Pengaruh Campuran Semen Portland Tipe I dan Arang Tempurung Kelapa sebagai Bahan Stabilisasi pada Tanah Lempung dengan Uji Kuat Tekan Bebas

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, J. E. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta: Erlangga.

Das, B. M. 1991. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Fadilla, N. 2014. Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression

Test)Pada Stabilitas Tanah Lempung Dengan Campuran Semen dan Abu Sekam Padi. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Lambe, T. W & Whitman, R.V. 1969. Soil Mechanics, Massachusetts Institute of

Technology.

Modul Praktikum Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Nugraha, P. dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pakpahan, S. S. 2014. Kajian Efektifitas Abu Kayu Bakar Dan Semen Portland

Tipe I Sebagai Bahan Stabilisasi Pada Tanah Lempung Dengan Uji Kuat Tekan Bebas. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara,


(2)

Prabowo, I. 2013. Pengaruh Abu Vulkanik Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah untuk

Lapis Subgrade. Diploma Teknik Sipil Sekolah Vokasi Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta.

Pranata, M. I. 2012. Studi dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik yang

Distabilisasi dengan Abu Gunung Merapi. Jurnal Universitas Lampung.

Pusat Litbang Prasarana Transportasi. 2001. Panduan Geoteknik 1 : Proses

Pembentukan dan Sifat-sifat Dasar Tanah Lunak. Jakarta.

Soedarmo, G. D. dan Purnomo, S. J. E. 1997. Mekanika Tanah I, Yogyakarta: Penerbit Kanisi

Zulfa, H. 2014. Stabilisasi Tanah Lempung dengan Campuran Arang Tempurung

Kelapa dengan Metode Direct Shear Test. Program Studi Teknik Sipil


(3)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Program Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada sampel tanah yang tidak diberikan bahan stabilisasi (tanah asli) dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi kimiawi berupa penambahan Portland Cement (PC) dan arang tempurung kelapa (ATK) dengan berbagai variasi campuran.

Proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan uji laboratorium dan analisis hasil uji laboratorium.

3.2 Pekerjaan Persiapan

Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yakni :

 Mencari bahan literatur yang berkaitan dengan tanah lempung yang distabilisasi dengan semen dan abu kayu bakar, serta literatur mengenai pengujian kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test).

 Pengambilan sampel tanah

Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Kampung PON, Serdang Berdagai. Tanah yang diambil termasuk tanah lempung dengan kadar air rendah – sedang.

 Pengadaan semen

Semen yang dipakai adalah jenis semen Portland type I, dengan merk dagang Semen Padang (PPC / Portland Pozzolan Cement).

 Pengadaan arang tempurung kelapa

Arang tempurung kelapa yang dipakai adalah arang yang berasal dari tempurung kelapa dari pabrik arang tempurung kelapa di Dusun 1, Desa Pon, Kabupaten Serdang Bedagai , Sumatera Utara.

Skema program penelitian dapat dilihat pada diagram alir penelitian dalam Gambar 3.1.


(4)

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian 3.3 Proses Sampling

Adapun pengambilan (proses) sampel tanah tidak terganggu (undisturbed) yang diperoleh dari lapangan adalah dengan menggunakan hand bor dan untuk

Persiapan Studi literatur

Penyediaan bahan

Tanah Arang Tempurung Kelapa (ATK) Semen (PC)

1. Uji kadar air 2. Uji berat jenis 3. Uji Atterberg 4. Analisa saringan

5. Uji Proctor Standard( 105 Sampel) 6. Uji kuat tekan bebas ( 21 Sampel)

Pembuatan benda uji ( 21 Sampel ) 1. Kombinasi campuran

Tanah Asli

1% PC + 2% ATK 1% PC + 6% ATK 1 %PC + 10% ATK 1% PC + 14%ATK 1% PC + 4% ATK 1 %PC + 8% ATK 1 %PC + 12% ATK

2% PC + 2% ATK 2% PC + 6% ATK 2 %PC + 10% ATK 2% PC + 14%ATK 2% PC + 3% ATK 2 %PC + 7% ATK 2 %P

C + 11% ATK

2% PC + 4% ATK 2 %PC + 8% ATK 2 %PC + 12% ATK 2% PC + 5% ATK 2 %PC + 9% ATK 2% PC + 13% ATK 2. Lakukan pemeraman (curing time) 14 hari.

Uji kuat tekan bebas Analisis data lab Kesimpulan dan saran


(5)

sampel tanah terganggu diambil dari tanah yang berada ± 30cm dari muka tanah. Hal ini dimaksudkan agar humus dan akar-akar tanaman yang ada dapat terangkat dan tidak terikut dalam tanah yang akan dipakai. Adapun prosedur sampling yang dilakukan adalah:

 Menentukan lokasi tanah yang akan dilakukan sampel, yaitu di Kampung PON, Serdang Berdagai

 Melakukan pembersihan humus dan akar-akar tanaman yakni ± 30cm dari muka tanah.

 Melakukan pengambilan sampel tanah yang akan digunakan. Untuk pengujian tanah asli diambil dari contoh tanah tidak terganggu

(undisturbed) dan untuk pengujian tanah campuran diambil dari tanah disturbed dicampur dengan semen dan arang tempurung.

Pada pengujian kuat tekan tanah (unconfined compression test) sampel tanah asli diambil dari tanah undisturbed dengan menggunakan alat pengeluar sampel tanah dari tabung tanah undisturbed dan dimasukkan ke dalam mould sampel UCT test.

3.4. Pekerjaan Laboratorium 3.4.1. Uji Sifat Fisik Tanah

Dalam penelitian ini pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dari tanah asli yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik serta sifat-sifat tanah yang akan diuji. Adapun pengujian-pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk memperoleh nilai serta sifat fisik tanah diantaranya adalah :

Uji kadar air (water content test)

Uji berat jenis (specific gravity test)

Uji berat volume (volume weight test)

Uji batas-batas Atterberg (Atterberg limi )


(6)

3.4.2. Uji Sifat Mekanis Tanah 3.4.2.1. Uji Proctor Standar

Peneliti dalam hal ini turut melakukan pengujian pada sampel tanah asli yang berguna untuk mengetahui sifat mekanis dari tanah tersebut. Adapun sifat mekanis yang dilakukan pada tanah asli adalah :

Uji Proctor Standar ( Standart Compaction test )

Pengujian ini diperlukan agar mengetahui besar kadar air optimum serta mengetahui berat isi kering maksimum. Hal ini sangat diperlukan karena dalam proses pencampuran (mix design) yang akan dilakukan dapat diibaratkan bahwa sampel tanah campuran dianggap memiliki kepadatan lapangan dan kadar air lapangan seperti tanah undisturbed.

Dalam proses sebelum pencampuran tanah asli dengan bahan stabilisator perlu dilakukan pemeraman (curing time). Curing time dimaksudkan agar bahan stabilisator yang telah dicampur dengan tanah dapat memberikan efek dan bereaksi dengan tanah sampel. Pada percobaan ini digunakan pemeraman selama 14 hari.

Pembuatan benda uji dilakukan dengan cara trial error, yang dimaksud dengan membuat disturbed dengan cara mengupayakan kadar air campuran tanah, semen dan abu kayu bakar sama dengan sampel tanah asli. Hal ini dilakukan berulang-ulang sehingga didapat ukuran kadar air keduanya yang relatif sama. Jika sampel dengan kadar air yang pas sudah didapat maka dapat dilakukan pengujian selanjutnya.

