Index of /ProdukHukum/kehutanan Pot Klbg HR
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT
Oleh:
Billy Hindra 1)
I.
PENDAHULUAN
Sumberdaya hutan di Indonesia seluas 120 juta hektar mempunyai
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sehingga hutan kita tidak hanya menjadi milik
bangsa Indonesia saja tetapi juga menjadi milik masyarakat Internasional. Namun pada
kenyataannya kita belum mampu memelihara sumber daya hutan yang kita miliki dengan
sebaik-baiknya, terbukti kerusakan hutan dan lahan di Indonesia telah mencapai kurang
lebih 59,2 juta hektar di dalam kawasan hutan dan 41,5 juta hektar di luar kawasan
hutan, sehingga sasaran indikatif RHL seluas 100 juta hektar dengan laju degradasi
mencapi kurang lebih 2,83 juta hektar per tahun. Disamping itu terdapat lahan kritis di
dalam dan di luar kawasan hutan seluas 42,1 juta hektar yang sebagian berada pada
Daerah Aliran Sungai (DAS).
Deforestrasi dan degradasi hutan dan lahan tersebut terjadi pada berbagai fungsi
dan jenis formasi hutan termasuk hutan mangrove dan hutan pantai. Pada saat ini,
diperkirakan 1,8 juta hektar hutan mangrove yang berada dalam Kawasan Hutan Negara
dan 4,8 juta hektar hutan mangrove di luar Kawasan Hutan Negara (hutan milik/hutan
rakyat) dalam kondisi rusak.
Untuk menanggulangi hal tersebut, telah dilakukan upaya pemulihan dan
peningkatan kemampuan fungsi dan produktivitas hutan dan lahan. Departemen
Kehutanan telah menfasilitasi penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan (GN-RHL/Gerhan) melalui berbagai kegiatan pembuatan tanaman,
pembuatan bangunan konservasi tanah dan air serta kegiatan RHL lainnya yang bersifat
spesifik sesuai kebutuhan dan karakteristik lokasi. Kegiatan Gerhan dilaksanakan di
dalam kawasan hutan seperti reboisasi, mangrove, dan lain-lain dan di luar kawasan
hutan seperti penghijauan, hutan rakyat, hutan pantai/mangrove dan lain-lain sampai
tahun 2005 luas hutan dan lahan yang direhabilitasi baik di dalam maupun di luar
kawasan hutan melalui skim Gerhan seluas 295.455 ha dan 430.628 ha masing-masing
_______________
1)
Direktur Bina Perhutanan Sosial, Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial,
Jakarta
14
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
untuk tahun anggaran 2003 dan 2004. Adapun rincian selengkapnya rencana dan
realisasi Gerhan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rencana dan realisasi Gerhan
Lokasi
2003
Rencana
(ha)
163.144
Realisasi
(ha)
160.153
2004
Rencana
(ha)
222.607
Dalam
Kawasan
Luar
136.856
135.302
277.393
Kawasan
Jumlah
300.000
295.455
500.000
Sumber : Ditjen RLPS, 2003 dan 2004
Jumlah
Realisasi
(ha)
183.169
Rencana
(ha)
385.751
Realisasi
(ha)
343.322
247.459
414.249
382.761
430.628
800.000
726.083
Dari Tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa realisasi rehabilitasi dan
penanaman di luar kawasan yaitu penanaman di areal hutan rakyat mempunyai proporsi
sebesar 51,78%. Hal ini berarti bahwa penanaman di luar kawasan khususnya di hutan
rakyat juga mendapatkan prioritas yang tinggi dari pemerintah.
Dalam perkembangannya selain untuk rehabilitasi dan konservasi lahan,
pembuatan hutan tanaman terus digalakkan khususnya dalam rangka memenuhi
kebutuhan bahan baku industri. Saat ini pasokan bahan baku industri dari hutan alam
semakin berkurang, sehingga kekurangannya dapat dipenuhi dari pembuatan hutan
tanaman yang salah satunya melalui pembangunan hutan rakyat. Dari hutan rakyat dapat
diperoleh manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung seperti peningkatan
produktivitas lahan, pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan sumber bahan baku
industri, sedangkan manfaat tidak langsung berupa kelestarian fungsi ekologi seperti
pengaturan tata air, udara bersih, erosi terkendali, dan lain-lain.
Dalam kerangka itulah Pemerintah terus berupaya untuk menggalakkan
pembangunan hutan rakyat diantaranya dengan memberi pinjaman kepada masyarakat
petani yang umumnya kekurangan modal untuk membangun hutan rakyat melalui
program Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) yang dimulai sejak tahun 1996. Namun
sejak tahun 2001 bantuan kredit tersebut tidak dapat dilanjutkan karena diperlukan
evaluasi terhadap dana/kredit yang telah disalurkan dan adanya amanat PP 35 Tahun
2002 tentang Dana Reboisasi yang mengatur penyelenggaraan skim kredit melalui
15
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
Rekening Pembangunan Hutan yang diatur melalui SKB Menteri Keuangan dan Menteri
Kehutanan yang sampai dengan saat ini masih dalam proses pembahasan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka hutan rakyat baikl melalui program
Gerhan, subsidi pemerintah, DAK DR dan swadaya sampai dengan saat ini harus terus
ditingkatkan karena tidak dapat dipungkiri bahwa hutan rakyat mempunyai kontribusi
yang sangat besar di sektor kehutanan. Lebih lanjut hutan rakyat dipandang mempunyai
prospek yang sangat bagus untuk mendukung industri perkayuan nasional.
II.
POTENSI
Untuk mengetahui produksi kayu dan jenis kayu dari hutan rakyat yang
dibutuhkan oleh industri perkayuan yang ada, perlu diketahui luas hutan rakyat yang
sudah dibangun, jenis-jenis tanaman hutan rakyat, kelas (sebaran) umum, dan lokasi
sehingga dapat diperkirakan potensi hutan rakyat yang dapat dipanen secara lestari.
