PENINGKATAN KUALITAS PAKAN TERNAK KAMBING DENGAN PAKAN ALTERNATIVE : STUDI PENDAMPINGAN DUSUN BECIRO DESA JEMPUTREJO KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO.

(1)

PENINGKATAN KUALITAS PAKAN TERNAK KAMBING DENGAN PAKAN ALTERNATIVE

(Studi Pendampingan Dusun Beciro Desa Jemputrejo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program sarjana strata satu prodi pengembangan masyarakat islam

Oleh :

Anggi Nur Armawan B02210008

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Anggi Nur Armawan / B02210008. PENINGKATAN KUALITAS PAKAN TERNAK KAMBING DENGAN PAKAN ALTERNATIF( studi pendampingan Dusun Beciro Desa Jumputrejo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo)

Berternak menjadi yang paling banyak digeluti warga Desa Jumputrejo yang juga berprofesi sebagai petani. Berternak, selain menjadi alternative pendapatan juga merupakan strategi warga dalam menyimpan uang. Hampir seluruh warga menjadikan ternak sebagai investasi jangka panjang. Adapun hewan ternak yang biasa di budidayakan yakni kambing. Kambing menjadi pilihan selain perawatannya yang tidak rumit. Dahulu Kambing memiliki prospek yang cukup menjanjikan disetiap tahunnya sehingga banyak warga yang menggeluti usaha ini. Namun beberapa tahun belakangan, usaha peternakan kambing lambat laun mulai berkurang peminatnya. Kambing-kambing Desa Jumputrejo yang dahulu terkenal akan kualitasnya, kini mengalami penurunan kualitas yakni kambing yang tidak berkembang dengan baik.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PENGUJI ... iv

MOTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAKSI ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Kondisi dampingan ... 2

C. Fokus Penelitian ... 3

D. Tujuan penelitian ... 4

E. Sistematika pembahasan ... 4

BAB II KAJIAN TEORITIK ... 7

A. Konsep Pemberdayaan Masyarakat ... 7

BAB III METODOLOGI PENELTIAN ... 13

A. Pendekatan Penelitian. ... 13

B. Prosedur Penelitian ... 15

C. Subyek Penelitian ... 18

D. Teknis Pelaksanaan Penelitian ... 20


(7)

BAB V PROBLEMATIKA DESA JUMPUTREJO ... 37

A. Ekonomi menengah kebawah ... 37

B. Mendongkrak masalah menggali solusi ... 40

C. Solusi potensi alam sebagai tumpuhan kekuatan ekonomi ... 41

D. Sosial masyarakat yang harmonis ... 44

E. Kehidupan beragama dan paradigma masyarakat ... 44

F. Dinamika permasalahan masyarakat ... 48

BAB VI LANGKAH SETRATEGIS MERANGKAI PERUBAHAN ... 51

A. Asal-usul timbulnya masalah ... 51

B. Perencanaan solusi yang solutif ... 65

C. Bentuk penyelesaian masalah ... 74

BAB VII SEBUAH CATATAN REFLEKSI ... 82

BAB VIII PENUTUPDAN REKOMENDASI ... 91

A. Kesimpulan ... 91 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RESPONDEN LAMPIRAN


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sidoarjo, merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur. Letaknya bersebelahan dengan Kota Surabaya yang merupakan ibukota provinsi Jawa Timur sehingga tidak heran jika Sidoarjo menjadi kota yang lalu lintasnya cukup padat. Dalam perkembangannya, Sidoarjo menjadi kota yang cukup padat oleh industri. Hampir sebagian besar wilayah Sidoarjo didirikan industri-industri baik skala rumah tangga maupun skala besar. Industri skala besar umumnya berada di Sidoarjo bagian timur.

Meski Sidoarjo padat dengan Industri, bukan berarti hanya industri yang dimiliki Sidoarjo. Di Sidoarjo masih banyak dijumpai areal persawahan yang menandakan bahwa pertanian masih menjadi mata pencaharian beberapa warga Sidoarjo. Termasuk di wilayah Desa Jumputrejo. Desa Jumputrejo memiliki potensi yang sangat melimpah, tidak heran lagi bahwa masyarakat Desa Jumputrejo mayoritas bermata pencaharian Petani. Meski masih ada diantara mereka yang bekerja di pabrik. Adapun hasil pertanian petani di Desa Jumputrejo yakni padi dan kacang. Dalam setahunnya petani di Desa Jumputrejo hanya mampu sekali panen dengan harga jual panen berkisar antara Rp. 130.000 sampai Rp.140.000 perkilo, untuk kacang kering. Sedangkan jika masih basah, hanya mencapai Rp. 40.000- Rp. 50.000 saja. Harga panen yang terbilang cukup tinggi tersebut dikarenakan hasil pertanian kacang di desa ini dikategorikan kacang unggulan.


(9)

2

Selain kacang, padi juga memiliki harga jual, untuk sekali panen bisa mencapai harga bekisar Rp. 1.000.000, perkwintal sedangkan perkilo bisa mencapai Rp. 12000. Dari hasil pertanian mampu mencukupi 60% kebutuhan sehari-hari keluarga petani Desa Jumputrejo. Hasil pertanian yang hanya panen sekali dalam setahun, umumnya keluarga petani mencukupi kebutuhannya dengan mencari alternative pendapatan lain seperti yang dilakukan ibu-ibu misalnya, dengan membuat usaha rumahan seperti membuka warung kopi, warung kelontong maupun TOSERBA, selain warung ada juga yang membuat produksi kripik. selain itu ada beberapa keluarga petani yang bekerja sebagai buruh pabrik dan berternak.

Berternak menjadi yang paling banyak digeluti warga Desa Jumputrejo yang juga berprofesi sebagai petani. Berternak, selain menjadi alternative pendapatan juga merupakan strategi warga dalam menyimpan uang. Hampir seluruh warga menjadikan ternak sebagai investasi jangka panjang. Adapun hewan ternak yang biasa di budidayakan yakni kambing. Kambing menjadi pilihan selain perawatannya yang tidak rumit. Dahulu Kambing memiliki prospek yang cukup menjanjikan disetiap tahunnya sehingga banyak warga yang menggeluti usaha ini. Namun beberapa tahun belakangan, usaha peternakan kambing lambat laun mulai berkurang peminatnya. Kambing-kambing Desa Jumputrejo yang dahulu terkenal akan kualitasnya, kini mengalami penurunan kualitas yakni kambing yang tidak berkembang dengan baik.


(10)

3

B. Kondisi dampingan

Menurunnya kwalitas ternak kambing karena kambing di Desa Jumputrejo terserang penyakit dan warga Jumputrejo member makan kambing sembarangan, seperti rumput atau tanaman yang menggunakan pestisida dan kambing di Jumputrejo juga kekurangan gizi sehingga kambing di Jumputrejo kurus-kurus .

Setiap individu yang berada dalam sebuah komunitas masyarakat pasti memiliki pikiran, visi, misi yang berbeda.Semua perbedaan yang ada bisa di akibatkan oleh kepentingan-kepentingan yang berbeda pula dari setiap individu. Adanya pandangan dan sudut pandang yang berbeda itu, dapat melahirkan suatu dinamika masyarakat yang tidak dapat di pungkiri lagi.

Segala jenis perbedaan yang ada dalam masyarakat merupakan hal yang wajar terjadi.Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya hal itu tidak seharusnya di biarkan begitu saja. Karena apabila masalah-masalah tersebut tidak segera diselesaikan akan menimbulkan maslah-masalah baru yang berkelanjutan. Dalam menyikapi masalah-maslah tersebut, masyarakat dusun Beciro cenderung pasrah dengan keadaan dan kondisi yang ada.Selain itu, mereka cenderung hidup mengikuti kebiasaan dan adat yang di wariskan oleh nenek moyang mereka. Sedangkan keinginan untuk berinovasi dan melangkah lebih jauh kedepan masih terbilang rendah. Sehingga hal itu bisa berpengaruh terhadap kualitas kehidupan masyarakat dusun Beciro itu sendiri.


(11)

4

C. Fokus Penelitian

1. Bagaimana membuat pakan ternak kambing dengan sistem fermentasi ?

2. Bagaimana mengorganisir komunitas peternak kambing ?

Dari latar belakang kontek penelitian di atas, maka peneliti merumuskan fokus riset aksi : (1) Peningkatan kualitas pakan ternak kambing dengan pakan alternatif. (Study pendampingan Dusun Beciro Desa Jumputrejo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo)

.

D. Tujuan Penelitian

1. Melakukan proses fasilitasi masyarakat dalam pemecahan masalah untuk melakukan transformasi sosial.

2. Mengorganisir komunitas peternak di Dusun Beciro dalam membangun kesadaran untuk tabungan tak terduga.

3. Menciptakan pakan fermentasi sebagai salah satu cara untuk pemberdayaan masyarakat.

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan adalah suatu unsure penelitian yang sangat penting agar hasil penelitian bisa terarah. Penulisan skripsi ini secara keseluruhan terdiri dari enam bab. Dalam memaparkan penulisan yang sesuai dengan konteks dan fokus penelitian, maka sistematikanya adalah sebagai berikut :


(12)

5

1. Bab satu, pada bab ini adalah bab pendahuluan, yang mana peneliti menjelaskan latar belakang, fokus penelitian dan tujuan adanya penelitian serta sistematika pembahasan penulisan skripsi yang ditulis oleh peneliti.

2. Bab dua, pada bab ini adalah bab kajian teoritik. Yang berisi tentang konsep pemberdayaan masyarakat, teori etika lingkungan, dan manusia dan lingkungan menurut prespektif islam.

3. Bab tiga, pada bab ini adalah bab metodologi penelitian aksi partisipatif yang berisi pengertian participatoryaction research(PAR), langkah-langkah riset aksi dalam PAR, prinsip-prinsip PAR dan teknik pendampingan dan penelitian.

4. Bab empat, bab ini adalah bab potret kehidupan sosial masyarakat yang berisi meneropong bentang alam Dusun Beciro, yang menjelaskan tentang geografi Dusun Beciro, asal usul Dusun Beciro yang berisikan sejarah nama Dusun Beciro, sejarah adanya Dusun Beciro sebagai komunitas peternak, selayang pandang aktifitas komunitas peternak, sumber perekonomian dan adat istiadat masyarakat Dusun Beciro.

5. Bab lima, pada bab ini adalah mengurai masalah demi membangun asa, yang berisi problematika Desa Jumputrejo.

6. Bab enam, pada bab ini adalah langkah setrategis merangkai perubahan.


(13)

6

7. Bab tujuh, pada bab ini adalahbab refleksi yang mana peneliti menjelaskan kerangka teoritik dan menganalisis dengan mengkaji teoritik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

8. Bab delapan, pada bab ini adalah bab penutup dan rekomendasi yang berisi tentang catatan-catatan peneliti mengenai aspek-aspek kekurangan dalam riset aksi.