Namun secara teori jika suatu tanah dicampur dengan semen maka campuran tersebut akan mengalami absorbsi air berlebih sehingga perlunya diperhitungkan berapa penambahan air yang diperlukan pada setiap variasi pencampuran benda uji.

3.4.2.2. Uji UCT (Unconfined Compression Test)

Pengujian selanjutnya adalah pengujian yang dilakukan pada tanah asli

dan pada tanah yang dicampur dengan bahan stabilisasi. Pengujian UCT ini dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan tanah lempung dengan bahan stabilisasi dengan berbagai variasi campuran maupun yang tanpa bahan stabilisasi.

3.5. Analisis Data Laboratorium

Setelah seluruh data-data diperoleh baik dari pengujian sifat fisik dan sifat mekanis, kemudian dilakukan pengumpulan data yang diperoleh. Setelah data dikumpulkan, lalu dilakukan analisa data dari hasil pengujian yang diperoleh.


(7)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai hasil pengujian dan pembahasan penelitian uji kuat tekan bebas tanah lempung dengan campuran semen 2 % dan arang tempurung kelapa yang bervariasi antara 2 % sampai 14 %. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan sampel tanah yang diperoleh dari Desa Matapao,Serdang Berdagai Sumatera Utara.

4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah 4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli

Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut. Hasil-hasil pengujian sifat fisik tanah ini meliputi :

 Kadar Air

 Berat Jenis

 Batas-batas Atterberg

 Uji Analisa Butiran

Dari data tabel 4.1, berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 56,50% dan nilai batas cair (liquid limit) sebesar 45,93% maka sampel tanah memenuhi persyaratan minimal lolos ayakan no. 200 sebesar 36%, memiliki batas cair (liquid


(8)

limit) ≥ 41 dan indeks plastisitas (plasticity index) > 11, sehingga tanah sampel

dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-7-6.

No. Pengujian Hasil

1. Kadar air ( water content ) 19,08%

2. Berat jenis ( specific gravity ) 2,67

3. Batas cair ( liquid limit ) 45,93 %

4. Batas plastis ( plastic limit ) 13,11 %

5. Indeks plastisitas ( plasticity index ) 32,82 %

6. Persen lolos saringan no 200 56,50 %

Tabel 4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah

Menurut sistem klasifikasi USCS, dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 56,50% dan nilai batas cair (liquid limit) sebesar 45,93% sehingga dilakukan plot pada grafik penentuan klasifikasi tanah yaitu yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dari hasil plot diperoleh tanah termasuk dalam kelompok CL yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang.

4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator

Hasil pengujian sifat fisik tanah yang telah dicampur dengan bahan semen dan arang tempurung ditunjukkan pada Tabel 4.2. Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.4, hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.5.


(9)

Gambar 4.1 Plot grafik klasifikasi USCS


(10)

Gambar 4.3 Grafik batas cair (Liquid Limit), Atterberg Limit

Hubungan antara nilai indeks plastisitas (IP) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.4 tersebut menunjukkan bahwa batas cair akibat penambahan bahan stabilisasi semen dan arang tempurung mengalami penurunan. Semakin besar persentase arang tempurung, maka semakin kecil batas cairnya. Pada tanah asli batas cair mencapai 45,93 % sedangkan nilai batas cair terendah pada penambahan 2 % semen dan abu gunung vulkanik 14 % sebesar 31,33 %. Hal ini disebabkan akibat tanah mengalami proses sementasi oleh semen dan arang sehingga tanah menjadi butiran yang lebih besar yang menjadikan gaya tarik menarik antar partikel dalam tanah menurun.

30 40 50 60

10 20 30 40

K

ad

ar

A

ir

(%

)


(11)

Sampel Batas – Batas Atterberg

LL PL PI

Tanah Asli 45,93 13,11 32,82

2% Portland Cement 45,06 14,78 30,28

2% PC + 2% ATK 44,96 15,05 29,91

2% PC + 3% ATK 43,27 15,17 28,1

2% PC + 4% ATK 42,97 15,76 27,21

2% PC + 5% ATK 42,62 15,86 26,29

2% PC + 6% ATK 40,46 15,91 24,55

2% PC + 7% ATK 39,97 16,23 23,73

2% PC + 8% ATK 39,77 16,31 23,46

2% PC + 9% ATK 37,35 17,82 19,53

2% PC + 10% ATK 35,37 18,3 17,08

2% PC + 11% ATK 34,74 18,86 16,44

2% PC + 12% ATK 34,05 18,92 15,13

2% PC + 13% ATK 33,67 19,12 14,55

2% PC + 14% ATK 31,33 19,45 11,77

Tabel 4.2 Data Hasil Uji Atterberg Limi


(12)

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran PC dan ATK

4.2.2.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran PC dan ATK

Pada Gambar 4.5 menunjukkan terjadinya peningkatan nilai batas plastis akibat penambahan bahan stabilisasi. Nilai batas plastis meningkat seiring dengan


(13)

pertambahan kadar abu gunung vulkanik yang ditambahkan. Untuk tanah asli batas plastisnya yaitu 13,11 % dan terus meningkat sampai variasi campuran 2% PC + 14% ATK.

4.2.2.3 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (IP) dengan variasi campuran PC dan ATK

Gambar 4.6 memperlihatkan bahwa dengan penambahan bahan stabilisasi maka nilai indeks plastisitas akan menurun. Penurunan nilai indeks plastisitas tersebut dapat mengurangi potensi pengembangan dan penyusutan dari tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya proses hidrasi dari semen yang ditambahkan ke tanah. Proses ini memperkuat ikatan antara partikel-partikel tanah, sehingga terbentuk butiran yang lebih keras dan stabil. Terisinya pori-pori tanah memperkecil terjadinya rembesan pada campuran tanah-semen tersebut yang berdampak pada berkurangnya potensi kembang susut.

Ditambah dengan bahan stabilisasi berupa abu gunung vulkanik. Silika dan alumina dari arang bercampur dengan air membentuk pasta yang mengikat


(14)

partikel lempung dan menutupi pori-pori tanah. Rongga-rongga pori yang dikelilingi bahan sementasi yang lebih sulit ditembus air akan membuat campuran tanah-abu gunung vulkanik lebih tahan terhadap penyerapan air sehingga menurunkan sifat plastisitasnya.

Dari Gambar 4.6 dapat dilihat penurunan indeks plastisitas dari tanah asli yang awalnya dengan nilainya sebesar 32,82 % kemudian turun sampai menjadi 11,77 % pada penambahan 14% arang.

4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah

4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah Asli (Compaction)

Dalam pengujian ini diperoleh hubungan antara kadar air optimum dan berat isi kering maksimum. Peneliti menggunakan metode pengujian dengan uji pemadatan Proctor Standart. Dimana alat dan bahan yang digunakan diantaranya:

Mould cetakan Ø 10,2 cm, diameter dalam Ø 10,16 cm. • Berat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm.

• Sampel tanah lolos saringan no 4.

Hasil uji pemadatan Proctor Standart ditampilkan pada Tabel 4.3 dan kurva pemadatan ditampilkan pada Gambar 4.7.

