Kepemimpinan dakwah: studi atas pendekar Mas Mochamad Amien di perguruan silat Chakra V Sukodono Surabaya.

(1)

1

KEPEMIMPINAN DAKWAH

(Studi atas Pendekar Mas Mochamad Amien di Perguruan Silat Chakra V Sukodono Surabaya)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh:

Ahmad Rido’i F120915280

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vii

ABSTRAK

Silat memiliki falsafah yang tidak bisa dilepaskan dengan ruh agama dan dakwah. Sebagai perguruan silat, perguruan Chakra V yang didirikan oleh Mas Mochamad Amien, juga menghidupkan dakwah dan nilai-nilai kebaikan menurut Islam, disamping kekuatan jurus dan kekuatan fisik. Kepemimpinan dakwah disetiap lembaga dakwah sangat vital, lebih-lebih lembaga yang backgroundnya seni dn budaya. Mas Mochammad Amien bisa menunjukkan kepemimpinn dakwahnya, dengan telah mengantarkan murid-muridnya merasakan nilai dan akhlak Islam, bahkan sebagian dari mereka menjadi muallaf karenanya. Penelitian ini berusaha menggali pola kepemimpinan dakwah Mas Mochammad Amien dengan pola keteladanan yang diterapkan diperguruan Chakra V dilihat dari teorinya Kouzes dan Posner. Teori ini memiliki lima dimensi praktek kepemimpinan pola keteladanan, yakni mencontohkan cara (Model the Way), menginspirasikan visi bersama (Inspire a Shared Vision), menantang proses (Challenge the Process), memungkinkan orang lain bertindak (Enable Others to Act), dan menyemangati jiwa (Encourage the Heart). Metode dalam mengumpulkan data melewati observasi langsung, mewawancarai pendekar Mas Mochamad Amien serta dua muridnya yang telah merasakan nilai-nilai keislaman sehingga ia menjadi manusia yang bisa menata diri, dan yang kemudian memilih memeluk Islam. Rekam jejak komunikasi juga menjadi bahan analisis yang bisa mengungkap pola kepemimpinan sang pendekar. Kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien dengan pola keteladanan merupakan khas kepemimpinan dakwah ala perguruan Chakra V, mengandung dimensi spiritual dan mental yang berasal dari prinsip-prinsip leluhur, pengalaman panjang dan kebijaksanaan Mas Mochamad Amien. Pola kepemimpinan yang dipraktekkan merupakan usaha antitesa atas kondisi umat Islam sekarang khususnya dalam lingkungan perguruan pencak silat dalam menerapkan dakwah dan kepemimpinan dakwah.


(7)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Misi Dakwah bagi Kaum Muslimin

Manusia diciptakan dibumi bukan tanpa maksud, akan tetapi supaya manusia itu memimpin dan mengelola bumi dengan baik. Manusia tidak lain diciptakan oleh Allah supaya manusia itu beribadah kepada Allah, dengan memakmurkan bumi itu sendiri, membangun dan berguna bagi manusia yang lain.1 Jika manusia dalam prilaku hidupnya bertolak belakang dengan misi penciptaannya, maka manusia bisa melakukan perbuatan-perbuatan yang merusak ataupun merugikan baik kepada dirinya sendiri, orang lain dan masyarakat luas.

Disinilah nilai penting dakwah dan keharusan berdakwah bagi orang-orang yang beriman. Dakwah menjadi kewajiban setiap muslim.2 Tanpa adanya manusia yang bergerak untuk melakukan kegiatan dakwah, maka gerak dan dinamika masyarakat tidak ada yang menyeimbangkan agar supaya kehidupan

1

Lihat QS. Al Baqarah: 30: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Dan dalam QS. Adz Dzariyat: 56: “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”

2Abu Zahrah, “Dakwah Islamiyah”, Alih Bahasa: Drs. H. Ahmad Subandi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 1994), 9.


(8)

2

umat manusia tetap pada arah kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 104:

 



























“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali Imran: 104)

Itulah mengapa dalam setiap lini kehidupan umat muslim, tidak lepas dan sepi dari yang namanya dakwah. Di masjid, di kampung-kampung (ibu-ibu dan bapak-bapak pengajian), di perusahaan-perusahaan, di sekolah, di komunitas-komunitas profesi misalnya ikatan dokter, ikatan sarjana teknik, komunitas-komunitas migran, misalnya persatuan pelajar Islam Australia, bahkan seperti kelompok hobi misalnya pencinta mobil tertentu, pencinta alam dan sebagainya masih menyisihkan waktu dan kesempatan untuk kegiatan keagamaan misalnya pengajian rutin, acara Peringatan Hari Besar Islam, maupun kegiatan-kegiatan bakti sosial yang dimaksudkan sebagai metode dan sarana dakwah.

Misi dakwah adalah bagaimana bisa menghadirkan Islam ketengah-tengah lingkungannya sebagai rahmatallilalamin. Secara sosiologis tujuan dakwah tidak lain adalah membawa masyarakat pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Hal ini menyangkut dua lokus perkembangan. Pertama, perkembangan dalam struktur atas atau kesadaran manusia tentang diri sendiri dan alam sekelilingnya. Kedua,


(9)

3

perkembangan struktur bawah atau kondisi sosial/material dalam kehidupan manusia.3

Menurut Hisham Ath-Thalib, seorang muslim bukanlah orang yang bertempur melawan setan lewat pedang, lalu masuk surga. Dia harus berinteraksi dengan lingkungannya dan melakukan perubahan demi perubahan.4 Sehingga dapat dipahami bahwa dengan menyadari diri bagaimana posisinya dalam kehidupan sekitarnya, manusia bisa memberikan peran positif bagi tatanan hidup yang lebih baik. Jika ia seorang dokter, bagaimana ia memiliki peran dalam kemajuan umat, dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Jika ia seorang pejabat, bagaimana ia memimpin dan memberikan kerja pelayanan terbaik bagi masyarakat, mengarahkan masyarakatnya pada kemajuan dan rahmat Tuhan. Sejalan dengan Prof. H.M. Arifin menjelaskan tujuan dakwah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang disampaikan oleh pelaksana dakwah atau penerang agama.

Menurut Tarmizi Taher, titik tuju dakwah adalah memberi pengertian kepada umat Islam agar mengambil segala ajaran Allah SWT yang terkandung dalam kitab al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai pedoman jalan hidupnya.5

2. Ragam Media dan Lembaga Dakwah

Prakteknya dakwah dilaksanakan dengan berbagai media. Ada banyak bentuk media dakwah. Media adalah alat atau wahana yang digunakan untuk

3 Asep Muhyiddin dan Agus, “Metode Pengembangan Dakwah”,

(Bandung, Pustaka Media: 2002), 159.

4

Ibid, 162. 5

Nurul Badruttamam, “Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher”, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu: 2005), 98.


(10)

4

memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Media komunikasi dakwah banyak sekali jumlahnya mulai yang tradisional sampai yang modern (dilahirkan dari teknologi). Dulu ada kentongan, beduk, sekarang dengan pesatnya teknologi informasi dan internet kita familiar dengan dengan whatsup, instagram, facebook dan sebagainya (ranah media sosial). Pagelaran kesenian, surat kabar, papan pengumuman, majalah, film, radio dan televisi juga bisa jadi media dakwah. Pada umumnya dapat diklasifikasikan media

tulisan, visual, aural dan audiovisual. Hamzah Ya’qub membagi media dakwah

menjadi lima: Lisan, tulisan, gambar, audio visual dan juga akhlak.

Dari segi sifatnya pesan dakwah, media dakwah dapat dikelompokkan menjadi dua golongan. Pertama, media tradisional, yang kedua media modern. Media tradisional yaitu berbagai seni pertunjukan yang secara tradisional dipentaskan didepan umum (khalayak), terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat komunikatif, seperti ludruk, wayang, ketoprak, drama, lenong dan sebagainya. Banyak sekali media dakwah sebagai pertunjukan masyarakat yang memiliki sifat tradisonal di negara kita.6 Implikasinya, jika ada suatu perkumpulan ataupun lembaga masyarakat yang mengembangkan suatu budaya tertentu atau kegiatan yang berbasis tradisi tertentu dan menggunakan tradisi tersebut sebagai media dakwah secara mapan dan terpola, maka dapat kita pandang perkumpulan atau lembaga tersebut sebagai lembaga dakwah.


(11)

5

3. Silat dan Perguruan Silat sebagai Media dan Lembaga Dakwah a. Budaya dan Falsafah Silat Memiliki Misi Dakwah

Di Indonesia ada suatu budaya dan seni yang dinamakan pencak silat. Secara kamus, pencak silat berarti permainan (keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, menyerang dan membela diri, baik dengan atau tanpa senjata. Lebih khusus silat diartikan sebagai permainan yang didasari ketangkasan menyerang dan membela diri, baik dengan atau tanpa senjata, sedangkan bersilat bermakna bermain dengan ketangkasan menyerang dan mempertahankan diri.

Para guru dan pendekar di daerah-daerah, diantaranya menurut guru pencak silat Bawean Abdus Sjukur:7

Pencak adalah gerakan langkah keindahan dengan menghindar, yang disertakan gerakan berunsur komedi. Pencak dapat dipertontonkan sebagai sarana hiburan. Sedangkan, silat adalah unsur teknik bela diri menangkis, menyerang dan mengunci yang tidak dapat diperagakan didepan umum. Sejalan dengan guru besar Hasan Habudin, pendiri perguruan Pamur di Madura:

Pencak adalah seni bela diri yang diperagakan dengan diatur, padahal silat sebagai inti sari dari pencak tidak dapat diperagakan. Dikalangan suku

7

Pengertian-pengertian diatas diambil dari hasil wawacara O’ong Maryono dengan berbagai

pendekar di tanah air. O’ong Maryono sendiri adalah pendekar kenamaan Indonesia. Selama

rentang tahun 1979 sampai 1987 ia memenangkan kompetisi nasional dan internasional pencaksilat yang tak terkalahkan. Beliau juga penulis dunia silat. Hasil wawancara diatas, dikutip dari bukunya yang juga mendunia. Setelah melakukan penulisan intensif di berbagai perpustakaan

dan lapangan, pada tahun 1998 ia menerbitkan buku dengan judul “Pencak Silat Merentang

Waktu”. Buku ini menekankan aspek sosial, budaya, falsafah dan kesejarahan dari pencak silat .

Menurut Mas Mochamad Amien, pendekar perguruan Chakra V, silat keluarga Marsidi, buku tersebut layaknya kitab suci bagi dunia silat.


(12)

6

Madura pencak dianggap berakar dari bahasa Madura „apengkarepeng laju

aloncak‟, yaitu bergerak tanpa aturan sambil meloncat. Sedangkan silat berasal dari „se amaen alat mancelat”, yaitu sang pemain berloncat kian kemari seperti kilat.

Tetapi ada juga sebagian pendekar yang memakai kriteria lain untuk mengartikan pencak silat. Misalnya, Holidin, pendekar panglipur di ibu kota Jawa Barat, Bandung, lebih menitikberatkan cara pendidikan.

