ANALISIS SAMPEL BATUBARA DARI SUMATERA S
ANALISIS SAMPEL BATUBARA DARI SUMATERA SELATAN ANDREAN PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRACT
ANDREAN.Analysis of Coal Samples from South Sumatra. Supervised by DUDI TOHIR and ASTUTI RAHAYU
A determination or an analysis of the characteristics on an analysis of coal
is conducted in balai research in a quantitative manner to characteristic of coal consisting of some parameters, among them are the water level of moist, levels of ashes, proportion of a substance fly, of carbon, hydrogen, nitrogen, oxygen, sulphur content total and heat value. The characteristics on coal analyzed the proximate test to determine the proportion of water, ash- levels and a fly , while test ultimat for the determination of carbon, hydrogen, nitrogen, oksigen and sulphur. The determination of the heat engine is also important in characteristics of coal, the test was done with the methods ASTM. Based on proksimat analysis of experiments on the sixth sample value fuel ratio obtained ranges at 0.81-0.97, it showed that samples of coal from South Sumatra in the bituminous coal. The value of heat engine on close analysis of a sample of coal obtained the result that derived from South Sumatra including classification of sub bituminous coal b and sub bituminous coal c based on classifications ASTM 1982 because it had the value of heat engine be on a level of classification 9.500 < NK > 10.500 and 8.300 < NK > 9.500 BTU.
Keywords: analysis, coal, fuel ratio, heat value.
RINGKASAN
ANDREAN. Analisis Sampel Batubara Dari Sumatera Selatan. Dibimbing oleh
DUDI TOHIR and ASTUTI RAHAYU
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Batubara memiliki sifat masing-masing yang berbeda satu sama lainnya tergantung dari tingkatan batubara itu sendiri. Tingkatan batubara terbagi menjadi beberapa tingkatan atau golongan, yaitu antrasit, bituminous, sub bituminous, lignit, dan gambut.
Penentuan karakteristik pada batubara merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk menentukkan tingkatan dari suatu batubara. Analisis-analisis yang dilakukan yaitu uji proksimat, uji ultimat, dan nilai kalor. Uji proksimat untuk penentuan kadar air, kadar abu dan zat terbang, uji ultimat untuk penentuan kadar karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen dan sulfur, dan penentuan nilai kalor untuk mengetahui kadar kalor yang terkandung dalam batubara. Seluruh uji tersebut dilakukan dengan metode ASTM.
Berdasarkan percobaan pada analisis proksimat dari keenam sampel, nilai fuel ratio yang diperoleh berkisar pada 0,77-0,97, hal ini menunjukkan bahwa sampel batubara dari Sumatera Selatan termasuk ke dalam golongan batubara bituminous. Pada analisis nilai kalor hasilnya menunjukkan bahwa sampel batubara yang berasal dari Sumatera Selatan termasuk golongan batubara sub bituminous B dan sub bituminous C klasifikasi ini berdasarkan ASTM 1982 karena memiliki nilai kalor berada pada tingkat klasifikasi 9.500 < NK > 10.500 dan 8.300 < NK > 9.500 BTU.
Kata kunci: analisis batubara, fuel ratio, nilai kalor.
ANALISIS SAMPEL BATUBARA DARI SUMATERA SELATAN ANDREAN
Laporan Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya pada
Program Diploma Keahlian Analisis Kimia
PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
Judul Tugas Akhir
: Analisis Sampel Batubara dari Sumatera Selatan
: J3L109137
Disetujui
Drs.Dudi Tohir, M.S
Astuti Rahayu, S.Si
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui
Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc
Armi Wulanawati, S.Si, M.Si
Direktur
Koordinator Program Keahlian
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. Penulis bersyukur dapat menyelesaikan laporan PKL yang berjudul “Analisis Sampel Batubara dari Sumatera Selatan”. Laporan tugas akhir ini disusun untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Ahli Madya pada program studi Analisis Kimia Institut Pertanian Bogor.
Penulis banyak mendapatkan dukungan baik moril maupun teknis pada saat penyusunan laporan tugas akhir, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Dudi Tohir, M.S selaku dosen pembimbing PKL yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan laporan tugas akhir, serta Ibu Astuti Rahayu selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan arahan, saran, dan motivasinya. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan doa, moril, dan materil. Serta ucapan terima kasih kepada analis di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara dan semua teman-teman Analisis Kimia 46 yang telah memberikan solusi, bantuan dan semangat. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.
Bogor, mei 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 30 Juni 1991, lahir dari pasangan suami istri Bapak Syafrul Halim Rozie dan Ibu Wijaya Ningsih. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 2003 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN 2 Pelita dan melanjutkan Sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Kautsar Rajabasa. Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan penulis pada tahun 2009 di SMA Al-Kautsar Rajabasa. Setelah menyelesaikan SMA penulis melanjutkan kuliah di Direktorat Program Diploma Insitut Pertanian Bogor Program Keahlian Analisis Kimia melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjalani pendidikan, penulis aktif mengikuti kegiatan di Program Analisis Kimia Diploma IPB, seperti makrab dan fieldtrip. Penulis berkesempatan melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara Bandung.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi yang digunakan rakyat Indonesia saat ini sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil, yaitu bahan bakar minyak, batubara, dan gas. Kerugian penggunaan bahan bakar fosil selain merusak lingkungan, juga tidak terbarukan (nonrenewable) dan tidak berkelanjutan (unsustainable). Batubara merupakan sumber energi alternatif selain minyak bumi, konsumsi batubara di dalam negeri yang terbesar adalah untuk kebutuhan pembangkit tenaga listrik, sedangkan untuk industri lain seperti semen, besi baja, dan industri kecil masih relatif kecil. Produksi dan konsumsi batubara Indonesia akan terus ditingkatkan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan energi.
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara. Secara garis besar batubara terdiri dari zat organik, air, dan bahan mineral. Batubara dapat diklasifikasikan menurut tingkatan yaitu lignit, sub-bituminous, bituminous, dan antrasit. Dimana tingkatan batubara yang paling tinggi adalah antrasit, sedang tingkatan yang lebih rendah dari antrasit akan lebih banyak mengandung hidrogen dan oksigen (Yunita 2000).
