CERITA SILAT.doc 2671KB Mar 29 2010 05:00:22 AM
CERITA SILAT
SERIAL BU KEK SIAN SU (13)
SULING NAGA
OLEH:
ASMARAMAN S KHO PING HO
UNTUK KOLEKSI PRIBADI
DIKUMPULKAN OLEH
WAHYU WIDODO
Penilaian, dalam bentuk apapun juga, tentu dipengaruhi suka dan tidak suka dari si penilai.
Dan perasaan suka atau tidak suka ini timbul dari perhitungan rugi untung. Kalau si penilai
merasa dirugikan, lahir maupun batin, oleh yang dinilainya, maka perasaan tidak suka karena
dirugikan ini yang akan menentukan penilaiannya, tentu saja hasil penilaian itu adalah buruk.
Sebaliknya, kalau merasa diuntungkan lahir maupun batin, timbul perasaan suka dan hasil
penilainnya tentu baik. Penilaian menimbulkan dua sifat atau keadaan yang berlawanan,
yaitu baik atau buruk. Tentu saja baik atau buruk itu bukan sifat aseli yang dinilai, melainkan
timbul
karena
keadaan
hati
si
penilai
sendiri.
Agaknya belum pemah ada kaisar atau orang biasa siapapun juga yang dinilai baik oleh
orang seluruh dunia. Kaisar Kian Liong, seperti dapat dilihat dalam catatan sejarah, adalah
seorang kaisar yang terkenal berhasil dalam memajukan kebesaran pemerintahannya.
Namun, diapun menjadi bahan penilaian rakyat dan karena itu, tentu saja diapun
memperoleh pendukung dan juga memperoleh penentang. Seperti dalam pemerintahan
kaisar-kaisar terdahulu, dalam pemerintahan Kian Liong inipun tidak luput dari
pemberontakan-pemberontakan, baik besar maupun kecil. Akan tetapi, Kaisar Kian Liong
selalu bertindak tegas dalam menghadapi pemberontakan-pemberontakan itu dan karena
dalam pemerintahannya terdapat banyak panglima-panglima yang tangguh dan pandai,
dengan balatentara yang cukup besar, maka dia selalu berhasil memadamkan api-api
pemberontakan
yang
terjadi
di
sana-sini.
Pemberontakan yang hebat terjadi di daerah Yunan barat daya. Bangsa Birma bersekutu
dengan para pemberontak di Propinsi Yunan. Pasukan besar Bangsa Birma memasuki
Propinsi Yunan bagian barat daya, menyeberangi Sungai Nu-kiang, bahkan bergerak sampai
di
tepi
Sungai
Lan-cang
(Mekong).
Tentu saja Kaisar Kian Liong tidak mendiamkan bangsa tetangga itu mengganggu wilayah
Yunan dan dia segera mengirimkan panglima-panglima perangnya, memimpin pasukan
besar untuk menghalau para pengganggu dari Birma itu dan menumpas pemberontakan di
Yunan.
Kembali
terjadi
perang!
Perang adalah suatu peristiwa yang amat jahat dan buruk dalam dunia ini. Puneak kebuasan
manusia menuruti nafsu mengejar kesenangan. Perang merupakan perluasan dan
pembiakan nafsu kotor dalam diri yang mengejar kesenangan dengan cara apapun juga dan
setiap orang atau benda yang dianggap menjadi penghalang usahanya mengejar
kesenangan itu akan dihaneurkan, dibinasakan. Perang adalah permainan beberapa gelintir
manusia yang kebetulan saja memperoleh kesempatan untuk duduk di tingkat paling atas,
menjadi apa yang dinamakan pemimpin-pemimpin bangsa atau golongan atau kelompok,
dalam usaha mereka untuk meneapai kedudukan paling tinggi dan kesenangan. Dan
siapakah yang menjadi korban kalau bukan rakyat jelata? Para perajurit yang telah
digembleng menjadi alat-alat membunuh atau dibunuh itupun sebagian dari rakyat yang
menjadi
korban
ulah
beberapa
gelintir
manusia
yang
berambisi
itu.
Perang itu kejam! Manusia-manusia dirobah untuk menjadi srigala-srigala dan harimauharimau yang haus darah, menjadi orang-orang yang teramat kejam karena ketakutan, yang
berdaya upaya untuk membunuh lebih dulu sebelum terbunuh, pembunuh berdarah dingin
yang disanjung-sanjung dan dipuji-puji oleh mereka yang memperalatnya. Di dalam perang
berlakulah hukum rimba. Siapa kuat dia menang, siapa menang dia pasti benar dan
berkuasa atas yang kalah. Bukan ini saja, akan tetapi di dalam perang juga timbul kejahatan-
kejahatan yang diumbar karena desakan nafsu yang paling sesat. Para perajurit yang
digembleng untuk melakukan kekerasan itu tentu saja berwatak keras. Bahaya-bahaya dan
aneaman-aneaman dalam perang membuat mereka berwatak keras dan kadang-kadang
malah
buas.
Ada pula akibat sampingan yang amat menyedihkan. Adanya perang membuat banyak
daerah tak bertuan, hukum yang ada hanya hukum rimba dan kesempatan ini dipergunakan
oleh gerombolan-gerombolan yang biasa melakukan perbuatan jahat untuk merajalela.
Rakyat pula yang menjadi korban. Tempat atau daerah-daerah yang dilanda perang
membuat rakyat jelata ketakutan dan larilah mereka pontang-panting, cerai-berai dan kacau
balau meninggalkan dusun atau kota mereka yang mereka tinggali selama ini, sejak mereka
kecil. Terpaksa mereka melarikan diri demi meneari keselamatan, meninggalkan segala yang
mereka sayang dan cinta, menuju ke tempat yang belum mereka ketahui atau kenal,
memasuki nasib baru yang suram penuh rasa takut dan tanpa adanya ketentuan. Mereka ini
adalah
rakyat
jelata
pula.
Pasukan perajurit, yang merupakan sebagian rakyat pula, dipaksa oleh para penguasa untuk
menjadi bidak-bidak catur yang dimainkan oleh para penguasa kedua pihak yang saling
bertentangan atau berebut kemenangan. Mereka, para perajurit itulah yang akan gugur tanpa
dikenal.
Kalau menang? Beberapa orang penguasa itulah yang akan menikmati hasil sepenuhnya,
dan para perajurit yang mempertaruhkan nyawa dalam arti kata seluas-luasnya itu sudah
cukup kalau diberi pujian dan sekedar hadiah atau kenaikan pangkat. Bagaimana kalau
kalah? Perajurit-perajurit itu mempertahankan sampai titik darah terakhir, mati konyol atau
tertawan, tersiksa, terbunuh, sedangkan para penguasa yang hanya beberapa gelintir orang
itu kalau terbuka kesempatan akan cepateepat melarikan diri, menyelamatkan diri beserta
keluarganya, tidak lupa membawa barang-barang berharga. Mereka akan mengungsi ke
negara lain sebagai orang-orang yang kaya raya! Hal ini bukan dongeng, melainkan
kenyataan yang dapat kita saksikan, baik dengan menengok ke belakang melalui sejarah
maupun melihat keadaan sekarang di mana timbul perang yang keji itu.
Keluarga kecil itu terdiri dari suami isteri dan seorang anak perempuan. Ayah itu berusia
hampir empatpuluh tahun, sang ibu berusia tigapuluhan tahun dan masih nampak cantik,
sedangkan anak perempuan itu berusia kurang lebih sepuluh tahun. Mereka berhasil
menyeberangi Sungai Lan-cang dengan sebuah perahu nelayan kecil. Mereka adalah
penduduk di sebelah barat sungai itu. Karena pasukan-pasukan Birma sudah tiba di daerah
itu, maka mereka melarikan diri mengungsi ke timur. Akan tetapi mereka mendengar pula
betapa pasukan Kerajaan Maneu tidak kalah buasnya dengan pasukan Birma atau pasukan
pemberontak. Ternak peliharaan para penduduk desa habis disikat mereka, segala barang
berharga dirampas dan banyak pula wanita-wanita diganggu untuk melampiaskan nafsu
mereka yang datang dengan dalih “melindungi rakyat dari aneaman pemberontakan dan
pasukan Birma.” Rakyat dihadapkan dua api yang sama-sama panas membakar.
“Ibu, aku capai sekali....” Anak perempuan itu mengeluh setelah perahu yang mereka
pergunakan untuk menyeberangi Sungai Lan-cang itu hampir tiba di tepi bagian timur. Anak
yang usianya kurang lebih sepuluh tahun itu agak pucat dan nampak lelah sekali.
Pakaiannya seperti biasa anak petani dan wajahnya yang ditutupi sebagian rambut panjang
kusut itu memiliki garis-garis yang cantik manis, terutama sekali mulutnya yang kecil dengan
hiasan
lesung
pipit
di
kanan
kirinya.
Ibu muda ini merangkulnya, meneoba untuk tersenyum walaupun ada garis-garis
kegelisahan dan kelelahan di sekitar matanya. Ibu yang usianya tigapuluhan tahun ini
bertubuh montok, dengan kulitnya yang putih dan rambutnya yang panjang hitam, walaupun
pakaiannya
sederhana
namun
nampak
cantik
dan
manis.
“Kuatkanlah dirimu, Bi Lan, kita menderita kecapaian untuk meneari keselamatan.” Ibu itu
lalu mengusap air mata anaknya dan memijati kedua kaki anaknya yang nampak
membengkak. Selama sepekan mereka berjalan terus, hampir tak pernah beristirahat.
Bahkan makanpun sambil berjalan dan boleh dibilang tidur sambil berjalan pula. Untung bagi
mereka, ketika melarikan diri dari dusun mereka dan menyusup-nyusup keluar masuk hutan,
naik turun bukit, mereka tidak pernah bertemu dengan gerombolan, hanya bertemu dengan
orang-orang yang lari ke sana ke mari menyelamatkan diri dari aneaman perang. Akhirnya
mereka tiba di tepi Sungai Lan-cang dan berhasil menemukan seorang nelayan tua yang
mau
menyeberangkan
mereka.
“Tenanglah, anakku. Setibanya di seberang itu, kita dapat mengaso untuk menghilangkan
lelah. Setelah tiba di seberang, baru kita aman dan selanjutnya dapat meneruskan
perjalanan seenaknya, kata si ayah menghibur. Ayah ini dengan hati terharu dan duka
melihat keadaan mereka yang benar-benar sengsara. Bukan saja kaki isteri dan anaknya
luka-luka dan bengkak- bengkak, juga persediaan makan tinggal satu dua hari lagi,
sedangkan mereka hanya membawa bekal uang yang kiranya hanya cukup untuk dibelikan
makanan selama paling lama sebulan. Setelah itu, bagaimana ? Ngeri dia membayangkan.
Belum tahu ke mana tujuan pelarian mereka, belum tahu bagaimana harus mendapatkan
penghasilan, dan tidak mempunyai rumah atau tanah, dengan pakaian hanya tiga empat
setel saja. Akan tetapi semua itu soal nanti. Yang penting sekarang adalah berada di tempat
yang
aman!
Dan
di
seberang
sungai
itulah
tempat
aman!
Akan tetapi, itu hanya harapan saja. Di jaman seperti itu, tempat manakah yang dapat
dianggan aman? Baik di dalam kota, maupun dusun, di atas bukit atau di tengah hutan
sekalipun, selama tempat itu masih didatangi orang, maka keamanan diripun tidak terjamin
lagi. Kejahatan tidak memilih tempat, karena kejahatan muneul dari dalam batin, dan selama
ada
manusia,
maka
perbuatan
jahatpun
terjadilah.
Dengan ucapan terima kasih, keluarga yang terdiri dari tiga orang itu meninggalkan nelayan
tua yang juga cepat-cepat menengahkan lagi perahunya ke sungai karena bagi nelayan ini,
tempat yang paling aman adalah di tengah sungai, di mana dia hanya bergaul dengan
perahu, dengan kemudi, dengan dayung, kail, jala dan ikan-ikan. Dan Can Kiong bersama
isteri dan puteri tunggalnya, Can Bi Lan, melanjutkan perjalanan memasuki hutan di tepi
sungai
itu.
Setelah tiba di sebuah pohon besar di mana terdapat petak rumput, tempat yang teduh dan
nyaman, barulah Cau Kiong mengajak anak isterinya berhenti. Isterinya yang sudah hampir
merasa lumpuh kedua kakinya lalu menjatuhkan diri duduk di atas rumput tebal sambil
menghela napas panjang karena lega. Puterinya, Bi Lan, segera menjatuhkan diri rebah di
atas rumput, berbantal paha ibunya dan dalam waktu sebentar saja anak yang sudah hampir
pingsan
kelelahan
inipun
pulaslah.
Bi Lan tidak tahu berapa lama ia tertidur. Tiba-tiba tubuhnya terguneang dan terdengar suara
riuh. Ia cepat membuka matanya dan ternyata ia telah rebah di atas tanah, tidak lagi
berbantal paha ibunya karena ibunya sudah bangkit berdiri sambil berteriak-teriak ketakutan.
Ketika ia melihat, ternyata mereka telah dikepung oleh belasan orang yang berpakaian
seragam namun compang-camping, dengan jenggot kasar dan pandang mata liar! Belasan
orang itu semua memegang senjata golok yang mengkilap tajam. Yang amat mengejutkan
hati Bi Lan adalah ketika ia melihat ayahnya sedang mati- matian melawan dua orang di
antara mereka yang menyerang ayahnya dengan golok. Ayahnya berusaha mengelak ke
sana-sini, namun diiringi suara ketawa belasan orang itu, akhirnya dua orang itu dapat
mempermainkan ayahnya dengan menyarangkan golok mereka, mala-mula hanya
menyerempet saja, merobek-robek pakaian dan kulit, kemudian makin dalam dan akhirnya
Ayahnya, yang terus melawan mati-matian, roboh terguling dalam keadaan mandi darah.
Dua batang golok itu masih terus mengejarnya dan menghujankan bacokan sampai tubuh
ayahnya hanya menjadi onggokan daging merah berlumur darah!
Selagi terjadi pembantaian itu, ibunya menjerit-jerit, apa lagi ketika melihat Ayahnya mandi
darah dan terguling. Ibu ini hendak lari menubruk suaminya, akan tetapi tiba-tiba seorang
laki-laki yang bercambang bauk, paling tinggi besar di antara mereka, dengan muka hitam
totol-totol buruk sekali, menyambar tubuh ibunya dari belakang, kedua tangannya meremasremas dan muka penuh brewokan itu meneiumi muka ibunya. Wanita itu berteriak-teriak,
meronta-ronta dan bahkan memukul dan meneakar, akan tetapi dengan hanya satu tangan
saja, dua pergelangan tangan wanita itu ditangkap dan tubuhnya lalu dipanggul. Semua
orang tertawa-tawa melihat wanita yang dipanggul itu menggerak-gerakkan kedua kaki dan
pinggul, meronta-ronta dan menjerit-jerit. Mereka bicara dalam bahasa asing karena
memang mereka adalah Bangsa Birma, sisa pasukan yang terpukul mundur dan tercecer
berkeliaran
di
dalam
hutan.
