Kedudukan Uang Jemputan Dalam Perkawinan Bajapuik Pada Masyrakat Miangkabau Pariaman Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebiasaan–kebiasaan yang tumbuh dan berkembang serta selalu berulangulang dilaksanakan

oleh

masyarakat

merupakan

adat

bagi

mereka

yang

melakukannya. Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang bersifat ajeg (dilakukan

terus-menerus), dipertahankan oleh pendukungnya. Kebiasaan ini merupakan
cerminan kepribadian sesuatu bangsa, ia adalah penjelmaan jiwa bangsa yang terusmenerus berkembang secara evolusi dari abad ke abad.1
Adat yang hidup dan berhubungan dengan tradisi rakyat inilah yang nantinya
menjadi sumber hukum bagi masyarakat yang melakukanya. Hukum adat adalah
suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan dan keadilan
masyarakat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku
manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis
senatiasa ditaati dan dihormati oleh masyarakatnya karena mempunyai akibat hukum
(sanksi).2
Hukum adat perkawinan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
lingkupan hukum adat yang berlaku di Indonesia. Hukum adat perkawinan adalah
aturan–aturan hukum yang mengatur bentuk–bentuk perkawinan, cara pelamaran,
1

Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta :
Masagung, 1998 ) hlm. 13.
2
Ibid hlm. 16.

1


CV Haji

2

upacara perkawinan dan putusnya perkawinan. Aturan hukum mengenai perkawinan
ini dipengaruhi oleh sifat kemasyarakatan, adat istiadat, agama dan kepercayaan
masyarakat lainya.3 Dalam hukum perkawinan adat, perkawinan bukan hanya
hubungan suami istri saja melainkan juga hubungan dengan masyarakat hukum
adatnya, sebagaimana menurut hukum perkawinan adat bahwa perkawinan itu adalah
urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, dan urusan satu sama lain dalam
hubunganya yang sangat berbeda.4
Hukum adat perkawinan di Indonesia beraneka ragam yang dipengaruhi oleh
sistem kekerabatan, agama, nilai-nilai dan norma yang berkembang pada masyarakat
hukum adat tersebut. Salah satunya masyarakat hukum adat Minangkabau,
Minangkabau adalah salah satu suku yang ada di Indonesia dengan sistem
kekerabatan yang disusun menurut tertib hukum ibu.5 Adat perkawinan di
Minangkabau sangat berbeda dengan daerah lain dalam lingkupan wilayah adat
Minangkabau seperti perkawinan adat di daerah Bukitinggi, Payakumbuh berbeda
dengan perkawinan adat di Pariaman. Perbedaan itu sangat dipengaruhi oleh nilainilai magis-religuis yang dianut masyarakat adatnya serta kearifan lokal/warisan

leluhur sejak zaman dahulunya yang telah dijaga secara turun temurun.
Pada hukum perkawinan adat Minangkabau dikenal istilah perkawinan
bajapuik. Tradisi menjemput laki-laki yang hanya terdapat di daerah adat

3

Djamanat Samosir, Hukum Adat Indonesia Eksistensi Dalam Dinamika Perkembangan Hukum
di Indonesia, (Bandung : Nuansa Aulia, 2013) hlm. 11.
4
Ter Haar, Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat (Jakarta : Pranidja Paramita, 1980), hlm 58
5

Chairul Anwar, Meninjau Hukum Adat Minangkabau, (Jakarta: PT. Rineka Cipta . 1997), hlm 1

3

Minangkabau Pariaman dan sekitarnya. Perkawinan bajapuik ini juga merupakan adat
nan diadatkan dalam lingkungan adat Minangkabau yaitu peraturan setempat yang
telah diambil dengan kata mufakat ataupun kebiasaan yang berlaku umum dalam
suatu nagari.6 Tingkatan adat Minangkabau yang mengolongkan perkawinan bajapuik