Usaha-usaha untuk memanfaatkan batubara secara maksimal perlu ditunjang oleh teknologi yang tinggi dan data yang memadai tentang karakteristik batubara yang terbesar di seluruh Indonesia, karena endapan batubara yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia mempunyai karakteristik dan sifat-sifat yang berbeda. Data karakteristik batubara Indonesia selain diperlukan untuk menentukan jenis pemanfaatan yang tepat, juga diperlukan untuk memilih sistem (teknologi) yang tepat sehingga dapat menunjang usaha peningkatan pemanfaatan batubara yang berwawasan lingkungan.
1.2 Tujuan
Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL) secara umum menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan dalam dunia kerja. Tujuan (PKL) secara khusus melakukan analisis sampel batubara dari sumatera selatan.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan tanggal 6 Februari - 6 April 2012 di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Bandung.
2 KEADAAN UMUM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
2.1 Sejarah dan Perkembangan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA) merupakan balai penelitian yang berdiri pada tahun 1976. Lembaga penelitian ini merupakan gabungan antara Balai Penelitian Tambang dan Pengolahan Bahan Galian dengan Akademi Geologi dan Pertambangan. Pada awal berdirinya, lembaga ini bernama Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) dan berubah nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral (P3TM). Setelah melalui perkembangan lembaga ini kemudian berganti nama kembali menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, seperti yang dikenal saat ini. Puslitbang tekMIRA berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Balitbang ESDM), Kementerian ESDM. Nama tekMIRA diharapkan dapat menjadi lembaga yang profesional dalam melakukan kegiatan litbang dan pelayanan jasa teknologi mineral dan batubara.
Guna mendukung manajemen dalam aspek kelitbangan dan administratif. Puslitbang tekMIRA memiliki empat kelompok fungsional kelitbangan. Empat kelompok fungsional tersebut yaitu, kelompok litbang pengolahan dan pemanfaatan mineral, kelompok litbang pengolahan dan pemanfaatan batubara, kelompok penerapan teknologi penambangan mineral dan batubara, dan kelompok kajian kebijakan pertambangan mineral dan batubara. Selain itu, Puslitbang tekMIRA didukung oleh tenaga profesional yang memiliki banyak pengalaman dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi mineral dan batubara serta didukung juga oleh laboratorium pengujian yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), (ISOIEC 17025:2005) serta sistem pengelolaan manajemen yang telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000.
2.2 Visi dan Misi
Puslitbang tekMIRA memiliki visi yaitu menjadi puslitbang yang terdepan, unggul, dan terpercaya dalam pemanfaatan mineral dan batubara. Untuk merealisasikan hal tersebut, Puslitbang tekMIRA memiliki empat misi utama, yaitu melakukan penelitian dan pengembangan, perekayasaan dan rancang bangun di bidang teknologi pengolahan dan pemanfaatan mineral dan batubara yang up to date, efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan; melakukan penelitian dan pengembangan, perekayasaan dan rancang bangun di bidang teknologi pengolahan dan pemanfaatan mineral dan batubara yang sesuai dengan kaidah good mining practices; melaksanakan pengkajian tekno ekonomi dan kebijakan mineral dan batubara terkini; serta melaksanakan pengelolaan keuangan, sumber daya manusia, sarana prasarana, program, kerjasama dan sistem informasi yang sesuai dengan kaidah kepemerintahankelembagaan yang baik (good governance).
2.3 Tugas dan Fungsi
Tugas Puslitbang tekMIRA antara lain melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi pertambangan, teknologi pengolahan mineral, teknologi pemanfaatan batubara, rancang bangun dan rekayasa pertambangan, tekno- ekonomi dan informasi serta pelayanan jasa teknologi pertambangan dan pemanfaatan batubara. Fungsi Puslitbang tekMIRA antara lain melakukan penelitian dan pengembangan teknologi tambang terbuka, tambang dalam, geomekanika tambang, keselamatan kerja dan reklamasi tambang, serta melakukan pelayanan jasa teknologi penambangan; pengujian kimia dan fisika mineral, penelitian dan pengembangan pengolahan mineral industri, mineral logam, teknologi pengolahan atau ekstraksi mineral; dan pengujian kimia dan fisika gambut, penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan konservasi terhadap batubara dan gambut.
2.4 Kegiatan Laboratorium Laboratorium Pengujian Kimia Mineral
Laboratorium Pengujian Kimia Mineral melakukan analisis komposisi kimia bahan baku maupun hasil pengolahan atau produk berbagai mineral dan bahan galian. Hasil analisis tersebut berguna untuk menunjang kegiatan penelitian, kegiatan eksplorasi, dan kegiatan eksploitasi bahan tambang, bahkan sampai kegiatan pemasaran.
Analisis yang dilakukan meliputi pengujian mineral lempung (kaolin, zeolit, bentonit, bola lempung, felspar, tufa, tras, perlit, mika, diatome, obsidian, toseki, dan batu apung); batuanbijih sulfida (emas, perak, galena, pirit, kalkopirit, spalerit, dan antimon); kapur (batu gamping, kalsit, dolomit, kapur tohor, dan marmer); batuan fosfat, pasir kuarsa, pasir zirkon, bijih bauksit; bijih besi (pasir besi, laterit, dan pelet besi); bijih mangan, barit, barium karbonat, batuanbijih timah, antimon, dan bismuth. Peralatan pendukung yang tersedia di laboratorium ini diantaranya Spektrofotometer UV-Vis, AAS SpectrAA 220FS lengkap dengan VGA dan GTA, Auto Titrator, Peralatan Fire Assay, Microwave Digester, Muffle Furnace, Drying Oven dan sebagainya.