(14)

BAB II KAJIAN TEORI

A. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Menurut keputusan menteri kesehatan No. 193/ MenKes/ SK/ X/2004 tentang kebijakan nasional promosi kesehatan dan keputusan Menteri Kesehatan No. 114/MenKes/SK/VII 2005 tentang pedoman pelaksanaan promosi kesehatan adalah: 1. Pemberdayaan, 2. Bina Suasa, 3. Advokasi 4. Kemitraan. Tetapi pada bab ini peneliti membehas point yang pertama, yaitu pemberdayaan.1 Banyak macam definisi yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya perorangan, kelompok, dan masyarakat umum di bidang kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pemberdayaan masyarakat definisi yang lainnya adalah sebagai upaya untuk memberi daya atau kekuatan keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan masyarakat mampu bertahan dan dalam pengertian yang dinamis. Mampu mengembangkan diri untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu memberdayakan masyarakat merupakan upaya untuk terus menerus meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat bawah yang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.


(15)

8

Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan menikngkatkan kemandirian masyarakat.2

Untuk mengetahuai fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika sebuah program itu di berikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan yang perlu dioptimalkan, dibawah adalah tabel indikator keberdayaan.

Indikator Pemberdayaan3

Jenis Hubungan Kekuasaan Kemampuan Ekonomi Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan Kemampuan Kultur Dan Politis Kekuasaan di

dalam:

Meningkatkan kesadaran dan keinginan untuk berubah.

1.Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya. 2.Keinginan memiliki kesempatan ekonomi yang setara.

3.Keinginan memiliki

kesamaan hak terhadap sumber yang ada pada rumah tangga dan masyarakat.

1. Kepercayaan diri dan kebaghagiaan. 2. Keinginan

memiliki

kesejahteraan yang setara.

3. Keinginan membuat keputusan

mengenai diri dan orang lain.

4. Keinginan untuk mengontrol jumlah anak. 1.Assertivenes dan Otonomi. 2.Keinginan untuk menghadapi subordinesi gender termasuk tradisi budaya, diskriminasi hukum dan pengucilan politik. 3.Keinginan

terlibat dalam proses-proses budaya,

hukum dan politik.

2

Ibid, hal.25 3

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung, PT. Rafika Aditama), Hal.


(16)

9 Kekuasaan untuk: Meningkatkan kemampuan individu untuk berubah, meningkatkan kesempatan untuk memperoleh akses.

1.Akses terhadap pelayanan keuangan mikro.

2.Akses terhadap pendapatan. 3.Akses terhadap

aset-aset

produktif dan kepemilikan rumah tangga. 4.Akses terhadap

pasar. 5.Penurunan

beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak. 1. Keterampilan, termasuk kemelekan hurup. 2. Status kesehatan

dan gizi. 3. Kesadaran

mengenai dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi. 4. Ketersediaan pelayanan kesejahteraan publik.

1.Mobilitas dan akses terhadap dunia diluar rumah.

2.Pengetahuan mengenai proses hukum, poloyik dan kebudayaan. 3.Kemampuan

menghilangkan hambatan formal yang merintangi akses terhadap proses hukum, politik dan kebudayaan. Kekuasaan atas: Perubahan pada hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro. Kekuasaan atau tindakan individu untuk menghadapi hambata-hambatan tersebut.

1.Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkan. 2.Kontrol atas

pendapatan aktivitas produktif keluarga yang lainnya

3.Kontrol atas aset produktif dan

kepemilikan keluarga

4.Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga 5.Tindakan

individu menghadapi dikriminasi

1. Kontrol atas ukuran konsumsi keluarga dan aspek bernilai lainnya dari pembuatan keputusan keluarga termasuk

keputusan keluarga berencana.

2. Aksi individu untuk

mempertahankan diri dari kekerasan kelurga dan masyarakat.

1. Aksi individu dalam menghadapi dan mengubah persepsi budaya kapasitas dan hak wanita pada tingkat keluarga dan masyarakat. 2. Keterlibatan

individu dan pengambilan peran dalam proses

budaya, hukum dan politik.


(17)

10

atas akses tersebut Kekuasaan dengan: Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro.

1. Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan publik dan modern.

2. Mampu

memberi gaji terhadap orang lain.

3. Tindakan bersama menghadapi diskriminasi pada akses terhadap

sumber

(termasuk hak dan tanah), pasar dan diskriminasi

1. Penghargaan tinggi terhadap dan peningkatan

pengeluaran untuk anggota keluarga. 2. Tindakan bersama

untuk meningkatkan kesejahteraan publik 1. Peningkatan jaringan untuk memperoleh dukungan pada saat kritis.

2. Tindakan bersama untuk membela orang lain menghadapi perlakuan salah dalam keluarga dan masyarakat. 3. Partisipasi dalam gerakan-gerakan menghadapi subordinasi


(18)

11

gender pada ekonomi makro.

gender yang bersifat kultural, politis,

hukum dan tingkat

masyarakat dan makro.

Prinsip-prinsip pekerja sosial, seperti menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri (to help people to help themselves), penentuan nasib sendiri (self determination), bekerja dengan masyarakat (working for people),

menunjukkan betapa pekerjaan sosial memiliki komitmen yang kuat terhadap pemberdayaan.4

Demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Membangun dan memberdayakan masyarakat melibatkan proses dan tindakan sosial di mana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial dengan kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya. Proses tersebut tidak muncul secara otomatis,


(19)

12

melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun perpektif profesional, dalam program penanganan problem. Pendamping sosial kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. Demikian pendamping sosial dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara kelompok dinamis antara kelompok yang belum berdaya dengan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan.

Pendamping sosial merupakan satu strategi yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan. Sesuai dengan prinsip pekerjaan sosial

yakni, “membantu orang agar mampu membantu dirinya sendiri”,

pemberdayaan masyarakat sangat memperhatikan pentingnya partisipasi publik yang kuat. Peranan seorang pekerja sosial sering kali diwujudkan dalam kapasitas sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah (Problem Solver) secara langsung.5

5


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian Participatory Action Research merupakan salah satu model penelitian yang mencari sesuatu untuk menghubungkan proses penelitian ke dalam proses perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud adalah bagaimana dalam proses pemberdayaan dapat mewujudkan tiga tolak ukur, yakni adanya komitmen bersama dengan masyarakat, adanya local leader dalam masyarakat dan adanya institusi baru dalam masyarakat yang dibangun berdasarkan kebutuhan. Penelitian ini membawa proses penelitian dalam lingkaran kepentingan orang dan menemukan solusi praktis bagi masalah bersama dan isu-isu yang memerlukan aksi dan refleksi bersama, dan memberikan kontribusi bagi teori praktis.6

PAR (Participatory Action Research) melibatkan pelaksanaan penelitian untuk mendefinisikan sebuah masalah maupun menerapkan informasi ke dalam aksi sebagai solusi atas masalah yang telah terdefinisi.

PAR (Participatory Action Research) adalah “penelitian oleh, dengan, dan untuk orang” bukan “penelitian terhadap orang”. PAR (Participatory Action

Research) adalah partisipatif dalam arti bahwa ia sebuah kondisi yang diperlukan dimana orang memainkan peran kunci di dalamnya dan memiliki informasi yang relevan tentang sistem sosial (komunitas) yang tengah berada

6


(21)

14

di bawah pengkajian, dan bahwa mereka berpartisipasi dalam rancangan dan implementasi rencana aksi itu didasarkan pada hasil penelitian.

Paradigma pertama, PAR (Participatory Action Research) merubah cara berfikir kita tentang penelitian dengan menjadikan penelitian sebuah proses partisipasi. PAR (Participatory Action Research) itu sendiri adalah sebuah kondisi yang diperlukan dimana orang memainkan peranan kunci di dalamnya dan memiliki informasi yang relevan tentang sistem sosial atau komunitas, yang tengah berada di bawah studi. ‘Subyek’ penelitian lebih baik

untuk dirujuk atau menjadi rujukan sebagai anggota-anggota komunitas, dan mereka berpartisipasi dalam rancangan, implementasi, dan eksekusi penelitian.7

PAR (Participatory Action Research) juga adalah sebuah pergeseran dalam pengertian bahwa ke dalamnya termasuk elemen aksi. PAR (Participatory Action Research) melibatkan pelaksanaan penelitian untuk mendefinisikan sebuah masalah maupun penerapan informasi dengan mengambil aksi untuk menuju solusi atas masalah-masalah yang terdefinisikan. Anggota-anggota komunitas berpartisipasi dalam rancangan dan implementasi dalam rencana tindak strategis didasarkan pada hasil penelitian.

Paradigma kedua, PAR (Participatory Action Research) adalah proses dimana komunitas-komunitas berusaha mempelajari masalah secara ilmiah dalam rangka memandu, memperbaiki, dan mengevaluasi keputusan dan aksi

7


(22)

15

mereka. Cara-cara penelitian yang selama ini biasa dilakukan kalangan akademisi dan peneliti dalam komunitas kita, justru dapat menjadi tantangan dan ancaman bagi sebuah komunitas. Hubungan antara penelitian ilmiah (intellectual research) dapat menjadi intrusive dan exclusive. Kedua tipe penelitian ini juga dapat melenyapkan bagian-bagian penting dan vital dari sebuah poyek penelitian yakni pengalaman hidup nyata, mimpi, pikiran, kebutuhan, kemauan dari anggota komunitas.

PAR (Participatory Action Research) menawarkan metode-metode untuk merubah hakekat hubungan antara orang, dengan organisasi yang biasanya dikejar poyek penelitian dan pengembangan. Hubungan ini termasuk bagaimana kita memahami peran kita sebagai fasilitator, bukan sebagai

experts, bagaimana kita mengelola hubungan dengan lembaga pendidikan dan lembaga bisnis, dan bagaimana kita bekerja satu sama lain sebagai siswa, guru, tetangga, dan anggota komunitas.

B. Prosedur Penelitian

Seperti yang sudah diuraikan di muka. Maka prinsip pendidikan dan pelatihan partisipatif (kritis) dapat dirumuskan sebagai berikut: 8

Pertama, Belajar dari realitas atau pengalaman. Prinsip pertama ini menekankan bahwa yang dipelajari dalam pendidikan ini bukan hanya teori yang tidak ada kaitan dengan kenyataan dan kebutuhan. Jadi bahan pelajaran dalam pendidikan ini berangkat (bersumber) dari kenyataan dan kebutuhan.


(23)

16

Konsep-konsep atau teori-teori yang ada, digunakan untuk membantu dalam menganalisa kenyataan dan kebutuhan. Dengan begitu, tidak ada pengetahuan seseorang lebih tinggi dari yang lainnya. Karena dalam kenyataannya, setiap orang memiliki pengalaman berbeda. Pengalaman tersebut harus diakui sebagai sebuah modal dalam mengembangkan pengetahuan baru.

