Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fungsi Intermediasi Perbankan Syariah di Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Teoritis

2.1.1 Kegiatan Perbankan Syariah
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 angka 1 UU
No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah). Dengan definisi tersebut,
Perbankan Syariah terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS),Unit Usaha Syariah
(UUS), serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Kegiatan bank syariah
baik dalam penghimpunan dana dan penanaman dana maupun pemberian jasa-jasa
berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Kantor Bank Syariah, Bank Indonesia adalah
sebagai berikut :
a) Penghimpunan dana
Prinsip operasional syariah yang telah ditetapkan secara luas dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
1) Prinsip wadi’ah (prinsip titipan atau simpanan)

Dalam kegiatan penghimpunan dana masyarakat di bank syariah, prinsip
wadi’ah dapat diterapkan pada rekening giro dan tabungan (giro wadi’ah dan
tabungan wadi’ah).

10
Universitas Sumatera Utara

2) Prinsip mudharabah (prinsip bagi hasil)
Mudharabah muthlaqah
Dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah, prinsip
mudharabah muthlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan rekening tabungan
dan deposito (tabungan mudharabah dan deposito mudharabah).
Mudharabah muqayyadah
Jenis ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana
pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank
syariah.
b) Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar terdapat 4
(empat) kelompok prinsip operasional bank syariah, yaitu prinsip jual beli (bai’),
sewa beli (ijarah wa iqtina/ijarah muntahiyyah bit tamlik), bagi hasil (syirkah) dan

pembiayaan lainnya. Dalam prakteknya, untuk memperoleh pendapatan yang
berasal dari aktivitas non pembiayaan, bank syariah dapat menyediakan jasa-jasa
perbankan syariah (fee-based services). Selanjutnya, dalam melakukan fungsi
sosial, bank syariah juga melakukan kegiatan pengelolaan dana kebajikan yang
diperoleh dari zakat, infaq, shadaqah, hibah, atau dana sosial lainnya.
Hal tersebut dinamakan qardhul hasan (pinjaman kebajikan). Qardhul hasan
adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam
mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu
tertentu. Atas jasa pinjaman qardh ini, bank syariah dapat membebankan kepada
nasabah biaya administrasi.

11
Universitas Sumatera Utara

c)

Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services)
Bank syariah, disamping menghimpun dana dari masyarakat, juga

memberikan pelayanan jasa perbankan. Pelayanan jasa perbankan syariah ini

diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan
aktivitasnya. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank
syariah, antara lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindahbukuan, penagihan
surat berharga, kliring, letter of credit, inkaso, garansi bank, dan pelayanan jasa
bank lainnya.
Aktivitas pelayanan jasa, merupakan aktivitas yang diharapkan oleh bank
syariah untuk dapat meningkatkan pendapatan bank yang berasal dari fee atas
pelayanan jasa bank. Beberapa bank berusaha untuk meningkatkan teknologi
informasi agar dapat memberikan pelayanan jasa yang memuaskan nasabah.
Pelayanan yang dapat memuaskan nasabah ialah pelayanan jasa yang cepat dan
akurat. Bank syariah berlomba-lomba untuk berinovasi dalam meningkatkan
kualitas produk layanan jasa. Dengan pelayanan jasa bank syariah mendapat
imbalan berupa fee disebut fee based income.
Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung
kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai
kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi
bank dan nasabah, bahkan sekarang ini kegiatan ini memberikan kontribusi
keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari
spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga simpanan lebih besar dari bunga kredit).


12
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970-an.
Dimana pembicaraan bank syariah muncul pada seminar hubungan IndonesiaTimur Tengah pada tahun 1974 dan 1976 dalam seminar yang diadakan oleh
Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal
Ika. Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat Islam Indonesia memiliki
perbankan Islam sendiri mulai behembus sejak saat itu, seiring munculnya
kesadaran kaum intelektual dan cendikiawan muslim dalam memberdayakan
ekonomi masyarakat.
Perbankan syariah pertama kali di indonesia pada tahun 1992 berdasarkan
UU No. 7 Tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan Peraturan Pemerintah
(PP) No.72 Tahun 1992 Tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Prinsip syariah adalah suatu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpaan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lain yang sesuai dengan prinsip syariah, diantaranya pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan dengan prinsip penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah),dan
pembiayaan barang modal dengan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau

dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
Menurut Perwataatmadja dan Antonio (1992), bank syariah memiliki
sistem operasi yang tidak mengendalikan pada bunga karena berlandaskan pada
Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain,bank syariah merupakan

13
Universitas Sumatera Utara

lembaga keuangan yang memberikan jasa pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan
dengan prinsip-prinsip syariat islam. Sistem ekonomi islam memiliki beberapa ciri
berikut :
1. Mengakui hak milik individu terhadap kapital (property right)
2. Tidak ada transaksi berbasis bunga (riba)
3. Berfungsinya institusi zakat
4. Mengakui adanya mekanisme pasar (market mechanism)
5. Mengakui motif untuk mencari keuntungan
6. Dan mengakui adanya kebebasan berusaha
Di Indonesia,bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah

Bank Muamaalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat
bila dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya, perbankan syariah di
Indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada
satu unit Bank Syariah,maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia
telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha
syariah. Sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hingga
akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.
Berdasarkan data Bank Indonesia, prospek perbankan syariah pada tahun
2005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah diprediksi masih akan
berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Jika pada posisi
November 2004, volume usaha perabankan syariah telah mencapai 14,0 triliun
rupaih, dengan tingkat pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2004 sebesar 88,6%,

14
Universitas Sumatera Utara

volume usaha perbankan syariah diakhir tahun 2005 diperkirakan akan mencapai
sekitar 24 triliun rupiah. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah tersebut
ditopang oleh pembukaan unit usaha syariah yang baru dan pembukaan jaringan
kantor yang lebih luas.

Dan hingga sekarang prospek perkembangan perbankan syariah terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut berdasarkan laporan dari
Bank Indonesia bahwa pada April 2013, Indonesia memiliki 11 bank umum
syariah, 24 unit usaha syariah, 159 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
dengan 2.664 jaringan kantor di seluruh Indonesia. Dengan total aset perbankan
syariah Indonesia pada akhir April 2013 mencapai Rp207,79 triliun atau tumbuh
44,0% secara year on year (yoy). Pertumbuhan perbankan syariah yang tinggi itu
mampu meningkatkan pangsanya menjadi 4,7 persen dari total aset perbankan
nasional. Dari sisi pembiayaan tumbuh 50,52% mencapai Rp163,4 triliun dan
penghimpunan dana masyarakat yang dihimpun mengalami peningkatan sebesar
39% sebesar Rp158,5 triliun. Pertumbuhan rata-rata 41,66% per tahun dalam lima
tahun terakhir, di atas rata-rata pertumbuhan perbankan nasional yang hanya
sebesar 17%. Sehingga Bank Indonesia menargetkan bahwa pangsa perbankan
syariah tersebut terus meningkat sehingga mencapai sekira 15-20 persen dalam
sepuluh tahun ke depan. Berikut ini merupakan Perkembangan jumlah Perbankan
Syariah di Indonesia :

15
Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1
Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia
TAHUN

KETERANGAN
2010
PERBANKAN SYARIAH
Bank Umum Syariah
- Jumlah Bank
- Jumlah Kantor
Unit Usaha Syariah
- Jumlah Bank
- Jumlah Kantor
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
- Jumlah Bank
- Jumlah Kantor

2011

2012


2013

2014

11
11
11
11
12
1.215 1.401 1.745 1.998 2.151
23
262

24
336

24
517


23
590

22
320

150
286

155
364

158
401

163
402

163
439


Sumber : Statistik Perbankan Syariah oleh Otoritas Jasa Keuangan,Periode Desember 2014 .