No Hasil pengujian Nilai

1 Kadar air optimum 17,05%

2 Berat isi kering maksimum 1,38 gr/cm3 Tabel 4.3 Data Uji Pemadatan Tanah Asli


(15)

Gambar 4.7 Kurva kepadatan tanah asli

4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator

Hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa semen dan arang tempurung kelapa ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan hubungan antara nilai berat isi kering dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.8 serta hubungan kadar air optimum dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.9.

4.3.2.1Berat Isi Kering Maksimum (γd maks)

Dari pengujian pemadatan tanah yang telah dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai berat isi kering tanah sebesar 1,38 gr/cm³. Gambar 4.8 menunjukkan bahwa nilai berat isi kering semakin meningkat jika ditambahkan arang tempurung kelapa dan yang paling besar ketika tanah ditambahan bahan stabilisasi 2 % Portland Cement (PC) + 10 % Arang Tempurung Kelapa (ATK)


(16)

yakni sebesar 1,531 gr/cm³ dan mengalami penurunan ketika penambahan kadar selanjutnya.

Sampel γd maks

(gr/cm³)

Wopt (%)

Tanah Asli 1,38 17,05

2% PC 1,42 16,96

2% PC + 2% ATK 1,43 16,61

2% PC + 3% ATK 1,44 16,58

2% PC + 4% ATK 1,45 16,45

2% PC + 5% ATK 1,47 16,38

2% PC + 6% ATK 1,48 16,30

2% PC + 7% ATK 1,49 16,21

2% PC + 8% ATK 1,51 16,11

2% PC + 9% ATK 1,52 16,06

2% PC + 10% ATK 1,53 16,01

2% PC + 11% ATK 1,52 16,13

2% PC + 12% ATK 1,50 16,36

2% PC + 13% ATK 1,49 16,45

2% PC + 14% ATK 1,48 16,52


(17)

Gambar 4.8 Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum (γd maks) tanah dengan variasi campuran

4.3.2.2Kadar Air Optimum (wopt )

Hasil kadar air optimum dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa nilai kadar air optimum tanah asli yaitu 17,05 % dan selanjutnya mengalami penurunan. Gambar 4.9 menunjukkan nilai kadar air optimum paling kecil pada saat penambahan 2% Portland Cement (PC) + 10 % Arang Tempurung Kelapa (ATK) yakni sebesar 16,01 % dan mengalami peningkatan ketika penambahan kadar selanutnya.

4.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara nilai kuat tekan bebas tanah (qu) pada tanah asli dan tanah remoulded (buatan) serta nilai kuat tekan bebas tanah (qu) pada tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisasi semen dan arang tempurung kelapa dengan waktu pemeraman selama


(18)

14 hari. Selanjutnya dari hasil nilai qu diperoleh nilai kohesi (cu) yaitu sebesar ½

qu.

Gambar 4.9 Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah (wopt ) dengan variasi campuran

Hasil pengujian kuat tekan bebas yang dilakukan pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 4.5. Pada Gambar 4.10 ditunjukkan perbandingan nilai kuat tekan tanah (qu) antara tanah asli dengan tanah remoulded dan pada Gambar 4.11 ditunjukkan nilai kuat tekan tanah (qu) yang diperoleh di setiap variasi campuran.

Dari hasil pengujian diperoleh nilai kadar arang tempurung kelapa sebesar 10 % sebagai kadar abu maksimal. Pada Tabel 4.6 menampilkan perbandingan antara kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded.


(19)

Sampel qu (kg/cm²) cu (kg/cm²)

Tanah Asli 1,59 0,799

Tanah Remoulded 0,55 0,279

2% PC 2,26 1,130

2% PC + 2% AGV 2,28 1,141

2% PC + 3% AGV 2,39 1,197

2% PC + 4% AGV 2,41 1,208

2% PC + 5% AGV 2,43 1,216

2% PC + 6% AGV 2,53 1,269

2% PC + 7% AGV 2,59 1,297

2% PC + 8% AGV 2,72 1,365

2% PC + 9% AGV 2,86 1,433

2% PC + 10% AGV 3,01 1,503

2% PC + 11% AGV 2,63 1,319

2% PC + 12% AGV 2,40 1,201

2% PC + 13% AGV 2,31 1,159

2% PC + 14% AGV 2,22 1,113

Tabel 4.5 Data Hasil Uji Kuat Tekan Bebas 2 % PC dengan Berbagai Variasi Penambahan ATK


(20)

Strain (%) Tanah asli qu (kg/cm²)

Tanah remoulded qu (kg/cm²)

0,5 0,19 0,062

1 0,52 0,10

2 1,02 0,21

3 1,34 0,34

4 1,59 0,55

5 1,43 0,30

6 0,59 0,25

7 0,40 0,25

Tabel 4.6 Perbandingan Antara Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded

Gambar 4.10 Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli dan tanah remoulded

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

0 1 2 3 4 5 6 7

q

u

(k

g/c

m

2)

Strain Undisturbed Remoulded"


(21)

Gambar 4.11 Grafik perbandingan kuat tekan 1% PC dan 2% PC dengan berbagai variasi penambahan ATK dengan waktu pemeraman selama 14 hari.

Dari hasil percobaan diperoleh nilai kuat tekan tanah pada tanah asli adalah sebesar 1,59 kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh sebesar 0,55 kg/cm². Gambar 4.11 memperlihatkan perbandingan antara kuat tekan tanah (qu) dengan penambahan 2% PC dan 1% PC dengan kadar variasi penambahan ATK. Kuat tekan tanah dengan menggunakan 2% PC memiliki nilai maksimal pada kadar abu 10 % yakni sebesar 3,01 kg/cm², sedangkan pada penggunaan 1% PC memiliki nilai kuat tekan paling tinggi pada saat penambahan arang tempurung kelapa sebanyak 12 % yakni bernilai 2,33 kg/cm².

Dari hasil percobaan yang dilakukan pada kadar 2% PC + 10 % ATK akan menaikkan nilai qu tanah sebesar 88,11 %, 3,01 kg/cm² dari tanah asli. Sedangkan untuk 1 % PC + 12 % ATK akan menaikkan nilai qu tanah sebesar 28,71 %, 2,33 kg/cm². Kenaikan kuat tekan tanah ini terjadi karena adanya absorbsi air oleh semen dan reaksi pertukaran ion dan membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat. Reaksi pozolan membuat partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik. Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina


(22)

(AL2O3) yang membentuk kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil.

Begitu pula dengan arang tempurung kelapa yang mengandung unsur kimia seperti Al2O3, Fe2O3, CaO dan MgO akan diserap oleh permukaan butiran lempung yang memiliki kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.


(23)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator semen portland tipe I dan arang tempurung kelapa terhadap tanah lempung dengan kadar campuran yang telah ditetapkan dan masa peram (curing

time) selama 14 hari, dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay-Low Plasticity) yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang.

2. Berdasarkan klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway

Transportation Official), sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.

3. Dari hasil uji Water Content didapat bahwa nilai kadar air tanah asli sebesar 19,08 %.

4. Dari hasil uji Specific Gravity didapat bahwa nilai berat jenis tanah yaitu sebesar 2,67.

5. Dari uji Atterberg pada tanah asli diperoleh nilai Liquid Limit sebesar 45,93 % dan indeks plastisitas (IP) sebesar 32,82%. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diketahui bahwa dengan penambahan 2% PC + 14% ATK, memiliki indeks plastisitas (IP) yang paling rendah yakni 9,40%. Dengan nilai Liquid Limit sebesar 29,11%.