Laboratorium Pengujian Kimia Lingkungan
Laboratorium Kimia Lingkungan digunakan untuk melakukan analisis dampak lingkungan (AMDAL). Analisis yang dilakukan meliputi pengujian air, tanah, udara, debu dan suara. Khusus analisis limbah dan air permukaan yang telah terakreditasi adalah parameter : Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, Cr, COD, pH, DHL,
dan TSS serta pengujian kesuburan tanah dengan parameter : pH (H 2 O dan KCl),
C organik, P dan O (HCl 25 dan asam sitrat 2), kation yang dipertukarkan (Na, K, Ca, Mg) dan Kapasitas Tukar Kation (KTK).
Laboratorium Kimia Lingkungan meliputi kemampuan untuk pengujian kualitas airair limbah, kesuburan tanah, dan udara. Selain itu laboratorium ini juga melakukan uji toksisitas limbah pertambangan seperti TCLP (toxicity characteristic leaching procedure)dengan metode EPA, dan prediksi pembentukan air asam lambung baik dengan metode statistik(perhitungan asam basa) maupun metode kinetik.
Laboratorium Pengujian Fisika Mineral
Laboratorium Pengujian Fisika Mineral menyiapkan layanan teknologi analisis komposisi mineral yang meliputi uji mikroskopi, difraksi sinar-X (XRD), serta melakukan pengujian sifat-sifat fisika mineral lainnya seperti distribusi ukuran butir, daya serap airminyak, dan kapasitas tukar kation. Pengujian yang dilakukan yaitu identifikasi mineral dengan XRD untuk mengetahui jenis-jenis mineral yang terkandung dalam contoh batuan. Fasilitas peralatan yang digunakan ialah X-Ray Difraction.
Laboratorium Batubara
Laboratorium Batubara melakukan pengujian untuk mengetahui kualitas batubara yang meliputi analisis proksimat (air lembab, zat terbang, kadar abu dan karbon padat), analisis ultimat meliputi (C, H, S, N, Cl dan O), pengujian nilai
kalor, titik leleh abu, analisis komposisi abu batubara (SiO 2 , Al 2 O 3 , Fe 2 O 3 , CaO,
MgO, K 2 O, Na 2 O, TiO 2 , MnO 2 , dan LOI) dan analisa fisik lainnya yang meliputi
nilai muai bebas, berat jenis, true specific gravity, dan hard grove indeks. Adapun peralatan pendukung yang digunakan meliputi furnace, oven, FSI oven, AFT oven, dan alat instrument lain seperti sulphur, CHN, dan nilai kalor.
Laboratorium Mekanika Tanah dan Mekanika Batuan
Laboratorium Pengujian Mekanika Tanah melayani pengujian tanah, diantaranya pengujian sifat-sifat fisik (kadar air, berat isi, berat jenis, analisis ayak, hidrometer), sifat-sifat mekanik tanah (kuat tekan, kuat geser, konsolidasi, permeabilitas, dan bahan jalan). Laboratorium Pengujian Mekanika Batuan melayani pengujian batuan berdasarkan sifat-sifat fisik (kadar air, berat isi, berat jenis, daya serap air, kekerasan), sifat-sifat mekanik (kuat tekan, kuat tarik, triaxial, kuat geser residu, point load, ultrasionicdynamic poisson's ratio), dan agregat (daya aus gesek dengan bejana Los Angeles, daya aus tekan dengan bejana Rudeloff, soundness dengan larutan natrium sulfat).
2.5 Struktur Organisasi
Secara struktural, Puslitbang tekMIRA berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM. Struktur organisasi puslitbang tekMIRA secara umum disajikan pada Lampiran 1.
Puslitbang tekMIRA diketuai oleh kepala pusat yang membawahi jabatan fungsional dan 4 bidang yaitu bidang tata usaha, bidang sarana penelitian dan pengembangan, bidang program dan bidang afiliasi.
3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Batubara
Batubara maerupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan komposisi yang cukup kompleks. Batubara adalah substansi heterogen yang dapat terbakar dan terbentuk dari banyak komponen yang mempunyai sifat saling berbeda. Proses perubahan tumbuhan menjadi batubara dikenal dengan coalifikasi dengan urutan zat yang dihasilkan yaitu gambut, lignit, sub bituminous dan antrasit. Proses Pembentukan Batubara, yaitu:
Batubara merupakan sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang mengalami perubahan bentuk awal hingga menjadi batubara. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya bersama dengan pergeseran kerak bumi (pergeseran tektonik) sehingga mengubur rawa dan gambut, dengan penimbunan tersebut material tumbuhan terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan menjadi gambut dan kemudian batubara. Perubahan kimia yang dimaksud adalah terjadinya perubahan yang kompleks dari senyawa batubara yang berasal dari tumbuhan sebagai akibat dari proses pembusukkan,
pemupukkan, dan pemadatan. Pada proses tersebut terjadi pelepasan air, CO 2 , dan
gas metana. Reaksi yang terjadi, yaitu:
gas metan
6C 6 H 10 O 5 C 20 H 22 0 4 + 5CH 4 + 9H 2 O + 7CO 2 + 4C0
Selulosa
bituminus gas metan
(Sukandarrimidi 2006).
Perubahan fisika yang dimaksud adalah bertambah gelapnya warna dari massa pembentukan batubara, naiknya kekerasan dan perubahan tekstur batubara. Dengan semakin dalamnya timbunan sisa tanaman maka akan terjadi proses selanjutnya yaitu proses geokimia, pada tahap ini terjadi proses selanjutnya, yaitu Perubahan fisika yang dimaksud adalah bertambah gelapnya warna dari massa pembentukan batubara, naiknya kekerasan dan perubahan tekstur batubara. Dengan semakin dalamnya timbunan sisa tanaman maka akan terjadi proses selanjutnya yaitu proses geokimia, pada tahap ini terjadi proses selanjutnya, yaitu
Batubara yang terbentuk dari tanaman yang mengalami degradasi sedang disebut batubara humat. Batubara humat memiliki ciri berlapis, mudah hancur untuk batubara muda, sedangkan untuk batubara tua kuat. Warnanya bervariasi mulai dari warna cokelat (batubara muda), hitam kusam (subbituminous), hitam mengkilap (bituminous), dan hitam keperakan (antrasit) (Tsai 1982).
