Peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi guru dalam pengembangan pendidikan madrasah diniyah: studi multi kasus di Madrasah Diniyah Ponpes Amanatul Ummah Surabaya dan di Madrasah Diniyah Ponpes An-najiyah Surabaya.

(1)

PENINGKATAN KUALIFIKASI AKADEMIK DAN

KOMPETENSI GURU DALAM PENGEMBANGAN

PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH

(Studi Multi Kasus Di Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah

Surabaya Dan Di Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya)

TESIS

Diajukan Unutuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister Dalam Program Studi Pendidikan Islam

Oleh : Taufiqur Rohman NIM: F. 13213170

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : TAUFIQUR ROHMAN

NIM : F. 13213170

Program : Magister (S2)

Institusi : Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa TESIS ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 12 Mei 2017 Saya yang menyatakan,


(3)

iii

PERSETUJUAN

Tesis ini telah di setujui Pada tanggal 12 Juni 2017

Oleh Pembimbing

Dr. H. M. Yunus Abu Bakar, M.Ag. NIP. 1965031998031001


(4)

iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Tesis ini telah di uji Pada tanggal, 28 Juli 2017

Tim Penguji :

1. Dr. Hj. Hanun Asrohah, M.Ag. (Ketua) ...

2. Dr. Rubaidi, M.Ag. (Penguji) ...

3. Dr. H. M. Yunus Abu Bakar, M.Ag. (Penguji) ...

Surabaya, 28 Juli 2017 Direktur,

Prof. Dr. H. Husein Aziz, M.Ag. NIP. 195601031985031002


(5)

(6)

ABSTRAK

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Guru dan Dosen No.14/2005 dan diterbitkanya Peraturan Pemerintah No. 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, maka menjadi tuntutan bagi lembaga pendidikan

Madrasah Diniyah untuk segera melakukan regulasi dan upgrade sistem

pendidikannya agar secara formal ke depan Madin memiliki standard dan kesetaraan yang sesuai dengan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sehingga peniliti mengganggap penting untuk melakukan kajian

mendalam tentang usaha yang dilakukan Madrasah Diniyah dalam rangka pengembangan pendidikan madrasah diniyah yang akan di fokuskan di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan di Madrasah Diniyah

Pondok Pesantren An-Najiyah Surabaya melalui bagaimana peningkatan

kualifikasi akademik guru?; bagaimana peningkatan kompetensinya? Serta implikasi adanya peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi guru dalam pengembangan pendidikan Madrasah Diniyah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis naturalistic, serta pengumpulan datanya menggunakan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan diberlakukanya Undang-Undang guru dan dosen, pendidikan Madrasah Diniyah di Amanatul Ummah dan An-Najiyah sangat selektif dalam melakukan perekrutan guru untuk menjadi pengajar di madrasah Diniyah disesuaikan dengan kualifikasi akademiknya, terlihat 89,3% jumlah tenaga pengajar di Madrasah Diniyah Amanatul Ummah sudah mempunyai kualifikasi akademik yang cukup. Lain halnya dengan di Madrasah Diniyah An-Najiyah yang masih mempertahankan tradisi salafiyahnya sehingga 44% tenaga pengajarnya masih mengunakan ijazah keluarga ndalem, sedangkan 56% sudah berkualifikasi akademik.

Sehingga guru di Madarasah Diniyah Amanatul Ummah dan An-Najiyah kompetensinya-pun berbanding lurus dalam peningkatanya walaupun dalam pengimplementasianya belum maksimal, akan tetapi dalam proses belajar mengajarnya sudah terlihat kreatif dan komunikatif intensif. Bahkan berimplikasi juga terhadap pengembangan kelembagaan Madrasah Diniyah di Amanatul Ummah dan An-Najiyah meliputi : tata kelola manajemen kelembagaan yang semakin baik; tertib dalam administrasinya di Madrasah Diniyah; terciptanya budaya di Madrasah Diniyah yang kokoh; serta prestasi yang membawa nama baik Madrasah Diniyah.


(7)

viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Surat Pernyataan Keaslian... ... ii

Halaman Persetujuan Pembimbing Tesis... ... iii

Halaman Pengesahan Tim Penguji... ... iv

Halaman Persembahan... ... v

Halaman Kata Pengantar... ... vi

Halaman Abstrak ... ... viii

Halaman Daftar Isi... ... ix

Daftar Gambar & Tabel... ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Identifikasi Dan Batasan Masalah 4 C. Rumusan Masalah 5 D. Tujuan Penelitian 5 E. Kegunaan Penelitian 6 F. Kerangka Teoritik 7 G. Metode Penelitian 20 H. Sistematika Pembahasan 29 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Madrasah Diniyah 1. Pengertian Madrasah Diniyah 30 2. Kedudukan Madrasah Diniyah ... 39

3. Karakteristik Madrasah Diniyah ... 48

4. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Madrasah ... 53

5. Tujuan Pendidikan Madrasah Diniyah ... 57

B. Kualifikasi Akademik 1. Pengertian Kualifikasi Akademik 59 2. Urgensi Kualifikasi Akademik... 61

3. Model Peningkatan Kualifikasi Akademik ... 67

C. Kompetensi Guru Madrasah Diniyah 1. Pengertian Kompetensi 69 2. Tujuan Kompetensi ... 70

3. Dasar Kompetensi ... 71

4. Macam-Macam Kompetensi ... 72

BAB III PAPARAN DATA A. Profil Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya a. Sejarah Pesantren Dan Madrasah Diniyah...82

b. Visi Dan Misi...85


(8)

ix

d. Struktur Organisasi...87

e. Bahan Ajar...88

f. Alokasi Waktu Mata Pelajaran...93

g. Program Pembiasaan Anak...93

h. Data Pendidik Dan Tenaga Pendidikan...94

2. Gambaran Umum Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya a. Sejarah Madrasah Diniyah...95

b. Visi Dan Misi...98

c. Struktur Kepengurusan...100

d. Sarana-Prasarana...100

B. PAPARAN DATA 1. Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya a. Pelaksanaan Peningkatan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya ...102

b. Implementasi Peningkatan Kompetensi Guru Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya...107

c. Implikasi Adanya Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya...112

2. Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya a. Pelaksanaan Peningkatan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya...115

b. Implementasi Peningkatan Kompetensi Guru Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya...119

c. Implikasi Adanya Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Ponpes. An-Najiyah Surabaya...124 BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Di Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Dan Di Madrasah Diniyah

Ponpes. An-Najiyah Surabaya 128

B. Implementasi Kompetensi Guru Di Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya Dan Di Madrasah Diniyah

Ponpes. An-Najiyah Surabaya 130

C. Implikasi Adanya Peningkatan Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah Di Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya Dan Di Madrasah Diniyah


(9)

x

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN... 148 B. SARAN ... 149 DAFTAR PUSTAKA ... 151 LAMPIRAN


(10)

xi

DAFTAR GAMBAR & TABEL

Gambar 3.1. Struktur Madrasah Diniyah Amanatul Ummah 87

Gambar 3.2. Struktur Madrasah Diniyah An-Najiyah 100

Tabel 3.1. Jadwal Materi Kelas 1 Wustho 88

Tabel 3.2. Jadwal Materi Kelas 2 Wustho 88

Tabel 3.3. Jadwal Materi Kelas 3 Wustho 89

Tabel 3.4. Jadwal Materi Kelas 4 Ula 90

Tabel 3.5. Jadwal Materi Kelas 5 Ula 91

Tabel 3.6. Jadwal Materi Kelas 6 Ula 92

Tabel 3.7. Jumlah Jam Pelajaran 93

Tabel 3.8. Budaya Santri 93

Tabel 3.9. Data Pengajar 94

Tabel 3.10. Sarana-Prasarana 101

Tabel 3.11. Data Kualifikasi Akademik Guru Madin Amanatul Ummah 104

Tabel 3.12. Data Kualifikasi Akademik Guru Madin An-Najiyah 117

Tabel 3.13. Jadwal Mapel Tingkat Ula 124

Tabel 3.14. Jadwal Mapel Tingkat Wustho 124


(11)

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dalam Islam mempunyai kedudukan yang penting. Sebab, dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum, dapat disebarluaskan.1 Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan islam yang telah dikenal bersamaan dengan penyiaran agama islam di nusantara. Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus menerus memberikan pendidikan agama Islam pada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang di berikan melalui sistem nasional, serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu : Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah Wustho, dan Madrasah Diniyah Ulya.2

Dalam catatan sejarah pendidikan, sistem penyelenggaraan pendidikan Madrasah Diniyah (Madin) di Indonesia selama ini belum pernah mendapatkan pengakuan yang kongkrit dari pemerintah.Hal ini terjadi, karena selama ini pula eksistensi pendidikan Madin secara yuridis-formil memang tidak diberikan ruang

apresiasi yang memadahi dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Fakta ini telah terbukti dalam sejarah panjang pemberlakuan Undang-Undang

1

Ninik Masruroh & Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azzumyardi Azra(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 7.

2Direktorat Pendidikan Keagamaan Dan Pondok Pesantren, Pedoman Penyelenggaraan Dari


(13)

2

Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), mulai UU No. 4/1950, juncto3 UU. 12/1954, sampai dengan UU No.2/1989 yang kesemuanya tidak pernah memuat, bab, pasal, maupun ayat-ayat yang mengatur tentang sistem penyelenggaraan pendidikan Marasah Diniyah. Padahal secara defacto dan historis Madin selama

ini juga ikut memiliki andil dan kontribusi yang besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa bidang pendidikan di masyarakat.

