PROFIL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ANAK AUTIS DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT DAN FIELD INDEPENDENT.
PROFIL PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA ANAK AUTIS DITINJAU DARI
GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT DAN
FIELD INDEPENDENT
SKRIPSI
Oleh:
Balqis Azizah
NIM. D04212005
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
AGUSTUS 2016
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi Oleh :
Nama
:
NIM
:
Fakultas
:
Judul
:
Balqis Azizah
D04212005
Tarbiyah dan Keguruan
PROFIL PEMECAHAN MATEMATIKA SISWA
AUTIS DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF
FIELD
DEPENDENT
DAN
FIELD
INDEPENDENT
ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Pembimbing I
Surabaya, 8 Agustus 2016
Pembimbing II
Yuni Arrifadah, M.Pd
NIP. 197306052007012048
Lisanul Uswah S, M.Pd
NIP. 198309262006042002
ii
PROFIL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ANAK AUTIS
DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT DAN FIELD
INDEPENDENT
Oleh:
BALQIS AZIZAH
ABSTRAK
Autisme merupakan suatu istilah yang mencirikan bahwa seseorang menarik diri dari
interaksi sosial dengan lingkungannya sehingga mereka seolah-olah hidup di dunia sendiri.
Berdasarkan UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 32 ayat 1, maka anak yang menyandang autisme
dan anak dengan kebutuhan khusus lainnya berhak mendapat pendidikan dan pengajaran yang
layak sesuai dengan kemampuan dan juga potensi yang ada dalam dirinya. Kurikulum pada
sekolah umum mengikuti kurikulum nasional dan bukan kurikulum pendidikan khusus, untuk
hal itu perlu dilihat bagaimana anak-anak autis berpikir ketika memecahkan masalah, khususnya
pada permasalahan dalam matematika. Melalui pemecahan masalah matematika, siswa autis
dapat melatih proses berpikirnya untuk dapat memahami masalah dan memiliki kepercayaan diri
untuk mengambil keputusan dalam mencari solusi yang dihadapi sesuai dengan gaya kognitif
yang dimiliki siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran terperinci
mengenai proses pemecahan masalah matematika anak autis ditinjau dari gaya kognitif field
dependent (FD) dan gaya kognitif field independent (FI).
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek
penelitian terdiri dari 2 siswa, masing-masing 1 siswa yang memiliki gaya kognitif FD dan 1
siswa yang memiliki gaya kognitif FI. Subjek penelitian diperoleh dengan memberikan tes
GEFT untuk menentukan gaya kognitif siswa. Data penelitian diperoleh dengan memberikan 2
tes pemecahan masalah (TPM) dengan materi segi empat. Setelah subjek diberikan TPM, subjek
kemudian diwawancara. Peneliti menguji kredibilitas dan kevalidan data menggunakan
triangulasi metode. Hasil TPM dianalisis berdasarkan indikator tahap pemecahan masalah
menurut Polya dan hasil wawancara dianalisis berdasarkan Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek autis FD dalam memahami masalah subjek
membaca secara berulang soal yang diterima yang berarti subjek masih belum bisa memahami
masalah secara langsung, subjek merencanakan penyelesaian masalah dengan menceritakan
perencanaan masalah yang dilakukan secara runtut tetapi dengan menggunakan perencanaan
yang kurang tepat. Pada tahap melaksanakan penyelesaian, subjek mengerjakan sesuai dengan
perencanaan yang telah diungkapkannya tadi sehingga menyebabkan jawaban subjek FD masih
kurang tepat, dan pada tahap memeriksa kembali, subjek FD tidak memeriksa kembali hasil
pengerjaannya. Sedangkan subjek autis FI dalam menerima informasi dengan cara membaca soal
dengan cermat dan teliti dan subjek bisa langsung memahami isi dari masalah yang diberikan.
Pada tahap merencanakan penyelesaian, subjek FI merencanakan penyelesaian dengan
menceritakan perencanaan masalah yang dilakukan dengan rencana yang benar. Pada tahap
melaksanakan penyelesaian, subjek mengerjakan sesuai dengan perencanaan yang telah
diungkapkannya tadi dengan benar, dan pada tahap memeriksa kembali, subjek FI memeriksa
kembali hasil jawaban yang telah ia kerjakan.
Kata kunci: Pemecahan masalah, Anak Autis, Gaya kognitif field dependent, Gaya kognitif
field Independent,
vii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................ i
Persetujuan Pembimbing ................................................................. ii
Halaman Pengesahan ...................................................................... iii
Pernyataan Keaslian Tulisan .......................................................... iv
Motto ..............................................................................................v
Halaman Persembahan ................................................................... vi
Abstrak ......................................................................................... viii
Kata Pengantar ............................................................................... ix
Daftar Isi ......................................................................................... xi
Daftar Tabel .................................................................................. xii
Daftar Gambar .............................................................................. xiii
Daftar Lampiran ............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
Latar Belakang ..................................................................1
Rumusan Masalah .............................................................9
Tujuan Penelitian ..............................................................9
Manfaat Penelitian ........................................................... 10
Batasan Masalah .............................................................. 10
Definisi Operasional ........................................................ 10
Sistematika Pembahasan .................................................. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Masalah Matematika ........................................................ 15
Pemecahan Masalah Matematika ..................................... 19
Profil Pemecahan Masalah Matematika ........................... 25
Anak Autis ........................................................................ 26
Gaya Kognitif ...................................................................31
Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent ...34
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
G. Keterkaitan Antara Pemecahan Masalah dengan Anak
Autis ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent dan
Field Independent ............................................................. 39
H. Segi Empat ........................................................................ 42
BAB III METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Jenis Penelitian ................................................................ 45
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 45
Subjek Penelitian ............................................................. 46
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ....................... 50
Keabsahan Data ................................................................ 54
Teknik Analisis Data ....................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi dan Analisis Data Tes Pemecahan Masalah
dan Wawancara Subjek dengan Gaya Kognitif Field
Dependent ........................................................................ 57
B. Deskripsi dan Analisis Data Tes Pemecahan Masalah
dan Wawancara Subjek dengan Gaya Kognitif Field
Independent ...................................................................... 69
BAB V PEMBAHASAN
A. Profil Pemecahan Masalah Matematika Anak Autis Yang
Memiliki Gaya Kognitif Field Dependent ........................ 79
B. Profil Pemecahan Masalah Matematika Anak Autis Yang
Memiliki Gaya Kognitif Field Independent ...................... 82
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................... 85
B. Saran ................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................87
xii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Pemecahan Masalah Menurut Polya ................... 24
Gambar 3.1 Prosedur Pemilihan Subjek Penelitian ........................ 47
Gambar 4.1 Lembar Jawaban TPM 1 Subjek FD ........................... 55
Gambar 4.2 Lembar Jawaban TPM 2 Subjek FD ........................... 57
Gambar 4.3 Lembar Jawaban Subjek FD Pada Saat Melaksanakan
Penyelesaian TPM 1 .................................................... 60
Gambar 4.4 Lembar Jawaban Subjek FD Pada Saat Melaksanakan
Penyelesaian TPM 2 ................................................... 62
Gambar 4.5 Lembar Jawaban Subjek FD Saat Memeriksa Kembali
Hasil TPM 1 ................................................................ 65
Gambar 4.6 Pembenaran Jawaban TPM 1 Subjek FD .................... 66
Gambar 4.7 Lembar Jawaban Subjek FI Saat Memahami TPM 1 ..67
Gambar 4.8 Lembar Jawaban Subjek FI Saat Memahami TPM 2 ..69
Gambar 4.9 Lembar Jawaban TPM 1 Subjek FI ............................. 72
Gambar 4.10 Lembar Jawaban TPM 2 Subjek FI ........................... 73
Gambar 4.11 Hasil Pengecekan Jawaban TPM 1 Subjek FI ........... 75
Gambar 4.12 Hasil Pengecekan Jawaban TPM 1 Subjek FI ........... 76
xiii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Indikator Pemecahan Masalah .............................. 25
Tabel 2.2 Tabel Perbedaan Karakteristik Siswa Bergaya Kognitif
FI dan FD ....................................................................... 37
Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian .............................. 49
Tabel 3.2 Daftar Hasil Tes GEFT Siswa Autis Kelas VII ............... 49
Tabel 3.3 Daftar Nama Subjek Penelitian ....................................... 50
Tabel 3.4 Daftar Nama Validator ................................................... 54
xiv
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Tes GEFT
Lampiran 2
Lembar Validasi Tes GEFT
Lampiran 3
Lembar Tugas Pemecahan Masalah (TPM) 1
Lampiran 4
Lembar Tugas Pemecahan Masalah (TPM) 2
Lampiran 5
Lembar Validasi I TPM
Lampiran 6
Lembar Validasi II TPM
Lampiran 7
Lembar Validasi III TPM
Lampiran 8
Lembar Validasi IV TPM
Lampiran 9
Pedoman Wawancara
Lampiran 10
Lembar Validasi I Pedoman Wawancara
Lampiran 11
Lembar Validasi II Pedoman Wawancara
Lampiran 12
Lembar Validasi III Pedoman Wawancara
Lampiran 13
Lembar Validasi IV Pedoman Wawancara
Lampiran 14
Hasil Pengerjaan GEFT Siswa
Lampiran 15
Hasil Pengerjaan TPM 1 & TPM 2 Subjek FD
Lampiran 16
Hasil Pengerjaan TPM 1 & TPM 2 Subjek FI
Lampiran 17
Transkrip Wawancara
Lampiran 18
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 19
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 20
Surat Tugas
Lampiran 21
Kartu Konsultasi
Lampiran 22
Berita Acara
xv
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada
seseorang yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor hereditas.
Anak dengan gangguan autisme adalah anak yang sibuk dengan
urusannya sendiri dari pada bersosialisasi dengan orang lain
disekitarnya.1 Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia
merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga
menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak
normal.
Istilah/kata autism pertama kali digunakan oleh seorang
psikiater Swiss yang bernama Eugene Bleuler, pada tahun 19081911 mengamati adanya suatu ciri tertentu pada penderita
skizofrenia dewasa yang ia sebut sebagai autisme yang berasal dari
kata bahasa Yunani yaitu autos yang berarti sendiri. Autisme
merupakan suatu istilah yang mencirikan bahwa seseorang menarik
diri dari interaksi sosial dengan lingkungannya sehingga mereka
seolah-olah hidup di dunia sendiri. Gangguan kejiwaan berupa
skizofrenia hanya terjadi/timbul pada orang dewasa atau remaja
saja. Namun pada tahun 1938-1943, Leo Kanner di Universitas
John Hopkins (Amerika Serikat) memperhatikan adanya ciri
autisme pada 11 orang anak yang tidak bisa melakukan kontak
dengan orang di sekitarnya bahkan sejak usia 1 tahun, sehingga
disebut sebagai infantil-autisme (autisme infantil). Sejak tahun
Novan Ardy Wiyani, Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 187
1
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
sekitar 1940 sampai dengan sekitar tahun 1960 autisme disalahsangkakan sebagai gangguan/masalah/kelainan jiwa yang terjadi
pada masa kanak-kanak. Pada jaman dahulu, autisme ditangani
oleh dokter spesialis jiwa, sehingga penanganannyapun saat itu
seperti juga penanganan terhadap penderita kelainan jiwa saat itu,
seperti misalnya dirawat di rumah sakit jiwa dengan terapi kejut
listrik, dsb. Autisme pada saat ini merupakan gangguan
perkembangan, maka yang lebih tepat autisme ditangani oleh
dokter spesialis anak.2
Saat ini pertumbuhan populasi autis berkembang sangat
pesat. Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang
sesungguhnya di Indonesia, namun dr Widodo Judarwanto,
pediatrician clinical and editor in chief menduga seperti halnya
dibelahan dunia lainnya terjadi peningkatan yang luar biasa
penderita autis di Indonesia. Prediksi penderita autis dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Sepuluh tahun yang lalu jumlah
penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, tahun 2000
meningkat menjadi satu per 500 anak. Diperkirakan tahun 2010
satu per 300 anak. Sedangkan tahun 2015 diperkirakan satu per
250 anak. Tahun 2015 diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800
anak penyandang autisme atau 134.000 penyandang spektrum
Autis di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus
meningkat.3
Rudy
Sutadi,
“Sejarah
Autisme”,
diakses
dari
http://www.kompasiana.com/lizarudy/sejarah-autisme_552e0e296ea834402a8b4589 pada
8 Maret 2016
2
3
The Children Indonesia, “Jumlah Penderita Autis di Indonesia”, diakses dari
klinikautis.com/2015/09/06/jumlah-penderita-autis-di-indonesia/ pada tanggal 8 Maret
2016
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Autis, bukan sekedar kelemahan mental, tetapi gangguan
perkembangan mental sehingga penderita mengalami kelambanan
dalam kemampuan, perkembangan fisik dan psikisnyapun tidak
mengikuti irama dan tempo perkembangan yang normal. Pada
dasarnya, anak penderita autis juga memerlukan pendidikan
sebagaimana anak normal lainnya, karena sebenarnya anak autis
itu juga mempunyai potensi untuk dikembangkan. Potensi-potensi
tersebut akan dapat dikembangkan semaksimal mungkin apabila
mendapat penanganan yang tepat.
Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 32 ayat 1
tercantum bahwa “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan
atau memiliki potensi dan bakat yang istimewa”. 4 Berdasarkan
aturan perundang-undangan tersebut, maka anak yang menyandang
autisme dan anak dengan kebutuhan khusus lainnya berhak
mendapat pendidikan dan pengajaran yang layak sesuai dengan
kemampuan dan juga potensi yang ada dalam dirinya.
Pendidikan anak-anak autis prasekolah, sebagian besar
diarahkan untuk memperbaiki perilaku dan emosionalnya yang
bertujuan agar anak dapat melaksanakan interaksi sosial dengan
baik. Beberapa penelitian tentang pemberian terapi prasekolah
ternyata mamberikan hasil yang baik terhadap perubahan tingkah
laku seperti melakukan perintah, keterampilan berbicara dan
imitasi gerak. Memperhatikan jumlah populasi penyandang autis
yang meningkat dan tidak diikuti dengan layanan pendidikan yang
cukup, maka sebagian dari mereka mengikuti pendidikan lanjutan
di sekolah umum. Melaui pendidikan inklusi, siswa autis dididik
Aisyah
Muis,
“Sistem
Pendidikan
Nasional”,
diakses
dari
https://www.academia.edu/4784240/SISTEM_PENDIDIKAN_NASIONAL pada tanggal 17
agustus 2016
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
bersama siswa normal lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya, yang mana pendidikan inklusi ini merupakan sekolah
yang diperuntukkan bagi semua siswa tanpa melihat kondisi
fisiknya. Kurikulum pada sekolah umum mengikuti kurikulum
nasional dan bukan kurikulum pendidikan khusus. Untuk hal itu
perlu dilihat bagaimana anak-anak autis berpikir ketika
memecahkan masalah, khususnya pada permasalahan dalam
matematika.5 Melalui pemecahan masalah matematika, siswa autis
dapat melatih proses berpikirnya untuk dapat memahami masalah
dan memiliki kepercayaan diri untuk mengambil keputusan dalam
mencari solusi yang dihadapi.
Pemecahan masalah merupakan aktivitas mental tingkat
tinggi, sehingga pengembangan keterampilan pemecahan masalah
matematika tidak mudah. Pemecahan masalah merupakan cara
yang tepat dalam pembelajaran untuk melatih siswa berpikir dan
hal ini sudah dibuktikan para ahli melalui sejumlah penelitian.
Menurut Polya, ada empat tahapan penting yang harus ditempuh
siswa dalam memecahkan masalah, yakni memahami masalah,
menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana
penyelesaian, dan memeriksa kembali.6
Dalam memahami masalah, yang harus dilakukan untuk
dapat memahami suatu masalah adalah pahami bahasa atau istilah
yang digunakan dalam masalah tersebut, merumuskan apa yang
diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi yang diperoleh
cukup, kondisi/syarat apa saja yang harus terpenuhi, nyatakan atau
tuliskan masalah dalam bentuk yang lebih operasional sehingga
Proses berpikir siswa autis dalam menyelesaikan soal matematika, diunduh dari
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=134004&lokasi=lokal pada tanggal
25 November 2015
5
6
Veby Diani, “4 Langkah Penyelesaian Masalah Menurut G. Polya”, diakses dari
http://dianiveby.blogspot.co.id/2012/06/4-langkah-penyelesaian-masalah-menurut.html
pada tanggal 8 Maret 2016
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
mempermudah untuk dipecahkan. Dalam merencanakan
pemecahan masalah kita dapat mencari kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi atau mengingat-ingat kembali
masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan
sifat/pola dengan masalah yang akan dipecahkan. Kemudian
barulah menyusun prosedur penyelesaiannya.
Pada langkah melaksanakan rencana, yang harus
dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah dibuat dengan
ketekunan dan ketelitian untuk mendapatkan penyelesaian.
Kegiatan pada langkah melihat kembali adalah menganalisis dan
mengevaluasi apakah strategi yang diterapkan dan hasil yang
diperoleh benar, apakah ada strategi lain yang lebih efektif, apakah
strategi yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
sejenis, atau apakah strategi dapat dibuat generalisasinya. Ini
bertujuan untuk menetapkan keyakinan dan memantapkan
pengalaman untuk mencoba masalah baru yang akan datang.
Melalui tahapan tersebut, siswa akan memperoleh hasil dan
manfaat optimal dari pemecahan masalah ketika mereka melalui
langkah-langkah pemecahan yang terorganisasi dengan baik.
Setiap individu memiliki karakteristik yang khas, yang
tidak dimiliki oleh individu lain. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa setiap individu berbeda satu dengan yang lain. Selain
berbeda dalam tingkat kecakapan memecahkan masalah, taraf
kecerdasan, atau kemampuan berpikir, siswa juga dapat berbeda
dalam cara memperoleh, menyimpan serta menerapkan
pengetahuan. Mereka dapat berbeda dalam cara pendekatan
terhadap situasi belajar, dalam cara mereka menerima,
mengorganisasikan dan menghubungkan pengalaman-pengalaman
mereka, dalam cara mereka merespons metode pengajaran tertentu.
Perbedaan-perbedaan antar pribadi yang menetap dalam cara
menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman
ini dikenal gaya kognitif.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
Gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam
berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan
membuat keputusan. Sejalan dengan itu, gaya kognitif dapat
didefinisikan sebagai variasi individu dalam cara memandang,
mengingat dan berpikir atau sebagai cara tersendiri dalam hal
memahami, menyimpan, mentransformasi, dan menggunakan
informasi.7 Gaya kognitif merujuk pada cara seseorang memproses,
menyimpan maupun menggunakan informasi untuk menanggapi
suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungannya.
Disebut sebagai gaya dan bukan sebagai kemampuan karena
merujuk pada bagaimana seseorang memproses informasi dan
memecahkan masalah dan bukan merujuk pada bagaimana proses
penyelesaian yang terbaik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan gaya
kognitif sangat mempengaruhi pemecahan masalah matematika
siswa karena keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalah
akan ditentukan dari cara orang itu berpikir, mengingat konsepkonsep sebelumnya yang terkait dengan masalah yang diberikan
dan memproses informasi untuk mendapat solusi yang tepat.
Sangat mungkin bahwa pemecahan masalah yang diajukan siswa
akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan siswa lain
sesuai dengan gaya kognitif masing-masing siswa.
Ada beberapa jenis gaya kognitif, diantaranya yaitu gaya
kognitif yang dibedakan berdasarkan psikologi dan gaya kognitif
yang didasarkan atas perbedaan konseptual tempo. Gaya kognitif
yang dibedakan berdasarkan psikologi meliputi gaya kognitif field
independent dan gaya kognitif field dependent. Orang yang
bergaya kognitif field dependent cenderung memandang suatu pola
7
Abdul Rahman, “Analisis Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Perbedaan Gaya
Kognitif Secara Psikologis dan Konseptual Tempo pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3
Makasar”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Pasca Sarjana UNESA, 14: 72 (2008),
458.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
sebagai keseluruhan dan kerap kali berorientasi pada sesama
manusia serta hubungan sosial. Orang yang bergaya kognitif field
independent cenderung untuk lebih memperhatikan bagian dan
komponen dalam suatu pola dan kerap pula lebih berorientasi pada
penyelesaian tugas daripada hubungan sosial.
Gaya kognitif yang didasarkan atas perbedaan konseptual
tempo yaitu perbedaan gaya kognitif berdasarkan atas waktu yang
digunakan untuk merespon suatu stimulus. Gaya kognitif dalam
klasifikasi ini di bagi menjadi dua kelompok, yaitu gaya kognitif
impulsif dan gaya kognitif reflektif. Orang yang memiliki gaya
kognitif impulsif menggunakan alternatif-alternatif secara singkat
dan cepat untuk menyeleksi sesuatu. Mereka menggunakan waktu
sangat cepat dalam merespon, tetapi cenderung membuat kesalahan
sebab mereka tidak memanfaatkan semua alternatif, sedangkan,
orang yang mempunyai gaya kognitif reflektif sangat berhati-hati
sebelum merespon sesuatu, dia mempertimbangkan secara hati-hati
dan memanfaatkan semua alternatif. Waktu yang digunakan relatif
lama dalam merespon tetapi kesalahan yang dibuat relatif kecil 8.
Individu autis adalah sosok yang unik, sehingga cara
belajar dan penerimaan informasi juga berbeda dari individu
lainnya. Anak autis merupakan anak yang kerap kali sibuk dengan
urusannya sendiri ketimbang bersosialisasi dengan orang lain
disekitarnya. Hal itu menyebabkan dalam proses berpikirnya anak
autis cenderung lebih mempunyai pemikiran tersendiri dalam
menyelesaikan suatu masalah ketimbang melihat atau mendengar
pemikiran dari orang lain.
Menurut para peneliti dari Universitas Montreal, Kanada,
pada penyandang autisme, area otak yang berkaitan dengan fungsi
informasi visual sangat berkembang. Sementara itu, bagian otak
lainnya kurang aktif terutama pada area yang berkaitan dengan
8
Abdul Rahman, Loc. Cit., hal 461.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
pembuatan keputusan dan perencanaan. 9 Dalam kegiatan belajar di
sekolah anak autis lebih mudah menerima informasi atau
pengetahuan yang disampaikan melalui gambar (visual-learners),
sebaliknya mereka akan mengalami hambatan untuk memahami
informasi yang berupa kalimat-kalimat panjang seperti misalnya
pada pelajaran yang mengharuskan mereka menceritakan kembali
sebuah bacaan atau menyelesaikan soal berhitung yang
menggunakan kalimat. Disisi lain, anak autis justru memiliki daya
ingat yang kuat pada hal-hal yang sering diulang seperti syair lagu,
angka perkalian dan angka kalender. Anak autis mempunyai
kemampuan yang lebih tinggi pada bidang yang berkaitan dengan
angka misalnya mengingat nomor atau angka dengan nominal
(digit) yang banyak.
