Jawaban soal uts komnet nomor 1 dan 2

JAWABAN SOAL UTS
1. Desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi
dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara
efektif antara guru dan peserta didik.

a. Desain Pembelajaran EDDIE
Model ADDIE adalah salah satu model desain sistem pembelajaran yang
memperlihatkan tahapan-tahapan dasar sistem pembelajaran yang sederhana dan mudah
dipelajari.

Model

ini

terdiri

dari

lima

fase


atau

tahap

utama,

yaitu:

1. Analysis / Analisis
Analisis merupakan langkah pertama dari model desain sistem pembelajaran
ADDIE. Langkah analisis melalui dua tahap yaitu :
a). Analisis Kinerja
Analisis Kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah
masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan
program pembelajaran atau perbaikan manajemen.
b). Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan
kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk
meningkatkan kinerja atau prestasi belajar. Hal ini dapat dilakukan apabila program

pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang sedang
dihadapi.
Jika hasil analisis data yang telah dikumpulkan mengarah kepada pembelajaran sebagai
solusi untuk mengatasi masalah pembelajaran yang sedang dihadapi, selanjutnya
perancang program pembelajaran melakukan analisis kebutuhan dengan cara menjawab
beberapa pertanyaan lagi.
Pertanyaannya sebagai berikut :
a)

Bagaimana karakteristik siswa yang akan mengikuti program pembelajaran?
(learner analysis )

b) Pengetahuan dan ketrampilan seperti apa yang telah dimiliki oleh siswa?(prerequisite skills)
c)

Kemampuan atau kompetensi apa yang perlu dimiliki oleh siswa? (task atau goal
analysis)

d)


Apa indikator atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa siswa
telah

mencapai

kompetensi

yang

telah

ditentukan

setelah

melakukan

pembelajaran? (evaluation and assessment).
e)


Kondisi seperti apa yang diperlukan oleh siswa agar dapat memperlihatkan
kompetensi yang telah dipelajari? (setting or condition analysis)

2. Design / Desain
Desain merupakan langkah kedua dari model desain sistem pembelajaran ADDIE.
Langkah ini merupakan:
a. Inti dari langkah analisis krn mempelajari masalah kemudian menemukan
alternatif solusinya yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis
kebutuhan.
b.

Langkah penting yang perlu dilakukan untuk, menentukan pengalaman belajar
yang perlu dimilki oleh siswa selama mengikuti aktivitas pembelajaran.

c. Langkah yang harus mampu menjawab pertanyaan, apakah program pembelajaran
dapat mengatasi

masalah kesenjangan kemampuan siswa? Kesenjangan

kemampuan disini adalah perbedaan kemampuan yang dimilki siswa dengan

kemampuan yang seharusnya dimiliki siswa.
Pada saat melakukan langkah ini perlu dibuat pertanyaan-pertanyaan kunci
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Kemampuan dan kompetensi khusus apa yang harus dimilki oleh siswa setelah
menyelesaikan program pembelajaran?
b. Indikator apa yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam
mengikuti program pembelajaran.
c. Peralatan atau kondisi bagaimana yang diperlukan oleh siswa agar dapat
melakukan unjuk kompetensi – pengetahuan, ketrampilan, dan sikap - setelah
mengikuti program pembelajaran?
d. Bahan ajar dan kegiatan seperti apa yang dapat digunakan dalam mendukung
program pembelajaran?
3. Development / Pengembangan.
Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam mengimplementasikan
model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan
membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain mencakup

kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai
untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program.
Dalam melakukan langkah pengembangan, ada dua tujuan penting yang perlu dicapai.

Antara lain adalah :
a. Memproduksi, membeli, atau merevisi bahan ajar yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.
b. Memilih media atau kombinasi media terbaik yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Pada saat melakukan langkah pengembangan, seorang perancang akan membuat
pertanyaan-pertanyaan

kunci

yang

harus

dicari

jawabannya,

Pertanyaan-


pertanyaannya antara lain :
a. Bahan ajar seperti apa yang harus dibeli untuk dapat digunakan dalam mencapai
tujuan pembelajaran?
b. Bahan ajar seperti apa yang harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan siswa
yang unik dan spesifik?
c. Bahan ajar seperti apa yang harus dibeli dan dimodifikasi sehingga dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan siswa yang unik dan spesifik?
d. Bagaimana kombinasi media yang diperlukan dalam menyelenggarakan program
pembelajaran?
4. Implementation / Implementasi
Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah
keempat dari model desain sistem pembelajaran ADDIE.
Tujuan utama dari langkah ini antara lain :
a.