Seorang di antara mereka yang bertubuh tinggi kurus, yang mukanya pucat seperti orang
berpenyakitan, akan tetapi yang mempunyai sepasang mata tajam dan liar penuh
kebengisan dan kekejaman, berkata sesuatu kepada si tinggi besar yang memanggul wanita
itu. Si tinggi besar tertawa dan terkekeh ketika si tinggi kurus menuding ke arah Bi Lan yang
masih duduk di atas tanah dengan muka pucat dan tubuh menggigil ketakutan. Anak ini tadi
ikut menjerit-jerit dan menutupi mukanya ketika ayahnya dibantai, kemudian melihat ibunya
ditangkap, iapun menangis dan berteriak-teriak. Hampir ia pingsan melihat semua itu dan kini
ia hanya bisa duduk dengan mata terbelalak seperti seekor kelenci tersudut dan terkurung
oleh
segerombolan
srigala.
Si tinggi kurus muka pucat itu dengan beberapa langkah saja sudah mendekati Bi Lan dan
sebelum tahu apa yang terjadi, rambut Bi Lan yang panjang itu sekali dijambaknya dan sekali
sentakan saja membuat gadis cilik itu tubuhnya melayang ke atas dan kepalanya terasa sakit
karena rambutnya dijambak dan disentakkan ke atas. Ia menjerit dan tubuhnya sudah
dipondong, oleh si tinggi kurus. Bi Lan menjerit dan meronta-ronta sekuat tenaga.
“Lepaskan anakku....! jangan ganggu anakku, ohhh.... bunuhlah aku, tapi jangan ganggu
anakku....!” Ibu itu menjerit-jerit ketika melihat anaknya ditangkap pula. Akan tetapi orangorang kasar itu hanya tertawa bergelak dan Bi Lan dibawa pergi oleh si tingggi kurus. Bi Lan
meronta-ronta, akan tetapi mana mungkin ia dapat melepaskan diri? Ia dibawa semakin jauh
dan ia kini tidak melihat ibunya lagi, hanya mendengar jerit tangis ibunya yang makin lama
makin
jauh
kemudian
tidak
terdengar
lagi.
Kini baru Bi Lan teringat akan nasib dirinya sendiri setelah ia jauh dari ayah ibunya. Tadi ia
lupa akan keadaan diri sendiri karena melihat mereka dan kini baru ia tahu bahwa dirinya
dibawa pergi menjauh dari pada yang lain oleh si tinggi kurus bermuka pucat. Rasa takut
membuat ia menangis sesenggukan dan tidak berteriak-teriak lagi, tidak meronta lagi.
Ketika tiba di tengah hutan, di dekat sebuah sumber air di mana tumbuh rumput tebal di
bawah pohon-pohon rindang, si tinggi kurus itu melempar turun Bi Lan ke atas rumput. Anak
itu terbanting perlahan dan karena rumput itu tebal dan lunak, ia tidak terlalu menderita nyeri.
Akan tetapi, Bi Lan segera bangkit duduk. Tubuhnya masih lemas karena kelelahan,
ditambah lagi dengan kengerian yang dilihatnya, dan rasa takut yang amat sangat, membuat
ia seperti lumpuh. Kini, dengan muka pucat, dengan mata merah basah, dengan rambut
kusut dan tubuh panas dingin, ia memandang kepada laki-laki yang berdiri amat tingginya di
depannya itu dengan sinar mata liar ketakutan. Ia melihat wajah yang pucat kurus itu
menyeringai mata yang buas dan bengis itu ditujukan kepadanya.
“Nah, begitulah, anak manis. Diam saja dan jangan menangis. Aku paling benci kalau
mendengar anak menangis. Nah, begitulah, jangan membikin aku marah.” Laki-laki itu lalu
menanggalkan bajunya, lalu duduk di depan Bi Lan. Anak perempuan ini melihat betapa kulit
dadanya yang kurus itu, kulit yang hanya membungkus tulang, cacat dengan guratan-guratan
panjang bekas luka. Mengerikan sekali dan gadis itu semakin ketakutan. Apa lagi melihat
laki-laki itu menjulurkan tangan dan jari-jari yang kecil panjang itu menyentuh dan mengusap
pipinya,
lalu
tangan
itu
mengusap
rambutnya.
“Kembalikan.... kembalikan aku.... kepada ibuku....” Akhirnya Bi Lan mampu juga bicara
karena
melihat
laki-laki
itu
tak
bersikap
kasar
kepadanya.
Baru sekali ini nampak laki-laki itu tertawa dan hampir Bi Lan jatuh pingsan sakig takut dan
seremnya. Laki-laki kurus ini sejak tadi diam saja dan sikapnya itu penuh dengan
kebengisan, akan tetapi kalau ia diam, masih baiklah. Akan tetapi kini dia tertawa dan
suasana menjadi menyeramkan. Dia tertawa tanpa disertai bibir dan matanya. Mulutnya
seperti diam saja akan tetapi dari kerongkongannya terdengar kekeh lirih yang amat
mengerikan,
pantasnya
iblis
yang
bisa
tertawa
seperti
itu.
Dan kini laki-laki itu, masih terkekeh, mencengkeram baju Bi Lan dan sekali
renggut,terdengar kain robek dan baju itu pun terlepas dari pundak dan lengan Bi Lan! Tentu
saja Bi Lan terkejut setengah mati dan ia pun menjerit dan menangis.
“Ehh! Aku paling benci....“ Laki-laki itu berteriak dan tangan kirinya menampar.
“Plakkk....!” Rasa nyeri membuat Bi Lan yang terpelanting ke atas rumput itu seketika
menghentikan tangisnya. Nyeri dan kaget bukan main. Tamparan pada pipinya itu membuat
pandang matanya berkunang dan ujung bibirnya berdarah. Ketika ia membuka matanya lagi,
tahu-tahu laki-laki itu telah menyambar tubuhnya, dipangkunya dan laki-laki itu lalu menciumi
bibirnya yang berdarah. Bagaikan seekor srigala, laki-laki itu menjilati bibir sendiri yang
berlepotan darah yang keluar dari bibir Bi Lan yang pecah, lalu menciumi lagi dengan
buasnya, bukan mencium, melainkan lebih mirip hendak menghisap darah yang keluar itu
sampai habis dari tubuh Bi Lan. Tentu saja Bi Lan semakin ketakutan dan kesakitan,
meronta-ronta tanpa dapat mengeluarkan suara karena mulutnya tertutup mulut pria itu. Ia
muak dan takut, matanya terbelalak dan ia masih belum mengerti mengapa orang itu
melakukan hal seperti itu kepada dirinya.
Keadaan orang tinggi kurus itu seperti mabok. Memang, orang yang membiarkan dirinya
dikuasai nafsu, tiada bedanya dengan orang mabok. Makin dibiarkan nafsu menguasai diri
semakin parah pula maboknya itu sehingga ia lupa segala-galanya, yang teringat hanyalah
bagaimana caranya untuk dapat melampiaskan nafsunya secepat mungkin dan sepuas
mungkin. Orang yang dikuasai oleh nafsu berahi seperti orang tinggi kurus itu, yang memang
menjadi hamba dari nafsu berahinya dan membiasakan diri untuk tunduk kepada nafsu ini,
tidak lagi melihat apakah perbuatannya dalam melampiaskan nafsunya itu sudah tepat dan
benar. Dia lupa bahwa yang dicengkeramnya adalah seorang anak kecil berusia sepuluh
tahun, bukan seorang wanita yang sudah dewasa dan sudah layak dijadikan pemuas nafsu
berahinya. Dia tidak peduli lagi, yang penting baginya adalah bagaimana nafsunya dapat
cepat
tersalurkan.
Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan diri Bi Lan itu, tiba-tiba terdengar suara
orang ketawa-tawa. Suara ketawa itu terdengar aneh dan halus, akan tetapi menusuk anak
telinga sehingga si tinggi kurus yang sedang menciuminya, atau seperti hendak
memakannya dengan lahapnya itu, tiba-tiba mengangkat muka yang dibenamkannya pada
leher anak perempuan itu dan menoleh. Dia terkejut sekali melihatmunculnya tiga orang yang
tahu-tahu telah berada di situ. Karena dua orang itu bukan anak buahnya, dia pun menjadi
marah dan sekali dorong, dia telah membuat tubuh Bi Lan yang dipangkunya itu terlempar
sampai dua meter lebih di depannya, bergulingan di atas rumput. Kemudian dengan sikap
beringas karena merasa kesenangannya terganggu, dia meloncat ke atas seperti seekor
harimau dan menghadapi tiga orang itu dengan dada dibusungkan. Akan tetapi karena
memang tubuhnya kerempeng, biarpun dadanya dibusungkan, tetap saja nampak tidak
gagah dan tidak menakutkan, malah lucu karena dadanya itu makin kelihatan
kerempengnya.
Tiga orang itu memang aneh sekali keadaannya. Tiga orang kakek yang buruk rupa dan
aneh, bahkan lucu dan agak menyeramkan. Usia mereka tentu tidak kurang dari enampuluh
tahun. Yang seorang bertubuh tinggi sekali, hampir satu setengah orang biasa dan seperti
biasa orang yang memiliki tubuh tinggi, dia condong untuk merendahkan tubuhnya sehingga
agak membungkuk dan kedua pundaknyapun terlipat ke dalam atau ke depan. Orang tinggi
ini bertulang besar namun agak kurus, kulitnya penuh keriput kehitaman. Mukanya seperti
muka kuda, agak meruncing ke depan dan kedua matanya yang berjauhan itu seperti
menjuling kalau memandang ke depan dan sudah terbiasa untuk melihat dengan mata
melirik sehingga mukanya selalu tidak lurus menghadapi benda-benda yang dipandangnya.
Hidungnya juga mancung dan mulutnya meruncing. Mukanya yang lucu sekali, apa lagi di
tambah dengan telinga yang berdaun lebar dan panjang seperti telinga keledai. Matanya
yang menjuling itu seringkali disipitkan karena dia memang kurang awas. Kedua lengannya
panjang sekali sampai ergantung ke tepi lutut, seperti lengan kera saja. Pakaiannya serba
hitam yang menambah keburukannya, dengan sepatu hitam pula yang dilapisi dengan baja.
Kedua kakinya juga panjang-panjang dan agak bengkok seperti punggungnya pula. Orang
yang buruk rupa ini sama sekali bukan orang yang biasa saja, bahkan keburukannya itu
menambah ketenarannya di dunia kaum sesat karena orang ini adalah Hek-kwi-ong (Raja
Iblis Hitam) yang memiliki kesaktian luar biasa, juga memiliki kekejaman yang hanya dapat
disamakan dengan raja iblis sendiri. Akan tetapi, selama puluhan tahun ini dia tidak pernah
keluar dan baru sekarang nampak di hutan itu, suatu hal yang kebetulan saja nampaknya.
Orang yang kedua tidak kalah anehnya. Orangnya bulat seperti bal. Tingginya hanya tiga
perempat orang biasa dan karena dia amat gemuk, terutama sekali perutnya yang gendut
seperti bola, maka dia kelihatan bulat seperti sebuah gentung yang mempunyai kaki dan
tangan. Mukanya yang bulat itu nampak cerah selalu karena dia memiliki mulut yang tidak
dapat ditutup rapat, selalu terbuka sehingga nampaknya selalu tersenyum atau tertawa
ramah. Orang ini memang segala-galanya serba bulat. Matanya, hidungnya, mulutnya yang
lebar bahkan telinganya juga bundar bentuknya. Lengan dan kakinya juga gemuk bulat,
apalagi pinggul dan perutnya. Pendeknya, manusia bundar ini memang lucu sekali kelihatan
dari samping atau belakang. Akan tetapi jangan lihat dari depan karena kalau melihat sinar
matanya dan kalau tersenyum, baru nampak sesuatu yang mengerikan membayang dari
sinar mata dan senyumnya. Kalau dia diam saja malah mulutnya kelihatan tersenyum ramah,
akan tetapi kalau dia tertawa atau tersenyum, sungguh mukanya seketika berubah seperti
muka iblis! Dan matanya itu mengeluarkan sinar mencorong yang seperti bukan mata
manusia lagi, melainkan mata srigala buas atau mata harimau di tempat gelap. Dia ini pun
seorang yang luar biasa sekali, selain sakti juga pada puluhan tahun yang lalu amat terkenal
dengan
julukan
Im-kan
Kwi
(Iblis
Akhirat).
Orang ke tiga lebih menakutkan lagi. Tubuhnya hanya kulit membungkus tulang saja,
agaknya sama sekali tidak berdaging lagi, apa lagi bergajih. Seperti tengkorak dan rangka
terbungkus kulit, juga mukanya pucat seperti mayat. Bahkan kalau berjalan kadang-kadang
mengeluarkan suara berkerotokan seolah-olah tulang-tulang saling beradu! Hanya sepasang
matanya saja yang nampak hidup, bahkan mata ini mencorong menakutkan. Orang ini sama
dengan yang dua orang pertama, amat terkenal pada puluhan tahun yang lalu dengan
julukan
Iblis
Mayat
Hidup.
Karena tiga orang ini selalu saling bantu dari bekerja sama, maka mereka bertiga itu dikenal
di dunia kaum sesat sebagai Sam Kwi. {Tiga Iblis). Kurang lebih duapuluh tahun yang lalu,
Sam Kwi ini pernah mencoba kepandaian Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. dan melalui
perkelahian yang amat sengit, di mana Pandekar Super Sakti d keroyok oleh mereka bertiga,
akhirnya Sam Kwi dapat dikalahkan dan masing-masing menderita kekalahan yang cukup
parah. Karena tadinya mereka menyombongkan diri, merasa bahwa dengan maju bertiga,
mereka dapat mengalahkan siapapun juga, dan bersumbar di depan Pendekar Super Sakti
bahwa kalau mereka bertiga kalah mereka takkan muncul lagi di dunia persilatan, maka
setelah diikalahkan, mereka bertiga lalu pergi menyembunyikan diri bertapa. Mereka merasa
malu dan juga penasaran. Oleh karena itu, mereka mengasingkan diri jauh ke puncak yang
terpencil dari Pegunungan Thai-san, di mana mereka bertapa dan memperdalam ilmu
mereka, ditemani seorang murid yang pandai.
Setelah merasa bahwa ilmu mereka mencapai tingkat yang tinggi, dan mendengar betapa
negara kacau oleh pemberontakan-pemberontakan, tiga orang itu akhirnya turun gunung dan
pergi ke timur. Pada hari itu, tanpa disengaja mereka tiba di hutan yang sunyi di sebelah
timur Sungai Lan-cang dan melihat seorang laki-laki tinggi kurus sedang mempermainkan
dan agaknya hendak memperkosa seorang anak perempuan yang masih kecil.
Perbuatan seperti itu tentu saja tidak ada artinya bagi tiga orang datuk sesat yang pernah
melakukan segala macam kejahatan seperti iblis itu, bahkan dianggap sebagai suatu
perbuatan yang tidak ada artinya dan memalukan, hanya pantas dilakukan oleh bajingan
kecil saja. Maka, tadinya mereka hanya tersenyum-senyum melihat tingkah laku laki-laki
tinggi kurus itu dan membiarkannya saja. Akan tetapi ketika pada suatu ketika anak
perempuan itu mengangkat mukanya yang pucat dan tiga orang kakek itu melihat anak itu,
tiba-tiba mereka bertiga melangkah maju dan ketiganya merasa amat tertatik. Pandang mata
mereka yang tajam melihat bakat terpendam yang amat hebat dalam diri anak perempuan
itu! Tentu saja Hek-kwi-ong tidak dapat melihat jelas, hanya melihat betapa anak perempuan
itu sama sekali tidak berteriak minta tolong walaupun berusaha dan meronta untuk melawan
dan
hal
ini
saja
dianggapnya
sebagai
suatu
keberanian
luar
biasa.