Setelah sekian lama pendidikan Madrasah Diniyah pesantren berada di luar sistem pendidikan nasional dan kurang lebih satu abad usia Madrasah Diniyah pesantren di Indonesia ternyata mampu menunjukan eksistensi dan kemandirianya di tengah-tengah masyarakat, maka pemerintahpun akhirnya merubah haluan, sikap dan cara pandangnya terhadap pendidikan madin di Indonesia. Dengan diberlakukanya Undang-Undang Guru dan Dosen Nomer 14/2005 dan PP No. 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, maka menjadi tuntutan bagi lembaga pendidikan madrasah diniyah untuk segera melakukan regulasi dan upgrade sistem pendidikannya agar secara formal ke depan Madin memiliki standar dan kesetaraan yang sesuai dengan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.4

Namun demikian, jika dilihat secara obyektif dalam perspetif formalistik sistem pengelolaan lembaganya, walaupun sudah diberlakukan UU

3

JCT Simorangkir, Rudi T Erwin Dan JT Prasetyo,Kamus Hukum, Jo, Merupakan Kependekan

Dari Kata “Juncto” Yang Ditulis, “Jo” Berarti : “ Bertalian,Berhubungan Dengan”

4Nafiur Rofiq, Eksistensi Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Terhadap Peningkatan


(14)

3

No. 20/20035 dan Peraturan Pemerintah No. 55/2007 yang beberapa pasal-pasalnya telah memberikan apresiasi positif pada Madrasah Diniyah, ternyata

belumlah cukup untuk mendongkrak keterbatasan sumber daya

manajemen/tatakelola pendidikan Madrasah Diniyah. Hal ini tampak, selain pada aspek kelembagaannya yang kurang memadahi, juga ketidaksiapan aspek sumber daya tenaga pendidik atau guru-gurunya yang sebagian besar belum berlatar belakang pendidikan minimal strata satu (S1) atau Diploma empat (D-4). Sementara kondisi riil, mayoritas guru-guru Madin masih lulusan sekolah formal SMP/MTS dan SMA/MA dan bahkan beberapa guru diantaranya hanya lulusan SD/MI dan sebagian lainya adalah lulusan Madrasah Diniyah non-formal pesantren. Padahal evidensi formal kualifikasi seorang guru harus ditunjukkan melalui ijazah yang dimilkinya sebagai bukti bahwa seseorang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi program sarjana (S-1) atau program Diploma empat (D-4).

Berdasarkan uraian di atas, dengan munculnya perhatian pemerintah terhadap madrasah seiring dengan semangat otonomi daerah yang digulirkan. Dalam rangka meningkatkan kualifikasi akademik guru Madin tersebut, Pemerintah Provisi Jawa Timur mengeluarkan kebijakan untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam rangka memberikan beasiswa program peningkatan kualifikasi akademik jenjang Strata Satu (S1) bagi guru-guru Madrasah Diniyah di Jawa Timur. Oleh karenanya, peniliti mengganggap penting 5Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4310,Undang-Undang No. 20/2003


(15)

4

untuk melakukan kajian mendalam tentang usahayang telah dicapai oleh guru terhadap lembaga Madrasah Diniyah sesuai amanat Undang-Undang Guru dan Dosen,dalam rangka memenuhi syarat untuk Meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru dalam pengembangan pendidikan madrasah diniyah yang akan di fokuskan di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren An-Najiyah Surabaya. B. Identifikasi Dan Batasan Masalah

Permasalahan penelitian yang penulis dapat identifikasi dan inventarisasi sebagai berikut:

1. Pendidikan Madrasah Diniyah masih berada di luar sistem pendidikan nasional 2. Keterbatasan sumberdaya manajemen/tatakelola pendidikan Madrasah Diniyah 3. Aspek kelembagaan yang belum memadahi

4. Sumberdaya tenaga pendidik atau guru-gurunya sebagian besar belum berlatar belakang pendidikan minimal strata satu (S1) atau Diploma empat (D-4)

Agar penelitian terfokus dan tidak melebar maka penulis melakukan pembatasan masalah, adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tentang peningkatan Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Madrasah Diniyah di Ponpes Amanatul Ummah Surabaya dan Ponpes An-Najiyah Surabaya, serta dampaknya terhadap pengembangan pendidikan Madrasah Diniyah.


(16)

5

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka dapat di rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Peningkatan Kualifikasi Akademik guru Madrasah Diniyah di Ponpes Amanatul Ummah Surabaya dan Ponpes An-Najiyah Surabaya?

2. Bagaimana kompetensi guru Madrasah Diniyah di Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes. An-Najiyah Surabaya?

3. Bagaimana implikasi adanya peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi Guru dalam pengembangan pendidikan Madrasah Diniyah di Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes. An-Najiyah Surabaya?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan mengidentifikasi peningkatan Kualifikasi Akademik guru Madrasah Diniyah di Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes. An-Najiyah Surabaya

2. Mengetahui kompetensi guru Madrasah Diniyahdi Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes An-Najiyah Surabaya.

3. Mengetahui dan memahami implikasi adanya peningkatan kualifikasi

akademik dan kompetensi guru dalam pengembangan pendidikan Madrasah Diniyah di Ponpes. Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes. An-Najiyah Surabaya.


(17)

6

E. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak baik secara teoritis maupun praktis

1. Manfaat teoritis

Manfaat secara teoritis adalah diharapkan mampu untuk memperkaya teori-teori yang berkaitan kualifikasi akademik, kompetensi guru, kelembagaan Madrasah Diniyah, maupun teori yang berkaitan dengan Undang-Undang guru dan dosen.

2. Manfaat praktis

Bagi penulis, untuk mengetahui dan memahami tentang kualifikasi

akademik dan kompetensi guru Madrasah Diniyah serta dampak terhadap perkembangan kelembagaannya,

Bagi lembaga almamater, bahan kajian kelembagaan dan evaluasi kritik

konstruktif sehingga memberikan kontribusi ilmiah yang dapat dijadikan refrensi dalam upaya pengembangan pendidikan keagamaan khususnya Madrasah Diniyah.

Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini tentunya masih terdapat kekurangan

dan oleh karenanya terbuka lebar bagi peneliti lain melakukan kajian lanjutan sekaligus sebagai refrensi penilitian terdahulu.


(18)

7

F. Kerangka Teoritik 1. Kualifikasi Akademik

Secara etimlogis kata kualifikasi di adopsi dari bahasa inggris

qualification yang berarti training, test, diploma, etc.that qualifies a

person.6Kualifikasi berarti latihan, tes, ijazah, dan lain-lain yang menjadikan

seseorang memenuhi syarat. Menurut kamus besar bahasa Indonesia kualifikasi adalah pendidikan khusus untuk memperoleh keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu atau menduduki jabatan tertentu.7

Menurut Miarso menyatakan bahwa guru yang berkualifikasi adalah guru yang memenuhi standart pendidik, menguasai materi/isi pelajaran sesuai dengan standar isi, dan menghayati serta melaksakan proses pembelajaran sesuai dengan standar proses pembelajaran. Miarso mengartikan kualifikasi sebagai kemampuan atau kompetensi yang harus dimilki seorang guru dalam melaksanakan tugasnya.8

Dari beberapa pengertian kualifikasi di atas, istilah kualifikasi secara garis besar dipahami dalam dua sudut pandang yang berbeda.Yang pertama, kualifikasi sebagai tingkat pendidikan yang harus ditempuh oleh sesorang untuk memperoleh kewenangan dan legitimasi dalam menjalankan profesinya.Sementara pandangan yang kedua, memaknai kualifikasi sebagai kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki atau dikuasai seseorang

6

Martin Manser,Oxford Learner’s Pocket Dictionary (Oxford University Press, 1995), 337.

7

Depdikbud,Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 533.

8Miarso yusuf hadi, Peningkatan Kualifikasi guru dalam perspektif teknologi pendidikan


(19)

8

sehingga dapat melakukan pekerjaannya secara berkualitas.Namun

sesungguhnya terdapat benang merah dari kedua sudut pandang tersebut yakni keharusan adanya kapasitas yang harus dipenuhi untuk menjalani profesi dan pekerjaanya.

Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentan Guru dan Dosen pasal 1 ayat 9 menggunakan istilah kualifikasi akademik, yang didefinisikan sebagai ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan. 2. Kompetensi Guru

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kompetensi berarti kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu.9Sedangkan menurut Barlow sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibanya secara bertanggungjawab dan layak.10

Sementara Moh. Uzer Usman menjelaskan pengertian kompetensi sebagaimana yang dikemukakan berikut:

a. Kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan sesorang, baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif.11 b. Kompetensi juga merupakan prilaku yang rasional untuk mencapai

tujuan yang di persyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.12

9

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 516.

10Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 230. 11


(20)

9

Definisi lain tentang kompetensi adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Richard J. Mirabile, yaitu: competency is knowledge skill, ability or

characteristic associated with high performance an a job. Some definition of

competency include motives, beliefs and values.13Dalam hal ini kompetensi

diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan, kemampuan atau ciri-ciri yang dihubungkan dengan pengabdian yang tinggi dalam suatu pekerjaan.Dari pengertian tentang kompetensi diatas, maka yang dimaksud dengan kompetensi

adalah kemampuan/kewenangan guru dalam melaksanakan profesi

keguruanya.

Berkaitan dengan kualifikasi akademik guru, UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen bab1 pasal 1 menyatakan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasr, dan pendidikan menengah. Untuk menjadi guru yang benar-benar profesioanal tidaklah mudah karena harus mampu menjalankan tugas-tugas diatas dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian seorang guru harus memiliki beberapa syarat, sebagaimana tercantum pada pasal 8 UU nomor 14 tahun 2005, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

12

Ibid., 14.