Anak-anak autisme memiliki tingkat kecerdasan (IQ) ratarata lebih unggul dalam bidang matematika dibandingkan dengan
anak normal dengan IQ yang sama. Keunggulan dalam bidang
matematika pada anak autisme ini terkait dengan pola aktivasi pada
area tertentu dalam otak mereka. Pada anak normal area tersebut
dikaitkan dengan kemampuan mengenali wajah dan objek visual.
Hal ini menyebabkan anak autisme lebih unggul dalam hal
pemecahan masalah matematika. Vinod Menon, peneliti senior dari
Standford University melakukan penelitian yang melibatkan 18
anak autisme berusia 7-12 tahun dan 18 anak tanpa autisme berusia
sama. Semua responden diminta mengerjakan soal-soal
matematika sementara aktivitas otaknya dipantau dengan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Hasil scan pada anak autis
menunjukkan pola yang tidak biasa pada area ventral temporal
occipital cortex. Area ini bertanggung jawab dalam hal mengingat
9
Aris Haryanto, “Otak Anak Autis Bekerja dengan Cara Berbeda”, diakses dari
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/308-otak-anak-autis-bekerjadengan-cara-beda pada 9 Maret 2016
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
wajah dan objek visual lainnya.10 Kemampuan mengatasi masalah
matematis dan mengembangkan keahlian tersebut dapat membuat
perbedaan besar dalam kehidupan anak dengan autis.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di
atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul,
“Profil Pemecahan Masalah Matematika Anak Autis Ditinjau
Dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan
masalah pada penelitian yang diajukan sebagai berikut:
1.
Bagaimana profil pemecahan masalah matematika anak autis
yang memiliki gaya kognitif field dependent?
2.
Bagaimana profil pemecahan masalah matematika anak autis
yang memiliki gaya kognitif field independent?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan, tujuan
penelitian ini adalah:
1.
Mendeskripsikan profil pemecahan masalah matematika anak
autis yang memiliki gaya kognitif field dependent.
2.
Mendeskripsikan profil pemecahan masalah matematika anak
autis yang memiliki gaya kognitif field independent.
Rosmha Widiyani, “Anak Autis Unggul dalam Matematika”, diakses dari
http://health.kompas.com/read/2013/08/19/1209000/Anak.Autis.Unggul.dalam.Matematik
a, pada tanggal 20 Maret 2016
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut:
1.
Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah ilmu mengenai gaya kognitif yang dimiliki siswa
sehingga guru bisa memberikan pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan yang dimiliki siswa dan dapat membantu siswa autis
agar lebih mandiri dalam mengerjakan tugasnya.
2.
Bagi peneliti lain, sebagai referensi dalam melakukan
penelitian yang serupa mengenai profil pemecahan masalah
matematika ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan
field independent.
E. Batasan Penelitian
Agar pembahasan masalah dari penelitian ini tidak meluas
ruang lingkupnya, penulis membatasi permasalahan pada materi
segi empat untuk siswa kelas VII.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka
beberapa istilah perlu didefinisikan yaitu sebagai berikut:
1. Profil
Gambaran utuh menyeluruh dan alami tentang kemampuan
siswa untuk menemukan atau memperoleh jawaban dari
pertanyaan yang diberikan.
2.
Masalah Matematika
Masalah matematika adalah suatu soal atau pertanyaan ataupun
fenomena yang memiliki tantangan yang dapat berupa bidang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
aljabar, analisis, geometri, logika, permasalahan sosial ataupun
gabungan satu dengan lainnya yang tidak mempunyai cara
tertentu yang dapat langsung dipakai untuk mendapatkan
penyelesaian dari soal tersebut.
3.
Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses atau
sekumpulan aktifitas siswa yang dilakukan untuk menemukan
solusi dari masalah matematika.
4.
Profil Pemecahan Masalah Matematika
Profil Pemecahan masalah matematika adalah gambaran
menyeluruh mengenai rangkaian aktifitas siswa yang dilakukan
untuk menemukan solusi matematika.
5.
Autis
Autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat
membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal.
6.
Gaya Kognitif
Gaya kognitif adalah variasi individu dalam cara memandang,
mengingat dan berpikir atau sebagai cara tersendiri dalam hal
memahami, menyimpan, mentransformasi, dan menggunakan
informasi.
7.
Gaya Kognitif Field Independent
Ciri khas individu yang mempunyai kecenderungan dalam
merespons suatu stimulus menggunakan persepsi yang
dimilikinya sendiri, lebih analitis dan menganalisis pola
berdasarkan komponen-komponennya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
8.
Gaya Kognitif Field Dependent
Ciri khas individu yang mempunyai kecenderungan dalam
merespon suatu stimulus menggunakan syarat lingkungan
sebagai dasar dalam persepsinya dan kecenderungan
memandang suatu pola sebagai suatu keseluruhan tidak
memisahkan bagian-bagiannya.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Bab 1:
Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan penelitian, definisi operasional, dan sistematika
pembahasan.
Bab 2:
Kajian pustaka berisi tentang segala hal yang berkaitan
dengan masalah matematika, pemecahan masalah
matematika, profil pemecahan masalah matematika,
anak autis, gaya kognitif, gaya kognitif field dependent
dan field independent, keterkaitan antara Pemecahan
Masalah Matematika dengan Anak Autis Ditinjau dari
Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent,
serta beberapa definisi tentang segi empat.
Bab 3:
Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, tempat
dan waktu penelitian, subjek penelitian beserta alur
pemilihannya, teknik dan instrumen pengumpulan data,
teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
Bab 4:
Hasil penelitian yang meliputi, deskripsi dan analisis
data tentang hasil pengerjaan dan wawancara siswa autis
ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field
independent dalam mengerjakan TPM.
Bab 5:
Pembahasan berisi hasil tentang penelitian pemecahan
masalah matematika siswa autis ditinjau dari gaya
kognitif field dependent dan field independent.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
Bab 6:
Simpulan dan saran berisi tentang simpulan dari
penelitian (jawaban dari rumusan masalah) dan saransaran untuk pihak-pihak yang terkait dan penelitian
selanjutnya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
Halaman ini sengaja dikosongkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Masalah Matematika
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tak luput dari
adanya suatu permasalahan yang perlu dipecahkan solusinya. Dari
permasalahan, manusia dapat belajar memecahkan masalah untuk
dapat bertahan hidup. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika
seseorang belum menemukan aturan atau hukum tertentu untuk
menemukan solusi dari pertanyaan tersebut atau dengan kata lain
suatu masalah merupakan situasi yang seseorang memerlukan
sesuatu dan tidak mengetahui secara langsung tindakan yang akan
dilakukan untuk mencapainya. Suatu pertanyaan merupakan
masalah bergantung pada individu dan waktu. Maksudnya, bisa
jadi hal yang menjadi masalah bagi seorang murid, bukan menjadi
suatu masalah bagi siswa lain.
Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan
bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dan
direspon, namun mereka juga menyatakan bahwa tidak semua
pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Beberapa ahli
mendefinisikan masalah sebagai berikut:
1.
Ruseffendi menegaskan bahwa masalah dalam matematika
adalah suatu persoalan yang dapat diselesaikan tetapi tidak
menggunakan cara/algoritma rutin.1
Z. Arifin, Disertasi Doktor:
“Meningkatkan Motivasi Berprestasi, Kemampuan
Pemecahan Masalah, dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Melalui Pembelajaran
1
15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
2.
Lester mendefinisikan masalah sebagai suatu situasi dimana
seseorang atau kelompok ingin melakukan suatu tugas, tetapi
tidak ada algoritma yang siap dan dapat diterima sebagai suatu
metode pemecahannya.2
3.
Polya menyatakan bahwa suatu persoalan atau soal matematika
akan menjadi masalah bagi seorang siswa, jika: (a) mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan ditinjau dari kematangan
mental dan ilmunya, (b) belum mempunyai algoritma/prosedur
untuk menyelesaikannya, dan (c) berkeinginan untuk
menyelesaikannya.3
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
suatu persoalan dapat disebut sebagai masalah jika persoalan
tersebut memuat unsur tidak dapat diselesaikan dengan prosedur
rutin. Masalah matematika adalah suatu soal atau pertanyaan
ataupun fenomena yang memiliki tantangan yang dapat berupa
bidang aljabar, analisis, geometri, logika, permasalahan sosial
ataupun gabungan satu dengan lainnya yang tidak mempunyai
cara tertentu yang dapat langsung dipakai untuk mendapatkan
penyelesaian dari soal tersebut.
Secara lebih rinci, Baroody membedakan soal ke dalam 3
bagian, yaitu latihan, masalah, dan enigma. Suatu soal disebut
latihan jika seseorang sudah mengetahui strategi untuk
menyelesaikannya dengan menggunakan prosedur atau rumus
secara langsung. Suatu soal disebut masalah jika seseorang tidak
Matematika Realistik dengan Strategi Kooperatif di Kabupaten Lamongan”, (Bandung:
PPs UPI. 2008), 25
O. Sopiyah, Skripsi: “Pengaruh Model ‘KUASAI’ Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa SMK”, (Bandung: FPMIPA UPI. 2010), 9
2
3
E. Suherman, U. S. Winataputra, Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Jakarta:
Universitas terbuka Depdikbud, 1992), 17.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
dapat mengetahui secara langsung cara yang dapat digunakan
untuk menyelesaikannya. Menurut Baroody, masalah memiliki tiga
komponen yaitu, (a) dapat mendorong seseorang untuk mengetahui
sesuatu, (b) tidak ada cara langsung yang dapat digunakan untuk
menyelesaikannya, dan (c) mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya. Suatu soal disebut enigma jika seseorang secara
langsung mengabaikannya atau menganggapnya sebagai sesuatu
yang tidak dapat dikerjakan. Karena seseorang tidak punya
keinginan untuk menyelesaikannya atau sudah yakin bahwa tidak
dapat diselesaikan, maka enigma tidak memerlukan pemikiran dua
kali dan langsung ditinggalkan.4
Di dunia pendidikan, matematika masih menjadi hal yang
paling ditakuti oleh siswa. Hal ini dikarenakan masih banyaknya
siswa yang mengalami kesulitan ketika memecahkan masalah
matematika. Suatu masalah matematika berbeda dengan soal
matematika karena tak selamanya soal matematika dapat disebut
dengan masalah matematika. Soal matematika yang dapat langsung
dikerjakan dengan mudah bukan merupakan masalah matematika.
Secara khusus, Meiring menyatakan bahwa masalah
matematika harus memiliki beberapa syarat yaitu (a) situasi harus
memuat pernyataan awal dan tujuan, (b) situasi harus memuat ideide matematika, (c) menarik seseorang untuk mencari selesaiannya,
dan (d) harus memuat penghalang/rintangan antara yang diketahui
dan yang diinginkan/ditanyakan.5 Selanjutnya Hudojo menyatakan
bahwa syarat suatu masalah bagi siswa adalah (a) soal yang
Abdussakir, “Pembelajaran Matematika Melalui Pemecahan Masalah Realistik”, diakses
melalui https://abdussakir.wordpress.com/2009/03/21/pembelajaran-matematika-melaluipemecahan-masalah-realistik/ pada tanggal 11 Maret 2016
4
5
ibid
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
diberikan kepada siswa harus dapat dipahami oleh siswa, namun
soal tersebut merupakan tantangan untuk diselesaikan, dan (b) soal
tersebut tidak dapat secara langsung dijawab dengan prosedur rutin
yang telah diketahui siswa.
Polya juga berpendapat bahwa matematika terbagi dalam
dua macam masalah, yaitu:
1. Masalah untuk menemukan
Tujuan masalah untuk menemukan adalah untuk mencari suatu
objek tertentu atau hal yang tidak diketahui ataupun yang
ditanyakan dari masalah tersebut. Bagian utama dari masalah
menemukan adalah:
a.