Membimbing siswa untuk mencapai tujuan atau kompetensi.

b.

Menjamin terjadinya pemecahan masalah / solusi untuk mengatasi kesenjangan

hasil belajar yang dihadapi oleh siswa.

c.

Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, siswa perlu memilki
kompetensi – pengetahuan, ketrampilan, dan sikap - yang diperlukan.

Pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dicari jawabannya oleh seorang perancang
program pembelajaran pada saat melakukan langkah implementasi yaitu sebagai
berikut :
a). Metode pembelajaran seperti apa yang paling efektif utnuk digunakan dalam
penyampaian bahan atau materi pembelajaran?

b). Upaya atau strategi seperti apa yang dapat dilakukan untuk menarik dan
memelihara minat siswa agar tetap mampu memusatkan perhatian terhadap
penyampaian materi atau substansi pembelajaran yang disampaikan?
5. Evaluation / Evaluasi
Pada tahap ini efesiensi dan efektifitas pembelajaran diukur melalui kegiatan
penilaian untuk mengukur validitas produk, bisa berupa evaluasi formatif yang
mencakup; observasi, interview, dan angket. (Dewi.2009).

b. Desain Pembelajaran ASSURE
Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Menurut
Heinich et al (2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu:
a)

Analyze Learners.
Menurut Heinich et al (2005) jika sebuah media pembelajaran akan digunakan
secara baik dan disesuaikan dengan ciri-ciri belajar, isi dari pelajaran yang akan
dibuatkan medianya, media dan bahan pelajaran itu sendiri. Lebih lanjut Heinich,
2005 menyatakan sukar untuk menganalisis semua cirri pelajar yang ada, namun
ada tiga hal penting dapat dilakuan untuk mengenal pelajar sesuai .berdasarkan
cirri-ciri umum, keterampilan awal khusus dan gaya belajar.

b)

States Objectives.
Langkah kedua dari model ASSURE adalah menetapkan tujuan pembelajaran.
Hasil belajar apa yang diharapkan dapat siswa capai? Lebih tepatnya, kemampuan
baru apakah yang harus dimiliki siswa setelah proses pembelajaran. Objectives

adalah sebuah pernyataan tentang apa yang akan dicapai, bukan bagaimana untuk
mencapai. Pernyataan tujuan harus spesifik. Tujuan pembelajaran hendaknya
mengandung unsur ABCD.
A. Tujuan Pembelajaran :
Setelah selesai kegiatan pembelajaran, siswa dapat :


Mendeskripsikan arti kebutuhan



Mengidentifikasi penggolongan kebutuhan



Mendeskripsikan alat pemuas kebutuhan/sumber daya



Mengidentifikasi arti kelangkaan dalam upaya memenuhi kebutuhan




Mengidentifikasikan hubungan kelangkaan dengan kebutuhan menusia
yang tidak terbatas



Menjelaskan penger tian skala prioritas dan menyusun skala prioritas
kebutuhan manusia pada umumnya

c) Select Methods, Media, and Material.
Suatu rencana yang sistematik dalam penggunaan media dan teknologi tentu
menuntut agar metode, media dan materinya dipilih secara sistematis pula. Proses
pemilihannya melibatkan tiga langkah.
1. Memilih Metode
Metode ceramah adalah metode memberikan uraian atau penjelasan
kepada siswa untuk menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Dengan kata lain metode ini adalah sebuah metode mengajar dengan
menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada siswa.
Metode Tanya jawab dilakukan dalam bentuk sejumlah pertanyaan
yang harus dijawab oleh siswa, terutama oleh siswa dari guru, tetapi ada pula
dari siswa kepada guru. Hal ini digunakan untuk memberikan pemahaman
(kognitif) siswa untuk materi yang membutuhkan pemahaman siswa.
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar dengan cara memecahkan
masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing
mengajukan

argumentasinya

untuk

memperkuat

pendapatnya. Tujuan

berdiskusi pada pembelajaran ini yaitu mendidik siswa untuk berfikir dan
memecahkan masalah secara bersama-sama sebagai bentuk dari nilai karakter
yang ingin diterapkan oleh guru. Hal ini sesuai dengan karakteristik siswa

kelas VIII yaitu sudah mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah
hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan
dapat menerima pandangan orang lain.
2.