Terbitnya UU No.10 tahun 1998 memiliki hikmah tersendiri bagi dunia
perbankan nasional dimana pemerintah membuka lebar kegiatan usaha perbankan
dengan berdasarkan pada prinsip syariah. Hal ini guna menampung aspirasi dan
kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Masyarakat diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip Bank Syariah ini,
termasuk juga kesempatan konversi dari bank umum yang kegiatan usahanya
berdasarkan pola konvensional menjadi pola syariah. Selain itu dibolehkan pula
bagi pengelola bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang atau
mengganti kantor cabang yang sudah ada menjadi kantor cabang khusus syariah
dengan persyaratan yang tentunya melarang pada pencampuran modal kerja dan
akuntansinya.

16
Universitas Sumatera Utara

Pengembangan bank syariah di Indonesia memiliki peluang besar karena
peluang pasarnya yang luas sejalan dengan mayoritas penduduk negeri ini.
Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber
daya manusia yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya
manusia yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman
akademis maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup
signifikan mempengaruhi produktifitas dan profesionalisme perbankan syariah itu
sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni
membentuk sumber daya manusia yang mampu mengamalkan ekonomi syariah
disemua lini karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak
didukung oleh sumber daya manusia yang baik pula.
2.1.3 Perkembangan Intermediasi Perbankan Syariah di Sumatera Utara
Perkembangan intermediasi perbankan syariah di Sumatera Utara cukup
meningkat signifikan. Hal tersebut ditandai dengan ekspansi usaha perbankan
syariah di Sumatera Utara pada 2013 tumbuh positif yakni peningkatan aset, dana
pihak ketiga dan pembiayaan perbankan itu. Aset perbankan syariah pada triwulan
III naik 3,68 persen dibandingkan posisi triwulan II atau menjadi Rp9,58 triliun.
Peningkatan aset perbankan syariah tersebut menggembirakan karena terjadi di
tengah perkembangan

perbankan konvensional serta maraknya lembaga

keuangan nonbank. Semakin menggembirakan, karena dana pihak ketiga (DPK)
maupun pembiayaan perbankan syariah juga tumbuh positif.

17
Universitas Sumatera Utara

DPK perbankan syariah sebesar Rp5,69 triliun atau naik 3,83 persen dari
triwulan II, sedangkan pembiayaan juga naik 3,07 persen atau Rp7,38 triliun.
Persentase Financial to Deposit Ratio (FDR) mencapai 129,74% dengan Non
Performing Financing (NPF) net 3,58%. Artinya pembiayaan yang diberikan jauh
melebihi dana yang dihimpun. Naiknya aset, DPK dan pembiayaan perbankan
syariah di Sumatera Utara pada tahun 2013 menunjukkan tingkat kepercayaan
masyarakat yang semakin tinggi. Meski sudah tumbuh semakin baik tetapi
pemerintah tetap menilai bahwa perbankan syariah itu harus terus didukung.
Tidak hanya dari segi rasio keuangan perbankan, perkembangan fungsi
intermediasi perbankan syariah di Sumatera Utara juga dapat dilihat dari
eksistensinya. Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan perbankan syariah
yang dilihat dari jumlah kantor dan jumlah bank terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Berikut ini merupakan data eksistensi Pebankan Syariah di
Sumatera Utara :
Tabel 2.2
Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Sumatera Utara
KETERANGAN
Bank Umum
Syariah
- Jumlah Bank
- Jumlah Kantor
Unit Usaha Syariah
- Jumlah Bank
BPRS
- Jumlah Bank
- Jumlah Kantor

TAHUN
2010 2011

2007

2008

2009

2
31

3
32

5
51

6
70

9

10

14

6
6

7
8

7
8

2012

2013

2014

6
63

6
63

6
78

6
78

9

14

14

10

10

7
8

7
8

6
8

6
8

6
8

Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Utara,Vol 15
2015

No.01, Januari

18
Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Fungsi Intermediasi Perbankan Syariah
Bank Syariah berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan atau
Financial Intermediary Institution. Sebagai lembaga perantara keuangan, bank
syariah menjembatani kebutuhan kedua pihak yang berbeda. Satu pihak
merupakan nasabah yang memiliki dana (surplus unit) dan pihak lainnya
merupakan nasabah yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank syariah
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, serta
menyalurkannya

dalam

bentuk

pembiayaan

atau

bentuk

lainnya

yang

diperbolehkan dalam syariah islam.Fungsi utama yang kedua dalam perbankan
syariah yaitu penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau
dalam bentuk penempatan dana lainnya sesuai dengan syariah. Sebagian besar
penyaluran dana kepada pihak ketiga ialah dalam bentuk pembiayaan.