6. Dari hasil uji Proctor Standart menghasilkan nilai kadar air optimum pada tanah asli sebesar 17,05% dan berat isi kering maksimum sebesar 1,37


(24)

gr/cm³, sedangkan nilai berat isi kering yang paling maksimum dari semua campuran yaitu pada variasi campuran 2% PC + 10% ATK dimana sebesar 1,53 gr/cm³ dan kadar air optimumnya yaitu 16,01% dengan waktu pemeraman selama 14 hari.

7. Dari uji Unconfined Compression Test yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) sebesar 1,59 kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) sebesar 0,55 kg/cm². Dari hasil penelitian yang dilakukan penambahan 2% PC + 10% ATK memiliki nilai kuat tekan tanah (qu) yang paling besar yakni 3,01 kg/cm².

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator semen dan arang tempurung kelapa terhadap tanah lempung, penulis memberikan saran bahwa:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh variasi kadar campuran semen yang mampu menghasilkan nilai kuat tekan yang lebih besar terhadap pencampuran dengan bahan tambah arang tempurung kelapa. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lama pemeraman yang berbeda sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai antar variasi untuk setiap bahan pencampur.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai nilai ekonomis penggunaan arang tempurung sebagai bahan stabilisator (stabilizing agents) pada tanah lempung jika dikombinasikan dengan bahan pencampur semen.


(25)

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap proses stabilisasi ini dengan jenis pengujian yang berbeda misalnya Triaxial Test, CBR, dan sebagainya. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh penambahan semen dan


(26)

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah

Tanah adalah material yang terdiri dari agregat mineral – mineral padat yang tidak terikat satu sama lain dengan bahan – bahan organik yang telah hancur yang kemudian disertai zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang kosong di antara partikel – partikel padat tersebut (Das ,1991). Tanah biasanya terdiri dari dua atau tiga fase bagian. Tanah kering terdiri dari dua bagian, yaitu butiran padat tanah dan rongga yang diisi oleh udara. Tanah asli terdiri terdiri tiga bagian, yaitu butiran padat tanah, air, dan rongga yang diisi oleh udara. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1 .

Gambar 2.1 (a) elemen tanah dalam keadaan asli ; (b) tiga fase elemen tanah

sumber : Das, Braja M, 1998, Mekanika Tanah Jilid 1, hal 30

Dari gambar di atas, kita dapat menggunakan persamaan 2.1 menghitung volume total dari suatu tanah.

� = �+� = �+ � + � (2.1)


(27)

Vs = volume butiran padat Vv = volume pori

Vw = volume air di dalam pori Va = volume udara di dalam pori

Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka untuk menghitung berat total tanah (W) dapat menggunakan persamaan 2.2 :

� =�+� (2.2)

Dimana :

�� = berat butiran padat

�� = berat air

2.1.2 Sifat-sifat fisik tanah

2.1.2.1 Kadar air (moisture content)

Kadar air tanah (ω) yang disebut juga sebagai water content didefenisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat pada volume tanah yang diselidiki. Persamaan 2.3 digunakan untuk menhitung kadar air (ω) suatu tanah.

ω (%) = �

� � 100 (2.3)

2.1.2.2 Porositas (porocity)

Porositas (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori (�) dengan volume total (�) pada tanah tersebut. Persamaan 2.4 digunakan untuk menghitung nilai porositas tanah (�).

� = ��

� � 100 (2.4)

2.1.2.3 Angka pori (void ratio)

Angka pori (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori (�) dengan volume butiran padat (�) pada tanah tersebut. Persamaan 2.5 digunakan untuk menghitung angka pori tanah (�) .

�= ��

�� (2.5)

2.1.2.4 Berat jenis (specific gravity)

Berat jenis tanah (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran padat (�) dengan berat volume air (�) dengan isi yang sama


(28)

pada temperatur tertentu. Nilai suatu berat jenis tanah tidak memiliki satuan (tidak berdimensi). Persamaan 2.6 dapat digunakan untuk menghitung berat jenis tanah (�) dari suatu tanah. Tabel 2.1 menunjukkan nilai berat jenis dari bermacam jenis tanah.

�� = � (2.6)

2.1.2.5 Berat volume (unit weight)

Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume. Jadi,

γ = � (2.7)

Para ahli tanah kadang-kadang menyebut berat volume (unit weight) sebagai berat volume basah (moist unit weight).

2.1.2.6. Berat volume kering (dry unit weight)

Berat volume kering (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat butiran padat tanah (�) dengan volume total tanah (�). Persamaan 2.8 digunakan untuk menghitung berat volume kering (�) dari suatu tanah.

�� = �� (2.8)

Tabel 2.1 Berat jenis tanah (Hardiyatmo,2002) Macam Tanah Berat Jenis

Kerikil 2,65 - 2,68

Pasir 2,65 - 2,68

Lanau tak organik 2,62 - 2,68 Lempung organik 2,58 - 2,65 Lempung tak organik 2,68 - 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 - 1,80

2.1.2.7 Berat volume butiran padat (soil volume weight)

Berat volume butiran padat (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah (�) dengan volume butiran tanah padat (�). Persamaan 2.9 digunakan untuk menhitung berat volume butiran padat (�) suatu tanah.


(29)

2.1.2.8 Derajat kejenuhan (S)

Derajat kejenuhan (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara volume air (�) dengan volume total rongga tanah (�). Bila suatu tanah dalam keadaan jenuh, maka nilai � = 1. Persamaan 2.10 dapat digunakan untuk menghitung derajat kejenuhan suatu tanah (�). Tabel 2.2 menunjukkan nilai derajat kejenuhan dari beragam keadaan tanah.

� (%) = ��

�� � 100 (2.10)

Tabel 2.2 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah (Hardiyatmo,2002) Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 - 0,25 Tanah lembab 0,26 - 0,50 Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75

Tanah basah 0,76 - 0,99

Tanah jenuh 1

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg limit)

Batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan Swedia, Atterberg pada tahun 1911. Batas-batas Atterberg digunakan untuk mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan

engineering behavior tanah berbutir halus.

Dua hal yang menjadi parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981). Batas-batas tersebut adalah Batas-batas cair, Batas-batas plastis dan Batas-batas susut. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2 .

2.1.2.9.1 Batas cair (liquid limit)

Batas cair (liquid limit) adalah sebagai kadar air pada tanah ketika tanah berada diantara keadaan plastis dan keadaan cair. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah


(30)

dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh

grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan

Gambar 2.2. Batas-batas Atterberg

sampel dengan dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu.

Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 – 1000, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100. (Holtz dan Kovacs, 1981).

Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat pada Gambar 2.3.

2.1.2.9.2 Batas plastis (plastic limit)

Batas plastis (plastic limit) dapat diartikan sebagai kadar air pada tanah ketika tanah berada diantara keadaan semi padat dan keadaan plastis. Untuk mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan pecobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm dan mulai mengalami retak-retak ketika digulung. Kadar air dari sampel tersebut adalah batas plastisitas.


(31)

Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan grooving tool (Das,1998)

2.1.2.9.3 Batas susut (shrinkage limit)

Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan

�� = �(�1−�2)

2 −

(1−�2)

�2 � � 100 %

(2.11) dengan :

�1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

�2 = berat tanah kering oven (gr)


(32)

�2 = volume tanah kering oven (��3)

�� = berat jenis air

2.1.2.9.4 Indeks plastisitas (plasticity index)

Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Apabila tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Indeks Plastisitas (PI) dapat diketahui dengan menghitung selisih antara batas cair dengan batas plastis dari tanah tersebut. Persamaan 2.12 dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.3 menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.