“Wah,
anak
itu
bagus
sekali!”
kata
Im-kan-kwi.
“Benar. lebih bagus dari pada murid kita,” sambung. Iblis Mayat Hidup. “Dan ia pemberani
dan tabah,” kata pula Raja Iblis Hitam tidak mau ketinggalan karena hal ini sama saja
mengakui
bahwa
matanya
lamur!
“Sayang
daging
lunak
dan
lezat
itu
dimakan
anjing
kotor,”
kata
Iblis Akhirat.
Ketiganya lalu mengeluarkan suara ketawa dan tubuh mereka melesat seperti terbang saja,
dalam sekejap mata tiba di dekat si tinggi kurus yang sedang menciumi anak itu. Suara
ketawa inilah yang mengejutkan perajurit Birma tinggi kurus itu dan dia mendorong pergi Bi
Lan
kemudian
meloncat
bangun
dengan
marah.
“Keparat busuk, kalian ini tiga orang tua bangka sudah bosan hidup, berani menggangguku!”
bentak si tinggi kurus sambil mengamangkan goloknya ke arah tiga orang kakek itu.
Iblis Akhirat yang lebih suka bicara dari pada dua orang kawannya, kini tertawa bergelak dan
seketika prajurit Birma tinggi kurus itu tercengang dan bergidik. Setelah tertawa, kakek yang
kelihatannya ramah itu menjadi begitu menakutkan mukanya. Seperti setan!
“Ha-ha-ha-hah! Cucuku, siapakah engkau?” Iblis Akhirat bertanya, suaranya tentu saja
memandang
rendah
sekali.
Melihat sikap tiga orang ini, si tinggi kurus yang juga bukan seorang yang hijau atau bodoh,
dapat menduga bahwa tentu tiga orang kakek ini bukan orang sembarangan sehingga sikap
dan keadaannya demikian aneh. Akan tetapi dia tidak takut, dan dia ingin mendatangkankesan dan wibawa kepada tiga orang ini untuk menggertak mereka, maka jawabnya dengan
angkuh, “Aku adalah perwira pasukan Birma yang jaya!” Pada waktu itu, semua orang tahu
bahwa pasukan Birma bersekutu dengan pasukan pemberontak, dan semua orang takut
kepada
pasukan
Birma
ini.
Akan tetapi, Iblis Akhirat itu agaknya sama sekali tidak takut. “Apa? Dari bahasamu, jelas
kamu ini bukan orang asing, bukan orang Birma, akan tetapi pekerjaanmu sebagai perwira
pasukan Birma. Wah, kalau begitu engkau ini adalah seekor cacing busuk, seorang
pengkhianat,
ya?
Kami
paling
benci
deh
melihat
pengkhianat!”
“Anjing
“Srigala
penjilat
masih
lebih
busuk!”
baik
dari
pada
kata
kamu!”
Raja
bentak
pula
Iblis
Iblis
Hitam.
Mayat
Hidup.
Tentu saja si tinggi kurus menjadi marah bukan main mendengar ucapan mereka. Dia sama
sekali tidak tahu bahwa biarpun Sam Kwi merupakan iblis-iblis yang merajai dunia kaum
sesat dan tidak segan melakukan kejahatan macam apa-pun juga, akan tetapi mereka itu
pada dasarnya merupakan orang-orang yang membenci pemerintahan Mancu dan karena itu
tentu saja membenci negara Birma yang berani masuk dan mengganggu wilayah Yunan, dan
lebih benci lagi terhadap orang-orang yang berkhianat membantu kekuasaan asing untuk
memerangi
bangsa
sendiri.
“Keparat, kalian memang sudah bosan hidup!” bentak si tinggi kurus dan dengan goloknya
dia menerjang maju dan membacok ke arah kepala Iblis Akhirat yang berada paling dekat di
depannya. Golok yang mengkilap itu menyambar ganas, kuat dan cepat ke arah kepala Iblis
Akhirat yang botak. Akan tetapi si gendut itu sama sekali tidak mengelak dan agaknya
bahkan tidak tahu bahwa kepalanya terancam senjata tajam yang akan dapat membelah
kepalanya
yang
bundar
dan
botak
itu
menjadi
dua!
“Singggg....
krakkk!”
Perwira Birma yang sebenarnya berbangsa Cina itu mengeluarkan suara teriakan kaget dan
tangannya terpaksa melepaskan gagang golok karena goloknya menimpa kepala yang
kerasnya seperti baja, membuat golok itu rompal dan rusak dan saking kerasnya pertemuan
antara golok dan kepala, tangannya tergetar hebat dan menjadi seperti lumpuh sehingga
terpaksa gagang golok terlepas dan dia sendiri terhuyung ke belakang! Barulah dia kaget
dan takut. Kiranya kakek yang diserangnya itu adalah seorang sakti! Sudah banyak dia
mendengar tentang orang sakti, dan kini, melawan seorang saja, baru sekali bacok goloknya
malah rompal dan terlepas, apa lagi harus melawan tiga orang yang demikian saktinya.
Dasar wataknya yang kejam itu terdorong oleh sifat pengecut dan penakut, begitu tahu
bahwa dengan kekuatan dan kekuasaannya dia tidak akan menang menghadapi tiga orang
ini, tanpa banyak pikir lagi dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Iblis Akhirat. Tubuhnya
menggigil dan suaranya gemetar ketika dia berkata dengan suara mengandung penuh rasa
takut.
“Harap sam-wi locianpwe (tiga orang tua sakti) sudi mengampuni nyawa hamba....”
“Uhhih, memuakkan!” Iblis Akhirat berseru sambil menggerakkan hidungnya yang bulat
seperti orang mendengus bau busuk. Lalu dia menoleh kepada dua orang temannya. “Kita
apakan
“Kita
saja
bantai
“Siksa
dia!”
“Ampun....
ampun....
tikus
saja!”
kata
kata
Si
pula
tinggi
kurus
Raja
ini?”
Iblis
Hitam.
Iblis
Mayat
Hidup.
itu
mengeluh
ketakutan.
“Desss....!” Tiba-tiba Iblis Akhirat menggerakkan kakinya dan kaki kanan yang pendek itu
sudah menendang. Tubuh yang berlutut itu terlempar ke atas, tinggi sekali, sampai ada lima
tombak tingginya. Si tinggi kurus berteriak kesakitan dan ketakutan. Ketika tubuhnya
melayang
turun,
dia
disambut
oleh
tendangan
Raja
Iblis
Hitam.
“Desss....!” Kembali tubuhnya terlempar ke atas, kini tendangan itu lebih keras lagi. Akan
tetapi seperti juga tendangan Iblis Akhirat tadi, tendangan ini mengenai pangkal pahanya dan
tidak mematikan, hanya menimbulkan rasa nyeri dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke
atas. Kembali si tinggi kurus berteriak ketakutan ketika tubuhnya melayang turun.
“Dukkk....!” Sekali lagi tubuhnya mencelat ke atas ketika Iblis Mayat Hidup memperoleh
giliran menyambut tubuhnya dengan tendangan. Agaknya tiga orang kakek ini tidak mau
cepat membunuh korban mereka dan mereka seperti bermain bola, menendangi tubuh itu
sampai
berkali-kali
terlempar
ke
atas.
Baru setelah si tinggi kurus tidak mengeluh, mereka membiarkan tubuh itu terjatuh ke atas
tanah.
“Brukkk....” Si tinggi kurus terbanting keras dan tidak mengeluh lagi karena sudah pingsan.
“Byurrr....!” Tubuh itu terbaring ke kubangan air yang tidak dalam, akan tetapi cukup
membenamkan tubuh yang jatuh miring itu. Begitu mukanya terbenam ke dalam air yang
amat dingin, si tinggi kurus sadar kembali dan gelagapan bangkit dari genangan air. Dia
segera teringat akan ancaman mengerikan dari tiga orang kakek itu yang kini berdiri melihat
kepadanya sambil menyeringai. Rasa takut mendatangkan tenaga dalam tubuhnya yang
ngilu
dan
nyeri
semua
it,
lalu
dia
melompat
dan
melarikan
diri.
“Ho-ho-ho, berani melarikan diri?” tiba-tiba Iblis Akhirat berseru dan sekali tubuhnya yang
bulat bergerak, seperti sebuah bola yang menggelinding, cepat sekali dia mengejar dan tahutahu rambut kepala si tinggi kurus yang terurai karena terlepas dari lindungan topi pasukan
dan ikatan rambut ketika dijadikan bulan-bulan tendangan tadi, sudah dijambaknya dan
tubuh itu diseretnya seperti seorang anak kecil menyeret sebuah benda permainannya.
“Ampun, locianpwe.... ampun!” Si tinggi kurus merintih ketakutan.
“Brukkk....!”Kakek gendut itu membanting tubuh korbannya ke atas tanah dan mereka bertiga
mengepungnya, seperti tiga orang anak yang sedang bermain-main dengan gembira.
“Ha-ha-ha, kau suka bermain dengan golok dan tadi mengetuk kepalaku dengan golokmu?
Hemmm, coba sampai di mana ketajaman golok rompalmu!” Kakek gendut itu mengambil
golok rompal milik si tinggi kurus yang memandang dengan pucat sekali dan mata terbelalak.
“Iblis Hitam dan Mayat Hidup,” kata Iblis Akhirat kepada dua orang temannya. “Aku telah
melatih semacam ilmu yang menarik sekali. Dari jauh, dengan golok ini, aku mampu
mengambil daun telinga kiri tikus ini. Kalian mau lihat?”
“Apa sukarnya itu?” Iblis Mayat Hidup mendengus.
“Golok ini kubikin terbang mengambil daun telinga dan membawanya kembali ke tempat aku
berdiri.” Sambung si gendut.
“Ah, masih harus dibuktikan itu!” kata Raja Iblis Hitam tak percaya.
Tentu saja kedua orang datuk iblis itu tahu dan bahkan pandai menyerang lawan dengan
golok terbang, yaitu hui-to atau golok yang disambitkan. Akan tetapi membuat golok itu
mengambil daun telinga dan membawanya kembali ke tuannya, sungguh mustahil!
“Ha-ha-ha, kalian lihat baik-baik,” kata kakek gendut sambil meloncat menjauhi korbannya
sampai sejauh limabelas meter. Dia lalu menggunakan jari-jari kedua tangannya menekuk
golok itu menjadi sebuah benda melengkung seperti gendewa patah tengahnya, dan
beberapa kali ditimangnya di tangan kiri, lalu dibenarkan tekukannya, Setelah merasa puas
dan menganggap bahwa bentuk senjatanya itu sudah sempurna, dia lalu mengukur jarak
dengan matanya. Si tinggi kurus hanya memandang dengan muka pucat sekali, tidak tahu
apa yang akan menimpa dirinya.
“Terbanglah!” Tiba-tiba Iblis Akhirat menggerakkan lengan kanannya yang pendek dan benda
melengkung terbuat dari golok tadi meelayang cepat ke arah si tinggi kurus, dengan
berputar-putar aneh.
“Cratt....! Auhhh....” Tiba-tiba si tinggi kurus berteriak dan menutupi telinga kirinya yang
berdarah. Kiranya daun telinga kirinya sudah putus disambar benda terbang tadi dan
hebatnya, daun telinga itu seperti menempel pada benda itu yang kini terbang terus, kembali
kepada Iblis Akhirat! Kakek gendut ini bergelak dan menerima kembali senjata aneh itu yang
dilemparkannya ke atas tanah bersama daun telinga itu.
“Bagus....!” Dua orang kakek yang menjadi temannya memuji.
“Kalau hanya buntung sebelah menjadi kurang patut.” Tiba-tiba Raja Iblis Hitam berkata dan
sebelum si tinggi kurus tahu maksudnya, tiba-tiba si tinggi besar seperti raksasa itu sudah
menjulurkan tangannya. Lengannya yang panjang itu terjulur dan betapa takutnya hati si
tinggi kurus melihat betapa lengan yang dijulurkan itu terus mulur semakin panjang
mengejarnya. Dia terkejut dan ketakutan, bangkit berdiri dan dengan tangan memegangi
bagian telinga kiri yang buntung, dia mencoba lari.
“Krakkk.... aduhhhh....!” Tubuh si tinggi kurus terpelanting dan dia bergulingan ke atas tanah,
kini sebelah tangannya menutupi telinga kanan yang sudah tidak berdaun lagi karena tadi,
jari-jari tangan yang diulurkan panjang itu tahu-tahu sudah meremas daun telinga itu
sehingga hancur dan buntung!
“Heh-heh-heh-heh, ilmu memanjangkan lenganmu itu bagus sekali untuk melakukan
pencopetan di pasar. Iblis Hitam!” Iblis Akhirat terkekeh kagum. Tidak mudah menguasai ilmu
membuat anggauta tubuh dapat mulur seperti itu.
“Kedua tangannya menyembunyikan hasil pertunjukan kalian, biar kusingkirkan!” kata Iblis
Mayat Hidup yang melangkah maju menghampiri si tinggi kurus yang kini sudah ketakutan
setengah mati. Melihat betapa kakek yang seperti mayat hidup itu menghampirinya, dia
melupakan rasa nyeri pada kedua telinganya dan diapun cepat bangkit berdiri dan lari
sekuatnya!
“Tak-tuk-krok-krok....!” Terdengar suara berkerotokan dan itulah suara tubuh Iblis Mayat
Hidup yang lari berloncatan mengejar. Gerakannya cepat sekali dan tahu-tahu iblis ini sudah
berdiri menghadang di depan si tinggi kurus yang tentu saja terbelalak kaget melihat iblis itu
telah berada di depannya. Dia membalikkan diri dan berlari ke lain jurusan, akan tetapi
terdengar pula suara berkeretokan dan tahu-tahu iblis itu sudah menghadang pula di
depannya.Beberapa kali dia membalik sampai akhirnya dia digiring kembali ke tempat tadi.
“Ampun.... ampun....!” katanya mengangkat kedua tangan ke atas, melepaskan pinggir
kepala yang tadi ditutupinya. Nampak kedua telinga itu tidak bardaun lagi dan hanya
merupakan sebuah lubang berlumuran darah.
“Wuuuuut.... krakkkkk!” Tangan Iblis Mayat Hidup bergerak menyambar ke arah dua pundak
si tinggi kurus dengan cepat bukan main dan tahu-tahu nampak darah menyembur dari
kedua pundak si tinggi kurus itu ketika lengannya tahu-tahu sudah buntung disambar jari-jari
tangan kurus dari Iblis Mayat Hidup! Dengan babatan jari-jari tangan saja tengkorak hidup itu
mampu membikin buntung dua lengan sehatas pundak. Sungguh merupakan ilmu yang amat
luar biasa dan kekejaman yang mencapai puncaknya.