Produksi kayu dari pengelolaan hutan baik dilakukan oleh HPH, HPHTI,
maupun Hutan Rakyat harus berdasarkan potensi hutan yang tersedia. Target produksi
yang melebihi
kemampuan akan menyebabkan turunnya potensi hutan yang pada
gilirannya akan menyebabkan pengelolaan hutan tidak lestari. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka target produksi kayu harus disesuaikan dengan kemampuan potensi yang
tersedia. Tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi hutan rakyat
adalah luas lahan, volume kayu dan jumlah pohon baik dari jenis yang dominan maupun
dari jenis yang tidak dominan.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh, luas hutan rakyat yang
sudah dibangun sampai dengan tahun 2004 adalah seluas kurang lebih 1,5 juta Ha yang
terdiri dari hutan rakyat swadaya, hutan rakyat subsidi, hutan rakyat melalui KUHR,
hutan rakyat yang dibangun melalui dana DAK DR, maupun hutan rakyat yang
dibangun melalui program Gerhan. Adapun data luas hutan rakyat berdasarkan alokasi
sumber dana dapat disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan data pada Tabel 2, terlihat bahwa luasan hutan rakyat terluas
diperoleh dari kegiatan pembangunan hutan rakyat swadaya (61%) disusul kemudian
kegiatan Gerhan (26%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah menyadari
manfaat hutan rakyat, dan secara swadaya membangun hutan rakyat di lahan miliknya.
Lebih lanjut berdasarkan luas hutan rakyat sebesar kurang lebih 1,5 juta hektar, apabila
16
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
kelas umur dan diameter diketahui maka dapat diperoleh perkiraan potensi/volume
kayunya.
Tabel 2. Luas hutan rakyat per propinsi berdasarkan alokasi sumber dana
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Propinsi
HR
Swadaya
(Ha)
16.563,40
45.692,10
38.993,80
10.337,00
5.591,00
12.489,25
0,00
HR
Subsidi
(Ha)
6.763,20
1.075,00
0,00
0,00
1.110,00
7.670,00
0,00
HR
KUHR
(Ha)
2.226,00
677,00
0,00
600,06
0,00
6.137,95
0,00
HR
DAK
DR (Ha)
2.295,32
280,00
80,00
719,00
488,00
85,00
0,00
HR
Jumlah (Ha)
Gerhan
(Ha)
3.000,00
30.847,92
8.480,00
56.204,10
14.682,00
53.755,80
7.375,00
19.031,06
2.475,00
9.664,00
5.100,00
31.482,20
645,00
645,00
NAD
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bangka
Belitung
8. Bengkulu
3.349,00
62,50
0,00
340,00
1.000,00
4..751,50
9. Lampung
222,50
100,00
0,00
0,00 13.700,00
14.022,50
10. DKI
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Jakarta
11. Jabar
86.900,74 15.012,00 12.521,40 1.538,00 50.552,00
166.524,14
12. Banten
8.861,00
0,00 1.150,66
0,00
9.600,00
19.611,66
13. Jateng
174.125,59 44.351,19 4.796,43 5.313,20 97.143,00
325.729,41
14. DIY
26.760,70 14.154,00
0,00
411,70 13.690,00
53.016,40
15. Jatim
84.738,07 18.980,75 7.005,83 1.660,00 100.987,00
213.371,65
16. Bali
6.610,24
3.582,50
0,00
155,00
2.730,00
13.077,74
17. NTB
8.610,58
1.405,00 1.000,58
0,00
5.350,00
16.366,16
18. NTT
147.300,00
8.595,00
0,00
0,00
5.850,00
161.745,00
19. Kalbar
4.419,00
85,00
0,00
300,00
6.780,00
11.584,00
20. Kalteng
10.054,00
0,00
0,00
495,00
5.000,00
15.549,00
21. Kalsel
94.271,50
705,00
0,00 3.080,00 10.380,00
108.436,50
22. Kaltim
8.424,00
0,00
650,00
0,00
2.700,00
11.774,00
23. Sulut
4.481,00
33,00
350,00
25,00
3.500,00
8.389,00
24. Gorontalo 14.071,00
0,00
150,00
0,00
4.238,00
18.459,00
25. Sulteng
8.049,55
100,00
0,00
300,00
3.550,00
12.099,55
26. Sultra
705,00
450,00
0,00
725,00
3.100,00
4.980,00
27. Sulsel
134.962,25
6.856,39 3.520,00
308,00 18.937,00
164.583,64
28. Malut
0,00
0,00
0,00
0,00
4.650,00
4.650,00
29. Maluku
0,00
0,00 1.000,00
0,00
2.900,00
3.900,00
30. Papua
9.180,00
0,00
0,00
219,70
1.255,00
10.654,70
31 Irjabar
2.960,00
0,00
0,00
0,00
550,00
3.510,00
Jumlah
966.722,27 131.090,53 41.785,91 18.917,92 409.899,00 1.568.415,63
Sumber: Data dan Potensi Hutan Rakyat, Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat,
Ditjen RLPS, 2004
17
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
III. DISTRIBUSI
Hutan rakyat banyak dijumpai di Pulau Jawa, hal ini dibuktikan bahwa sekitar
50% dari luas hutan rakyat di Indonesia berada di Pulau Jawa (Tabel 2), hal ini
disebabkan karena hutan rakyat telah lama dikenal dan dipraktekan oleh masyarakat
secara tradisional dan turun temurun. Petani hutan rakyat umumnya telah melakukan
kegiatan penanaman di lahan-lahan miliknya. Meskipun luas kepemilikan lahan di Pulau
Jawa relatif lebih sempit dibandingkan dengan kepemilikan lahan di luar Pulau Jawa,
pada kenyataannya kepemilikan lahan rata-rata di Pulau Jawa berkisar antara 0,25-1
hektar per kepala keluarga. Namun demikian, hampir setiap KK di Pulau Jawa
mempunyai Hutan Rakyat, hal ini disebabkan karena lokasi penanaman Hutan Rakyat di
Jawa dilakukan di lahan-lahan pekarangan, kebun, talun,tegalan, dan lain-lain.