3.2 Jenis Batubara
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang lama ( puluhan sampai jutaan tahun ) dibawah pengaruh fisika, kimia, ataupun keadaan geologi. Batubara memiliki sifat masing-masing yang berbeda satu sama lainnya tergantung dari tingkatan batubara itu sendiri. Tingkatan batubara terbagi menjadi beberapa tingkatan atau golongan, yaitu :
1. Gambut (peat)
Golongan ini sebenarnya belum termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan bakar, hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasarnya yaitu tumbuhan. Batubara jenis ini memiliki kadar air di atas 75 serta nilai kalor yang paling rendah.
2. Lignit (Batubara coklat,”Brown coal”)
Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur kekar dan gejala pelapisan. Lignit merupakan tingkat terendah dari batubara, apabila dikeringkan maka gas dan airnya akan keluar. Batubara jenis ini mengandung 35-75 air, kandungan karbon yang sedikit dan nilai kalor yang rendah yaitu sebesar 4000 kalg.
3. Sub-Bituminus (Bitumen Menengah)
Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam- hitaman. Batubara jenis ini terletak di antara batubara lignit dan sub-bituminus. Batubara ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan temperatur rendah.
4. Bituminus
Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik. Batubara bituminus nengandung 68-
86 karbon, berkadar air 8-10, nilai kalor sebesar 6000 kalg dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Batubara ini dapat digunakan untuk kepentingan transportasi dan jenis industri kecil.
5. Antrasit
Merupakan kelas batubara tertinggi, berbentuk padat, batu-keras dengan warna jet-black berkilauan metalik, mengandung antara 86-98 unsur karbon dengan kadar air kurang dari 8, nilai kalor lebih dari 7300 kalg, terbakar lambat, dengan batasan nyala api biru dengan sedikit sekali asap.
3.3 Analisis Batubara
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara diantaranya analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), dan kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, dan sulfur (Munir 2009). Kualitas batiubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.
Berdasarkan American Society for Testing and Materials (ASTM) parameter analisis proksimat yang dilakukan meliputi:
a) Analisis Kadar Air Lembab (Moisture), penetuan kadar ini bertujuan untuk mengetahui kadar air yang terdapat dalam batubara yang berukuran 60 mesh dan nantinya dapat di hitung dengan kadar air bebas pada batubara bongkah dan pada batubara ukuran 3 mm sebagai kadar air total.
b) Analisis Kadar Abu (Ash), abu merupakan kandungan residu non-
combustible yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO 2 ),
kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainnya. Abu batubara yang
dicirikan oleh nisbah kadar oksida besi (Fe 2 O 3 ) dengan jumlah kadar CaO dan
MgO lebih besar dari satu, kebanyakan berasal dari tipe batubara bituminus sampai antrasit (Rance 1975).
c) Analisis Kadar Zat Terbang (Volatile Matter), merupakan kandungan batubara yang terbebaskan pada temparatur tinggi tanpa keberadaan oksigen
(misalnya C x H y , H 2 , dan SO x ). Kandungan zat terbang mempengaruhi
kesempurnaan pembakaran dan intensitas nyala api. Nilai Karbon padat diperoleh dari sisa hasil analisis kadar air, kadar abu, dan dari kandungan zat terbangnya. Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh nilai karbon padat, karena semakin tinggi nilai fuel ratio maka karbon yang tidak terbakar semakin banyak. Berikut adalah hubungan nilai fuel ratio, karbon padat, dan kadar zat terbang :
Analisis proksimat lain seperti analisis karbon padat dan kadar air total tidak dilakukan dalam pengujian. Parameter analisis ultimat berdasarkan ASTM meliputi :
a) Nilai karbon, karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan peningkatan derajat batubaranya. Karbon bertambah sesuai dengan naiknya derajat batubara kira-kira 60-100. Presentasenya akan lebih kecil pada lignit dan menjadi besar pada antrasit dan hampir seratus persen dalam grafit. Unsur karbon yang ada sangat penting peranannya sebagai penyebab panas.
b) Nilai hidrogen, hidrogen yang terdapat dalam batubara berupa kombinasi alifatik dan aromatik dan berangsur habis akibat evolusi metana. Kandungan hydrogen dalam lignit berkisar antara 5-6 dan sekitar 4,5-5,5 dalam batubara berbitumin dan sekitar 3-3,5 dalam antrasit.
c) Nilai oksigen, oksigen yang terdapat dalam batubara berupa ikatan atau kelompok hidroksil, metoksil dan karbonit, merupakan oksigen yang tidak reaktif. Sebagaimana dengan hidrogen, kandungan unsur oksigen ini akan berkurang selama evolusi atau pembentukan air dan karbondioksida. Nilai oksigen didapat dari pengurangan angka 100 dengan jumlah kandungan (persentase) unsur- unsur kimia lain (Sudarsono 2008). Kandungan oksigen dalam lignit sekitar 20 atau lebih, berbitumin sekitar 4- 10 dan 1,5- 2 dalam antrasit.
d) Nilai nitrogen, nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik. Nitrogen terbentuk hampir seluruhnya dari protein bahan tanaman asalnya. Jumlahnya sekitar 0,5 sampai 3,0. Batubara berbitumin biasanya mengandung lebih banyak nitrogen daripada lignit dan antrasit.
e) Nilai sulfur, sulfur dalam batubara umumnya terdapat hanya dalam jumlah kecil dan kemungkinan berasal dari protein tanaman pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Kehadiran sulfur dalam batubara biasanya lebih kecil 4 tetapi dalam beberapa hal mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk yaitu sulfur pirit (pyritic sulphur), anorganik sulfur, sulfur organik dan sulfat. Sulfur pirit biasanya berjumlah berkisar 20-80 dari total sulfur dan terdapat dalam makrodeposit (lensa urat, kekar bola dan lain-lainnya) dan mikrodeposit (partikel halus yang menyebabkan sulfur organik berjumlah sekitar 20 sampai 80 dari jumlah sulfur seluruhnya. Sulfur dalam batubara biasanya berasosiasi dengan konsentrtasi sulfat selama pembentukan endapan.