13Richard J. Mirabile, Everything Yau Wanted To Know About Competency Modelling


(21)

10

Syarat kompetensi yang dimaksud meliputi :

a. Kompetensi pedagogik, dalam standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a di kemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.14

b. Kompetensi kepribadian, yang dimaksud kompetensi kepribadian adalah kemampuan dan ciri-ciri yang ada dalam diri guru yang dapat mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil belajar dapat dicapai dengan efektif.15Ada beberapa ciri kepribadian yang mestinya dimiliki seorang guru, yaitu kemampuan interaksi sosial yang hangat, memiliki rasa tanggung jawab, memiliki kejujuran, objektif, tegas, adil, serta demokrasi.

Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda antara satu dengan yang lainya. Kepribadian berarti sifat yang hakiki individu yang tercantum pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dengan yang lain. Menurut tinjauan psikologi kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara aspek prilaku mental (pikiran, perasaan, dsb) dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan 14E. Mulyasa,Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 75. 15


(22)

11

nyata).16 Kepribadian dilihat dari pengaruhnya terhadap orang lain, orang lain yang mempunyai pengaruh besar terhadap orang lain di pandang berpribadi sedangkan yang kecil atau tidak ada pengaruhnya dipandang tidak berpribadi.17

c. Kompetensi sosial, guru merupakan makhluk sosial, yang dalam kehidupanya tidak terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkunganya, oleh karena itu guru di tuntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadahi terutama dalam kaitanya dengan pendidikan, yang tidak terbatas pada pembelajaran di sekolah tetapi juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di masyarakat. Dalam standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efekftif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.18

d. Kompetensi professional, salah satu kompetensi yang dimiliki oleh guru adalah kompetensi professional. Dalam standar nasional pendidikan penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa

yang dimaksud kompetensi professional adalah kemampuan

16

Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), 225.

17

Nana Syaudih Sukmadinata,Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), 134.

18


(23)

12

penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional.19

3. Pendidikan Madrasah Diniyah a. Tinjauan Tentang Madrasah Diniyah

Kata madrasah dalam bahasa arab adalah bentuk kata keterangan

tempat (zharaf makan) dari akar kata “darasa”.20Secara harfiyah “madrasah” diartikan sebagai tempat belajar atau tempat untuk memberikan pelajaran.21Dari akar kata“darasa” juga bisa diturunkan kata “midrus” yang mempunyai arti buku yang dipelajari atau tempat belajar, kata “al-midrus” juga diartikan sebagai rumah untuk mempelajari kitab

taurat.22Dari kedua bahasa tersebut, kata“madrasah”mempunyai arti yang sama “tempat belajar”, jia di terjemahkan dalam bahasa Indonesia, kata

“madrasah”memiliki arti “sekolah”kendati pada mulanya kata “sekolah” itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.23 Secara harfiyah madrasahbisa juga diartikan dengan sekolah, kareana secara teknis keduanya memiliki kesamaan, yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar secara formal. Namun demikian istilah madrasahmemiliki makna yang

19

Ibid, 135.

20A.W. Munawwir,Kamus Arab-Indoneia(Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), 300.

21Mehdi Nakosten, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat:Deskripsi Analisis Abad

Keemasan Islam,Edisi Indonesia (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 66.

22

A bu Luwia A l-Y asu>I, A <l-Munjid Fi A l-Lugh>ah W a A l-Munjid Fi A >l-A ’la<m,Cet. 23, Dar Al-Masyriq(Beirut, Tt, H. 221).

23


(24)

13

berbeda dengan istilah sekolahkarena keduanya mempunyai karakteristik

atau ciri khas yang berbeda.24Madrasah memiliki karakter tersendiri, yaitu sangat menonjolkan relegiusitas masyarakatnya.Sementara itu sekolah merupakan lembaga pendidikan umum dengan pelajaran universal dan terpengaruh iklim pencerahan barat.

Dalam prakteknya memang ada madrasah yang disamping

mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-u>lum a>l-diniyyah), juga mengajarkan

ilmu-ilmu yang diajarkan disekolah-sekolah umum.Selain itu ada madrasah

yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyah.

Penamaan lembaga pendidikan di Indonesia dewasa ini pada umumnya merupakan pinjaman dari bahasa barat, seperti Universitas (dari university),

sekolah (dari school), akademi (dari academy), dan lain-lain. Akan tetapi,

tidak demikian halnya dengan madrasah, penerjemahan kata madrasah

kedalam bahasa Indonesia dengan mengaitkan pada bahasa barat dianggap tidak tepat. Di Indonesia, madrasah tetap dipakai dengan kata aslinya,

madrasah, kendatipun pengertianya tidak lagi persis dengan apa yang

dipahami pada masa klasik, yaitu pendidikan tinggi, karena bergeser menjadi lembaga pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Pergeseran makna dari lembaga pendidikan tinggi menjadi lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah itu, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di 24Karel. A. Steenbrink,Madrasah Dan Sekolah;Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern (Jakarta:


(25)

14

timur tengah sendiri.25 Madrasah di dunia islam merupakan tahapan ketiga dari perkembangan lembaga pendidikan, basworth dan kawan-kawan menjelaskan :26

The madrasa is the product of three stages in the development of the college in islam. The mosque or masjid, partuculary in ist designation as the non congregational mosque, was the first stage, and it functional in this as an instructional centre. The second stage, was the masjid-khan complex, in which the khan or hostelly served as a lodging for out of-town student. The third stage was the madrasa proper, in wich the functions of both masjid and khan were combined in an institution based on a single wakf deed.

Dari kutipan tersebut tampak bahwa masjid merupakan tahapan pertama lembaga pendidikan islam. Ia tidak saja berfungsi pusat ibadah (dalam arti sempit), tetapi juga sebagai pusat pengajaran. Tahapan kedua adalah masjid-khan, dimana merupakan asrama yang berfungsi sebagai pondokan bagi peserta didik yang berasal dari luar kota. Dan madrasah, sebagaimana telah disebut merupakan tahapan ketiga yang memadukan fungsi masjid dan khan dalam satu lembaga pendidikan.

Madrasah diniyah dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah dan lembaga tersebut diharapkan mampu secara terus-menerus memberikan pendidikan agama islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem

25

Ali Muhammad Syalabi, T arikh A <l-Ta’lim Fi A<l-Mamlakah A <l-‘A rabiyyah A l-Su>udiyah

(Kuwait: Dar Al-Qalam, 1987),

26Abd. Halim Soebahar, Pendidikan Islam Dan Trend Masa Depan Pemetaan Wacana Dan


(26)

15

klasikal dengan tingkatan jenjang pendidikan madrasah diniyah awaliyah, madrasah diniyah wustho, dan madrasah diniyah ulya.

b. Dasar Pelaksanaan Madrasah Diniyah 1) Dasar Relegius

Dasar religius yaitu dasar-dasar yang bersumber dari ajaran islam, sebagaimana tercantum dalam al-qur’an surat at-taubah ayat 122.27



Artinya :

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Qs. At-taubah: 122).

Dari ayat tersebut, sebagaimana seorang mukmin wajib mempelajari ajaran agama islam secara sistematis baik dan benar dan mengamalkanya dalam kehidupanya sehari-hari, supaya tidak terbawa arus kesesatan dalam dunia globalisasi ini. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat ditumpangi dengan pengetahuan agama yang benar, sehingga penggunaannya hanya untuk kemaslahatan kesejahteraan manusia.sejarah islam mencatat bahwa studi-studi islam telah berkembang sejak masa awal dunia islam. Tumbuhnya lembaga

27


(27)

16

pendidikan diilhami oleh ajaran islam itu sendiri, yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan kewajiban bagi setiap muslim.

2) Dasar Yuridis (Hukum)

Dasar yuridis adalah dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari peraturan perundang-undangan secara langsung ataupun tidak langsung. Sedangkan dalam pelaksanaan pendidikan agama secara yuridis meliputi pandangan-pandangan hidup yang asasi sampai pada dasar yang bersifat operasional, adapun dasar-dasar tersebut adalah :

a) Dasar ideal, yaitu pancasila. Dalam sila pertama pancasila

berbunyi “ketuhanan yang maha esa”. Ini mengandung arti bahwa

negara dalam perjalanan hidupnya selalu dilandasi oleh nilai-nilai agama. Karena agama berfungsi sebagai pembimbing sekaligus keseimbangan hidup;

b) Dasar konstitusional, yaitu UUD 1945. Dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang-undang dasar 1945 di sebutkan bahwa: a). tiap-tiap warga

negara berhak mendapatkan pengajaran; b). pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Dari pasal tersebut jelas bahwa pendidikan yang ada di Indonesia harus berada dalam satu sistem, dengan demikian maka pendidikan agama adalah sebagai subsistem, sebagaimana pendidikan umum yang juga


(28)

17

merupakan subsitem pendidikan nasional. Kemudian bila

dihubungkan dengan pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945

yang berbunyi “Negara Menjamin Kemerdekaan Tiap-Tiap

Penduduk Untuk Memeluk Agamanya Masing-Masing Dan Untuk

Beribadah Menurut Agama Dan Kepercayaanya”. Berdasarkan pasal

tersebut dapat dipahami bahwa, negara menjamin kelangsungan kehidupan keagamaan dalam segala segi kehidpan, termasuk dalam kehidupan pendidikan.

3) Dasar operasional, yaitu:

a) UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional bab II pasal 3 disebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.28

b) Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2007, tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, yang isinya sebagai berikut:29

Pendidikan Agama, pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,

kepribadian dan ketrampilan peserta didik dalam

mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan

28Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4310, 4. 29


(29)

18

sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan hubungan inter dan antar umat beragama. Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaanya dalam ilmu pengetahuan teknologi dan seni.