sebagai adat nan diadatkan mencerminkan bahwa perkwinan bajapuik ini hanya
berlaku bagi masyarakat hukum adat Pariaman dalam lingkupan wilayah Pariaman,
dalam pepatah Minangnya yaitu Lain padang lain belalang, Lain lubuk lain ikannyo,
Cupak sapanjang batuang, Adat salingka nagari.7
Perkawinan bajapuik adalah menjemput marapulai (calon suami), kerumah
orang tuanya oleh pihak pengantin perempuan untuk mengadakan pernikahan (akad
nikah) di rumah pengantin perempuan dengan membawa persyaratan-persyaratan
tertentu/ketentuan–ketentuan menurut perkawinan di dearah itu.8 Prosesi ini terkesan
sebagai warisan dari leluhur yang sampai sekarang masih diterapkan dalam proses
pernikahan sebagian besar masyarakat di Pariaman bahkan juga masyarakat
Perantauan Pariaman di dareah perantauanya.
Persyaratan-persyaratan dalam pelaksanaan Perkawinan bajapuik

adat

Minangkabau Pariaman diwujudkan dengan adanya beberapa pemberian yang
melibatkan barang-barang yang bernilai ekonomis seperti emas, uang dan yang
lainya.
6


Amir Syarifudin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam lingkungan Adat
Minangkabau, (Jakarta : Gunung Agung, 1990), hlm 145
7
Amir Ms. Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, (Jakarta : PT. Mutiara
Sumber Wijaya, 1993) hlm 73
8
Bustamal Arifin, Uang Hilang Dalam Masalahnya Dalam Perkawinan Pariaman (Study Kasus
: Kenagarian Pilubnag Kecamatan Sungai Limau), (Padang : FH UNAND, 1987) hlm 35

4

Persyaratan yang bernilai uang, yang sudah mentradisi dalam perkawinan
bajapuik Pariaman yang dikenal dengan istilah uang jemputan. Persyaratan berupa
pemberian uang jemputan dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dalam perundingan
kedua belah pihak niniak mamak dan keluarga kedua belah pihak panganten.
Menurut Mutia Reza uang jemputan yaitu sejumlah uang yang diserahkan
oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Sebagian dari uang tersebut nanti
diserahkan oleh pihak laki-laki kepada anak daro saat menjelang mertuanya pada hari
berhelat.9 Uang jemputan ini bewujud benda yang bernilai ekonomis, seperti emas
dan benda lainnya. Uang Sebagai persyaratan adat, uang jemputan merupakan

simbolisasi dari seseorang yang berasal dari keturunan atau asal-usul yang jelas dan
sebagai penghormatan kepada pihak keluarga pria yang telah membesarkan calon
menantu dengan baik sehingga konsep memberi penghargaan dengan hadiah ini
dikenali sebagai tradisi uang jemputan.10
Menurut Djamanat Samosir harta benda perkawinan yaitu harta benda yang
diperoleh atau dikuasi suami istri.11 Dari pengertian tersebut dapat diketahui
bahwasanya uang jemputan merupakan bagian dari harta benda perkawinan. Harta
berupa uang jemputan yang didapat dalam perkawinan bajapuik saat ini belum jelas
kedudukanya dalam status kepemilikannya dalam perkawinan itu sendiri, jika terjadi
perceraian ataupun kematian, sehingga kedepannya menimbulkan sengketa dalam

9

Mutia Riza, dkk.. Upacara Adat Perkawinan Di Padang Pariaman. (Padang : Museum
Adityawarman. 2005) hlm 5
10
Ibid,
11
Djamanat Samosir, Op. cit hlm 295


5

seperti pewarisan, legalitas dalam melakukan perbuatan hukum contohnya jual beli,
dan penghibahan harta benda perkawinan yang berupa uang jemputan dan uang
hilang.
Pada undang- undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 35 ada dua
pengelompokan harta kekayaan perkawinan.12 :
1. Harta Bersama

pasal 35 ayat (1) mengatakan bahwa harta benda yang

diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
2. Harta bawaan 35 pasal Ayat (2) menjelaskan bahwa dari masing-masing
suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau
warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak
tidak menentukan lain.
Namun dalam pengaturan tersebut masih bersifat umum, sehingga dalam
penerapannya selalu terjadi penafsiran yang berbeda-beda. Terutama dalam
mengelompokkan pemberian yang dikenal dalam perkawinan adat, khususnya
pemberian berupa uang jemputan dalam perkawinan bajapuik adat Pariaman.