Jenis tanaman hutan rakyat yang umum dikembangkan adalah jenis tanaman
yang termasuk jenis-jenis berdaur pendek (antara 5-8 tahun) seperti, sengon, mahoni,
gmelina, dan lain-lain. Pola penanaman yang biasa digunakan dalam hutan rakyat adalah
pola campuran dimana tanaman kayu-kayuan dicampur dengan tanaman multiple
purpose tree specie (MPTS) seperti rambutan, mangga, durian, petai, dan lain-lain
ataupun tanaman semusim (palawija) dimaksudkan untuk penanaman jangka pendek
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup petani sambil menunggu dan memelihara
tanaman kayunya yang umumnya dapat dipanen setelah 5-6 tahun.
Komposisi jenis tanaman hutan rakyat biasanya terdiri dari tanaman kayu-kayuan
(70%) dan tanaman MPTS (30%), komposisi ini diharapkan dapat memberikan
kesinambungan dan kelestarian hasil. Adapun jenis pohon yang ditanam secara dominan
di lahan milik sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat dikatakan bahwa tanaman kayu jati
mendominasi (35%) dalam komposisi hutan rakyat, diikuti oleh sengon (26%) dan
mahoni (20%). Ini berarti bahwa petani hutan rakyat lebih memilih jenis tanaman yang
mempunyai daur relatif lebih panjang seperti jati dan mahoni daripada jenis tanaman
berdaur pendek seperti sengon. Hal ini dapat dimaklumi karena kayu jati dan mahoni di
mata petani hutan rakyat mempunyai nilai ekonomi yang tinggi meskipun para petani
harus menunggu waktu yang relatif lebih lama untuk memanen.
18
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
Tabel 3. Jenis tanaman hutan rakyat yang dominan ditanam masyarakat (jumlah
pohon dan jumlah pohon yang siap tebang)
No
Jenis
1.
Akasia
2.
Cendana
3.
Jumlah pohon
Jumlah pohon siap tebang
32.020.079
2.069.695
66.331
20.245
Jati
79.712.479
18.446.024
4.
Mahoni
45.259.541
9.497.192
5.
Pinus
5.823.301
2.715.576
6.
Sengon
59.834.301
34.613.228
7.
Sonokeling
2.352.651
742.543
8.
Sungkai
1.010.773
381.240
226.080.019
78.485.923
Jumlah:
Sumber : Hasil Sensus BPS, 2003
IV. PRODUKSI LESTARI
Pengelolaan hutan rakyat masih bersifat subsisten (pemanenan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan keluarga, misalnya untuk biaya sekolah, hajatan atau memenuhi
kebutuhan untuk kontruksi rumah sendiri) dan dilakukan secara individual pada lahan
miliknya. Hal ini menggambarkan bahwa hutan rakyat adalah tidak mengelompok pada
satu hamparan akan tetapi terbesar berdasarkan letak, luas pemilikan lahan yang relatif
sempit dan keragaman pola usahatani. Berdasarkan hak tersebut, dapat dikatakan dengan
luas kepemilikan yang relatif kecil merupakan salah satu keunggulan hutan rakyat karena
dengan luasan yang kecil akan menekan terjadinya konflik kepemilikan lahan.
Pengelolaan hutan rakyat ini umumnya belum mengacu pada aspek-aspek
manajemen hutan dimana penanaman dapat dilakukan kapan saja meskipun tidak
dilakukan penebangan, dan sebaliknya penebangan dapat dilakukan kapan saja sesuai
kebutuhan akan tetapi diwajibkan untuk menanam kembali. Konsep ini belum
berdasarkan kontinuitas hasil yang dapat diperoleh dari perhitungan pemanenan yang
sebanding dengan pertumbuhan (riap) tegakan, sehingga tidak dapat memberikan
jaminan kepastian akan hasil yang lestari jika intensitas penebangan terus meningkat dan
tidak ada batas maksimum berapa jumlah pohon yang boleh ditebang.
19
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
Peningkatan intensitas penebangan hutan rakyat saat ini terjadi seiring dengan
meningkatnya peranan hutan rakyat sebagai pemasok bahan baku industri perkayuan.
Oleh karena itu kelestarian hasil hutan rakyat menjadi kebutuhan yang tidak mungkin
ditunda lagi karena laju kebutuhan pasokan bahan baku kayu untuk industri terus
meningkat. Dengan demikian diperlukan perencanaan pengaturan hasil hutan rakyat
untuk membatasi jumlah penebangan dan mengatur kemampuan hutan rakyat dalam
menyuplai kebutuhan kayu pada industri perkayuan secara kontinyu. Dengan demikian
dengan pengaturan hasil hutan rakyat diharapkan kebutuhan bahan baku kayu industri
dapat diperoleh secara kontinyu dari dalam daerah sendiri. Lebih lanjut untuk menjamin
kelestarian pengelolaan hutan rakyat adalah untuk menghasilkan produksi secara
kontinyu (lestari) dengan tujuan pencapaian keseimbangan antara pertumbuhan dan
pemanenan hasil setiap tahun atau periode tertentu dengan tetap mempertimbangkan
aspek kelestarian ekologis.
Berdasarkan data pada Tabel 3 di atas, dengan asumsi volume per pohon/btg
sebesar 0,25 m3 maka volumenya sebesar 0,25 x 226.080.019 = 56.520.004 m3. Dengan
demikian, apabila daur rata-rata tanaman diasumsikan 8 tahun, maka akan diperoleh
estimasi produksi lestari sebesar 7 juta/tahun.
Di samping jumlah tebanganyang menjamin kelestarian hasilhutan rakyat, juga
dapat dilihat dari struktur hutan yaitu dapat dilihat dari dua hal yaitu sebaran umur
(diameter) pohon dan pertumbuhan (riap) tegakan. Umur (diameter) pohon dapat
mencerminkan aspek kelestarian (kelangsungan) pengelolaan hutan rakyat. Penebangan
yang dilakukan pada setiap tahun adalah pada tegakan yang telah memenuhi diameter
tertentu atau telah mencapai umur daurnya. Dengan demikian apabila penebangan
dilakukan pada umur tertentu (sesuai dengan daurnya) perlu segera dilakukan
permudaan untuk menjamin kelestarian hasil hutan rakyat.
