebagai berikut:
1.

1,75 % (satu koma tujuh lima persen) kepemilikan pertama untuk kendaraan
bermotor pribadi.

2.

1% (satu persen) untuk kendaraan bermotor angkutan umum.

3.

0,5 % (nol koma lima persen) untuk kendaraan ambulans, pemadam
kebakaran, sosial keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRl dan pemerintah
daerah.

4.

0,2 % (nol koma dua persen) untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan
alat-alat besar.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 9 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2011
mengatur :
1.

Kepemilikan kendaraan bermotor pribadi kedua dan seterusnya untuk
kendaraan roda dua atau lebih, tarif pajaknya ditetapkan secara progresif.

2.

Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang
sama.

3.

Besarnya tarif progresif sebagaimana pada ayat (1) sebagai berikut :
a. Kepemilikan kedua 2 % (dua percen) ;
b. Kepemilikan ketiga 2,5 % (dua koma lima persen);
c. Kepemilikan keempat 3 % (tiga peren) ;
d. Kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,5 % (tiga koma lima persen).

4.

Tata cara pelaksanaan pengenaan pajak progresif diatur dengan Peraturan
Gubernur
Jenis-jenis tarif pajak (Prasetyono, 2010) :

1.

Tarif proporsional adalah tarif berupa persentase yang tetap terhadap
berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang
sebanding dengan besarnya nilai yang dikenai pajak.

2.

Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

3.

Tarif progresif adalah persentase yang digunakan semakin besar sesuai
dengan jumlah yang dikenai pajak

4.

Tarif degresif, persentase tarif yang digunakan semakin kecil sesuai dengan
bertambahnya jumlah yang dikenai pajak.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan jenis tarif yang telah dikemukakan, maka Pajak Kendaraan
Bermotor tergolong kedalam tarif pajak progresif yang diterapkan bagi kendaraan
pribadi baik roda dua dan roda empat dengan nama pemilik dan alamat tempat
tinggal yang sama. Jika nama pemilik dan alamatnya berbeda, maka tidak
dikenakan pajak progresif. Pajak progresif ini tidak berlaku untuk kendaraan dinas
pemerintahan dan kendaraan angkutan umum.

2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi suatu negara/wilayah/ daerah. Pertumbuhan tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi. PDRB
adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam
wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
pada satu tahun dasar perhitungannya. PDRB atas dasar harga berlaku dapat
digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan
dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Dengan demikian PDRB merupkan indikator untk mengatur sampai sejauh mana
keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada, dan dapat
digunakan.
Menurut Masyhuri dalam penelitian Analisis Penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Merangin menyatakan
hubungan antara PDRB dengan pajak daerah merupakan hubungan secara
fungsional, karena pajak daerah merupakan fungsi dari PDRB, yaitu dengan

Universitas Sumatera Utara

meningkatnya PDRB akan menambah penerimaan pemerintah dari pajak daerah.
Selanjutnya dengan bertambahnya penerimaan pemerintah akan mendorong
peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat yang nantinya diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi kembali. Begitu juga sebaliknya dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat, maka akan
mendorong kemampuan masyarakat untuk membayar pajak

dan pungutan

lainnya.
Ada beberapa konsep definisi yang perlu diketahui tentang PDRB :
1. PDRB atas dasar harga berlaku, menunjukkan kemampuan sumberdaya
ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah.

Nilai PDRB yang besar

menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga
sebaliknya.
2. PDRB atas dasar harga konstan (riil) dapat digunakan

menunjukkan laju

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke
tahun.
3. Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut sektor menunjukkan
struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu
wilayah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan
basis perekonomian suatu daerah.
4. PDRB atas dasar harga berlaku menurut pengeluaran, menunjukkan produk
barang

dan

jasa

digunakan

untuk

tujuan

konsumsi,

investasi

dan

diperdagangkan dengan pihak luar negeri.

Universitas Sumatera Utara

5. Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut pengeluaran, menunjukkan
peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan
oleh berbagai sektor ekonomi.
6. PDRB pengeluaran atas dasar harga konstan bermamfaat untuk mengukur laju
pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.
7. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala
atau per satu orang penduduk.
8. PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui
pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara.
Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang
beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya
berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut, merupakan produk
domestik daerah bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya

kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan domestik.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang
digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah lain atau
dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki penduduk
daerah tersebut dapat ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar
negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah
tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk daerah tersebut.
Menurut Saepudin (2008) tax ratio merupkan indikator yang dapat
digunakan untuk melihat seberapa besartingkat pemungutan pajak di suatu daerah,
yang dihitung dengan membandingkan besarnya penerimaan pajak dengan PDRB.
Penerimaan pajak tersebut dapat berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