Memilih Format Media Pada kegiatan pembelajaran menggunakan model
ASSURE, media yang digunakan berupa:
a. Slide Power Point tentang materi Kebutuhan dan Alat pemuas kebutuhan, yang
berisi :
o Poin-poin materi dan penjelasan singkat.
o

d)

Gambar ilustrasi sebagai penjelasan materi.

b.

Gambar daftar keinginan.

c.

Lingkungan sekitar.


Definisi kebutuhan



Penggolongan kebutuhan



Alat pemuas kebutuhan (sumber daya)

Utilize Media and materials.
Langkah berikutnya adalah penggunaan media dan bahan ajar oleh siswa dan
guru. Melimpahnya ketersediaan media dan bergesernya filsafat dari belajar yang
berpusat pada guru ke siswa meningkatkan kemungkinan siswa akan menggunakan
bahan ajarnya sendiri. Sebelum dimulainya pembelajaran guru mengkondisikan
kelas senyaman mungkin sehingga siswa akan merasa nyaman dan aman dalam
mengikuti pembelajaran. Langkah kedua yaitu guru mempersiapkan media yang
akan digunakan dalam pembelajaran yaitu tampilan materi dalam format Power
Poin dengan menggunakan media LCD. LCD proyektor dinyalakan dan layar di
tempatkan di depan kelas agar semua siswa bisa melihat dan mengamati dengan
jelas. Tahap selanjutnya adalah dengan membagikan media gambar “Daftar
Keinginan” yang dibagikan kepada masing-masing siswa.

e)

Require Learner Participation
Partisipasi berisi kegiatan siswa dalam pembelajaran di dalam kelas diawali
dengan kesiapan siswa untuk belajar yaitu siswa duduk dengan rapi di bangku
masing-masing, memberikan penghormatan dan mengucapkan salam kepada guru.
Guru mengkondisikan kelas sampai siswa siap dalam belajar (nyaman). Pada
kegatan awal guru memberikan salam, motivasi, melakukan apersepsi dengan
menanyakan keadaan siswa serta menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran.

f)

Evaluate and Revise
Komponen terakhir model ASSURE untuk pembelajaran yang efektif adalah
evaluasi dan revisi.


Mengukur prestasi siswa Penilaian terhadap siswa dilakukan oleh guru mulai
dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran.
Untuk mengevaluasi metode dan media pembelajaran bisa digunakan diskusi

kelas, wawancara perorangan dan pengamatan perilaku siswa. Mengevaluasi media
dilakukan pada akhir pembelajaran untuk melihat ketercapaian pesan untuk
memantapkan pengetahuan siswa. Sebagai media haruslah menarik siswa untuk
memiliki rasa ingin tahu sebagai salah satu nilai karakter yang ingin dimunculkan
oleh guru. Media peta dimungkinkan untuk siswa berpartisipasi aktif dalam
mengidentifikasi. Apabila siswa kurang memahami maksud dari media maka harus
merubah atau memperbaiki media pembelajaran sehingga mampu menyampaikan
pesan isi media
c. Desain Model Pembelajaran Jerold E. Kemp
Rencana pembelajaran di desain untuk menjawab tiga pertanyaan, ini
merupakan pertanyaan terhadap hal-hal yang diperlukan dalam mendesain
pembelajaran yaitu:
1. Apa yang mesti diajarkan?
2. Apa prosedur dan sumber yang akan bisa untuk menjangkau mutu pembelajaran
yang diinginkan?