Penafsiran yang berbeda-beda ini menimbulkan keraguan hakim untuk
menjadikan acuan dalam pertimbangan putusannya berdasarkan undang-undang
perkawinan nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam mengkelompokkan atau
mengolongkan harta berupa uang jemputan. Hal ini dapat dilihat dari sengketa atau
kasus penuntuntan harta yang diperoleh dalam perkawinan adat bajapuik yang terjadi
di Pengadilan.
12

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

6

Pada contoh kasus penuntutan pengembalian uang jemputan dan uang hilang
di Pengadilan. Baik itu melaui peroses perceraian melalui Pengadilan Agama dan
penuntutan wanpretasi melalui Pengadilan Negeri yang telah diputus hakim.
Sebagaimana terjadi dalam kasus perceraian melaui putusan Pengadilan Agama
Padang Nomor : 0946/Pdt.G/2013/PA.Pdg yang mana dalam pertimbangannya hakim
menimbang “Bahwa tentang tuntutan Penggugat Rekonvensi atas uang jemputan
Tergugat Rekonvensi menyatakan bahwa tuntutan tersebut tidak mempunyai alasan
hukum dan ketika serah terima uang jemputan tersebut tidak ada perjanjian antara

yang mengantar dengan yang menerima, maka uang jemputan tersebut dikembalikan
kalau terjadi perceraian, bantahan Tergugat rekonvensi tersebut tidak dibantah oleh
Penggugat rekonvensi, dengan demikian tidak terbukti adanya alasan hukum untuk
mengembalikan uang jemputan oleh Tergugat rekonvensi kepada Penggugat
rekonvensi, karenanya tuntutan untuk pengembalian uang jermputan tersebut harus
ditolak”.13 Itulah dasar yang menjadi pertimbangan hakim pengadilan agama menilai
disana bahwa tidak ada perjanjian yang menyatakan bahwa uang japuik itu bisa
dikembalikan bila terjadi perceraian. Sejalan dalam hal penuntutan pengambilan uang
japuik melalui gugatan perdata mengenai wanpretasi di Pengadilan Negeri Padang
No.63/Pdt.G/2013/PN.PDG, dalam putusan dalam pertimbangan hakim menilai
“Bahwa sebelum pernikahan tersebut terjadi telah didahului dengan berbagai macam
proses termasuk syarat-syarat yang telah ditentukan dan disepakati oleh ke dua belah
pihak dalam hal ini kedua belah pihak keluarga mempelai, diantaranya mengenai
13

Putusan Pengadilan Agama Padang Nomor 0946/Pdt.G/2013/PA.PDG

7

biaya pelaksanaan (uang hilang) dan juga uang jemputan yang mana hal tersebut telah

menjadi kesepakatan kedua belah pihak”.14
Berdasarkan contoh kasus diatas dapat dilihat dalam pertimbangan hakim
bahwa dari putusan

pengadilan tingkat pertama diatas dalam hal penuntutan

pengembalian uang jemputan hakim yang condong melihat pemberian uang jemputan
itu hanya berdasarkan kesepakatan /perundingan niniak mamak kedua belah pihak
untuk memberikan persyaratan tersebut dalam perkawinan bajapuik tidak ada dalam
pertimbangan yang mengatakan sebagai harta apakah pemberian itu setelah adanya
kesapakatan untuk diberikan.
Belum adanya kejelasan terhadap pengkelompokan harta benda perkawinan
yang berupa pemberian di dalam perkawinan bajapuik ini maka di dalam penelitian
ini akan mencoba mengkaji mengenai pemahaman masyarakat adat Pariaman
mengenai konsep harta yang diperoleh dalam perkawinan bajapuik terhadap undangundang perkawinan nomor 1 tahun 1974 serta konsep keadilan bagi kedua belah
pihak pasangan suami isteri terhadap harta yang diperoleh dalam perkawinan
bajapuik pada masyarakat Minangkabau Pariaman dilihat dari motivasi, makna serta
perubahan dan pergeseran yang terjadi dalam pelaksanaanya, khususnya di daerah
penelitian yang akan dijadikan sampel dalam penelitian yakni Kecamatan Batang
Anai, Kecamatan V Koto Kampung Dalam dan V Koto Timur.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penelitian tesis difokuskan pada
pemberian uang jemputan, terkait kedudukannya dalam perkawinan yang dituangkan
14

Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor No.63/Pdt.G/2013/PN.PDG

8

dalam judul tesis “kedudukan uang jemputan dalam perkawinan

bajapuik pada

masyarakat Minangkabau Pariaman ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan”. Dalam rangka menjawab permasalahan yang terjadi
akibat ketidakjelasan dan ketidakpastian terhadap harta yang didapat dalam
perkawinan Bajapuik Pariaman yang akhirnya menimbulkan kasus penuntutan
pengembalian uang jemputan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan pemberian uang jemputan dalam perkawinan adat
bajapuik pada masyarakat hukum adat Pariaman?
2. Bagaimana kedudukan uang jemputan yang diperoleh melalui perkawinan
bajapuik adat Pariaman menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan?
3. Bagaimana akibat hukum yang terjadi apabila uang jemputan tidak diberikan
dalam pelaksanaan perkawinan bajapuik adat Pariaman?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang disebut diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk

mengetahui

perkembangan

pemberian

uang

jemputan

perkawinan adat bajapuik pada masyarakat hukum adat Pariaman.

dalam

9

2. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan uang jemputan yang
diperoleh melalui perkawinan bajapuik adat Pariaman menurut undangundang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
3. Untuk mengetahui dan menganilisis akibat hukum yang terjadi apabila uang
jemputan tidak diberikan dalam pelaksanaan perkawinan bajapuik adat
Pariaman.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara Teoritis maupun
secara Praktis dibidang hukum adat pada umumnya dan hukum adat perkawinan,
terkhususnya tentang uang jemputan yang di dapat dalam perkawinan adat Pariaman
menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
1.

Secara Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi

perkembangan hukum adat dan hukum perkawinan kepada masyarakat hukum adat
maupun setiap orang yang ingin melaksanakan perkawinan bajapuik, serta status
kedudukan harta yang berasal dari uang jemputan menurut Undang- Undang Nomor 1
Tahun 1974.
2.

Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi hakim dalam

memutus sengketa mengenai masalah pengembalian uang jemputan ataupun sengketa
harta yang berasal dari uang jemputan. Kemudian hendaknya dapat juga bermanfaat

10

kepada masyarakat dalam memahami perkawinan bajapuik serta dampak dan akibat
hukumnya dalam perkawinan
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas
Sumatea Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Sumatera Utara dan lingkungan kepustakaan Universitas Hukum lainya
di Indonesia tidak ada yang menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum
pernah dilakukan. Akan tetapi ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan
dengan topik dalam tesis ini diantara lain :
1.

Pesta Ulina Tarigan, Universitas Sumatera Utara dengan judul : Kajian Yuridis
Atas Harta Kekayaan Suami-Isteri Dalam Perkawinan Yang Dilangsungkan
Menurut Hukum Adat Masyarakat Karo. Dengan rumusan masalah :
a. Bagaimana perkawinan yang diangsungkan menurut hukum adat pada
masyarakat karo?
b. Bagaimana

harta

kekayaan

suami-isteri

dalam

perkawinan

yang

dilangsungkan menurut hukum adat karo pada masyarakat karo?
2.

Ridhwan Syaukani, UNDIP dengan judul : Perubahan Peran Mamak Dalam
Perkawinan Bajapuik Dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau Di Nagari
Sintuak Kecamatan Sintuak Toboh Gadang
Dengan rumusan masalah :

Kabupaten Padang Pariaman.

11

a. Bagaiamanakah perubahan peranan mamak terhadap kemanakanya dalam
perkawinan bajapuik?
b. Faktor Apakah yang mempengaruhi peranan mamak tersebut ?
3.

Indra Utama, UI FISIP dengan judul : Uang hilang dalam perkawinan adat
masyarakat Pariaman, Sumatera Barat : Suatu kajian terhadap proses kawin
Bajapuik di Nagari Sicincin Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung Kabupaten
Padang Pariaman. Dengan rumusan masalah :
a. Bagaiamana latar belakang sosial budaya uang hilang ini dalam perkawinan
masyarakat matrilineal dewasa ini ?
b. Bagaiamana fungsi tradisi uang hilang ini terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat ?
c. Bagaiamana faktor penyebab masih berlakunya uang hilang dalam
perkawinan adat masyarakat Pariaman di tengah era kemajuan sekarang ini?
Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang

dilakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga
penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi,

aktifitas dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.15 Teori didefinisikan
sebagai asas-asas umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang15