“Ha-ha-ha, bagus!” teriak Iblis Akhirat.
“Bagus sekali!” Raja Iblis Hitam juga memuji.
Akan tetapi si tinggi kurus hanya dapat menjerit dan diapun roboh pingsan. Darah
bercucuran dari kedua pundak yang sudah tidak berlengan lagi itu.
Episode
“Heh-heh, dia tidak boleh mati dulu!” Iblis Akhirat berkata dan cepat dia meloncat ke dekat
tubuh yang pingsan itu, sedangkan Iblis Mayat Hidup memutar-mutar kedua lengan yang
dipatahkannya itu seperti seorang anak kecil main-main, lalu melemparkan dua lengan itu
jauh sekali ke dalam jurang. Si gendut itu mengeluarkan sebuah botol dan menuangkan isi
botol yang berupa cairan hitam, ke atas luka di kedua pundak dan juga di kedua telinga. Obat
ini manjur bukan main, cepat kerjanya karena seketika darah berhenti mengalir. Dengan
beberapa tekanan pada jalan darah, si tinggi kurus disadarkan kembali oleh Iblis Akhirat.
Si tinggi kurus itu begitu sadar, merintih-rintih karena merasakan nyeri yang amat hebat
menusuk sampai ke ulu hati. Ketika dia melihat bahwa dua lengannya telah lenyap, dia
mengeluh dan dengan susah payah dia dapat bangkit duduk, memandang ke arah tiga orang
kakek itu. Tahulah dia bahwa minta ampun tidak ada gunanya, maka diapun menggigit bibir
menahan nyeri lalu berkata, “Kalian bunuh sajalah aku!” Dia memang tidak dapat melihat
jalan
keluar
lain
kecuali
mati
dengan
cepat.
Sementara itu, sejak tadi Bi Lan yang sudah bangkit duduk di atas rumput dan mengenakan
kembali bajunya yang tadi direnggut lepas dan robek, dan nonton semua peristiwa itu
dengan mata terbelalak dan muka pucat. Selama hidupnya belum pernah ia menyaksikan
tontonan yang demikian mengerikan. Seluruh tubuhnya menjadi panas dingin dan ia merasa
ngeri sekali. Bukan main hebatnya pengalaman yang dihadapi gadis cilik ini secara beruntun.
Mula-mula melihat ayahnya terbunuh oleh perampok, lalu melihat ibunya diculik, dan ia
sendiri dilarikan si tinggi kurus yang melakukan hal-hal tak senonoh terhadap dirinya,
perlakuan yang belm dimengertinya benar akan tetapi yang membuat ia hampir gila karena
ngeri, muak dan takut. Kemudian, munculnya tiga orang kakek aneh yang menyiksa si tinggi
kurus itu membuat ia mencapai ketegangan yang sudah tiba pada puncaknya. Agaknya
pemandangan menegangkan dan mengerikan yang bertubi-tubi menghantam perasaan Bi
Lan emmbuat gadis cilik itu terbiasa dan kini, biarpun ia memandang dengan mata terbelalak
dan muka pucat, mulutnya tidak mampu mengeluarkan suara apapun, akan tetapi ia tidak
takut lagi, bahkan mulai menggunakan pikirannya. Jelas baginya bahwa tiga orang kakek itu
telah menyelamatkannya, bahwa tiga orang kakek yang aneh itu tentu orang-orang yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi akan tetapi juga memiliki kekejaman yang luar biasa. Dan ia
tentu tidak akan terlepas dari tangan tiga orang kakek itu, dan ia harus pandai membawa diri,
demikian pikirnya. Ia tidak boleh cengeng, tidak boleh bingung, harus dapat mempergunakan
akalnya karena tidak ada orang lain di dunia ini yang akan dapat diharapkan menolongnya
kecuali dirinya sendiri. Bahkan, disamping kengerian, timbul pula rasa senang dan puas
melihat betapa si tinggi kurus itu mengalami penyiksaan yang demikian mengerikan.
“Wah, ilmu kiam–ciang (tangan pedang) yang kaukuasaisudah hebat sekali, Mayat Hidup.
Bagaimana pendapatmu, Iblis Hitam? Apa kau mampu menandinginya dalam hal kehebatan
kiam-ciang
itu?”
kata
si
Iblis
Akhirat
kepada
Hek-kwi-ong.
Raksasa
hitam
itu
menggeleng
kepala.
“Aku
tidak
mampu
sehebat
dia.”
“Heh-heh, akupun demikian. Akan tetapi, kita berdua pernah melatihnya. Coba kita lihat,
apakah orang pengecut dan pengkhianat seperti dia ini mampu hidup tanpa lengan tanpa
kaki,” kata pula Iblis Akhirat yang melangkah maju mendekati si tinggi kurus yang sudah
buntung kedua lengannya. Hek-kwi-ong si Raja Iblis Hitam mengangguk dan menghampiri
pula. Tiba-tiba mereka berdua menggerakkan tangan seperti yang dilakukan oleh Iblis Mayat
Hidup tadi, tangan mereka membacok, masing-masing ke arah kaki kanan dan kaki kiri si
tinggi
kurus.
“Krokk! Krokk!” Si tinggi kurus kembali menjerit dan tubuhnya roboh, kedua kakinya, sebatas
paha, buntung oleh bacokan tangan dua orang kakek itu! Kembali darah muncrat dan Im-kan
Kwi si Iblis Akhirat yang gendut itu kembali mempergunakan obat cairan yang cepat
menghentikan
cucuran
darah.
Ketika Im-kan Kwi mengurut jalan darah dan si tinggi kurus itu siuman kembali, tentu saja dia
tidak mampu bangkit lagi. Tubuhnya hanya tinggal kepala dan badan, tanpa kaki tanpa
lengan tanpa daun telinga, nampak menyedihkan sekali. Dia hanya merintih-rintih dan
tergolek ke kanan kiri, mendesis-desis kesakitan. Dia tidak akan mati karena darahnya tidak
bercucuran keluar, akau tetapi hidupnya takkan berguna lagi. Dan kalau tidak ditolong orang
lain, tentu dia akhirnya akan tewas kelaparan atau diterkam binatang buas kalau dibiarkan di
tempat
itu.
Kini tiga orang kakek itu agaknya sudah bosan mempermainkan si tinggi kurus, dan mereka
lalu menghampiri Bi Lan. Akan tetapi anak perempuan ini tidak takut. Ia bahkan bangkit
berdiri, memandang tiga orang kakek itu dengan sinar matanya yang jernih. Mukanya masih
pucat, akan tetapi tidak terbayang ketakutan pada muka yang manis itu.
“Tiga orang kakek buruk, setelah kalian membunuh bangsat itu, apakah juga akan
membunuh
aku?
Tapi
jangan
siksa
aku
seperti
dia.”
Tiga orang kakek itu saling pandang. Lalu Iblis Akhirat yang gendut terkekeh, Raja iblis Hitam
yang seperti raksasa itu tersenyum lebar dan Mayat Hidup menyeringai aneh.
“Ha-ha-ha-ha, anak baik. Kami suka padamu. tidak akan membunuhmu, akan tetapi kami
ingin mengambilmu sabagai murid. Bagaimana, maukah kau menjadi murid kami? Mau tidak
mau harus mau!” Dan dalam suara kakek gendut itu terdengar suara mengancam!
Akan tetapi Bi Lan tetap tenang. Anak ini tadi sudah memutar otaknya dan mengambil
keputusan bahwa ia harus dapat mempergunakan kepandaian tiga orang kakek ini untuk
menolong
ibunya
dan
membalas
dendam!
“Tentu saja aku mau, akan tetapi kalian juga harus memenuhi permintaanku lebih dulu!”
Tiga orang kakek itu kembali saling pandang dan tersenyum girang. Mereka suka kepada
anak yang berani dan anak perempuan ini cukup berani, bahkan berani menyebut mereka
“tiga
kakek
buruk”,
sebutan
yang
menggembirakan
hati
mereka!
“Permintaan apa?” tanya Iblis Mayat Hidup yang biasanya jarang sekali bicara.
“Pertama, kalian harus menolong ibuku. Ke dua, kalian harus membunuh gerombolan
penjahat
yang
tadi
membunuh
ayah
dan
menculik
ibu.”
“Ha-ha-ha, penmintaan yang mudah saja. Coba, ceritakan siapa namamu dan apa yang
terjadi dengan ayah ibumu,” kata Iblis Akhirat, biarpun tertawa-tawa, akan tetapi hatinya
menjadi tak senang karena iri hati mendengar anak itu menyebut-nyebut ayah ibunya.
Apapun yang terjadi, kalau ayah dan ibu anak itu masih ada, harus mereka bunuh dulu
sebelum mengambil anak ini menjadi murid, pikirnya. Pikiran yang luar biasa kotor dan
jahatnya!
“Namaku Can Bi Lan, aku bersama ayah dan ibu sedang melakukan perjalanan mengungsi
dari sebelah barat Sungai Nu Kiang. Ketika kami menyeberang Sungai Lan-cang, di tepi
sungai sebelah timur kami dikepung oleh belasan orang perampok itu dan Ayah yang
melakukan perlawanan mereka bunuh, ibu diculik dan aku dilarikan oleh si keparat itu. Nah,
kalau kalian mau menolong ibu dan membunuh belasan orang akupun mau menjadi murid
kalian.”
“Baik, baik, mari kita pergi!” kata iblis Akhirat. “Hek-kwi, kau yang tinggi besar dan kuat
gendonglah
Bi
Lan
murid
kita
ini.”
Hek-kwi-ong Si Raja Iblis Hitam itu mendengus, lalu tangannya yang besar itu dijulurkan ke
arah Bi Lan. Gadis ini merasa ngeri melihat lengan yang panjang itu dapat mulur ke arahnya,
akan tetapi ia menahan rasa takutnya dan diam saja ketika tiba-tiba tangan itu menangkap
tangannya dan sekali disentakkan tubuhnya melayang ke atas dan tiba di punggung kakek
raksasa hitam itu! Mereka bertiga lalu melangkah pergi dengan amat cepatnya,
meninggalkan si tinggi kurus yang kini tidak tinggi lagi, hanya merupakan kepala dan badan
yang bergelimang di rumput yang berlepotan darah. Dia mengeluarkan suara dari
tenggorokannya, entah tawa ataupun tangis. Peristiwa yang amat hebat menimpa dirinya,
membuat
si
tinggi
kurus
ini
menjadi
gila
saking
takutnya.
***
“Brakkkkkk....!” Pintu pondok kecil di tengah hutan yang tertutup rapat itu jebol, mengejutkan
seorang laki-laki tinggi besar yang mukanya bercambang bauk, juga bertotol-totol hitam
buruk yang sedang rebah dengan dada telanjang, hanya mengenakan celana dalam yang
tipis. Siang itu hawanya panas dan laki-laki inipun berkeringat. Bau arak yang keras tercium
ketika pintu itu jebol, dan melihat wajah laki-laki buruk rupa itu yang kemerahan, juga
matanya liar, bau arak yang keluar dari mulutnya, jelas menunjukkan bahwa dia terlalu
banyak
minum
arak.
“Ibu....!” Bi Lan menjerit ketika melihat ibunya tergantung di dalam kamar itu. Wanita yang
malang ini tergantung dalam keadaan telanjang bulat, dengan kepala di bawah dan kaki
terikat pada tali yang digantungkan di tihang melintang di atas. Melihat tubuh telanjang itu
sama sekali tidak bergerak, dan melihat mata yang terbuka akan tetapi tanpa sinar itu,
mudah saja bagi. tiga orang kakek Sam Kwi untuk ,menduga bahwa wanita itu sudah tewas,
seperti juga mayat laki-laki yang menjadi ayah Bi Lan yang menggeletak di luar dengan
tubuh hancur oleh senjata tajam. Tiga orang Sam Kwi bernapas lega. Ayah ibu anak ini
sudah mati. Bagus! Mereka tadi mempergunakan ilmu kepandaian mereka untuk mengejar
gerombolan itu dan melihat mereka semua berada di dalam hutan itu. Anak buah pasukan
Birma yang berubah menjadi gerombolan jahat itu nampak tidur-tiduran di bawah pohon.
Guci-guci arak berserakan dan agaknya mereka baru saja makan minum dan kini tertidur
setelah puas kekenyangan. Apa lagi dalam keadaan mabok dan tidur, andaikata mereka
dalam keadaan sadar dan tidak tidur sekalipun, amat mudah bagi tiga orang kakek itu untuk
mendatangi pondok itu tanpa mereka ketahui. Melihat bahwa ayah anak itu sudah tewas di
tempat perampokan, mereka bertiga lalu melakukan pengejaran dan jelas nampak jejak kaki
mereka sampai di tengah hutan itu. Dan karena ibu anak itu tidak ada, mereka dapat
menduga bahwa tentu wanita itu dibawa ke dalam pondok kecil itu, maka mereka langsung
saja mendobrak daun pintu sampai jebol. Dan benar saja, wanita itu berada di dalam kamar,
akan tetapi agaknya sudah tidak bernyawa lagi setelah mungkin diperkosa beramai-ramai
lalu
digantung
karena
mungkin
wanita
itu
melawan.
Si tinggi besar brewokan yang menjadi kepala pasukan, seorang Birma yang biasa hidup
dalam kekerasan, terkejut bukan main. Baru saja dia memuaskan diri memperkosa dan
menyiksa wanita itu sampai mati, lalu dia makan dan minum-minuman sampai mabok dan
merebahkan diri untuk tidur. Kini, kaget melihat jebolnya daun pintu dan melihat tiga orang
kakek yang aneh, seorang di antaranya menggendong anak perempuan yang tadi dilarikan
oleh pembantunya, dia mencium bahaya. Cepat dia bergerak kepada anak buahnya dan
menyambarkan golok besarnya, menerjang ke depan, membabat ke arah Iblis Mayat Hidup
yang paling menyeramkan dan berdiri paling dekat.Akan tetapi, rangka terbungkus kulit itu
dapat bergerak cepat bukan main. Golok itu menyambar seperti mengenai sasarannya
membabat pinggang, akan tetapi tiba-tiba saja tubuh kurus kering itu lenyap dan ternyata
sudah mengelak ke samping dan pada saat itu si tengkorak hidup menggerakkan tangannya
yang kurus.
“Tukkk!” Hanya perlahan saja jari tangan Iblis Mayat Hidup menyentuh lengan yang
memegang golok, akan tetapi seketika golok terlepas dan lengan itupun lumpuh dan berobah
menghitam karena di sebelah dalamnya, beberapa otot besar putus dan darah mengalir liar
membuat lengan nampak hitam! Bukan kepalang rasa nyeri pada lengan kanan itu, membuat
si brewok berteriakteriak, akan tetapi kembali tangan kurus itu menyambar, sekali ini leher si
brewok yang disentuh dan seketika si brewok roboh, suara mengorok keluar dari lehernya,
mukanya berobah hitam dan dia berkelojatan dalam sekarat. Dia tewas tak bergerak lagi
ketika anak buahnya yang belasan orang banyaknya itu sudah datang menyerbu dengan
golok di tangan. Melihat betapa pemimpin mereka sudah roboh dengan muka berwarna
hitam, tak bergerak lagi, belasan orang kasar itu menjadi marah sekali. Langsung mereka
menerjang tiga orang kakek itu dengan golok m
SERIAL BU KEK SIAN SU (13)
SULING NAGA
OLEH:
ASMARAMAN S KHO PING HO
UNTUK KOLEKSI PRIBADI
DIKUMPULKAN OLEH
WAHYU WIDODO
Penilaian, dalam bentuk apapun juga, tentu dipengaruhi suka dan tidak suka dari si penilai.