Adanya tuntutan konsumen luar negeri khususnya dari Eropa dan Amerika
Serikat yang menghendaki agar produk-produk kayu dari Indonesia termasuk dari Hutan
Rakyat merupakan hasil produk yang berasal dari pengelolaan hutan yang ramah
lingkungan. Untuk itu petani hutan rakyat dituntut untuk tetap komit dalam menjaga
dan terus mengembangkan usaha hutan rakyat. Untuk menjamin hasil hutan rakyat yang
ramah lingkungan tersebut diperlukan program sertifikasi produk hutan rakyat. Melalui
program ini dapat memberikan insentif yaitu berupa harga kayu yang cukup tinggi
20
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
kepada pengelola hutan yang mampu menunjukkan bahwa mereka telah mengelola
hutan rakyatnya secara lestari.
V.
KELEMBAGAAN
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa hutan rakyat pada umumnya dilakukan
secara perorangan (individual) pada lahan miliknya sehingga tidak mengelompok tetapi
tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan dan keragaman pola usaha taninya.
Pada umumnya petani pemilik hutan rakyat ini tergabung dalam kelompok tani hutan
rakyat yang masih sangat sederhana dimana segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengelolaan hutan rakyat (penanaman, pemeliharaan, penebangan dan pemasaran)
ditentukan oleh kebijakan masing-masing keluarga. Untuk menjamin kelestarian hasil
hutan rakyat diperlukan penguatan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat sehingga
terbentuk adanya aturan internal yang mengatur system penebangan yang disepakati oleh
setiap anggotanya, dan lain-lain.
Tahapan proses dalam rangka penguatan kelembagaan hutan rakyat adalah
sebagai berikut :
1. Identifikasi kelembagaan
2. Aturan dan kesepakatan
3. Pengembangan rencana aksi (action plan)
4. Monitoring dan evaluasi partisipatif.
Strategi yang dapat ditempuh dalam rangka penguatan kelembagaan hutan rakyat
diantaranya harus mampu menyerasikan antara lembaga formal dan non formal dalam
konteks pengelolaan hutan. Strategi pengembangan kelembagaan hutan rakyat
didasarkan atas identifikasi kekuatan dan kelemahan kedua lembaga.
Adapun langkah-langkah penguatan kelembagaan hutan rakyat, yaitu :
a. Pengembangan kelembagaan hutan rakyat
-
Identifikasi kelembagaan potensial
-
Penumbuhan motivasi/animasi
-
Penumbuhan kelembagaan
-
Pengembangan kelembagaan (fasilitasi kapasitas SDM/Pengurus, fasilitas
mekanisme manajemen dan kelembagaan, fasilitasi pengembangan aktivitas dan
usaha, serta pengembangan kemitraan).
21
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
b. Pengembangan kelembagaan ekonomi
Kelembagaan ekonomi rakyat adalah suatu kelembagaan yang tumbuh dari, oleh dan
untuk kepentingan masyarakat dan dijalankan oleh masyarakat atas inisiatif mereka.
Upaya pengembangan kelembagaan ekonomi yang berlandaskan atas azas
kekeluargaan melalui beberapa langkah, antara lain :
•
Langkah I : Mendorong dan membimbing masyarakat agar mampu bekerjasama
di bidang ekonomi secara berkelompok.
Anggota kelompok haruslah terdiri dari masyarakat yang saling mengenal, saling
percaya dan mempunyai kepentingan yang sama, sehingga akan tumbuh
kerjasama yang kompak dan serasi. Bimbingan dan bantuan kemudahan
diberikan oleh instansi pembina atau pihak lain yang mampu menumbuhkan
keswadayaan dan kemandirian.
Kelompok masyarakat yang telah terbentuk dapat diklasifikasikan dalam 4
tingkatan, yaitu :
•
-
Tingkat I : Kelompok Pemula
-
Tingkat II : Kelompok Lanjut
-
Tingkat III : Kelompok Madya
-
Tingkat IV : Kelompok Utama
Langkah II : Menumbuhkan gabungan kelompok masyarakat.
Kelompok masyarakat yang sudah tumbuh didorong dan dibimbing agar mau
dan
mampu
bekerjasama
antar
kelompok
dalam
bentuk
gabungan
kelompok/asosiasi yang mampu memberi manfaat secara lebih besar bagi para
anggotanya, seperti :
•
-
Menghimpun peningkatan modal usaha
-
Memperbesar skala usaha
-
Meningkatkan posisi tawar menawar (bargaining potition)
-
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas usaha.
Langkah III : Menumbuhkan lembaga ekonomi formal
Dapat dilakukan melalui berbagai latihan dalam bentuk kursus atau magang yang
dirancang secara khusus seperti kursus pengembangan motivasi berprestasi,
kursus manajemen partisipatif, pelatihan/kursus kewirausahaan, pelatihan
manajemen usaha dan atau simpan pinjam kelompok, dan lain-lain.
22
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
Proses kelembagaan dan penguatan kelembagaan hutan rakyat memiliki peran
yang penting dalam pengelolaan hutan rakyat lestari. Dengan kata lain pengaturan hasil
hutan rakyat yang dilakukan melalui mekanisme kelompok dan musyawarah untuk
membangun kesepahaman pemilik hutan rakyat dan kelompok akan terwujud suatu
kesepakatan dalam pengaturan hasil menuju kepada kelestarian hutan rakyat dan
masyarakat sejahtera.
VI. KESIMPULAN
Sampai saat ini Pemerintah masih memberikan peranan yang cukup tinggi
terhadap hutan rakyat, hal ini dibuktikan dengan pengembangan hutan rakyat melalui
pelaksanaan program Gerhan dan melalui kegiatan-kegiatan yang lain. Selanjutnya agar
petani hutan rakyat tetap mempunyai komitmen yang tinggi terhadap lingkungan dan
hutan rakyat dapat memberikan nilai ekonomi yang tinggi, petani hutan rakyat didorong
untuk mengikuti program sertifikasi.