Apakah yang ditanyakan?
b.
Apakah data yang diketahui?
c.
Bagaimana syaratnya?
2. Masalah untuk membuktikan
Masalah untuk membuktikan adalah masalah untuk
menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah. 6
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah
matematika harus memenuhi syarat, yaitu (1) menantang untuk
diselesaikan dan dapat dipahami siswa, (2) tidak dapat langsung
diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah dikuasai siswa, dan
(3) melibatkan ide-ide matematika.
Ahmad Nasriadi, Tesis: “Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa Smp Ditinjau
dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif”. (Surabaya: Pascasarjana Unesa, 2014), 8.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
B. Pemecahan Masalah Matematika
Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar
bagi manusia, karena pada kenyataannya, sebagian besar
kehidupan kita adalah berhadapan dengan masalah-masalah yang
perlu dicari penyelesaiannya. Pemecahan masalah merupakan
aktifitas mental yang tinggi. Pemecahan masalah merupakan cara
yang tepat dalam pembelajaran untuk melatih siswa berpikir dan
hal ini sudah dibuktikan para ahli melalui sejumlah penelitian.
Pehken menyatakan bahwa: “Problem solving has generally been
accepted as means for advancing thingking skills.” Ini berarti
bahwa pemecahan masalah telah diterima secara umum sebagai
cara untuk meningkatkan keahlian berpikir.7
Pemecahan masalah didefinisikan oleh Rodney sebagai
suatu proses
yang
dilakukan oleh
individu
dalam
mengkombinasikan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya untuk
menghadapi situasi baru. Cooney, Davis & Henderson
mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah proses
penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikan masalah itu.
Russefendi mengemukakan bahwa suatu soal merupakan
soal pemecahan masalah bagi seseorang bila ia memiliki
pengetahuan dan kemampuan untuk menyelesaikannya, tetapi pada
saat ia memperoleh soal itu ia belum tahu cara menyelesaikannya.
Dalam kesempatan lain, Russefendi juga mengemukakan bahwa
suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang jika: (1)
pertama, persoalan itu tidak dikenalnya, (2) kedua, siswa harus
mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun
Darma Andreas Ngilawajan, “Proses Berpikir Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Materiturunan Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field
Independent”, Pedagogia, 2:1 (februari, 2013), 71.
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
pengetahuan siapnya/awalnya; terlepas dari pada apakah akhirnya
ia sampai atau tidak kepada jawabannya, (3) Ketiga, sesuatu itu
merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk
menyelesaikannya. 8
Lebih spesifik, Sumarmo mengartikan pemecahan
masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita,
menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika
dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan
atau menciptakan atau menguji konjektur.9 Berdasarkan pengertian
yang dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan masalah
matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya
matematika (mathematical power) terhadap siswa. Sedangkan
Polya mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari
jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai tujuan yang tidak
dengan segera dicapai. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu kegiatan
untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah yang ingin dicapai,
namun tidak ditemukan cara penyelesaiannya. 10
8
ET Ruseffendi, Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan PGSD
D2 Seri Kedua (Bandung: Tarsito, 1991a), 34
9
Sumarmo, U, Dedy, E dan Rahmat. Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan
Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMA, (Bandung: Laporan Hasil
Penelitian FPMIPA IKIP Bandung, 1994), 23
Syahrial, Tesis: “Profil Strategi Estimasi Siswa SD Dalam Pemecahan Masalah
Berhitung Ditinjau dari Perbedaan Gaya Kognitif Field Dependent dan Field
Independent”. (Surabaya: Pascasarjana Unesa, 2014), 23
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Cara memecahkan masalah dikemukakan oleh beberapa
ahli, di antaranya Dewey dan Polya. Dewey memberikan lima
langkah
utama
dalam
memecahkan
masalah:
(1)
mengenali/menyajikan masalah: tidak diperlukan strategi
pemecahan masalah jika bukan merupakan masalah; (2)
mendefinisikan masalah: strategi pemecahan masalah menekankan
pentingnya definisi masalah guna menentukan banyaknya
kemungkinan penyelesaian; (3) mengembangkan beberapa
hipotesis: hipotesis adalah alternatif penyelesaian dari pemecahan
masalah; (4) menguji beberapa hipotesis: mengevaluasi kelemahan
dan kelebihan hipotesis; (5) memilih hipotesis yang terbaik. 11
Menurut Polya, ada empat tahap yang dapat dilakukan
dalam pemecahan masalah, yaitu dimulai dari memahami masalah,
membuat perencanaan pemecahan masalah, melaksanakan
pemecahan masalah, dan mengecek kembali hasil pemecahan
masalah. Keempat tahap tersebut dapat dijelaskan secara ringkas
sebagai berikut:
1. Memahami masalah (understand the problem)
Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah, siswa
tidak akan mampu menyelesaikan masalah dengan benar.
Pada fase ini, siswa dituntut untuk mengerti bahasa atau
istilah yang digunakan, makna tujuan dari masalah yang
diberikan dengan cara meminta siswa untuk mengulang
pertanyaan; menjelaskan bagian terpenting dari pertanyaan
tersebut, seperti apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan
apakah data serta kondisi yang tersedia mencukupi untuk
11
Rothstein & Pamela. Educational Psychology. (New York: Mc. Graw HillInc, 1990), 94
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
menentukan apa yang ingin didapatkan; menyatakan atau
menuliskan masalah dalam bentuk yang lebih operasional
sehingga mempermudah untuk dipecahkan. Untuk mencari
tahu apa maksud dari permasalahan tersebut ada beberapa tips
yang dapat dimanfaatkan, yaitu:
a.
Baca keseluruhan masalah,
langsung bisa mengerti.
tanpa
mengharapkan
b.
Baca masalah sekali lagi, bedakan informasi yang
penting dan yang tidak penting, dan buatlah
bagan/coretan/catatan.
c.
Jika masih belum mcngerti juga, jangan langsung
berkata, "Saya tidak mengerti!"
d.
Ulangi baca lagi, pusatkan perhatian pada bagian-bagian
yang belum dimengerti.
e.
Dalam beberapa kasus, permasalahan akan menjadi
lebih sederhana jika dipecah menjadi masalah-masalah
yang lebih kecil.12
2. Membuat rencana (device plan)
Pada fase ini, penyelesaian masalah sangat
tergantung pada seberapa kreatif siswa dalam menyusun
penyelesaian suatu masalah. Rencana penyelesaian bisa
dalam bentuk tertulis maupun tidak. Pembuatan rencana
pemecahan masalah dapat meliputi pembuatan sub masalah,
menghubungkan informasi yang diberikan dengan informasi
yang tidak diketahui, dan mengenali pola soal. Untuk
12
Endang Sulistyowati, Jurnal: “Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Matematika
SD/MI”. (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013), 64
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
merencanakan pemecahan masalah kita dapat mencari
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi atau
mengingat-ingat kembali masalah yang pernah diselesaikan
yang memiliki kemiripan sifat/pola dengan masalah yang
akan dipecahkan. Kemudian barulah menyusun prosedur
penyelesaiannya. Berikut adalah strategi-strategi yang
biasanya digunakan dalam pembuatan rencana:
a.
Mencari pola.
b.
Menguji masalah yang berhubungan serta menentukan
apakah teknik yang sama bisa diterapkan atau tidak.
c.
Menguji kasus khusus atau kasus lebih sederhana dari
masalah yang dihadapi untuk memperoleh gambaran lebih
baik tentang penyelesaian masalah yang dihadapi.
d.
Membuat sebuah tabel.
e.
Membuat sebuah diagram.
f.
Menulis suatu persamaan.
g.
Menggunakan strategi tebak-periksa.
h.
Bekerja mundur.
i.
Mengidentifikasi bagian dari tujuan keseluruhan.
3. Melaksanakan rencana (carry out the plan)
Siswa pada fase ini memecahkan masalah sesuai
dengan rencana penyelesaian yang telah dibuat sebelumnya
secara detail agar siswa memperhatikan prinsip-prinsip atau
aturan-aturan pengerjaan yang ada untuk mendapatkan hasil
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
penyelesaian yang benar. Pada langkah melaksanakan rencana,
yang harus dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah
dibuat dengan ketekunan dan ketelitian untuk mendapatkan
penyelesaian. Lebih rincinya, berikut merupakan langkahlangkah dalam melaksanakan rencana:
4.
a.
Melaksanakan strategi sesuai dengan yang direncakan
pada tahap sebelumnya.
b.
Melakukan pemeriksan pada setiap langkah yang
dikerjakan. Langkah ini bisa merupakan pemeriksaan
secara intuitif atau bisa juga berupa pembuktian secara
formal.
c.
Upayakan bekerja secara akurat.
Memeriksa kembali (check back)
Kegiatan pada langkah melihat kembali adalah
menganalisis dan mengevaluasi apakah strategi yang diterapkan
dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada strategi lain yang
lebih efektif, apakah strategi yang dibuat dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah strategi
dapat dibuat generalisasinya. Ini bertujuan untuk menetapkan
keyakinan dan memantapkan pengalaman untuk mencoba
masalah baru yang akan datang. Melalui tahapan tersebut,
siswa akan memperoleh hasil dan manfaat optimal dari
pemecahan masalah ketika mereka melalui langkah-langkah
pemecahan yang terorganisasi dengan baik. Berikut adalah
langkah-langkah yang biasanya digunakan dalam memeriksa
kembali hasil penyelesaian masalah:
a.
Periksa hasilnya pada masalah asal (dalam kasus
tertentu, hal seperti ini perlu pembuktian).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
b.
Interpretasikan solusi dalam konteks masalah asal.
Apakah solusi yang dihasilkan masuk akal?
c.
Apakah ada cara lain untuk menyelesaikan masalah
tersebut?
d.
Jika memungkinkan, tentukan masalah lain yang
berkaitan atau masalah lebih umum lain dimana strategi
yang digunakan dapat bekerja.
Gambar 2.1
Alur Pemecahan Masalah Menurut Polya
Dari pengertian pemecahan masalah di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pemecahan masalah matematika
merupakan suatu proses atau sekumpulan aktifitas siswa yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
dilakukan untuk menemukan solusi dari masalah matematika
dengan langkah penyelesaian yang terdiri dari memahami masalah,
membuat rencana penyelesaian masalah, melaksanakan rencana
penyelesaian dan memeriksa kembali penyelesaian
C. Profil Pemecahan Masalah Matematika
Profil pemecahan masalah matematika pada penelitian ini
merupakan gambaran utuh tentang berpikir siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika berdasarkan tahapan
pemecahan masalah yang diberikan oleh Polya. Untuk mendapat
profil tersebut, diberikan tugas pemecahan masalah kepada subjek
penelitian. Tugas pemecahan masalah merupakan tugas dalam
bentuk soal cerita, kemudian siswa diminta untuk memecahkan
masalah yang diberikan tersebut. Berikut indikator pemecahan
masalah berdasarkan tahap pemecahan masalah Polya:
Tabel 2.1
Tabel Indikator Pemecahan Masalah
Tahap Pemecahan
Masalah Oleh Polya
Indikator
1.
Siswa dapat memahami dan
menyebutkan
informasiinformasi yang diberikan dan
pertanyaan yang diajukan.
1.
Siswa
dapat
mencari
kemungkinan-kemungkinan yang
dapat terjadi atau mengingatingat kembali masalah yang
pernah
diselesaikan
yang
memiliki
kemiripan
Memahami masalah
Merencanakan Pemecahan
Masalah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
sifat/pola/kon
MATEMATIKA ANAK AUTIS DITINJAU DARI
GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT DAN
FIELD INDEPENDENT
SKRIPSI
Oleh:
Balqis Azizah
NIM. D04212005
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
AGUSTUS 2016
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi Oleh :
Nama
:
NIM
:
Fakultas
:
Judul
:
Balqis Azizah
D04212005
Tarbiyah dan Keguruan
PROFIL PEMECAHAN MATEMATIKA SISWA
AUTIS DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF
FIELD
DEPENDENT
DAN
FIELD
INDEPENDENT
ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Pembimbing I
Surabaya, 8 Agustus 2016
Pembimbing II
Yuni Arrifadah, M.Pd
NIP. 197306052007012048
Lisanul Uswah S, M.Pd
NIP. 198309262006042002
ii
PROFIL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ANAK AUTIS
DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT DAN FIELD
INDEPENDENT
Oleh:
BALQIS AZIZAH
ABSTRAK
Autisme merupakan suatu istilah yang mencirikan bahwa seseorang menarik diri dari
interaksi sosial dengan lingkungannya sehingga mereka seolah-olah hidup di dunia sendiri.
Berdasarkan UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 32 ayat 1, maka anak yang menyandang autisme
dan anak dengan kebutuhan khusus lainnya berhak mendapat pendidikan dan pengajaran yang
layak sesuai dengan kemampuan dan juga potensi yang ada dalam dirinya. Kurikulum pada
sekolah umum mengikuti kurikulum nasional dan bukan kurikulum pendidikan khusus, untuk
hal itu perlu dilihat bagaimana anak-anak autis berpikir ketika memecahkan masalah, khususnya
pada permasalahan dalam matematika. Melalui pemecahan masalah matematika, siswa autis
dapat melatih proses berpikirnya untuk dapat memahami masalah dan memiliki kepercayaan diri
untuk mengambil keputusan dalam mencari solusi yang dihadapi sesuai dengan gaya kognitif
yang dimiliki siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran terperinci
mengenai proses pemecahan masalah matematika anak autis ditinjau dari gaya kognitif field
dependent (FD) dan gaya kognitif field independent (FI).
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek
penelitian terdiri dari 2 siswa, masing-masing 1 siswa yang memiliki gaya kognitif FD dan 1
siswa yang memiliki gaya kognitif FI. Subjek penelitian diperoleh dengan memberikan tes
GEFT untuk menentukan gaya kognitif siswa. Data penelitian diperoleh dengan memberikan 2
tes pemecahan masalah (TPM) dengan materi segi empat. Setelah subjek diberikan TPM, subjek
kemudian diwawancara. Peneliti menguji kredibilitas dan kevalidan data menggunakan
triangulasi metode. Hasil TPM dianalisis berdasarkan indikator tahap pemecahan masalah
menurut Polya dan hasil wawancara dianalisis berdasarkan Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek autis FD dalam memahami masalah subjek
membaca secara berulang soal yang diterima yang berarti subjek masih belum bisa memahami
masalah secara langsung, subjek merencanakan penyelesaian masalah dengan menceritakan
perencanaan masalah yang dilakukan secara runtut tetapi dengan menggunakan perencanaan
yang kurang tepat. Pada tahap melaksanakan penyelesaian, subjek mengerjakan sesuai dengan
perencanaan yang telah diungkapkannya tadi sehingga menyebabkan jawaban subjek FD masih
kurang tepat, dan pada tahap memeriksa kembali, subjek FD tidak memeriksa kembali hasil
pengerjaannya. Sedangkan subjek autis FI dalam menerima informasi dengan cara membaca soal
dengan cermat dan teliti dan subjek bisa langsung memahami isi dari masalah yang diberikan.
Pada tahap merencanakan penyelesaian, subjek FI merencanakan penyelesaian dengan
menceritakan perencanaan masalah yang dilakukan dengan rencana yang benar. Pada tahap
melaksanakan penyelesaian, subjek mengerjakan sesuai dengan perencanaan yang telah
diungkapkannya tadi dengan benar, dan pada tahap memeriksa kembali, subjek FI memeriksa
kembali hasil jawaban yang telah ia kerjakan.
Kata kunci: Pemecahan masalah, Anak Autis, Gaya kognitif field dependent, Gaya kognitif
field Independent,
vii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................ i
Persetujuan Pembimbing ................................................................. ii
Halaman Pengesahan ...................................................................... iii
Pernyataan Keaslian Tulisan .......................................................... iv
Motto ..............................................................................................v
Halaman Persembahan ................................................................... vi
Abstrak ......................................................................................... viii
Kata Pengantar ............................................................................... ix
Daftar Isi ......................................................................................... xi
Daftar Tabel .................................................................................. xii
Daftar Gambar .............................................................................. xiii
Daftar Lampiran ............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
Latar Belakang ..................................................................1
Rumusan Masalah .............................................................9
Tujuan Penelitian ..............................................................9
Manfaat Penelitian ........................................................... 10
Batasan Masalah .............................................................. 10
Definisi Operasional ........................................................ 10
Sistematika Pembahasan .................................................. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Masalah Matematika ........................................................ 15
Pemecahan Masalah Matematika ..................................... 19
Profil Pemecahan Masalah Matematika ........................... 25
Anak Autis ........................................................................ 26
Gaya Kognitif ...................................................................31
Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent ...34
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
G. Keterkaitan Antara Pemecahan Masalah dengan Anak
Autis ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent dan
Field Independent ............................................................. 39
H. Segi Empat ........................................................................ 42
BAB III METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Jenis Penelitian ................................................................ 45
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 45
Subjek Penelitian ............................................................. 46
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ....................... 50
Keabsahan Data ................................................................ 54
Teknik Analisis Data ....................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi dan Analisis Data Tes Pemecahan Masalah
dan Wawancara Subjek dengan Gaya Kognitif Field
Dependent ........................................................................ 57
B. Deskripsi dan Analisis Data Tes Pemecahan Masalah
dan Wawancara Subjek dengan Gaya Kognitif Field
Independent ...................................................................... 69
BAB V PEMBAHASAN
A. Profil Pemecahan Masalah Matematika Anak Autis Yang
Memiliki Gaya Kognitif Field Dependent ........................ 79
B. Profil Pemecahan Masalah Matematika Anak Autis Yang
Memiliki Gaya Kognitif Field Independent ...................... 82
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................... 85
B. Saran ................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................87
xii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Pemecahan Masalah Menurut Polya ................... 24
Gambar 3.1 Prosedur Pemilihan Subjek Penelitian ........................ 47
Gambar 4.1 Lembar Jawaban TPM 1 Subjek FD ........................... 55
Gambar 4.2 Lembar Jawaban TPM 2 Subjek FD ........................... 57
Gambar 4.3 Lembar Jawaban Subjek FD Pada Saat Melaksanakan
Penyelesaian TPM 1 .................................................... 60
Gambar 4.4 Lembar Jawaban Subjek FD Pada Saat Melaksanakan
Penyelesaian TPM 2 ................................................... 62
Gambar 4.5 Lembar Jawaban Subjek FD Saat Memeriksa Kembali
Hasil TPM 1 ................................................................ 65
Gambar 4.6 Pembenaran Jawaban TPM 1 Subjek FD .................... 66
Gambar 4.7 Lembar Jawaban Subjek FI Saat Memahami TPM 1 ..67
Gambar 4.8 Lembar Jawaban Subjek FI Saat Memahami TPM 2 ..69
Gambar 4.9 Lembar Jawaban TPM 1 Subjek FI ............................. 72
Gambar 4.10 Lembar Jawaban TPM 2 Subjek FI ........................... 73
Gambar 4.11 Hasil Pengecekan Jawaban TPM 1 Subjek FI ........... 75
Gambar 4.12 Hasil Pengecekan Jawaban TPM 1 Subjek FI ........... 76
xiii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Indikator Pemecahan Masalah .............................. 25
Tabel 2.2 Tabel Perbedaan Karakteristik Siswa Bergaya Kognitif
FI dan FD ....................................................................... 37
Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian .............................. 49
Tabel 3.2 Daftar Hasil Tes GEFT Siswa Autis Kelas VII ............... 49
Tabel 3.3 Daftar Nama Subjek Penelitian ....................................... 50
Tabel 3.4 Daftar Nama Validator ................................................... 54
xiv
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Tes GEFT
Lampiran 2
Lembar Validasi Tes GEFT
Lampiran 3
Lembar Tugas Pemecahan Masalah (TPM) 1
Lampiran 4
Lembar Tugas Pemecahan Masalah (TPM) 2
Lampiran 5
Lembar Validasi I TPM
Lampiran 6
Lembar Validasi II TPM
Lampiran 7
Lembar Validasi III TPM
Lampiran 8
Lembar Validasi IV TPM
Lampiran 9
Pedoman Wawancara
Lampiran 10
Lembar Validasi I Pedoman Wawancara
Lampiran 11
Lembar Validasi II Pedoman Wawancara
Lampiran 12
Lembar Validasi III Pedoman Wawancara
Lampiran 13
Lembar Validasi IV Pedoman Wawancara
Lampiran 14
Hasil Pengerjaan GEFT Siswa
Lampiran 15
Hasil Pengerjaan TPM 1 & TPM 2 Subjek FD
Lampiran 16
Hasil Pengerjaan TPM 1 & TPM 2 Subjek FI
Lampiran 17
Transkrip Wawancara
Lampiran 18
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 19
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 20
Surat Tugas
Lampiran 21
Kartu Konsultasi
Lampiran 22
Berita Acara
xv
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada
seseorang yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor hereditas.
Anak dengan gangguan autisme adalah anak yang sibuk dengan
urusannya sendiri dari pada bersosialisasi dengan orang lain
disekitarnya.1 Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia
merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga
menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak
normal.
Istilah/kata autism pertama kali digunakan oleh seorang
psikiater Swiss yang bernama Eugene Bleuler, pada tahun 19081911 mengamati adanya suatu ciri tertentu pada penderita
skizofrenia dewasa yang ia sebut sebagai autisme yang berasal dari
kata bahasa Yunani yaitu autos yang berarti sendiri. Autisme
merupakan suatu istilah yang mencirikan bahwa seseorang menarik
diri dari interaksi sosial dengan lingkungannya sehingga mereka
seolah-olah hidup di dunia sendiri. Gangguan kejiwaan berupa
skizofrenia hanya terjadi/timbul pada orang dewasa atau remaja
saja. Namun pada tahun 1938-1943, Leo Kanner di Universitas
John Hopkins (Amerika Serikat) memperhatikan adanya ciri
autisme pada 11 orang anak yang tidak bisa melakukan kontak
dengan orang di sekitarnya bahkan sejak usia 1 tahun, sehingga
disebut sebagai infantil-autisme (autisme infantil). Sejak tahun
Novan Ardy Wiyani, Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 187
1
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
sekitar 1940 sampai dengan sekitar tahun 1960 autisme disalahsangkakan sebagai gangguan/masalah/kelainan jiwa yang terjadi
pada masa kanak-kanak. Pada jaman dahulu, autisme ditangani
oleh dokter spesialis jiwa, sehingga penanganannyapun saat itu
seperti juga penanganan terhadap penderita kelainan jiwa saat itu,
seperti misalnya dirawat di rumah sakit jiwa dengan terapi kejut
listrik, dsb. Autisme pada saat ini merupakan gangguan
perkembangan, maka yang lebih tepat autisme ditangani oleh
dokter spesialis anak.2
Saat ini pertumbuhan populasi autis berkembang sangat
pesat. Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang
sesungguhnya di Indonesia, namun dr Widodo Judarwanto,
pediatrician clinical and editor in chief menduga seperti halnya
dibelahan dunia lainnya terjadi peningkatan yang luar biasa
penderita autis di Indonesia. Prediksi penderita autis dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Sepuluh tahun yang lalu jumlah
penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, tahun 2000
meningkat menjadi satu per 500 anak. Diperkirakan tahun 2010
satu per 300 anak. Sedangkan tahun 2015 diperkirakan satu per
250 anak. Tahun 2015 diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800
anak penyandang autisme atau 134.000 penyandang spektrum
Autis di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus
meningkat.3
Rudy
Sutadi,
“Sejarah
Autisme”,
diakses
dari
http://www.kompasiana.com/lizarudy/sejarah-autisme_552e0e296ea834402a8b4589 pada
8 Maret 2016
2
3
The Children Indonesia, “Jumlah Penderita Autis di Indonesia”, diakses dari
klinikautis.com/2015/09/06/jumlah-penderita-autis-di-indonesia/ pada tanggal 8 Maret
2016
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Autis, bukan sekedar kelemahan mental, tetapi gangguan
perkembangan mental sehingga penderita mengalami kelambanan
dalam kemampuan, perkembangan fisik dan psikisnyapun tidak
mengikuti irama dan tempo perkembangan yang normal. Pada
dasarnya, anak penderita autis juga memerlukan pendidikan
sebagaimana anak normal lainnya, karena sebenarnya anak autis
itu juga mempunyai potensi untuk dikembangkan. Potensi-potensi
tersebut akan dapat dikembangkan semaksimal mungkin apabila
mendapat penanganan yang tepat.
Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 32 ayat 1
tercantum bahwa “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan
atau memiliki potensi dan bakat yang istimewa”. 4 Berdasarkan
aturan perundang-undangan tersebut, maka anak yang menyandang
autisme dan anak dengan kebutuhan khusus lainnya berhak
mendapat pendidikan dan pengajaran yang layak sesuai dengan
kemampuan dan juga potensi yang ada dalam dirinya.
Pendidikan anak-anak autis prasekolah, sebagian besar
diarahkan untuk memperbaiki perilaku dan emosionalnya yang
bertujuan agar anak dapat melaksanakan interaksi sosial dengan
baik. Beberapa penelitian tentang pemberian terapi prasekolah
ternyata mamberikan hasil yang baik terhadap perubahan tingkah
laku seperti melakukan perintah, keterampilan berbicara dan
imitasi gerak. Memperhatikan jumlah populasi penyandang autis
yang meningkat dan tidak diikuti dengan layanan pendidikan yang
cukup, maka sebagian dari mereka mengikuti pendidikan lanjutan
di sekolah umum. Melaui pendidikan inklusi, siswa autis dididik
Aisyah
Muis,
“Sistem
Pendidikan
Nasional”,
diakses
dari
https://www.academia.edu/4784240/SISTEM_PENDIDIKAN_NASIONAL pada tanggal 17
agustus 2016
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
bersama siswa normal lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya, yang mana pendidikan inklusi ini merupakan sekolah
yang diperuntukkan bagi semua siswa tanpa melihat kondisi
fisiknya. Kurikulum pada sekolah umum mengikuti kurikulum
nasional dan bukan kurikulum pendidikan khusus. Untuk hal itu
perlu dilihat bagaimana anak-anak autis berpikir ketika
memecahkan masalah, khususnya pada permasalahan dalam
matematika.5 Melalui pemecahan masalah matematika, siswa autis
dapat melatih proses berpikirnya untuk dapat memahami masalah
dan memiliki kepercayaan diri untuk mengambil keputusan dalam
mencari solusi yang dihadapi.
Pemecahan masalah merupakan aktivitas mental tingkat
tinggi, sehingga pengembangan keterampilan pemecahan masalah
matematika tidak mudah. Pemecahan masalah merupakan cara
yang tepat dalam pembelajaran untuk melatih siswa berpikir dan
hal ini sudah dibuktikan para ahli melalui sejumlah penelitian.
Menurut Polya, ada empat tahapan penting yang harus ditempuh
siswa dalam memecahkan masalah, yakni memahami masalah,
menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana
penyelesaian, dan memeriksa kembali.6
Dalam memahami masalah, yang harus dilakukan untuk
dapat memahami suatu masalah adalah pahami bahasa atau istilah
yang digunakan dalam masalah tersebut, merumuskan apa yang
diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi yang diperoleh
cukup, kondisi/syarat apa saja yang harus terpenuhi, nyatakan atau
tuliskan masalah dalam bentuk yang lebih operasional sehingga
Proses berpikir siswa autis dalam menyelesaikan soal matematika, diunduh dari
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=134004&lokasi=lokal pada tanggal
25 November 2015
5
6
Veby Diani, “4 Langkah Penyelesaian Masalah Menurut G. Polya”, diakses dari
http://dianiveby.blogspot.co.id/2012/06/4-langkah-penyelesaian-masalah-menurut.html
pada tanggal 8 Maret 2016
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
mempermudah untuk dipecahkan. Dalam merencanakan
pemecahan masalah kita dapat mencari kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi atau mengingat-ingat kembali
masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan
sifat/pola dengan masalah yang akan dipecahkan. Kemudian
barulah menyusun prosedur penyelesaiannya.
Pada langkah melaksanakan rencana, yang harus
dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah dibuat dengan
ketekunan dan ketelitian untuk mendapatkan penyelesaian.
Kegiatan pada langkah melihat kembali adalah menganalisis dan
mengevaluasi apakah strategi yang diterapkan dan hasil yang
diperoleh benar, apakah ada strategi lain yang lebih efektif, apakah
strategi yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
sejenis, atau apakah strategi dapat dibuat generalisasinya. Ini
bertujuan untuk menetapkan keyakinan dan memantapkan
pengalaman untuk mencoba masalah baru yang akan datang.
Melalui tahapan tersebut, siswa akan memperoleh hasil dan
manfaat optimal dari pemecahan masalah ketika mereka melalui
langkah-langkah pemecahan yang terorganisasi dengan baik.
Setiap individu memiliki karakteristik yang khas, yang
tidak dimiliki oleh individu lain. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa setiap individu berbeda satu dengan yang lain. Selain
berbeda dalam tingkat kecakapan memecahkan masalah, taraf
kecerdasan, atau kemampuan berpikir, siswa juga dapat berbeda
dalam cara memperoleh, menyimpan serta menerapkan
pengetahuan. Mereka dapat berbeda dalam cara pendekatan
terhadap situasi belajar, dalam cara mereka menerima,
mengorganisasikan dan menghubungkan pengalaman-pengalaman
mereka, dalam cara mereka merespons metode pengajaran tertentu.
Perbedaan-perbedaan antar pribadi yang menetap dalam cara
menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman
ini dikenal gaya kognitif.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
Gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam
berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan
membuat keputusan. Sejalan dengan itu, gaya kognitif dapat
didefinisikan sebagai variasi individu dalam cara memandang,
mengingat dan berpikir atau sebagai cara tersendiri dalam hal
memahami, menyimpan, mentransformasi, dan menggunakan
informasi.7 Gaya kognitif merujuk pada cara seseorang memproses,
menyimpan maupun menggunakan informasi untuk menanggapi
suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungannya.
Disebut sebagai gaya dan bukan sebagai kemampuan karena
merujuk pada bagaimana seseorang memproses informasi dan
memecahkan masalah dan bukan merujuk pada bagaimana proses
penyelesaian yang terbaik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan gaya
kognitif sangat mempengaruhi pemecahan masalah matematika
siswa karena keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalah
akan ditentukan dari cara orang itu berpikir, mengingat konsepkonsep sebelumnya yang terkait dengan masalah yang diberikan
dan memproses informasi untuk mendapat solusi yang tepat.
Sangat mungkin bahwa pemecahan masalah yang diajukan siswa
akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan siswa lain
sesuai dengan gaya kognitif masing-masing siswa.
Ada beberapa jenis gaya kognitif, diantaranya yaitu gaya
kognitif yang dibedakan berdasarkan psikologi dan gaya kognitif
yang didasarkan atas perbedaan konseptual tempo. Gaya kognitif
yang dibedakan berdasarkan psikologi meliputi gaya kognitif field
independent dan gaya kognitif field dependent. Orang yang
bergaya kognitif field dependent cenderung memandang suatu pola
7
Abdul Rahman, “Analisis Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Perbedaan Gaya
Kognitif Secara Psikologis dan Konseptual Tempo pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3
Makasar”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Pasca Sarjana UNESA, 14: 72 (2008),
458.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
sebagai keseluruhan dan kerap kali berorientasi pada sesama
manusia serta hubungan sosial. Orang yang bergaya kognitif field
independent cenderung untuk lebih memperhatikan bagian dan
komponen dalam suatu pola dan kerap pula lebih berorientasi pada
penyelesaian tugas daripada hubungan sosial.
Gaya kognitif yang didasarkan atas perbedaan konseptual
tempo yaitu perbedaan gaya kognitif berdasarkan atas waktu yang
digunakan untuk merespon suatu stimulus. Gaya kognitif dalam
klasifikasi ini di bagi menjadi dua kelompok, yaitu gaya kognitif
impulsif dan gaya kognitif reflektif. Orang yang memiliki gaya
kognitif impulsif menggunakan alternatif-alternatif secara singkat
dan cepat untuk menyeleksi sesuatu. Mereka menggunakan waktu
sangat cepat dalam merespon, tetapi cenderung membuat kesalahan
sebab mereka tidak memanfaatkan semua alternatif, sedangkan,
orang yang mempunyai gaya kognitif reflektif sangat berhati-hati
sebelum merespon sesuatu, dia mempertimbangkan secara hati-hati
dan memanfaatkan semua alternatif. Waktu yang digunakan relatif
lama dalam merespon tetapi kesalahan yang dibuat relatif kecil 8.
Individu autis adalah sosok yang unik, sehingga cara
belajar dan penerimaan informasi juga berbeda dari individu
lainnya. Anak autis merupakan anak yang kerap kali sibuk dengan
urusannya sendiri ketimbang bersosialisasi dengan orang lain
disekitarnya. Hal itu menyebabkan dalam proses berpikirnya anak
autis cenderung lebih mempunyai pemikiran tersendiri dalam
menyelesaikan suatu masalah ketimbang melihat atau mendengar
pemikiran dari orang lain.
Menurut para peneliti dari Universitas Montreal, Kanada,
pada penyandang autisme, area otak yang berkaitan dengan fungsi
informasi visual sangat berkembang. Sementara itu, bagian otak
lainnya kurang aktif terutama pada area yang berkaitan dengan
8
Abdul Rahman, Loc. Cit., hal 461.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
pembuatan keputusan dan perencanaan. 9 Dalam kegiatan belajar di
sekolah anak autis lebih mudah menerima informasi atau
pengetahuan yang disampaikan melalui gambar (visual-learners),
sebaliknya mereka akan mengalami hambatan untuk memahami
informasi yang berupa kalimat-kalimat panjang seperti misalnya
pada pelajaran yang mengharuskan mereka menceritakan kembali
sebuah bacaan atau menyelesaikan soal berhitung yang
menggunakan kalimat. Disisi lain, anak autis justru memiliki daya
ingat yang kuat pada hal-hal yang sering diulang seperti syair lagu,
angka perkalian dan angka kalender. Anak autis mempunyai
kemampuan yang lebih tinggi pada bidang yang berkaitan dengan
angka misalnya mengingat nomor atau angka dengan nominal
(digit) yang banyak.
Anak-anak autisme memiliki tingkat kecerdasan (IQ) ratarata lebih unggul dalam bidang matematika dibandingkan dengan
anak normal dengan IQ yang sama. Keunggulan dalam bidang
matematika pada anak autisme ini terkait dengan pola aktivasi pada
area tertentu dalam otak mereka. Pada anak normal area tersebut
dikaitkan dengan kemampuan mengenali wajah dan objek visual.
Hal ini menyebabkan anak autisme lebih unggul dalam hal
pemecahan masalah matematika. Vinod Menon, peneliti senior dari
Standford University melakukan penelitian yang melibatkan 18
anak autisme berusia 7-12 tahun dan 18 anak tanpa autisme berusia
sama. Semua responden diminta mengerjakan soal-soal
matematika sementara aktivitas otaknya dipantau dengan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Hasil scan pada anak autis
menunjukkan pola yang tidak biasa pada area ventral temporal
occipital cortex. Area ini bertanggung jawab dalam hal mengingat
9
Aris Haryanto, “Otak Anak Autis Bekerja dengan Cara Berbeda”, diakses dari
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/308-otak-anak-autis-bekerjadengan-cara-beda pada 9 Maret 2016
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
wajah dan objek visual lainnya.10 Kemampuan mengatasi masalah
matematis dan mengembangkan keahlian tersebut dapat membuat
perbedaan besar dalam kehidupan anak dengan autis.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di
atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul,
“Profil Pemecahan Masalah Matematika Anak Autis Ditinjau
Dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan
masalah pada penelitian yang diajukan sebagai berikut:
1.
Bagaimana profil pemecahan masalah matematika anak autis
yang memiliki gaya kognitif field dependent?
2.
Bagaimana profil pemecahan masalah matematika anak autis
yang memiliki gaya kognitif field independent?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan, tujuan
penelitian ini adalah:
1.
Mendeskripsikan profil pemecahan masalah matematika anak
autis yang memiliki gaya kognitif field dependent.
2.
Mendeskripsikan profil pemecahan masalah matematika anak
autis yang memiliki gaya kognitif field independent.
Rosmha Widiyani, “Anak Autis Unggul dalam Matematika”, diakses dari
http://health.kompas.com/read/2013/08/19/1209000/Anak.Autis.Unggul.dalam.Matematik
a, pada tanggal 20 Maret 2016
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut:
1.
Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah ilmu mengenai gaya kognitif yang dimiliki siswa
sehingga guru bisa memberikan pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan yang dimiliki siswa dan dapat membantu siswa autis
agar lebih mandiri dalam mengerjakan tugasnya.
2.
Bagi peneliti lain, sebagai referensi dalam melakukan
penelitian yang serupa mengenai profil pemecahan masalah
matematika ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan
field independent.
E. Batasan Penelitian
Agar pembahasan masalah dari penelitian ini tidak meluas
ruang lingkupnya, penulis membatasi permasalahan pada materi
segi empat untuk siswa kelas VII.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka
beberapa istilah perlu didefinisikan yaitu sebagai berikut:
1. Profil
Gambaran utuh menyeluruh dan alami tentang kemampuan
siswa untuk menemukan atau memperoleh jawaban dari
pertanyaan yang diberikan.
2.
Masalah Matematika
Masalah matematika adalah suatu soal atau pertanyaan ataupun
fenomena yang memiliki tantangan yang dapat berupa bidang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
aljabar, analisis, geometri, logika, permasalahan sosial ataupun
gabungan satu dengan lainnya yang tidak mempunyai cara
tertentu yang dapat langsung dipakai untuk mendapatkan
penyelesaian dari soal tersebut.
3.
Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses atau
sekumpulan aktifitas siswa yang dilakukan untuk menemukan
solusi dari masalah matematika.
4.
Profil Pemecahan Masalah Matematika
Profil Pemecahan masalah matematika adalah gambaran
menyeluruh mengenai rangkaian aktifitas siswa yang dilakukan
untuk menemukan solusi matematika.
5.
Autis
Autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat
membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal.
6.
Gaya Kognitif
Gaya kognitif adalah variasi individu dalam cara memandang,
mengingat dan berpikir atau sebagai cara tersendiri dalam hal
memahami, menyimpan, mentransformasi, dan menggunakan
informasi.
7.
Gaya Kognitif Field Independent
Ciri khas individu yang mempunyai kecenderungan dalam
merespons suatu stimulus menggunakan persepsi yang
dimilikinya sendiri, lebih analitis dan menganalisis pola
berdasarkan komponen-komponennya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
8.
Gaya Kognitif Field Dependent
Ciri khas individu yang mempunyai kecenderungan dalam
merespon suatu stimulus menggunakan syarat lingkungan
sebagai dasar dalam persepsinya dan kecenderungan
memandang suatu pola sebagai suatu keseluruhan tidak
memisahkan bagian-bagiannya.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Bab 1:
Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan penelitian, definisi operasional, dan sistematika
pembahasan.
Bab 2:
Kajian pustaka berisi tentang segala hal yang berkaitan
dengan masalah matematika, pemecahan masalah
matematika, profil pemecahan masalah matematika,
anak autis, gaya kognitif, gaya kognitif field dependent
dan field independent, keterkaitan antara Pemecahan
Masalah Matematika dengan Anak Autis Ditinjau dari
Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent,
serta beberapa definisi tentang segi empat.
Bab 3:
Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, tempat
dan waktu penelitian, subjek penelitian beserta alur
pemilihannya, teknik dan instrumen pengumpulan data,
teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
Bab 4:
Hasil penelitian yang meliputi, deskripsi dan analisis
data tentang hasil pengerjaan dan wawancara siswa autis
ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field
independent dalam mengerjakan TPM.
Bab 5:
Pembahasan berisi hasil tentang penelitian pemecahan
masalah matematika siswa autis ditinjau dari gaya
kognitif field dependent dan field independent.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
Bab 6:
Simpulan dan saran berisi tentang simpulan dari
penelitian (jawaban dari rumusan masalah) dan saransaran untuk pihak-pihak yang terkait dan penelitian
selanjutnya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
Halaman ini sengaja dikosongkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Masalah Matematika
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tak luput dari
adanya suatu permasalahan yang perlu dipecahkan solusinya. Dari
permasalahan, manusia dapat belajar memecahkan masalah untuk
dapat bertahan hidup. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika
seseorang belum menemukan aturan atau hukum tertentu untuk
menemukan solusi dari pertanyaan tersebut atau dengan kata lain
suatu masalah merupakan situasi yang seseorang memerlukan
sesuatu dan tidak mengetahui secara langsung tindakan yang akan
dilakukan untuk mencapainya. Suatu pertanyaan merupakan
masalah bergantung pada individu dan waktu. Maksudnya, bisa
jadi hal yang menjadi masalah bagi seorang murid, bukan menjadi
suatu masalah bagi siswa lain.
Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan
bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dan
direspon, namun mereka juga menyatakan bahwa tidak semua
pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Beberapa ahli
mendefinisikan masalah sebagai berikut:
1.
Ruseffendi menegaskan bahwa masalah dalam matematika
adalah suatu persoalan yang dapat diselesaikan tetapi tidak
menggunakan cara/algoritma rutin.1
Z. Arifin, Disertasi Doktor:
“Meningkatkan Motivasi Berprestasi, Kemampuan
Pemecahan Masalah, dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Melalui Pembelajaran
1
15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
2.
Lester mendefinisikan masalah sebagai suatu situasi dimana
seseorang atau kelompok ingin melakukan suatu tugas, tetapi
tidak ada algoritma yang siap dan dapat diterima sebagai suatu
metode pemecahannya.2
3.
Polya menyatakan bahwa suatu persoalan atau soal matematika
akan menjadi masalah bagi seorang siswa, jika: (a) mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan ditinjau dari kematangan
mental dan ilmunya, (b) belum mempunyai algoritma/prosedur
untuk menyelesaikannya, dan (c) berkeinginan untuk
menyelesaikannya.3
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
suatu persoalan dapat disebut sebagai masalah jika persoalan
tersebut memuat unsur tidak dapat diselesaikan dengan prosedur
rutin. Masalah matematika adalah suatu soal atau pertanyaan
ataupun fenomena yang memiliki tantangan yang dapat berupa
bidang aljabar, analisis, geometri, logika, permasalahan sosial
ataupun gabungan satu dengan lainnya yang tidak mempunyai
cara tertentu yang dapat langsung dipakai untuk mendapatkan
penyelesaian dari soal tersebut.
Secara lebih rinci, Baroody membedakan soal ke dalam 3
bagian, yaitu latihan, masalah, dan enigma. Suatu soal disebut
latihan jika seseorang sudah mengetahui strategi untuk
menyelesaikannya dengan menggunakan prosedur atau rumus
secara langsung. Suatu soal disebut masalah jika seseorang tidak
Matematika Realistik dengan Strategi Kooperatif di Kabupaten Lamongan”, (Bandung:
PPs UPI. 2008), 25
O. Sopiyah, Skripsi: “Pengaruh Model ‘KUASAI’ Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa SMK”, (Bandung: FPMIPA UPI. 2010), 9
2
3
E. Suherman, U. S. Winataputra, Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Jakarta:
Universitas terbuka Depdikbud, 1992), 17.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
dapat mengetahui secara langsung cara yang dapat digunakan
untuk menyelesaikannya. Menurut Baroody, masalah memiliki tiga
komponen yaitu, (a) dapat mendorong seseorang untuk mengetahui
sesuatu, (b) tidak ada cara langsung yang dapat digunakan untuk
menyelesaikannya, dan (c) mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya. Suatu soal disebut enigma jika seseorang secara
langsung mengabaikannya atau menganggapnya sebagai sesuatu
yang tidak dapat dikerjakan. Karena seseorang tidak punya
keinginan untuk menyelesaikannya atau sudah yakin bahwa tidak
dapat diselesaikan, maka enigma tidak memerlukan pemikiran dua
kali dan langsung ditinggalkan.4
Di dunia pendidikan, matematika masih menjadi hal yang
paling ditakuti oleh siswa. Hal ini dikarenakan masih banyaknya
siswa yang mengalami kesulitan ketika memecahkan masalah
matematika. Suatu masalah matematika berbeda dengan soal
matematika karena tak selamanya soal matematika dapat disebut
dengan masalah matematika. Soal matematika yang dapat langsung
dikerjakan dengan mudah bukan merupakan masalah matematika.
Secara khusus, Meiring menyatakan bahwa masalah
matematika harus memiliki beberapa syarat yaitu (a) situasi harus
memuat pernyataan awal dan tujuan, (b) situasi harus memuat ideide matematika, (c) menarik seseorang untuk mencari selesaiannya,
dan (d) harus memuat penghalang/rintangan antara yang diketahui
dan yang diinginkan/ditanyakan.5 Selanjutnya Hudojo menyatakan
bahwa syarat suatu masalah bagi siswa adalah (a) soal yang
Abdussakir, “Pembelajaran Matematika Melalui Pemecahan Masalah Realistik”, diakses
melalui https://abdussakir.wordpress.com/2009/03/21/pembelajaran-matematika-melaluipemecahan-masalah-realistik/ pada tanggal 11 Maret 2016
4
5
ibid
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
diberikan kepada siswa harus dapat dipahami oleh siswa, namun
soal tersebut merupakan tantangan untuk diselesaikan, dan (b) soal
tersebut tidak dapat secara langsung dijawab dengan prosedur rutin
yang telah diketahui siswa.
Polya juga berpendapat bahwa matematika terbagi dalam
dua macam masalah, yaitu:
1. Masalah untuk menemukan
Tujuan masalah untuk menemukan adalah untuk mencari suatu
objek tertentu atau hal yang tidak diketahui ataupun yang
ditanyakan dari masalah tersebut. Bagian utama dari masalah
menemukan adalah:
a.
Apakah yang ditanyakan?
b.
Apakah data yang diketahui?
c.
Bagaimana syaratnya?
2. Masalah untuk membuktikan
Masalah untuk membuktikan adalah masalah untuk
menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah. 6
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah
matematika harus memenuhi syarat, yaitu (1) menantang untuk
diselesaikan dan dapat dipahami siswa, (2) tidak dapat langsung
diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah dikuasai siswa, dan
(3) melibatkan ide-ide matematika.
Ahmad Nasriadi, Tesis: “Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa Smp Ditinjau
dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif”. (Surabaya: Pascasarjana Unesa, 2014), 8.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
B. Pemecahan Masalah Matematika
Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar
bagi manusia, karena pada kenyataannya, sebagian besar
kehidupan kita adalah berhadapan dengan masalah-masalah yang
perlu dicari penyelesaiannya. Pemecahan masalah merupakan
aktifitas mental yang tinggi. Pemecahan masalah merupakan cara
yang tepat dalam pembelajaran untuk melatih siswa berpikir dan
hal ini sudah dibuktikan para ahli melalui sejumlah penelitian.
Pehken menyatakan bahwa: “Problem solving has generally been
accepted as means for advancing thingking skills.” Ini berarti
bahwa pemecahan masalah telah diterima secara umum sebagai
cara untuk meningkatkan keahlian berpikir.7
Pemecahan masalah didefinisikan oleh Rodney sebagai
suatu proses
yang
dilakukan oleh
individu
dalam
mengkombinasikan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya untuk
menghadapi situasi baru. Cooney, Davis & Henderson
mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah proses
penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikan masalah itu.
Russefendi mengemukakan bahwa suatu soal merupakan
soal pemecahan masalah bagi seseorang bila ia memiliki
pengetahuan dan kemampuan untuk menyelesaikannya, tetapi pada
saat ia memperoleh soal itu ia belum tahu cara menyelesaikannya.
Dalam kesempatan lain, Russefendi juga mengemukakan bahwa
suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang jika: (1)
pertama, persoalan itu tidak dikenalnya, (2) kedua, siswa harus
mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun
Darma Andreas Ngilawajan, “Proses Berpikir Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Materiturunan Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field
Independent”, Pedagogia, 2:1 (februari, 2013), 71.
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
pengetahuan siapnya/awalnya; terlepas dari pada apakah akhirnya
ia sampai atau tidak kepada jawabannya, (3) Ketiga, sesuatu itu
merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk
menyelesaikannya. 8
Lebih spesifik, Sumarmo mengartikan pemecahan
masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita,
menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika
dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan
atau menciptakan atau menguji konjektur.9 Berdasarkan pengertian
yang dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan masalah
matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya
matematika (mathematical power) terhadap siswa. Sedangkan
Polya mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari
jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai tujuan yang tidak
dengan segera dicapai. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu kegiatan
untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah yang ingin dicapai,
namun tidak ditemukan cara penyelesaiannya. 10
8
ET Ruseffendi, Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan PGSD
D2 Seri Kedua (Bandung: Tarsito, 1991a), 34
9
Sumarmo, U, Dedy, E dan Rahmat. Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan
Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMA, (Bandung: Laporan Hasil
Penelitian FPMIPA IKIP Bandung, 1994), 23
Syahrial, Tesis: “Profil Strategi Estimasi Siswa SD Dalam Pemecahan Masalah
Berhitung Ditinjau dari Perbedaan Gaya Kognitif Field Dependent dan Field
Independent”. (Surabaya: Pascasarjana Unesa, 2014), 23
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Cara memecahkan masalah dikemukakan oleh beberapa
ahli, di antaranya Dewey dan Polya. Dewey memberikan lima
langkah
utama
dalam
memecahkan
masalah:
(1)
mengenali/menyajikan masalah: tidak diperlukan strategi
pemecahan masalah jika bukan merupakan masalah; (2)
mendefinisikan masalah: strategi pemecahan masalah menekankan
pentingnya definisi masalah guna menentukan banyaknya
kemungkinan penyelesaian; (3) mengembangkan beberapa
hipotesis: hipotesis adalah alternatif penyelesaian dari pemecahan
masalah; (4) menguji beberapa hipotesis: mengevaluasi kelemahan
dan kelebihan hipotesis; (5) memilih hipotesis yang terbaik. 11
Menurut Polya, ada empat tahap yang dapat dilakukan
dalam pemecahan masalah, yaitu dimulai dari memahami masalah,
membuat perencanaan pemecahan masalah, melaksanakan
pemecahan masalah, dan mengecek kembali hasil pemecahan
masalah. Keempat tahap tersebut dapat dijelaskan secara ringkas
sebagai berikut:
1. Memahami masalah (understand the problem)
Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah, siswa
tidak akan mampu menyelesaikan masalah dengan benar.
Pada fase ini, siswa dituntut untuk mengerti bahasa atau
istilah yang digunakan, makna tujuan dari masalah yang
diberikan dengan cara meminta siswa untuk mengulang
pertanyaan; menjelaskan bagian terpenting dari pertanyaan
tersebut, seperti apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan
apakah data serta kondisi yang tersedia mencukupi untuk
11
Rothstein & Pamela. Educational Psychology. (New York: Mc. Graw HillInc, 1990), 94
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
menentukan apa yang ingin didapatkan; menyatakan atau
menuliskan masalah dalam bentuk yang lebih operasional
sehingga mempermudah untuk dipecahkan. Untuk mencari
tahu apa maksud dari permasalahan tersebut ada beberapa tips
yang dapat dimanfaatkan, yaitu:
a.
Baca keseluruhan masalah,
langsung bisa mengerti.
tanpa
mengharapkan
b.
Baca masalah sekali lagi, bedakan informasi yang
penting dan yang tidak penting, dan buatlah
bagan/coretan/catatan.
c.
Jika masih belum mcngerti juga, jangan langsung
berkata, "Saya tidak mengerti!"
d.
Ulangi baca lagi, pusatkan perhatian pada bagian-bagian
yang belum dimengerti.
e.
Dalam beberapa kasus, permasalahan akan menjadi
lebih sederhana jika dipecah menjadi masalah-masalah
yang lebih kecil.12
2. Membuat rencana (device plan)
Pada fase ini, penyelesaian masalah sangat
tergantung pada seberapa kreatif siswa dalam menyusun
penyelesaian suatu masalah. Rencana penyelesaian bisa
dalam bentuk tertulis maupun tidak. Pembuatan rencana
pemecahan masalah dapat meliputi pembuatan sub masalah,
menghubungkan informasi yang diberikan dengan informasi
yang tidak diketahui, dan mengenali pola soal. Untuk
12
Endang Sulistyowati, Jurnal: “Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Matematika
SD/MI”. (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013), 64
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
merencanakan pemecahan masalah kita dapat mencari
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi atau
mengingat-ingat kembali masalah yang pernah diselesaikan
yang memiliki kemiripan sifat/pola dengan masalah yang
akan dipecahkan. Kemudian barulah menyusun prosedur
penyelesaiannya. Berikut adalah strategi-strategi yang
biasanya digunakan dalam pembuatan rencana:
a.
Mencari pola.
b.
Menguji masalah yang berhubungan serta menentukan
apakah teknik yang sama bisa diterapkan atau tidak.
c.
Menguji kasus khusus atau kasus lebih sederhana dari
masalah yang dihadapi untuk memperoleh gambaran lebih
baik tentang penyelesaian masalah yang dihadapi.
d.
Membuat sebuah tabel.
e.
Membuat sebuah diagram.
f.
Menulis suatu persamaan.
g.
Menggunakan strategi tebak-periksa.
h.
Bekerja mundur.
i.
Mengidentifikasi bagian dari tujuan keseluruhan.
3. Melaksanakan rencana (carry out the plan)
Siswa pada fase ini memecahkan masalah sesuai
dengan rencana penyelesaian yang telah dibuat sebelumnya
secara detail agar siswa memperhatikan prinsip-prinsip atau
aturan-aturan pengerjaan yang ada untuk mendapatkan hasil
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
penyelesaian yang benar. Pada langkah melaksanakan rencana,
yang harus dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah
dibuat dengan ketekunan dan ketelitian untuk mendapatkan
penyelesaian. Lebih rincinya, berikut merupakan langkahlangkah dalam melaksanakan rencana:
4.
a.
Melaksanakan strategi sesuai dengan yang direncakan
pada tahap sebelumnya.
b.
Melakukan pemeriksan pada setiap langkah yang
dikerjakan. Langkah ini bisa merupakan pemeriksaan
secara intuitif atau bisa juga berupa pembuktian secara
formal.
c.
Upayakan bekerja secara akurat.
Memeriksa kembali (check back)
Kegiatan pada langkah melihat kembali adalah
menganalisis dan mengevaluasi apakah strategi yang diterapkan
dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada strategi lain yang
lebih efektif, apakah strategi yang dibuat dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah strategi
dapat dibuat generalisasinya. Ini bertujuan untuk menetapkan
keyakinan dan memantapkan pengalaman untuk mencoba
masalah baru yang akan datang. Melalui tahapan tersebut,
siswa akan memperoleh hasil dan manfaat optimal dari
pemecahan masalah ketika mereka melalui langkah-langkah
pemecahan yang terorganisasi dengan baik. Berikut adalah
langkah-langkah yang biasanya digunakan dalam memeriksa
kembali hasil penyelesaian masalah:
a.
Periksa hasilnya pada masalah asal (dalam kasus
tertentu, hal seperti ini perlu pembuktian).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
b.
Interpretasikan solusi dalam konteks masalah asal.
Apakah solusi yang dihasilkan masuk akal?
c.
Apakah ada cara lain untuk menyelesaikan masalah
tersebut?
d.
Jika memungkinkan, tentukan masalah lain yang
berkaitan atau masalah lebih umum lain dimana strategi
yang digunakan dapat bekerja.
Gambar 2.1
Alur Pemecahan Masalah Menurut Polya
Dari pengertian pemecahan masalah di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pemecahan masalah matematika
merupakan suatu proses atau sekumpulan aktifitas siswa yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
dilakukan untuk menemukan solusi dari masalah matematika
dengan langkah penyelesaian yang terdiri dari memahami masalah,
membuat rencana penyelesaian masalah, melaksanakan rencana
penyelesaian dan memeriksa kembali penyelesaian
C. Profil Pemecahan Masalah Matematika
Profil pemecahan masalah matematika pada penelitian ini
merupakan gambaran utuh tentang berpikir siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika berdasarkan tahapan
pemecahan masalah yang diberikan oleh Polya. Untuk mendapat
profil tersebut, diberikan tugas pemecahan masalah kepada subjek
penelitian. Tugas pemecahan masalah merupakan tugas dalam
bentuk soal cerita, kemudian siswa diminta untuk memecahkan
masalah yang diberikan tersebut. Berikut indikator pemecahan
masalah berdasarkan tahap pemecahan masalah Polya:
Tabel 2.1
Tabel Indikator Pemecahan Masalah
Tahap Pemecahan
Masalah Oleh Polya
Indikator
1.
Siswa dapat memahami dan
menyebutkan
informasiinformasi yang diberikan dan
pertanyaan yang diajukan.
1.
Siswa
dapat
mencari
kemungkinan-kemungkinan yang
dapat terjadi atau mengingatingat kembali masalah yang
pernah
diselesaikan
yang
memiliki
kemiripan
Memahami masalah
Merencanakan Pemecahan
Masalah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
sifat/pola/kon