Dan perasaan suka atau tidak suka ini timbul dari perhitungan rugi untung. Kalau si penilai
merasa dirugikan, lahir maupun batin, oleh yang dinilainya, maka perasaan tidak suka karena
dirugikan ini yang akan menentukan penilaiannya, tentu saja hasil penilaian itu adalah buruk.
Sebaliknya, kalau merasa diuntungkan lahir maupun batin, timbul perasaan suka dan hasil
penilainnya tentu baik. Penilaian menimbulkan dua sifat atau keadaan yang berlawanan,
yaitu baik atau buruk. Tentu saja baik atau buruk itu bukan sifat aseli yang dinilai, melainkan
timbul
karena
keadaan
hati
si
penilai
sendiri.
Agaknya belum pemah ada kaisar atau orang biasa siapapun juga yang dinilai baik oleh
orang seluruh dunia. Kaisar Kian Liong, seperti dapat dilihat dalam catatan sejarah, adalah
seorang kaisar yang terkenal berhasil dalam memajukan kebesaran pemerintahannya.
Namun, diapun menjadi bahan penilaian rakyat dan karena itu, tentu saja diapun
memperoleh pendukung dan juga memperoleh penentang. Seperti dalam pemerintahan
kaisar-kaisar terdahulu, dalam pemerintahan Kian Liong inipun tidak luput dari
pemberontakan-pemberontakan, baik besar maupun kecil. Akan tetapi, Kaisar Kian Liong
selalu bertindak tegas dalam menghadapi pemberontakan-pemberontakan itu dan karena
dalam pemerintahannya terdapat banyak panglima-panglima yang tangguh dan pandai,
dengan balatentara yang cukup besar, maka dia selalu berhasil memadamkan api-api
pemberontakan
yang
terjadi
di
sana-sini.
Pemberontakan yang hebat terjadi di daerah Yunan barat daya. Bangsa Birma bersekutu
dengan para pemberontak di Propinsi Yunan. Pasukan besar Bangsa Birma memasuki
Propinsi Yunan bagian barat daya, menyeberangi Sungai Nu-kiang, bahkan bergerak sampai
di
tepi
Sungai
Lan-cang
(Mekong).
Tentu saja Kaisar Kian Liong tidak mendiamkan bangsa tetangga itu mengganggu wilayah
Yunan dan dia segera mengirimkan panglima-panglima perangnya, memimpin pasukan
besar untuk menghalau para pengganggu dari Birma itu dan menumpas pemberontakan di
Yunan.
Kembali
terjadi
perang!
Perang adalah suatu peristiwa yang amat jahat dan buruk dalam dunia ini. Puneak kebuasan
manusia menuruti nafsu mengejar kesenangan. Perang merupakan perluasan dan
pembiakan nafsu kotor dalam diri yang mengejar kesenangan dengan cara apapun juga dan
setiap orang atau benda yang dianggap menjadi penghalang usahanya mengejar
kesenangan itu akan dihaneurkan, dibinasakan. Perang adalah permainan beberapa gelintir
manusia yang kebetulan saja memperoleh kesempatan untuk duduk di tingkat paling atas,
menjadi apa yang dinamakan pemimpin-pemimpin bangsa atau golongan atau kelompok,
dalam usaha mereka untuk meneapai kedudukan paling tinggi dan kesenangan. Dan
siapakah yang menjadi korban kalau bukan rakyat jelata? Para perajurit yang telah
digembleng menjadi alat-alat membunuh atau dibunuh itupun sebagian dari rakyat yang
menjadi
korban
ulah
beberapa
gelintir
manusia
yang
berambisi
itu.
Perang itu kejam! Manusia-manusia dirobah untuk menjadi srigala-srigala dan harimauharimau yang haus darah, menjadi orang-orang yang teramat kejam karena ketakutan, yang
berdaya upaya untuk membunuh lebih dulu sebelum terbunuh, pembunuh berdarah dingin
yang disanjung-sanjung dan dipuji-puji oleh mereka yang memperalatnya. Di dalam perang
berlakulah hukum rimba. Siapa kuat dia menang, siapa menang dia pasti benar dan
berkuasa atas yang kalah. Bukan ini saja, akan tetapi di dalam perang juga timbul kejahatan-
kejahatan yang diumbar karena desakan nafsu yang paling sesat. Para perajurit yang
digembleng untuk melakukan kekerasan itu tentu saja berwatak keras. Bahaya-bahaya dan
aneaman-aneaman dalam perang membuat mereka berwatak keras dan kadang-kadang
malah
buas.
Ada pula akibat sampingan yang amat menyedihkan. Adanya perang membuat banyak
daerah tak bertuan, hukum yang ada hanya hukum rimba dan kesempatan ini dipergunakan
oleh gerombolan-gerombolan yang biasa melakukan perbuatan jahat untuk merajalela.
Rakyat pula yang menjadi korban. Tempat atau daerah-daerah yang dilanda perang
membuat rakyat jelata ketakutan dan larilah mereka pontang-panting, cerai-berai dan kacau
balau meninggalkan dusun atau kota mereka yang mereka tinggali selama ini, sejak mereka
kecil. Terpaksa mereka melarikan diri demi meneari keselamatan, meninggalkan segala yang
mereka sayang dan cinta, menuju ke tempat yang belum mereka ketahui atau kenal,
memasuki nasib baru yang suram penuh rasa takut dan tanpa adanya ketentuan. Mereka ini
adalah
rakyat
jelata
pula.
Pasukan perajurit, yang merupakan sebagian rakyat pula, dipaksa oleh para penguasa untuk
menjadi bidak-bidak catur yang dimainkan oleh para penguasa kedua pihak yang saling
bertentangan atau berebut kemenangan. Mereka, para perajurit itulah yang akan gugur tanpa
dikenal.
Kalau menang? Beberapa orang penguasa itulah yang akan menikmati hasil sepenuhnya,
dan para perajurit yang mempertaruhkan nyawa dalam arti kata seluas-luasnya itu sudah
cukup kalau diberi pujian dan sekedar hadiah atau kenaikan pangkat. Bagaimana kalau
kalah? Perajurit-perajurit itu mempertahankan sampai titik darah terakhir, mati konyol atau
tertawan, tersiksa, terbunuh, sedangkan para penguasa yang hanya beberapa gelintir orang
itu kalau terbuka kesempatan akan cepateepat melarikan diri, menyelamatkan diri beserta
keluarganya, tidak lupa membawa barang-barang berharga. Mereka akan mengungsi ke
negara lain sebagai orang-orang yang kaya raya! Hal ini bukan dongeng, melainkan
kenyataan yang dapat kita saksikan, baik dengan menengok ke belakang melalui sejarah
maupun melihat keadaan sekarang di mana timbul perang yang keji itu.
Keluarga kecil itu terdiri dari suami isteri dan seorang anak perempuan. Ayah itu berusia
hampir empatpuluh tahun, sang ibu berusia tigapuluhan tahun dan masih nampak cantik,
sedangkan anak perempuan itu berusia kurang lebih sepuluh tahun. Mereka berhasil
menyeberangi Sungai Lan-cang dengan sebuah perahu nelayan kecil. Mereka adalah
penduduk di sebelah barat sungai itu. Karena pasukan-pasukan Birma sudah tiba di daerah
itu, maka mereka melarikan diri mengungsi ke timur. Akan tetapi mereka mendengar pula
betapa pasukan Kerajaan Maneu tidak kalah buasnya dengan pasukan Birma atau pasukan
pemberontak. Ternak peliharaan para penduduk desa habis disikat mereka, segala barang
berharga dirampas dan banyak pula wanita-wanita diganggu untuk melampiaskan nafsu
mereka yang datang dengan dalih “melindungi rakyat dari aneaman pemberontakan dan
pasukan Birma.” Rakyat dihadapkan dua api yang sama-sama panas membakar.
“Ibu, aku capai sekali....” Anak perempuan itu mengeluh setelah perahu yang mereka
pergunakan untuk menyeberangi Sungai Lan-cang itu hampir tiba di tepi bagian timur. Anak
yang usianya kurang lebih sepuluh tahun itu agak pucat dan nampak lelah sekali.
Pakaiannya seperti biasa anak petani dan wajahnya yang ditutupi sebagian rambut panjang
kusut itu memiliki garis-garis yang cantik manis, terutama sekali mulutnya yang kecil dengan
hiasan
lesung
pipit
di
kanan
kirinya.
Ibu muda ini merangkulnya, meneoba untuk tersenyum walaupun ada garis-garis
kegelisahan dan kelelahan di sekitar matanya. Ibu yang usianya tigapuluhan tahun ini
bertubuh montok, dengan kulitnya yang putih dan rambutnya yang panjang hitam, walaupun
pakaiannya
sederhana
namun
nampak
cantik
dan
manis.
“Kuatkanlah dirimu, Bi Lan, kita menderita kecapaian untuk meneari keselamatan.” Ibu itu
lalu mengusap air mata anaknya dan memijati kedua kaki anaknya yang nampak
membengkak. Selama sepekan mereka berjalan terus, hampir tak pernah beristirahat.
Bahkan makanpun sambil berjalan dan boleh dibilang tidur sambil berjalan pula. Untung bagi
mereka, ketika melarikan diri dari dusun mereka dan menyusup-nyusup keluar masuk hutan,
naik turun bukit, mereka tidak pernah bertemu dengan gerombolan, hanya bertemu dengan
orang-orang yang lari ke sana ke mari menyelamatkan diri dari aneaman perang. Akhirnya
mereka tiba di tepi Sungai Lan-cang dan berhasil menemukan seorang nelayan tua yang
mau
menyeberangkan
mereka.
“Tenanglah, anakku. Setibanya di seberang itu, kita dapat mengaso untuk menghilangkan
lelah. Setelah tiba di seberang, baru kita aman dan selanjutnya dapat meneruskan
perjalanan seenaknya, kata si ayah menghibur. Ayah ini dengan hati terharu dan duka
melihat keadaan mereka yang benar-benar sengsara. Bukan saja kaki isteri dan anaknya
luka-luka dan bengkak- bengkak, juga persediaan makan tinggal satu dua hari lagi,
sedangkan mereka hanya membawa bekal uang yang kiranya hanya cukup untuk dibelikan
makanan selama paling lama sebulan. Setelah itu, bagaimana ? Ngeri dia membayangkan.
Belum tahu ke mana tujuan pelarian mereka, belum tahu bagaimana harus mendapatkan
penghasilan, dan tidak mempunyai rumah atau tanah, dengan pakaian hanya tiga empat
setel saja. Akan tetapi semua itu soal nanti. Yang penting sekarang adalah berada di tempat
yang
aman!
Dan
di
seberang
sungai
itulah
tempat
aman!
Akan tetapi, itu hanya harapan saja. Di jaman seperti itu, tempat manakah yang dapat
dianggan aman? Baik di dalam kota, maupun dusun, di atas bukit atau di tengah hutan
sekalipun, selama tempat itu masih didatangi orang, maka keamanan diripun tidak terjamin
lagi. Kejahatan tidak memilih tempat, karena kejahatan muneul dari dalam batin, dan selama
ada
manusia,
maka
perbuatan
jahatpun
terjadilah.
Dengan ucapan terima kasih, keluarga yang terdiri dari tiga orang itu meninggalkan nelayan
tua yang juga cepat-cepat menengahkan lagi perahunya ke sungai karena bagi nelayan ini,
tempat yang paling aman adalah di tengah sungai, di mana dia hanya bergaul dengan
perahu, dengan kemudi, dengan dayung, kail, jala dan ikan-ikan. Dan Can Kiong bersama
isteri dan puteri tunggalnya, Can Bi Lan, melanjutkan perjalanan memasuki hutan di tepi
sungai
itu.
Setelah tiba di sebuah pohon besar di mana terdapat petak rumput, tempat yang teduh dan
nyaman, barulah Cau Kiong mengajak anak isterinya berhenti. Isterinya yang sudah hampir
merasa lumpuh kedua kakinya lalu menjatuhkan diri duduk di atas rumput tebal sambil
menghela napas panjang karena lega. Puterinya, Bi Lan, segera menjatuhkan diri rebah di
atas rumput, berbantal paha ibunya dan dalam waktu sebentar saja anak yang sudah hampir
pingsan
kelelahan
inipun
pulaslah.
Bi Lan tidak tahu berapa lama ia tertidur. Tiba-tiba tubuhnya terguneang dan terdengar suara
riuh. Ia cepat membuka matanya dan ternyata ia telah rebah di atas tanah, tidak lagi
berbantal paha ibunya karena ibunya sudah bangkit berdiri sambil berteriak-teriak ketakutan.
Ketika ia melihat, ternyata mereka telah dikepung oleh belasan orang yang berpakaian
seragam namun compang-camping, dengan jenggot kasar dan pandang mata liar! Belasan
orang itu semua memegang senjata golok yang mengkilap tajam. Yang amat mengejutkan
hati Bi Lan adalah ketika ia melihat ayahnya sedang mati- matian melawan dua orang di
antara mereka yang menyerang ayahnya dengan golok. Ayahnya berusaha mengelak ke
sana-sini, namun diiringi suara ketawa belasan orang itu, akhirnya dua orang itu dapat
mempermainkan ayahnya dengan menyarangkan golok mereka, mala-mula hanya
menyerempet saja, merobek-robek pakaian dan kulit, kemudian makin dalam dan akhirnya
Ayahnya, yang terus melawan mati-matian, roboh terguling dalam keadaan mandi darah.
Dua batang golok itu masih terus mengejarnya dan menghujankan bacokan sampai tubuh
ayahnya hanya menjadi onggokan daging merah berlumur darah!
Selagi terjadi pembantaian itu, ibunya menjerit-jerit, apa lagi ketika melihat Ayahnya mandi
darah dan terguling. Ibu ini hendak lari menubruk suaminya, akan tetapi tiba-tiba seorang
laki-laki yang bercambang bauk, paling tinggi besar di antara mereka, dengan muka hitam
totol-totol buruk sekali, menyambar tubuh ibunya dari belakang, kedua tangannya meremasremas dan muka penuh brewokan itu meneiumi muka ibunya. Wanita itu berteriak-teriak,
meronta-ronta dan bahkan memukul dan meneakar, akan tetapi dengan hanya satu tangan
saja, dua pergelangan tangan wanita itu ditangkap dan tubuhnya lalu dipanggul. Semua
orang tertawa-tawa melihat wanita yang dipanggul itu menggerak-gerakkan kedua kaki dan
pinggul, meronta-ronta dan menjerit-jerit. Mereka bicara dalam bahasa asing karena
memang mereka adalah Bangsa Birma, sisa pasukan yang terpukul mundur dan tercecer
berkeliaran
di
dalam
hutan.
Seorang di antara mereka yang bertubuh tinggi kurus, yang mukanya pucat seperti orang
berpenyakitan, akan tetapi yang mempunyai sepasang mata tajam dan liar penuh
kebengisan dan kekejaman, berkata sesuatu kepada si tinggi besar yang memanggul wanita
itu. Si tinggi besar tertawa dan terkekeh ketika si tinggi kurus menuding ke arah Bi Lan yang
masih duduk di atas tanah dengan muka pucat dan tubuh menggigil ketakutan. Anak ini tadi
ikut menjerit-jerit dan menutupi mukanya ketika ayahnya dibantai, kemudian melihat ibunya
ditangkap, iapun menangis dan berteriak-teriak. Hampir ia pingsan melihat semua itu dan kini
ia hanya bisa duduk dengan mata terbelalak seperti seekor kelenci tersudut dan terkurung
oleh
segerombolan
srigala.
Si tinggi kurus muka pucat itu dengan beberapa langkah saja sudah mendekati Bi Lan dan
sebelum tahu apa yang terjadi, rambut Bi Lan yang panjang itu sekali dijambaknya dan sekali
sentakan saja membuat gadis cilik itu tubuhnya melayang ke atas dan kepalanya terasa sakit
karena rambutnya dijambak dan disentakkan ke atas. Ia menjerit dan tubuhnya sudah
dipondong, oleh si tinggi kurus. Bi Lan menjerit dan meronta-ronta sekuat tenaga.
“Lepaskan anakku....! jangan ganggu anakku, ohhh.... bunuhlah aku, tapi jangan ganggu
anakku....!” Ibu itu menjerit-jerit ketika melihat anaknya ditangkap pula. Akan tetapi orangorang kasar itu hanya tertawa bergelak dan Bi Lan dibawa pergi oleh si tingggi kurus. Bi Lan
meronta-ronta, akan tetapi mana mungkin ia dapat melepaskan diri? Ia dibawa semakin jauh
dan ia kini tidak melihat ibunya lagi, hanya mendengar jerit tangis ibunya yang makin lama
makin
jauh
kemudian
tidak
terdengar
lagi.
Kini baru Bi Lan teringat akan nasib dirinya sendiri setelah ia jauh dari ayah ibunya. Tadi ia
lupa akan keadaan diri sendiri karena melihat mereka dan kini baru ia tahu bahwa dirinya
dibawa pergi menjauh dari pada yang lain oleh si tinggi kurus bermuka pucat. Rasa takut
membuat ia menangis sesenggukan dan tidak berteriak-teriak lagi, tidak meronta lagi.
Ketika tiba di tengah hutan, di dekat sebuah sumber air di mana tumbuh rumput tebal di
bawah pohon-pohon rindang, si tinggi kurus itu melempar turun Bi Lan ke atas rumput. Anak
itu terbanting perlahan dan karena rumput itu tebal dan lunak, ia tidak terlalu menderita nyeri.
Akan tetapi, Bi Lan segera bangkit duduk. Tubuhnya masih lemas karena kelelahan,
ditambah lagi dengan kengerian yang dilihatnya, dan rasa takut yang amat sangat, membuat
ia seperti lumpuh. Kini, dengan muka pucat, dengan mata merah basah, dengan rambut
kusut dan tubuh panas dingin, ia memandang kepada laki-laki yang berdiri amat tingginya di
depannya itu dengan sinar mata liar ketakutan. Ia melihat wajah yang pucat kurus itu
menyeringai mata yang buas dan bengis itu ditujukan kepadanya.
“Nah, begitulah, anak manis. Diam saja dan jangan menangis. Aku paling benci kalau
mendengar anak menangis. Nah, begitulah, jangan membikin aku marah.” Laki-laki itu lalu
menanggalkan bajunya, lalu duduk di depan Bi Lan. Anak perempuan ini melihat betapa kulit
dadanya yang kurus itu, kulit yang hanya membungkus tulang, cacat dengan guratan-guratan
panjang bekas luka. Mengerikan sekali dan gadis itu semakin ketakutan. Apa lagi melihat
laki-laki itu menjulurkan tangan dan jari-jari yang kecil panjang itu menyentuh dan mengusap
pipinya,
lalu
tangan
itu
mengusap
rambutnya.
“Kembalikan.... kembalikan aku.... kepada ibuku....” Akhirnya Bi Lan mampu juga bicara
karena
melihat
laki-laki
itu
tak
bersikap
kasar
kepadanya.
Baru sekali ini nampak laki-laki itu tertawa dan hampir Bi Lan jatuh pingsan sakig takut dan
seremnya. Laki-laki kurus ini sejak tadi diam saja dan sikapnya itu penuh dengan
kebengisan, akan tetapi kalau ia diam, masih baiklah. Akan tetapi kini dia tertawa dan
suasana menjadi menyeramkan. Dia tertawa tanpa disertai bibir dan matanya. Mulutnya
seperti diam saja akan tetapi dari kerongkongannya terdengar kekeh lirih yang amat
mengerikan,
pantasnya
iblis
yang
bisa
tertawa
seperti
itu.
Dan kini laki-laki itu, masih terkekeh, mencengkeram baju Bi Lan dan sekali
renggut,terdengar kain robek dan baju itu pun terlepas dari pundak dan lengan Bi Lan! Tentu
saja Bi Lan terkejut setengah mati dan ia pun menjerit dan menangis.
“Ehh! Aku paling benci....“ Laki-laki itu berteriak dan tangan kirinya menampar.
“Plakkk....!” Rasa nyeri membuat Bi Lan yang terpelanting ke atas rumput itu seketika
menghentikan tangisnya. Nyeri dan kaget bukan main. Tamparan pada pipinya itu membuat
pandang matanya berkunang dan ujung bibirnya berdarah. Ketika ia membuka matanya lagi,
tahu-tahu laki-laki itu telah menyambar tubuhnya, dipangkunya dan laki-laki itu lalu menciumi
bibirnya yang berdarah. Bagaikan seekor srigala, laki-laki itu menjilati bibir sendiri yang
berlepotan darah yang keluar dari bibir Bi Lan yang pecah, lalu menciumi lagi dengan
buasnya, bukan mencium, melainkan lebih mirip hendak menghisap darah yang keluar itu
sampai habis dari tubuh Bi Lan. Tentu saja Bi Lan semakin ketakutan dan kesakitan,
meronta-ronta tanpa dapat mengeluarkan suara karena mulutnya tertutup mulut pria itu. Ia
muak dan takut, matanya terbelalak dan ia masih belum mengerti mengapa orang itu
melakukan hal seperti itu kepada dirinya.
Keadaan orang tinggi kurus itu seperti mabok. Memang, orang yang membiarkan dirinya
dikuasai nafsu, tiada bedanya dengan orang mabok. Makin dibiarkan nafsu menguasai diri
semakin parah pula maboknya itu sehingga ia lupa segala-galanya, yang teringat hanyalah
bagaimana caranya untuk dapat melampiaskan nafsunya secepat mungkin dan sepuas
mungkin. Orang yang dikuasai oleh nafsu berahi seperti orang tinggi kurus itu, yang memang
menjadi hamba dari nafsu berahinya dan membiasakan diri untuk tunduk kepada nafsu ini,
tidak lagi melihat apakah perbuatannya dalam melampiaskan nafsunya itu sudah tepat dan
benar. Dia lupa bahwa yang dicengkeramnya adalah seorang anak kecil berusia sepuluh
tahun, bukan seorang wanita yang sudah dewasa dan sudah layak dijadikan pemuas nafsu
berahinya. Dia tidak peduli lagi, yang penting baginya adalah bagaimana nafsunya dapat
cepat
tersalurkan.
Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan diri Bi Lan itu, tiba-tiba terdengar suara
orang ketawa-tawa. Suara ketawa itu terdengar aneh dan halus, akan tetapi menusuk anak
telinga sehingga si tinggi kurus yang sedang menciuminya, atau seperti hendak
memakannya dengan lahapnya itu, tiba-tiba mengangkat muka yang dibenamkannya pada
leher anak perempuan itu dan menoleh. Dia terkejut sekali melihatmunculnya tiga orang yang
tahu-tahu telah berada di situ. Karena dua orang itu bukan anak buahnya, dia pun menjadi
marah dan sekali dorong, dia telah membuat tubuh Bi Lan yang dipangkunya itu terlempar
sampai dua meter lebih di depannya, bergulingan di atas rumput. Kemudian dengan sikap
beringas karena merasa kesenangannya terganggu, dia meloncat ke atas seperti seekor
harimau dan menghadapi tiga orang itu dengan dada dibusungkan. Akan tetapi karena
memang tubuhnya kerempeng, biarpun dadanya dibusungkan, tetap saja nampak tidak
gagah dan tidak menakutkan, malah lucu karena dadanya itu makin kelihatan
kerempengnya.
Tiga orang itu memang aneh sekali keadaannya. Tiga orang kakek yang buruk rupa dan
aneh, bahkan lucu dan agak menyeramkan. Usia mereka tentu tidak kurang dari enampuluh
tahun. Yang seorang bertubuh tinggi sekali, hampir satu setengah orang biasa dan seperti
biasa orang yang memiliki tubuh tinggi, dia condong untuk merendahkan tubuhnya sehingga
agak membungkuk dan kedua pundaknyapun terlipat ke dalam atau ke depan. Orang tinggi
ini bertulang besar namun agak kurus, kulitnya penuh keriput kehitaman. Mukanya seperti
muka kuda, agak meruncing ke depan dan kedua matanya yang berjauhan itu seperti
menjuling kalau memandang ke depan dan sudah terbiasa untuk melihat dengan mata
melirik sehingga mukanya selalu tidak lurus menghadapi benda-benda yang dipandangnya.
Hidungnya juga mancung dan mulutnya meruncing. Mukanya yang lucu sekali, apa lagi di
tambah dengan telinga yang berdaun lebar dan panjang seperti telinga keledai. Matanya
yang menjuling itu seringkali disipitkan karena dia memang kurang awas. Kedua lengannya
panjang sekali sampai ergantung ke tepi lutut, seperti lengan kera saja. Pakaiannya serba
hitam yang menambah keburukannya, dengan sepatu hitam pula yang dilapisi dengan baja.
Kedua kakinya juga panjang-panjang dan agak bengkok seperti punggungnya pula. Orang
yang buruk rupa ini sama sekali bukan orang yang biasa saja, bahkan keburukannya itu
menambah ketenarannya di dunia kaum sesat karena orang ini adalah Hek-kwi-ong (Raja
Iblis Hitam) yang memiliki kesaktian luar biasa, juga memiliki kekejaman yang hanya dapat
disamakan dengan raja iblis sendiri. Akan tetapi, selama puluhan tahun ini dia tidak pernah
keluar dan baru sekarang nampak di hutan itu, suatu hal yang kebetulan saja nampaknya.
Orang yang kedua tidak kalah anehnya. Orangnya bulat seperti bal. Tingginya hanya tiga
perempat orang biasa dan karena dia amat gemuk, terutama sekali perutnya yang gendut
seperti bola, maka dia kelihatan bulat seperti sebuah gentung yang mempunyai kaki dan
tangan. Mukanya yang bulat itu nampak cerah selalu karena dia memiliki mulut yang tidak
dapat ditutup rapat, selalu terbuka sehingga nampaknya selalu tersenyum atau tertawa
ramah. Orang ini memang segala-galanya serba bulat. Matanya, hidungnya, mulutnya yang
lebar bahkan telinganya juga bundar bentuknya. Lengan dan kakinya juga gemuk bulat,
apalagi pinggul dan perutnya. Pendeknya, manusia bundar ini memang lucu sekali kelihatan
dari samping atau belakang. Akan tetapi jangan lihat dari depan karena kalau melihat sinar
matanya dan kalau tersenyum, baru nampak sesuatu yang mengerikan membayang dari
sinar mata dan senyumnya. Kalau dia diam saja malah mulutnya kelihatan tersenyum ramah,
akan tetapi kalau dia tertawa atau tersenyum, sungguh mukanya seketika berubah seperti
muka iblis! Dan matanya itu mengeluarkan sinar mencorong yang seperti bukan mata
manusia lagi, melainkan mata srigala buas atau mata harimau di tempat gelap. Dia ini pun
seorang yang luar biasa sekali, selain sakti juga pada puluhan tahun yang lalu amat terkenal
dengan
julukan
Im-kan
Kwi
(Iblis
Akhirat).
Orang ke tiga lebih menakutkan lagi. Tubuhnya hanya kulit membungkus tulang saja,
agaknya sama sekali tidak berdaging lagi, apa lagi bergajih. Seperti tengkorak dan rangka
terbungkus kulit, juga mukanya pucat seperti mayat. Bahkan kalau berjalan kadang-kadang
mengeluarkan suara berkerotokan seolah-olah tulang-tulang saling beradu! Hanya sepasang
matanya saja yang nampak hidup, bahkan mata ini mencorong menakutkan. Orang ini sama
dengan yang dua orang pertama, amat terkenal pada puluhan tahun yang lalu dengan
julukan
Iblis
Mayat
Hidup.
Karena tiga orang ini selalu saling bantu dari bekerja sama, maka mereka bertiga itu dikenal
di dunia kaum sesat sebagai Sam Kwi. {Tiga Iblis). Kurang lebih duapuluh tahun yang lalu,
Sam Kwi ini pernah mencoba kepandaian Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. dan melalui
perkelahian yang amat sengit, di mana Pandekar Super Sakti d keroyok oleh mereka bertiga,
akhirnya Sam Kwi dapat dikalahkan dan masing-masing menderita kekalahan yang cukup
parah. Karena tadinya mereka menyombongkan diri, merasa bahwa dengan maju bertiga,
mereka dapat mengalahkan siapapun juga, dan bersumbar di depan Pendekar Super Sakti
bahwa kalau mereka bertiga kalah mereka takkan muncul lagi di dunia persilatan, maka
setelah diikalahkan, mereka bertiga lalu pergi menyembunyikan diri bertapa. Mereka merasa
malu dan juga penasaran. Oleh karena itu, mereka mengasingkan diri jauh ke puncak yang
terpencil dari Pegunungan Thai-san, di mana mereka bertapa dan memperdalam ilmu
mereka, ditemani seorang murid yang pandai.
Setelah merasa bahwa ilmu mereka mencapai tingkat yang tinggi, dan mendengar betapa
negara kacau oleh pemberontakan-pemberontakan, tiga orang itu akhirnya turun gunung dan
pergi ke timur. Pada hari itu, tanpa disengaja mereka tiba di hutan yang sunyi di sebelah
timur Sungai Lan-cang dan melihat seorang laki-laki tinggi kurus sedang mempermainkan
dan agaknya hendak memperkosa seorang anak perempuan yang masih kecil.
Perbuatan seperti itu tentu saja tidak ada artinya bagi tiga orang datuk sesat yang pernah
melakukan segala macam kejahatan seperti iblis itu, bahkan dianggap sebagai suatu
perbuatan yang tidak ada artinya dan memalukan, hanya pantas dilakukan oleh bajingan
kecil saja. Maka, tadinya mereka hanya tersenyum-senyum melihat tingkah laku laki-laki
tinggi kurus itu dan membiarkannya saja. Akan tetapi ketika pada suatu ketika anak
perempuan itu mengangkat mukanya yang pucat dan tiga orang kakek itu melihat anak itu,
tiba-tiba mereka bertiga melangkah maju dan ketiganya merasa amat tertatik. Pandang mata
mereka yang tajam melihat bakat terpendam yang amat hebat dalam diri anak perempuan
itu! Tentu saja Hek-kwi-ong tidak dapat melihat jelas, hanya melihat betapa anak perempuan
itu sama sekali tidak berteriak minta tolong walaupun berusaha dan meronta untuk melawan
dan
hal
ini
saja
dianggapnya
sebagai
suatu
keberanian
luar
biasa.