23
POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT
Oleh:
Billy Hindra 1)
I.
PENDAHULUAN
Sumberdaya hutan di Indonesia seluas 120 juta hektar mempunyai
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sehingga hutan kita tidak hanya menjadi milik
bangsa Indonesia saja tetapi juga menjadi milik masyarakat Internasional. Namun pada
kenyataannya kita belum mampu memelihara sumber daya hutan yang kita miliki dengan
sebaik-baiknya, terbukti kerusakan hutan dan lahan di Indonesia telah mencapai kurang
lebih 59,2 juta hektar di dalam kawasan hutan dan 41,5 juta hektar di luar kawasan
hutan, sehingga sasaran indikatif RHL seluas 100 juta hektar dengan laju degradasi
mencapi kurang lebih 2,83 juta hektar per tahun. Disamping itu terdapat lahan kritis di
dalam dan di luar kawasan hutan seluas 42,1 juta hektar yang sebagian berada pada
Daerah Aliran Sungai (DAS).
Deforestrasi dan degradasi hutan dan lahan tersebut terjadi pada berbagai fungsi
dan jenis formasi hutan termasuk hutan mangrove dan hutan pantai. Pada saat ini,
diperkirakan 1,8 juta hektar hutan mangrove yang berada dalam Kawasan Hutan Negara
dan 4,8 juta hektar hutan mangrove di luar Kawasan Hutan Negara (hutan milik/hutan
rakyat) dalam kondisi rusak.
Untuk menanggulangi hal tersebut, telah dilakukan upaya pemulihan dan
peningkatan kemampuan fungsi dan produktivitas hutan dan lahan. Departemen
Kehutanan telah menfasilitasi penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan (GN-RHL/Gerhan) melalui berbagai kegiatan pembuatan tanaman,
pembuatan bangunan konservasi tanah dan air serta kegiatan RHL lainnya yang bersifat
spesifik sesuai kebutuhan dan karakteristik lokasi. Kegiatan Gerhan dilaksanakan di
dalam kawasan hutan seperti reboisasi, mangrove, dan lain-lain dan di luar kawasan
hutan seperti penghijauan, hutan rakyat, hutan pantai/mangrove dan lain-lain sampai
tahun 2005 luas hutan dan lahan yang direhabilitasi baik di dalam maupun di luar
kawasan hutan melalui skim Gerhan seluas 295.455 ha dan 430.628 ha masing-masing
_______________
1)
Direktur Bina Perhutanan Sosial, Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial,
Jakarta
14
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
untuk tahun anggaran 2003 dan 2004. Adapun rincian selengkapnya rencana dan
realisasi Gerhan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rencana dan realisasi Gerhan
Lokasi
2003
Rencana
(ha)
163.144
Realisasi
(ha)
160.153
2004
Rencana
(ha)
222.607
Dalam
Kawasan
Luar
136.856
135.302
277.393
Kawasan
Jumlah
300.000
295.455
500.000
Sumber : Ditjen RLPS, 2003 dan 2004
Jumlah
Realisasi
(ha)
183.169
Rencana
(ha)
385.751
Realisasi
(ha)
343.322
247.459
414.249
382.761
430.628
800.000
726.083
Dari Tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa realisasi rehabilitasi dan
penanaman di luar kawasan yaitu penanaman di areal hutan rakyat mempunyai proporsi
sebesar 51,78%. Hal ini berarti bahwa penanaman di luar kawasan khususnya di hutan
rakyat juga mendapatkan prioritas yang tinggi dari pemerintah.
Dalam perkembangannya selain untuk rehabilitasi dan konservasi lahan,
pembuatan hutan tanaman terus digalakkan khususnya dalam rangka memenuhi
kebutuhan bahan baku industri. Saat ini pasokan bahan baku industri dari hutan alam
semakin berkurang, sehingga kekurangannya dapat dipenuhi dari pembuatan hutan
tanaman yang salah satunya melalui pembangunan hutan rakyat. Dari hutan rakyat dapat
diperoleh manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung seperti peningkatan
produktivitas lahan, pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan sumber bahan baku
industri, sedangkan manfaat tidak langsung berupa kelestarian fungsi ekologi seperti
pengaturan tata air, udara bersih, erosi terkendali, dan lain-lain.
Dalam kerangka itulah Pemerintah terus berupaya untuk menggalakkan
pembangunan hutan rakyat diantaranya dengan memberi pinjaman kepada masyarakat
petani yang umumnya kekurangan modal untuk membangun hutan rakyat melalui
program Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) yang dimulai sejak tahun 1996. Namun
sejak tahun 2001 bantuan kredit tersebut tidak dapat dilanjutkan karena diperlukan
evaluasi terhadap dana/kredit yang telah disalurkan dan adanya amanat PP 35 Tahun
2002 tentang Dana Reboisasi yang mengatur penyelenggaraan skim kredit melalui
15
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
Rekening Pembangunan Hutan yang diatur melalui SKB Menteri Keuangan dan Menteri
Kehutanan yang sampai dengan saat ini masih dalam proses pembahasan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka hutan rakyat baikl melalui program
Gerhan, subsidi pemerintah, DAK DR dan swadaya sampai dengan saat ini harus terus
ditingkatkan karena tidak dapat dipungkiri bahwa hutan rakyat mempunyai kontribusi
yang sangat besar di sektor kehutanan. Lebih lanjut hutan rakyat dipandang mempunyai
prospek yang sangat bagus untuk mendukung industri perkayuan nasional.
II.
POTENSI
Untuk mengetahui produksi kayu dan jenis kayu dari hutan rakyat yang
dibutuhkan oleh industri perkayuan yang ada, perlu diketahui luas hutan rakyat yang
sudah dibangun, jenis-jenis tanaman hutan rakyat, kelas (sebaran) umum, dan lokasi
sehingga dapat diperkirakan potensi hutan rakyat yang dapat dipanen secara lestari.