Menurutnya „pencak’ adalah akan pengetahuan, pengucap dan hak guna pakai, sedangkan „silat’ berarti silaturahmi. Jika dua arti ini disambungkan,

pencak silat dapat diartikan sebagai pendidikan cara silaturahmi agar menyebarluaskan seni budaya.8

Dalam falsafah pencak silat yang paling ditekankan adalah tujuan mencapai kebaikan sebagai landasan kejiwaan dari amalan budaya rumpun Melayu. Tradisi pencak silat sebagai pendidikan humaniora berlangsung sampai masa kini dan tetap menuntut seorang pesilat agar berperikemanusiaan, jujur, berbudi pekerti luhur, tidak takabur, dan peka terhadap penderitaan orang lain. Jika seluruh sifat ini dikuasai diamalkan dan dilaksanakan, baru insan pencak silat boleh disebut sebagai seorang

„pendekar’.9

Artinya disini penyandang status sebagai seorang pendekar silat didalamnya tidak semata terkandung aspek kemampuan skill bertarung dan bertahan dirinya saja, ataupun aspek jasmani semata. Akan tetapi didalamnya mensyaratkan aspek rohani atau budi pekerti yang baik.

8 Ibid.


(13)

7

Sehingga jenjang seseorang dalam menempuh jalan menjadi seorang pendekar adalah jalan merubah kemampuan (teknik) silat sekaligus merubah budi pekerti dan moralnya.

Falsafah silat diatas sejalan dengan misi dakwah yakni merubah moral. Sebagaimana pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadist riwayat HR. Ahmad dan Baihaqi:

امّنإ

قا ْخأا مراكم مّمتأ تْثعب

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”

Dalam riwayat HR Ahmad juga disebutkan “Akhlak Rasulullah Saw adalah Al Qur’an”. Sehingga pencak silat memiliki kedekatan khusus dengan Islam

dan dakwah. Karena kedekatan nilai itulah, seorang pendekar menjadi memiliki fungsi dan peran dakwah, ia sekaligus pemimpin, guru dan teladan

dalam mengarahkan, „me-manage’ aktivitas dakwah dalam lingkungan

perguruan silatnya.

Dalam sebuah acara bedah buku penulisan berjudul Keyakinan dan Kekuatan Seni Bela Diri Silat Banten karya Gabriel Facal10 di Auditorium Surosowan, Rumah Dunia, Ciloang, Kota Serang, Minggu (4/12/2016). Gabriel menyampaikan bahwa pencak silat bukan saja sebagai keahlian melindungi diri. Pencak silat juga mengajarkan nilai-nilai luhur untuk bertahan hidup. Hal tersebut menjadi ciri khas seni bela diri pencak silat yang berbeda dengan bela diri pada umumnya.

10

Gabriel Facal adalah seorang penulis antropologi sosial dari IRASIA (Institut Riset Asia) Marseilles dan CASE (Pusat Penulisan tentang Asia Tenggara) Paris.


(14)

8

Menurut hasil penulisan Gabriel pencak silat memiliki ciri khas yang berbeda dengan seni bela diri lain di dunia. “Ada perbedaan silat Banten dan silat di negera lain. Sebagai Antropolog saya melihat silat

memiliki beberapa dimensi seni,” kata Gabriel.

Ciri khas tersebut, menurut Gabriel, silat memiliki dimensi tArion (igelan/kembangan/ibingan), dimensi musik (kendang pencak), kreativitas dalam merespons ruang, gerakan teatrikal, dan digunakan dalam beberapa acara adat di tengah masyarakat.

Tokoh masyarakat Banten yang dikenal dengan dunia persilatan, Embay Mulya Syarief menceritakan bahwa pencak silat diajarkan setelah

mengaji. “Sebelum diajarkan jurus, kita juga diajarkan nilai. Beda silat dengan bela diri, kita dimatangkan prilaku tidak boleh sombong,” kata

Embay. Selama perjalanan dirinya belajar pencak silat Embay selalu menemukan sisi nilai dan kearifan dalam pencak silat. “Setelah prilaku kita dianggap baik baru diajari pencak silat. Jangan ngaku orang Banten kalau

tidak solat dan jago silat,” tuturnya.11

O’ong Maryono juga telah menyampaikan bahwa memang aspek silat meliputi aspek olah raga yang mengandalkan kekuatan, olah batin, olah napas, perasaan seni dan rasa kebersamaan yang tinggi. Dalam olah batin itulah, penghayatan akan nilai-nilai yang baik12 adalah proses mental yang

11

https://www.bantennews.co.id/silat-mengajarkan-nilai-dan-kekuatan/ (dibuka tanggal 17 Desember 2016)

12

Dalam konteks penulisan ini, tentunya nilai-nilai yang dimaksud tidak semata-mata adat dan budaya lokal, akan tetapi juga nilai-nilai yang bersumber dari ajaran Islam.


(15)

9

harus dijalankan dan diamalkan sesuai dengan tuntunan, etika dan adat istiadat yang dianut dalam silat tersebut.

b. Perguruan Silat sebagai Lembaga Dakwah

Hakekat lembaga dakwah sebenarnya sangat kental dan melekat pada suatu perguruan silat. Selama perguruan silat tersebut memegang filosofis, karakter silat dan nilai yang terkandung didalamnya, maka seseorang sulit melepaskan dakwah dalam kelembagaan tersebut, terlepas nilai-nilai dakwah Islam yang seperti apa yang diajarkan dalam perguruan tersebut. Ini juga bisa kita lihat dari visi kelembagaan dari perguruan silat Tapak Suci Mochamadiyah13 ataupun perguruan silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa. Pagar Nusa memiliki visi khas dakwah ala nahdliyin, yakni: menjadi wadah berhimpun dan beramal dari warga nahdliyyin yang memiliki bakat dan minat di bidang seni, olah raga dan bela diri pencak silat sehingga tercipta tatanan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani, peduli terhadap keamanan, keselamatan, ketertiban dan persatuan bangsa Indonesia berdasarkan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama‟ah ala NU.14

13

Perguruan silat Tapak Suci sendiri memiliki visi-misi sebagai berikut:

Visi : Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia yang Mampu Bersaing Dalam Dunia Kerja Secara Global. Misi : 1. Menciptakan suasana yang kondusif untuk mengembangkan potensi siswa melalui penekanan pada penguasaan kompetensi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta Bahasa Inggris. 2. Meningkatkan penguasaan Bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dan alat untuk mempelajari pengetahuan yang lebih luas. 3. Meningkatkan frekuensi dan kualitas kegiatan siswa yang lebih menekankan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keimanan dan ketakwaan yang menunjang proses belajar mengajar dan menumbuhkembangkan disiplin pribadi siswa. 4. Menumbuh kembangkan nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kehidupan yang bersifat universal dan mengintegrasikannya dalam kehidupan. 5. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah, Lembaga Swadaya Masyarakat, stake holders dan instansi serta institusi pendukung pendidikan lainnya.

Lihat: http://www.pimpinanpusattapaksuci.org (dilihat: 4 januari 2017) 14


(16)

10

c. Perguruan Silat Chakra V Surabaya dan Prilaku Dakwahnya

1) Daya Saing Perguruan Silat Chakra V

Salah satu perguruan silat di Jawa Timur, yang cukup terkenal adalah Perguruan Silat Chakra V. Walaupun kecil, tapi perguruan ini sudah mendunia. Jenis pencak silatnya adalah pencak silat tradisional. Banyak para ahli beladiri ataupun para murid baik di nusantara ataupun mancanegara berusaha menimba ilmu atau bahkan hanya sekedar ingin adu tanding dengan guru Chakra V. Daya saing perguruan ini terlihat juga dari sistim pembayaran CV menggunakan sistim pembayaran dengan nilai gram emas yang telah di krus kan ke mata uang rupiah. Misalnya registrasi untuk kelas privat adalah 1 gram emas. Harga emas sekarang kisaran Rp 500.000,- jadi tinggal mengalikan saja. Ini menunjukkan gengsi dan daya saing perguruan, mengingat banyak juga yang berguru di perguruan ini, baik kaum pribumi maupun dari manca negara, baik dari timur seperti Cina, maupun Barat seperti Amerika, Kanada bahkan dari Timur Tengah.

2) Lambang dan Motto Perguruan

Lambang perguruan Chakra V ada dua model, yang pertama mencerminkan kekuatan jurus pencak silat dan kekuatan fisik dari perguruan. Sementara lambang yang kedua, mencerminkan dibalik kekuatan jurusnya terdapat dimensi pembinaan mental, rohani, dan nilai-nilai luhur lokal kebangsaan (Lihat lampiran).


(17)

11

Motto dari perguruan ini adalah “Deddih menossah koduh ngasteteh.. Tako‟ ajiah sekebbeh odik.. Mung tero selameddeh, koduh nonduk, enga‟ ben waspada”

Dimana secara arti adalah: Jadi manusia harus hati-hati dan waspada.. Takut itu senjatanya orang hidup.. Kalau ingin selamat harus merendah, ingat dan waspada. Terkait ingat dan waspada, ini mengingatkan penulis

pada penuturan O’ong Maryono yang menyebutkan bahwa dikalangan pencak silat, ngelmu kasampurnan diajarkan sebagai ilmu keseimbangan lahir dan batin dengan menekankan bahwa manusia sebagai makhluk

Tuhan harus „eling lan waspodo‟ (ingat dan waspada). 15 Mas Amien sendiri pernah menyampaikan bahwa ia pernah pada fase senantiasa berdzikir kepada Allah hampir setiap saat untuk mendapatkan ilmu silat yang ia harapkan. 16 Walaupun Mas Amien memberikan catatan bahwa masa itu sudah berlalu, bahwa yang terpenting adalah prinsip ajaran Tuhan itu sendiri yang selalu kita pegang.

3) Kepemimpinan Dakwah Pendekar Mas Mochamad Amien

Semenjak awal Mas Mochamad Amien memiliki keinginan agar setiap orang dapat ia ubah moral dan keimanannya. Beliau bercerita mengerahkan berbagai upaya agar seseorang bisa berubah, suatu kasus beliau sampai 4 tahun untuk mengubah seseorang, di saat beliau pasrah,

15Ini mengingatkan penulis pada penuturan O’ong Maryono yang menyebutkan bahwa dikalangan pencak

16

Dialog ini pernah dilakukan pada saat penulis pernah berguru (sekitar 3 bulan), sekitar tahun 2010.