Universitas Sumatera Utara

Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi Bangunan (PBB), maupun pajak-pajak
lainnya. Angka tax ratio yang semakin tinggi merpakan suatu indikasi dari
semakin besar kinerja penerimaan pajak atau semakin besar angka tax ratio,
semakin besar pula kemampuan daerah dalam menjaring penerimaan pajak.
Penggunaan tax ratio sebagai ukuran kinerja penerimaan pajak juga
diperdebatkan karena kadang-kadang kontradiktif dengan data dan fakta ekonomi
lainnya. Misalnya, penerimaan pajak yang tinggi tetapi berasosiasi terhadap
pertumbuhan ekonomi yang rendah (Kusmono, 2012)
Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar daerah (termasuk
juga dari dan ke luar negeri) yang pada umumnya berupa upah/gaji, bunga,
deviden dan keuntungan maka timbul perbedaan antara Produk Domestik dan
Produk Regional. Produk Regional adalah Produk Domestik ditambah dengan
pendapatan yang diterima dari luar daerah/negeri dikurangi dengan pendapatan
yang dibayarkan keluar daerah/negeri tersebut. Akan tetapi untuk mendapatkan
angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar dan masuk ke suatu
daerah, yang secara nasional dapat diperoleh dari neraca pembayaran luar negeri
masih sangat sulit saat ini, hingga Produk Regional ini belum dapat dihitung.
Untuk sementara dalam perhitungan ini Produk Regional dianggap sama dengan
Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar biaya faktor.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan ada dua metode yang dapat
dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu :
1.

Metode Langsung.

Universitas Sumatera Utara

Perhitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil perhitungan
mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah
tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan :
a. Pendeketan Produksi
PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto (NTB) atau nilai barang dan
jasa

akhir

yang

dihasilkan

oleh

unit-unit

produksi

di

suatu

wilayah/regional dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun.
Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Buro (NPB/Output) dari barang
dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam
proses produksi.
b. Pendekatan Pendapatan.
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/regional
dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan
pergantian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa
tanah, bungan modal dan keuntungan, semuanya, sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini
termasuk pula komponen penyusunan dan pajak tak langsung neto.
c. Pendekatan Pengeluaran.
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk
pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta nirlaba,
pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestic
bruto, perubahan inventori dan ekspor neto (ekspor neto merupakan
ekspor dikurangi impor), di dalam suatu wilayah/region dalam periode

Universitas Sumatera Utara

tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, perhitungan NTB
bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang
dirpoduksi.
2.

Metode Tidak Langsung atau Alokasi
Menghitung nilai tambah suatu kelompok dengan mengalokasikan nilai

tambah daerah ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat
daerah dibawahnya. Sebagai alokasi digunakan indicator yang paling besar
pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.
Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada
data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian keda metode tersebut akan
saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong
peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung akan
merupakan koneksi dalam pembanding data daerah.
Penerimaan dari sektor pajak dianggap sebagai yang cukup efektif sebagai
sumber utama penerimaan suatu daerah, selain itu penerimaan pajak juga
merupakan alat pendorong perekonomian. Meskipun peranan pajak masih rendah,
namun sumbangannya terhadap PDRB menunjukkan peningkatan dari tahun ke
tahun (Sudibjo. 2000). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan atau
keterkaitan antara PDRB dengan penerimaan pajak di suatu daerah.

2.4 Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
teknik untuk pergerakannya dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya
kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam (perkakas atau alat
untuk menggerakkan atau membuat sesuatu yang dijalankan dengan roda,

Universitas Sumatera Utara

digerakkan oleh tenaga manusia atau motor penggerak, menggunakan bahan bakar
minyak atau tenaga alam). Kendaraan bermotor memilki roda, dan biasanya
berjalan di atas jalanan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 14 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara
Nomor 1 Tahun 2011, pengertian kendaraan bermotor adalah kendaraan bermotor
adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua
jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan
lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energy tertentu
menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat
berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan
tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

2.5 Penduduk
Pasal 26 ayat 2 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan penduduk
adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia. Dengan kata lain, penduduk adalah orang-orang yang berada di dalam
suatu wilayah yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi
satu sama lain secara terus-menerus atau penduduk adalah kumpulan manusia
yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Penduduk suatu negara atau
daerah bisa didefinisikan menjadi dua yaitu orang yang tinggal di daerah tersebut
dan orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Misalnya bukti
kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. Kepadatan penduduk
dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas area dimana mereka
tinggal.