Produksi kayu dari pengelolaan hutan baik dilakukan oleh HPH, HPHTI,
maupun Hutan Rakyat harus berdasarkan potensi hutan yang tersedia. Target produksi
yang melebihi
kemampuan akan menyebabkan turunnya potensi hutan yang pada
gilirannya akan menyebabkan pengelolaan hutan tidak lestari. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka target produksi kayu harus disesuaikan dengan kemampuan potensi yang
tersedia. Tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi hutan rakyat
adalah luas lahan, volume kayu dan jumlah pohon baik dari jenis yang dominan maupun
dari jenis yang tidak dominan.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh, luas hutan rakyat yang
sudah dibangun sampai dengan tahun 2004 adalah seluas kurang lebih 1,5 juta Ha yang
terdiri dari hutan rakyat swadaya, hutan rakyat subsidi, hutan rakyat melalui KUHR,
hutan rakyat yang dibangun melalui dana DAK DR, maupun hutan rakyat yang
dibangun melalui program Gerhan. Adapun data luas hutan rakyat berdasarkan alokasi
sumber dana dapat disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan data pada Tabel 2, terlihat bahwa luasan hutan rakyat terluas
diperoleh dari kegiatan pembangunan hutan rakyat swadaya (61%) disusul kemudian
kegiatan Gerhan (26%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah menyadari
manfaat hutan rakyat, dan secara swadaya membangun hutan rakyat di lahan miliknya.
Lebih lanjut berdasarkan luas hutan rakyat sebesar kurang lebih 1,5 juta hektar, apabila
16
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
kelas umur dan diameter diketahui maka dapat diperoleh perkiraan potensi/volume
kayunya.
Tabel 2. Luas hutan rakyat per propinsi berdasarkan alokasi sumber dana
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Propinsi
HR
Swadaya
(Ha)
16.563,40
45.692,10
38.993,80
10.337,00
5.591,00
12.489,25
0,00
HR
Subsidi
(Ha)
6.763,20
1.075,00
0,00
0,00
1.110,00
7.670,00
0,00
HR
KUHR
(Ha)
2.226,00
677,00
0,00
600,06
0,00
6.137,95
0,00
HR
DAK
DR (Ha)
2.295,32
280,00
80,00
719,00
488,00
85,00
0,00
HR
Jumlah (Ha)
Gerhan
(Ha)
3.000,00
30.847,92
8.480,00
56.204,10
14.682,00
53.755,80
7.375,00
19.031,06
2.475,00
9.664,00
5.100,00
31.482,20
645,00
645,00
NAD
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bangka
Belitung
8. Bengkulu
3.349,00
62,50
0,00
340,00
1.000,00
4..751,50
9. Lampung
222,50
100,00
0,00
0,00 13.700,00
14.022,50
10. DKI
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Jakarta
11. Jabar
86.900,74 15.012,00 12.521,40 1.538,00 50.552,00
166.524,14
12. Banten
8.861,00
0,00 1.150,66
0,00
9.600,00
19.611,66
13. Jateng
174.125,59 44.351,19 4.796,43 5.313,20 97.143,00
325.729,41
14. DIY
26.760,70 14.154,00
0,00
411,70 13.690,00
53.016,40
15. Jatim
84.738,07 18.980,75 7.005,83 1.660,00 100.987,00
213.371,65
16. Bali
6.610,24
3.582,50
0,00
155,00
2.730,00
13.077,74
17. NTB
8.610,58
1.405,00 1.000,58
0,00
5.350,00
16.366,16
18. NTT
147.300,00
8.595,00
0,00
0,00
5.850,00
161.745,00
19. Kalbar
4.419,00
85,00
0,00
300,00
6.780,00
11.584,00
20. Kalteng
10.054,00
0,00
0,00
495,00
5.000,00
15.549,00
21. Kalsel
94.271,50
705,00
0,00 3.080,00 10.380,00
108.436,50
22. Kaltim
8.424,00
0,00
650,00
0,00
2.700,00
11.774,00
23. Sulut
4.481,00
33,00
350,00
25,00
3.500,00
8.389,00
24. Gorontalo 14.071,00
0,00
150,00
0,00
4.238,00
18.459,00
25. Sulteng
8.049,55
100,00
0,00
300,00
3.550,00
12.099,55
26. Sultra
705,00
450,00
0,00
725,00
3.100,00
4.980,00
27. Sulsel
134.962,25
6.856,39 3.520,00
308,00 18.937,00
164.583,64
28. Malut
0,00
0,00
0,00
0,00
4.650,00
4.650,00
29. Maluku
0,00
0,00 1.000,00
0,00
2.900,00
3.900,00
30. Papua
9.180,00
0,00
0,00
219,70
1.255,00
10.654,70
31 Irjabar
2.960,00
0,00
0,00
0,00
550,00
3.510,00
Jumlah
966.722,27 131.090,53 41.785,91 18.917,92 409.899,00 1.568.415,63
Sumber: Data dan Potensi Hutan Rakyat, Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat,
Ditjen RLPS, 2004
17
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
III. DISTRIBUSI
Hutan rakyat banyak dijumpai di Pulau Jawa, hal ini dibuktikan bahwa sekitar
50% dari luas hutan rakyat di Indonesia berada di Pulau Jawa (Tabel 2), hal ini
disebabkan karena hutan rakyat telah lama dikenal dan dipraktekan oleh masyarakat
secara tradisional dan turun temurun. Petani hutan rakyat umumnya telah melakukan
kegiatan penanaman di lahan-lahan miliknya. Meskipun luas kepemilikan lahan di Pulau
Jawa relatif lebih sempit dibandingkan dengan kepemilikan lahan di luar Pulau Jawa,
pada kenyataannya kepemilikan lahan rata-rata di Pulau Jawa berkisar antara 0,25-1
hektar per kepala keluarga. Namun demikian, hampir setiap KK di Pulau Jawa
mempunyai Hutan Rakyat, hal ini disebabkan karena lokasi penanaman Hutan Rakyat di
Jawa dilakukan di lahan-lahan pekarangan, kebun, talun,tegalan, dan lain-lain.