(18)

12

ternyata setelah 4 tahun orang tersebut mau berubah bahkan masuk Islam.17

Sebagai guru dan pendekar, beliau berusha menghidupkan dakwah dilingkungan perguruannya. Perguruan silat Chakra V, sebagai salah satu wadah mengembangkan budaya bangsa, juga sebagai tempat menggantungkan rejeki bagi keluarga Mas Mochamad Amien beserta murid-murid terpercayanya, namun tidak hanya itu, di perguruan ini juga mengimplementasikan dakwah dengan gaya metode dakwahnya yang khas. Ini identik dengan salah satu logo dari chakra V dimana terdapat

tulisan “Pembinaan Mental”. Mas Mochamad Amien hampir selalu memberikan petuah-petuah, prinsip dan pelajaran hidup, ataupun tanggapan-tanggapan Mas Mochamad Amien terhadap berbagai persoalan umat dan kebangsaan, misalnya masalah kriminalitas, masalah korupsi masalah moral anak-anak remaja yang membutuhkan perhatian oleh pemerintah dan ulama. Hal tersebut dilakukan melewati sosial media yang beliau gunakan.18 Para murid, fans, pemburu ilmu silat maupun rekan sejawat dan seperjuangan dalam dunia persilatan senantiasa mengikuti sosmed Mas Mochamad Amien. Petuah dan tanggapannya juga sering ditunggu-tunggu. Sikap beliau tersebut mencerminkan kepemimpinan beliau dalam dakwah, mengingat beliau

17

Wawancara 15 desember 2016, Surabaya. 18

Di bulan november 2016, beliau menon-aktifkan facebook-nya setelah kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok menjadi isu nasional. Isu tersebut menjadikan perdebatan dakwah dilingkungan dunia persilatan menjadi kurang produktif dan tidak berjalan dengan bil-hikmah, sehingga mengingat beliau sebagai panutan, pemimpin sekaligus pendekar silat kemudian menon-aktifkannya, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.


(19)

13

harus memimpin murid-muridnya dengan berbagai latar belakang pemahaman keagamaan bahkan banyak pula murid beliau yang non-muslim.

Kepemimpinan beliau dalam dakwah cukup membuahkan hasil. Banyak muallaf yang kemudian lahir setelah bersentuhan dengan cara dakwah Mas Mochamad Amien. Diantara mereka berasal dari etnis Tionghoa dan kalangan etnis yang lain. Sebagian mereka ada yang sudah kembali keasal mereka, ada yang kembali ke Jerman, ada yang balik China, ke Jakarta, Bandung, Jogja dan Semarang.19

Penulis sendiri memiliki pengalaman mengisi kajian dakwah di perguruan Chakra V ini.20 Beberapa hari sebelumnya, saya dengan Mas Mochamad Amien terlibat dialog, masih ada beberapa muridnya yang mempercayai belajar beladiri dengan menggunakan kekuatan ghaib, berupa bantuan dari jin ataupun malaikat. Bagi beliau hal tersebut adalah tidak benar dan justru bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, bahkan jatuh pada kesyirikan. Peserta kajian tersebut sekitar 25 orang, separuh dari murid-murid remaja, dan separuh lainnya berasal dari kalangan muslim tionghoa. Sebagian dari mereka adalah muallaf setelah berinteraksi dengan Mas Mochamad Amien dan Chakra V. Respon mereka juga cukup antusias mendengarkan dari kajian Islam ini. Ada beberapa pertanyaan yang harus penulis layani pasca materi kajian selesai disampaikan. Mereka tidak ragu dan canggung dalam menerima

19

Wawancara 14 desember 2016, Surabaya. 20

Kajian tersebut diadakan pada tanggal 27 Maret 2011, jam 10.00 pagi waktu setempat (Surabaya).


(20)

14

informasi kajian Islam, serta cukup bersahabat pula. Percampuran budaya antara China, Madura dan Jawa campur aduk disini dalam mengkaji Islam. Lebih-lebih mereka berlatar dari usaha menggeluti ilmu beladiri itu sendiri. Beliau tahu bagaimana menggerakkan dan mendorong serta menginspirasi semua muridnya agar tetap berada pada jalan yang baik sesuai dengan tuntunan Islam.

Anak didik Chakra V, juga sebagian besar berangkat dari kalangan pelajar SMU dan SMP, yang diantara mereka membutuhkan sentuhan dakwah perguruan ini. Ada salah satu asisten pelatih yang bernama Pendik, dulunya ia anak jalanan sekarang ia bisa ambil bagian sebagai pelatih di perguruan Chakra V. Pendik melatih siswa tingkatan SD dan SMP, tapi banyak juga dari kalangan mahasiswa atau karyawan yang memiliki pendidikan dan pekerjaan yang lebih prestisius. Ia juga menorehkan beberapa prestasi di kejuaraan beladiri dan silat. Hal tersebut menjadi indikasi pembimbingan dan pembinaan mental atau metode dakwah yang dilakukan untuk mengarahkan anak didik di Chakra V, cukup membuahkan hasil sesuai dengan misi dan tujuan dakwah itu sendiri. Di zaman yang begitu global ini, dimana arus informasi, kenakalan remaja, narkoba, free sex, kerusakan moral dan hal-hal negatif lain yang berada pada lingkungan sekitar kita akan berimbas terhadap perkembangan moral anak-anak dan generasi kita. Orang tua, bahkan diri kita sendiri sebenarnya membutuhkan benteng untuk bisa menjaga diri kita, baik benteng yang sifatnya fisik (bisa dilatih dan dibentuk lewat


(21)

15

ketrampilan beladiri), maupun sifatnya psikis-spiritual (yang harus dibentuk lewat pemahaman keagamaan dan ilmu-ilmu keislaman). Apalah artinya fisik kuat, tapi iman, moral dan spiritual, miskin dan hampa. Sebaliknya bagaimana iman dan spiritual bisa dijaga dan dilestarikan ditunjang dengan fisik dan keahlian beladiri yang memadai. Di lingkungan masyarakat, dalam organisasi formal maupun

nonformal selalu ada seseorang yang dianggap lebih dari yang lain. Seseorang yang memiliki kemampuan lebih tersebut kemudian diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang dipercayakan untuk mengatur orang lain.21 Di perguruan Chakra V ini, posisi Mas Mochamad Amien sangat dominan dan memberikan pengaruh pada penyebaran nilai-nilai Islam khususnya pada murid dan pengikut beliau.

Sejalan dengan pengertian dasar mengenai kepemimpinan, sebagian besar definisi kepemimpinan mencerminkan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, menfasilitasi aktivitas dan hubungan dalam kelompok atau organisasi.22 Menurut Richards and Eagel (1986), kepemimpinan adalah cara

mengartikulasikan visi, mewujudkan nilai dan menciptakan lingkungan guna mencapai sesuatu.23 Sehingga kepemimpinan bisa mengantarkan orang lain pada tujuan atau filosofis dari kegiatan yang ia jalani.

21

Veithzal Rivai dan Deddy, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada: 2012), 1.

22

Gary Yukl, Kepemimpinan dalam Organisasi (Jakarta, PT Indeks: 2005), 3. 23


(22)

16

Pencapaian visi dan nilai dalam konteks perguruan silat, khususnya perguruan Chakra V, kepemimpinan yang ada didalamnya akan mempengaruhi bagaimana para anggotanya bisa mencapai atau menemukan kearifan dari silat itu sendiri, yakni aspek fisik maupun aspek rohani, aspek skill menyerang dan bertahan sekaligus aspek

akhlakul karimah yang diajarkan dalam Islam.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Perguruan Silat Chakra V sejalan dengan konseptualisasi dan praktek lapangannya tentang silat dan lembaga dakwah maka dapat kita identifikasi sebagaimana uraian berikut:

1. Perguruan Silat Sebagai Lembaga Dakwah

Falsafah dan karakteristik dari silat yang kental dengan ajakan moral dan spiritual, menjadikan perguruan silat dapat dipandang dari sudut pandang lembaga dakwah. Ini bisa ditelaah dari segi teoritis, sejarah dan praktek lapangan diberbagai perguruan silat di Indonesia.

2. Model Kepemimpinan Dakwah pada Lembaga Dakwah

Manajemen dakwah dalam suatu lembaga, terdapat aspek kepemimpinan dakwah. Yakni Kepemimpinan yang menjalankan fungsi dakwah atau menghidupkan nilai-nilai dakwah itu sendiri. Untuk mendalami aspek kepemimpinan dakwah bisa menggunakan berbagai pendekatan teoritis, dimana terdapat berbagai macam model kepemimpinan seperti kepemimpinan karismatik, kepemimpinan oteriter, kepemimpinan


(23)

17

demokratis, kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, kepemimpinan keteladanan dan sebagainya.

3. Kepemimpinan Dakwah Keteladanan Perguruan Silat Chakra V

Perguruan silat Chakra V, memiliki kepemimpinan dakwah atas nama Mas Mochamad Amien. Unsur kepemimpinan dakwah di perguruan tersebut cukup menonjol. Penulis menggunakan teori model kepemimpinan keteladanan oleh James R. Kouzes & Barry Z.Posner sebagai pisau analisis. Kouzes dan Posner dalam bukunya Leadership the Challenge, memaparkan tentang lima model praktek kepemimpinan yang merupakan hasil penulisan yang telah dilakukan terhadap pengalaman kepemimpinan pribadi-pribadi yang terbaik. Kelima dimensi tersebut meliputi: mencontohkan cara (Model the Way), menginspirasikan visi bersama (Inspire a Shared Vision), menantang proses (Challenge the Process), memungkinkan orang lain bertindak (Enable Others to Act), dan menyemangati jiwa (Encourage the Heart). Pertimbangan penulis menggunakan teori ini karena secara kajian kepemimpinan keteladanan, karena memang aspek keteladanan lebih mengemuka dilapangan perguruan Chakra V ini. Walaupun figur Mas Mochamad cukup dominan, tapi beliau juga memberikan kebebasan bagi para anggotanya untuk menakar nilai dan prilaku yang akan ia jadikan pegangan dalam mengembangkan silat dan Islam itu sendiri, yang ini menurut penulis segaris dengan teori yang dikembangkan oleh Kouzes dan Posner. Lebih-lebih teori pakar ini, sangat populer dan menjadi rujukan bagi pakar lain dalam mengembangkan kepemimpinan keteladanan.


(24)

18

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana model kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien sebagai pendekar di perguruan silat Chakra V Sukodono Surabaya?

2. Apa yang melatar belakangi Mas Mochamad Amien menggunakan model kepemimpinan tersebut di perguruan silat Chakra V Sukodono Surabaya?

D. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui model kepemimpinan dakwah didunia persilatan yang dijalankan oleh pendekar Mas Mochamad Amien di perguruannya.

2. Mengetahui apa yang melatar belakangi Mas Mochamad Amien menggunakan model kepemimpinan dakwah tersebut.

E. Kegunaan Penulisan

1. Menjadi referensi bagi kajian Islam dan dakwah dilingkungan dunia persilatan Indoesia.

2. Menjadi inspirasi bagi para pendekar dan perguruan-perguruan silat di Indonesia bahkan dunia dalam menjalankan nilai-nilai Islam di lingkungan perguruan silat.

3. Menjadi referensi bagi para akademisi dan penulis khususnya kajian dibidang manajemen dakwah, dalam mengembangkan model kepemimpinan dakwah dengan media kultur yang menjadi kekhasan dari bangsa itu sendiri.