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1982), hlm.6

12

kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Teori
bertujuan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa terjadi gejala spesifik atau
proses tertentu terjadi.16 Teori bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus
dianggap sebagai petunjuk untuk analisis dari hasil penelitian yang dilakukan.17
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
menundukan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.18 Teori merupakan suatu
penjelasan yang berupaya menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena
menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.19 Kerangka teori adalah kerangka
pikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai suatu kasus atau
permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang
mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya yang dijadikan masukan dalam
membuat kerangka berfikir dalam penulisan.20 Sehingga fungsi teori dalam penulisan
teori ini adalah untuk memberikan arahan maupun petunjuk dan meramalkan serta
menjelaskan gejala yang diamati.
Teori hukum bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulatpostulatnya hingga dasar-dasar filsafat yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya
adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit.
16

M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta : FE UI1996) hlm 203
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka
Utama199) ,hlm. 21
18
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi Dan Tesis, (Yogyakarta :
Andi, 2006), hlm 6
19
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penulisan Hukum Normatif Dan Empiris,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 134
17

20

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Cet-1, (Bandung : Mandar Maju 1994), hlm. 80

13

Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari
penerapannya

adalah

kebaikan,

kebahagiaan

yang

sebesar-besarnya

dan

berkurangnya penderitaan.21
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori kepastian
hukum yang didukung dengan teori Keadilan. Berkaitan dengan teori kepastian
hukum, maka dapat dilihat seberapa jauh pengaturan peraturan harta berupa uang
uang jemputan yang diperoleh dalam perkawinan bajapuik adat Pariaman di dalam
hukum adat Pariaman itu serta dalam undang-undang perkawinan dalam menjawab
bagaimana harta itu digolongkan. Teori kepastian hukum ini untuk memecahkan
masalah, apakah status dan kedudukan harta tersebut dalam perkawinan.
Dalam kaitannya dengan teori kepastian hukum ini O. Notohamidjojo
mengemukakan berkenaan dengan tujuan hukum yakni : Melindungi hak dan
kewajiban manusia dalam masyarakat, melindungi lembaga-lembaga sosial dalam
masyarakat (dalam arti luas, yang mencakup lembaga-lembaga sosial di bidang
politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan), atas dasar keadilan untuk mencapai
keseimbangan serta damai dan kesejahteraan umum (bonum commune).22
Teori kepastian hukum oleh Gustav Radbruch menyatakan bahwa “sesuatu
yang dibuat pasti memiliki cita atau tujuan”.23 Jadi, hukum dibuat pun ada tujuannya,
tujuannya ini merupakan suatu nilai yang ingin diwujudkan manusia, tujuan hukum
21
Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1993), hlm. 79
22
O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, (Jakarta : BPK, 1970), hlm. 80-82.
23
Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Krisis Terhadap Hukum, (Jakarta : PT. Raja
Garfindo Persada, 2011), hlm. 123.

14

yang utama ada tiga, yaitu: keadilan untuk keseimbangan, kepastian untuk ketetapan,
kemanfaatan untuk kebahagian.
Suatu kepastian hukum mengharuskan terciptanya suatu peraturan umum atau
kaidah umum yang berlaku secara umum, serta mengakibatkan bahwa tugas hukum
umum untuk mencapai kepastian hukum (demi adanya ketertiban dan keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia). Hal ini dilakukan agar terciptanya suasana yang aman dan
tentram dalam masyarakat luas dan ditegakkannya serta dilaksanakan dengan tegas. 24
Teori Keadilan ini dipergunakan untuk memecahkan permasalahan yang
berkaitan dengan hak-hak dari para pihak suami/istri terhadap uang jemputan dan
uang hilang di dalam perkawinan itu sendiri ataupun jika terjadi perceraian dan
pewarisan.
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum. Tujuan hukum memang tidak
hanya keadilan, tetapi juga mengenai kepastian hukum dan kemanfaatannya. Pakar teori
keadilan yaitu Aristoteles menyatakan bahwa kata adil mengandung lebih dari satu arti.
Adil dapat berarti menuntut hukum, dan apa yang sebanding yaitu yang semestinya.25

Berdasarkan hal diatas ditunjukan bahwa seseorang dikatakan berlaku tidak
adil apabila mengambil bagian lebih dari bagian yang semestinya. Orang yang tidak
menghiraukan hukum juga tidak adil, karena semua hal yang didasarkan kepada
hukum dapat dianggap sebagai adil.26

24

Soerjono Soekanto, Penegakkan Hukum, (Bandung : Bina Cipta.1983), hlm. 15
Darji Darmadiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum (apa dan bagaimana filsafat
hukum Indonesia),(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm.156.
26
Ibid
25

15

Thomas Aquinas selanjutnya membedakan keadilan atas dua kelompok yaitu:
keadilan umum (Justitia generalis) dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah
keadilan menurut kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan
umum. Selanjutnya keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau
proporsionalitas.27
2.

Kerangka Konsepsi
Konsepsi adalah bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam

penelitian ini untuk menggabukan teori dengan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus disebut defenisi operasional.28 menurut
Burhan Ashofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang
dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan,
kelompok, atau individu tertentu.29
Beberapa kata kunci dalam studi ini yang dipandang perlu untuk diberikan
definisi konsepsinya adalah :
a.

Kedudukan adalah status suatu objek (harta perkawinan) yang diperoleh dalam
perkawinan adat dilihat aspek hukum sehingga memenuhi unsur kepastian dan
keadilan bagi yang menerimanya.

b.

Uang Jemputan ialah uang yang diberikan oleh pihak perempuan kepada pihak
laki-laki sebagai persyaratan dalam perkawinan dan dikembalikan lagi ada
saatnya mengunjungi mertua untuk pertama kali.30
27

Ibid
Samadi Suryabrata. Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hlm 31
29
Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hlm 19
30
Maihasani, Bentuk –Bentuk Perubahan dan Pertukaran Dalam Perkawinan Bajapuik,
Jurnal Transdisplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekololgi Manusia (Bogor : IPB, 2010) , hlm 190
28

16

c.

Perkawinan bajapuik adalah menjemput marapulai(calon suami), kerumah orang
tuanya oleh pihak pengantin perempuan untuk mengadakan pernikahan (akad
nikah) di rumah pengantin perempuan dengan membawa persyaratan-persyaratn
tertentu/ketentuan–ketentuan menurut perkawinan di dearah itu.31

d.

Masyarakat adat Pariaman adalah suatu kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi satu sama lain dengan mengunakan bahasa minang Pariaman,
melaksanakan adat perkawinan bajapuik Pariaman, beragama islam dan
bermukin di wilayah Pariaman yang di dalam penelitian yang merupakan
wilayah penelitianya adalah Kabupaten Padang Pariaman yang berdasarkan
pengambilan random sampling maka diambillah 3 (tiga) kecamatan yang
dijadikan sampel daerah penelitian yakni Kecamatan Batang Anai diwakili
Nagari Buayan, Kecamatan V Koto Timur diwakili Nagari Limau Puruik dan
Kecamatan V Koto Kampung Dalam Diwakli Nagari Campago.

e.

Masyarakat hukum adat adalah merupakan suatu kesatuan masyarakat yang
mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu
mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup
berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya.32

f.

Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi Bumi
Putera dan Timur Asing yang mempunyai upaya memaksa dan tidak
dikodifikasikan.33

31

BustamalArifin, UangHilangDalamMasalahnya DalamPerkawinanPariaman (Study Kasus:
Kenagarian Pilubang Kecamatan Sungai Limau), (Padang : FH UNAND, 1987) hlm 35
32
Hazairin, Demokrasi Pancasila, (Jakarta : Bina Aksara, 1970), hlm 44
33
Ridwan Syahrani, Rangkuman Inti Sari Ilmu Hukum, (Jakarta: Kartini,1991), hal 147

17

g.

Perkawinan menurut hukum adat yaitu perikatan yang mempunyai akibat hukum
terhadap adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Perikatan tidak
hanya hubungan suami isteri secara hukum perdata melainkan juga perikatan
kekerabatan, ketetanggaan, upacara adat dan keagaaman34

h.