Kedua, Tidak menggurui. Berdasarkan kepada prinsip yang pertama,

maka di dalam pendidikan partisipatif tak ada “guru” dan tak ada “murid

yang digurui”. Semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan ini adalah

“guru sekaligus murid” pada saat yang bersamaan. Keduanya sama-sama mencurahkan perhatian pada obyek yang sedang dikaji. Kedudukan orang luar, harus didudukkan sebagai seorang fasilitator.

Ketiga, Proses belajar dijalankan dengan Dialogis. Karena tidak ada lagi guru atau murid, maka proses yang berlangsung bukan lagi proses

mengajar-belajar” yang bersifat satu-arah, tetapi proses belajar yang dialogis. Proses belajar yang dialogis adalah proses belajar yang menjamin

terjadinya “komunikasi aktif dan kritis dalam berbagai bentuk kegiatan,

seperti diskusi kelompok, diskusi pleno, bermain peran, dan sebagainya. Proses belajar dialogis ini juga didukung media belajar yang memadai, seperti alat peraga, grafika, audio-visual, dan sebagainya. Proses belajar ini dimaksudkan untuk mendorong semua orang terlibat dalam proses belajar.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam proses belajar ini adalah sebagai berikut :9

9


(24)

17

1. Mengalami/Melakukan

Proses “mengalami” adalah memberikan kesempatan kepada

peserta belajar untuk memiliki atau merasakan suatu pengalaman. Memberikan pengalaman langsung dalam bentuknya adalah peserta belajar dilibatkan dan bertindak untuk merasakan dan mengalami langsung. INGAT!!! Pengalaman adalah guru yang paling baik.

2. Mengungkapkan

Dari pengalaman tersebut, peserta belajar mengungkapkan ‘apa’

yang sudah dialami, atau kesan dari perasaannya, termasuk pengalaman dari Warga belajar lain. Pengalaman ini selanjutnya menjadi bahan (data) untuk diolah selanjutnya.

3. Mengolah dan menganalisis

Setelah melakukan langkah pengungkapan, peserta belajar secara bersama-sama mengkaji semua bahan (data) yang telah diungkapkan (berdasarkan pada pengalaman) tersebut. Hasil analisis ini, kemudian dihubungkan dengan pengalaman baru untuk dibahas dan dianalisis.

4. Menyimpulkan dan Menerapkan

Ahirnya peserta sendiri yang diharapkan memetik kesimpulan dari analisa yang mereka telah lakukan. Tujuan utama dari langkah


(25)

18

menyimpulkan ini adalah menuju pada aksi pelaksanaan, penerapan, atau implementasi dari apa yang warga belajar telah diskusikan.

C. Subyek Penelitian

Dalam teori PAR terdapat siklus yang dijadikan tolak ukur keberhasilan proses penelitian berbasis pemberdayaan masyarakat. Adapun siklus tersebut dikenal dengan istilah KUPAR (to Know, to Understand, to Plan, to Action dan to Reflection). To Know (untuk mengetahui) merupakan proses awal dalam pemberdayaan dengan mempertimbangkan pandangan subyektif peneliti terhadap kehidupan masyarakat yang diteliti, seperti mengidentifikasi SDA dan SDM, serta membangun kesepakatan sehingga peneliti diterima oleh masyarakat tersebut.10

To Understand (untuk memahami) dimaknai sebagai suatu proses dimana peneliti dan masyarakat yang diberdayakan mampu mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan mereka, kemudian dikolerasikan dengan aset-aset yang dimiliki masyarakat, sehingga dapat mewujudkan komitmen masyarakat dalam menyelesaikan isu-isu strategis yang ada dalam kehidupan mereka.

To Plan (untuk merencanakan) dimaknai sebagai proses merencanakan aksi-aksi strategis dalam menyelesaikan persoalan yang muncul dalam masyarakat. Perencanaan ini mempertimbangkan

10


(26)

19

keseimbangan anatara human resources dan natural resources serta alur

stakeholder yang menghimpun masyarakat tersebut. Tahap perencanaan ini harus dimaksimalakan dengan kesertaan penuh masyarakat atas penyelesaian masalahnya sendiri. Sehingga pemberdayaan tidak hanya diartikan sebagai perubahan sosial saja, namun juga media pendidikan masyarakat.

To Action (melancarkan aksi) merupakan implementasi produk pemikiran masyarakat untuk membangun, mengelola, merubah, menajamkan aset-aset yang dimiliki masyarakat sehingga dapat difungsikan secara optimal dan proposional.

To Reflection (refleksi) merupakan tahapan dimana peneliti dan masyarakat mengevaluasi dan memonitoring aksi pemberdayaan yang telah dilakukan sehingga pemberdayaan menjadi terarah dan terukur.

Bagan 2.I. Siklus Participatory Action Research

To Know

To Underst

and

To Plan

To Action To


(27)

20

D. Teknis Pelaksanaan Penelitian

a. Strategi Pemberdayaan

1. Pemetaan Awal

Pemetaan awal dilakukan peneliti dengan mempertimbangkan kondisi umum masyarakat Dusun Beciro Desa Jumput Kecamatan Sukodono. Dari riset bersama melalui pengamatan peneliti secara obyektif dan dikuatkan oleh seorang kader organisasi pemberdayaan masyarakat di wilayah tersebut diketahui bahwa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat disini memiliki latar belakang, lingkungan sosial dan karakteristik yang berbeda-beda.

Sebagai contoh, sebut Ibu Suryati, beliau merelakan diri untuk menjual kambingnya karena kondisi keluarganya yang tidak mumpuni dari segi ekonomi. Selain itu, ketidakmampuannya untuk bersaing dalam dunia kerja karena keterbatasan sumber daya manusia mengakibatkan beliau bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebab suaminya tidak bekerja. Rumah yang dihuni beliau juga adalah rumah kontrakan yang berukuran sangat kecil 3x3 meter yang letaknya berdekatan dengan kamar mandi dan WC umum yang digunakan oleh seluruh warga kontrakan. Kondisi


(28)

21

rumahnya jauh dari kata sehat. Dindingnya yang hanya terbuat dari triplek, ventilasinya tidak memadai bahkan bisa dikatan pintunya menjadi ventilasi utama.

Selain itu, peneliti juga turut dalam diskusi-diskusi tertentu yang dilakukan oleh komunitas-komunitas masyarakat yang ada, seperti komunitas pedagang, komunitas ibu-ibu pengajian, komunitas ibu rumah tangga, komunitas kader pemberdayaan, hingga pada komunitas lansia. Langka-langkah tersebut dilakukan oleh peneliti agar peneliti dapat menyatu dan akrab dengan masyarakat khususnya ibu-ibu dan anak-anak dan masyarakat pada umumnya sehingga dapat terjalin simbiosis mutualisme antara peneliti dan masyarakat.

2. Penentuan Agenda Riset untuk Perubahan Sosial

Peneliti menyadari bahwa peneliti membutuhkan kelompok yang dapat membantu dalam riset aksi, karena kompleksitas masalah dan karakteristik masyarakat yang sangat berbeda dengan komunitas masyarakat yang lainnya. Maka kerjasama dibangun dengan melibatkan beberapa perempuan dan anak-anak yang telah ada, hal ini dimaksudkan dalam melaksanakan aksi-aksi strategis dalam menanggapi isu-isu yang ada dan melibatkan semua pihak.

Adapun tim tersebut dari Ibu Sri (45 tahun) yang merupakan perempuan bekerja, Ibu Sis (40 tahun) adalah kader organisasi pemberdayaan masyarakat dan Silfi (13 tahun) yang merupakan anak


(29)

22

keluarga miskin. Setelah terbentuk tim, peneliti menyusun program riset bersama tim untuk memahami persoalan yang melibatkan perempuan yang selanjutnya menjadi alat perubahan sosial.

3. Pemetaan Partisipatif (Participatory Mapping)

Bersama dengan tim yang telah dibentuk dengan melibatkan masyarakat yang lainnya, peneliti melakukan pemetaan wilayah di Dusun Beciro guna mengungkap isu-isu strategis yang ada dalam kehidupan masyarakat Beciro

4. Merumuskan Masalah

Peneliti bersama dengan tim merumuskan masalah yang mendasar dari salah satu warga di Desa Jumputrejo yang minim perekonomiannya . Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang, faktor, proses dan akibat. Selain karena alasan budaya, peneliti juga menemukan indikasi pola perilaku yang menyimpang di kalangan masyarakat Beciro yang dimotori faktor ekonomi dan lingkungan sosial. Selain itu minimnya lapangan pekerjaan yang dibangun atas kemampuan masyarakat juga menjadi pemicu yang memperburuk eksistensi mereka.

5. Menyusun Strategi Gerakan

Setelah merumuskan dan memahami permasalahan yang dihadapi, selanjutnya menyusun strategi gerakan untuk memecahkan problem yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Beciro. Hal ini dilakukan dengan menjauhi gesekan sosial yang mungkin muncul


(30)

23

karena pemberdayaan ini mempertimbangkan masalah budaya yang sudah dianut oleh masyarakat Beciro.

6. Pengorganisasian Masyarakat

Peneliti mendampingi masyarakat yang diindikasikan mengalami kondisi yang paling rentan di wilayah Beciro sesuai dengan pohon masalah yang telah dibuat bersama-sama dengan masyarakat keluarga miskin, tim yang telah dibentuk dengan keikutsertaan perempuan dan anak-anak. Satu kunci keberhasilan proses pengorganisasian adalah memfasilitasi mereka sampai akhirnya mereka memiliki pandangan dan pemahaman bersama mengenai keadaan dan masalah yang dihadapi.

7. Melancarkan Aksi Perubahan

Aksi perubahan yang dilakukan oleh peneliti yaitu melakukan penanganan dengan cara mencegah dan membangun pengetahuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menanggapi permasalah di lingkungan sekitarnya dan membangun komunitas baru yang menghimpun masyarakat Beciro untuk memotong akar yang sering melatarbelakangi terjadinya perempuan dan anak-anak untuk bekerja keras disektor non formal.

Dalam tahapan pertama, peneliti menjalin kerjasama dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait yang menangani masalah keluarga miskin yang melibatkan perempuan dan anak-anak menjadi


(31)

24

korban serta memberikan pengetahuan masyarakat melalui sosialisasi pelatihan UKM di kalangan masyarakat keluarga miskin. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan capacity building

(kapasitas masyarakat). Kedua, peneliti memfokuskan dibentuknya komunitas yang memotong akar permasalahan dibidang ekonomi, yakni dengan menghimpun angkatan kerja yang ada dalam masyarakat Beciro untuk menciptakan lapangan kerja baru dengan mempertimbangkan pengetahuan masyarakat. Refleksi (Teoritisasi Perubahan Sosial).