(25)

19

F. Penulisan Terdahulu

Ada berbagai penulisan kepemimpinan dakwah yang sudah diteliti sebelumnya, diantaranya penulisannya penulisan Fatimah yang meneliti gerakan

dakwah Islam dengan menganalisis kepemimpinan dakwah Abu A’la Al -Maududi. Penulisan yang dilakukan bersifat studi referensi dan sumber sejarah.

Subyeknya juga organisasi pergerakan jama’at al-Islami yang dipimpin oleh Al-Maududi (1903-1979) di Pakistan, yang bergerak pada dakwah Islam dan pelurusan aqidah umat. Sementara obyeknya lebih pada bagaimana pemimpin menggunakan metode dakwahnya dalam mewujudkan pergerakannya dibidang dakwah dan perubahan aqidah. Kiprahnya dalam pertarungan pemikiran di Pakistan dan gagasannya tentang negara Islam yang ideal. 24 Hal ini cukup berbeda baik secara sosiologis (subyek penulisannya), maupun pola kepemimpinan yang dibidik (obyek penulisan). Penulisan saya konteks Indonesia kekinian (tahun 2017), dan berfokus pada kepemimpinan yang lebih menekankan keteladanan dalam mewujudkan nilai-nilainya pada suatu lembaga yang bergerak dibidang budaya masyarakat.

Ada juga penulisan Salamet yang meneliti kepemimpinan kharismatik Kyai Ramdlan Siraj Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam dan Kyai A. Buya Busyro Karim Pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah Kabupaten Sumenep Madura. Namun dalam penulisan tersebut, subyek penulisannya adalah pondok pesantren, sementara obyek penulisannya spesifik pada kepemimpinan yang berpola kharismatik. Berbeda dengan penulisan saya, subyeknya tidak spesifik

24 Fatimah, “Gerakan Dakwah Islam: Analisis Kepemimpinan Dakwah Abu A’la Al

-Maududi”,


(26)

20

lembaga pendidikan keagamaan, tapi pada lembaga budaya masyarakat yakni sebuah perguruan silat, obyeknya juga memiliki perbedaan, karena penulisan saya berfokus pada kepemimpinan berpola keteladanan.25

Penulisan gaya dan tipologi kepemimpinan Kiai di pondok pesantren Babussalam. Fokus permasalahan pada penulisan ini adalah bagaimana gaya dan tipologi kepemimpinan kiai di pondok pesantren Babussalam dan bagaimana interaksi yang dikembangan oleh kiai di pondok tersebut. Namun disini lebih pada mendeskripsikan peran kepemimpinan kyai yang dijalankan dipondok tersebut sebagai pemimpin agama dan masyarakat. Subyeknya juga pada lembaga khusus yang bergerak dibidang dakwah dan keilmuan agama.26 Sementara penulisan saya mencoba mendalami kekhasan pola keteladanan yang diterapkan pada sebuah perguruan silat yang juga memiliki peran dan fungsi dakwah Islam didalamnya. Penulisan yang lain dari M. Zulkarnain tentang pola kepemimpinan dakwah Abah M. Saiful Anwar Zuhri Rosyid. Namun penulisan ini berfokus pada bagaimana sang pemimpin mencetak SDM yang mandiri baik secara tingkah laku maupun secara ekonomi. Pola kepemimpinan yang diangkat juga luas, yakni penggunaan pola otoriter dengan bijak, kharismatik dan keteladanan, sehingga mengambil teori kepemimpinan dakwah secara umum, konsekwensinya analisis

25 Salamet, “Kepemimpinan Kharismatik Kyai dalam Konteks Sosiologi Jawa (Studi Kasus terhadap Kyai Ramdlan Siraj Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam dan Kyai A. Buya Busyro Karim Pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah Kabupaten Sumenep Madura” (Tesis --Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, 2015). Data diatas diambil dari sumber internet http://www.uinsgd.ac.id/front/detail/karya_ilmiah/tesis/kepemimpinan-kharismatik-kyai-dalam-konteks-sosiologi-jawa (10 juni 2017).

26

Beti Indah Sari dan M. Turhan Yani, “Gaya dan Tipologi Kepemimpinan Kiai di Pondok

Pesantren Babussalam Dusun Kalibening, Desa Tanggalrejo, Mojoagung, Jombang” Kajian Moral dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 1 (2013), 42.


(27)

21

pola kepemimpinannya tidak mendalami satu pola kepemimpinan yang ada. Subyeknya juga dalam konteks pondok pesantren.27

Contoh yang lain adalah penulisan tesis yang dilakukan oleh Nurhadi Prabowo, beliau meneliti model kepemimpinan di pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat di Jambi. Namun penulisan ini fokusnya untuk memotret apakah pola kepemimpinan yang digunakan cenderung pada pola yang kolektif ataukah individual, serta memotret bahwa penerapan kepemimpinan yang dijalankan adalah khas kharismatik-spiritual.28 Sementara penulisan saya mengambul jalur kepemimpinan teladan dalam menyeroti kepemimpinan yang ada serta media dakwahnya bukan lembaga pendidikan agama. Tentunya secara kesehArionnya, apa-apa yang dilakukan diorganisasi tersebut jauh berbeda, yang satu sudah berfokus pada keagamaan itu sendiri, sementara dipenulisan saya organisasinya tidak berfokus di agama, akan tetapi berusaha memasukkan sentuhan dakwah dan nilai-nilai keagamaan. Sehingga dapat saya simpulkan, sejauh ini belum terdapat penulisan dengan topik kepemimpinan dakwah di sebuah perguruan silat, khususnya pula dari sudut pandang keteladanan.

27 M. Zulkarnain, “Pola Kepemimpinan Dakwah Abah

M. Saiful Anwar Zuhri Rosyid dalam Upaya Pengembangan Kemandirian Santri Pondok Pesantren Az-Zuhri Ketileng Semarang” (Skripsi--Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2006), ii.

28Nurhadi Prabowo, “Model Kepemimpinan di Pondok Pesantren Al

-Baqiyatush Shalihat Kuala


(28)

22

BAB II

KERANGKA TEORETIK

A. Kepemimpinan Dakwah 1. Kepemimpinan

Prof Kimball Young membedakan arti kepemimpinan (leadership) yang berbeda dengan perkepalaan (headship). Menurut Prof Kimball, kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, atau besifat informal. Sedangkan headship atau pemimpin institusional dikaitkan dengan kekuasaan formal yang bisa dioperkan secara kultural.1 Artinya kemampuan dan keahlianlah yang membuat seseorang pantas

dijadikan pemimpin, dan dari keahlian itu pulalah sesorang bisa mendorong orang lain untuk mengikutinya, bukan faktor-faktor keturunan, faktor kekuasaan, faktor wewenang atau birokratis atau lain-lainnya yang tidak berhubungan dengan kemampuannya. Munir dan Wahyu Ilaihi menjelaskan bahwa kemampuan seorang pemimpin memiliki tingkatan dan tercermin dalam: a. Technical skill adalah kemampuan dan pengetahuannya yang berkaitan langsung dengan pekerjaannya; b. Human skill adalah kemampuan dalam berinteraksi sesama manusia, termasuk

1Sri Praptono, “Kepemimpinan dan Fungsi Integrasi”,

Majalah Ilmiah Inspiratif , Vol. 01 No.01 (Januari, 2016), 22.


(29)

23

interaksinya dengan kelompok yang berbeda; c. Conceptual skill adalah kemampuan untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai masalah, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai perilaku yang berbeda dalam organisasi serta menyelaraskan antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi, yang secara keseluruhan bekerja untuk meraih tujuan yang telah ditentukan.2

2. Dakwah

Dalam Al-Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan.3 Menurut para ulama dan ilmuan, Munir dan Wahyu Ilaihi merangkum pengertian dakwah mencakup:4

a. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.

b. Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.

c. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaanya bisa dilakukan dengan berbagai cara atau metode.

d. Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mencari kebahagiaan hidup dengan dasar keridhaan Allah.

e. Dakwah adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan untuk mengubah pandangan hidup, sikap batin dan perilaku umat yang tidak

2

M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana, 2013), 213. 3

Ibid, 17. 4


(30)

24

sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntutan syAriot untuk memperoleh kebahagiaan hidup didunia dan akherat.

3. Kepemimpinan Dakwah

Kepemimpinan dakwah oleh H. Zaini Muchtarom memberikan pengertian sebagai suatu sifat atau sikap kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang yang menyampaikan dakwah yang mendukung fungsinya untuk menghadapi publik dalam berbagai situasi. Dengan demikian kepemimpinan dakwah merupakan suatu kemampuan khusus yang dimiliki oleh pelaksana dakwah untuk mempengaruhi perilaku orang lain sesuai yang diinginkan oleh pelaksana dakwah.5

Sementara Khatib Pahlawan Kayo menjelaskan kepemimpinan dakwah berarti mengemas pengertian kepemimpinan secara utuh dan terpadu oleh setiap pelaksana dakwah dalam melaksanakan dakwahnya, sehingga proses dakwah semakin bermutu dan terarah. Merujuk pada pandangan Abdul Mun’im Mochamad Khallaf, Pahlawan Kayo mengatakan bahwa secara substansial ranah kepemimpinan dakwah harus menyentuh struktur rasio manusia, yang terdiri dari tiga potensi:

Pertama, potensi penalaran. Penalaran meliputi obyek-obyek alam kosmos, psikis, dan rahasia-rahasia maupun penemuan-penemuan yang ada pada kedua alam tersebut. Kemampuan ini melahirkan falsafah hidup dan kebijaksanaan. Kedua, potensi penetapan. Kemampuan ini adalah tahap selanjutnya dari tahap penalaran (global atau umum).

5 Mahmuddin, “Kepemimpinan Dakwah”,

Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 15, No. 2 (Desember, 2014), 180.


(31)

25

Yakni penalaran khusus, daya nalar indrawi (empiris), yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan. Ketiga, potensi keyakinan. Merupakan tahapan akhir, yakni mencapai hukum yang komprehensif, menemukan sintesa dari pemikiran yang ilmiah dengan ketenangan jiwa (spiritual). Jiwa diajak berproses dan melangkah pada kemantapan hati untuk menjadikan agama sebagai suatu sistem kehidupan.6

Kepemimpinan dakwah merupakan konsep yang kompleks dan dinamis. Kompleks karena melibatkan berbagai komponen baik komponen kepemimpinan ataupun komponen dakwah. Sedangkan dikatakan dinamis karena berkembang secara kesinambungan. Hakekat kepemimpinan dakwah menurut Munir dan Wahyu Ilaihi7 adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan dakwah. Dimana ada tiga kekuatan yang turut menentukan tujuan dakwah tersebut tercapai dengan proses kepemimpinannya, yakni: a. Faktor pribadi atau personal dengan kualitas keunggulannya; b. Faktor posisi sehubungan dengan fungsi dan tugas-tugas pemimpin; dan c. Faktor situasi dan tempat yang khusus, yang memerlukan tipe pemimpin pula. Dengan demikian, sifat-sifat dari pemimpin itu harus cocok dan sesuai dengan kebutuhan, serta relevan dengan situasi dan kondisi. 8

6Khatib Pahlawan Kayo, “

Kepemimpinan Islam dan Dakwah” (Jakarta: AMZAH, 2005), 95-96. 7Munir dan Wahyu Ilaihi, “

Manajemen Dakwah”, 215.