Jenis tanaman hutan rakyat yang umum dikembangkan adalah jenis tanaman
yang termasuk jenis-jenis berdaur pendek (antara 5-8 tahun) seperti, sengon, mahoni,
gmelina, dan lain-lain. Pola penanaman yang biasa digunakan dalam hutan rakyat adalah
pola campuran dimana tanaman kayu-kayuan dicampur dengan tanaman multiple
purpose tree specie (MPTS) seperti rambutan, mangga, durian, petai, dan lain-lain
ataupun tanaman semusim (palawija) dimaksudkan untuk penanaman jangka pendek
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup petani sambil menunggu dan memelihara
tanaman kayunya yang umumnya dapat dipanen setelah 5-6 tahun.
Komposisi jenis tanaman hutan rakyat biasanya terdiri dari tanaman kayu-kayuan
(70%) dan tanaman MPTS (30%), komposisi ini diharapkan dapat memberikan
kesinambungan dan kelestarian hasil. Adapun jenis pohon yang ditanam secara dominan
di lahan milik sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat dikatakan bahwa tanaman kayu jati
mendominasi (35%) dalam komposisi hutan rakyat, diikuti oleh sengon (26%) dan
mahoni (20%). Ini berarti bahwa petani hutan rakyat lebih memilih jenis tanaman yang
mempunyai daur relatif lebih panjang seperti jati dan mahoni daripada jenis tanaman
berdaur pendek seperti sengon. Hal ini dapat dimaklumi karena kayu jati dan mahoni di
mata petani hutan rakyat mempunyai nilai ekonomi yang tinggi meskipun para petani
harus menunggu waktu yang relatif lebih lama untuk memanen.
18
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
Tabel 3. Jenis tanaman hutan rakyat yang dominan ditanam masyarakat (jumlah
pohon dan jumlah pohon yang siap tebang)
No
Jenis
1.
Akasia
2.
Cendana
3.
Jumlah pohon
Jumlah pohon siap tebang
32.020.079
2.069.695
66.331
20.245
Jati
79.712.479
18.446.024
4.
Mahoni
45.259.541
9.497.192
5.
Pinus
5.823.301
2.715.576
6.
Sengon
59.834.301
34.613.228
7.
Sonokeling
2.352.651
742.543
8.
Sungkai
1.010.773
381.240
226.080.019
78.485.923
Jumlah:
Sumber : Hasil Sensus BPS, 2003
IV. PRODUKSI LESTARI
Pengelolaan hutan rakyat masih bersifat subsisten (pemanenan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan keluarga, misalnya untuk biaya sekolah, hajatan atau memenuhi
kebutuhan untuk kontruksi rumah sendiri) dan dilakukan secara individual pada lahan
miliknya. Hal ini menggambarkan bahwa hutan rakyat adalah tidak mengelompok pada
satu hamparan akan tetapi terbesar berdasarkan letak, luas pemilikan lahan yang relatif
sempit dan keragaman pola usahatani. Berdasarkan hak tersebut, dapat dikatakan dengan
luas kepemilikan yang relatif kecil merupakan salah satu keunggulan hutan rakyat karena
dengan luasan yang kecil akan menekan terjadinya konflik kepemilikan lahan.
Pengelolaan hutan rakyat ini umumnya belum mengacu pada aspek-aspek
manajemen hutan dimana penanaman dapat dilakukan kapan saja meskipun tidak
dilakukan penebangan, dan sebaliknya penebangan dapat dilakukan kapan saja sesuai
kebutuhan akan tetapi diwajibkan untuk menanam kembali. Konsep ini belum
berdasarkan kontinuitas hasil yang dapat diperoleh dari perhitungan pemanenan yang
sebanding dengan pertumbuhan (riap) tegakan, sehingga tidak dapat memberikan
jaminan kepastian akan hasil yang lestari jika intensitas penebangan terus meningkat dan
tidak ada batas maksimum berapa jumlah pohon yang boleh ditebang.
19
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
Peningkatan intensitas penebangan hutan rakyat saat ini terjadi seiring dengan
meningkatnya peranan hutan rakyat sebagai pemasok bahan baku industri perkayuan.
Oleh karena itu kelestarian hasil hutan rakyat menjadi kebutuhan yang tidak mungkin
ditunda lagi karena laju kebutuhan pasokan bahan baku kayu untuk industri terus
meningkat. Dengan demikian diperlukan perencanaan pengaturan hasil hutan rakyat
untuk membatasi jumlah penebangan dan mengatur kemampuan hutan rakyat dalam
menyuplai kebutuhan kayu pada industri perkayuan secara kontinyu. Dengan demikian
dengan pengaturan hasil hutan rakyat diharapkan kebutuhan bahan baku kayu industri
dapat diperoleh secara kontinyu dari dalam daerah sendiri. Lebih lanjut untuk menjamin
kelestarian pengelolaan hutan rakyat adalah untuk menghasilkan produksi secara
kontinyu (lestari) dengan tujuan pencapaian keseimbangan antara pertumbuhan dan
pemanenan hasil setiap tahun atau periode tertentu dengan tetap mempertimbangkan
aspek kelestarian ekologis.
Berdasarkan data pada Tabel 3 di atas, dengan asumsi volume per pohon/btg
sebesar 0,25 m3 maka volumenya sebesar 0,25 x 226.080.019 = 56.520.004 m3. Dengan
demikian, apabila daur rata-rata tanaman diasumsikan 8 tahun, maka akan diperoleh
estimasi produksi lestari sebesar 7 juta/tahun.
Di samping jumlah tebanganyang menjamin kelestarian hasilhutan rakyat, juga
dapat dilihat dari struktur hutan yaitu dapat dilihat dari dua hal yaitu sebaran umur
(diameter) pohon dan pertumbuhan (riap) tegakan. Umur (diameter) pohon dapat
mencerminkan aspek kelestarian (kelangsungan) pengelolaan hutan rakyat. Penebangan
yang dilakukan pada setiap tahun adalah pada tegakan yang telah memenuhi diameter
tertentu atau telah mencapai umur daurnya. Dengan demikian apabila penebangan
dilakukan pada umur tertentu (sesuai dengan daurnya) perlu segera dilakukan
permudaan untuk menjamin kelestarian hasil hutan rakyat.