Pendidikan Keagamaan, pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat

menjalankan peranan yang menuntut penguasaan

pengetahuan tentang ajaran agama dan menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.

Menyikapi betapa urgen eksistensi agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pendidikan agama itupun mempunyai dimensi pokok yang mewarisi masyarakat dalam meningkatkan iman dan taqwa.Mengingat betapa pentingnya pendidikan agama pada peserta didik, sehingga banyak kalangan masyarakat maupun negara untuk berusaha mewujudakn lembaga-lembaga pendidikan yang khusus tentang agama.

Pada hakikatnya tujuan didirikanya lembaga pendidikan madrasah diniyah adalah untuk memberikan ilmu-ilmu yang cukup kepada para santri.Eksistensi madrasah diniyah sangat dibutuhkan ketika lulusan pesantren menyelenggarakan pendidikan formal (sistem kurikulum

nasional) ternyata kurang mumpuni dalam penguasaan ilmu

agama.Dengan kenyataan itu, maka keberadaan madrasah diniyah menjadi sangat penting sebagai penopang dan pendukung pendidikan formal yang


(30)

19

ada.30Karenanya tidak berlebihan bila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di madrasah diniyah perlu di menej dengan sebaik-baiknya. Ada tiga alasan utama diperlukanya manajemen pendidikan untuk madrasah diniyah yaitu:

a. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh madrasah diniyah, yakni memberikan pembekalan ilmu-ilmu agama yang cukup kepada para santri, dalam upaya mempersiapkan lahirnya santri-santri yang matang dalam penguasaan ilmu-ilmu agama. Kebutuhan terhadap manajemen untuk madrasah diniyah terasa semakin mendesak, mengingat posisinya sebagai lembaga pendidikan pendukung bagi sistem pendidikan formal yang dilaksanakan pesantren. b. Untuk menjaga keseimbangan sekaligus memfokuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam proses pendidikan yang terjadi dalam Madrasah Diniyah.

c. Untuk mencapai efesiensi dan efektifitas, bagaimanapun setiap kegiatan yang dilaksanakan dengan menafikan unsur-unsur manajemen, maka kegiatan itu tidak akan efektif dan efesien.31

30Headri Amin,Peningkatan Mutu Terpadu Dan Madrasah Diniyah,91. 31Ibid.,


(31)

20

G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Penelitian ini bersifat penelitian kaulitatif.kalau dilihat dari macam jenisnya, penelitian ini lebih mengarah pada jenis (field risearch), yaitu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulisatau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya.32

Penelitian ini menggunakan studi multi kasus (multy-case studies),

penggunaan metode ini karena sebuah inquiry secara empiris yang

menginfestigasi fenomena sementara dalam konteks kehidupan nyata (real life

con-text); ketika batas antara fenomena dan konteks tidak tampak secara jelas;

dan sumber-sumber fakta ganda yang digunakan. Sebagaimana ditegaskan oleh Bogdan dan Biklen bahwa:

When research study two or more subjects, setting or depositories of data they are usually doing what we call multi-case studies. Multi-case studies take a variety of forms. Some start as asingle Multi-case only to have the original work serve as the first in series of studies or as the pilot for a multi-case study. Other studies are primarily single-case studies but include less intense, less extensive observations at other sites for the purpose of addressing the question of generalizability. Other researchers do comparative cas studies. Two or more case

studies are done and then compared and contraseted.33

2. Pendekatan penelitian

Ditinjau dari jenisnya, peneliti melakukan pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif yang sesuai dan cocok 32

Moleong, L. J ,Metodologi Penelitian Kualitatif(Remaja: Rosdyakarya Bandung, 2006), 4.

33Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen,Qualitative Research For Education: An Introduction


(32)

21

adalah fenomologis naturalistis. Penelitian dalam pandangan fenomenologi bermakna memahami peristiwa dalam kaitanya dengan orang dalam situasi

tertentu. Sebagaiman Bogdan “untuk dapat memahami makna peristiwa dan

interaksi orang, digunakan orientasi teoritis atau perspektif teoritis dengan pendekatan fenomenologis (phenomenological approach).34 Dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.35

3. Sumber data

Menurut S. Nasution, untuk mendapatkan data yang tepat maka perlu di tentukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai kebutuhan data

(purposive). Sumber data dalam penlitian ini dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu manusia (human) dan bukan manusia. Sumber data manusia berfungsi

sebagai subjek atau informan kunci (key informants) dan data yang diperoleh

melalui informan bersifat soft data (data lunak).Sedangkan sumber data bukan

manusia berupa dokumen yang relevan dengan fokus penelitian, seperti gambar, foto, catatan, atau tulisan yang ada kaitanya dengan fokus penelitian, data yang diperoleh melalui dokumen bersifat hard data (data keras).36Oleh karena itu, subjek yang dianggap memenuhi tujuan tersebut di atas yaitu (kepala madrasah diniyah, guru madrasah diniyah, tenaga kependidikan, Santri).

34Ibid.,31. 35

Moleong, L. J ,Metodologi Penelitian Kualitatif (Remaja: Rosdyakarya Bandung, 2006), 6.

36

Soft datasenantiasa dapat di perhalus, dirinci dan diperdalam, oleh karena masih selalu dapat mengalami perubahan, sedangkanhard dataadalah data yang tak mengalami perubahan lagi. Baca S. Nasution,Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif(Bandung: Tarsito, 2003), p.55.


(33)

22

4. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data secara holistik dan integratif, serta memperhatikan relevansi data dengan fokus dan tujuan, maka dalam pengumpulan data penelitian ini memakai tiga teknik yang ditawarkan oleh Bagdan dan Biklen, yaitu:37

a. Wawancara mendalam (Indept interview)

Wawancara merupakan teknik utama dalam metodologi kualitatif, dan wawancara digunakan untuk mengungkapkan makna secara mendasar dalam interaksi yang spesifik. Untuk menghindari wawancara yang melantur dan menghasilkan informasi yang kosong selama wawancara, topiknya selalu diarahkan pada pertanyaan yang terkait dengan fokus penelitian. Wawancara dapat dilakukan dengan perjanjian terlebih dahulu, atau dapat pula secara spontan sesuai dengan kesempatan yang diberikan oleh informan. Untuk merekam hasil wawancara dengan seijin informan, peneliti menggunakan alat bantu berupa: buku catatan dan alat perekam (tape recorder, dan/ handycamp, dan/ kamera).

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah: menetapkan kepada siapa wawancara itu dilakukan; menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan; mengawali dan membuka alur wawancara; melangsungkan alur wawancara; mengonfirmasikan hasil wawancara;

37


(34)

23

menulis hasil wawancara kedalam catatan lapangan; mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara.38

Wawancara ini dilakukan terhadap kepala Madrasah Diniyah, guru Madrasah Diniyah, tenaga kependidikan. Isi pokok yang ingin digali dari wawancara adalah sebagai berikut: 1. Kondisi serta jumlah guru yang sudah berkualifikasi akademik; 2. Implementasi guru tentang kompetensi yang dimiliki dalam pengembangan Madrasah Diniyah; 3. Upaya maupun hasil yang telah dicapai guru melalui kualifikasi akademik dan kompetensi untuk pengembangan Madrasah Diniyah; 4. Signifikansi perkembangan lembaga yang dilakukan oleh guru melalui kualifikasi akademik dan kompetensi guru Madrasah Diniyah.

b. Observasi partisipan(participant observation)

Teknik observasi partisipan ini digunakan untuk melengkapi dan menguji hasil wawancara yang diberikan oleh informan yang mungkin belum menyeluruh atau belum mampu mengambarkan segala macam situasi atau bahkan melenceng. Dalam observasi partisipasi, menggunakan buku catatan kecil dan alat perekam, buku catatan diperlukan untuk mencatat hal-halpenting yang ditemui selama pengamatan. Sedangkan alat perekam digunakan untuk mengabadikan beberapa momen yang relevan dengan fokus penelitian. Ada tiga tahap observasi, yaitu observasi deskriptif (untuk mengetahui gambaran umum), observasi terfokus (untuk

38


(35)

24

menemukan kategori-kategori), dan observasi selektif (mencari perbedaan diantara kategori-kategori).

c. Studi dokumentasi (study document)

Data penelitian kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber manusia melalui observasi dan wawancara, namun dari data sumber non manusia seperti dokumen, foto, dan bahan statistic perlu mendapat perhatian selayaknya. Dokumen terdiri atas tulisan pribadi seperti surat-surat, buku harian, dan dokumen resmi. Dokumen, surat-surat, foto, dan lain-lain

dapat dipandang sebagai “narasumber” yang dapat diminta menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.39 5. Analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan dua tahapan yaitu: a. analisis data kasus individu (individual

case); b. Analisis data lintas kasus(cross case analysis).40

a. Analisis data kasus individu(individual case)

Analisis data kasus individu dilakukan pada masing-masing objek yaitu: Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya, dan Madrasah Diniyah Pondok Pesantren An-Najiyah Surabaya. Dalam menganalisis, peneliti melakukan interpretasi terhadap data yang berupa kata-kata, sehingga diperoleh makna (meaning). Karena itu analisis

dilakukan bersama-sama dengan proses pengumpulan data, serta setelah 39S. Nasution,Metode Penelitian Naturalistik, p.89.