8


(32)

26

B. Kepemimpinan Dakwah Pola Keteladanan

Kouzes dan Posner dalam bukunya Leadership the Challenge, menjelaskan bahwa terdapat lima model praktek kepemimpinan yang merupakan hasil penulisan yang telah dilakukannya. Bagaimana para pemimpin mentransformasikan nilai-nilai menjadi tindakan, visi menjadi realitas, rintangan menjadi inovasi, perbedaan menjadi solidaritas dan menumbuhkan kesolidan, serta resiko menjadi penghargaan. Berikut dimensi kepemimpinan teladan menurut Kouzes dan Posner:

1. Mencontohkan cara (Model the Way)

Setiap pemimpin memiliki nilai-nilai dianggap baik dan tinggi. Tiap kepemimpinan memiliki pondasi yakni kemampuannya dan keluhuran pribadinya yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap baik tadi. Keluhuran nilai yang dimiliki seorang pemimpin, tentunya berangkat dari nilai-nilai atau prinsip-prinsip dasar telah ia pegang untuk mengarungi kehidupan, menjadi manusia yang baik, manusia yang sukses dan meraih cita-cita yang diharapkan. Sehingga setiap pemimpin akan memiliki kata hatinya sendiri yang dengannya pula kepribadian diri akan tampak dipermukaannya dan memberikan kekuatan bagi tindakan-tindakannya, sehingga manusia lain akan mengenali dan memahami nilai-nilai tersebut dan memberikan inspirasi ke yang lain.

Seorang pemimpin haruslah menemukan suara hatinya dengan menghayati nilai pribadinya secara jelas. Ia harus mengklarifikasi nilai-nilai tersebut dalam batinnya, kemudian mengekspresikan nilai-nilai-nilai-nilai


(33)

27

tersebut dalam lingkungan dan kesehArion hidupnya. Pemimpin adalah yang diikuti. Sehingga penting bagi seorang pemimpin untuk memahami suara hatinya, menghayatinya dan mengklarifikasi nilai-nilai yang ia pegang apakah memang berasal dari suara hatinya, serta menyatakan nilai tersebut dengan jelas. Sehingga dengan ia berpegang pada suara hatinya, maka ia telah memiliki arah dan tujuan yang jelas yang bisa dijadikan pegangan bagi anak buahnya. Jika tidak demikian, maka yang terjadi justru sebaliknya, pemimpin hanya akan mengikuti keadaan, tuntutan bahkan tekanan dari lingkungan ataupun pihak-pihak lain.

Selanjutnya pemimpin harus menjadikan nilai-nilai tersebut menjadi nyata baik dengan lisan dan perbuatannya, memberikan kepastian bagi setiap orang bahwa yang ia jalankan adalah nilai-nilai yang baik dan sesuatu prioritas yang harus ia jalankan dan perjuangkan. Bagaimana memberi contoh yaitu membangun dan memberi keyakinan terhadap nilai-nilai bersama dan menyelaraskan tindakan-tindakan kita dengan nilai-nilai tesebut. Melalui keterlibatan pribadi dan tindakan secara langsung seorang pemimpin akan memberikan contoh bagaimana semestinya sesuatu itu berlaku dan nilai apa yang menjadi dasar dan bersikap dan bertindak.

2. Menginspirasikan visi bersama (Inspire a Shared Vision)

Pemimpin harus memiliki pandangan dan gambaran tentang masa depan. Tanpa sebuah visi, para pengikutnya tidak memiliki harapan-harapan baik dan mimpi-mimpi yang bisa dijadikan pegangan dalam menempuh perjuangan bersama dengan pemimpinnya. Apapun istilah


(34)

28

yang digunakan –apakah itu maksud, misi, warisan, mimpi, tujuan, panggilan atau agenda pribadi- maksudnya adalah sama: para pemimpin ingin melakukan sesuatu yang penting, ingin meraih hal yang belum pernah dicapai oleh siapapun juga.9 Visi tersebut harus datang dari dalam pribadi sang pemimpin. Namun visi tersebut haruslah juga berarti dan bernilai bagi pengikut bukan hanya bagi pemimpinnya saja. Visi haruslah dipahami dengan baik oleh pengikut, sehingga pemimpin perlu mendialogkan visi tersebut kepada pengikutnya, tentunya dalam penyampaian disesuaikan dengan keadaan organisasi dan anggotanya. Anggota organisasi bisa jadi memiliki latar belakang, budaya dan pengondisian yang berbeda-beda sebelum masuk diorganisasi. Mereka tentu memiliki mimpi, harapan dan nilai-nilai yang mereka pegang sebelumnya. Untuk itu pemimpin perlu mengumpulkan dukungan mereka atas visi yang ia tawarkan dengan memahami karakteristik mereka, khususnya nilai-nilai, visi, aspirasi dan harapan mereka. Bagaimana kemudian pemimpin bisa menyatukan visi tersebut dalam kerangka visinya sebagai suatu kebaikan bersama.Visi yang memberi semangat dan membuat antusiasme bersama akan melahirkan organisasi yang siap berjuang bersama.

Pengikut akan merasakan bahwa tujuan organisasi bukan hanya tujuan organisasi, akan tetapi seperti tujuan sudah menjadi tujuannya pula. Setidaknya pengikut merasa sedang mengemban tujuan bersama yang juga

9

James M. Kouzes dan Barry Z. Posner, The Leadership Challenge: Tantangan Kepemimpinan


(35)

29

ia junjung dan ia perlakukan dengan baik. Dalam tahap ini, maka pemimpin perlu melibatkan anggotanya untuk meraih visi tersebut, mensukseskan program-programnya.

Dalam melibatkan anggota, ada tiga hal penting yang harus dilakukan, yakni pemimpin harus mendengarkan orang lain dengan cermat untuk memahami persoalan ataupun hal-hal yang berhubungan dengan visi tersebut, lalu temukan dan ciptakan daya tarik terhadap tujuan bersama, terakhir pemimpin perlu menghidupkan sebuah visi dengan cara mengkomunikasikannya sehingga mereka bisa bercermin dan memposisikan diri dengan baik dalam visi atau dalam gambaran kebaikan bersama yang tampak didepannya. Tugas dari pemimpin yakni berupaya memahami aspirasi anggotanya, memahami karakternya dan mendorongnya pada visi yang sama. Sebesar apapun mimpi kita, jika orang yang kita ajak kerjasama tidak melihat kemungkinan mewujudkan mimpinya dalam mimpi kita, maka mereka akan enggan untuk ikut ambil bagian didalamnya. Pemimpin perlu menggambarkan bayangan masa depan sebagai orientasi bersama, sampai pada tingkat jangka panjang, dengan demikian pengikutnya bisa memiliki ekspektasi yang terukur bahwa dimasa yang akan datang, kebutuhannya juga akan terpenuhi.

3. Menantang Proses (Challange the Process)

Setiap organisasi, memiliki tujuannya sendiri-sendiri akan tetapi pasti juga memiliki tantangannya sendiri-sendiri. Ada yang gagal dalam menyikapi suatu tantangan, bahkan tidak mampu menciptakan tantangan,


(36)

30

ini merupakan ciri organisasi yang sulit berkembang. Menjadi suatu keniscayaan bagi pemimpin untuk menggerakkan pengikutnya untuk menghadapi tiap-tiap tantangan yang ada. Dalam menghadapi tantangan tersebut, pemimpin harus senantiasa berinisiatif, mengidentifikasi setiap peluang yang ada dan mungkin untuk dimanfaatkan meraih tujuan-tujuannya, memunculkan ide-ide baru yang mendobrak kebuntuan dari suatu proses rutinitas yang ada. Sehingga rutinitas itu bisa menjadi tantangan tersendiri, atau melakukan perubahan dan perbaikan dari rutinitas yang ada. Tantangan yang diciptakan dan disampaikan oleh pemimpin itu harusnya menjadikan pengikutnya lebih berarti dan bermakna dalam menjalaninya.

Setiap tantangan harus bisa dijawab dengan senantiasa terus berinovasi dan menciptakan sesuatu yang lebih baik. Perbaikan dan pengembangan perlu senantiasa dilakukan agar organisasi bisa terus menjawab tantangan yang ada, dan menjadikan organisasi lebih maju. Memang untuk menjalankannya, pemimpin harus berani bereksperimen dan mengambil resiko. Resiko tidak mungkin dihindari, namun pemimpin bisa mengatasi dan meminimalisirnya dengan dimulai dari langkah-langkah dan keberhasilan-keberhasilan kecil, maksudnya yaitu bagaimana pemimpin mengembangkan pengikutnya dengan memberikan tantangan secara bertahap. Perubahan bisa berjalan secara efektif dan efisien kalau kita menjalankan dan menciptakan keberhasilan-keberhasilan kecil tersebut. Keberhasilan besar berasal dari keberhasilan-keberhasilan kecil.


(37)

31

Bagaimana pengikut bisa menikmati proses-proses yang kecil, menciptakan strategi dan teknik dan biarkan mereka secara aktif membuat orang merasa seperti pemenang. Dengan cara demikian mudah bagi pemimpin untuk membuat pengikutnya bergerak dan mengikuti permintaan dari pemimpin.

Dalam memberikan tantangan dan menciptakan keberhasilan-keberhasilan yang kecil, pemimpin perlu memperhatikan kondisi anggota-anggotanya, termasuk karakter personalnya. Pemimpin harus menciptakan suatu iklim yang memberikan rasa kekuatan bagi mereka untuk terus maju dan berkembang. Sehingga tantangan yang diberikan dalam berbagai bentuk tugas dan pemeranan juga dalam batas kemampuan dan kendali anggota. Dengan cara ini pula, maka anggota juga bisa menemukan momentum dan berusaha memanfaatkannya sebaik mungkin, berani dan bertanggungjawab terhadap resiko-resiko yang harus ia menanggungnya. Atas apa yang telah diraih oleh anggota, pemimpin memberikan penghargaan yang perlu. Memimpin dengan menghargai lebih sering dibandingkan hukuman, akan memupuk sikap mental terus berusaha dan selalu mencari berbagai kemungkinan dari setiap tantangan yang ada.

4. Memungkinkan orang lain bertindak (Enable Others to Act)

Organisasi adalah ikatan kerjasama antar pihak yang tergabung didalamnya. Pemimpin yang baik bukanlah yang melakukan pekerjaannya sendiri, akan tetapi bagaimana mendorong orang lain untuk bekerjasama penuh tanggung jawab dengan berupaya memberikan kemampuannya


(38)

32

yang terbaik bagi organisasi. Hal ini tidak akan terwujud tanpa adanya iklim yang mendukung, yakni saling percaya dan saling bertanggungjawab. Rasa saling percaya adalah kunci dari hubungan antar manusia bisa berjalan dengan baik atau tidak. Memupuk rasa saling percaya sangat penting agar suatu kepemimpinan berjalan dengan sukses. Sebaliknya ketiadaan saling percaya akan menghambat kinerja organisasi, puncaknya kegagalan kepemimpinan dan organisasi.