Adanya tuntutan konsumen luar negeri khususnya dari Eropa dan Amerika
Serikat yang menghendaki agar produk-produk kayu dari Indonesia termasuk dari Hutan
Rakyat merupakan hasil produk yang berasal dari pengelolaan hutan yang ramah
lingkungan. Untuk itu petani hutan rakyat dituntut untuk tetap komit dalam menjaga
dan terus mengembangkan usaha hutan rakyat. Untuk menjamin hasil hutan rakyat yang
ramah lingkungan tersebut diperlukan program sertifikasi produk hutan rakyat. Melalui
program ini dapat memberikan insentif yaitu berupa harga kayu yang cukup tinggi
20
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
kepada pengelola hutan yang mampu menunjukkan bahwa mereka telah mengelola
hutan rakyatnya secara lestari.
V.
KELEMBAGAAN
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa hutan rakyat pada umumnya dilakukan
secara perorangan (individual) pada lahan miliknya sehingga tidak mengelompok tetapi
tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan dan keragaman pola usaha taninya.
Pada umumnya petani pemilik hutan rakyat ini tergabung dalam kelompok tani hutan
rakyat yang masih sangat sederhana dimana segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengelolaan hutan rakyat (penanaman, pemeliharaan, penebangan dan pemasaran)
ditentukan oleh kebijakan masing-masing keluarga. Untuk menjamin kelestarian hasil
hutan rakyat diperlukan penguatan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat sehingga
terbentuk adanya aturan internal yang mengatur system penebangan yang disepakati oleh
setiap anggotanya, dan lain-lain.
Tahapan proses dalam rangka penguatan kelembagaan hutan rakyat adalah
sebagai berikut :
1. Identifikasi kelembagaan
2. Aturan dan kesepakatan
3. Pengembangan rencana aksi (action plan)
4. Monitoring dan evaluasi partisipatif.
Strategi yang dapat ditempuh dalam rangka penguatan kelembagaan hutan rakyat
diantaranya harus mampu menyerasikan antara lembaga formal dan non formal dalam
konteks pengelolaan hutan. Strategi pengembangan kelembagaan hutan rakyat
didasarkan atas identifikasi kekuatan dan kelemahan kedua lembaga.
Adapun langkah-langkah penguatan kelembagaan hutan rakyat, yaitu :
a. Pengembangan kelembagaan hutan rakyat
-
Identifikasi kelembagaan potensial
-
Penumbuhan motivasi/animasi
-
Penumbuhan kelembagaan
-
Pengembangan kelembagaan (fasilitasi kapasitas SDM/Pengurus, fasilitas
mekanisme manajemen dan kelembagaan, fasilitasi pengembangan aktivitas dan
usaha, serta pengembangan kemitraan).
21
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
b. Pengembangan kelembagaan ekonomi
Kelembagaan ekonomi rakyat adalah suatu kelembagaan yang tumbuh dari, oleh dan
untuk kepentingan masyarakat dan dijalankan oleh masyarakat atas inisiatif mereka.
Upaya pengembangan kelembagaan ekonomi yang berlandaskan atas azas
kekeluargaan melalui beberapa langkah, antara lain :
•
Langkah I : Mendorong dan membimbing masyarakat agar mampu bekerjasama
di bidang ekonomi secara berkelompok.
Anggota kelompok haruslah terdiri dari masyarakat yang saling mengenal, saling
percaya dan mempunyai kepentingan yang sama, sehingga akan tumbuh
kerjasama yang kompak dan serasi. Bimbingan dan bantuan kemudahan
diberikan oleh instansi pembina atau pihak lain yang mampu menumbuhkan
keswadayaan dan kemandirian.
Kelompok masyarakat yang telah terbentuk dapat diklasifikasikan dalam 4
tingkatan, yaitu :
•
-
Tingkat I : Kelompok Pemula
-
Tingkat II : Kelompok Lanjut
-
Tingkat III : Kelompok Madya
-
Tingkat IV : Kelompok Utama
Langkah II : Menumbuhkan gabungan kelompok masyarakat.
Kelompok masyarakat yang sudah tumbuh didorong dan dibimbing agar mau
dan
mampu
bekerjasama
antar
kelompok
dalam
bentuk
gabungan
kelompok/asosiasi yang mampu memberi manfaat secara lebih besar bagi para
anggotanya, seperti :
•
-
Menghimpun peningkatan modal usaha
-
Memperbesar skala usaha
-
Meningkatkan posisi tawar menawar (bargaining potition)
-
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas usaha.
Langkah III : Menumbuhkan lembaga ekonomi formal
Dapat dilakukan melalui berbagai latihan dalam bentuk kursus atau magang yang
dirancang secara khusus seperti kursus pengembangan motivasi berprestasi,
kursus manajemen partisipatif, pelatihan/kursus kewirausahaan, pelatihan
manajemen usaha dan atau simpan pinjam kelompok, dan lain-lain.
22
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 14-23
Proses kelembagaan dan penguatan kelembagaan hutan rakyat memiliki peran
yang penting dalam pengelolaan hutan rakyat lestari. Dengan kata lain pengaturan hasil
hutan rakyat yang dilakukan melalui mekanisme kelompok dan musyawarah untuk
membangun kesepahaman pemilik hutan rakyat dan kelompok akan terwujud suatu
kesepakatan dalam pengaturan hasil menuju kepada kelestarian hutan rakyat dan
masyarakat sejahtera.
VI. KESIMPULAN
Sampai saat ini Pemerintah masih memberikan peranan yang cukup tinggi
terhadap hutan rakyat, hal ini dibuktikan dengan pengembangan hutan rakyat melalui
pelaksanaan program Gerhan dan melalui kegiatan-kegiatan yang lain. Selanjutnya agar
petani hutan rakyat tetap mempunyai komitmen yang tinggi terhadap lingkungan dan
hutan rakyat dapat memberikan nilai ekonomi yang tinggi, petani hutan rakyat didorong
untuk mengikuti program sertifikasi.
23