40


(36)

25

data terkumpul. Analisis data penelitian kualitatif ini dilakukan melalui tiga alur kegiatan yang secara bersamaan,41

1). Reduksi Data (data reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan

sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan,

mengkode, menelusur tema, membuat gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data /informasi yang tidak relevan;

2). Penyajian data(data displays)

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif, penyajianya juga berbentuk matrik, diagram, table dan bagan;

3). Penarikan kesimpulan/verifikasi(conclusion drawing/verification)

Merupakan kegiatan akhir dari analisis data, penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan. Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang ada. Dalam pengertian ini analisis data

41


(37)

26

kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus-menerus.Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait.

Selanjutnya data yang dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk mendeskripsikan fakta yang ada dilapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil intisarinya saja.

Berdasarkan keterangan diatas, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi.

b. Analisis data lintas kasus(cross case analysis)

Analisis data lintas kasus dimaksudkan sebagai proses membandingkan temuan-temuan yang diperoleh dari masing-masing kasus, sekaligus sebagai proses memadukan antar kasus. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis lintas kasus ini meliputi: 1). Menggunakan

pendekatan induktif konseptualistik yang dilakukan dengan

membandingkan dan memadukan temuan konseptual dari masing-masing kasus individu; 2). Hasilnya dijadikan dasar untuk menyusun pernyataan


(38)

27

konseptual atau proposisi-proposisi lintas kasus; 3). Mengevaluasi kesesuaian proposisi dengan fakta yang menjadi acuan; 4). Merekonstruksi ulang proposisi-proposisi sesuai dengan fakta dari masing-masing kasus individu; dan 5). Mengulangi proses ini sesuai keperluan, sampai batas kejenuhan.

6. Pengecekan keabsahan data

Pengecekan keabsahan data (trustworthiness) adalah bagian yang sangat

penting dan tidak terpisahkan dari penelitian kualitatif.Pelaksanaan pengecekan keabsahan data didasarkan pada empat kriteria yaitu derajat kepercayaan

(credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan

kepastian(confirmability).42

a) Kredibitas

Pengecekan kredibilitas atau derajat kepercayaan data perlu dilakukan untuk membuktikan apakah yang diamati oleh peneliti benar-benar telah sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar di lapangan. Sedangkan menurut Lincoln dan Guba bahwa untuk memperoleh data yang valid dapat ditempuh teknik pengecekan data melalui beberpa hal sebagai berikut: 1) observasi secara terus menerus (per-sistent observation); 2) trianggulasi

(triangulation) sumber data, metode dan penelitian lain; 3) pengecekan

anggota (member check), diskusi teman sejawat (peer reviewing); 4)

pengecekan mengenai kecukupan referensi (referencial adequacy check)

42


(39)

28

transferibilitas atau keteralihan dalam penelitian kualitatif dapat dicapai dengan cara “uraian rinci”.43

b) Transferablitas

Transferabilitas atau keteralihan dalam penelitian kualitatif dapat dicapai

dengan cara “uraian rinci”. Untuk kepentingan ini peneliti berusaha

melaporkan hasil penelitianya secara rinci. Uraian laporan diusahakan dapat mengungkap secara khusus segala sesuatu yang diperlukan oleh pembaca, agar pembaca dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh

c) Dependabilitas

Dependabilitas atau ketergantungan dilakukan untuk menanggulangi

kesalahan-kesalahan dalam konseptualisasi rencana penelitian,

pengumpulan data, interpretasi temuan, dan pelaporan hasil penelitan.Untuk itu diperlukan dependent auditoratau para ahli dibidang pokok persoalan

penelitian ini. d) Konfirmabilitas

Konfirmabilitas atau kepastian diperlukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh objektif atau tidak.Hal ini tergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan temuan seseorang.Jika telah disepakati oleh beberapa atau banyak orang dapat dikatakan obyektif, namun pelaksanaanya tetap pada datanya.


(40)

29

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dan memahami tesis, penyusun akan menyusun sistematika pembahasan ini menjadi lima bab, yaitu :

Bab Satu : pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Dua : kajian teori, terdiri dari tinjauan tentang pendidikan madrasah diniyah, pengertian, dasar, dan tujuan madrasah diniyah; pengertian kualifikasi akademik, urgensi kualifikasi akademik, model peningkatan kualifikasi akademik; pengertian kompetensi guru, tujuan kompetensi, dasar kompetensi, macam-macam kompetensi.

Bab Tiga : paparan data tentang gambaran umum Madrasah Diniyah yang mencakup sejarah dan latar belakang madrasah, letak geografis, struktur lembaga, jumlah guru dan santri, Kurikulum, kegiatan pembelajaran.

Bab Empat : penyajian data, analisis data, dan pembahasan (1. Pelaksanaan peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi guru di Madrasah Diniyah Ponpes. Amanatul Ummah Dan di Ponpes. An-Najiyah Surabaya; 2. Implementasi kompetensi guru di Madrasah Diniyah; 3. Dampak peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi guru dalam pengembangan pendidikan madrasah diniyah di ponpes. Amanatul Ummah Surabaya dan di Ponpes. An-Najiyah Surabaya.


(41)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Madrasah Diniyah 1. Pengertian Madrasah Diniyah

Kata “madrasah” berasal dari kata “darsa” yang dalam bahasa arab

artinya belajar, sedangkan “madrasah” berarti tempat belajar, atau yang dalam

bahasa Indonesia sering disebut sebagai sekolah. Pada umumnya pemakaian kata madrasah dalam arti sekolah tersebut mempunyai konotasi khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam.44Secara harfiah"Madrasah" juga bisa diartikan sebagai tempat belajar para pelajar, atau tempat untuk memberikan pelajaran.

Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang

mempunyai arti buku yang dipelajari atau tempat belajar, kata"al-midras"juga

diartikan sebagai rumah untuk mempelajari kitab Taurat45.

Menurut Imam Bawani, madrasah adalah kata dalam bahasa arab untuk

“sekolah”, yang lahir karena keinginan untuk diberlakukanya dengan seimbang

antara ilmu umum dan ilmu agama.46 Madrasah juga diartikan sebagai suatu lembaga pendidikan agama yang menekankan pada pengajaran agama yang menggunakan sistem kelas.

Sedangkan menurut Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tiga menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan, dan Menteri Dalam Negeri), madrasah

44

Departemen Agama RI,Ensiklopedia Islam, Jilid 3, 2000, 105.

45

A.W. Munawwir,Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), 300.

46


(42)

31

adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping pelajaran umum.47 Zamakhsyari Dhofir dalam buku tradisi pesantren, mengatakan bahwa madrasah merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pengajaran pengetahuan umum disamping pengetahuan agama dan menerapkan sistem kelas yang bertingkat-tingkat serta muridnya mengetahui ketergantungan kepada ijazah-ijazah formal sebagai tanda keberhasilan pendidikanya.48

Di Indonesia, madrasah tetap dipakai dengan kata aslinya “madrasah”,

kendatipun pengertiannya tidak lagi persis dengan apa yang dipahami pada masa klasik yaitu lembaga pendidikan tinggi, karena bergeser menjadi lembaga pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Pergeseran makna dari lembaga pendidikan tinggi menjadi lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah itu tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga di Timur Tengah.49 Bosworth dan kawan-kawan menjelaskan:

The Madrasa is the product of three steges in the development of the college in Islam. The mosque or masjid, partuculary in ist designation as the non congregational mosque, was the first stage, and it fuctional in this as an instructional centre. The second stage was the masdjid-khan complex, in which the khan or hostelly served as a lodging for out-of-town student. The third stage was the madrasa proper, in which the fuctions of

47

A. Timur Jaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Dan Pengembangan Perguruan Agama

(Jakarta: Dermaga, 1982), 23.

48

Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES Cet. VI, 1988), 38-39.

49

Penjelasan mengenai ini lihat misalnya Ali Muhammad Syalabi, T<a<>rikh al-Ta<<<<'lim f<i<> al-Mamla>kah al-'A>rabiyyah al-Su'>udiyyah, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1987); Stanford J. Shaw,History of the Ottoman Empire and Modern Turkey (Cambridge: Cambridge University Press, 1977); dan BadriYatim, Sejarah SosialKeagamaan Tanah Suci:Hijaz (Mekah dan Madinah), 1800-1925(Jakarta: Logos, 1999).


(43)

32

both masdjid and khan were combined in an institution based on a single

wakf deed.50

Dari kutipan tersebut tampak bahwa masjid merupakan tahapan pertama lembaga pendidikan islam. Ia tidak saja berfungsi sebagai pusat ibadah (dalam arti sempit) tetapi juga sebagai pusat pengajaran. Tahapan kedua adalah masjid-khan, dimana merupakan asrama yang berfungsi sebagai pondokan bagi peserta didik yang berasal dari luar kota. Dan madrasah sebagaimana telah disebut merupakan tahapan ketiga yang memadukan fungsi masjid dan khan dalam satu lembaga pendidikan.

Sungguhpun secara teknis yakni dalam proses belajar- mengajarnya secara formal, Ma drasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia Madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat dimana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).

Dalam prakteknya memang ada Madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada Madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut Madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa kata "Madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan

50

Abd. Halim Soebahar, Pendidikan Islam dan Trend Masa Depan Pemetaan Wacana dan Reorientasi(Jember: Pena Salsabila, 2009), 236.


(44)

33

masyarakat lebih memahami "Madrasah" sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau "tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan".