Rasa percaya diri saja tidak cukup, mengingat kerjasama yang efektif diperlukan dalam organisasi. Pemimpin harus menfasilitasi rasa saling ketergantungan yang positif. Rasa saling ketergantungan adalah kondisi dimana sikap suatu kelompok yang menyadari bahwa kesuksesan tidak mungkin diraih sendiri, hanya mengandalkan diri ataupun hanya ingin sukses sendiri, akan tetapi mereka menyadari bahwa kesuksesan satu sama lain harus saling menunjang, bahwa kesuksesan hanya akan tercipta dengan sikap dan prilaku koordinatif yang baik antar sesama anggota. Sukses tiap SDM dalam tiap bidang kerja dan peran keorganisasian adalah semangat dari rasa saling ketergantungan. Dalam memupuk rasa ini diperlukan upaya mengembangkan mengembangkan tujuan-tujuan serta peran-peran kerjasama, mendukung norma dan nilai-nilai kerjasama serta memberi penghargaan pada usaha-usaha bersama. Selain itu yang terpenting, bagaimana pemimpin menjalankan interaksi tatap muka langsung dalam mendukung upaya intensif kerjasama. Dapat dikatakan interaksi tatap muka berpengaruh sangat besar bagi tercapainya proses


(39)

33

kerjasama yang baik. Semakin kompleks suatu masalah yang dihadapi organisasi, maka semakin membutuhkan interaksi tatap muka. Pemimpin perlu juga menciptakan ruang dan situasi bagi terciptanya tatap muka dan sosialisasi bagi SDM didalam depertemen ataupun antar departemen, baik secara vertikal maupun horisontal keorganisasian.

Memungkinkan orang lain bertindak, artinya berarti memperkuat orang lain. Orang-orang harus merasa dilibatkan dan dipentingkan, dengan jalan itu kita telah berupaya memperkuat orang lain. Tiap orang perlu diberikan ruang dan leluasa untuk bertindak menurut apa yang mereka yakini, tentunya tetap dalam koridor nilai-nilai yang telah disepakati. Lingkungan kerja idealnya bisa menciptakan kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan menyelesaikan permasalahan. Hasilnya tentu sumber daya manusia yang ada disana, akan lebih memiliki rasa percaya diri sekaligus bertanggungjawab. Mereka akan mengalami rasa puas secara pribadi dalam hidup berorganisasinya karena mereka bisa memiliki dan menikmati pencapaian-pencapaian dalam berorganisasi.

5. Menyemangati Jiwa (Encourage the Heart)

Tidak ada kesuksesan organisasi tanpa kesuksesan anggotanya. Hal tersebut patut menjadi perhatian pemimpin bahwa kesuksesan anggota itu adalah sesuatu yang berharga. Dengan mengumumkan kesuksesan anggota dan memberikan ucapan terimakasih yang bisa membangkitkan jiwa, akan menjaga motivasi pengikut, untuk terus berjalan dan berkarya dijalurnya.


(40)

34

Dengan mengakui kontribusi anggota, sebagai salah satu jalan menjaga energi semangat anggota.

Praktek dalam menyemangati jiwa berpedoman pada karakter kepemimpinan yang esensial. Ada empat esensi kepemimpian untuk mengakui kontribusi. Pertama, Bagaimana pemimpin memfokuskan pada standart-standart yang jelas. Standart itu muncul dari upaya perwujudan tujuan dan nilai-nilai yang dipegang proses pencapaiannya diformulasikan dalam indikasi yang terukur dan baku. Dari sana pemimpin mengharapkan bagaimana sdm memberikan peran dan kemampuan terbaiknya untuk meraih dan melampaui standart tersebut. Standart tersebut akan menjadi pegangan bagi pengikut dalam melangkah serta bagaimana memberi dorongan positif agar sesuai dengan jalan-jalan organisasi. Kedua, Memberikan perhatian dan secara aktif menghargai orang lain dapat meningkatkan rasa percaya para pengikut terhadap pemimpin. Pengikut berusaha keras agar ia bisa memenuhi standart yang telah diberikan oleh pemimpin, ketika mereka bisa meraihnya atau mungkin semaksimal mungkin mendekati standart yang ada, disitulah pemimpin perlu memberikan perhatian dan pengakuan terhadap apa yang telah dilakukan pengikut. Dengan mengakui secara personal kepada anggotanya, pemimpin telah mengirim pesan kedalam bawah sadar personal tersebut bahwa sang pemimpin telah sengaja meluangkan waktu untuk memperhatikan suatu pencapaian yang telah diraih, mencari dan mendapatkan indvidu yang bertanggung jawab, serta secara pribadi


(41)

35

memberikan pujian pada waktu yang tepat. Ketiga, pemimpin harus bercerita dan memberikan contoh akan pentingnya nilai-nilai yang ia anut dipegang dengan baik. Dengan cara itu, anggota tidak diajak dengan diperintah, tapi diajak dengan inspirasi dan motivasi. Keempat, Merayakan nilai-nilai dan kemenangan. Merayakan suatu hal pencapaian tertentu, yang diperoleh dengan kerja keras merupakan salah satu cara yang penting dalam rangka menyatakan rasa hormat dan terima kasih, memperbarui rasa memiliki dan bagian dari komunitas, serta mengingatkan diri akan nilai-nila dan sejarah yang mengikat kebersamaan dalam organisasi. Hal ini akan berpengaruh secara signifikan bagi peningkatan kinerja anggota serta bisa memperkuat prinsip-prinsip mereka bersama.


(42)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian sosial yang dilakukan oleh penulis menggunakan format deskriptif kualitatif, artinya penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang menjadi fokus obyek penelitian dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang data-datanya dinyatakan dalam angka-angka dan statistik, sedangkan data kualitatif diungkapkan dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, menjelaskan proses yang terjadi dilapangan.

Penelitian kualitatif dipilih memiliki pertimbangan sebagai berikut:

1. Topik masalah yang ingin diketahui dan didalami adalah proses interaksi yang ada, khususnya dalam penerapan kepemimpinan yang diterapkan di perguruan silat Chakra V.

2. Penelitian ini ingin menggali makna-makna yang muncul, khususnya muatan-muatan dakwah Islamiyah yang muncul dari suatu proses penyelenggaraan perguruan silat. Sehingga untuk menggalinya tentu sulit menilai dan menghitungnya misalnya dari berapa kali seseorang melakukan ceramah agama, mengingat perguruan silat tidak bergerak


(43)

37

secara langsung pada pendidikan agama atau berkonsentrasi pada bidang dakwah. Bisa jadi ada banyak interaksi, komunikasi dan prilaku yang mencerminkan kepemimpinan dakwah seseorang, yang tidak bisa dilihat dari tampak luarnya saja dari suatu sikap dan tindakan.

Format deskriptif kualitatif ini merupakan penelitian eksploratif, dengan melakukan kajian yang mendalam pada sasaran fokus penelitian yang dilakukan. Dengan demikian harapannya mampu menjawab dari latar belakang dan tujuan dari penelitian ini yakni memberikan pemahaman tentang proses kepemimpinan keteladanan pendekar Mas Mochamad Amien di perguruan silat Chakra V Surabaya.

B. Pendekatan dan Fokus Penelitian

Pendekatan penelitian bisa studi kasus, grounded theory, etnografi ataupun analisisi wacana dan fenomenologi.1 Namun pendekatan yang digunakan di penelitian tesis ini adalah pendekatan studi kasus karena saya ingin melukiskan suatu penerapan teori, yakni kepemimpinan dakwah keteladanan yang dijalankan oleh suatu organisasi tertentu. Saya berusaha membaca situasi, membaca sudut pandang orang-orang yang terlibat dalam organisasi tersebut serta menganalisisnya menggunakan sudut pandang teori yang menjadi obyek penelitian tesis ini.

Mengingat aspek-aspek kepemimpinan dakwah itu sangat luas dan kompleks, maka penelitian ini perlu difokuskan pada masalah-masalah yang

1 Christine Daymon dan Immy Holloway, “

Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communications” (Yogyakarta: Bentang, 2008), 159.


(44)

38

tertentu.2 Masalah tersebut sejalan dengan rumusan masalah yang ingin didalami, yakni dimensi-dimensi kepemimpinan keteladanan yang dijalankan diperguruan Chakra V yang dianggap bermuatan dakwah Islam. Artinya fenomena-fenomena dilapangan yang terjadi pada subyek Mas Mochamad Amien hubungannya dengan anggota atau simpatisan perguruan silat Chakra V Surabaya pada proses interaktifnya dalam menjalankan kepemimpinan keteladanan. Bagaimana model kepemimpinan keteladanan menurut Kouzes dan Posner dengan lima dimensi kepemimpinannya itu diterapkan dalam perguruan tersebut. Mulai dari mencontohkan cara, menginspirasikan visi bersama, menantang proses, memungkinkan orang lain bertindak, dan menyemangati jiwa. Kerangka teoritik kepemimpinan keteladanan ala Kouzes dan Posner itulah yang digunakan untuk memotret dan menyelami fenomena kepemimpinan dakwah yang terjadi pada perguruan silat itu.

C. Sumber Data

Pada dasarnya sumber data dapat dibagi dalam dua hal, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber Data Primer Penelitian

Data primer merupakan data yang didapat atau dikumpulkan oleh penulis dengan cara langsung dari sumbernya. Data primer biasanya disebut dengan data asli atau data baru yang mempunyai sifat up to date. Mengingat sumber data primer adalah sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan,

2Sugiyono, “


(45)

39

maka yang digali disini adalah Mas Mochamad Amien sebagai pendekar dan pendiri, sekaligus figur yang menjalankan kepemimpinan dakwah dilingkungan perguruannya. Sumber data primer kedua berikutnya adalah para anggota, pengikut ataupun simpatisan yang kemudian merasakan langsung pola kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien, baik yang memang sejak awal muslim ataupun yang kemudian menjadi muallaf.

2. Sumber Data Sekunder Penelitian

Sedangkan sumber data sekunder merupakan data yang didapat atau dikumpulkan penulis dari semua sumber yang sudah ada, yang tidak langsung menjawab rumusan masalah penelitian, akan tetapi itu menunjang pemahaman dalam melihat situasi dan pendasaran pelaksanaan praktek-praktek kepemimpinan yang sedang dikaji. Dengan kata lain sumber data kedua sesudah sumber data primer. Sumber data tersebut didapatkan dari dokumen baik dalam bentuk foto, video ataupun percakapan di sosial media. Termasuk orang-orang yang berinteraksi dengan Chakra V, murid, keluarga dan rekan praktisi silat yang menunjang pemahaman dalam menjawab rumusan masalah.