3. Bagaimana caranya kita untuk mengetahui nilai yang diperoleh dari pembelajaran
tersebut?
Pada dasarnya,perencanaan dalam desain pembelajaran terdiri atas delapan langkah:
Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran
tiap topiknya;
Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain;

1.

2. Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya

Dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar;
3.

Menentukan isi meteri pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan;

4. Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang

Pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;
5. Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang menyenagkan

atau menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa siswa akan mudah
menyelesaikan tujuan yang diharapkan,
6. Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi

personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan
rencana pembelajaran;
7. Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan

pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali
beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan.(Zahir, 2011)
d. Desain Pembelajaran Pick & Hanafin
Model Hanafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak model desain
pembelajaran yang berorietasi produk. Model berorientasi produk adalah model
desain pembelajaran utuk menghasilkan suatu produk, biasanya media pembelajaran
(Afandi dan Badarudin, 2011:22).
Menurut Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011:26) model desain
pembelajaran terdiri dari tiga fase yaitu Need Assessment (Fase Analisis Keperluan),
Design

(Fase

Desain),

dan

Develop/Implement

(Fase

Pengembangan

dan

Implementasi). Dalam model ini disetiap fase akan dilakukan penilaian dan
pengulangan.
Fase pertama dari model Hanafim dan Peck adalah analisis kebutuhan (Need
Assessment). Di model sebelumnya yakni model ADDIE juga menerangkan bahwa
tahap pertama dari model tersebut adalah analisa (Analysis) yang didalamnya memuat
Need Assessment.
Pengertian analisis kebutuhan dalam konteks pegembangan kurikulum
menurut John Mc-Neil (Wina Sanjaya, 2008:91) ialah : ‘the process by which one
defines educational needs and decides what their priorities are’. Artinya, bahwa
analisis kebutuhan merupakan sebuah proses yang didefinisikan sebagai sebuah
kebutuhan pendidikan dan ditentukan sesuai dengan prioritasnya. Jadi pada intinya,
proses ini merupakan proses untuk menentukan hal utama dari apa yang dibutuhkan
dalam pendidikan.
Menganalisis kebutuhan menjadi hal dasar dalam mendesin pembelajaran
yang akan dilaksanakan. Tidak mudah mengidentifikasi apa yang dibutuhkan dalam
pembelajaran. Terdapat langkah-langkah dalam fase analisis kebutuhan, Glasgow
dalam Wina Sanjaya (2008:93) mengemukakan secara detail langkah-langkah need
assessment yakni :
1. Tahapan Pengumpulan Informasi
2. Tahapan Identifikasi Kesenjangan.
3. Analisis Performance.
4. Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-sumbernya.
5. Identifikasi Karakteristik siswa
6. Identifikasi Tujuan
7. Menentukan Permasalahan.
Fase kedua dari Hanfin dan Peck adalah fase desain (Design). Hanafin dan Peck
(Afandi

dan

Badarudin,

2011)

menytakan

fase

desain

bertujuan

untuk

mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai
tujuan pembuatan media tersebut. Dokumen tersebut dapat berupa story board. Jadi,
hasil dari need assessment kemudian dituangkan ke dalam sebuah papan dan caranya
dengan mengikuti aktifitas yang sudah dianalisis dalam need assessment sebelumnya.
Dokumen ini nantiya akan memudahkan kita dalam menentukan tujuan pembuatan
media pembelajaran, karena merupakan sebuah papan.
Dalam fase kedua ini, tidak lupa dilakukan tes atau penilaian sebelum dilanjutkan
ke fase pengembangan dan implementasi. Hanafin dan Peck telah menggambarkan
(gambr 1) bahwa harus ada timbal blik dari setiap fase, hal ini mungkin membuat kita
mudah megetahui kesalahan yang kita buat dan menjadi pembelajaran untuk kita.
Fase terakhir dari model Hanafin dan Peck adalah pengembangan dan
implementasi. Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) mengatakan aktivitas
yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilain
formatif dan sumatif. Penilaian formatif ialah penialain yang dijalankan saat proses
pengembangan media berlangsung, sedangkan penilaian sumatif dijalankan pada
akhir proses. Pada fase ini media dikembangkan dan pembelajaran dilaksanakan
sesuai dengan tujuan yang telah dibuat berdasarkan analisis kebutuhan dan desain
yang telah dijalankan.
2. Kerangka Desain multimedia Menurut berbagai teori.
Desain Multimedia adalah salah satu mata pelajaran paket Multimedia (MM) pada
program keahlian Teknik Komputer dan Informatika (TKI). Berdasarkan struktur
kurikulum mata pelajaran desain multimediadisampaikan di kelas XI semester satu dan
semester dua, masing-masing 2 jam pelajaran.
Multimedia merupakan penggabungan teks, gambar, suara, video dan animasi
untuk menyampaikan maksud tertentu. Dengan multimedia, penyampaian sebuah produk
menjadi lebih menarik, apalagi jika dilengkapi dengan unsure interaktivitas didalamnya.
Sebuah produk multimedia yang baik, pasti diawali dengan desain yang baik pula.
(Nanik.2013)
a. Teori Belajar Behavioristik

Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan
respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Beberapa prinsip dalam teori
belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and
Secondary

Reinforcement;(3)

Schedules

of

Reinforcement;

(4)

Contingency

Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of
Responses (Gage, Berliner, 1984).
Kerangka desain multimedia menurut pengertian terori ini berarti siswa
diharapkan dapat merubah tingkah laku siswa menjadi lebih baik lagi setelah
mempelajari semua perangkat multimedia seperti gambar, audio, visual dan lain
sebagianya karena menurut teori Behavioristik ini tingkah laku seseorang akan dapat
dilihat perubahannya setelah mendapatkan suatu pembelajaran termasuk pembelajaran
multimedia.
b. Teori Sibermetik (Pemrosesan Informasi)
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang
sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik,

belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan
dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses
belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah
sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa (Budiningsih, 2008: 81).
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun
yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar
sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari
oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama
mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah
usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan
cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk
memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi. Proses pengolahan
informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya
memory. Model proses pengolahan informasi memandang memori manusia seperti
komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya
dalam bentuk dan isi, kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi
pada saat dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran)
diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan
jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi
oleh Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut
umumnya berpijak pada asumsi:
a)

Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.

b) Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan
bentuk ataupun isinya.
c)

Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas (Budiningsih, 2005:
82)

Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang
mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara
langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu.
Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas, oleh karena itu
untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu memperhatikan kapabilitas belajar,

peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan pembelajaran. Belajar bukan
sesuatu yang bersifat alamiah, namun terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu
kondisi internal dan kondisi eksternal. Sehubungan hal tersebut, maka pengelolaan
pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk diorganisir
dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan kondisi eksternal.
c. Teori Classical Conditioning.
Teori classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru
dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dengan
adanya stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat
menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa lebih tertarik pada guru, artinya
tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh , tertarik pada mata pelajaran yang
diajarkan, mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatianya terutama
pada guru, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu
terkontrol oleh lingkungan. Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan
murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah
dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan
dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.(Anonim.2010)
Penerapan teori ini pada kerangka desain multimedia ditekankan pada stimulus
anak sebelum menggunakan pembelajaran dengan menggunakan multimedia, anak
dirangsang terlebih dahulu dengan menggunakan gambar, ataupun video yang
menarik sehingga stimulus anak dapat langsung menuju ke arah materi pembelajaran
yang akan diajarkan sehingga anak sudah refleks dalam melakukan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Muhammad dan Badarudin. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Anonim.2010. Teori Clasical Conditioning. http//488.Wordpress. /teori/clasical. Ac.id
(Diakses, 20 Oktober 2014)
Arqam, Mhd Lailan. 2010. Pengembangan Multimedia Pembelajaran pada Mata Pelajaran
Kemuhammadiyahan bagi Siswa Kelas I Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah
Yogyakarta. http://digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/164693008201010201.pdf,
diakses pada 20 oktober 2014
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Dewi Salma Prawiradilaga. 2009. Prinsip Desain Pembelajaran, Kencana Prenada Media
Group : Bandung.
Majid, Abdul. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Sri, Nanik Rahayu.2013. Desain Multimedia. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementrian Indonesia
Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia