Knowledge Management Dalam Penerapan SPMI

PRAKTIK BAIK SISTEM PENJAMINAN
MUTU INTERNAL DI PERGURUAN TINGGI

Penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi

Knowledge Management Dalam Penerapan SPMI
Naufal Affandi *
*STIE Bina Bangsa, Kepala Badan Penjaminan Mutu

Abstract
KNOWLEDGE MANAGEMENT DALAM PENERAPAN SPMI NAUFAL AFFANDI*)
PENDAHULUAN
Sejak Sistem Penjaminan Mutu Internal disosialisasikan kira-kira pada akhir tahun 2006, hanya
sedikit perguruan tinggi terutama perguruan tinggi swasta yang memperhatikan dan tertarik untuk
menyimak atau mengetahui lebih jauh bahkan untuk menerapkannya, termasuk juga barangkali
beberapa perguruan tinggi negeri, hal ini sebagaimana data yang dipublikasikan oleh Direktorat
Akademik dalam buku Hasil Evaluasi Implementasi SPMI. Salah satu perguruan tinggi swasta
yang ada di Provinsi Banten, dan merupakan satu-satunya perguruan tinggi swasta yang mengikuti
dua tahap evaluasi yakni desk Evaluation dan Site Verification dan Technical Assistance adalah
Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Banten Jaya. Tahap desk Evaluation diikuti oleh 387 perguruan
tinggi (PTN dan PTS), hasil evaluasi desk yang memenuhi persyaratan sebanyak 127 untuk

mengikuti Site Verification dan Technical Assistance. Kemudian dari 127 yang dinyatakan praktek
baik (best practices) sebanyak 68 perguruan tinggi termasuk 6 perguruan tinggi yang dinilai tidak
perlu mengikuti Site Verification dan Technical Assistence, diantaranya Institut Teknologi
Bandung, Univ. Atma Jaya Yogyakarta, Univ. Bina Nusantara, Univ. Gadjah Mada, Universitas
Indonesia dan Univ. Sebelas Maret. Penghargaan Praktek Baik ini mendorong kami untuk terus
berusaha lebih baik lagi.
KNOWLEDGE MANAGEMENT
Adanya Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah tentang
Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah lainnya yang terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan tinggi, mendorong pimpinan Sekolah Tinggi kami memutuskan
bahwa semua peraturan harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, termasuk bahwa
penyelenggara harus menjamin mutu dalam proses pembelajaran, kompetensi lulusan, sarana dan
prasarana, dan SDM (dosen dan tenaga kependidikan), kemudian pimpinan mulai membenahi
sumber daya manusia, untuk mempelajari pengetahuan apa yang diperlukan dalam penerapan
SPMI, alasan apa yang realistis dikemukakan untuk penerapan SPMI, bagaimana dukungan dari
Badan Pendiri, ketika SPMI akan diterapkan. Pengetahuan (knowledge) yang paling mendasar yang

dibutuhkan adalah bagaimana kita mampu merepresentasikan Undang-Undang dan PeraturanPeraturan kedalam perumusan dokumen SPMI( Kebijakan, Manual, Standar-Standar) dan standar
operasional prosedur (SOP), serta penggunaan formulir-fomulir kegiatan, yang dilakukan seharihari dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi (proses akademik dan non-akademik), kemudian
dalam memenej pengetahuan ini maka dibutuhkan leader untuk memimpin, maka dibentuklah suatu