3.4 Nilai Kalor
Nilai kalor sangat menentukan tingkatan atau golongan suatu batubara, nilai kalor dapat diukur menggunakan alat bom kalorimeter. Bom kalorimeter adalah suatu alat yang digunakan untuk menentukan panas yang disebabkan oleh suatu bahan bakar dan oksigen pada volume tetap. Bom kalorimeter ditemukan oleh Prof. S.W. Parr pada tahun 1912, oleh sebab itu alat tersebut sering disebut ”Parr Oxygen Bomb Calorimeter”.
3.5 Standar Batubara
Bertujuan untuk mengelompokkan batubara menurut jenis dan kualitasnya. Standar batubara yang digunakan adalah :
1. ASTM (American Society fo Testing and Materials) Classification merupakan standar bagi amerika serikat, mulai berlaku sejak tahun 1938. Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society fo Testing and Materials (ASTM, 1981, op cit Wood et al 1983). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry mineral matter free (dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb) menjadi dry mineral matter free (dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al 1983).
2. International classification dalam klasifikasi ini diperlukan data sebagai berikut:
a. Persen zat terbang “daf” (dry air free)
b. Nilai kalor “maf” (moist ash free)
3. National Coal Board Classification berdasarkan metode Coal Rank Code (CRC) yang membutuhkan data zat terbang dan gray king assay, yaitu:
a. VM (dmmf) = 100 – FC (dmmf)
b. Tipe kokas dari gray king assay dapat dinyatakan dalam Coal Rank Code.
4 BAHAN DAN METODE
4.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penentuan karakteristik batubara ini diantaranya neraca analitik, sudip, kuas, botol timbang , oven, cawan porselein, tanur, gegep besi, pan, eksikator, densitometer, bom kalorimeter merek LECO- 500, FSI meter, CHN meter merek LECO, dan sulfur meter merek LECO, dan alumunium foil.
Bahan-bahan yang digunakan diantaranya batubara, tisu, gas oksigen, gas helium, gas nitrogen, gas hidrogen, dan akuades.
4.2 Prosedur Penatapan Kadar Air Lembab
Prinsip penentuan yaitu dengan cara menghitung kehilangan berat dari contoh batubarakokas yang dipanaskan pada suhu dan kondisi standar dalam oven pengering (ASTM D 3173 2009).
Kadar air lembab batubara, ditimbang 1 g sampel berukuran 60 mesh ke dalam botol timbang yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dipanaskan
dalam oven pada suhu 105 0
C selama 60 menit, kemudian didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang bobot akhir sampel. Dihitung kadar air lembab pada batubara. Kadar air lembab dapat dihitung menggunakan perhitungan sebagai berikut :
− =
Keterangan: a = bobot botol + sampel sebelum pemanasan
b = bobot botol kosong
c = bobot botol + sampel setelah pemanasan
Penetapan Kadar Abu
Prinsip penentuan kadar abu yaitu dengan cara menimbang sisa hasil pembakaran sempurna contoh batubarakokas pada kondisi standar sampai pengabuan sempurna (ASTM D 3174 2009).
Kadar abu batubara, ditimbang 1 g sampel ukuran 60 mesh ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dipanaskan pada suhu
0 rendah (400 o C), kemudian perlahan – lahan suhu dinaikkan sampai 800 C. Pemanasan dilakukan sampai sempurna (3 jam), setelah itu didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang bobot akhir sampel. Dihitung kadar abu pada batubara. Kadar abu dapat dihitung menggunakan perhitungan sebagai berikut :
− =
Keterangan : a = bobot botol + sampel sebelum pemanasan
b = bobot botol kosong
c = bobot botol + sampel setelah pemanasan
Penetapan Kadar Zat Terbang
Prinsip penentuan kadar zat terbang yaitu dengan cara menghitung kehilangan berat dari contoh yang dipanaskan tanpa oksidasi pada kondisi standar, kemudian dikoreksi terhadap air lembab (ASTM D 3172 2009).
Kadar zat terbang batubara, sebanyak 1 g sampel berukuran 60 mesh ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam cawan silika yang telah diketahui bobot kosongnya, kemudian dipanaskan dalam carbolite furnace pada suhu 900ºC selama ± 7 menit, setelah itu didinginkan dan ditimbang bobot akhir sampel. dihitung kadar zat terbang pada batubara. Kadar zat terbang dapat dihitung menggunakan perhitungan sebagai berikut :
−
=
100 −
Keterangan : a = bobot botol + sampel sebelum pemanasan
b = bobot botol kosong
c = bobot botol + sampel setelah pemanasan
Penetapan Kadar Karbon, Hidrogen dan Nitrogen dengan Teknik Infra Red (IR) dan Thermal Conductivity (TC)
Prinsip penentuan kadar C,H,N yaitu contoh batubara dibakar pada temperatur tinggi dalam aliran oksigen sehingga seluruh hidrogen diubah menjadi uap air, karbon menjadi karbondioksida dan nitrogen menjadi nitrogen oksida. Uap air dan karbondioksida ditangkap oleh detektor infra red sedangkan nitrogen Prinsip penentuan kadar C,H,N yaitu contoh batubara dibakar pada temperatur tinggi dalam aliran oksigen sehingga seluruh hidrogen diubah menjadi uap air, karbon menjadi karbondioksida dan nitrogen menjadi nitrogen oksida. Uap air dan karbondioksida ditangkap oleh detektor infra red sedangkan nitrogen
Penentuan kadar CHN ada beberapa tahap sebelum memulai analisis yaitu, pertama dicek sistem parameter alat dengan cara gas oksigen dan helium dibuka lalu diatur tekanannya ± 40 psi kemudian alat CHN dinyalakan.Sistem parameter pada menu ambient monitor dicek dengan cara menekan tombol maintance, kemudian tombol ambient monitor dibiarkan sampai nilai minimum dan maksimum terpenuhi. Setelah itu dicek kestabilan nilai-nilai yang ditampilkan didalam monitor dengan cara tanda panah keatas atau kebawah disentuh.
Tahap kedua yaitu membuat metode, tombol method dari front panel disentuh, setelah itu tombol add method disentuh, lalu dimasukkan nama method, kemudian tombol OK disentuh sehingga method tersimpan, tombol cancel disentuh untuk membatalkan. Tahap ketiga yaitu mendefinisikan standar (define standar), tombol calibrate pada front panel disentuh lalu menu define standar dipilih, setelah itu tombol add disentuh sehingga jendela pop-up terbuka, kemudian dimasukkan ID code, lot , standar, kontrol batas terendah, batas tertinggi dan sigma, lalu tombol OK ditekan atau tombol cancel untuk membatalkan.
Selanjutnya yang keempat analisis sampel, tombol method pada front panel disentuh kemudian dipilih method yang akan digunakan, menu analyze dipilih dengan menyentuh tombol analyze, lalu tombol log-in disentuh, dimasukkan tanda contoh. sebanyak 0.1000 g sampel ditimbang menggunakan pembungkus khusus, kemudian tombol enter weight ditekan, lalu dibuat seperti bola setelah itu tombol analyze di tekan sehingga analisis dapat berjalan. Tahap kelima yaitu analisis standar, agar didapat kalibrasi yang akurat, dilakukan analisis contoh standar dengan ditimbang bobot yang berbeda dari masing-masing contoh standar dalam 5 kali penimbangan. Pengkalibrasian dilakukan dengan cara, tombol calibrate pada front panel disentuh, dipilih calibration, lalu dipilih karbon, hidrogen, atau nitrogen pada jendela, kemudian menu Pg UP dan Pg Dn disentuh sehingga layar berikutnya dapat ditampilkan.Tombol Include Result pada hasil analisis yang akan digunakan untuk koreksi disentuh dan sebaliknya tombol
Exclude Results disentuh bila hasil tak digunakan., setelah itu tombol Process Results disentuh, sehingga nilai kalibrasi baru secara otomatis akan dihitung berdasarkan data hasil include result, lalu tombol OK disentuh untuk menyimpan nilai kalibrasi baru. Tombol ESC disentuh untuk keluar dari menu ini.
Tahap terakhir yaitu drift corection, dilakukan analisis contoh sebanyak 3-
5 kali penimbangan sehingga didapat hasil yang akurat. Drift corection dilakukan dengan cara tombol calibrate pada front panel disentuh, dipilih drift corection , lalu dipilih karbon, hidrogen, atau nitrogen dari jendela. Langkah selanjutnya sama seperti langkah pengkalibrasian standar diatas.
Penetapan Kadar Belerang Total menggunakan Metode (IR)
Prinsip penentuan kadar belerang total yaitu dengan cara batubara dibakar dalam combustion tube furnace pada suhu 1350 0
C dalam aliran oksigen. Gas
belerang oksida yang terbentuk diserap oleh infra red dan kadar belerang yang diperoleh ditmpilkan dalam layar (ASTM D 4239 2010).
Penentuan kadar belerang total ada beberapa tahap sebelum memulai analisis yaitu, pertama sistem diagnostic pada alat dicek dengan cara, pada menu tools di klik diagnostic, box dialog akan muncul lalu diklik alarm relay, alarm relay telah aktif ditunjukkan dengan adanya tanda (v). Tahap kedua membuat metode dengan cara, suhu tungku dinaikkan pada 1350ºC, ditekan method pada menu tools, lalu tombol new ditekan untuk membuat metode, kemudian nama method ditekan dua kali sehingga method set up ditampilkan.
Tahap ketiga yaitu membuat standar dengan cara, pada menu tools ditekan standard, tekan tombol new lalu masukkan nama standar dan dimasukkan kadar belarang total yang telah diketahui nama serta nilai kadarnya. Tahap keempat yaitu analisis sampel dengan cara, method yang digunakan dipilih lalu ditimbang sampel sebanyak 0.2000 g menggunakan cawan khusus, kemudian menu analyze ditekan sampai sistem prompt memberi perintah masukkan sampel pada layar secepatnya sampel dimasukkan pada combustion boat sampai ujung tungku (furnace) dan secara otomatis analisis dimulai. Waktu analisis, peak yang terbaca, dan konsentrasi dalam persen ditampilkan pada layar monitor.
Penetapan Nilai Kalor
Prinsip penentuan nilai kalor yaitu dengan cara batubara dibakar dalam bom kalorimeter pada kondisi standar. Panas yang dihasilkan dihitung dengan kenaikan suhu setelah pembakaran, dikurangi beberapa nilai koreksi (ASTM D 5865 2010).
Penetapan nilai kalor dilakukan dengan cara, dihidupkan Isoperibol Bomb Calorimeter, Water Handling System, dan Cooler, lalu dibiarkan beberapa saat sampai suhu jacket mencapai 30-35ºC. Bucket diisi dengan aquadest sebanyak 2 L, kemudian sebanyak ± 1 g sampel berukuran 60 mesh ditimbang menggunakan cawan khusus, lalu ditempatkan di dalam gantungan yang sudah dipasang kawat (fuse wire), setelah itu dimasukkan ke dalam Bomb Calorimeter, dan diisi dengan gas oksigen. Bomb Calorimeter dimasukkan ke dalam bucket kemudian disambungkan dengan terminal bomb fuse dan tombol start ditekan, dibiarkan sampai proses analisis selesai dan data keluar. Setelah proses selesai, air dalam bucket dimasukkan ke dalam Water Handling System dan Bomb Calorimeter di bersihkan.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Proksimat
Analisis proksimat adalah analisis yang paling mendasar dalam penentuan kualitas batubara yang meliputi penentuan kadar air lembab, kadar abu, kadar zat terbang dan karbon tertambat (fixed carbon).
