Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan P

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN
BAKSO SAPI
(Bovine sp.)

Oleh
Nama
NRP
No. Meja
Kelompok
Tanggal Praktikum
Asisten

: Sarah R Putri
: 123020173
: 3 (Tigaa)
:G
: 28 April 2015
: Asri Nisa Sakinah


LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2015

I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan
Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.
1.1. Latar Belakang
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang sesuai untuk
dimakan dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.
Daging dikenal sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi namun mempunyai
sifat mudah rusak. Oleh karena itu usaha pengolahan penanganan merupakan cara
untuk mengurangi kerusakan daging pasca panen sekaligus memperoleh nilai
tambah dari produk yang dihasilkan (Syahrianasabil, 2013).
Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan
tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih
besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi, sedangkan sosis

yang umum adalah produk daging giling yang dimasukan kedalam selongsong
(casing) sehingga mempunyai bentuk yang spesifik (bulat panjang) dengan
berbagai ukuran. Hal inilah yang melatarbelakangi dllakukannya praktikum
Pembuatan Bakso dan Sosis (Syahrianasabil, 2013).
Ditinjau diri aspek gizi, bakso merupakan makanan yang mempunyai
kandungan protein hewani, mineral dan vitamin yang tinggi. Dengan mengolah
daging tersebut menjadi bakso konsumen mau menerimanya karena penampakan
dan rasanya yang telah mengalami modifikasi yaitu lebih menarik dengan citarasa
yang lebih disukai (Siti, 2013).

1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk penganekaragaman poduk dari
daging, pengawetan bahan daging untuk mengetahui proses pembuatan bakso dan
menambah nilai ekonomis.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan proses pengikatan bahan
dengan pati dan proses gelatinisasi sehingga produk bersifat kenyal dan elastis.

BAB II BAHAN DAN ALAT PERCOBAAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan Percobaan yang

digunakan, (2) Alat Percobaan yang Digunakan, (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso sapi adalah daging sapi, es
batu, sttp, merica, garam.
2.2. Alat-Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam pembuatan bakso sapi adalah pisau stainless
steel, panci, talenan, copper, timbangan mekanik, sendok.
2.3. Metode Percobaan

Bahan - bahan

Bakso

Pancampuran 1

Pancampuran 2

Pembentukkan

Penimbangan


Penirisan

Perebusan

Gambar 1. Alur Proses Pembuatan Bakso Sapi

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Bakso sapi

III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai : (1) Hasil Percobaan Pembuatan Bakso
Sapi, (2) Pembahasan.
3.3. Hasil Percobaan
Berdasarkan pengamatan terhadap yang telah dilakukan maka diperoleh
hasil pengamatan yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Bakso Sapi
No
1.
2.
3.


Analisa
Nama Produk
Basis
Bahan Utama

4.

Bahan Tambahan

5.
6.

Berat Produk
% Produk
Organoleptik
1. Warna
2. Rasa
3. Aroma
4. Tekstur

5. Kenampakan
Gambar Produk

7.

Hasil
Bakso sapi
200 gram
Daging sapi 137,4 gram
Es batu 34,84 gram
Tapioka 15,68 gram
STTP 0,42 gram
Merica 1,2 gram
Garam 4,18 gram
170 gram
85 %
1.
2.
3.
4.

5.

8

Sumber : Kelompok G, Meja 3 , 2015).

Abu
Khas daging
Khas bakso
Kenyal
Menarik

3.2. Pembahsan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan bakso dengan berat basis 200
gram dan berat produk 170 gram maka mempunyai % produk adalah 85 %. Hasil
dari pengamatan secara oraganoleptik pada bakso memiliki warna abu, rasa khas
daging, beraroma khas bakso, tekstur kenyal dan kenampakannya menarik.
Proses pengolahan yang dilakukan untuk mendapatkan bakso adalah
penghancuran dengan es batu, pencampuran, perebusan dan penirisan.
Pada tahap pertama pembuatan bakso sapi, dilakukan proses “dressing”

pada daging, sehingga didapat daging yang bersih. Proses dressing daging
diartikan sebagai proses penghilangan bagin-bagian yang tidak diperlukan pada
ayam, seperti tulang, bulu, darah, serta jeroan. Selain itu, proses pencucian harus
dilakukan sebersih mungkin.
Pada tahap kedua, setelah didapat daging dilakukan proses penggilingan
dan dilakukan pencampuran oleh tepung tapioka, putih telur, garam dan merica.
Prosentase atau jumlah komposisi bahan-bahan tersebut harus diperhatikan.
Karena akan sangat mempengaruhi kualitas dari produk akhir yang dihasilkan,
seperti tekstur dan rasa.
Es batu dicampurkan pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan
agar selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso
yang dihasilkan akan lebih kenyal (Widyaningsih 2006).
Proses pencampuran dilakukan pada mesin, dalam hal ni food processor,
dengan menambahkan tapioka, dan bumbu yang telah dihaluskan. Setelah siap
adonan dicetak menjadi bola-bola bakso dengan menggunakan tangan dibantu

dengan sendok. Pada saat pencetakan, ukuran bakso diusahakan seragam, tidak
terlalu besar dan tidak juga terlalu kecil. Jika tidak seragam, matangnya bakso
ketika direbus tidak bersamaan dan menyulitkan pengendalian proses. Selain itu
keseragaman ukuran mempengaruhi mutu bakso.

Pada tahap ketiga, dilakukan proses pembentukan kemudian diikuti proses
perebusan. Pada proses pembentukan sebaiknya ukuran dan bentuk bakso
seragam. Mudah atau tidaknya proses pembentukan ini sangat dipengaruhi oleh
proses pencampuran sebelumnya. Sebaiknya proses pembentukan ini sekaligus
dilakukan proses perebusan, maksudnya bakso yang telah dibentuk langsung
dimasukkan kedalam air perebusan yang telah mendidih dan telah ditambah
minyak goreng sedikit. Pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan
keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan. Kkenyalan
adalah

kemampuan

produk

pangan

untuk

pecah


akibat

gaya

tekan.

Kekenyalan/keempukan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein akan
mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi tersebut
mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan selanjutnya akan
terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan
(Winarno, 2004). Rais (2011) juga menyatakan bahwa kemampuan mengikat
pada tepung yang baik akan menghasikan kekenyalan pada adonan setelah
pemasakan.
Apabila bakso telah mengapung dipermukann maka bakso tersebut telah
matang. Bila bakso yang telah dibentuk dibiarkan pada suhu kamar atau tidak
langsung direbus, maka lama-kelaman bakso akan mengeras dan kemungkinan

lain akan terkontaminasi oleh mikroba patogen, dan kondisi lingkungan percobaan
yang kurang higienis.
Tepung tapioka yang digunakan berfungsi sebagai bahan pengisi sekaligus

sebagai bahan yang membantu membuat tekstur bakso menjadi lebih kenyal.
Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati memegang
peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana campuran granula
pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang telah berubah menjadi
gel bersifat irreversible, dimana molekul-molekul pati saling melekat membentuk
suatu gumpalan sehingga viskositasnya semakin meningkat. Tepung Tapioka
berfungsi senagai bahan pengisi serta berfungsi memperbaiki atau menstabilkan
emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah
berat produk, dan dapat menekan biaya produksi
Fungsi

daripada

tapioka

sebenarnya

adalah

“filler”

sekaligus

“binder”untuk membantu terbentuknya tekstur bakso (Wibowo, 1999), apabila
tidak ada tapioka sama sekali maka saat dipanaskan bakso akan pecah sedangkan
apabila tapioka terlalu banyak maka terjadi penyerapan air yang berlebih oleh
tapioka saat pemanasan sehingga bakso jadi lembek. Secara kimiawi, dengan
adanya pencampuran daging ikan dengan tapioka pada proporsi yang tepat maka
akan terbentuk matriks kompleks protein – pati selama proses pemanasan, dimana
pada saat itu terjadi peristiwa gelatinisasi pati dan denaturasi protein yang
selanjutnya kedua komponen saling membentuk ikatan silang (Hardoko, 1994).
Bumbu merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan
pembuatan bakso dan berfungsi memperbaiki atau memodifikasi rasa serta daya

simpan produk olahan daging. Penambahan bumbu ini berfungsi untuk
meningkatkan nilai cita rasa dan aroma pada bakso. Bumbu-bumbu seperti
merica, bawang putih dan garam digunakan untuk memberikan cita rasa pada
produk bakso. Selain memberikan rasa, bau dan aroma pada masakan, bumbu itu
sendiri mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap makanan.
Penggunaan bumbu yang tepat dan benar pada suatu masakan akan menghasilkan
makanan yang baik, enak dan menggugah selera. Tidak lupa, ditambahkan juga
STPP (Sodium Tri Poly Phosphate).
Fungsi utama bawang adalah sebagai pelengkap agar masakan terasa lebih
sedap. Diantara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih
adalah senyawa sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Sama
seperti senyawa fenolik lainnya alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat
luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker, antitrombotik,
antiradang, penurunan tekanan darah dan dapat menurunkan kolesterol darah
(Wibowo, 1999).
Es batu digunakan sebagai bahan yang membantu daging untuk
mempertahankan protein yang terdapat dalam daging sapi. Es yang ditambahkan
berfungsi untuk menjaga suhu food processor agar tidak naik. Suhu alat perlu
dijaga agar proses emulsi dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Faktor yang sangat penting pada pembuatan emulsi daging adalah suhu.
Suhu menentukan efektivitas ekstraksi yang bersifat larut dalam larutan garam
serta menentukan stabilitas emulsi yang dihasilkan. Penambahan es batu pada
proses pegiilingan daging dapat membantu dalam menstabilkan suhu. Peningkatan

suhu selama proses pelumatan daging akan mencairkan es, sehingga suhu daging
atau adonan dapat dipertahankan. Selain itu, penambahan es atau air juga penting
untuk menjaga kelembaban produk akhir agar tidak kering, meningkatkan sari
minyak (juiceness) dan keempukan daging. Jumlah es yang ditambahkan ke dalam
adonan akan mempengaruhi kadar air, daya mengikat air, kekenyalan dan
kekompakan bakso. Oleh sebab itu, penggunaan es atau air es harus dibatasi.
Salah satu tujuan penambahan air dan es pada produk emulsi daging
adalah menurunkan panas produk yang dihasilkan akibat gesekan selama
penggilingan, melarutkan dan mendistribusikan garam ke seluruh bagian massa
daging secara merata, mempermudah ekstraksi proterin otot, membantu proses
pembentukan emulsi, dan mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah. Jika
panas ini berlebih maka emulsi akan pecah, karena panas yang terlalu tinggi
mengakibatkan terjadinya denaturasi protein. Akibatnya produk tidak akan bersatu
selama pemasakan.
Bakso adalah produk daging yang banyak dikonsumsi dan sangat populer
di kalangan masyarakat (SNI 1995).
Bakso daging adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya
yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%)
dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta
bahan makanan yang diijinkan. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas
bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan
serta perbandingannya di dalam adonan (Astiti, 2008).

Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah
mempengaruhi mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging
yang baik dan bermutu tinggi. Sebaikknya dipilih jenis daging yang masih segar,
berdaging tebal, dan tidak banyak lemak sehingga rendemennya tinggi. Selain itu,
cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan,
misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau
agak abu-abu (Astiti, 2008).
Kualitas daging sangat menentukan mutu produk daging olahan. Daging
yang ada di pasaran terbagi dalam 3 kelas. Kelas 1 adalah daging yang tebal
dengan sedikit jaringan ikat dan lemak. Kelas 2 adalah daging tipis, banyak
mengandung lemak dan dengan jaringan ikat yang agak banyak, dan kelas 3
adalah daging tetelan, daging yang mengandung banyak jaringan ikat dan atau
lemak. Klasifikasi daging ini secara tidak langsung berhubungan dengan
kandungan zat gizi dan karakteristik organoleptik daging. Daging sapi yang
berkualitas atau kategori kelas 1 biasanya mempunyai kandungan protein
miofibrilar yang tinggi (protein miosin dan aktin). Protein lersebut mudah dicerna
dan mempunyai sam amino yang lengkap. Protein daging biasanya sekitar 20%,
sedangkan lemaknya sangat bervariasi antara lain tergantung umur, pakan, spesies
dan lokasi otot dan berkisar 3-13%. Daging yang berkualitas dan masih baru
mempunyai bau dan aroma yang khas sesuai dengan spesies ternaknya, keset
(tidak nampak kering dan juga tidak berair), sedikit susut masaknya dan tinggi
daya ikat airnya.

Warna produk baso menjadi bewarna abu pada saat perebusan. Hal ini
terjadi dikarenakan penggunaan jenis daging yang baik dan jenis tepung yang
digunakan, sesuai pendapat Rahmat (2011) yang menyatakan bahwa tingkat
kecerahan warna pada daging, ditentukan oleh bagian jenis daging dan tebaltipisnya lapisan oksimioglobin pada permukaan daging. Selain itu berubahnya
warna daging pada saat perebusan yairu karena cara pengolahan baso, misalnya
jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau agak abuabu.
Kriteria mutu untuk tekstur bakso adalah tekstur kompak, elastis, tidak ada
serat daging, tidak ada duri dan tulang, tidak basah berair dan rapuh. Proses
pengikatan ini merupakan suatu reaksi yang dipengaruhi oleh pemanasan, karena
daging dalam keadaan segar (Wibowo, 1999).
STPP mampu menambah citarasa, memperbaiki tekstur, mencegah
terjadinya rancidity (ketengikan), dan meningkatkan kualitas produk akhir dengan
mengikat zat nutrisi yang terlarut dalam larutan garam seperti protein, vitamin dan
mineral Hal ini sesuai dengan pernyataan Thomas (1997) bahwa STPP dapat
menyerap, mengikat dan menahan air, meningkatkan water holding capacity
(WHC), dan keempukan (Mubandrio, 2009).
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan hasil yang sesuai dengan SNI dari
segi bau, rasa, aroma, teekstur.
Critical Control Point atau CCP dalam proses pengolahan produk bakso
ini adalah pada saat penggilingan dimana pada proses penggilingan ini sangat
menentukan tekstur dari baso yang dihasilkan, apabila formula yang digunakan

tidak sesuai dan proses penggilinganya tidak optimal maka akan dihasilkan tekstur
baso yang mudah hancur. Kemudian pada saat melakukan proses perebusan,
waktu yang digunakan untuk merebus bakso minimal adalah 15 menit, sehingga
tidak memberikan kesempatan pada mikroorganisme yang mungkin ikut serta
selama proses untuk hidup dan memperbanyak diri sehingga daya simpannya
dapat diperpanjang.

IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan, (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan bakso dengan berat basis 200
gram dan berat produk 170 gram maka mempunyai % produk adalah 85 %. Hasil
dari pengamatan secara oraganoleptik pada bakso memiliki warna abu, rasa khas
daging, beraroma khas bakso, tekstur kenyal dan kenampakannya menarik.
4.2. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah percobaan dilakukan
secara higienis dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta harus lebih
teliti dalam penambahan bahan tambahan dan prosedurnya.