Harta Perkawinan adalah harta yang diperoleh atau dikuasai suatu keluarga
merupakan sebagai basis materil untuk kelansungan suatu keluarga yang
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari suami istri, dan anak –
anaknya.35

G. Metode Penelitian
Secara etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau
mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “ Methodos” yang artinya
“jalan menuju” bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal
menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.36
Maka penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu
juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul di dalam gejala yang bersangkutan.37

34

Djamanat Samosir, Op.cit hlm 28
Ibid hlm 296
36
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm 13
37
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2007), hlm 43
35

18

Untuk mendapatkan kebenaran yang objektif diperlukan cara bekerja ilmiah
yang disebut metode dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis emperis yaitu penelitian yang

mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip),
kaidah-kaidah yang berkaitan

dengan masalah hukum harta benda perkawinan.

Penelitian empiris bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aturan hukum yang
satu dengan yang lainya. Serta bertujuan untuk mengetahui perbuatan masyarakat dari
sudut sosiologis dalam menggunkan hukum disetiap perbuatanya. Sedangkan
penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan
fakta-fakta dengan penerapan tersebut secara analitis dan sistematis.
2.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman tempat dimana

masih berlakunya hukumg adat perkawinan bajapuik mengingat luasnya Kabupaten
Padang Pariaman maka diambil 3 (tiga) Kecamatan sebagai sampel dengan cara
random sampling dan dari 3 (tiga) Kecamatan tersebut diwakili masing-masing 1
(satu) Nagari yaitu
a.

Kecamatan Batang Anai diteliti diwakili oleh Nagari Buayan

b.

Kecamatan V Koto Kampung Dalam diteliti diwakili Nagari Kubu Padang
Manih

c.

Kecamatan V Koto Timur diteliti diwakili Nagari Limau Puruik

19

3.

Populasi dan sampel

a.

Populasi
Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri atau

karakteristik yang sama.38 Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
melaksanakan perkawinan bajapuik di tiga kecamatan yang akan diteliti. Kecamatan
Batang Anai diwakili oleh Nagari Buayan, Kecamatan V Koto Kampung Dalam
Nagari Campago, Kecamatan V Koto Timur Nagari Limau Puruk
Populasi

dalam penelitian ini adalah : Masyarakat yang melaksanakan

perkawinan bajapuik, yang mana tiap satu Nagari itu yang dijadikan responden
berjumlah 8 (delapan) pasangan suami isteri dengan total 24 (dua puluh empat)
pasangan yang melaksanakan perkawinan bajapuik, serta informan tambahan yaitu
Kepala Nagari, Niniak Mamak, serta Candiak Pandai dalam jajaran kepengurusan
Kerapatan Adat Nagari di seluruh Kecamatan yang akan diteliti.
b.

Sampel Penelitian.
Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu

masing-masing sampel yang berhubungan dengan penelitian diatas, jadi menentukan
sendiri responden yang mana yang dianggap dapat mewakili responden tersebut
sesuai dengan tujuan yang ingin dicari dalam penelitian ini, hal ini berdasarkan teori
non probality yaitu penentuan responden berdasarkan pertimbangan subjektif.39
Responden tersebut adalah pasangan suami istri yang melaksanakan perkawinan
38
39

hlm 31

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo,1998), hlm 121
Joko P Subagio, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995),

20

bajapuik dalam pernikahanya diambil dari 3 (tiga) nagari yang dijadikan sampel
penelitian sejumlah 8 (delapan) pasangan suami istri tiap nagarinya dengan total 24
(dua puluh empat ) pasangan sebagai sampel dalam penelitian ini. Keseluruhan
sampel ini

telah mewakili pasangan suami-istri lainya yang melaksanakan

perkawinan bajapuik sehingga dapat mengambarkan bagaiamana kedudukan uang
jemputan dalam perkawinan bajapuik pada masyarakat Minangkabau Pariaman.
4.