D. Pengumpulan Data

Data kualitatif yang dikumpulkan oleh penulis berusaha sedapat mungkin menemukan obyektifitas, berdasarkan penelusuran melewati wawancara maupun observasi ataupun dokumentasi. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,


(46)

40

sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tersebut.3 Jenis wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah wawancara semi terstruktur, yakni menemukan masalah lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Wawancara jenis ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview. Dari teori yang ada penulis akan menurunkan dalam bentuk instrumen-instrumen yang bisa mengungkap dan mengeksplorasi proses kepemimpinan keteladanan yang ada. Wawancara ini diberikan kepada sumber data primer maupun sumber data sekunder.

Sementara observasi yang dilakukan oleh penulis, dengan model observasi moderat, yakni terdapat keseimbangan antara penulis menjadi orang dalam atau orang luar. Penulis dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tapi tidak semua kegiatannya. hal ini jika memungkinkan dilakukan mengingat ada rekam jejak, penulis pernah dilibatkan sebelumnya dalam kegiatan dakwah di perguruan tersebut. Dan observasi ini, juga bersifat terang-terangan dalam arti antara subyek dan obyek yang diteliti, sama-sama mengetahui bahwa telah dilakukan kegiatan penelitian pada sumber-sumber data tersebut. Observasi meliputi aktor, kegiatan/aktivitas, serta tempat di perguruan tersebut dan sekitarnya. Penulis tentu menfokuskan pada observasi yang berkaitan dengan kepemimpinan yang diterapkan oleh Mas Mochamad Amien serta menseleksi hal-hal yang lebih rinci dari aspek kepemimpinan yang ingin didalami tersebut. Metode pengumpulan dokumentasi juga dilakukan. Dokumentasi berasal dari koleksi

3Sugiyono, “


(47)

41

dokumentasi Mas Mochamad Amien sendiri ataupun dalam proses observasi, penulis mendokumentasikan realitas yang diobaservasi.

Triangulasi data juga dilakukan untuk meningkatkan pemahaman penulisa akan fenomena yang ada yang telah penulis temukan, sehingga bukan menguji kebenaran yang ada. Mengingat orientasi penelitian kualitatif bukan semata-mata mencari kebenaran, akan tetapi pemahaman subyek akan dunia sekitarnya.4 Dalam penelitian ini, triangulasi data dilakukan dengan membandingkan data yang bersumber dari wawancara, observasi dan dokumentasi, termasuk wawancara dengan wawancara yang lainnya dari sumber data yang berbeda.

E. Analisis Data

Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Menurut Miles dan Huberman, aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.5

1. Data Reduction

Data yang diperoleh penulis cukup banyak, semakin banyak, rumit dan kompleks, itulah mengapa dalam penelitian kualitatif perlu melakukan pemilahan dan analisis untuk mereduksi data. Mereduksi data berarti menfokuskan pada hal-hal yang penting yang berkaitan dengan rumusan masalah yang dibuat. Reduksi data yang dilakukan dipandu oleh tujuan

4

Ibid, 399. 5


(48)

42

penelitian yang ada. Termasuk pada hal-hal pendalaman aspek atau dimensi kepemimpinan yang dikenyataannya tidak tercerminkan atau miskin fenomena datanya, maka penulis akan mengabaikannya atau menggunakannya sesuai porsi ketersediaan data, sementara data yang kaya dalam aspek kepemimpinan keteladanan, maka penulis akan mendalaminya sesuai kebutuhan dan tujuan penelitian.

2. Data Display

Setelah reduksi data, dimana data-data yang kurang relevan akan dihindari, penulis kemudian men-display-kan data. Display dilakukan dengan menunjukkan uraian singkat, yakni berupa uraian naratif. Disini penulis juga berhati-hati, karena bisa jadi data yang sederhana jika dianalisis dan digabungkan bisa berkaitan dengan tujuan dan rumusan yang hendak dijawab. Penyajian dilakukan secara runtut dan logis bertujuan menjawab rumusan masalah yang telah dicanangkan.

3. Conclusion

Dalam penelitian kualitatif, bisa jadi konklusi yang muncul kurang mendukung dari kesimpulan awal atau rumusan masalah yang dicanangkan, karena data-data beserta buktinya mengarah pada hal yang berbeda lebih-lebih bisa berlawanan. Itulah mengapa rumusan masalah bersifat sementara. Bisa juga mendukung, akan tetapi ada sedikit perubahan dan pergeseran dari kerangka teoritik yang menjadi pijakan atau sudut pandang dalam menganalisa realitas yang ada. Akan tetapi apapun hasilnya selama mencerminkan realitasnya dan sesuai dengan obyek


(49)

43

penelitian yang dikaji, maka hasilnya akan menjadi sebuah temuan baru. Temuan bisa berupa deskripsi atau gambaran obyek yang lebih jelas, bisa juga hubungan kausal atau interkatif, hipotesis ataupun teori. Dipenelitian ini akan mengkongkritkan gambaran obyek kepemimpinan dakwah Mas Mochamad Amien. Harapannya menghasilkan kesimpulan yang kredibel.


(50)

44

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil Lembaga Chakra V

Perguruan Silat Chakra V (Baca: lima) pusatnya bertempat di gang kecil, didekat kawasan wisata religi Ampel Surabaya, tepatnya di Jalan Sukodono IV/12, atau dulunya kampung ini dikenal dengn nama Kapuran dari asal kata pangapuro Surabaya. Chakra adalah singkatan dari Cahaya Hati Karunia Rabbul Alamin. Sementara V bermakna rukun Islam yang lima, yakni: syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Chakra juga berarti simbol dari trah keluarga Cakraningrat, Madura.

1. Profil Singkat Mas Mochammad Amien

Pada dasarnya beliau tidak ingin mengungkap banyak mengenai silsilah keluarganya. Akan tetapi beliau memiliki dokumen khusus mengenai keluarga beliau, yang tidak ingin beliau ungkap. Beliau berujar bahwa silsilahnya sampai pada Cakraningrat I (Raden Praseno) di Madura dan Sunan Ampel, bahkan sampai pada Rasulullah SAW.1 Kepada penulis beliau hanya menunjukkan beberapa generasi keatasnya. Kata „Mas‟ sendiri adalah gelar panggilan kepada seseorang yang memiliki darah dan garis keturunan seorang raja. Beliau menunjukkan beberapa garis silsilah keluarganya sebagaimana bagan dibawah ini.

1


(51)

45

Bagan 1: Garis Silsilah Mas Mochamad Amien

Yudonegoro Djoyotruno (Mak Koneng) Mas Panji Agung Djoyotruno Mas Hadi Kusumo Djoyotruno Bindoro Muhammad Hotib (Buju Hotib)

Mas Mochammad Ali Djoyotruno Bindoro Abdullah Djoyotruno

Mas Marsudin Djoyotruno

Mas Marsidi Djoyotruno - Hj. Saminah (desa Jubesseh/Banyu Besi: (Surabaya) Bangkalan, Madura)

Mas Mochamad Amien

Garis silsilah tersebut, menunjukkan keluarga sekaligus guru, dalam pengertian Mas Mochammad Amien berguru kepada ayah dan kakeknya sendiri. Sementara ayah dan kakeknya belajar dari orang tuanya. Ilmu silat yang dimiliki Mas Mochamad Amien memang adalah ilmu silat keluarga yang khusus dan terbatas. Ilmu silat yang diajarkan ke khalayak adalah berupa olahan Mas Amien yang diambil sebagian kecil saja.


(52)

46

Sementara jika kita lihat dari sumber blog Chakra V cabang Singapura2, terkait silsilah keluarganya, sebelum Gusti Yudonegoro Djoyotruno (Mak Koneng), jika ditarik dari keturunan Senopati Ario Bijjanan (1389-1487) adalah sebagai berikut:

Senopati Ario Bijjanan Muhammad Soleh Bijjanan Pangeran Prawira Alit Bijjanan

Gusti Ahmad Yusuf Bijjanan Gusti Yudonegoro Djoyotruno

Mas Mochamad Amien membuka perguruannya dirumahnya sendiri Jalan Sukodono IV/12, sebagai hasil jerih payahnya menjadi guru silat. Beliau juga aktif mengisi seminar tentang silat, sejarahnya dan berbagai seluk beluknya. Beliau juga aktif mengajar Short Course baik dalam dan luar negeri berkaitan dengan aliran silatnya.

Selain itu beliau juga mengisi waktu dengan menulis, karya tulis beliau yang telah jadi buku diantaranya adalah:

a. “Sukses Finansial jadi Guru Silat”, diterbitkan oleh Bijjanan Publishing dan MMA Foundation tahun 2012. Buku ini menjadi National Best Seller.

2


(53)

47

b. “Jemparingan: Dasar-Dasar Mengenal Jemparingan Jawi Gragat Mataraman”, diterbitkan oleh Semut Rang Rang Production tahun 2017. c. “Delapan Dasar Silat Chakra V”, diterbitkan oleh MMA Foundation tahun

2012.

d. “Sembilan Belas Teknik Dasar Chakra V Silat Combat System”, diterbitkan oleh MMA Foundation tahun 2013.

e. “Mengukir Matahari di Arofah”, diterbitkan oleh MMA Foundation tahun 2013. Buku ini merupakan karya novel.

2. Aliran Silat

Perguruan silat Chakra V adalah aliran silat madura warisan Senopati Ario Bijjanan. dan Sultan Adiningrat Bangkalan. Aliran ini merupakan strategi dalam perang kuno untuk menyelamatkan raja. Konsep silat yang diajarkan dikenal dengan MMA Style (gaya Mas Mochamad Amien). MMA style merupakan perpaduan dari ilmu keluarga Senopati Ario Bijjanan (1413 M), setelah meninggal beliau dikenal dengan sebutan Mbah Bujuk Bindoro Ario Bijjanan dan dimakamkan di desa Bijjanan-Jubesseh. MMA Style diramu dari beberapa teknik dan jurus sebagai berikut:

a. Tepok Cok-Kecoan/Pukulan Setekel, diciptakan oleh Mang Cilok-disempurnakan oleh Senopati Ario Bijjanan. Diambil 35%.

b. Akeket Macanan, diciptakan oleh R.M. Ahmad Yusuf Bijjanan Djoyotruno. Diambil 25%.


(54)

48

c. Todik Bijjanan/Sodduken Gembuh, diciptakan oleh Senopati Ario Bijjanan. Diambil 15%,

d. Are‟ Seka‟/Clurit Rajawali, diciptakan oleh Mas Marsidi Djoyotruno, Mas Marsilan Djoyotruno dan Mbah Ali Gupek. Diambil 10%.

e. Timpa Pukul Hilang, diciptakan oleh Cipto Hasan, Karpoteh Tanah Merah (aliran dari keluarga yang lain), diambil 5%.

Sebelum belajar aliran kuno ini seorang murid harus mencapai tingkatan keluarga. Karena silat ini sangat berbahaya bukan untuk sport tapi murni self defense.

Dalam perkembangan, adanya kebutuhan pasar, maka dibuat silat dengan tujuan prestasi yaitu untuk sport. Sebelum mempelajari jurus inti siswa harus menjadi calon siswa sedangkan tingkatan memperoleh ilmu aliran Bijjanan harus menjadi keluarga. Untuk menjadi keluarga Chakra V tidaklah mudah harus memenuhi syarat diantarnya berbudi pekerti mulia. MMA sendiri pernah belajar Kyukusinkai Kala Hitam. Dia juga petarung MMA undergroud. Lengkaplah aliran ini menjadi aliran baru namun inti dari silat ini adalah aliran kuno.3

3. Program dan Tingkatan

Chakra V memiliki dua macam program, yaitu program reguler dan non-reguler. Program reguler banyak diminati oleh para siswa sekolah, sedangkan program non-reguler biasanya diminati oleh mereka yang sudah

3


(55)

49

memiliki kemampuan beladiri lainnya, bahkan kebanyakan sudah mencapai tingkatan master di disiplin bela diri lainnya.

Pada dasarnya Chakra V tidak memiliki tingkatan, tapi karena jaman modern sekarang menuntut sebuah manajemen yang rapih, maka di buatlah silabus yang dibagi menjadi beberapa tingkatan :

Calon Siswa: Disini dibagi menjadi dua level, di level dasar calon siswa akan mempelajari 19 teknik dasar, lalu level selanjutnya adalah jurus, dimana para calon siswa mempelajari 6 jurus dasar.

Siswa: Di tingkat ini siswa mulai mempelajari teknik patigaman tapi masih dalam bentuk satu lawan satu.

Calon Keluarga : disini juga dibagi menjadi dua calon keluarga luar dan calon keluarga dalam. Disinilah banyak teknik-teknik khas dan tersembunyi Chakra V diajarkan.

Salah satu teknik yang diajarkan adalah Patigaman, sebuah materi yang hanya diajarkan kepada murid – murid Chakra V tingkat lanjut. Teknik patigaman adalah teknik senjata tajam, baik teknik penggunaannya maupun teknik menghadapi serangan menggunakan senjata tajam.

Teknik patigaman yang dilatih adalah teknik menghadapi serangan lawan banyak yang menggunakan senjata. Teknik ini diapdaptasi dari tata tempur atau strategi perang pasukan Senopati Ario Bijjanan yang adalah pasukan khusus. Tata tempur ini digunakan saat pasukan khusus yang hanya berjumlah sedikit, 5 sampai 2 orang melawan serbuan pasukan yang banyak


(56)

50

dan memakai senjata. Tata tempur ini juga digunakan sebagai strategi untuk perlindungan dan penyelamatan Raja.

Tata tempur kuno ini diatas dan diajarkan di Chakra V karena Mas Mochamad Amien melihat kejahatan saat ini sudah sangat sadis. Para siswa dipersiapkan untuk dapat menghadapi kejahatan yang berupa keroyokan, bukan berarti dengan menggunakan teknik ini dapat menjadi sakti dan hebat bisa melawan berapapun banyaknya lawan, tapi tata strategi ini diharapkan dapat memberikan peluang untuk melindungi dan menyelamatkan diri. Tak hanya mempelajari strateginya, para siswa juga dilatih manajemen stress ketika berhadapan dengan lawan baik perorangan maupun keroyokan. Semua teknik dan strategi ini dilatih dengan menggunakan sistem drill yang sangat ketat dan repetisi yang berulang – ulang sehingga siswa dapat menyatu dengan tekniknya, setelah itu baru di berikan penjelasan aplikasi lalu pengembangan jurus.

Ketika berbicara tentang keefektifan strategi dan teknik ini, Mas Mochamad Amien bercerita bahwa pada jaman penjajahan dahulu kakeknya menerapkan dan mengajarkan strategi perang ini untuk menghadapi serangan penjajah. Tata strategi patigaman yang unik ini sudah menjadi silabus tetap dalam Chakra V, sebuah perguruan pencak silat tradisional yang menggunakan manajemen modern.

Dalam menseleksi para siswanya Mas Mochamad Amien menerapkan tes psikologi maupun melihat akhlak para siswanya karena ilmu – ilmu serta teknik yang diajarkan di Chakra V adalah ilmu simpanan


(1)

103

BAB V

KESIMPULAN

A. Kepemimpinan Dakwah Pola Keteladanan Mas Mochamad Amien

Setelah ditelaah dan dianalisa, kepemimpinan dakwah pola keteladanan Mas Amien ditinjau dari teorinya Kouzes dan Posner adalah sebagai berikut:

1. Mas Mochamad Amien dalam Mencontohkan Cara

Dalam mencontohkan cara Mas Amien mendasarkan pada pengalaman, agama dan obyektifitas keadaan dirinya. Beliau memperhatikan 3 hal dalam memberikan contoh, yakni bahwa setiap orang harus belajar dan berproses; sinyalnya kepada hamba-Nya; dan mindsetnya yang dimiliki seseorang.

a. Nilai-Nilai yang Beliau Pegang

1) Agama dan sholat;

2) Memuliakan orang tua dan guru

3) Menolong orang yang lemah dan meminta

4) Disiplin dan menepati janji


(2)

104

6) Jujur

7) Silaturahmi

b. Meyakinkan dan Mencontohkannya

1) Dengan wejangan/petuah

2) Sharing dan Problem Solving

3) Perubahan Mindset

4) Momentum pertandingan Silat

5) Acara Syukuran atau Silaturahm Bersamai

2. Mas Mochamad Amien dalam Menginspirasi Visi

Visi Chakra V sifatnya masih umum, yakni :

a. Bahwa belajar silat itu untuk mempertahankan diri, keluarga dan memegang agama.

b. Menjaga nama baik Chakra V dan tetap menjalin silaturahmi.

Sementara visi yang lebih kongkrit dan matang, dibahas dilingkungan murid yang telah mencapai tingkat keluarga, dimana sementara ini masih belum ada. Visi yang tidak dipaksakan, berarti memang ruang murid menemukan jati dirinya di silat dan perguruan Chakra V diserahkan pada masing-masing orang.


(3)

105

3. Mas Mochamad Amien dalam Menantang Proses

Dalam menantang proses kepada murid-muridnya, Mas Amien mendasarkan pada tiga hal: Pertama, berdasarkan standart skill silat. Kedua, program pengembangan organisasi. Ketiga, pengembangan pribadi individu.

4. Mas Mochamad Amien dalam Memungkinan Orang Lain Bertindak

Mas Amien sangat membuka ruang kebebasan bagi murid-muridnya. Setiap ide selama tidak bertentangan dengan prinsip, semua diiyakan. Mas Amien juga membebaskan murid-muridnya yang skillnya sudah bagus membuka perguruan cabang Chakra V, dan tidak perlu khawatir akan terjadi perubahan teknik dan jurus. Mas Amien juga berusaha menjaga iklim kerja.

5. Mas Mochamad Amien dalam Menyemangati Jiwa

Mas Amien memberikan standart yang cukup tinggi bagi murid-muridnya, baik dari segi kemampuan silat maupun moralnya. Namun tetap berwelas asih untuk memberikan beberapa tambahan jika muridnya jujur, loyal dan kontributif bagi perguruan. Setiap keberhasilan murid akan dirayakan secara sederhana.


(4)

106

B. Latar Belakang Kepemimpinan Dakwah Mas Mochamad Amien

Latar belakang kepemimpinan dakwah Mas Mochammad Amien dengan pola diatas, dikarenakan beberapa faktor, yakni: format perguruan keluarga, kondisi umat Islam, pandangan masayarakat akan silat dan praktisi silat, serta pengalaman masalah loyalitas dan konsistensi murid.


(5)

107

DAFTAR PUSTAKA

Adair, John, Kepemimpinan Mochamad, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Al-Kandahlawy, Yusuf. Sirah Sahabat: Keteladanan Orang-orang di Sekitar Nabi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Al-Uqaili, Uhaimid, Surat-surat Nabi kepada Raja dan Panglima Perang, Surabaya, Pustaka Yassir, 2011.

Daymon, Christine dan Immy Holloway, “Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communications” Yogyakarta: Bentang, 2008.

Fadhlullah, M. Husain, Islam & Logika Kekuatan, Bandung: PT Mizan, 1995.

Fatimah, “Gerakan Dakwah Islam: Analisis Kepemimpinan Dakwah Abu A’la Al

-Maududi”, Tasamuh, Vol 4 Nomor 1, Juni, 2012.

Ilaihi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Indro S, Wahyu “Meraba Masa Depan Silat Indoensia”, KABARE, Agustus

2014.

Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami Prilaku dengan Mengaplikasikan

Prinsip-Prinsip Psikologi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012.

Kayo, Khatib Pahlawan, “Kepemimpinan Islam dan Dakwah” Jakarta: AMZAH, 2005.

Kouzes, James M. The Leadership Challenge. Jakarta: Erlangga, 2004.

Lapidus, Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam: Bagian kesatu dan dua, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999.

Liliweri, Alo, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

M. Zulkarnain, “Pola Kepemimpinan Dakwah Abah M. Saiful Anwar Zuhri

Rosyid dalam Upaya Pengembangan Kemandirian Santri Pondok Pesantren Az-Zuhri Ketileng Semarang”, Skripsi--Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2006.

Mahmuddin, “Kepemimpinan Dakwah”, Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 15, No. 2, Desember, 2014.

Majer, Kenneth, Kepemimpinan Berbasis Nilai, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Maryono, O’ong. Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta: Benang Merang, 2008.

Muhyiddin, Asep. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung, Pustaka Media, 2002.

Nurul Badruttamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005.

Prabowo, Nurhadi, “Model Kepemimpinan di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush


(6)

108

Praptono, Sri, “Kepemimpinan dan Fungsi Integrasi”, Majalah Ilmiah Inspiratif , Vol. 01 No.01, Januari, 2016.

Rivai, Veithzal. Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012.

Sabiq, Assaiyid, Sumber Kekuatan Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982.

Sari, Beti Indah dan M. Turhan Yani, “Gaya dan Tipologi Kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren Babussalam Dusun Kalibening, Desa Tanggalrejo,

Mojoagung, Jombang” Kajian Moral dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 1, 2013.

Sugiyono, “Metode Penulisan Manajemen” Bandung, Alfabeta, 2015. Sugiyono. Metode Penulisan Manajemen. Bandung: Alfabeta, 2015.

Tisnawati, Ernie. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2013. Yukl, Gary. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: PT Indeks, 2005.

Zahrah, Abu. Dakwah Islamiyah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994.

Internet

https://www.bantennews.co.id/silat-mengajarkan-nilai-dan-kekuatan/ (dibuka tanggal 17 Desember 2016)

http://www.pimpinanpusattapaksuci.org (dilihat: 4 januari 2017) http://pagarnusa.or.id (dilihat: 4 Januari 2017)

http://www.uinsgd.ac.id/front/detail/karya_ilmiah/tesis/kepemimpinan-kharismatik-kyai-dalam-konteks-sosiologi-jawa (10 juni 2017).

https://pentcaksilat.blogspot.co.id/2016/11/sejarah-silat-chakra-v.html, 15 Juni 2017