“Wah,
anak
itu
bagus
sekali!”
kata
Im-kan-kwi.
“Benar. lebih bagus dari pada murid kita,” sambung. Iblis Mayat Hidup. “Dan ia pemberani
dan tabah,” kata pula Raja Iblis Hitam tidak mau ketinggalan karena hal ini sama saja
mengakui
bahwa
matanya
lamur!
“Sayang
daging
lunak
dan
lezat
itu
dimakan
anjing
kotor,”
kata
Iblis Akhirat.
Ketiganya lalu mengeluarkan suara ketawa dan tubuh mereka melesat seperti terbang saja,
dalam sekejap mata tiba di dekat si tinggi kurus yang sedang menciumi anak itu. Suara
ketawa inilah yang mengejutkan perajurit Birma tinggi kurus itu dan dia mendorong pergi Bi
Lan
kemudian
meloncat
bangun
dengan
marah.
“Keparat busuk, kalian ini tiga orang tua bangka sudah bosan hidup, berani menggangguku!”
bentak si tinggi kurus sambil mengamangkan goloknya ke arah tiga orang kakek itu.
Iblis Akhirat yang lebih suka bicara dari pada dua orang kawannya, kini tertawa bergelak dan
seketika prajurit Birma tinggi kurus itu tercengang dan bergidik. Setelah tertawa, kakek yang
kelihatannya ramah itu menjadi begitu menakutkan mukanya. Seperti setan!
“Ha-ha-ha-hah! Cucuku, siapakah engkau?” Iblis Akhirat bertanya, suaranya tentu saja
memandang
rendah
sekali.
Melihat sikap tiga orang ini, si tinggi kurus yang juga bukan seorang yang hijau atau bodoh,
dapat menduga bahwa tentu tiga orang kakek ini bukan orang sembarangan sehingga sikap
dan keadaannya demikian aneh. Akan tetapi dia tidak takut, dan dia ingin mendatangkankesan dan wibawa kepada tiga orang ini untuk menggertak mereka, maka jawabnya dengan
angkuh, “Aku adalah perwira pasukan Birma yang jaya!” Pada waktu itu, semua orang tahu
bahwa pasukan Birma bersekutu dengan pasukan pemberontak, dan semua orang takut
kepada
pasukan
Birma
ini.
Akan tetapi, Iblis Akhirat itu agaknya sama sekali tidak takut. “Apa? Dari bahasamu, jelas
kamu ini bukan orang asing, bukan orang Birma, akan tetapi pekerjaanmu sebagai perwira
pasukan Birma. Wah, kalau begitu engkau ini adalah seekor cacing busuk, seorang
pengkhianat,
ya?
Kami
paling
benci
deh
melihat
pengkhianat!”
“Anjing
“Srigala
penjilat
masih
lebih
busuk!”
baik
dari
pada
kata
kamu!”
Raja
bentak
pula
Iblis
Iblis
Hitam.
Mayat
Hidup.
Tentu saja si tinggi kurus menjadi marah bukan main mendengar ucapan mereka. Dia sama
sekali tidak tahu bahwa biarpun Sam Kwi merupakan iblis-iblis yang merajai dunia kaum
sesat dan tidak segan melakukan kejahatan macam apa-pun juga, akan tetapi mereka itu
pada dasarnya merupakan orang-orang yang membenci pemerintahan Mancu dan karena itu
tentu saja membenci negara Birma yang berani masuk dan mengganggu wilayah Yunan, dan
lebih benci lagi terhadap orang-orang yang berkhianat membantu kekuasaan asing untuk
memerangi
bangsa
sendiri.
“Keparat, kalian memang sudah bosan hidup!” bentak si tinggi kurus dan dengan goloknya
dia menerjang maju dan membacok ke arah kepala Iblis Akhirat yang berada paling dekat di
depannya. Golok yang mengkilap itu menyambar ganas, kuat dan cepat ke arah kepala Iblis
Akhirat yang botak. Akan tetapi si gendut itu sama sekali tidak mengelak dan agaknya
bahkan tidak tahu bahwa kepalanya terancam senjata tajam yang akan dapat membelah
kepalanya
yang
bundar
dan
botak
itu
menjadi
dua!
“Singggg....
krakkk!”
Perwira Birma yang sebenarnya berbangsa Cina itu mengeluarkan suara teriakan kaget dan
tangannya terpaksa melepaskan gagang golok karena goloknya menimpa kepala yang
kerasnya seperti baja, membuat golok itu rompal dan rusak dan saking kerasnya pertemuan
antara golok dan kepala, tangannya tergetar hebat dan menjadi seperti lumpuh sehingga
terpaksa gagang golok terlepas dan dia sendiri terhuyung ke belakang! Barulah dia kaget
dan takut. Kiranya kakek yang diserangnya itu adalah seorang sakti! Sudah banyak dia
mendengar tentang orang sakti, dan kini, melawan seorang saja, baru sekali bacok goloknya
malah rompal dan terlepas, apa lagi harus melawan tiga orang yang demikian saktinya.
Dasar wataknya yang kejam itu terdorong oleh sifat pengecut dan penakut, begitu tahu
bahwa dengan kekuatan dan kekuasaannya dia tidak akan menang menghadapi tiga orang
ini, tanpa banyak pikir lagi dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Iblis Akhirat. Tubuhnya
menggigil dan suaranya gemetar ketika dia berkata dengan suara mengandung penuh rasa
takut.
“Harap sam-wi locianpwe (tiga orang tua sakti) sudi mengampuni nyawa hamba....”
“Uhhih, memuakkan!” Iblis Akhirat berseru sambil menggerakkan hidungnya yang bulat
seperti orang mendengus bau busuk. Lalu dia menoleh kepada dua orang temannya. “Kita
apakan
“Kita
saja
bantai
“Siksa
dia!”
“Ampun....
ampun....
tikus
saja!”
kata
kata
Si
pula
tinggi
kurus
Raja
ini?”
Iblis
Hitam.
Iblis
Mayat
Hidup.
itu
mengeluh
ketakutan.
“Desss....!” Tiba-tiba Iblis Akhirat menggerakkan kakinya dan kaki kanan yang pendek itu
sudah menendang. Tubuh yang berlutut itu terlempar ke atas, tinggi sekali, sampai ada lima
tombak tingginya. Si tinggi kurus berteriak kesakitan dan ketakutan. Ketika tubuhnya
melayang
turun,
dia
disambut
oleh
tendangan
Raja
Iblis
Hitam.
“Desss....!” Kembali tubuhnya terlempar ke atas, kini tendangan itu lebih keras lagi. Akan
tetapi seperti juga tendangan Iblis Akhirat tadi, tendangan ini mengenai pangkal pahanya dan
tidak mematikan, hanya menimbulkan rasa nyeri dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke
atas. Kembali si tinggi kurus berteriak ketakutan ketika tubuhnya melayang turun.
“Dukkk....!” Sekali lagi tubuhnya mencelat ke atas ketika Iblis Mayat Hidup memperoleh
giliran menyambut tubuhnya dengan tendangan. Agaknya tiga orang kakek ini tidak mau
cepat membunuh korban mereka dan mereka seperti bermain bola, menendangi tubuh itu
sampai
berkali-kali
terlempar
ke
atas.
Baru setelah si tinggi kurus tidak mengeluh, mereka membiarkan tubuh itu terjatuh ke atas
tanah.
“Brukkk....” Si tinggi kurus terbanting keras dan tidak mengeluh lagi karena sudah pingsan.
“Byurrr....!” Tubuh itu terbaring ke kubangan air yang tidak dalam, akan tetapi cukup
membenamkan tubuh yang jatuh miring itu. Begitu mukanya terbenam ke dalam air yang
amat dingin, si tinggi kurus sadar kembali dan gelagapan bangkit dari genangan air. Dia
segera teringat akan ancaman mengerikan dari tiga orang kakek itu yang kini berdiri melihat
kepadanya sambil menyeringai. Rasa takut mendatangkan tenaga dalam tubuhnya yang
ngilu
dan
nyeri
semua
it,
lalu
dia
melompat
dan
melarikan
diri.
“Ho-ho-ho, berani melarikan diri?” tiba-tiba Iblis Akhirat berseru dan sekali tubuhnya yang
bulat bergerak, seperti sebuah bola yang menggelinding, cepat sekali dia mengejar dan tahutahu rambut kepala si tinggi kurus yang terurai karena terlepas dari lindungan topi pasukan
dan ikatan rambut ketika dijadikan bulan-bulan tendangan tadi, sudah dijambaknya dan
tubuh itu diseretnya seperti seorang anak kecil menyeret sebuah benda permainannya.
“Ampun, locianpwe.... ampun!” Si tinggi kurus merintih ketakutan.
“Brukkk....!”Kakek gendut itu membanting tubuh korbannya ke atas tanah dan mereka bertiga
mengepungnya, seperti tiga orang anak yang sedang bermain-main dengan gembira.
“Ha-ha-ha, kau suka bermain dengan golok dan tadi mengetuk kepalaku dengan golokmu?
Hemmm, coba sampai di mana ketajaman golok rompalmu!” Kakek gendut itu mengambil
golok rompal milik si tinggi kurus yang memandang dengan pucat sekali dan mata terbelalak.
“Iblis Hitam dan Mayat Hidup,” kata Iblis Akhirat kepada dua orang temannya. “Aku telah
melatih semacam ilmu yang menarik sekali. Dari jauh, dengan golok ini, aku mampu
mengambil daun telinga kiri tikus ini. Kalian mau lihat?”
“Apa sukarnya itu?” Iblis Mayat Hidup mendengus.
“Golok ini kubikin terbang mengambil daun telinga dan membawanya kembali ke tempat aku
berdiri.” Sambung si gendut.
“Ah, masih harus dibuktikan itu!” kata Raja Iblis Hitam tak percaya.
Tentu saja kedua orang datuk iblis itu tahu dan bahkan pandai menyerang lawan dengan
golok terbang, yaitu hui-to atau golok yang disambitkan. Akan tetapi membuat golok itu
mengambil daun telinga dan membawanya kembali ke tuannya, sungguh mustahil!
“Ha-ha-ha, kalian lihat baik-baik,” kata kakek gendut sambil meloncat menjauhi korbannya
sampai sejauh limabelas meter. Dia lalu menggunakan jari-jari kedua tangannya menekuk
golok itu menjadi sebuah benda melengkung seperti gendewa patah tengahnya, dan
beberapa kali ditimangnya di tangan kiri, lalu dibenarkan tekukannya, Setelah merasa puas
dan menganggap bahwa bentuk senjatanya itu sudah sempurna, dia lalu mengukur jarak
dengan matanya. Si tinggi kurus hanya memandang dengan muka pucat sekali, tidak tahu
apa yang akan menimpa dirinya.
“Terbanglah!” Tiba-tiba Iblis Akhirat menggerakkan lengan kanannya yang pendek dan benda
melengkung terbuat dari golok tadi meelayang cepat ke arah si tinggi kurus, dengan
berputar-putar aneh.
“Cratt....! Auhhh....” Tiba-tiba si tinggi kurus berteriak dan menutupi telinga kirinya yang
berdarah. Kiranya daun telinga kirinya sudah putus disambar benda terbang tadi dan
hebatnya, daun telinga itu seperti menempel pada benda itu yang kini terbang terus, kembali
kepada Iblis Akhirat! Kakek gendut ini bergelak dan menerima kembali senjata aneh itu yang
dilemparkannya ke atas tanah bersama daun telinga itu.
“Bagus....!” Dua orang kakek yang menjadi temannya memuji.
“Kalau hanya buntung sebelah menjadi kurang patut.” Tiba-tiba Raja Iblis Hitam berkata dan
sebelum si tinggi kurus tahu maksudnya, tiba-tiba si tinggi besar seperti raksasa itu sudah
menjulurkan tangannya. Lengannya yang panjang itu terjulur dan betapa takutnya hati si
tinggi kurus melihat betapa lengan yang dijulurkan itu terus mulur semakin panjang
mengejarnya. Dia terkejut dan ketakutan, bangkit berdiri dan dengan tangan memegangi
bagian telinga kiri yang buntung, dia mencoba lari.
“Krakkk.... aduhhhh....!” Tubuh si tinggi kurus terpelanting dan dia bergulingan ke atas tanah,
kini sebelah tangannya menutupi telinga kanan yang sudah tidak berdaun lagi karena tadi,
jari-jari tangan yang diulurkan panjang itu tahu-tahu sudah meremas daun telinga itu
sehingga hancur dan buntung!
“Heh-heh-heh-heh, ilmu memanjangkan lenganmu itu bagus sekali untuk melakukan
pencopetan di pasar. Iblis Hitam!” Iblis Akhirat terkekeh kagum. Tidak mudah menguasai ilmu
membuat anggauta tubuh dapat mulur seperti itu.
“Kedua tangannya menyembunyikan hasil pertunjukan kalian, biar kusingkirkan!” kata Iblis
Mayat Hidup yang melangkah maju menghampiri si tinggi kurus yang kini sudah ketakutan
setengah mati. Melihat betapa kakek yang seperti mayat hidup itu menghampirinya, dia
melupakan rasa nyeri pada kedua telinganya dan diapun cepat bangkit berdiri dan lari
sekuatnya!
“Tak-tuk-krok-krok....!” Terdengar suara berkerotokan dan itulah suara tubuh Iblis Mayat
Hidup yang lari berloncatan mengejar. Gerakannya cepat sekali dan tahu-tahu iblis ini sudah
berdiri menghadang di depan si tinggi kurus yang tentu saja terbelalak kaget melihat iblis itu
telah berada di depannya. Dia membalikkan diri dan berlari ke lain jurusan, akan tetapi
terdengar pula suara berkeretokan dan tahu-tahu iblis itu sudah menghadang pula di
depannya.Beberapa kali dia membalik sampai akhirnya dia digiring kembali ke tempat tadi.
“Ampun.... ampun....!” katanya mengangkat kedua tangan ke atas, melepaskan pinggir
kepala yang tadi ditutupinya. Nampak kedua telinga itu tidak bardaun lagi dan hanya
merupakan sebuah lubang berlumuran darah.
“Wuuuuut.... krakkkkk!” Tangan Iblis Mayat Hidup bergerak menyambar ke arah dua pundak
si tinggi kurus dengan cepat bukan main dan tahu-tahu nampak darah menyembur dari
kedua pundak si tinggi kurus itu ketika lengannya tahu-tahu sudah buntung disambar jari-jari
tangan kurus dari Iblis Mayat Hidup! Dengan babatan jari-jari tangan saja tengkorak hidup itu
mampu membikin buntung dua lengan sehatas pundak. Sungguh merupakan ilmu yang amat
luar biasa dan kekejaman yang mencapai puncaknya.
“Ha-ha-ha, bagus!” teriak Iblis Akhirat.