Fungsi Bank Syariah

Penyaluran dana :

Surplus
Unit

Penghimpunan
dana :
- Titipan : SDB
- Investasi :
tabungan/deposito

- Jual beli :
murabahah,salam ,
istishna (transfer of
propherty)
- Kerjasama usaha :
musyarakah,mudharabah
- Sewa : ijarah
- Pinjam meminjam :

Defisit
Unit

Qardh

Gambar 2.1
Fungsi Intermediasi

19
Universitas Sumatera Utara

Bank Syariah sebagai lembaga intermediasi antara pihak investor yang
menginvestasikan dananya di bank kemudian selanjutnya bank syariah
menyalurkan dananya kepada pihak lain yang membutuhkan dana. Investor yang
menempatkan dananya akan mendapatkan imbalan dari bank dalam bentuk bagi
hasil atau bentuk lainnya yang disahkan dalam syariah Islam. Bank syariah
menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan pada umumnya dalam
akad jual beli dan kerjasama usaha. Imbalan yang diperoleh dalam margin
keuntungan, bentuk bagi hasil, dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan syariah
Islam.
2.1.5 Financing to Deposit Ratio (FDR)
FDR adalah rasio antara jumlah pinjaman yang diberikan bank dengan
dana yang diterima oleh bank. FDR ditentukkan oleh perbandingan antara jumlah
pinjaman yang diberikan dengan dana masyarakat yang dihimpun yaitu mencakup
giro, simpanan berjangka (deposito), dan tabungan. FDR tersebut menyatakan
seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya. Semakin besar pinjaman maka pendapatan yang diperoleh naik,
karena pendapatan naik secara otomatis laba juga akan mengalami kenaikan.
Menurut Dendawijaya (114:2005), batas maksimum untuk Financing to Deposit
Ratio (FDR) adalah sebesar 110% ,dimana apabila melebihi batas tersebut berarti
likuiditas bank sudah termasuk dalam kategori buruk. Sedangkan untuk batas
aman FDR adalah sebesar 80% dengan batas toleransi 85%-110%.

20
Universitas Sumatera Utara

Sehingga jika rasio FDR suatu bank berada dibawah 80% (misalnya 65%)
dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya menyalurkan dananya sebesar 65%
dari seluruh dana yang dihimpun. Karena fungsi utama bank adalah sebagai
intermediasi,berarti 35% dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang
membutuhkan dana,sehingga dapat dikatakan bank tidak menjalankan fungsinya
dengan baik. Selanjutnya jika FDR melebihi 110% berarti dana yang dihimpun
dari masyarakat sedikit,sehingga dalam hal ini bank juga dapat dikatakan tidak
menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik.
2.1.6 Non Performing Financing (NPF)
Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana
kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana dalam
bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik
dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada penerima dana, bahwa
dana dalam bentuk pembiayaan pasti akan terbayar. Penerima pembiayaan
berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya sesuai
dengan jangka waktu yang telah di perjanjikan dalam akad pembiayaan. Dalam
perbankan syariah, return atas pembiayaan tidak dalam bentuk bunga, akan tetapi
dalam bentuk lain sesuai dengan akad-akad yang disediakan di bank syariah. Sifat
pembiayaan dalam bank syariah merupakan investasi yang diberikan bank kepada
nasabah dalam melakukan usaha. Pembiayaan tidak boleh mengandung riba
(bunga), bersifat gharar dan maysir. Sebagai pengganti bunga, bank syariah
memfokuskan diri pada perolehan keuntungan dari transaksi bersama nasabahnya.

21
Universitas Sumatera Utara

Keuntungan dari usaha tidak ditetapkan di muka, tetapi tergantung pada realisasi
nominal yang sesungguhnya.
Setiap dana yang disalurkan atau diinvestasikan oleh bank syariah selalu
mengandung resiko tidak kembalinya dana atau yang disebut dengan istilan Non
performing Financing (NPF). NPF merupakan kemungkinan kerugian yang akan
timbul karena dana yang disalurkan tidak dapat kembali. Non Performing
Financing atau NPF timbul karena masalah yang terjadi dalam proses persetujuan
pembiayaan di internal bank, atau setelah pembiayaan diberikan.
Menurut Mahmoeddin (51:2010) Penyebab terjadinya NPF dari segi
internal bank, yaitu kebijakan pemberian pembiayaan terlalu ekspansif,
penyimpangan pemberian pembiayaan, dan kadar spiritualitas dari pejabat
nya,dan lemahnya sistem administrasi dan pengawasan serta informasi
pembiayaan. Dari segi proses, perlu melakukan pengecekan reputasi calon
konsumen, dan pengawasan pembiayaan internal. Sedangkan penyebab eksternal
terjadinya NPF adalah kegagalan usaha debitur,menurunnya kegiatan ekonomi,
pemanfaatan iklim persaingan perbakan yang tidak sehat oleh debitur,atau
musibah yang terjadi pada kegiatan usahanya.
2.1.7

Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan sumber dana yang terpenting bagi

kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu
membiayai operasionalnya dari sumber dana ini , meliputi simpanan masyarakat
yang berupa :

22
Universitas Sumatera Utara

a.

Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan cara pemindahbukuan.

b.

Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.

c.

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

d.

Surat berharga yang diterbitkan maupun berbagai jenis deposito dan modal
yang dimaksud termasuk modal inti dan modal pinjaman.
Adapun

dana

pihak

ketiga

dalam

bank

syariah

menurut

(Muhammad,266:2005) berupa :
1.

Titipan (Wadi’ah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya
tapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.

2.

Partisipasi modal berbagi hasil dari berbagai resiko untuk investasi umum.

3.

Investasi khusus dimana bank hanya berlaku sebagai manajer investasi untuk
memperoleh fee dan investor sepenuhnya mengambil resiko atas invstasi
tersebut.

2.1.8 Inflasi di Sumatera Utara
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya hargaharga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme
pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu

23
Universitas Sumatera Utara

konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang.

Dengan kata lain, inflasi juga merupakan

proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari
suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang
dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk
melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah
Inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang
kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan
likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi
dan/atau distribusi (kurangnya produksi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi
dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk
sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang
dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal
(perpajakan/pungutan /insentif/ disinsentif) , kebijakan pembangunan infrastruktur
, regulasi, dll.
Tingkat inflasi di Sumatera Utara secara umum juga kondisinya lebih baik
dari nasional, di mana rata-rata capaian angka inflasi di bawah nilai 2 digit. Hal
ini mengindikasikan bahwa peran pemerintah dan otoritas moneter dalam hal ini
Bank Indonesia di Medan melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah telah berjalan
dengan baik. Adapun perkembangan nilai inflasi Sumatera Utara dibandingkan
dengan tingkat nasional disajikan pada Tabel 2.3.

24
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3
Nilai Inflasi Rata-Rata Tahun 2008-2012
Tahun
INFLASI
2008

2009

2010

2011

2012

Indonesia

11,06

2,78

6,96

3,79

4,30

Sumatera Utara

10,72

2,61

8,00

3,67

3,86

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, 2012 (data diolah)

Secara umum, laju inflasi Sumatera Utara masih dalam kondisi yang
rendah kecuali pada tahun 2008 yang mencapai 10,72%. Hal ini sebagai akibat
kontraksi ekonomi di seluruh dunia, dan bahkan capaiannya selalu di bawah
capaian nasional kecuali pada tahun 2010 Sumatera Utara capaian tingkat
inflasinya di atas nasional, di mana capaian nasional sebesar 6,96%. Tetapi hal ini
akan

terus

diupayakan

untuk

menstabilkannya

dalam

rangka

tetap

mempertahankan tingkat daya beli masyarakat.
2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.4
Rangkuman Penelitian Terdahulu

Nama Penelitian
Judul
dan Tahun
Penelitian
Tetty Meledina
Analisis
Sihotang (2006)
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Fungsi
Intermediasi
Perbankan di
Sumatera
Utara (Ditinjau

Variabel
Variabel
Independen :
PDRB dan
Inflasi
Variabel
Dependen :
Dana Pihak
Ketiga (DPK)

Hasil
PDRB perkapita dan
Inflasi mempunyai
pengaruh yang cukup
signifikan terhadap
pengumpulan Dana Pihak
Ketiga. Dan terdapat
korelasi positif diantara
variabel independen yaitu
antara PDRB dan Inflasi

25
Universitas Sumatera Utara

Nama Penelitian
dan Tahun
Penelitian

Hj.Masithah
Akbar dan Ida
Mentayani
(2010)

Yosep
Murdiyono
(2013)

Wahyu Devi
Susanty (2014)

Judul

Variabel

Hasil

dari Sisi
Penerimaan
Dana)
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Intermediasi
(Studi pada
Bank Umum
Swasta
Kalimantan
Selatan) Tahun
2007-2009

Variabel
Independen :
NPL,SBI, Suku
Bunga
Simpanan,Suku
Bunga
Pijaman,Inflasi,
Variabel
Dependen :
LDR

SBI berpengaruh negatif
dengan LDR. Secara
Parsial hanya Inflasi yang
tidak berpengaruh
terhadap LDR.NPL
merupakan faktor yang
dominan berpengaruh
terhadap LDR.

Variabel
Independen :
DPK,CAR,NPF,
Inflasi,Nilai
Tukar,dan NIM

DPK,Inflasi,Nilai Tukar,
dan NIM berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap FDR bank
syariah.CAR
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap FDR
bank syariah. Dan NPF
berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap
NPF bank syariah.
Hasil empiris
menunjukkan bahwa
variabel pertumbuhan
DPK memiliki pengaruh
positif dan lebih
berpengaruh terhadap
fungsi intermediasi bank
syariah. Variabel NPF
dan NPL serta tingkat
inflasi berpengaruh
negatif dan lebih direspon
oleh fungsi intermediasi
bank konvensional.
Sedangkan variabel
bonus SBIS dan suku
bunga SBI lebih
berpengaruh

Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
Financing to
Deposit Ratio
Perbankan
Syariah Tahun
2008-2012

Pengaruh
Faktor Internal
dan Eksternal
Sebagai
Penentu
Internediasi
Perbankan
(Studi pada
Bank Syariah
dan Bank
Umum
Konvensional)

Variabel
Dependen :
Financing to
Deposit Ratio
(FDR)
Variabel
Independen :
DPK,NPF,NPL,
Bonus SBIS,
Suku Bunga
SBI dan Inflasi
Variabel
Dependen :
Fungsi
Intermediasi
Bank

26
Universitas Sumatera Utara

terhadap fungsi
intermediasi bank
syariah namun
tidak signifikan.
Dan disimpulkan
bahwa
kemampuan bank
syariah dalam
menghadapi
ketidakstabilan
ekonomi tidak
lebih baik
daripada bank
konvensional.
Sumber : Data di Olah Penulis

2.3

Kerangka Konseptual
Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan hasil penelitian

sebelumnya yang telah menguji faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
fungsi intermediasi perbankan syariah yaitu Non Performing Financing (NPF),
Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Inflasi. Maka
dibuat model penelitan sebagai berikut :
Non Performing
Financing
(NPF) = X1

Dana Pihak Ketiga
(DPK) = X2

Perkembangan Fungsi Intermediasi
Perbankan Syariah :
Financing to Depodit Ratio (FDR)
=Y