Madrasah Diniyah dilihat dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata Madrasah dan al-Din. Kata Madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa yang berarti belajar. Jadi Madrasah mempunyai makna arti belajar, sedangkan al-Din dimaknai dengan makna keagamaan. Dari dua stuktur kata yang dijadikan satu tersebut, Madrasah Diniyah berarti tempat belajar masalah keagamaan, dalam hal ini agama islam.51

Erat kaitanya dengan penggunaan istilah “Madrasah” yang menunjuk pada

lembaga pendidikan dalam perkembangannya istilah Madrasah juga

mempunyai beberapa pengertian diantaranya: aliran, mazhab, kelompok atau golongan filosof, dan ahli pikir atau penyelidik tertentu pada metode dan pemikiran yang sama. Munculnya pengertian ini seiring dengan perkembangan Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang di antaranya menjadi lembaga yang menganut dan mengembangkan pandangan atau aliran dan mazdhab pemikiran (school of thought) tertentu.

Pandangan-pandangan atau aliran-aliran itu sendiri timbul sebagai akibat perkembangan ajaran agama Islam dan ilmu pengetahuan ke berbagai bidang yang saling mengambil pengaruh di kalangan umat Islam, sehingga mereka dan berusaha untuk mengembangkan aliran atau mazhabnya masing- masing,

51

Amin Headri, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), 14.


(45)

34

khususnya pada periode Islam klasik. Maka, terbentuklah Madrasah-Madrasah dalam pengertian kelompok pemikiran, mazhab, atau aliran tersebut. Itulah sebabnya mengapa sebagian besar Madrasah yang didirikan pada masa klasik itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab yang terkenal, misalnya Madrasah Safi'iyah, Hanafiyah, Malikiyah dan Hambaliyah. Hal ini juga

berlaku bagi Madrasah-Madrasah di Indonesia, yang kebanyakan

menggunakan nama orang yang mendirikannya atau lembaga yang

mendirikannya.52

Sebutan Madrasah Diniyah yang terkenal saat ini adalah evolusi dari sistem belajar yang dilaksanakan pesantren salafiyah. Karena memang pada awal penyelenggaraanya berjalan secara tradisional yang proses belajar-mengajarnya menggunakan metodehalaqah.53

Halaqah seperti halnya para pelajar atau thu>labah (tunggal:tha>lib), yang

diterjemahkan sebagai para pencari ilmu, berusaha mendapatkan undangan (kesempatan) untuk belajar dengan seorang guru senior, yang apabila dia tidak suka dengan si-pelajar itu dapat dengan sesuka hati mengabaikanya. Pelajar-pelajar yang lebih tua, lebih dewasa dan berbakat, mengambil posisi semakin dekat dengan guru dan menerima perhatiannya yang lebih besar dalam forum diskusi dan pertemuan pribadi.54

52

Haidar Putra Daulay,Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 33.

53

Choirul Fuad Yusuf,Inovasi Pendidikan Agama Dan Keagamaan(Jakarta: Departemen Agama RI, 2005), 276.

54

Charles Michael Staton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam (Jakarta: Logos Publishing House, 1994), 156-157.


(46)

35

Madrasah Diniyah merupakan salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus-menerus memberikan pendidikan agama islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal. Sehubungan dengan

perkembangan Madrasah Diniyah yang sedemikian itu, maka untuk

memudahkan pembinaan dan bimbingan Departemen Agama menetapkan beberapa peraturan tentang jenis-jenis Madrasah Diniyah diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI nomor 13 tahun 1964 yang antara lain dijelaskan:

a. Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan

pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuan agama islam kepada pelajar bersama-sama sedikitnya berjumlah 10 orang atau lebih, diantara anak-anak yang berusia 7 tahun sampai dengan 18 tahun.

b. Pendidikan dan pengajaran (pada Madrasah Diniyah) selain bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama disekolah-sekolah umum.

c. Madrasah Diniya ada 3 tingkatan yakni: 1). Diniyah awaliyah; 2). Diniyah wustho; dan 3). Diniyah ulya.55

1) Madrasah Diniyah awaliyah adalah Madrasah Diniyah tingkat permulaan dengan masa belajar 4 tahun dari kelas II sampai kelas IV dengan jam

55

Pedoman penyelenggaraan Dan Pembinaan Madrasah Diniyah, Pedoman Penulisan Laporan Penelitian (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), 7.


(47)

36

belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.56Tujuan institusional umum Madrasah Diniyah awaliyah ialah agar para murid:

a) Memiliki sikap sebagai seorang muslim dan berakhlak mulia b) Memiliki sikap sebagai warga negara Indonesia yang baik

c) Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani

d) Memiliki pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah, dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya.

2) Madrasah Diniyah wustho adalah Madrasah Diniyah tingkat pertama dengan masa belajar 2 tahun dari kelas I sampai dengan kelas II dengan jam belajar 18 jam pelajaran dalam seminggu. Tujuan institusional Madrasah Diniyah wustho ialah agar para murid:

a) Memiliki sikap sebagai seorang muslim dan berakhlak mulia b) Memiliki sikap sebagai warga negara Indonesia yang baik

c) Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani

d) Memiliki pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah, dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya

e) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam masyarakat, berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

56


(48)

37

3) Madrasah Diniyah ulya adalah Madrasah Diniyah tingkat atas dengan masa belajar 2 tahun terdiri dari kelas I sampai dengan kelas II dengan jam belajar 18 jam pelajaran dalam seminggu. Tujuan institusional Madrasah Diniyah ulya ialah agar para murid:

a) Memiliki sikap sebagai seorang muslim dan berakhlak mulia b) Memiliki sikap sebagai warga negara Indonesia yang baik

c) Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani

d) Memiliki pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah, dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya

e) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam masyarakat, berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.57

Pada hakikatnya tujuan didirikannya pendidikan Madrasah Diniyah adalah untuk memberikan pendidikan ilmu-ilmu agama yang cukup kepada para santri. Eksistensi Madrasah Diniyah semakin dibutuhkan tatkala jebolan pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal (sistem kurikulum nasional). Dengan kenyataan itu, maka keberadaan Madrasah Diniyah sangat penting.58

57

Ibid.,238.

58

Amin Haedari, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren Dan Madrasah Diniyah (Jakarta: Diva Pustaka,2006), 91


(49)

38

Visi pendidikan Madrasah Diniyah adalah terwujudnya pendidikan keagaman yang berkualitas, berdaya saing dan kuat kedudukanya dalam sistem pendidikan nasional sehingga mampu menjadi pusat unggulan pendidikan agama islam dan pengembangan masyarakat dalam rangka pembentukan watak dan kepribadian santri sebagai muslim yang taat dan warga negara yang bertanggung jawab.

Misi merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pilar menejemen agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. dengan adanya misi diharapkan seluruh komponen organisasi mampu memahami peran dan program, sasaran serta hasil yang akan diperoleh dimasa mendatang. Dengan misi diharapkan pula bahwa pelaksanaan program dapat dilaksanakan secara terarah, cepat, dan tepat.

Oleh karena itu misi pendidikan Madrasah Diniyah adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui pengembangan sistem pembelajaran serta peningkatan sumberdaya pendidikan.59dan mengoptimalkan dukungan dan partisipasi masyarakat dan penyelenggaraan pendidikan keagamaan.60

Dengan diberlakukanya Undang-Undang nomor 20 tahun tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, maka untuk mengatur lembaga pendidikan yang beragam di Indonesia dikeluarkan pula peraturan pemerintah yaitu hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui proses penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh

59

Pedoman penyelenggaraan Dan Pembinaan Madrasah Diniyah, Pedoman Penulisan Laporan Penelitian (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), 41.

60


(50)

39

pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Kurikulum Madrasah Diniyah telah mengalami beberapa kali perubahan. Hal ini bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat dan tujuan pembangunan nasional, pada tahun 1983 telah disusun kurikulum Madrasah Diniyah sesuai keputusan Menteri Agama nomor 3 tahun 1983 yang membagi Madrasah Diniyah menjadi 3 tingkatan, yaitu: Diniyah awaliyah, Diniyah wustho, Diniyah ulya.

Pada tahun 1991 kurikulum Madrasah Diniyah dikembangkan menjadi 3 tipe yaitu:

a. Tipe A berfungsi membantu dan menyempurnakan pencapaian tema sentral pendidikan agama pada sekolah umum terutama dalam hal praktek dan latihan ibadah serta membaca al-qur’an.

b. Tipe B berfungsi meningkatkan pengetahuan agama islam sehingga setara dengan madrasah. Madrasah ini lebih berorientasi pada kurikulum madrasah

ibtida’iyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah aliyah.

c. Tipe C berfungsi untuk pendalaman agama dengan sistem pondok pesantren.61

2. Kedudukan Madrasah Diniyah

a. Kondisi Madrasah tinjauan sejarah dan perkembanganya

Madrasah telah muncul sebagai lembaga Pendidikan di dunia sejak

61

Pedoman penyelenggaraan Dan Pembinaan Madrasah Diniyah, Pedoman Penulisan Laporan Penelitian (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), 11.


(51)

40

abad kesebalas masehi dan telah tumbuh berkembang pada masa kejayaan pendidikan Islam. Di antaranya yang terkenal adalah Madrasah yang dibangun oleh perdana menteri Nizham Al- Mulk, yang populer dengan nama Madrasah Nizhamiyah. Pendirian Madrasah ini telah memperkaya khazanah lembaga pendidikan di lingkungan masyarakat Islam, karena pada masa sebelumnya masyarakat Islam hanya mengenal pendidikan tradisional yang diselenggarakan di masjid-masjid,62 pada saat itu Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam aliran atau madzab dan pemikirannya.