�� =�� − �� (2.12)

Dimana : LL = batas cair PL = batas plastis

2.1.2.10 Klasifikasi tanah

Klasisfikasi tanah merupakan hal yang dapat membantu perencana dalam pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang lalu. Namun perencana harus berhati-hati dalam penerapannya karena penyelesaian masalah stabilitas, penurunan dan aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah biasanya menimbulkan kesalahan yang berarti. Umumnya klasifikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan yaitu Unified

Soil Classification System (USCS) dan AASHTO.

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo,2002)

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif


(33)

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

2.1.2.10.1. Sistem klasifikasi Unified soil classification system (USCS)

Pengklasifikasian menurut sistem Unified Soil Classification System (USCS) didasari atas hasil analisa saringan. Jika suatu tanah tertahan pada saringan nomor 200 lebih dari 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir kasar, namun apabila tanah yang tertahan pada saringan nomor 200 lebih kecil dari pada 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus. Pengklasifikasian tanah berdasarkan system USCS dapat dilihat pada Gambar 2.4. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya :

G = kerikil (gravel)

W = bergradasi baik (well-graded) S = pasir (sand)

P = bergradasi buruk (poor-graded) C = lempung (clay)

H = plastisitas tinggi(high-plasticity) M = lanau (silt)

L = plastisitas rendah (low-plasticity)

O = lanau/empung organik (organic silt or clay) Pt = gambut (peat)


(34)

Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation

Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan

jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7

kelompok, A-1 sampai dengan A-7. Tanah dalam tiap kelompok dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.


(35)

Gambar 2.5. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

2.1.3 Sifat-sifat mekanis tanah

2.1.3.1 Pemadatan tanah (Compaction)

Pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan volume butiran tanah padat dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Pemadatan tanah dimaksudkan untuk mempertinggi kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.

Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan. Pada tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu memberikan kuat geser yang cukup dan sedikit kecenderungan mengalami perubahan volume, tetapi sangat sulit didapatkan bila tanah lanau dalam keadaan basah karena permeabilitasnya yang rendah. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.


(36)

Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi compaction, yaitu: berat jenis kering tanah, kadar air tanah, jenis tanah dan compactive effort (Bowles, 1984).

Hubungan berat volume kering (�) dengan berat volume basah (�) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

�� = 1 + �� (2.13)

Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder

mould dengan volume 9,34 x 10−4 �3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian ini tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standart Proctor) dan 5 lapisan (modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.

Hasil dari pengujian compaction berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah

2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compression Test (UCT)

Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) merupakan salah satu cara percobaan laboratorium untuk menghitung kuat geser tanah, dimana uji kuat tekan ini mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan


(37)

sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut. Pada Gambar 2.7 menunjukkan skema pengujian Unconfined Compression Test. Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:

�� = �21 = �2� = �� (2.14) Dimana:

�� = Kuat geser

Gambar 2.7 Skema uji tekan bebas

�1 = Tegangan utama

�� = kuat tekan bebas tanah

�� = kohesi


(38)

Unconfined Compression Test (UCT).

Gambar 2.8. Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 2008)

Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya (Das, 2008)

Konsistensi (kN/m2)

Lempung keras >400

Lempung sangat kaku 200 – 400

Lempung kaku 100 – 200

Lempung sedang 50 – 100

Lempung lunak 25 – 50

Lempung sangat lunak < 25

* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2

2.1.3.3 Teori keruntuhan Mohr-Coulomb

Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan normal dengan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat.

Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.

�� = �+ �tan∅ (2.16)

dimana : c = kohesi Ø = sudut geser internal


(39)

Gambar 2.9 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser.

2.1.3.4 Sensitifitas tanah lempung

Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.

Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11.


(40)

Gambar 2.11 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded

Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut sensitifitas (sensitifity). Tingkat sensitifitas adalah rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired

sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:

�� = ��������������� (2.17)

Umumnya, nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitifitas berkisar antara 10 sampai 80.

Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai sensitifitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.5.


(41)

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: Penekanan

Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% per menit Kriteria keruntuhan suatu tanah :

Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut.

Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.

Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu

maksimum runtuh = 20 menit.

Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :

� = ∆�

0

(2.18)

Dimana :

ε = Regangan axial (%) ∆L = Perubahan panjang (cm) Lo = Panjang mula-mula (cm)

Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :

� = �0

1−� (2.19)

Dimana :

A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao = Luas mula-mula (cm2)

Besarnya tegangan normal :

�= �

� =

�.�

� (2.20)

Dimana :

σ = Tegangan (kg/cm2) P = Beban (kg)

k = Faktor kalibrasi proving ring N = Pembacaan proving ring (div) Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :

�� = (2.21)

Dimana :

St = Nilai sensitivitas tanah


(42)

σ‘ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)

2.2 Bahan-bahan penelitian 2.2.1 Tanah lempung

2.2.1.1 Lempung dan Mineral Penyusun

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks. Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 1991).

Ciri tanah lempung adalah sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa pada keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous

aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar. Mineral lempung

sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana ukuran mineralnya sangat kecil yakni kurang dari 2 µm (1µm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM) dan merupakan


(43)

partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.

Bowles (1991) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :

• felspar ortoklas

• felspar plagioklas

• mika (muskovit)

Dimana semuanya itu dapat disebut silikat aluminium kompleks (complex

aluminium silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain

mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group,

serpentinite group). Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika

tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran.

Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika (silica

sheet) dan unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran oktahedra

(gibbsite sheet). Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.


(44)

( c ) ( d )

( e )

Gambar 2.13 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica

sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )

lembaran silika – gibbsite (Das, 1991).

a. Kaolinite

Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1991). Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.

Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1:1 dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti


(45)

lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia:

(OH)8Al4Si4O10

Keluarga mineral kaolinite 1:1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite sehingga molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus kimia sebagai berikut.

(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O

Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Struktur Kaolinite (Das, 1991)

b. Illite

Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois.

Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illite mempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1991). Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :


(46)

•Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan.

•Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng tetrahedral.

Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite. Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Bila sebuah anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite. Struktur mineral illite dapat dilihat dalam Gambar 2.15

Gambar 2.15 Struktur Illite (Das, 1991)

c. Montmorillonite

Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang

ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus kimia:


(47)

Dimana nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral

montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan

susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.

Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti y ang ditunjukkan pada Gambar 2.16. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (nH2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga mudah mengalami proses pengembangan. Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat di dalam Gambar 2.16.

Gambar 2.16 Struktur Montmorillonite (Das, 1991)


(48)

Bowles (1991) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung adalah: 1. Hidrasi

Partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, hal ini disebabkan karena lempung biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi (adsorbed water). Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul. Sehingga disebut sebagai lapisan difusi ( d i f f u s e l a y e r ) , lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.

2. Aktivitas

Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam persamaan:

� =������ ���� ℎ�� ������� (2.23)

Dimana persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA (Aktivitas),

A > 1,25 : tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif 1,25 <A< 0,75 : tanah digolongkan normal

A < 0,75 : tanah digolongkan tidak aktif.

Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Aktivitas tanah lempung (Bowles, 1991)

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4 – 0,5


(49)

Montmorillonite 1,0 – 7,0

1 .Flokulasi dan Dispersi

Pengertian flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telahdidiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.

2 .Pengaruh Zat Cair

Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.17a). Hal ini berarti bahwa satu .molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (dobel kutub) (Gambar 2.17b).


(50)

Gambar 2.17 Sifat dipolar molekul air (Hardiyatmo, 1992)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung secara elektrik. Terdapat 3 mekanismenya, yaitu:

1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung positif dari dipolar.

2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam molekul-molekul air (hydrogen bonding). Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik exchangeablecation. Exchangeable cation adalah keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli.


(51)

Gambar 2.18 Molekul air dipolar dalam lapisan ganda (Das,1991)

Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik exchangeable cation

yang lebih besar daripada kaolinite. Kalsium dan magnesium merupakan

exchangeable cationyang paling dominan pada tanah, sedangkan potassium dan

sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:

Al+3>Ca+2>Mg+2>NH+4>K+>H+>Na+>Li+

Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008) Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada tanah lempung. Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan

Mekanisme 1

Mekanisme 2


(52)

mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls serta macam ikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi gaya antar partikel.

Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe, konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi muatannya.

Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering. Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.19).

Gambar 2.19 Kation dan anion pada partikel (Das,1991)

Pada penelitian ini akan dilakukan usaha penggantian kation-kation yang terdapat pada lempung dengan kation-kation dari bahan semen yang dicampurkan dengan arang tempurung kelapa dengan variasi yang berbeda-beda.

2.2.2 Semen 2.2.2.1 Umum


(53)

Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

1. Semen non-hidrolik

Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen pozzolan, semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain.

2. Semen hidrolik.

Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.

2.2.2.2 Semen Portland

Semen portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.

2.2.2.2.1 Jenis-jenis semen portland

Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland antara lain :

1. Semen portland biasa

Semen portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan semen portland ini sebagai tipe I.

2. Semen portland dengan ketahanan sedang terhadap sulfat

Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta PH tidak kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.


(54)

Semen portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen portland biasa. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III.

4. Semen portland dengan panas hidrasi rendah

Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :

a) Panas hidrasi rendah

b) Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa

c) Susut akibat proses pengeringan rendah

d) Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV.

5. Semen portland dengan ketahanan tinggi terhadap sulfat

Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air.

6. Semen portland blended

Semen portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi

(balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya. Jenis-jenis semen

portland blended adalah :

a) Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement) b) Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)

c) Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag

Cement)


(55)

Persyaratan komposisi kimia semen portland menurut ASTM Designation C 150-92, seperti terlhat pada Tabel. 2.7.

Tabel 2.7 Persyaratan standart komposisi kimia Portland Cement (ASTM,1992)

2.2.3 Arang Tempurung Kelapa 2.2.3.1 Arang

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan


(56)

pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.

Selain itu arang tempurung adalah arang yang dibuat dengan cara kombinasi dari tempurung atau batok kelapa. Pada proses pembakaran tempurung kelapa yang terdiri dari karbohidrat yang sangat kompleks, akan menyebabkan suatu rentetan reaksi yaitu peruraian secara termal serta menimbulkan panas sebagai hasil peruraian dari bermacam-macam struktur molekul. Pada suhu 275° C, lingo selulosa mulai melepaskan H2O dan CO2, disamping itu juga terbentuk arang dan metana. (BPPI, 1983). Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/g dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben.

Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/g dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa k. imia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori- pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat arang aktif.

Tiga metode pembuatan arang tempurung kelapa yaitu metode drum, metode lubang dan metode tungku. Metode tungku dapat digunakan untuk memproduksi arang aktif secara komersial, sedangkan metode yang paling sesuai untuk pembuatan arang dengan skala kecil adalah metode drum. Deskripsi pembuatan arang tempurung menurut Blando (1976) dan Sukardiyono (1995) sebagai berikut:

Pilih drum bekas dengan volume 200

Masukkan tempurung kelapa yang udah di pejah-pejah Bakar

2.2.3.2 Sifat-sifat Arang

Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu:

1. Sifat Adsorben

Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing


(57)

berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosis arang aktif yang digunakan, juga diperhatikan.

2. Sifat Serapan

Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

3. Temperatur

Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur pada saat berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang bisa diberikan mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil.

4. pH (Derajat Keasaman)

Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam minreal. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.


(58)

Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama (Sembiring, 2003).

Adanya hidrogen dan oksigen mempunyai pengaruh yang besar pada sifat-sifat karbon aktif. Unsur unsur ini berkombinasi dengan unsur-unsur atom karbon membentuk gugus fungsional misalnya: gugus karboksilat, gugus hidroksifenol, gugus kuinon tipe karbonil, gugus normalakton, lakton tipe flueresence, asam karboksilat anhidrida dan peroksida siklis. ( Jankowski, et al; 1991). Metode ini dilakukan dengan merendam bahan baku pada bahan kimia seperti H3PO4, ZnCl2, HCl, H2SO4, CaCl2, K2S, NaCl, dan lain-lain. (Juliandini dan Trihadiningrum, 2008). Arang aktif mengandung unsur selain karbon yang terikat secara kimiawi, yaitu hidrogen dan oksigen. Kedua unsur tersebut berasal dari bahan baku yang tertinggal akibat tidak sempurnanya karbonisasi atau dapat juga terjadi ikatan pada proses aktivasi.

Tabel 2.8 Kandungan yang terdapat di arang (Muh,Alwi. 1998)

KOMPOSISI KADAR

K2O 45,07

Na2O 15,42

CaO 6,26

MgO 1,32

Fe2O3 1,39

Al2O3 1,39

P2O3 4,64

SO3 5,75

SLO3 4,64


(59)

1. Drum dibagi atas empat bagian yaitu:bagian bawah drum yang terbuka,tutup drum atas,cerobong dan lubang-lubang udara pada badan drum. Bagiang tengah di tutup. Dibuat lubang diameter 10 cm untuk dihungungkan dengan cerobong asap setinggi 30 cm.

2. Cerobong tersebut terbuat dari seng atau bahan metal lain.

3. Pada bagian tutup drum di buat 3 baris lubang, terdiri 4 lubang berdiameter 13 mm dengan jarak antar baris 30 cm.

4. Arang tempurung dibuat dengan cara membakar baku di dalam drum selama beberapa jam.

5. Produksi arang yang bagus tidak boleh menyiram dengan air. Tunggu sampe dia mati selam 6 jam.

6. Arang tersebut digiling ataupun dihaluskan dengan penghalus

Gambar 2.20 Arang Gambar 2.21 Arang yang udah di haluskan

2.3 Stabilisasi Tanah

2.2.3.1 Proses kimia pada stabilisasi tanah dengan semen

Suardi (2005) mengatakan tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan semen adalah sebagai berikut:

a) Absorbsi air dan reaksi pertukaran ion;

Jika semen portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca++ dilepaskan melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung, Butiran lempung dalam kandungan tanah berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), ion kalsium (K+), serta air yang berpolarisasi. Sehingga membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat. Reaksi


(60)

pozolan; semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik.

b) Reaksi pembentukan kalsium silikat dan kalsium aluminat; Secara umum hidrasi adalah sebagai berikut:

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+3Ca(OH)2 2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+ Ca(OH)2

Reaksi antara SiO2 dan Al2O3 halus yang terkandung dalam tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan kapur dan air. Hasil reaksi adalah terbentuknya kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Jadi semen yang umum digunakan untuk stabilisai tanah dengan bahan semen adalah ordinary portland cement atau dikenal sebagai semen tipe I.