Inflasi = X4

Gambar 2.2
Kerangka Konseptual

27
Universitas Sumatera Utara

2.4

Keterkaitan Antar Variabel

2.4.1 Hubungan NPF terhadap Perkembangan Fungsi Intermediasi
Non Performing Financing (NPF) adalah pembiayaan bermasalah yang
terdiri dari pembiayaan yang berklasifikasi kurang lancar, diragukan dan macet.
NPF bank syariah merupakan rasio antara total pembiayaan yang bermasalah
dengan total pembiayaan yang disalurkan. Jadi, semakin tinggi persentase rasio
NPF mengindikasikan semakin buruk kualitas pembiayaan dan kredit yang
disalurkan. Dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja fungsi
intermediasi bank yang bersangkutan karena bank akan semakin ketat dalam
penyaluran pembiayaan mengingat bank harus melakukan recovery dana atas dana
yang tidak kembali dari pembiayaan yang gagal bayar.
2.4.2 Hubungan DPK terhadap Perkembangan Fungsi Intermediasi
Dana merupakan hal penting bagi kegiatan usaha suatu bank. Sebagaimana
yang pernah dikatakan oleh Dendawijaya (2009) bahwa tanpa adanya dana, bank
tidak dapat berfungsi sama sekali. Menurut Kasmir (2002), Dana Pihak Ketiga
(DPK) adalah dana yang berasal dari masyarakat luas yang merupakan sumber
dana terpenting bagi kegiatan operasional suatu bank dan merupakan ukuran
keberhasilan bank jika mampu membiayai operasionalnya dari sumber dana ini.
Dan Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi dana yang terpenting bagi proses
intermediasi perbankan karena proses penghimpunan dana berasal dari
masyarakat, yaitu berupa giro, tabungan, dan simpanan berjangka atau deposito.
Sehingga DPK menjadi sumber dana terbesar dan yang paling diandalkan oleh
bank.

28
Universitas Sumatera Utara

Pada perbanbankan syariah, DPK merupakan dana simpanan atau investasi
tidak terikat yang dipercayakan oleh nasabah kepada bank syariah dan/atau UUS
berdasarkan akad wadiah atau mudharabah yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah (Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2013).
Meningkatnya DPK yang dihimpun oleh bank dapat membuat bank lebih agresif
dalam menyalurkan pembiayaan kepada sektor produktif. Dimana peningkatan
tersebut dapat dilihat dari persentase pertumbuhan DPK.
2.4.3 Hubungan Inflasi terhadap Perkembangan Fungsi Intermediasi
Inflasi adalah peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan
akan naiknya harga barang-barang secara umum, yang berarti terjadinya
penurunan nilai uang (Judisseno, 2005). Seluruh sendi-sendi perekonomian,
termasuk sektor perbankan akan terkena dampak dari Inflasi. Pengaruh inflasi
terhadap sektor perbankan dapat terjadi karena masyarakat cenderung mengurangi
simpanan ketika terjadi inflasi, dan akhirnya aset perbankan secara riil menurun.
Hal tersebut pada akhirnya akan berdampak pada kemampuan pihak perbankan
dalam pernyaluran pembiayaan,sehingga perkembangan atau kinerja fungsi
intermediasi bank yang bersangkutan menurun dan bahkan bisa jadi sebaliknya.
2.5

Hipotesis Konseptual
Pada penelitian yang buat oleh peneliti dengan judul “ Analisis Faktor-

faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fungsi Intermediasi Perbankan
Syariah Di Sumatera Utara“. Hipotesis kerangka konseptual disusun sebagai
berikut :

29
Universitas Sumatera Utara

H1 : Non Performing Financing (NPF) berpengaruh terhadap Financing Deposit
Ratio (FDR).
H2 : Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh terhadap Financing Deposit Ratio
(FDR).
H3 : Inflasi berpengaruh terhadap Financing Deposit Ratio (FDR).

30
Universitas Sumatera Utara