Pembidangan ilmu pengetahuan tersebut, bukan hanya meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-qur’an dan Hadis, tetapi juga

bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan ilmu kemasyarakatan. Lahirnya Madrasah di dunia Islam pada dasarnya merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan zawiyah-zawiyah

dalam rangka menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat.63

Pada abad pertengahan, Madrasah di pandang sebagai lembaga pendidikan Islam perexellence, menjadi trend hampir di semua wilayah kekuasaan Islam. Tentu saja, sejalan dengan perkembangan masa yang terus membawakan perubahan-perubahan eksistensi Madrasah di dunia

62

Haidar Putra Dauly, Pendidikkan Islam Dalam System Pendidikan Nasional Di Indonesia

(Jakarta; Pranada Media, 2004), 11.

63

Hasbullah,Sejarah Pendidikkan Islam Lintas Sejarah Perubahan Dan Perkembangan(Jakarta: LKiS, 2004), 161-162.


(52)

41

Islam tidak lepas dari penyesuaian-penyesuaian dari yang semula bersifat eksklusif menjadi lembaga pendidikan yang lebih terbuka, baik dari sudut lembaga, metodologi maupun kurikulm dan pengelolaannya.64 Di Timur tengah Istitusi, Madrasah berkembang untuk menyelenggarakan pendidikan keislaman tinggkat lanjut (advance) yaitu melayani mereka yang masih haus ilmu sesudah sekian lama menimbanya dengan belajar di masjid-masjid atau Darul Al- Kuttab. Dengan demikian perkembangan Madrasah sepenuhnya merupakan perkembangan lanjut dan alamiyah dari dinamika internal yang tumbuh dari dalam masyarakat itu sendiri.

Kesadaran Masyarakat Islam akan pentingnya Pendidikan Agama telah membawa kepada arah pembaharuan dalam Pendidikan. Salah satu Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia di tandai dengan lahirnya beberapa Madrasah Diniyah, seperti Madrasah Diniyah (Diniyah School) yang didirikan oleh Zainuddin Labai al Yunusi tahun 1915,65dan Madrasah Diniyah putri yang didirikan oleh Rangkayo Rahmah El-yusuniah tahun 1923.66 Dalam sejarah, Keberadaaan Madrasah diniyah di awali lahirnya Madrasah Awaliyah telah hadir pada masa Penjajahan Jepang dengan pengembangan secara luas. Majelis tinggi Islam menjadi penggagas sekaligus penggerak utama berdirinya Madrasah-Madrasah Awaliyah yang diperuntukkan bagi anak-anak berusia minimal 7 tahun. Program Madrasah

64

Maksum,Madrasah, Sejarah Dan Perkembangannya(Yogyakarta; Logos Wacana Ilmu, 2003), 79.

65

Haidar Putra Daulay,Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 33.

66


(53)

42

Awaliyah ini lebih ditekankan pada pembinaan keagamaan yang

diselenggarakan sore hari.67

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Inonesia telah muncul dan berkembang seiring dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Madrasah tersebut telah mengalami perkembangan jenjang dari jenisnya. Seirama dengan perkembangan bangsa Indonesia sejak masa kesultanan, masa penjajahan dan masa kemerdekaan. Perkembangan tersebut telah mengubah pendidikan dari bentuk tradisional menjadi lembaga pendidikan formal dengan landasan pendidikan nasional seperti Madrasah yang saat ini kita kenal bersama,68Madrasah adalah merupakan fenomena modern yang muncul pada awal abad ke-20 dengan sebutan mengaca kepada lembaga pendidikan yang memberikan pelajaran agama islam tingkat rendah, dasar, dan menengah. Perkembangan merupakan reaksi terhadap faktor-faktor yang berkembang dari luar lembaga pendidikan yang secara tradisional sudah ada, terutama munculnya pendidikan modern barat. Dengan kata lain perkembangan Madrasah adalah hasil tarik menarik antara pesantren sebagai lembaga pendidikan asli yang sudah ada dengan pendidikan modern.69

Madrasah merupakan lebih lanjut dari pesantren suatu lembaga pendidikan keagamaan yang konon bentuknya sudah dikenal penduduk

67

Ibid.,119.

68

Akmal Hawi,Otonomi Pendidikan Dan Eksistensi Madrasah, Jurnal Madrasah Dan Pendidikan Agama Islam Quantum No.1(Sulsel: MDC, 2006), 111.

69

Abdurrahman Shaleh, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa (Jakarta: Grafindo Persada, 2004), 12.


(54)

43

nusantara sejak zaman hindu budha, di masa lalu pesantren hanya mengajarkan pengetahuan agama. Dengan perkembangan yan sangat pesat, dalam hal ini pendidikan di Madrasah sudah seharusnya menjadi prioritas

dalam mencerdaskan pengembangan pengetahuan, dan mampu

menghadapi tantangan zaman dan bangsa.70 Madrasah merupakan hasil perkembangan modern dari pendidikan pesantren, menurut sejarah bahwa sebelum belanda menjajah Indonesia, lembaga pendidikan Islam yang ada adalah pesantren yang memusatkan kegiatannya untuk mendidik siswanya untuk mendalami ilmu agama.

Ketika belanda membutuhkan tenaga terampil untuk membantu administrasi pemerintah jajahannya di Indonesia, maka di perkenalkannya jenis-jenis pendidikan yang berorentasi pada pekerjaan. Proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, ternyata melahirkan kebutuhan banyak tenaga pendidik yang terampil untuk menangani administrasi pemerintah dan juga untuk membangun negara dan bangsa, untuk mengimbangi kemajuan zaman di kalangan umat Islam, timbul keinginan untuk memodernkan lembaga pendidikan mereka dengan pendidikan Madrasah.

Dilihat dari perbedaan Madrasah dengan pesantren yaitu terletak pada sistem pendidikannya, Madrasah menganut sistem pendidikan formal dengan pemberian ujian yang terjadwal dan segala proses KBM sama halnya dengan sekolah, sedangkan pesantren non formal dengan

70


(55)

44

kurikulum yang sangat bersifat lokal, pemberian pembelajaran tidak seragam sering tidak dilakukan ujian untuk mengetahui keberhasilan siswa.71Dengan demikian kehadiran Madrasah dari berbagai historis dalam perkembangannya yang penuh dinamika yang sangat komplek, Pendidikan Islam setidaknya mempunyai latar belakang:

1) Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam

2) Usaha penyempurnaan terhadap sistem pendidikan pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan dalam mempunyai kesempatan pada jenjang yang lebih tinggi

3) Sebagai upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan pesantren dengan sistem pendidikan modern.

Menulusuri sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, Madrasah ternyata tidak dapat dipisahkan dari perkembagan masyarakat atau tegasnya seluruh kehidupan masyarakat. Diantara aspek yang menonjol dalam mempengharuhi perkembangan Madrasah itu sejak klasik ialah aspek politik dan pemikiran agamawan. Hanon mengatakan bahwa

Madrasah pada permulaan perkembangannya merupakan lembanga

pendidikan yang mandiri (swadana dan swakelola), tanpa bimbingan dan bantuan materil dari pemerintah. Sebagaimana di atas bahwa Madrasah di Indonesia sudah mendapatkan pehatian pemerintah dan di tetapkan

71


(56)

45

sebagai model sumber pendidikan nasional yang berdasarkan UUD 1945. Selanjutnya seiring dengan perkembangan zaman dan peta politik bangsa, Madrasah dengan berbagai kebijakan pemerintah semakin mendapat pengakuan dan menempati posisi yang strategis karena peranannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa (cerdas intelektual cerdas emosional dan cedas spiritual) terasa semakin di butuhkan.72

Kemudian dalam perkembangannya telah tumbuh dinamis,

perkembangan yang mengarah kepada perubahan yang prinsipil. Sejak

Indonesia merdeka telah terjadi tiga fase yang membawa pada

perkembangan Madrasah kepada perubahan orientasi. Perubahan yang juga sangat bermakna ke depan diterapkannya sistem otonomi daerah yang juga membawa dampak terhadap diberlakukannya otonomi pendidikan di tengah-tengah arus perubahan, Madrasah sebagai lembaga pendidikan juga terlibat langsung didalamnya.

b. Perkembangan Madrasah ditinjau dari sejarah

Adapun tiga fase dalam perkembangan madrasah diatas adalah sebagai berikut:

1) Fase Pertama: 1945-1974 Madrasah lebih berkonsentrasi pada

Pendidikan ilmu ilmu agama, dan diajarkan pengetahuan umum sebagai pendamping dan untuk memperluas cakrawala berfikir para pelajar. Civil effect untuk melanjutkan studi bagi lulusan Madrasah

72

Akmal Hawi,Otonomi Pendidikan Dan Eksistensi Madrasah, Jurnal Madrasah Dan Pendidikan Agama Islam Quantum No.1(Sulsel: MDC, 2006), 112.


(57)

46

terbatas kepada perguruan tinggi agama, hal ini sesuai dengan pengertian yang tertulis pada peraturan menteri agama Nomor 1 tahun 1946 dan Nomor 7 tahun 1950, yaitu Madrasah mengandung makna:

a) Tempat atau pendidikan di Madrasah diatur sebagai sekolah yang membina pendidikan dan ilmu pengetahuan agama yang menjadi pokok pengajarannya

b) Pondok pesantren dalam memberikan pendidikan setinkat dengan Madrasah, pada fase ini pendidikan Madrasah masih harus berkonsentrasi pada pendidikan agama, sehingga upaya pemarataan pendidikan masih terjadi dikotomi.73

2) Fase Kedua: 1975-1989 Madrasah sudah diberlakukannya surat

keputusan bersama (SKB) tiga menteri yang intinya diakuinya kesetaraan antara Madrasah dengan sekolah sekolah umum. Akan tetapi Madrasah dalam melaksanakan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar diberikan sekurang kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum. Dengan SKB pada fase ini dilihat dari isu sentralnya. Mukti Ali berkeinginan mendobrak pemahaman masyarakat yang bernada sumbang terhadap eksistensi Madrasah, di mana ia selalu didudukan dalam posisi marjinal, karena hanya berkutit pada kajian keagamaan, Islam dan miskin pengetahuan umum, sehingga out put

73

Abudin Nata,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 109.