Sumber Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dibutuhkan, yaitu data

primer yang diperoleh langsung melalui penelitian dilapangan baik dari masyarakat
adat Pariaman yang ada di 3(tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Batang Anai,
Kecamatan V Koto Timur dan Kecamatan V Koto Kampung muapun dari
narasumber dan data sekunder yang akan diperoleh dari penelitian kepustakaan dari
bahan kepustakaan dari bahan pustaka.
Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
daftar kuesioner dan pedoman wawancara, yang digunakan untuk mengumpulkan
data dan informasi dari pihak yang berkaitan dengan kedudukan uang jemputan
dalam pelaksanaan perkawinan bajapuik pada masyarakat Minangkabau Pariaman
dikaitkan dengan undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan. Daftar Kuisioner dan wawancara dilakukan dengan berpedoman pada
daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang
dalam penelitian tesis ini.

21

Data sekunder dalam penelitian tesis ini diperoleh melalui studi kepustakaan
yaitu untuk memperoleh bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulkan datadata berupa Studi dokumen dikepustakaan yang terdiri dari bahan hukum yang
berkaitan dengan hukum perkawinan adat dan harta perkawinan adat yang ditunjang
dengan bahan hukum lainnya. Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu
data sekunder, data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen publikasi,
artinya data sudah dalam bentuk jadi40, yang terdiri dari:
a.

Bahan Hukum Primer.
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama
yang dipakai dalam rangka penelitian ini yaitu Undang-undang Nomor. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, Bahan Kompilasi Hukum Islam, serta Yuripudensi
Makhmah Agung Mengenai Harta Kekayaan Perkawinan dan Putusan
Pengadilan.

b.

Bahan Hukum Sekunder.
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat
membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil
penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumendokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah-masalah pernikahan.

c.

Bahan Hukum Tersier.
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan
bahan sekunder seperti Kamus Hukum, Ensiklopedia, dan lain-lain.
40

Burhan Ashofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm 87

22

5.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a.

Teknik

1.

Pedoman Wawancara yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dan
membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan narasumber yaitu
kepala KAN (Kerapatan Adat Nagari) serta dalam lingkupan narasumber lainya
Niniak Mamak, Candiak Pandai dan Pemuka masyarakat dan Hakim pengadilan
Negeri Pariaman/Padang

2.

Daftar kuisioner dengan mengunakan pedoman pertanyaan yang telah ditetapkan
kepada 24 (dua puluh empat) pasangan yang melaksanakan perkawinan bajapuik
dari 3 (tiga ) Kecamatan yaitu Kecamatan Batang Anai, Kecamatan V Koto
Timur dan Kecamatan V Koto Kampung Dalam yang tiap kecamatan diwakili
masing-masing satu nagari yaitu Nagari Buayan, Nagari Limau Puruik dan
Nagari Campago atau 8 (delapan) pasangan responden tiap nagarinya.

b. Alat
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui
tahap-tahap penelitian antara lain:
1. Studi dokumen
Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi
literatur yang berkaitan dengan perkawinan adat bajapuik pada masyarakat
Minangkabau Pariaman pada khususnya serta literatur hukum adat pada
umunya yang dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi,

23

teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil permikiran yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian.
2. Wawancara.
Pengumpulan data selain secara pengamatan dapat diperoleh dengan
mengadakan wawancara informasi diperoleh langsung dari responden atau
informasi dengan cara tatap muka. Wawancara adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tatap muka atara si penanya
atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan
alat yang dinamakan panduan wawancara. Sehingga penelitian ini berusaha
menggali informasi dari narasumber yang berkaitan dengan penelitian ini
6.

Analisis Data
Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang

menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang
terkumpul untuk dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek
penelitian.41
Penelitian ini menggunakan analisis data berupa data kualitatif, yang artinya
data diuraikan secara deskriftif, sebagaimana bentuk-bentuk penelitian ilmu sosial,
bila dilakukannya sebuah penelitian atas ilmu tersebut.
Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokan atas data yang sejenis
untuk kepentingan anilisis, disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya ditrarik
kesimpulan dengan metode pedekatan induktif-deduktif yaitu pendekatan dimuali
41

Johan Nasution bender, Op.cit, hlm. 174.

24

dari sampel penelitian yang di genaralisasikan kemudian dikaitkan dengan teori-teori
yang ada sehingga menghasilkan hipotesis/asumsi untuk menverifikasi penelitian
sehingga dapat ditariknya kesimpulan. Kesimpulan adalah

merupakan jawaban

khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberi solusi atas
permasalahan dalam penelitian ini.