Universitas Sumatera Utara

2.6 Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan
kenaikan harga pada barang lainnya. Pada dasarnya inflasi berkaitan dengan
fenomena interaksi antara penawaran dan permintaan. Namun pada kenyataannya
tidak lepas dari faktor-faktor seperti tata niaga dan kelancaraan distribusi barang
dan jasa serta peran kebijaksanaan pemerintah, bahkan lebih luas lagi prilaku
sektor moneter. Untuk mengendalikan inflasi perlu perpaduan dan kerjasama yang
harmonis antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
Beberapa pengertian inflasi yang patut digaris bawahi mencakup aspekaspek:
1. Tendency yaitu kecenderungan harga-harga untuk meningkat, artinya dalam
jangka waktu tertentu dimungkinkan terjadi kecenderungan harga untuk
meningkat.
2. Sustained yaitu peningkatan harga tersebut tidak hanya terjadi pada waktu
tertentu atau sekali waktu saja, melainkan terus menerus dalam jangka waktu
yang lama.
3. General level of prices yaitu tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga
barang-barang secara umum sehingga tidak hanya harga dari satu macam
barang saja.
Inflasi biasanya dibedakan atas tiga bentuk Sukirno (2012 : 333-336) :
1. Inflasi Tarikan Permintaan, inflasi ini biasanya terjadi pada masa
perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi

Universitas Sumatera Utara

menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan
pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan
jasa.
2. Inflasi Desakan Biaya, inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian
berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran sangat rendah. Apabila
perusahaan menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha
menaikan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi
kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran yang lebih tinggi
ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi yang meningkat, yang akhirnya
akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang (inflasi).
3. Inflasi Diimpor, inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga barangbarang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang-barang impor
mengalami kenaikan harga yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan
pengeluaran perusahaan-perusahaan.
Teori inflasi menyebutkan, besarnya permintaan dapat dipengaruhi oleh
kebijakan moneter pemerintah. Sedangkan ketidaklancaran distribusi dan
macetnya produksi dapat dipengaruhi oleh kebijakan fiskal pemerintah, contohnya
naiknya pungutan

pajak

(insentif/disinsentif) serta perubahan

kebijakan

pembangunan infrastruktur. Dampaknya, akan menjadi tekanan terhadap dunia
usaha.
Tekanan ini bisa menyebabkan harga faktor produksi meningkat.
Meningkatnya biaya produksi juga dapat disebabkan oleh naiknya harga bahan
baku serta kenaikan upah buruh dan/ gaji PNS. Hal ini menyebabkan, dunia usaha
akan menaikkan harga barang-barangnya. Pengertian lainnya, komponen inflasi

Universitas Sumatera Utara

yang cenderung menetap atau persisten disebut inflasi inti, yaitu interaksi
permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra
dagang, dan ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Sedangkan inflasi
non inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya, hal ini
dipengaruhi oleh selain faktor fundamental, contohnya: panen dan atau gagal
panen, gangguan alam, naik turunnya harga komoditas pangan, serta harga yang
diatur Pemerintah seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, dan tarif angkutan.
Negara memang berhak menaikkan harga-harga ini untuk menjaga stabilitas
ekonomi dalam negeri, tapi penting juga untuk membuat kebijakan dengan
melihat tingkat kemampuan rakyatnya.
Salah satu cara mengatasi inflasi dengan kebijakan pemerintah yaitu
melalui kebijakan fiskal dan atau kebijakan moneter. Ini dikarenakan, inflasi
dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebaliknya, kebijakan
yang diambil juga harus dapat mencegah penyebab inflasi maupun timbulnya
deflasi. Contoh kebijakan fiskal pemerintah, misalnya adalah menurunkan
pungutan pajak secara dinamis, menaikkan insentif bagi dunia usaha yang
melakukan perdagangan internasional, kebijakan ekspor-impor yang secara positif
dapat menurunkan tingkat inflasi, kebijakan pembangunan infrastruktur yang
tidak menekan dunia usaha, dll. Inflasi dapat juga berdampak positif dengan
meningkatnya gairah sektor-sektor industri yang pada akhirnya penyerapan tenaga
kerja meningkat, bukan justru memperbanyak PHK dan pengangguran.
Sementara,

kebijakan

moneter

dapat

mendorong

pertumbuhan

perekonomian jika dapat mengatasi inflasi menjadi tidak lebih tinggi. Bank
Indonesia umumnya mengandalkan jumlah uang yang beredar dan/ tingkat suku

Universitas Sumatera Utara

bunga dalam mengendalikan harga. Selain itu, Bank Indonesia juga berkewajiban
mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik dan kurs rupiah terhadap
mata uang asing, terutama dollar (USD). Kestabilan inflasi merupakan prasyarat
bagi pertumbuhan ekonomi negara, yang pada akhirnya memberikan manfaat
positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Pentingnya pengendalian inflasi
yang tinggi dan tidak stabil, dapat memberikan dampak negatif kepada kondisi
sosial ekonomi masyarakat.