unit kerja yang menanganinya. Dalam kebijakannya leader perguruan tinggi kami membentuk
forum diskusi yang diikuti seluruh unit kerja yang ada, sehingga dalam mempelajari dokumendokumen yang berkaitan dengan mutu, dapat dilakukan dengan mudah, namun demikian sebelum
semua ini berlangsung, diperlukan upaya untuk menyampaikan gagasan/ide ini kepada Badan
Penyelenggara yaitu pimpinan Yayasan, alasannya adalah bahwa sebagai Badan Penyelenggara
memiliki kewajiban untuk mengalokasikan anggaran yang dibutuhkan. Selain itu diperlukan upaya
untuk membagi aras kewenangan antara Yayasan dan Sekolah Tinggi, hal ini dilakukan agar
kewenangan tidak tumpang-tindih, sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan. Kemudian
leader yang sudah memiliki pengetahuan, harus membagi kepada semua orang yang terlibat dalam
penyusunan dokumen, hal ini dilakukan agar semua orang merasa bertanggung jawab, baik pada
saat menyusun maupun pada saat penerapan dilakukan, peran Badan Pendiri dalam hal ini harus
dominan karena pengetahuan yang dimiliki baik oleh leader dan anggotanya harus diwujudkan
dalam bentuk dokumen-dokumen, kecuali pengetahuan tacit yang dimiliki leader atau anggota tidak
dapat ditransformasikan kedalam dokumen-dokumen tersebut.
ENAM KATA KUNCI
Keberhasilan mengimplementasikan SPMI di perguruan tinggi kami, karena beberapa hal, pertama;
niat, kedua; kesepakatan, ketiga; komitmen, keempat; konsisten, kelima; tuntutan, keenam;
keberlanjutan, keenam kata kunci keberhasilan ini ditambah dengan konsekuensi logis terutama
bagi Badan Penyelenggara dalam penyediaan pendanaan yang proporsional bagi berlangsungnya
proses pembelajaran yang bermutu, termasuk pengadaan sarana dan prasarana yang memadai.
NIAT; yang dimaksud dengan niat adalah hasrat atau keinginan, sebagai penyelenggara pendidikan

tinggi berbasis masyarakat, maka niat ini harus sesuai dengan bunyi pasal pada Akta Pendirian
Yayasan dan pengesahan Dephumham RI, sehingga niat ini harus benar-benar diwujudkan sesuai
dengan tujuannya; KESEPAKATAN; kesepakatan adalah bentuk kesesuaian yang harus
diwujudkan, sehingga kewajiban dan hak atas pengelolaan tidak tumpang-tindih, jika tidak ada
kesepakatan maka rentan terjadinya konflik kepentingan;
KOMITMEN; komitmen menjadi tolok ukur apakah niat, dan kesepakatan, dapat dilaksanakan
sesuai dengan tujuan; KONSISTEN; konsisten adalah perwujudan niat, kesepakatn, komitmen, dari
masing-masing unsur penyelenggara (Yayasan, Institusi dan Senat PT);
TUNTUTAN; tuntutan dari stakeholders (mahasiswa dan pengguna lulusan), adalah keinginan yang
harus diwujudkan, dalam hal ini proses pembelajaran harus bermutu;
KEBERLANJUTAN; keberlanjutan merupakan proses evaluasi terhadap apa yang telah dinyatakan
dan ditetapkan.
PRAKTEK BAIK (BEST PRACTICES)
Piagam Penghargaan Praktek Baik (best practices) kami terima pada tahun 2010, penghargaan ini
memiliki makna yang sungguh luar biasa bagi kami, membayangkan perguruan tinggi kami yang
masih baru, berdiri tahun 2002, jumlah mahasiswa sedikit, semuanya realtif masih minim, tetapi
berkat kerja keras institusi untuk menyiapkan pedoman-pedoman kerja yang dikelola dalam SPMI
sungguh merupakan kebahagiaan tersendiri bagi kami. Praktek Baik ini hanya bertahan selama 2
tahun kemudian, terjadi dis-harmoni antara Badan Pendiri dengan Institusi, rendahnya komitmen
untuk mengalokasikan anggaran perbaikan dan peningkatan mutu menjadi alasan utama, kegagalan

demi kegagalan dalam penerapan standar-standar terjadi, sehingga pada akhirnya SPMI tidak lagi
menjadi budaya bagi perguruan tinggi kami, hal ini diindikasikan dari perolehan peringkat
akreditasi (hanya memenuhi standar minimal).

PENUTUP
Terjadinya dis-harmoni antara Badan Pendiri dengan institusi, dapat dimaklumi, dalam tanda petik
orientasi nirlaba berubah hal inilah titik pangkal penyebabnya. Belajar dari pengalaman ini, maka
perlu dilakukan nota kesepakatn yang mengikat dan diperlukan upaya untuk saling menjaga dan
mempercayai, karena dengan penyelenggaraan yang bermutu, sesungguhnya Badan Pendiri
memperoleh keuntungan ganda.