“Bagus sekali!” Raja Iblis Hitam juga memuji.
Akan tetapi si tinggi kurus hanya dapat menjerit dan diapun roboh pingsan. Darah
bercucuran dari kedua pundak yang sudah tidak berlengan lagi itu.
Episode
“Heh-heh, dia tidak boleh mati dulu!” Iblis Akhirat berkata dan cepat dia meloncat ke dekat
tubuh yang pingsan itu, sedangkan Iblis Mayat Hidup memutar-mutar kedua lengan yang
dipatahkannya itu seperti seorang anak kecil main-main, lalu melemparkan dua lengan itu
jauh sekali ke dalam jurang. Si gendut itu mengeluarkan sebuah botol dan menuangkan isi
botol yang berupa cairan hitam, ke atas luka di kedua pundak dan juga di kedua telinga. Obat
ini manjur bukan main, cepat kerjanya karena seketika darah berhenti mengalir. Dengan
beberapa tekanan pada jalan darah, si tinggi kurus disadarkan kembali oleh Iblis Akhirat.
Si tinggi kurus itu begitu sadar, merintih-rintih karena merasakan nyeri yang amat hebat
menusuk sampai ke ulu hati. Ketika dia melihat bahwa dua lengannya telah lenyap, dia
mengeluh dan dengan susah payah dia dapat bangkit duduk, memandang ke arah tiga orang
kakek itu. Tahulah dia bahwa minta ampun tidak ada gunanya, maka diapun menggigit bibir
menahan nyeri lalu berkata, “Kalian bunuh sajalah aku!” Dia memang tidak dapat melihat
jalan
keluar
lain
kecuali
mati
dengan
cepat.
Sementara itu, sejak tadi Bi Lan yang sudah bangkit duduk di atas rumput dan mengenakan
kembali bajunya yang tadi direnggut lepas dan robek, dan nonton semua peristiwa itu
dengan mata terbelalak dan muka pucat. Selama hidupnya belum pernah ia menyaksikan
tontonan yang demikian mengerikan. Seluruh tubuhnya menjadi panas dingin dan ia merasa
ngeri sekali. Bukan main hebatnya pengalaman yang dihadapi gadis cilik ini secara beruntun.
Mula-mula melihat ayahnya terbunuh oleh perampok, lalu melihat ibunya diculik, dan ia
sendiri dilarikan si tinggi kurus yang melakukan hal-hal tak senonoh terhadap dirinya,
perlakuan yang belm dimengertinya benar akan tetapi yang membuat ia hampir gila karena
ngeri, muak dan takut. Kemudian, munculnya tiga orang kakek aneh yang menyiksa si tinggi
kurus itu membuat ia mencapai ketegangan yang sudah tiba pada puncaknya. Agaknya
pemandangan menegangkan dan mengerikan yang bertubi-tubi menghantam perasaan Bi
Lan emmbuat gadis cilik itu terbiasa dan kini, biarpun ia memandang dengan mata terbelalak
dan muka pucat, mulutnya tidak mampu mengeluarkan suara apapun, akan tetapi ia tidak
takut lagi, bahkan mulai menggunakan pikirannya. Jelas baginya bahwa tiga orang kakek itu
telah menyelamatkannya, bahwa tiga orang kakek yang aneh itu tentu orang-orang yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi akan tetapi juga memiliki kekejaman yang luar biasa. Dan ia
tentu tidak akan terlepas dari tangan tiga orang kakek itu, dan ia harus pandai membawa diri,
demikian pikirnya. Ia tidak boleh cengeng, tidak boleh bingung, harus dapat mempergunakan
akalnya karena tidak ada orang lain di dunia ini yang akan dapat diharapkan menolongnya
kecuali dirinya sendiri. Bahkan, disamping kengerian, timbul pula rasa senang dan puas
melihat betapa si tinggi kurus itu mengalami penyiksaan yang demikian mengerikan.
“Wah, ilmu kiam–ciang (tangan pedang) yang kaukuasaisudah hebat sekali, Mayat Hidup.
Bagaimana pendapatmu, Iblis Hitam? Apa kau mampu menandinginya dalam hal kehebatan
kiam-ciang
itu?”
kata
si
Iblis
Akhirat
kepada
Hek-kwi-ong.
Raksasa
hitam
itu
menggeleng
kepala.
“Aku
tidak
mampu
sehebat
dia.”
“Heh-heh, akupun demikian. Akan tetapi, kita berdua pernah melatihnya. Coba kita lihat,
apakah orang pengecut dan pengkhianat seperti dia ini mampu hidup tanpa lengan tanpa
kaki,” kata pula Iblis Akhirat yang melangkah maju mendekati si tinggi kurus yang sudah
buntung kedua lengannya. Hek-kwi-ong si Raja Iblis Hitam mengangguk dan menghampiri
pula. Tiba-tiba mereka berdua menggerakkan tangan seperti yang dilakukan oleh Iblis Mayat
Hidup tadi, tangan mereka membacok, masing-masing ke arah kaki kanan dan kaki kiri si
tinggi
kurus.
“Krokk! Krokk!” Si tinggi kurus kembali menjerit dan tubuhnya roboh, kedua kakinya, sebatas
paha, buntung oleh bacokan tangan dua orang kakek itu! Kembali darah muncrat dan Im-kan
Kwi si Iblis Akhirat yang gendut itu kembali mempergunakan obat cairan yang cepat
menghentikan
cucuran
darah.
Ketika Im-kan Kwi mengurut jalan darah dan si tinggi kurus itu siuman kembali, tentu saja dia
tidak mampu bangkit lagi. Tubuhnya hanya tinggal kepala dan badan, tanpa kaki tanpa
lengan tanpa daun telinga, nampak menyedihkan sekali. Dia hanya merintih-rintih dan
tergolek ke kanan kiri, mendesis-desis kesakitan. Dia tidak akan mati karena darahnya tidak
bercucuran keluar, akau tetapi hidupnya takkan berguna lagi. Dan kalau tidak ditolong orang
lain, tentu dia akhirnya akan tewas kelaparan atau diterkam binatang buas kalau dibiarkan di
tempat
itu.
Kini tiga orang kakek itu agaknya sudah bosan mempermainkan si tinggi kurus, dan mereka
lalu menghampiri Bi Lan. Akan tetapi anak perempuan ini tidak takut. Ia bahkan bangkit
berdiri, memandang tiga orang kakek itu dengan sinar matanya yang jernih. Mukanya masih
pucat, akan tetapi tidak terbayang ketakutan pada muka yang manis itu.
“Tiga orang kakek buruk, setelah kalian membunuh bangsat itu, apakah juga akan
membunuh
aku?
Tapi
jangan
siksa
aku
seperti
dia.”
Tiga orang kakek itu saling pandang. Lalu Iblis Akhirat yang gendut terkekeh, Raja iblis Hitam
yang seperti raksasa itu tersenyum lebar dan Mayat Hidup menyeringai aneh.
“Ha-ha-ha-ha, anak baik. Kami suka padamu. tidak akan membunuhmu, akan tetapi kami
ingin mengambilmu sabagai murid. Bagaimana, maukah kau menjadi murid kami? Mau tidak
mau harus mau!” Dan dalam suara kakek gendut itu terdengar suara mengancam!
Akan tetapi Bi Lan tetap tenang. Anak ini tadi sudah memutar otaknya dan mengambil
keputusan bahwa ia harus dapat mempergunakan kepandaian tiga orang kakek ini untuk
menolong
ibunya
dan
membalas
dendam!
“Tentu saja aku mau, akan tetapi kalian juga harus memenuhi permintaanku lebih dulu!”
Tiga orang kakek itu kembali saling pandang dan tersenyum girang. Mereka suka kepada
anak yang berani dan anak perempuan ini cukup berani, bahkan berani menyebut mereka
“tiga
kakek
buruk”,
sebutan
yang
menggembirakan
hati
mereka!
“Permintaan apa?” tanya Iblis Mayat Hidup yang biasanya jarang sekali bicara.
“Pertama, kalian harus menolong ibuku. Ke dua, kalian harus membunuh gerombolan
penjahat
yang
tadi
membunuh
ayah
dan
menculik
ibu.”
“Ha-ha-ha, penmintaan yang mudah saja. Coba, ceritakan siapa namamu dan apa yang
terjadi dengan ayah ibumu,” kata Iblis Akhirat, biarpun tertawa-tawa, akan tetapi hatinya
menjadi tak senang karena iri hati mendengar anak itu menyebut-nyebut ayah ibunya.
Apapun yang terjadi, kalau ayah dan ibu anak itu masih ada, harus mereka bunuh dulu
sebelum mengambil anak ini menjadi murid, pikirnya. Pikiran yang luar biasa kotor dan
jahatnya!
“Namaku Can Bi Lan, aku bersama ayah dan ibu sedang melakukan perjalanan mengungsi
dari sebelah barat Sungai Nu Kiang. Ketika kami menyeberang Sungai Lan-cang, di tepi
sungai sebelah timur kami dikepung oleh belasan orang perampok itu dan Ayah yang
melakukan perlawanan mereka bunuh, ibu diculik dan aku dilarikan oleh si keparat itu. Nah,
kalau kalian mau menolong ibu dan membunuh belasan orang akupun mau menjadi murid
kalian.”
“Baik, baik, mari kita pergi!” kata iblis Akhirat. “Hek-kwi, kau yang tinggi besar dan kuat
gendonglah
Bi
Lan
murid
kita
ini.”
Hek-kwi-ong Si Raja Iblis Hitam itu mendengus, lalu tangannya yang besar itu dijulurkan ke
arah Bi Lan. Gadis ini merasa ngeri melihat lengan yang panjang itu dapat mulur ke arahnya,
akan tetapi ia menahan rasa takutnya dan diam saja ketika tiba-tiba tangan itu menangkap
tangannya dan sekali disentakkan tubuhnya melayang ke atas dan tiba di punggung kakek
raksasa hitam itu! Mereka bertiga lalu melangkah pergi dengan amat cepatnya,
meninggalkan si tinggi kurus yang kini tidak tinggi lagi, hanya merupakan kepala dan badan
yang bergelimang di rumput yang berlepotan darah. Dia mengeluarkan suara dari
tenggorokannya, entah tawa ataupun tangis. Peristiwa yang amat hebat menimpa dirinya,
membuat
si
tinggi
kurus
ini
menjadi
gila
saking
takutnya.
***
“Brakkkkkk....!” Pintu pondok kecil di tengah hutan yang tertutup rapat itu jebol, mengejutkan
seorang laki-laki tinggi besar yang mukanya bercambang bauk, juga bertotol-totol hitam
buruk yang sedang rebah dengan dada telanjang, hanya mengenakan celana dalam yang
tipis. Siang itu hawanya panas dan laki-laki inipun berkeringat. Bau arak yang keras tercium
ketika pintu itu jebol, dan melihat wajah laki-laki buruk rupa itu yang kemerahan, juga
matanya liar, bau arak yang keluar dari mulutnya, jelas menunjukkan bahwa dia terlalu
banyak
minum
arak.
“Ibu....!” Bi Lan menjerit ketika melihat ibunya tergantung di dalam kamar itu. Wanita yang
malang ini tergantung dalam keadaan telanjang bulat, dengan kepala di bawah dan kaki
terikat pada tali yang digantungkan di tihang melintang di atas. Melihat tubuh telanjang itu
sama sekali tidak bergerak, dan melihat mata yang terbuka akan tetapi tanpa sinar itu,
mudah saja bagi. tiga orang kakek Sam Kwi untuk ,menduga bahwa wanita itu sudah tewas,
seperti juga mayat laki-laki yang menjadi ayah Bi Lan yang menggeletak di luar dengan
tubuh hancur oleh senjata tajam. Tiga orang Sam Kwi bernapas lega. Ayah ibu anak ini
sudah mati. Bagus! Mereka tadi mempergunakan ilmu kepandaian mereka untuk mengejar
gerombolan itu dan melihat mereka semua berada di dalam hutan itu. Anak buah pasukan
Birma yang berubah menjadi gerombolan jahat itu nampak tidur-tiduran di bawah pohon.
Guci-guci arak berserakan dan agaknya mereka baru saja makan minum dan kini tertidur
setelah puas kekenyangan. Apa lagi dalam keadaan mabok dan tidur, andaikata mereka
dalam keadaan sadar dan tidak tidur sekalipun, amat mudah bagi tiga orang kakek itu untuk
mendatangi pondok itu tanpa mereka ketahui. Melihat bahwa ayah anak itu sudah tewas di
tempat perampokan, mereka bertiga lalu melakukan pengejaran dan jelas nampak jejak kaki
mereka sampai di tengah hutan itu. Dan karena ibu anak itu tidak ada, mereka dapat
menduga bahwa tentu wanita itu dibawa ke dalam pondok kecil itu, maka mereka langsung
saja mendobrak daun pintu sampai jebol. Dan benar saja, wanita itu berada di dalam kamar,
akan tetapi agaknya sudah tidak bernyawa lagi setelah mungkin diperkosa beramai-ramai
lalu
digantung
karena
mungkin
wanita
itu
melawan.
Si tinggi besar brewokan yang menjadi kepala pasukan, seorang Birma yang biasa hidup
dalam kekerasan, terkejut bukan main. Baru saja dia memuaskan diri memperkosa dan
menyiksa wanita itu sampai mati, lalu dia makan dan minum-minuman sampai mabok dan
merebahkan diri untuk tidur. Kini, kaget melihat jebolnya daun pintu dan melihat tiga orang
kakek yang aneh, seorang di antaranya menggendong anak perempuan yang tadi dilarikan
oleh pembantunya, dia mencium bahaya. Cepat dia bergerak kepada anak buahnya dan
menyambarkan golok besarnya, menerjang ke depan, membabat ke arah Iblis Mayat Hidup
yang paling menyeramkan dan berdiri paling dekat.Akan tetapi, rangka terbungkus kulit itu
dapat bergerak cepat bukan main. Golok itu menyambar seperti mengenai sasarannya
membabat pinggang, akan tetapi tiba-tiba saja tubuh kurus kering itu lenyap dan ternyata
sudah mengelak ke samping dan pada saat itu si tengkorak hidup menggerakkan tangannya
yang kurus.
“Tukkk!” Hanya perlahan saja jari tangan Iblis Mayat Hidup menyentuh lengan yang
memegang golok, akan tetapi seketika golok terlepas dan lengan itupun lumpuh dan berobah
menghitam karena di sebelah dalamnya, beberapa otot besar putus dan darah mengalir liar
membuat lengan nampak hitam! Bukan kepalang rasa nyeri pada lengan kanan itu, membuat
si brewok berteriakteriak, akan tetapi kembali tangan kurus itu menyambar, sekali ini leher si
brewok yang disentuh dan seketika si brewok roboh, suara mengorok keluar dari lehernya,
mukanya berobah hitam dan dia berkelojatan dalam sekarat. Dia tewas tak bergerak lagi
ketika anak buahnya yang belasan orang banyaknya itu sudah datang menyerbu dengan
golok di tangan. Melihat betapa pemimpin mereka sudah roboh dengan muka berwarna
hitam, tak bergerak lagi, belasan orang kasar itu menjadi marah sekali. Langsung mereka
menerjang tiga orang kakek itu dengan golok m