2.7 Review Penelitian Terdahulu
Kajian terhadap beberapa studi topik sejenis dengan penelitian ini yang
berhasil ditemui antara lain
1.

Syafruddin (2003), penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor di Propinsi DKI Jakarta”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kendaraan bermotor dan PDRB berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor di Propinsi DKI Jakarta. Inflasi berpengaruh negatif dan tidak
signifikan serta jumlah penduduk yang berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor di Propinsi DKI Jakarta.

2.

Radini (2010), penelitian dengan judul “Analisis Efektivitas dan VariabelVariabel yang Berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) Provinsi Bali Tahun 1999-2009”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) dan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) per kapita secara simultan berpengaruh signifikan

Universitas Sumatera Utara

terhadap penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Secara parsial PDRB
per kapita berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB).
3.

Ariasih et.al (2013), penelitian dengan judul “Pengaruh Jumlah Penduduk dan
PDRB Per Kapita Terhadap Penerimaan PKB Dan BBNKB Serta
Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Bali Tahun 1991-2010”. Hasil
penelitian menunjukan bahwa jumlah penduduk dan PDRB per kapita
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PKB dan BBNKB
Provinsi Bali. Jumlah penduduk dan PDRB per kapita berpengaruh secara
tidak langsung terhadap kemandirian keuangan daerah melalui penerimaan
PKB dan BBNKB di Provinsi Bali.

4.

Dewi dan Puspita (2009), penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi
Bengkulu”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan jumlah kendaraan berpengaruh signifikan positif terhadap
penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, selain itu layanan SAMSAT keliling
tidak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di
Propinsi Bengkulu.
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

No
1

Nama Peneliti dan Judul
Penelitian
Faisal Syafruddin. 2003
Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Penerimaan
Pajak
Kendaraan Bermotor dan
Bea
Balik
Nama
Kendaraan Bermotor di
Propinsi DKI Jakarta

Variabel Penelitian
1.
2.
3.
4.

Jumlah Penduduk
Inflasi
PDRB
Kendaraan
Bermotor

Hasil Penelitian
1. Kendaraan bermotor dan PDRB
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
Pajak
Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor
di Propinsi DKI Jakarta.
2. Inflasi berpengaruh negatif dan
tidak signifikan bermotor di
Propinsi DKI Jakarta
3. Jumlah penduduk berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1
positif dan tidak signifikan
terhadap
Pajak
Kendaraan
Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor di Propinsi
DKI Jakarta
2

Ni Wayan Yustita Radini.
2010.
Analisis Efektivitas dan
Variabel-Variabel
yang
Berpengaruh
terhadap
Penerimaan
Pajak
Kendaraan
Bermotor
(PKB) Provinsi Bali Tahun
1999-2009.

1. Nilai Jual
Kendaraan
Bermotor (NJKB)
2. PDRB per kapita

1. Nilai Jual Kendaraan Bermotor
(NJKB) dan PDRB per kapita
secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan
Pajak Kendaraan Bermotor di
Propinsi Bali.
2. PDRB per kapita secara parsial
berpengaruh positif terhadap
penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor di Propinsi Bali.

3

Ni Nyoman Pande Ariasih
et.al. 2013
Pengaruh Jumlah
Penduduk Dan PDRB Per
Kapita Terhadap
Penerimaan PKB Dan
BBNKB Serta
Kemandirian Keuangan
Daerah Provinsi Bali
Tahun 1991-2010.

1. Jumlah Penduduk
2. PDRB Per Kapita

1. Jumlah penduduk dan PDRB per
kapita berpengaruh positif dan
signifikan terhadap penerimaan
PKB dan BBNKB Provinsi Bali.
2. Jumlah penduduk dan PDRB per
kapita berpengaruh secara tidak
langsung terhadap kemandirian
keuangan
daerah
melalui
penerimaan PKB dan BBNKB di
Provinsi Bali

4

Kemala Dewi dan Martiah
Lisa Nila Puspita. 2009
Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi
Penerimaan Pajak
Kendaraan Bermotor di
Provinsi Bengkulu.

1. PDRB
2. Jumlah
Kendaraan
Bermotor
3. Pelayanan
SAMSAT

1. Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) dan jumlah kendaraan
berpengaruh signifikan positif
terhadap
penerimaan
Pajak
Kendaraan Bermotor.
2. Layanan SAMSAT keliling tidak
berpengaruh terhadap penerimaan
Pajak Kendaraan Bermotor di
Propinsi Bengkulu

Universitas Sumatera Utara