Penentuan kadar air lembab bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kadar air yang terkandung di dalam sampel batubara yang di uji, sehingga dapat menentukan kualitas batubara tersebut cocok digunakan dalam proses industri, karena semakin besar kandungan air dalam sampel maka diperlukan energi yang cukup banyak dalam proses pembakaran batubara dalam suatu industri. Air yang terkandung dalam batubara ada dua yaitu air bebas dan air lembab, air bebas yaitu air yang terikat secara mekanik pada permukaan dan mempunyai tekanan uap normal (kadarnya dipengaruhi oleh cuaca) sedangkan air lembab yaitu air yang terikat secara fisik pada bagian dalam batubara dan mempunyai tekanan uap di bawah normal.
Analisis abu sangat penting pada penggunaan energi batubara dalam industri, diantaranya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya pengerakan dalam dinding alat (Furnace ), selain itu kadar abu juga biasanya dipakai sebagai indikasi kualitas atau grade batubara karena kadar abu merupakan ukuran bagi material yang tidak terbakar. Batubara yang dibakar mampu merubah senyawa anorganik menjadi senyawa oksida yang berukuran halus dalam bentuk abu. Abu hasil pembakaran ini dikenal sebagai ash content atau kandungan abu batubara (Sukandarrumidi 2006).
Kadar zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang terdapat di dalam batubara selain air.Dalam pembakaran batubara, zat terbang merupakan parameter penting karena memberikan indikasi kasar tentang karakteristik pembakaran yang meliputi penyalaan, stabilitas nyala, dan reaktifitas. Kandungan zat terbang berkaitan dengan proses pembatubaraan yang mengakibatkan kandungan air dalam batubara akan berkurang, sebaliknya semakin kecilnya kandungan air maka nilai kalor Kadar zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang terdapat di dalam batubara selain air.Dalam pembakaran batubara, zat terbang merupakan parameter penting karena memberikan indikasi kasar tentang karakteristik pembakaran yang meliputi penyalaan, stabilitas nyala, dan reaktifitas. Kandungan zat terbang berkaitan dengan proses pembatubaraan yang mengakibatkan kandungan air dalam batubara akan berkurang, sebaliknya semakin kecilnya kandungan air maka nilai kalor
Tabel 1 Hasil analisis uji proksimat dan fuel ratio
Penentuan
Kode Sampel
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Zat Terbang
Karbon Padat
Fuel Ratio
Air yang terkandung dalam batubara dapat mempengaruhi sifat batubara ketika digunakan dalam pembakaran, karena kadar air batubara akan mengurangi kalori akibat adanya panas yang terbuang dalam penguapan air, mempengaruhi efisiensi pembakaran, menghambat penyalaan. Kadar air pada sampel berkisar antara 9.44-11,78, hal ini menunjukkan bahwa sampel termasuk dalam golongan batubara bituminous, karena memiliki kadar air lembab yang di bawah
20 (Tsai 1982).Selain berpengaruh pada pembakaran, kadar air juga berpengaruh pada segi biaya sebab kadar air akan menambah berat batubara pada saat sampling dilakukan sehingga menambah biaya transportasi. Kapasitas penggerusan juga akan berkurang dengan jika semakin tingginya kadar air dalam batubara.
Abu batubara merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran, unsur penyusun abu batubara berasal mineral yang terikat kuat pada batubara seperti silika, alumunium oksida, ferri oksida, dan oksida alkali. Kadar abu pada sampel berkisar antara 2,61-18,42, kadar abu pada batubara dapat mempengaruhi jumlah bahan bakar yang dibutuhkan. Pengaruh abu juga kurang baik terhadap nilai kalor, jika semakin tinggi nilai kadar abunya maka akan semakin rendah nilai kalor dari suatu batubara, karena jumlah material anorganik (mineral) yang terkandung tinggi sehingga pada saat proses pembakaran semua
zat organik akan teroksidasi menjadi zat-zat seperti CO 2 dan H 2 O yang akan
menghasilkan kalor, sedangkan mineral-mineral tidak akan teroksidasi menjadi menghasilkan kalor, sedangkan mineral-mineral tidak akan teroksidasi menjadi
Zat terbang sangat erat kaitannya dengan kelas batubara tersebut, semakin tinggi kadar zat terbang maka semakin rendah pula kelasnya, karena semakin tinggi kandungan zat terbang dalam batubara akan mempercepat terjadinya pembakaran, semakin banyak kehilangan berat, dan kemungkinan terjadinya kebakaran (spontaneous combustion) akan meningkat. Kadar zat terbang diperoleh pada sampel berkisar antara 35,49-45,63, hal ini menunjukkan bahwa sampel termasuk dalam golongan batubara bituminous, karena memiliki kadar zat terbang lebih dari 31, namun masih dibawah 40 (Tsai 1982). Dalam pembakaran batubara zat terbang yang tinggi dapat mempercepat pembakaran karbon padatnya dan sebaliknya zat tebang yang rendah akan memperlambat
proses pembakaran karbon padatnya. Zat terbang terdiri dari gas SO 2 , CO 2 , CO,
NO X, CH 4 , dan uap tar yang berfungsi sebagai pemantik dalam pembakaran batubara sebelum karbonnya terbakar. Kadar zat terbang yang tinggi di dalam batubara juga akan menyebabkan asap yang lebih banyak sehingga menyulitkan proses pembakaran.
Fixed carbon merupakan material yang tersisa, setelah berkurangnya moisture, volatile matter, dan ash. Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh nilai karbon padat, karena semakin tinggi nilai fuel ratio maka karbon yang tidak terbakar semakin banyak. Nilai fuel ratio dapat menunjukkan golongan pada suatu batubara yang ditentukan berdasarkan perbandingan nilai fuel ratio pada sampel dan range nilai pada standar dmmf. Kisaran nilai dari fuel ratio berdasarkan standar dmmf untuk antrasit yaitu berkisar 10-60 ; semi antrasit berkisar 6-10 ; semi bituminous berkisar 3-7 ; bituminous berkisar 0,5-3. Semakin tinggi nilai fuel ratio, karbon yang tidak terbakar semakin banyak (Sukandarrumidi 2006). Berdasakan hasil analisis yang disajikan pada tabel 1 diperoleh nilai fuel ratio dibawah 1, nilai tersebut bila dibandingkan dengan standard berdasakan dmmf maka menunjukkan bahwa sampel batubara yang berasal dari Sumatra selatan termasuk kedalam golongan batubara bituminous.