\

DAFTAR PUSTAKA
Astiti. 2008. Pembuatan Daging Bakso. http:// Fatimah_Astiti. blogspot.com.
Diakses: 30 April 2015.
Hardoko. 1994. Pembuatan Fish Cake (Kamaboko) dari Daging Ikan Tengiri
dengan Tepung Gandum dan Tepung Sagu. Buletin Ilmiah Perikanan.
Faperik Unibraw Malang, III : p.63-72.
Mubandrio, Tri Dewanti W. 2009. STPP Pengganti Boraks (Bleng) Pada
Kerupuk Puli dan Bakso. http://terminalcurhat.blogspot.com. Diakses: 30
April 2015.
Rais, H. 2011. Makanan Olahan Daging. http:// harfinad24090112.wordpress.
com. Diakses: 30 April 2015.Diakses: 30 April 2014.
Siti. 2013. Pembuatan baso. http://sittiassambo.blogspot.com. Diakses: 30 April
2015.
Standar Nasional Indonesia. 1995. Bakso Daging. sisni.bsn.go.id.html. Diakses:
30 April 2015.
Syahrianasabil.

2013.

Pembuatan

Bakso

dan

Sosis.

http://syahrianasabil.blogspot.com. Diakses: 30 April 2015.
Wibowo, S. 1999. Budi Daya Bawang Putih, Merah, dan Bombay. Penerbit
Penebar Swadaya : Jakarta
Widyaningsih. T. D. dan E. S. Murtini. 2006. Pengolahan Pangan Masa Kini.
http://www.e-dukasi.net.Diakses: 30 April 2015.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta

LAMPIRAN PERHITUNGAN

Bakso
Diketahui :
Basis = 200 gram

Daging sapi = 68,97 % =

x 200 = 137,4 gram

Es batu = 17,43% =

x 200 = 34,84 gram

Tapioka = 7,84 % = =

x 200 = 15,68 gram

STTP = 0,21 % =

x 200 = 0,42 gram

Merica = 0,6 % =

x 200 = 1,2 gram

Garam = 2,09 % =

x 200 = 4,18 gram

Ditanyakan : % produk ?

Jawab : % produk =

=

x 100 %

x 100 %

= 85 %

LAMPIRAN BAHAN DISKUSI
1. Jelaskan karakteristik daging sapi yang baik digunakan untuk pembuatan
bakso!
Jawab :
Daging sapi yang baik digunakan untuk proses pembuatan bakso adalah daging
sapi dengan daya ikat air kuat atau disebut dengan high binding meat. High
binding meat adalah jenis daging sapi yang memiliki kapasitas pengikatan air
atau water holding capasity yang tinggi sehingga pembentukan emulsi pada
produk bakso akan sangat baik.
2. Gambarkan bagian-bagian dari karkas sapi beserta penggunaannya di dalam
produk pangan !
Jawab :

a. Chuck/Paha depan
Terletak pada bagian paha depan sapi. Ciri potongan daging ini berbentuk segi
empat dengan ketebalan 2-3 cm. Bagian tulang pundak masih menempel ke
bagian paha sampai bagian terluar dari punuk. Penggunaan: baso, sop,kari,
abon dan rendang.
b. Blade/ Punuk
Daging sapi bagian atas yang menyambung dari bagian daging paha depan
sampai ke bagian punuk sapi. Pada bagian tengahnya terdapat serat-serat kasar
yang mengarah ke bagian bawah, cocok digunakan untuk hidangan kukus.
Penggunaan: empal, semur, sop, abon dan rendang.
c. Cub roll/ Lemusir
Bagian daging sapi yang berasal dari bagian belakang sapi di sekitar has dalam,
has luar dan tanjung. Lamosir termasuk daging yang lunak karena di dalamnya
terdapat serat lemak. Penggunaan: sate, rendang, empal dan sukiyaki.
d. Sirloin/ Has luar
Daging sapi yang berasal dari bagian bawah daging iga, terus sampai ke bagian
sisi luar has dalam. Daging ini adalah daging pulang murah dari semua daging
has karena otot sapi pada bagian ini masih lumayan keras. Penggunaan: Steak,
bistik, rollade.
e. Tenderloin/ Has dalam
Potongan ini terletak pada bagian tengah badan sapi. Sesuai dengan
karakteristik daging has, daging ini terdiri dari bagian otot utama di sekitar
bagian tulang belakang. Daerah ini adalah bagian yang paling lunak karena
otot-otot di bagian ini jarang dipakai untuk beraktivitas. Penggunaan: steak,
sate dan sukiyaki.
f. Topside/ Penutup
Bagian daging sapi ini terletak di bagian paha belakang sapi dan sudah
mendekati area belakang sapi. Potongan daging sapi ini sangat tipis dan

lembut. Di bagian ini sangat jarang lemak. Penggunaan: abon, bistik, empal,
bistik dan baso.
g. Rump/ Tanjung
Potongan ini diambil dari daging sapi bagian punggung belakang. Biasanya
digunakan untuk bakar-bakaran. Penggunaan: Bistik, rendang, dendeng, baso
dan abon.
h. Silver side/ Gandik
Bagian paha belakang sapi terluar dan paling dasar. Banyak yang sering
tertukar dengan menyamakannya dengan daging paha depan. Penggunaan:
balado, rendang, empal dan dendeng.
i. Shank/ Sengkel
Sengkel berasal dari bahasa Belanda, schenkel yang berati bagian depan atas
kaki sapi. Penggunaan: baso urat, semur, sop dan rawon.
j. Flank/ Samcan
Bagian ini berasal dari otot perut sapi. Bentuknya panjang dan datar, tapi
kurang lunak. Untuk melunakkannya, biasanya potongan daging dipukul-pukul
terlebih dahulu. Penggunaan: kornet, sate, daging giling. sop dan rawon.
k. Brisket/Sandung lamur
Bagian ini berasal dari dada bawah sapi bagian ketiak. Biasanya bagian ini
agak berlemak dan sering digunakan untuk makanan khas Padang seperti Asem
Padeh. Penggunaan: kornet, rollade, rawon,dan sop.
3. Apa yang menyebabkan warna abu-abu pada bakso ?
Jawab :
Warna abu-abu pada produk bakso disebabkan oleh adanya penambahan
tepung tapioka pada adonan bakso. Pati tergelatinisasi sehingga menyebabkan
warna abu-abu akibat proses reaksi browning non enzimatis yaitu terjadinya
reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat khususnya
gula pereduksi dengan gugus amina primer. hasilnya berupa produk berwarna
cokelat yang sering dikehendaki. Namun kadang-kadang malah menjadi
pertanda penurunan mutu. Reaksi maillard yang dikehendaki misalnya pada
pemanggangan daging dan roti.

LAMPIRAN SNI
Syarat Mutu Bakso Daging Sapi

No.
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Satuan
Kriteria Uji
Keadaan
1.1. Bau
1.2. Rasa
1.3. Warna
1.4. Tekstur
Air
Abu
Protein
Lemak
Boraks
Bahan Tambahan
Makanan

Cemaran Logam
8.1. Timbal (Pb)
8.2. Tembaga (Cu)
8.3. Seng (Zn)
8.4. Timah (Sn)
8.5. Raksa (Hg)
9.
Cemaran Arsen (As)
10.
Cemaran Mikroba
10.1. Angka lempeng total
10.2. Bakteri bentuk coli
10.3. Escherichia coli
10.4. Enterococci
10.5. Clostridium
perfingens
10.6. Salmonella
10.7. Staphylococcus
aureus
(Sumber : SNI 01-3818-1995)

%b/b
%b/b
%b/b
%b/b
-

Persyaratan

Normal, khas
daging
Gurih
Normal
Kenyal
Maks. 70,0
Maks. 3,0
Min. 9,0
Min. 2,0
Tidak boleh ada
Sesuai dengan SNI
01-0222-1987 dan
revisinya

8.

Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg

Maks. 2,0
Maks. 20,0
Maks. 40,0
Maks. 40,0
Maks. 0,03
Maks. 1,0

Koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g
Koloni/g

Maks. 1 x 105
Maks. 10