2.2.2.5. Stabilisasi tanah dengan Arang tempurung kelapa

Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kekuatan konsistensi tanah tersebut akan bertambah.


(61)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan hal yang paling penting dalam membangun suatu bangunan. Hal ini dikarenakan tanah adalah pondasi yang mendukung semua beban bangunan yang berdiri diatasnya. Namun, sering sekali ditemukan beberapa kasus lokasi yang memiliki daya dukung tanahnya kurang baik, sehingga sulit untuk di bangun sebuah konstruksinya. Tanah lunak ini memiliki beberapa masalah yang serius yang terdapat pada daya dukung tanah rendah, penurunan yang terjadi besar, dan memiliki kadar air yang tinggi, sehingga untuk menambah kekuatan sekaligus dapat memperbaiki daya dukung tanah tersebut dilakukan upaya stabilisasi pada tanah di lokasi tersebut.

Stabilisasi tanah merupakan upaya untuk memperbaiki daya dukung tanah yang kurang baik dan meningkatkan tanah menjadi baik. Tujuan dari stabilisasi tanah adalah untuk meningkatkan kemampuan daya dukung tanah dalam menahan beban serta untuk meningkatkan kestabilan tanah. Salah satu cara memperbaiki daya dukung tanah tersebut adalah dengan menambahkan bahan pencampur kimiawi seperti semen, abu ampas tebu, garam, gamping, abu batu bara, semen aspal, soduim, kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan bahan kimia lainnya.

Sekarang mencapai stabilisasi tanah orang banyak mencampurkan dengan bahan fly ash. Karena pemakaiannya sudah begitu banyak, maka harga material ini sudah relatif meningkat. Untuk itu, dalam pengujian ini metode stabilisasi yang digunakan yaitu stabilisasi secara kimiawi yang dimana akan dilakukan pencampuran antara semen portland dengan abu tempurung kelapa.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Bagian kelapa yang di gunakan yaitu daging buahnya, serabut, tempurung, dll. Biasanya, bagian daging buah yang paling sering di gunakan daripada serabut dan tempurungnya. Daging buahnya diolah menjadi minyak kelapa sedangkan tempurungnya hanya dijadikan arang saja. Penggunaan arang terhadap kehidupan sehari-hari yaitu sebagai briket kompor dan memagang bahan-bahan makanan. Namun, penggunaan arang ini masih minim dilakukan. Hal ini membuat


(62)

tempurung kelapa menjadi limbah. Untuk itu, Peneliti berinisiatif untuk menggunakan arang ini sebagai campuran dalam stabilisasi tanah. Tempurung kelapa ini sangat tepat digunakan karena memiliki kadar silikon dioksida ( SiO2 ) yang cukup tinggi.

Penelitian yang dilakukan adalah pengujian laboratorium dengan menetukan besar kekuatan geser tanah diantaranya uji kuat tekan ( UCT ). Uji CBR, dan uji Triaxial. Dalam penelitian ini penulis hanya melakukan uji kuat tekan ( UCT ) sebagai pengujian untuk menentukan besar kekuatan geser tanah. Pecobaan UCT dilakukan untuk menentukan besarnya kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan asli maupun buatan. Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah beban aksial per satuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan pada saat regangan aksialnya mencapai 20 %. Percobaan kuat tekan bebas laboratorium di lakukan pada sampel tanah dalam keadaan asli maupun buatan ( remoulded ).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan semen dan abu tempurung kelapa pada tanah lempung terhadap index properties. Penelitian dilakukan meliputi pengujian-pengujian sifat fisik tanah ( kadar air, berat jenis, batas-batas atterberg dan analisis saringan ) dan pengujian sifat mekanis tanah dengan uji pemadatan tanah asli dan tanah lempung yang sudah di stabilisasi dengan semen dan abu tempurung kelapa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang di ambil adalah Berapa besar pengaruh penambahan bahan stabilisasi ( semen dan abu tempurung kelapa ) terhadap tanah lempung ditinjau dari nilai Unconfined Compression Test,saringan dan hidrometer, berat jenis, compaction, dan UCT Lab.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian


(63)

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan semen portland dan abu tempurung kelapa terhadap stabilisasi tanah.

2. Mengetahui nilai kuat tekan dari tanah yang distabilisasikan semen dan abu tempurung kelapa pada umur 14 hari.

3. Menegetahui kadar abu tempurung kelapa optimum untuk memperoleh kuat tekan maksimum.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Diharapkan Tugas Akhir ini bermanfaat untuk :

1. Pihak - pihak atau mahasiswa yang akan membahas hal yang berkaitan dengan tugas akhir ini.

2. Pihak – pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang di bahas dalam laporan tugas akhir ini.

3. Mengurangi limbah tempurung kelapa

1.4 Pembatasan Masalah

1. Tanah yang di pakai tanah lempung di Kampun Pon, Serdang Bedagai. 2. Semen yang di gunakan yaitu Semen Portland Tipe I.

3. Abu Tempurung Kelapa yang telah dihaluskan dengan kadar yang di tentukan.

4. Pengujian ini hanya dilakukan secara ilmiah dan tidak dapat diterapkan di lapangan karena segi ekonomi yang besar

5. Masa pemeraman yaitu 14 hari.

6. Pengujian laboratorium yaitu Kadar Air, Berat Isi, Batas-batas Atterberg, Analisa

1.5 Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, pembatasan masalah, metodologi dan sistematika penulisan laporan.


(64)

Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup teori dasar, rumus dan segala sesuatu yang berhubungan dengan topik yang dibahas.

Bab III: Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang penjabaran keseluruhan proses yang dilakukan selama penelitian berlangsung sampai selesai. Diantaranya bagaimana proses pengujian sampel dilakukan di laboratorium dan bagaimana mendapatkan data dari hasil pengujian.

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang pembahasan atau hasil data-data yang dikumpulkan. Hasil data-data yang terkumpul tersebut kemudian di analisa sehingga diperoleh hasil atau tujuan akhir dari penelitian ini.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi penjabaran mengenai hasil akhir penelitian dan saran-saran dari peneliti yang dianggap dapat menjadi masukan bagi pihak lainnya.


(65)

ABSTRAK

Tanah merupakan hal yang paling penting dalam membangun suatu bangunan. Hal ini dikarenakan tanah adalah pondasi yang mendukung semua beban bangunan yang berdiri diatasnya. Namun, sering sekali ditemukan beberapa kasus lokasi yang memiliki daya dukung tanahnya kurang baik, sehingga sulit untuk di bangun sebuah konstruksinya.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan semen portland dan abu tempurung kelapa terhadap stabilisasi tanah,mengetahui nilai kuat tekan dari tanah yang distabilisasikan semen dan abu tempurung kelapa pada umur 14 hari, dan menegetahui kadar abu tempurung kelapa optimum untuk memperoleh kuat tekan maksimum. Penelitian dimulai dengan melakukan pengambilan sampel tanah lempung dan pengujian di laboratorium untuk mengetahui nilai index properties dan engineering properties menggunakan uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test). Sampel tanah terdiri dari 13 (tiga belas) variasi campuran semen dan arang. Dengan kadar semen sebesar 2% dan variasi kadar arang tempurung kelapa dari 2%-14%.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 17,89%; berat jenis 2,65; batas cair 47,79% dan indeks plastisitas 33,58%. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis (CL) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.