(1)

152

Dhofir, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES Cet. VI, 1988

Direktorat Pendidikan Keagamaan Dan Pondok Pesantren, Pedoman

Penyelenggaraan Dari Pembinaan Madrasah Diniyah, Jakarta: Diva Pustaka, 2003

Djamarah, Syaiful bahri,Prestasi Belajar dan kompetensi Guru,Surabaya: Usaha Nasional, 1994.

Djamaroh, Syaiful Bahri, “Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif”, Jakarta: Rieneka Cipta, 2000

Drajat, Zakiyah,Kepribadian Guru,Jakarta: Bulan Bintang, 1982

Fadjar, H.A.Malik,Visi Pembaharuan Pendidikan Islam,Jakarta: LP3NI, 1998 Furchan, Ari, Tranformasi Pendidikan Islam Indonesia, Bandung: CV. Bumi

Aksara, 2005

Ghazali (Al), Imam,“Ihya Ulumuddin”, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah

Ghozali (Al), Imam Abu Hamid, “Ihya’ ‘ulumuddin”, Terjemahan Hasil Yakub, Semarang: Faizan, 1998

Haedari, Amin,Bina Pesantren, Jakarta: CV Harisma Jaya Mandiri, 2006

Haedari, Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren Dan Madrasah Diniyah, Jakarta: Diva Pustaka, 2006

Hamalik, Oemar, “Pendidikan Guru: Berdasarkan Pendekatan Kompetensi,”

Jakarta: Bumi Aksara, 2009

Hasbullah, Sejarah Pendidikkan Islam Lintas Sejarah Perubahan Dan

Perkembangan, Jakarta: LKiS, 2004

Hawi, Akmal, “Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam,” Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013

Hawi, Akmal, Otonomi Pendidikan Dan Eksistensi Madrasah, Jurnal Madrasah

Dan Pendidikan Agama Islam Quantum No.1,Sulsel: MDC, 2006 Headri, Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah,

Jakarta: Diva Pustaka, 2004

Himpunan Perundang-Undangan, Standar Nasional Pendidikan, Bandung: Fokus Media, 2008


(2)

153

Ibn Ismail Ibn Ibrahim, Muhammad, Shahih Bukhori, Tahqiq Mustafa Dib Al-Bagha,Bairut: Dar Ibn Kasir, Juz I, Cet III, 1987.

J. Drost, On Going Formation Bagi Seorang Guru,Kompas14 Februari 2002 Jaelani, A. Timur Jaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Dan Pengembangan

Perguruan Agama,Jakarta: Dermaga, 1982

Komariah, Aan, “Seminar Dan Lokakarya Tentang Kualifikasi, Kompetensi Dan Sertifikasi Menuju Good Governence Pendidikan Di Pondok Pesantren Suryalaya Kec. Pager Ageung Kab. Tasikmalaya Jawa Barat”, Dalam

(http://lppm.upi.edu. 13/03/2017

Kusnandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Kusrini, Siti, Sutiah, Dan Marrno, “Keterampilan Dasar Mengajar (PPL I)

Berorientasi Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi, Fak. Tarbiyah UIN Malang, 2004

Lefrancois, Guy R., Psyclogy For Teaching, 7 ed. Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1991.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4310, Undang-Undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara RI, 2003

Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: PT Rosdakarya, 2005

Maksum,Madrasah, Sejarah Dan Perkembangannya, Yogyakarta; Logos Wacana

Ilmu, 2003

Manser, Martin, Oxford Learner’s Pocket Dictionary, Oxford University Press, 1995

Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-maarif, 1989

Masruroh, Ninik & Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azzumyardi Azra, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011

Miarso, Yusuf Hadi, “Peningkatan Kualifikasi Guru Dalam Pesrpektif Teknologi


(3)

154

Mirabile, Richard J., Everything Yau Wanted To Know About Competency Modelling, http:www.umich.edu.1997

Moleong, L. J ,Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja: Rosdyakarya Bandung, 2006

Muhadjir, Noeng, Ilmu Pendidikan Dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Rake Sarakin, 2000

Muhaimin dan Abdul Ghofir, Pengenalan Kurikulum Madrasah, Solo:

Ramadhani, 1993

Muhaimin, “Pemikiran Dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam,”

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011

Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim, “Shahih Bukhori, Tahqiq Mustafa Dib A> l-Ba>gha>”,Bairut: Dar Ibn Kasir, Juz I, Cet III, 1987

Mulyasa, “Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008

Munawwir, A.W.,Kamus Arab-Indoneia, Surabaya: Pustaka Progresif, 2002 Muslich, Masnur, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik, Jakarta: PT.

Bumi Aksara, 2007

Nakosten, Mehdi, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat:Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Edisi Indonesia, Surabaya: Risalah Gusti, 1996

Nasution,S.,Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 2003 Nata, Abuddin, Manjemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam

Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2003

Nata, Abudin, M.A. , Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004

Ningrum, Epon, “Pemetaan Kualifikasi Dan Kompetensi Guru”, Dalam http://file.upi.edu. 13/03/2017

Nurqaseh, Budaya Sekolah: Pengenalan, http://budaya-sekolah.blogspot.com, 2011.


(4)

155

Pedoman penyelenggaraan Dan Pembinaan Madrasah Diniyah, Pedoman Penulisan Laporan Penelitian, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003

Pendidikan Dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 pasal 3, Pasal 22 ayat 3

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2008, Pasal 3.

PP No. 55 Tahun 2007

Purwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1982

Rofiq, Nafiur, “Eksistensi Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Terhadap

Peningkatan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Diniyah Di Jawa

Timur”, Vol.2 No.1 Maret 2011.

Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru,

Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Sagala, Syaiful, “Kemampuan Profesional Guru Dan Tenaga Kependidikan”,

Bandung: Alfabeta, 2009

Sardiman, AM. “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004

Shaleh, Abdurrahman, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta:

Grafindo Persada, 2004

Shaw, Stanford J.,History of the Ottoman Empire and Modern Turkey, Cambridge: Cambridge University Press, 1977

Soebahar, Abd. Halim, Pendidikan Islam Dan Trend Masa Depan Pemetaan Wacana Dan Reorientasi, Jember: Pena Salsabila, 2009

Staton, Charles Michael, Pendidikan Tinggi Dalam Islam, Jakarta: Logos Publishing House, 1994

Steenbrink, Karel. A., Madrasah Dan Sekolah;Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern,Jakarta: LP3ES, 1986

Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995.


(5)

156

Sudrajad, Akhmad, Kompetensi Guru Dan Peran Kepala Sekolah, Jurnal

Pendidikan, (21 April 2007) IKIP Bandung

Sukmadinata, Nana Syaudih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005

Sulistyorin, Manajemen Pendidikan Islam Konses, Strategi Dan Aplikasi, Yogyakarta:Teras, 2009.

Supriyadi, Dedi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Yogyakarta: Adicitra Karya Nusa, 1999.

Sutari, dkk, Dasar-Dasar Kemampuan Menulis, Bandung: FPBS IKIP Bandung, 1997.

Syah, Muhibbin,Psikologi Pendidikan,Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004

Syalabi, Ali Muhammad, Tarik>h A >l-Ta>’lim Fi A>l-Mamlakah A >l-‘A ra>biyyah A l-Su>udiyah,Kuwait: Dar Al-Qalam, 1987

T. Caplow & R. McGee, The Academic Marketplace, Garden City, NY: Anchor Books, 1965

Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996

Toharuddin, Uus, “Kompetensi Guru Dalam Strategi Ajar”, Dalam

www.pikiranrakyat.com5 mei 2007

Uhbiyati, Nur,Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2005

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen

Uzer Usman, Moh., Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.

Wijaya, Cece Dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Y asu>I (A l), A bu Luwia, A <l-Munjid Fi A l-Lugh>ah W a A l-Munjid Fi A > l-A ’la<m,Cet. 23,Dar A l-Masyriq,Beirut, Tt, H. 221


(6)

157

Yatim, Badri, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci:Hijaz (Mekah dan Madinah), 1800-1925,Jakarta: Logos, 1999

yusuf hadi, Miarso, Peningkatan Kualifikasi guru dalam perspektif teknologi pendidikan, Makalah Disampaikan Dalam Semiloka Di UNNES, 8 Mei 2008

Yusuf, Choirul Fuad, Inovasi Pendidikan Agama Dan Keagamaan, Jakarta: Departemen Agama RI, 2005

Zaini, Muhammad, Pengembangan Kurikulum, Surabaya: eLKAF, 2006 Zuhairini, dkk,Metodik Pendidikan Agama, Bandung: Rosda Karya, 1995


Dokumen yang terkait

Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Di Kabupaten Bogor

10 108 182

Pengaruh Pendidikan dan Latihan, Karakteristik Individu dan Insentif terhadap Kinerja Guru di Madrasah Aliyah Unggulan Amanatul Ummah Surabaya

0 5 129

Manajemen madrasah unggul "studi kasus program unggulan akselerasi di MTs Amanatul Ummah Surabaya".

0 2 74

Integrasi sekolah dan madrasah ke dalam institusi pesantren untuk pengembangan pendidikan Islam: studi multi kasus di SMA Ar-Risalah Kediri dan MA Unggulan Amanatul Ummah Surabaya.

10 79 280

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 7

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 32

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 23

Pengaruh Pendidikan Madrasah Diniyah Dan

0 0 119