8. Membangun Pusat-Pusat Belajar Masyarakat

Pusat-pusat pembelajaran masyarakat pada dasarnya dibangun atas dasar kebutuhan kelompok dalam melaksanakan transformasi sosial. Pusat belajar yang dimaksudkan merupakan media untuk komunikasi, riset, diskusi dalam pemecahan masalah. Dalam pendefinisian transformasi sosial dijelaskan dengan bagaimana masyarakat dapat memunculkan local leader yang berperan dalam menggerakkan daya dan kualitas masyarakat agar semakin kokoh, kemudian muncullah lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yang menghimpun komitmen-komitmen masyarakat.

Dalam konteks pemberdayaan berbasis ekonomi alternative ini, pusat-pusat belajar masyarakat terimplementasi dalam pengaktifan kembali komunitas masyarakat dimana masyarakat


(32)

25

dapat berkumpul rutin dan membicarkan problematika yang dihadapi. Dalam hal ini terwujud dengan pengoptimalan upaya

sharing di sela-sela agenda rutin PKK dan komunitas UKM, juga diharapkan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengembangkan kualitas dirinya.

9. Meluaskan Skala Gerakan dan Dukungan

Untuk melancarkan aksi program agar terlakana dengan baik, peneliti dalam proses pengorganisasiannya melibatkan local leader

yang berperan dalam proses pembangkitan kesadaran untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara mandiri.

b. Langkah-Langkah Proses Pemecahan Masalah

1. Inkulturasi

Sebagaimana yang diketahui bahwa proses inkulturasi merupakan proses pengenalan diri antara peneliti dengan masyarakat, masyarakat dengan dirinya sendiri dan masyarakat dengan pihak lain yang menjadi bagian dari dirinya. Dalam artian, inkulturasi merupakan proses pengindentifikasian potensi-potensi yang ada dalam masyarakat sehingga masyarakat mengerti siapa dirinya sendiri. Dalam hal ini peneliti berperan sebagai fasilitator atau penjembatan yang melakukan langkah penyadaran masyarakat. Urgensinya, inkulturasi merupakan upaya untuk membangun trust


(33)

26

building (kepercayaan masyarakat) dan menjalin hubungan simbiosis mutualisme antara peneliti dengan masyarakat itu sendiri.11

Maka proses inkulturasi tentunya dibutuhkan adanya kedinamisan antara fasilitator sebagai pihak penjembatan dan masyarakat. Pengenalan diri dilakukan terhadap masyarakat keluarga miskin Dusun Beciro dengan mengenalkan diri pada togatomas

(tokoh agama dan tokoh masyarakat), sebenarnya peneliti hendak melakukan inkulturasi dengan pemerintah kelurahan setempat, namun hal tersebut dirasa sulit karena birokrasi yang masih cenderung rumit. Hal ini ditempuh agar menguatkan eksistensi peneliti dalam menggali data dan mencari sumber informasi.

Selain itu, peneliti juga menjalin hubungan dalam komunitas perempuan di Dusun Beciro, seperti komunitas ibu-ibu PKK, komunitas pengajar PAUD (pendidikan anak usia dini), serta komunitas ibu-ibu pengajian. Pada awalnya, peneliti dianggap sebagai seorang asing yang hanya akan mengotak-atik kehidupan mereka. Hal ini ditunjukkan dari sikap beberapa warga keluarga miskin yang acuh tak acuh dengan keberadaan peneliti, namun peneliti tetap mempererat komunikasi dengan masyarakat keluarga miskin lainnya dalam pencarian data.

Peneliti tidak mengalami kesulitan berlebih ketika terlibat diskusi-diskusi yang dilakukan oleh perempuan keluarga miskin

11


(34)

27

dalam komunitas tertentu. Hal ini bukan tanpa alasan, karena peneliti pada awalnya telah menjalin inkulturasi yang baik dengan salah satu organisasi pemberdayaan masyarakat di wilayah tersebut. Peneliti dilibatkan juga dalam pengambilan keputusan karena dianggap sebagai subyek yang mampu membantu penyelesaian problematika kehidupan mereka yang kompleks.

Keadaan berbeda ketika bertemu dengan Ibu Sis, seorang kader organisasi pemberdayaan masyarakat miskin yang menjadi informan kunci dalam kehidupan masyarakat keluarga miskin di Dusun Beciro. Ibu Sis sangat senang dengan kedatangan peneliti, yang diharapkan mampu membantu dan belajar bersama dalam proses memberdayakan kaum keluarga miskin Beciro. Sebenarnya ini bukan kali pertama baginya dalam menerima mahasiswa untuk turut serta dalam proses pemberdayaan adalah mereka yang terpanggil dari hatinya untuk kehidupan sesama manusia.

2. Pengorganisasian Masyarakat untuk Agenda Riset

Dalam pengorganisasian masyarakat, focus yang lebih diutamakan adalah gagasan-gagasan yang muncul dari masyarakat itu sendiri. Gagasan dalam agenda riset meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan problematika yang dihadapi. Gunanya adalah sebagai acuan dalam menyusun langkah-langkah pemecahan masalah.12


(35)

28

Dalam konteks permasalahan kemiskinan dalam kehidupan keluarga miskin, peneliti bersama masyarakat melakukan agenda

Focus Group Discussion (FGD) sebagai langkah utama dalam pengidentifikasian masalah. Dari proses yang dilakukan pada hari rabu, 10 Maret 2015 mengungkapkan persoalan tentang kehidupannya dan apa yang menjadi pendorong terjadinya kemiskinan yang membelenggu mereka.

FGD ini melibatkan 5 orang yang terdiri dari 3 perempuan dewasa, 1 orang laki-laki dewasa dan 1 perempuan remaja. Adalah Ibu Sri, Ibu summi, Ibu Fatma, Bapak Herin dan Saudari Siwi. Mula-mula peneliti meMula-mulai dengan perbincangan tentang kondisi geografis dan demografis Dusun Beciro yang termasuk dalam Kecamatan Sukodono.

Kemudian dalam FGD ini mengungkapkan kasus-kasus yang terjadi di masyarakat yang melibatkan perempuan sekaligus berbicara kehidupan keluaga miskin. Menurut penuturan Ibu Sis, perempuan keluarga miskin Dusun Beciro bekerja ketika suaminya yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga tidak bisa lagi menafkahi keluarga akhirnya perempuan dan anak-anak yang menjadi korban untuk bekerja keras memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Yang menjadi masalah adalah di tengah kondisi perekonomian yang tengah lesu, bahkan cenderung fluktuatif,


(36)

29

disadari bahwa hal ini akan menimbulkan dampak dan situasi yang dilematis bagi keluarga miskin. Ketika penghasilan yang dimiliki tidak mencukupi, dan tidak dimiliki penyangga ekonomi yang cukup, di atas kertas sebetulnya tidak banyak pilihan yang dapat diambil keluarga miskin. Tetapi, peneliti tidak hanya berhenti menggali informasi dan data tentang berbagai tekanan dan situasi yang dialami keluarga miskin, melainkan juga mencoba menggali informasi tentang kiat atau mekanisme survival yang dikembangkan keluarga miskin untuk bertahan hidup maupun dalam rangka mengembangkan usahanya, termasuk potensi dan modal sosial yang dimiliki keluarga miskin untuk keluar dai belenggu kemiskinan yang menjejas mereka.

Hal ini yang menjadi penyebab adalah rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Masyarakat umumnya menganggap pendidikan hanyalah sambilan tahun untuk memperoleh ijazah. Kehidupan masyarakat yang cenderung agamis memilih untuk menitipkan anaknya ke pesantren. Setelah itu anak dipaksa untuk menikah dengan pilihan orang tuanya. Selain itu rendahnya tingkat pendidikan juga berdampak pada rrendahnya tingkat kesadaran masyarakat tentang pendidikan. Umumnya mereka beranggapan bahwa tidak sekolah sampai jenjang yang lebih tinggi adalah hal yang biasa. Namun itu memiliki dampak signifikan di kemudian hari. Yakni banyaknya anak-anak yang putus sekolah.


(37)

30

Akibatnya kesenjangan sosial terjadi antara golongan kelamin, perempuan dan laki-laki. Laki-laki merasa berkuasa sehingga berhak menentukan kehidupan istri dan anak-anaknya tanpa harus memperhatikan hak-hak mereka.

3. Perencanaan Tindakan untuk Perubahan

Perencanaan tindakan dalam mencapai perubahan ini merupakan upaya menghimpun gagasan yang muncul dari masyarakat dalam pemecahan masalah. Perencanaan ini dilakukan melalui Forum Group Discussion (FGD) yang direalisasikan pada akhir Mei 2015. Peneliti juga menjlin hubungan dengan pihak lain yang berkompeten dalam penyelesaian problem penanganan ekonomi terhadap masyarakat keluarga miskin, dalam hal ini adalah organisasi non-government yang bergerak pada bidang pemberdayaan ekonomi dan pengentasan hak-hak asasi manusia.

Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan hampir 6 orang perempuan keluarga miskin, ditarik kesimpulan bahwa masih minimnya partisipasi perempuan keluarga miskin dalam menanggapi dan menangani kemiskinan. Selain itu, hal tersebut ditunjang dengan rendahnya pengetahuan keluarga miskin sehingga mengarahkannya pada pola fikir pragmatis, yakni cenderung pasrah dan hanya menerima nasib.


(38)

31

4. Melancarkan Aksi Strategis

Aksi strategis direalisasikan berdasarkan penyusunan program yang diagendakan dalam perencanaan tindakan. Aksi strategi mensinergikan antara isu-isu strategis, daya masyarakat dan kerjasama yang dibangun baik dengan masyarakat itu sendiri maupun dengan pihak lain yang menyokong pelaksanaan aksi dalam melakukan perubahan.

Dalam konteks problematika yang dihadapi oleh keluarga miskin, implementasi program dalam aksi dilakukan denga mengoptimalkan peran serta masyarakat secara partisiptif dalam meningkatkan taraf hidup keluarga miskin Dusun Beciro. Atau dengan kata lain, ada dua garis besar yang dikerucutkan dalam pencapaian aksi, yakni munculnya lembaga baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagaimana ide transformasi sosial, juga melakukan upaya menghidupkan kembali organisasi kemasyarakatan sebagai wadah yang menampung dan mengedukasi keluarga miskin, sehingga dari proses ini bertambahlah wawasan keluaga miskin yang selama ini terbelenggu dalam kerangka kemiskinan dan sistem sosial.

Adapun langkah-langkah tersebut terealisasi dengan mengiptimalkan kembali UKM dan perkumpulan komunitas yang menghimpun keluarga miskin sebagai wadah yang menampung keluhan-keluhan yang dihadapi perempuan keluarga miskin serta


(39)

32

media dalam melancarkan pembelajaran bagi keluarga miskin, gunanya agar mereka dapat mengembangkan wawasannya.

5. Evaluasi

Orientasi proses evaluasi dalam riset aksi partisipatif menekankan pada penjabaran proses dari aksi pemberdayaan tersebut. Maka dalam proses evaluasi yang dilakukan untuk menanggapi aksi-aksi yang telah dilaksanakan adalah mempertimbangkan kekurangan, kelebihan, kelemahan dan kekuatan dari aksi pemberdayaan yang telah dilakukan.

Dalam tahan evaluasi, peneliti bersama keluarga miskin berpandangan tentang bagaimana upaya pemberdayaan yang telah dilakukan tidak tiba-tiba berhenti di tengah jalan dengan alasan-alasan tertentu, baik karena pihak lain maupun masalah-masalah dari pihak intern sendiri, maka dibutuhkan adanya local leader dan komitmen bersama guna memonitoring dan meluaskan skala jaringan dalam pelaksanaan program pemberdayaan jangka pajang. Hal ini sangat perlu karena kekhawatiran-kekhawatiran yang muncul, mengingat dalam proses menciptakan perempuan keluarga miskin yang partisipatif tentunya akan menghadapi hambatan-hambatan yang banyak terfokus pada persoalan intern, seperti keengganan yang muncul dari keluarga miskin karena kembali dengan kesibukan rumah tangga. Dalam mengatasi persoalan


(40)

33

tersebut, peneliti bersama masyarakat membentuk tim yang berfungsi untuk memonitoring sekaligus mengorganisir masyarakat.


(41)

BAB IV

PROFIL DESA JUMPUTREJO KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN SIDOARJO

Berdasarkan wilayah administrasi bahwa luas Desa Jumputrejo adalah 310,268 Ha. Yang terletak pada 7derajat 24’55.18 “ S 112 derajat 42’03.45 “ T dan pada ketinggian 7 meter dari permukaan air laut. Desa Jumputrejo yang kondisi wilayahnya terbelah oleh jalan tol Surabaya-Gempol sepanjang 2 km. merupakan salah satu desa yang berada pada jalur utama kecamatan sukodono menuju kecamatan buduran dan terbagi atas 5 dusun yaitu dusun beciro, keeling, kedung, jumputwetan dan jumputkulon. Wilayah Desa Jumputrejo mempunyai 10 rukun warga dan 32 rukun tetangga, lebih jelas mengenai pembagian wilayah di Desa Jumputrejo dapat dilihat dalam table berikut.

Tabel 1.1 tabel Dusun desa Jumputrejo

NO Dusun Jumlah RW Jumlah RT

1 Beciro 4 20

2 Keling 4 13

3 Kedung 3 10

4 Jumputwetan 1 2

5 Jumputkulon 1 2

Sedangkan dilihat dari batas-batas wilayah administrasi dari Desa Jumputrejo adalah :

1. sebelah utara Desa Kelopo sepuluh dan Desa Karangbong 2. sebelah timur Desa Sidokepung


(42)

35

3. sebelah selatan Desa Sidokepung dan Desa Anggaswangi 4. sebelah barat Desa Suruh

Sejarah awal Desa Jumputrejo dahulunya pada waktu pemerintah hindia belanda sekitar tahun 1890 terdiri dari 5 pendukuhan dan setiap pendukuhan dipimpin oleh seorang lurah dimana masing-masing pendukuhan menjalankan pemerintahannya sendiri sesuai dengan wilayahnya .

Adapun nama-nama pendukuhan tersebut adalah : 1. Pendukuhan beciro dipimpin oleh lurah ilyas

2. Pendukuhan keeling dipimpin oleh lurah suronoto 3. Pendukuhan kedung dipimpin oleh lurah ki gambir

4. Pendukuhan jumputwetan dan poendukuhan jumputkulon dipimpin oleh seorang lurah yaitu lurah singowongso.

Sekitar tahun 1907 telah dilaksanakan musyawarah masing-masing pimpinan pendukuhan dalam rangka musyawarah kerukunan pendukuhan kemudian dihasilkan keputusan penggabungan lurah pendukuhan menjadi lurah desa dan seluruh wilayahnya menjadi satu wilayah dinamakan Desa Jumputrejo.

Lurah Desa Jumputrejo pertama adalah lurah surodiwongso menjabat mulai tahun 1907 sampai dengan tahun 1948 karenaq meninggal dunia. Kemudian terjadi pemilihan lurah dan dimenangkan oleh lurah H. mustofa menjabat mulai tahun 1948, dan pada tahun 1949 terjadi agresi militer belanda ke Indonesia yang membuat lurah H.mustofa mengungsi ke Kabupaten Jember. pada saat terjadi kekosongan lurah, pemerintah hindia belanda menunjuk lurah kerto darkip untuk menjadi lurah sampai dengan tahun 1951 karna lurah H.mustofa kembali dari


(43)

36

pengungsian dan oleh warga langsung didudukan menjadi lurah sampai dengan tahun 1970. Kemudian diganti oleh lurah reso p.sangkan menjabat mulai tahun 1970 sampai dengan tahun 1972. Kemudian diganti oleh lurah abdur rahman menjabat mulai tahun 1972 sampai dengan tahun 1977. Kemudian diganti oleh lurah pejabat sementara (PJ) yang bernama kasdi masa jabatannya tahun 1977 sampai dengan tahun 1979. Kemudian dig anti oleh lurah abdur rohim mulai menjabat tahun 1979 sampai dengan tahun 1982. Kemudian diganti oleh lurah pejabat sementara (PJ) yang bernama soli masa jabatan tahun 1982 sampai dengan tahun 1985. Kemudian diganti oleh lurah yang bernama A.D robiyanto (periode 1) masa jabatan tahun 1985 sampai dengan tahun 1993. Kemudian diganti oleh lurah pejabat sementara (PJ) yang bernama khasan hady masa jabatan tahun 1993 sampai dengan tahun 1995. Kemudian diganti oleh lurah yang bernama H A.D robiyanto (periode II) masa jabatan tahun 1995 sampai dengan tahun 2003. Kemudian diganti oleh lurah yang bernama Drs. Widarto masa jabatan tahun 2003 sampai sekarang.


(44)

BAB V

PROBLEMATIKA DESA JUMPUTREJO

A. Ekonomi menengah kebawah

Belum ada terobosan baru untuk seorang petani yang ada di desa Jumputrejo karena para petani terjebak dengan adanya ‘seorang tengkulak’. Mau tidak mau para petani menjual hasil panen dengan harga yang sangat murah di bawah rata-rata. Contohnya seperti jagung perkilo hanya dibeli dengan harga Rp. 15.000,-. Namun demikian warga Desa Jumputrejo sudah merasa cukup dengan keadaan ekonominya dan tidak berusaha untuk menjualnya langsung ketempat selain tengkulak. Selain hasil dari bertani, warga Desa Jumputrejo memiliki ternak kambing yang dijadikan sebagai tabungan untuk sekolah anak mereka, yang tujuannya sewaktu jika dibutuhkan bisa dijual untuk menambah biaya sekolah.

Di zaman era globalisasi ini untuk mendapatkan pekerjaan yang di rasa layak masih jauh dari harapan,untuk itu perlu di butuhkan pemikiran kreatif dalam mengembangkan suatu usaha yang bisa mencukupi kebutuhan diri sendiri dan keluarga.

Seiring dengan berjalannya waktu masyarakat yang tidak mendapatkan pekerjaan harus mempunyai keterampilan agar bisa memenuhi kebutuhan hidup, dengan adanya keinginan manusia yang berusaha memotifasi dirinya sendiri agar bisa mendapatkan kehidupan yang layak, salah satunya dengan menjual koran di pinggir jalan.


(45)

38

Hal tersebut mendorong masyarakat pinggiran untuk mempunyai kreatifitas yang tinggi,meskipun mereka tidak menempuh pendidikan yang layak. bukan berarti jika tidak berpendidikan itu tidak punya keterampilan, justru sebaliknya semakin pesatnya perkembangan, kebanyakan masyarakat yang berpendidikan itu hanya menggantungkan pendidikanya saja dan kurang ada keterampilan.

Keadaan yang seperti sekarang ini, diharapkan masyarakat pinggiran bisa mempunyai keterampilan dan menempuh pendidikan yang layak, salah satu faktor agar bisa menempuh pendidikan adalah kemauan untuk belajar, dan tidak ada alasan tidak punya biaya, karena di zaman sekarang banyak pendidikan gratis. di samping berpendidikan juga mempunyai keterampilan yaitu dengan berjualan Koran di pinggir jalan,lampu merah. selain jualan Koran di pinggir jalan juga nyambi dengan tambal ban. agar masyarakat pinggiran itu bisa maju dan mengembangkan usahanya dengan lebih baik. sehingga bisa meningkatkan taraf hidupnya.

1. Kerentanan Sosial

Keadaan sosial yang ada di Desa Jumputrejo tidak harmonis dan ada kesenjangan sosial. Banyak perbedaan dari setiap warga dalam dunia perpolitikan namun hal itu menjadi masalah dalam bersosialisasi dalam menjalankan rukun bertetangga. Pemuda desa juga lebih banyak memilih untuk mengadu nasib dikota. Keramahan warga kurang menjunjung rasa gotong-royong menjadikan keadaan warga desa jadi tidak harmonis.


(46)

39

Memang setiap orang mempunyai watak yang berbeda-beda ada yang mudah terpengaruh ke pergaulan yang tidak baik, selain itu juga membuat masyarakat resah karena suka menggantungkan orang lain, contohnya seperti bermain judi, minum-minuman keras, itu kalau tidak dengan orang yang biasanya di ajak bergaul itu tidak mau, akhirnya orang yang mau sedikit demi sedikit untuk mengurangi perbuatan yang tidak baik itu tidak jadi dilakukan karena ada yang mempengaruhi untuk berbuat segala sesuatu yang tidak baik.

Perbuatan seperti itu akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat jumputrejo, karena tidak ada yang mau sadar bahwa perbuatan yang di lakukannya itu tidak baik dan meresahkan masyarakat, toh kalau misalnya dari sekian banyak remaja yang nakal ada satu orang yang mau menyadari perbuatanya, sedikit demi sedikit untuk berhanti minum-minuman keras, bermain judi pasti ada teman lain yang mengajak, kalau misalnya yang di ajak tidak mau pasti berusaha untuk mempengaruhinya. Para pemuda Desa Jumputrejo ini dapat menimbulkan dampak negative bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan di sekitar. Dampak yang ditimbulkan antara lain dapat berupa gangguan konsentrasi dan penurunan daya ingat bagi pemakai, sedangkan dampak sosialnya dapat menimbulkan kerusuhan di lingkungan keluarga yang menyebabkan hubungan pemakai dengan orangtua menjadi renggang, serta menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan seperti pencurian atau penodongan.


(47)

40

Khususnya di Desa Jumputrejo ini para pemuda memiliki perubahan sosial dimana sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu, namun sekarang perubahan tersebut berlangsung dengan cara yang lebih cepat dan pengaruhnya sangat luas menyebar dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Hal ini karena adanya penemuan baru dibidang teknologi terutama media komunikasi modern yang mempermudahkan masyarakat semakin cepat untuk mendapatkan akses informasi di luar wilayah sekitar. Perubahan sosial di desa ini karena perubahan unsur dalam mempertahankan keseimbangan masyarakat antara lain perubahan unsur geografis ( kondisi fisik wilayah ), biologis ( keadaan penduduk ) dan ekonomis.

Pada dasarnya watak seorang remaja kurang bisa terkontrol, karena pada fase tersebut, semangat seorang remaja sangat tinggi. Dan keingintahuan yang cukup tinggi pula, begitu juga dengan setelah mengenal minuman yang memabukkan. Mereka cukup antusias ingin mencoba minuman tersebut. Yang mulanya hanya ingin mencoba hingga sampai ketagihan, dan menjadi kebiasaan sehari-hari.

B. Mendongkrak Masalah Menggali Solusi

Setiap individu yang berada dalam sebuah komunitas masyarakat pasti memiliki pikiran, visi, misi yang berbeda. Semua perbedaan yang ada bisa diakibatkan oleh kepentingan-kepentingan yang berbeda pula dari setiap individu. Adanya pandangan dan sudutpandang yang berbeda itu, dapat melahirkan suatu dinamika masyarakat yang tidak dapat dipungkiri lagi.


(48)

41

Segala jenis perbedaan yang ada dalam masyarakat merupakan hal yang wajar terjadi.Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya hal itu tidak seharusnya di biarkan begitu saja. Karena apabila masalah-masalah tersebut tidak segera diselesaikan akan menimbulkan maslah-masalah baru yang berkelanjutan. Dalam menyikapi masalah-maslah tersebut, masyarakat Dusun Beciro cenderung pasrah dengan keadaan dan kondisi yang ada. Selain itu, mereka cenderung hidup mengikuti kebiasaan dan adat yang di wariskan oleh nenek moyang mereka. Sedangkan keinginan untuk berinovasi dan melangkah lebih jauh kedepan masih terbilang rendah. Sehingga hal itu bisa berpengaruh terhadap kualitas kehidupan masyarakat Dusun Beciro itu sendiri.

Berikut beberapa permasalahan yang selama ini di rasakan oleh masyarakat dusun Beciro.

C. Solusi Potensi Alam Sebagai Tumpuan Kekuatan Ekonomi

Melihat potensi alam Desa Beciro yang sangat melimpah, tidak heran lagi bahwa masyarakat Desa Beciro mayoritas bermata pencaharian Petani/pekebun. Dalam perkebunan misalnya, seperti padi, meskipun dalam setiap tahun dapat di panen sekali, namun nilai harga jualnya cukup tinggi. Selain padi , ada juga jagung juga memiliki harga jual yang cukup tinggi. kebutuhan sehari-hari mereka terpenuhi dari hasil kebun tersebut


(49)

42

.

Gambar.3.1. Padi, merupakan salah satu sumber ekonomi masyarakat Dusun Beciro

Selain itu, kebutuhan ekonomi masyarakat dapat terbantu dengan adanya pekerjaan sampingan yang dapat di kerjakan di rumah, seperti halnya, untuk ibu-ibu ada yang membuat usaha rumahan seperti membuka warung kopi, warung kelontong maupun galangan, selain warung ada juga yang membuat produksi kripik, seperti halnya apa yang ada di Dusun Beciro.

Gambar 3.2. Usaha Rumahan Produksi kripik kripik pisang masyarakat Dusun Beciro


(50)

43

Selain itu, ada juga yang menjual gorengan dan lain-lain.Selain dari kebun dan usaha rumahan, sebagian dari mereka juga punya usaha sampingan ternak kambing sebagai tabungan untuk memenuhi kebutuhan sebelum panen dan kebutuhan yang tidak diduga.

Gambar.3.3 peternakan kambing: sebagai tabungan untuk memenuhi kebutuhan tak terduga

Dan hal itu, sering menjadi andalan dari para warga. Untuk kedepan masyarakat Dusun Beciro mengharapkan terciptanya kelompok ternak yang dapat mengembangkan usaha ternak yang masih di jadikan sebagai usaha sampingan menjadi usaha pokok yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup dan kekuatan ekonomi keluarga yang lebih baik dapat terwujud.13


(51)

44

D. Sosial Masyarakat Yang Harmonis

Dalam kehidupan sosial, warga masyarakat Desa Jumput rejo terbilang harmonis. Terlihat dari adanya kekompakan semua warga dalam menjalankan kegiatan yang selalu dijalankan bersama-sama. Seperti saat kerja bakti bersama setiap hari minggu pagi, selain itu warga masyarakat Desa Jumputrejo selalu mengadakan pertemuan-pertemuan rutin, seperti agenda tahlilan ibu-ibu, dan remaja (KARTAR).Semua agenda tersebut berjalan sesuai jadwal yang ada.

Sedangkan dalam bidang sosial politik, warga masyarakat Desa Jumputrejo memiliki beberapa tokoh politik, seperti dari partai PDI, GOLKAR, Meskipun demikian, perbedaan tersebut tidak menjadi celah perpecahan antar para warga. Kehidupan warga selalu berjalan beriringan.

Ketika ada permasalahan yang bersangkutan dengan kepentingan warga setempat, bapak Yastro selaku Ketua RT 02 selalu memanfaatkan adanya kelompok yasinan yang ada sebagai media utama. Beliau mengajak para anggota kelompok yasinan untuk memusyawarahkan permasalahan yang tengah terjadi, kemudian hasil musyawarah menjadi satu tumpuan yang harus di terima oleh semua masyarakat. Sehingga semua dapat dikondisikan dengan baik.

E. Kehidupan Beragama Dan Paradigma Masyarakat

Agama Islam adalah agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Desa Jumputrejo dan hanya sebagian dari mereka yang beragama Kristen


(52)

45

kira-kira 15 KK. Dan di Desa Jumputrejo ada banyak masjid, ada masjid NU ada MUHAMADIYAH dan 1 gereja. Meskipun di Desa Jumputrejo terdapat perbedaan agama, namun masyarakatnya bisa saling menghormati dan toleran. Mereka bisa saling membaur dan tolong menolong dalam urusan kemasyarakatan. Dalam kegiatan keagamaan islam, masyarakat telah mengadakan agenda rutin seperti,pengajian rutin.

Pengajian rutin, merupakan salah satu agenda yang dimaksudkan untuk tujuan, menyambung tali silaturahmi warga, sekaligus wadah untuk mengkaji ilmu agama. Pengajian ini antara lain, adalah pengajian ibu-ibu. Pengajian ibu-ibu ini beranggotakan kurang lebih 20 orang. Yang terdiri dari ibu-ibu dari RT, 2, dan 3. Jadwal pengajian rutin ini dilakukan setiap malam

jum’at, setelah sholat isya’. Pengajian ini, tidak hanya berisikan bacaan yasin,

akan tetapi juga di isi dengan arisan dan tausiah dari tokoh agama, seperti pada gambara di bawah ini.

Gambar 3.4.kegiatan yasinan: aktifitas rutinan ibu-ibu warga dusun Beciro.


(53)

46

Untuk para bapak, kegiatan yasinan sudah tidak ada. Dahulu sudah pernah terbentuk, akan tetapi karena kesibukan di siang hari menjadikan kemalasan dari para bapak untuk aktifitas yasinan ini. Sedangkan untuk para remaja atau KARTAR agenda yasinan dilakukan setiap malam minggu. Untuk struktur keanggotaan, kelompok yasinan ini di ketuai oleh Bapak Bajuri selaku Pembina KARTAR, anggota dari kelompok ini kurang lebih 25 orang.

Dalam segi pendidikan nonformal agama seperti TPQ, di Desa Jumputrejo bisa dibilang cukup, karena di sebabkan oleh beberapa kendala. Pertama, kendala jarak yang jauh dengan tempat mengaji dengan rumah para santri. Dengan tata wilayah desa yang di kelilingi oleh semak belukar, persawahan, dan tumbuhan-tumbuhan yang berada disisi kanan kiri jalan menjadikan yang berjauhan dari 1 rumah kerumah yang lain dengan tempat mengaji, menjadikan anak-anak desa setempat memilih tidak mengaji. Selain karena jarak yang jauh, kendala yang kedua adalah, mininya SDM atau tenaga pengajar yang bersedia mengajar. Untuk masalah ini, pada tahun lalu telah diadakan pengkaderan guru-guru TPQ. Akan tetapi selang beberapa bulan tindak lanjut dari pengkaderan pun tidak ada. Dari pemaparan ustadz Budiono selaku kepala TPQ Baitul makmur, hal ini disebabkan karena kesibukan dari para guru TPQ yang mayoritas bekerja sebagai petani, yang kesehariannya masih selalu disibukkan dengan kegiatan di ladang dan di kebun. Selain karena kendala kurangnya tenaga pengajar, kendala lainnya, yaitu tidak adanya honor yang dapat menyokong kegiatan pengajaran di TPQ


(54)

47

untuk para ustadz dan ustadzah. Sehingga kadang kala, pengajaran TPQ diliburkan karena ada kepentingan lain yang harus di kerjakan oleh ustadz yang bersangkutan, dan juga karena tidak ada yang dapat menggantikan. Sebagai guru TPQ, sebenarnya bapak Budiono menginginkan untuk full mengajar di TPQ Baitul makmur, akan tetapi karena beliau juga diminta untuk mengajar di TPQ desa sebelah, maka jadwal mengajar di Dusun Beciro ini hanya 3 hari itupun hanya dengan materi yang sama yaitu sekedar membaca Iqro dan Al-Qur’an saja, untuk materi penunjang belum begitu dikembangkan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa, pengajaran TPQ di Desa Jumputrejo, khusunya Dusun Beciro masih kurang. Akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan hal ini terjadi di dusun lainnya, seperti di dusun Gaswangi, yang daerahnya cukup jauh aksesnya. Meskipun terhitung ada 13 TPQ di Desa Jumputrejo ini akan tetapi yang terbilang masih eksis hanya ada 7 TPQ.

Sedangkan untuk tempat peribadahan, seperti masjid Di Desa Jumputrejo terdapat kurang lebih 8 masjid. Yaitu tersebar di Dusun Keling, Gaswangi, dan Beciro. Masjid-masjid ini hanya terlihat rame saat sholat

maghrib dan isya’, untuk selain waktu-waktu itu masjid terlihat lengang

karena pada waktu siang warga sama sibuk di ladang ataupun dikebun dan pekerjaan lainnya. Adapun kegiatan yang biasa dilakukan di masjid hanya

sebatas, sholat jum’at, peringatan maulid nabi, slametan, dan shalat trawih

saat bulan ramadhan. Dari bapak Herin, selaku tokoh agama, beliau menuturkan, kadang kala ada kajian kitab akan tetapi itu tidak berjalan


(55)

48

dengan teratur itu dilakukan bila beliau ikut sholat jama’ah dimasjid, karena

jarak antara rumah beliau dan masjid terbilang jauh dan selain itu beliau sering sholat di mushola yang dekat dengan rumah beliau.

Dari gambaran singkat ini, dapat kita ketahui bahwa permasalahan dalam keagamaan lebih disebabkan kurangnya antusias warga akan pentingnya pelaksanaan kewajiban beragama. Sehingga kedepannya, diharapkan adanya pengembangan fungsi kelompok-kelompok yasinan menjadi tumpuan menjalarnya aktifitas keagamaan yang belum berjalan di desa Jumputrejo.

F. Dinamika Permasalahan Masyarakat

Gambar:1

Diagram alur dinamika permasalahan masyarakat Dusun Beciro

Melihat diagram diatas, bisa di jelaskan bahwa karena adanya kendala di bidang ekonomi, menyebabkan pendidikan Desa Jumputrejo rendah. Karena terhambat di dalam pembiayaan meskipun sudah ada BOS, namun keperluan sekolah tidak serta merta gratis juga akan tetapi sebaliknya entah

EKONOMI PAS-PASAN

PENDIDIKAN

AGAMA KURANG


(56)

49

untuk pembayaran buku, uang gedung dan lain sebagainya. Jadi, Berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat baik dalam sektor pendidikan, sosial, agama dan ekonomi diatas tadi pastilah, semua memiliki kaitan yang tidak terpisahkan. Didukung dengan adanya paradigma masyarakat yang masih terkungkung dengan pemikiran tradisional yaitu, fokus untuk menyelesaikan tugas pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja, dan kebutuhan rohani mereka pun sering terabaikan. Sehingga tidak jarang tempat ibadah hanya ramai pada saat-saat tertentu. Hal ini menjadi salah satu alasan kuat bagi masyarakat untuk tetap fokus dengan pekerjaan mereka. Sehingga ketika melihat permasalahan dalam sektor perekonomian yang berawal dari kurangnya akses perhubungan yang terjangkau hal itu juga berimbas pada sektor pendidikan yang tidak lain mengacu pada tingkat keluasan pengetahuan masyarakat akan banyak alternatif yang dapat ditempuh untuk menunjang perekonomian keluarga.

Melalui beberapa kali FGD bersama para warga, akhirnya tercetus suatu harapan yang ingin untuk segera di capai, yaitu pengembangan ekonomi masyarakat melalui usaha di sektor peternakan. Melihat latar belakang Desa, yang merupakan desa yang berada pada tanah subur makmur. Mudahnya berbagai tanaman tumbuh di tanah subur ini, tidak dapat dipungkiri, untuk pakan ternak sangat mudah didapatkan. Akan tetapi masyarakat belum bisa optimal memanfaatkan kelebihan-kelebihan tersebut, karena paradigma masyarakat yang masih tradisional menyebabkan peternakan hanya menjadi sampingan saja. Akhirnya, tim bersama para warga mempunyai kesepakatan


(57)

50

untuk membuat kelompok ternak, dengan tujuan agar mudah mencapai tujuan bersama. Dengan adanya kelompok ternak, akan lebih memudahkan para peternak dalam mengembangkan usahanya. Misalnya dalam mengembangkan pengetahuan tentang cara perawatan kambing yang baik, pakan kambing yang sehat dan menguntungkan. Semua itu dapat di peroleh dengan adanya kerjasama antara para peternak dan dinas peternakan di kota setempat.


(58)

BAB VI

LANGKAH STRATEGIS MERANGKAI PERUBAHAN

A. Asal-Usul Timbulnya Masalah

Dinamika masalah yang ada di Desa Jumputrejo sudah mulai banyak mengalami perubahan. Mulai dari keagamaan, sudah adanya kelompok yasinan bagi para ibu-ibu dan para pemuda karang taruna. Hal ini merupakan bentuk perubahan yang sangat signifikan bagi masyarakat Desa Jumputrejo yang dipelopori oleh Bapak Herin dan Bapak Budiono, kegiatan semacam ini mampu membangun kebersamaan para masyarakat. Dalam hal pendidikan terjadi perubahan yang sangat signifikan karena para pemuda yang ada didesa Jumputrejo sudah mulai meneruskan sekolah ke Perguruan Tinggi meskipun belum bisa dikatakan maksimal akan tetapi para pemuda desa sudah mulai menyadari betapa berharganya ilmu untuk masa depan. Keadaan sosial yang ada di Desa Jumputrejo sangat harmonis, para warga yang selalu menjunjung tinggi kebersamaan dan gotong royong menjadikan Desa Jumputrejo sangat harmonis. Bukan hanya kebersamaan dan gotong royong yang dijujunjung tinggi akan tetapi keramahan yang ditampakkan oleh para warga membuat orang yang baru menginjak Desa Jumputrejo merasa sangat dihargai. Dan yang terakhir dalam bidang ekonomi, memang tidak ada yang harus dirubah karena masyarakat Desa Jumputrejo sudah banyak yang memiliki lahan perkebunan yang mana itu sangat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat hanya saja dalam masalah peternakan banyak masyarakat kurang


(59)

52

memahami bagaimana cara merawat kambing dengan cara yang modern sehingga banyak kambing para warga yang kurang terawat yang itu mengakibatkan kambing mati dalam usia dini.

Pola pikir yang kerap kali digunakan para peternak kambing adalah masih menggunakan ternak secara tradisional yang mana banyak para peternak hanya bisa menernak kambing dengan cara yang alami. Ternak alami yang dimaksud adalah para peternak kambing hanya melakukan perkawinan kambing dengan cara alami bukan dengan cara suntik yang sudah modern sama halnya dengan saat kambing melahirkan, para peternak kambing membuarkan kambing melahirkan secara alami tanpa memanggil dokter hewan.

Hal yang terjadi sebenarnya sangat miris sekali Karena para warga masih mengacu pada ternak tradisional yang hanya memberikan pakan pada kambing tanpa tau bagaimana cara merawat yang benar. Mulai dari bibit kambing yang bagus dan baik, tempat tinggal kambing yang benar, pakan kambing yang benar, dan bagaimana cara perawatan kambing ketika beranak. Penarikan masalah yang harus ditemukan solusinya adalah terkait masalah ternak kambing yang kurang bisa dikatakan secara maksimal.


(60)

53

Diagram: 1

Hirarchi Analisa Pohon Masalah Bidang Ekonomi

Setelah didiskusikan mengenai peternakan yang ada di Desa Jumputrejo bersama para warga dan juga tokoh masyarakat, perangkat desa dan beberapa para peternak untuk merumuskan suatu permasalahan yang ada di Desa Jumputrejo. Ternyata penyebab utama kenapa sering kali terjadi kambing meninggal pada usia dini adalah masyarakat yang menjadikan ternak kambing sebagai sampingan saja. Paradigma yang seperti inilah yang

Pola pikir masyarakat tentang kambing yang belum modern

Masyarakat sulit

mengembangkan ternak

Masyarakat peternak sulit menyampaikan

permasalahan terkait

Masyarakat banyak memakan waktu lama untuk mengambil Hewan ternak sering mati Waktu yang lama untuk

mencari pakan

Kurangnya pengarahan tentang beternak dengan baik

Tidak adanya tindak lanjut dari dinas

peternakan terkait hewan

Tidak adanya kelompok peternak sebagai wadah komunikasi antar

Masyarakat masih menggunakan ternak tradisional

Peternakan yang berjalan hanya sebatas sampingan yang kurang

Peternak masih dengan pemikiran sederhana / tidak ada inovasi

Kurangnya waktu untuk mencari tambahan


(61)

54

menjadikan para peternak hanya sebatas menernak kambing tanpa tau bagaimana cara yang benar beternak. Disamping ternak yang hanya dijadikan sebagai sampingan saja para peternak juga sangat sulit mengembangkan ternak kambingnya, karena akses menuju ke kota yang cukup jauh menjadikan para peternak hanya bisa merawat kambingnya dengan keterbatasan yang ada. Contohnya saja, ketika kambing melahirkan para peternak kambing hanya membiarkan kambing itu melahirkan dengan sendirinya hingga akhirnya anak kambinghanya bisa bertahan selama beberapa hari. Bukan hanya masalah melahirkan saja, keika kambing sudah waktunya menikah para peternak hanya membiarkan kambing tersebut menikah secara alami tanpa memanggil dokter hewan. Masalah ini dikarenakan akses menuju ke kota yang cukup jauh untuk ditenpuh hingga akhirnya para peternak merawat dengan cara apa adanya.

Para peternak kambing yang masih menggunakan cara tradisional menjadi hambatan untuk menjadikan ternak kambing berkembang secara pesat. Karena ternak tradisional yang mereka gunakan menganut nenek moyang terdahulu. Yang mana mulai dari penghitungan membeli kambing harus mencari hari yang pas agar kambing tidak terkena sakit ataupun mengalami kerepotan ketika dipelihara, bibit kambing yang dilihat dari bentuk dan berat kambing. Hal-hal yang seperti ini lah menjadi hambatan bagi para peternak kambing untuk bisa berkembang. Dan tidak adanya wadah bagi para peternak kambing yang mempersulit mereka untuk menyampaikan masalah dalam ternaknya kepada dinas peternakan.


(62)

55

Pencarian pakan kambing para peternak harus pergi ke Tegalan dalam sehari 2 kali, pagi dan siang. Pemberian pakan kambing dalam sekali pakan bisa menghabiskan satu bongkok/ satu pikulan, jika kambing semakin banyak jumlahnya maka akan semakin banyak pakan yang harus dicari. Mengingat ternak kambing hanya sebagai sampingan semata tapi benar-benar menghabiskan waktu untuk mencari pakannya, karena dalam sehari para peternak kambing pergi ke tegalan hanya untuk mencari pakan belum termasuk para peternak mengurus hasil tanamnya. Dan ini sangat membuang waktu para peternak kambing maka dari itu para peternak kambing kurang memiliki inovasi dalam hal pakan kambing secara modern yang tidak banyak mengahbiskan waktu mereka.

Dari bebearapa masalah yang terjadi pada peternak kambing bisa diambil kesimpulan bahwa pola pikir masyarakat terkait masalah ternak kambing kurang berkembang, yang mana kurang berkembangnya pola pikir para peternak kambing didominasi pola pikir ternak tradisional yang diajarkan oleh nenek moyang mereka.


(63)

56

Tabel: 1

Tabel Trend and Change Bidang Ekonomi di Desa Jumputrejo

Tahun Perubahan

1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2015

Jumlah Peternak

Kambing +32 +26 +28 +30 +30 +31 +34 +34 +35

Jumlah Ternak

Kambing +184 +147 +153 +155 +156 +159 +168 +181 +192

Jumlah Penjualan +54 +32 +34 +37 +35 +38 +41 +47 -

Jumlah Jenis Pakan +15 +17 +14 +13 +11 +13 +11 +11 -

Jumlah peternak yang ada di Desa Jumputrejo ternyata berkembang secara stabil. Terlihat pada tabel yang ada di atas. Pada tahun 1998 jumlah peternak di Desa Jumputrejo sebanyak 32 dan pada tahun 2002 menurun sebanyak 6 sehingga pada tahun tersebut jumlah peternak sejumlah 26 peternak kambing. Pada 2 tahun selanjutnya yakni tahun 2006 peternak kambing di Desa Jumputrejo sebanyak 30 peternak. Pada tahun 2006 ini mengalami kemajuan, namun tidak banyak seperti pada tahun 1998. Dan pada tahun 2010, peternak kambing mengalami kemajuan sebanyak 34 peternak dan pada tahun selanjutnya pun mengalami kemajuan lagi yakni sebanyak 35 yakni pada tahun 2015.

Sama seperti jumlah peternak kambing, ternak kambingpun jika di akumulasi rata-rata juga menunjukkan tren naik dalam hal kuantitas. Namun


(64)

57

sebelum itu sempat menurun dari tahun 1998 menuju tahun 2000 karena adanya krisis moneter yang mengimbas di desa tersebut. Seperti yang terlihat pada tabel diatas, mulai tahun 2000 hingga sekarang jumlah ternak kambing mengalami peningkatan secara perlahan. Peningkatan tersebut beranjak dengan kisaran 3 hingga 5 ternak per dua tahun. Hingga saat ini data yang kami peroleh tentang jumlah ternak sejumlah + 192 ternak kambing.

Begitu juga dengan jumlah penjualan oleh peternak kambing. Penjualan yang dilakukan oleh mereka tidak hanya tepaku pada satu tempat. Di antara tempat yang dijadikan tujuan dari penjualan mereka adalah belantik, masjid, LSM, atau kepada warga sendiri untuk urusan adat. Data yang ditunjukkan mengalami stabilitas dalam penjualannya. Pergerakan data penjualan kambing kisaran 32 hingga 28. Namun hal itu hanya berjalan hingga tahun 2008 karena pada tahun 2010 dan 2012 data menunjukkan penjualan mengalami peningkatan cukup signifikan, yaitu sejumlah 41 pada tahun 2010 dan 47 pada tahun 2012. Dari sekian penjualan yang dilakukan para peternak, tentu tak lepas juga dari jumlah jenis pakan yang tersedia.

Jumlah jenis pakan yang disediakan untuk pakan ternak bergerak secara fluktuatif namun tetap pada koridor angka kisaran 11 hingga 17 jenis pakan. Hal ini bergerak tak menentu karena pengaruh cuaca dan eksploitasi berlebihan yang sempat dilakukan oleh warga. Namun dari sekian jenis pakan tentu ada perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan, yaitu dengan pemotongan rambanan secara berkala dan pembagian lahan yang akan dipotong.


(65)

58

Tabel: 2

Kalender musim

Random Ekonomi Desa Jumputrejo

Bulan

Jenis Ja

nua ri F ebr ua ri Mar et Apr il

Mei Juni Juli

Agustus S eptembe r O ktober Nove mber De se mber

Pemasaran √ √ √ √

Peranakan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Penyakit √ √ √ √ √ √

Tasyakuran √

Paceklik

pakan √ √ √ √ √ √

Dari hasil FGD dengan masyarakat, perangkat desa dan para peternak kambing, yang dilakukan 2 Februari 2015. Yang mana kalender musim ini berkaitan dengan musim-musim yang dialami oleh para peternak kambing selama 12 bulan.

Dalam 12 bulan atau setahun para peternak kambing mengalami musim pemasaran, musim peranakan, musim penyakit, musim selamatan, dan musim paceklik.Di musim-musim inilah para peternak kambing bisa mengetahui untung dan ruginya memelihara kambing. Pada musim pemasaran, dalam 12 bulan sering terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli dan bulan Oktober.Pada bulan-bulan tersebut pemasaran kambing mengalami peningkatan yang sangat lumayan karena pada masa-masa liburan sekolah banyak sekali kambing yang terjual. Karena mengingat pemeliharaan kambing adalah tabungan bagi para peternak jadi pada masa-masa itulah kambing-kambing mulai laku terjual. Para peternak kambing tidak pernah


(66)

59

mengikuti harga jual pasar akan tetapi ketika para peternak kambing ini membutuhkan uang maka dengan pasti akan menjual kambing tersebut meski denan harga yang baisa sekalipun.

Pada musim peranakan ini bisa terjadi setiap bulannya karena kambing pada masa hamil tidak bisa dipastikan waktunya hanya saja dalam kurun waktu setahun kambing bisa hamil dan melahirkan. Perhitungan yang ideal untuk kambing bisa hamil dan melahirkan adalah dalam waktu 1 tahun kambing melakukan perkawinan dan 6 sampai 7 bulan kambing mengalami masa hamil. Maka dari itu bagian yang sudah tertera dalam tabel dapat diambil kesimpulan bahwa dalam waktu 12 bulan diperkiran akan ada anak kambing yang lahir setiap bulannnya karena waktu hamil dan melahirkan setiap kambing berbeda.

Beda lagi dengan musim penyakit yang sering kali terjadi pada bulan November, Desember, Januari, Februari, Maret, April. Dimusim inilah kambing sering kali mati karena musim hujan yang kerap kali terjadi. Ketika musim hujan kambing lebih banyak yang mati karena terserang penyakit gudikan dan masuk angin. Penyakit kudis ini terjadi disebabkan panggung kambing atau tempat tidur kambing selalu lembab dan banyak lalat yang mengerumuni hingga akhirnya membuat kambing terkena penyakit kudis dan mati. Ada cara tradisional yang digunakan para peternak kambing untuk bisa mencegah adanya penyakit gudikan yaitu dengan cara menaburkan garam dipanggung kambing agar hewan-hewan tidak lagi mengerubingi kambing tapi itu hanya sebatas alternatif yang bisa dilakukan oleh para peternak


(1)

89

menjadi penengah dari setiap pemikiran yang ada. Bahkan bukan hanya terkait

masalah wacana tentang modern akan tetapi bagaimana perawatan kambing yang

seharusnya dilakukan para peternak kambing juga dibahas tuntas dengan pihak

Dinas Peternakan dan Perikanan melalui dialog interaktif.

Harapan utama yang diinginkan oleh para peternak kambing adalah

bagaimana cara pemubuatan pakan fermentasi yang saat ini sedang marak dan

menjadi tolak ukur ternak modern. Simulasi yang dilakukan dengan pihak Dinas

Peternakan dan Perikanan mampu memberikan terobosan yang baru bagi para

peternak kambing saat ini karena mengingat saat musim kemarau datang

pencarian pakan kambing sudah mulai mengalami krisis hingga biasanya para

peternak memberikan pakan pengganti dari rumput dengan nagka busuk yang

dipotong kecil dan dicampur dengan katul/ dedek. Itu adalah salah satu cara

penyiasatan ketika musim kemarau datang. Tapi dengan adanya terobosan baru

terkait pakan fermentasi para peternak kambing akan dengan mudah menjaga dan


(2)

90

Gambar 5.3.Praktek Fermentasi Pakan

Jika sudah ada pembentukan struktur kelompok ternak yang disepakati

maka tidak lengkap jika ada struktur tanpa nama. Maka sesuai dengan

kemaslahatan bersama para warga Desa Jumputrejo Dusun Beciro sepakat

memberi nama kelompok yaitu ternak “SUMBER REZEKI” yang memiliki

makna usaha rezeki yang melimpah. Dari kesepakatan nama kelompok ternak

tersebut warga Desa Jumputrejo memiliki harapan sebagimana mana yaitu usaha

ternak kambingnya makmur. Dan kemudian diresmikan pada tanggal 16 Februari


(3)

BAB VIII

PENUTUP DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Warga dusun Beciro Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono

Kabupten Sidoajo memiliki potensi alam yang begitu besar untuk dikelola,

adanya ladang, ada lahan persawahaan dan banyak yang memiliki lahan

pekarangan sangat berpotensi dalam memenuhi penghidupan masyarakatnya.

Namun tidak banyak yang dapat dilakukan dalam memanfaatkan hal tersebut

sehingga perekonomian masyarakat tidak berjalan dengan baik.

Sumber Daya Manusia yang masih minim menjadi salah satu faktor

mengapa kehidupan petani selalu diidentikkan dengan kehidupan yang

sederhana dan jauh dari kemapanan. Rendahnya kualitas SDM ini juga

menjadi pemicu munculnya problematika-problematika lain yang

berhubungan dengan kemanusiaan, seperti yang terjadi di dusun Beciro desa

Jumput ini. Penerimaan masyarakat dengan keadaan yang mereka hadapi

memberikan isyarat bahwa biarkan saja yang berkuasa semakin berkuasa dan

yang lemah biarkan menjadi lemah.

Masalah kompleks yang terjadi pada masyarakat Beciro adalah adanya

belenggu terhadap tengkulak yang membuat masyarakat harus terjebak dalam


(4)

92

sebab disisi lain dengan semakin banyaknya bantuan-bantuan yang

seharusnya diberikan kepada rakyat secara cuma-cuma tidak jatuh ketangan

rakyat sepenuhnya.

Sehingga dari kenyataan tersebut tim bersama masyarakat menggagas

keberadaan usaha kecil menengah dan pemanfaatan pakan ternak yang tidak

sekedar membantu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Beciro,

namun juga dapat dijadikan langkah mediasi kepada pihak yang tengah

berkonflik.

B. Kendala-Kendala Internal

- Keterbatasan dana

Eksternal

- Belum terlibatnya pemerintah lokal secara penuh terhadap eksistensi

usaha kecil ini agar dapat memiliki power dan legalitas.

- Belum terjalinnya kerja sama dengan pihak LSM-LSM yang

memberikan bantuan dalam segi materi maupun legalitas dari

koperasi ini mengingat dusun Beciro merupakan wilayah kecil.


(5)

93

C. Rekomendasi

Sebagai proses tindak lanjut dari eksistensi usaha kecil dan koperasi ini, diharapkan akan terjalin kerja sama yang baik antara pihak pengelola koperasi dan LSM-LSM dan dinas-dinas yang terkait Kabupaten Sidoarjo yang siap memberikan bantuan apapun dengan kegiatan kemandirian masyarakat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Agus, dkk. Modul Participatory Action Research (PAR), (Surabaya:

LPPM IAIN Sunan Ampel, 2014).

Alamsyah, Dedi, Meberdayakan Ummat (Yogyakarta : Nuha Medika,

2011).

Hasil wawancara dengan Bapak Rokhim

Soerjani, Moh. 2008. Lingkungan: sumberdaya alam dan kependudukan

dalam pembangunan. Jakarta: UI-press.

Suparlan, Hari Witono. 2006. Pemberdayaan masyarakat. Sidoarjo:

Paramulia Pres.

Usman, Sunyoto. 1998. Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.