Dari pengujian Kuat Tekan Bebas pada sampel tanah asli diperoleh nilai kuat tekan tanah sebesar 1,598 kg/cm². Setelah tanah distabilisasi dengan berbagai variasi arang tempurung kelapa diperoleh kesimpulan bahwa material arang tempurumg kelapa paling maksimum terjadi pada variasi campuran 2 % PC + 10 % ATK yaitu dengan nilai kuat tekan bebas sebesar 3,01 kg/cm². Semakin banyak kadar arang yang digunakan maka daya dukung akan terus mengalami penurunan tetapi tetap di atas nilai kuat tekan tanah asli.

Kata Kunci : lempung, semen, arang tempurung kelapa, stabilisasi tanah, kuat tekan bebas.


(66)

TUGAS AKHIR

PENGARUH CAMPURAN SEMEN PORTLAND TIPE I DAN ARANG TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN STABILISASI

PADA TANAH LEMPUNG DENGAN UJI KUAT TEKAN BEBAS

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana

Disusun Oleh :

110404062 DANIEL ANDREAS S

BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(67)

ABSTRAK

Tanah merupakan hal yang paling penting dalam membangun suatu bangunan. Hal ini dikarenakan tanah adalah pondasi yang mendukung semua beban bangunan yang berdiri diatasnya. Namun, sering sekali ditemukan beberapa kasus lokasi yang memiliki daya dukung tanahnya kurang baik, sehingga sulit untuk di bangun sebuah konstruksinya.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan semen portland dan abu tempurung kelapa terhadap stabilisasi tanah,mengetahui nilai kuat tekan dari tanah yang distabilisasikan semen dan abu tempurung kelapa pada umur 14 hari, dan menegetahui kadar abu tempurung kelapa optimum untuk memperoleh kuat tekan maksimum. Penelitian dimulai dengan melakukan pengambilan sampel tanah lempung dan pengujian di laboratorium untuk mengetahui nilai index properties dan engineering properties menggunakan uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test). Sampel tanah terdiri dari 13 (tiga belas) variasi campuran semen dan arang. Dengan kadar semen sebesar 2% dan variasi kadar arang tempurung kelapa dari 2%-14%.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 17,89%; berat jenis 2,65; batas cair 47,79% dan indeks plastisitas 33,58%. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis (CL) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.

Dari pengujian Kuat Tekan Bebas pada sampel tanah asli diperoleh nilai kuat tekan tanah sebesar 1,598 kg/cm². Setelah tanah distabilisasi dengan berbagai variasi arang tempurung kelapa diperoleh kesimpulan bahwa material arang tempurumg kelapa paling maksimum terjadi pada variasi campuran 2 % PC + 10 % ATK yaitu dengan nilai kuat tekan bebas sebesar 3,01 kg/cm². Semakin banyak kadar arang yang digunakan maka daya dukung akan terus mengalami penurunan tetapi tetap di atas nilai kuat tekan tanah asli.

Kata Kunci : lempung, semen, arang tempurung kelapa, stabilisasi tanah, kuat tekan bebas.


(1)

6. Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 8. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

9. Kepada adik- adikku, yang selalu mendukung dan memberi semangat serta doa demi kelancaran kuliahku

10.RD. Sampang Tumanggor dan RD. Ronal Sitanggang sebagai orang yang dikasihi yang memberi dukungan, doa, semangat serta arahan kepada Penulis.

11.Para Asisten Laboratorium Mekanika Tanah USU, M. Iqbalsyah Pasaribu , Manimpan Lumbanraja, Jericho Sihotang, Wisman Sitorus, Yogi Rambe dan Prince Sormin yang telah membantu dan memberikan penjelasan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

12.Rekan-rekan seperjuangan Prince Joy Sormin, Arifin Rajagukguk, dan rekan- rekan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah memberi dukungan serta semangat dalam pengerjaan tugas akhir ini.

13.Adik-adik stambuk 2014, Bandry Nainggolan, Erik serta yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yg telah memberi dukungan serta semangat.


(2)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar–besarnya bagi kita semua. Amin.

Medan, Januari 2016

11 0404 062


(3)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... v

Daftar Gambar ... ... ix

Daftar Tabel ... .. xii

Daftar Notasi... .. xiii

Daftar Lampiran... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 2

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.2 Manfaat Penelitian... 3

1.4 Pembatasan Masalah ... 3

1.5 Sistematika Penulisan... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tinjauan Umum ... 5

2.1.1 Tanah ... 5

2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah ... 6

2.1.2.1 Kadar air (moisture content) ... 6

2.1.2.2 Porositas (Porosity) ... 6


(4)

2.1.2.4 Berat Jenis (Specific Gravity) ... 7

2.1.2.5 Berat Volume (Unit Weight) ... 7

2.1.2.6 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight) .... 7

2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight) ... 8

2.1.2.8 Derajat kejenuhan (S) ... 8

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)... 9

2.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit) ... 9

2.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit) ... 10

2.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit) ... 11

2.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) .. 12

2.1.2.10Klasifikasi Tanah ... 12

2.1.2.10.1. Klasifikasi USCS ... 13

2.1.2.10.2. Klasifikasi AASHTO... ... 15

2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah ... 16

2.1.3.1 Pemadatan Tanah ... 16

2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compresion Test ... 18

2.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb ... 19

2.1.3.4 Sensitifitas Tanah Lempung ... 20

2.2 Bahan-bahan Penelitian ... 23

2.2.1 Tanah Lempung ... 23

2.2.1.1 Lempung dan Mineral Penyusunnya ... 23

2.2.1.2 Sifat Umum Tanah Lempung ... 28


(5)

2.2.2 Semen ... 33

2.2.2.1Umum ... 33

2.2.2.2Semen Portland ... 33

2.2.2.2.1 Jenis-jenis Semen Portland ... 33

2.2.3 Abu Tempurung Kelapa (ATK) ... 36

2.2.3.1 Arang... 36

2.2.3.2 Sifat-sifat Arang... 37

2.2.3.3 Cara pembakaran Arang Dari Batok Kelapa.39 2.3 Stabilisasi Tanah ... 40

2.3.1 Proses Kimia Pada Stabilisasi Tanah dengan Semen ... 40

2.3.2 Stabilisasi Tanah dengan Arang Tempurung ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

3.1 Program Penelitian ... 42

3.2 Pekerjaan Persiapan ... 42

3.3 Proses Sampling ... 44

3.4 Pekerjaan Laboratorium ... 45

3.4.1 Uji Sifat Fisik Tanah ... 45

3.4.2 Uji Sifat Mekanis Tanah ... 45

3.4.2.1Uji Proctor Standar ... 45

3.4.2.2Uji UCT (Unconfined Compression Test) ... 46

3.5 Analisis Data Laboratorium ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47


(6)

4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 47

4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 47

4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stablilisator ... 50

4.2.2.1Batas Cair ... 52

4.2.2.2Batas Plastis ... 53

4.2.2.3Indeks Plastisitas ... 53

4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 54

4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah Asli ... 54

4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator ... 55

4.3.2.1Berat Isi Kering Maksimum (γd maks) ... 56

4.3.2.2Kadar Air Optimum Campuran ... 57

4.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 64

Daftar Pustaka ... xvi