5.2 Analisis Ultimat
Analisis ultimat merupakan analisis kimia untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam batubara yang meliputi penentuan kadar karbon, hidrogen, nitrogen, kadar belerang, dan nilai kalor.
Pengujian kadar karbon, hidrogen, dan nitrogen dilakukan dengan menggunakan instrumen yang bermerek LECO CHN. Instrumen ini menggunakan suhu 900 o
C yang bekerja sacara auto analyzer. Gas helium yang digunakan
berfungsi sebagai gas tekan yang menyebabkan uap air dan karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran menuju ke detector infra red (IR), sedangkan nitrogen oksida menuju detectorthermal conductivity( TC ). Kadar belerang memiliki pengaruh terhadap pembakaran batubara, yaitu apabila batubara dibakar.
Penentuan nilai belerang total metode infra red dilakukan menggunakan alat LECO S-144 DR. Gas oksigen yang digunakan berfungsi untuk membantu pembakaran. Hasil yang diperoleh dalam penentuan nilai kadar karbon, hidrogen, nitrogen dengan Teknik Infra Red (IR) dan Thermal Conductivity (TC). Kadar C,H,N dan sulfur total dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Hasil analisis kadar C,H,N,O dan S
Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada tabel 2, kadar karbon pada sampel berkisar antara 46,75–58,86, berdasarkan kadar karbon kita dapat memprediksi nilai kalor dalam sampel karena kadar karbon bertoleransi dengan nilai kalor, jika kadar karbon tinggi maka umumnya nilai kalor akan tinggi juga. Kadar hidrogen yang diperoleh pada percobaan berkisar antara 4,43-5,36 , kadar hidrogen berpengaruh terhadap jumlah kandungan air yang terdapat dalam sampel. Kadar nitrogen dalam sampel berkisar antara 0,56-0,91 , nitrogen yang terkandung dalam batubara dapat menyebabkan terjadinya reaksi perubahan gas Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada tabel 2, kadar karbon pada sampel berkisar antara 46,75–58,86, berdasarkan kadar karbon kita dapat memprediksi nilai kalor dalam sampel karena kadar karbon bertoleransi dengan nilai kalor, jika kadar karbon tinggi maka umumnya nilai kalor akan tinggi juga. Kadar hidrogen yang diperoleh pada percobaan berkisar antara 4,43-5,36 , kadar hidrogen berpengaruh terhadap jumlah kandungan air yang terdapat dalam sampel. Kadar nitrogen dalam sampel berkisar antara 0,56-0,91 , nitrogen yang terkandung dalam batubara dapat menyebabkan terjadinya reaksi perubahan gas
Keberadaan belerang (sulfur) dalam batubara akan berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin (sisi luar) yang terjadi yang terjadi pada elemen pemanas udara (terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari letak embun sulfur), juga berpengaruh terhadap efektivitas peralatan penangkapan abu (electrostatic precipitator). Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 2 di atas kadar belerang sampel berkisar antara 0,44-5,96 , kandungan belerang pada setiap batubara diharapkan kecil sekali karena pada proses pembakaran SO x yang dihasilkan bila bereaksi dengan uap air akan menyebabkan terbentuknya hujan asam (Sukandarrumidi 1995), dan bila terjadi pengikatan oksida belerang oleh lapisan yang kaya akan alkali dari abu batubara akan menyebabkan korosi lokal dari pipa boiler.
Nilai kalor membantu jumlah batubara yang diperlukan untuk mendapatkan panas pada boiler yang diinginkan, dan memberikan nilai keekonomian batubara (Suprapto 2006). Pengukuran nilai kalor pada batubara dilakukan dengan menggunakan bom kalorimeter Leco AC-350. Gas oksigen yang digunakan pada pengujian berfungsi untuk membantu pembakaran, sedangkan motor penggerak pengaduk berfungsi untuk menjamin keseragaman temperatur air disekitar bomb, sedangkan untuk pemenasan luar digunakan mantel agar suhu tetap seragam. Proses dimulai dengan arus listrik yang membakar sumbu sampai habis, panas yang berkembang secara eksotermik akan mengalir dari bom ke air, sehingga suhu dalam seluruh sistem akan naik. Kuantitas panas yang dilepas sebagai hasil dapat dihitung dari kenaikkan suhu dan banyaknya panas yang diserap oleh kalorimeter dan air yang terkandung (Eubanks et al 2006). Hasil yang diperoleh dalam penentuan nilai kalor dapat dilihat pada tabel
Tabel 3 Nilai kalor berdasarkan dmmf
Rerata Koreksi
Sampel
Kalor dmmf
Nilai Kalor (kalg)
Nilai kalor dipengaruhi oleh kandungan air dan abu yang terdapat dalam batubara. Tinggi rendahnya kandungan air dan abu akan berpengaruh pada karbon padat sebagai penghasil panas, jika kadar air dan abu tinggi maka kadar karbon padatnya rendah, sehingga nilai kalor yang dihasilkan juga akan rendah dan sebaliknya. Nilai kalor yang diperoleh dalam sampel batubara yang berasal dari sumatera selatan berkisar 8923-9978 berdasarkan nilai kalordmmf. Menurut tabel klasifikasi ASTM (lampiran 10) sampel tersebut terpisah menjadi beberapa kelas berdasarkan tingkatannya. Sampel 7364, 7367 dan 7368 berada pada tingkatan batubara sub bituminous C, sedangkan pada sampel 7363, 7365, dan 7366 berada pada tingkatan batubara sub bituminous B, hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel batubara masih berumur muda karena umur batubara dapat menentukkan kualitas dari batubara tersebut. Perbedaan hasil ini juga dapat disebabkan oleh karena proses sampling diambil dari berbagai titik di daerah sumatera selatan, karena perbedaan tempat sampling salah satu faktor yang menyebabkan hasil berbeda, faktor lainnya yang membedakan perbedaan hasil tersebut yaitu cara sampling yang kurang teliti dalam pengambilan sampel.
6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan