Makna di balik fenomena praktek penyembuhan nonmedis dalam kelompok-kelompok persekutuan doa : studi kasus di Kupang, Nusa Tenggara Timur - USD Repository

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

KATA PENGANTAR

  Masyarakat kerap kali dihadapkan pada berbagai fenomena. Salah satu di antaranya adalah praktek penyembuhan nonmedis dalam kelompok-kelompok persekutuan doa. Daya pikatnya adalah “penyembuhan ajaib” yang disalurkan kepada pasien oleh tokoh karismatis kelompok. Tentu saja model penyembuhan tersebut sulit dijelaskan dan diterima oleh akal manusia. Namun sesuatu yang sulit dan aneh itu benar-benar terjadi. Bahkan di balik pengalaman yang ajaib itu terkandung makna dan pesan-pesan penting bagi kehidupan.

  Fenomena tersebut menggelitik rasa ingin tahu penulis. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, penulis dapat merampungkan penelitian dan meramunya dalam tesis bertajuk Makna Di Balik Fenomena Praktek Penyembuhan Nonmedis Di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Penulis sungguh menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak.

  Syukur dan terima kasih penulis haturkan ke hadapan Allah Tritunggal Mahakudus atas berkat dan bimbinganNya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

  Terima kasih penulis sampaikan kepada Vikariat Ordo Karmel Tak Berkasut Indonesia, lembaga kerohanian tempat penulis bernaung yang telah memberi kesempatan dan dukungan bagi penulis untuk menjalani tugas belajar pada program studi Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  Terima kasih kepada pihak pengelola program pasca sarjana Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah menerima penulis menimba ilmu di bidang kajian tersebut.

  Terima kasih kepada Direktur, Ketua dan Sekretaris beserta para dosen dan karyawan Program Pasca Sarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan mengatur serta memperlancar semua urusan perkuliahan sampai dengan penyelesaian penulisan ini.

  Terima kasih kepada Bapak Dr. George Aditjondro, Rm.Dr. Baskara T. Wardaya, SJ , Ibu Stefani Haning, MA yang telah memberi dorongan kepada penulis untuk mengembangkan topik tulisan tesis ini.

  Terima kasih kepada Bapak Dr.Budiawan dan Ibu Dr. Katrin Bandel yang telah mendampingi dan mengarahkan penulis mulai dari usulan judul, penulisan proposal hingga pelaksanaan penelitian lapangan.

  Terima kasih yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada Rm. Dr. Hary Susanto,SJ selaku pembimbing pertama dalam proses pengerjaan tesis ini yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga dan dengan kesabaran serta ketelitian mendampingi dan mengarahkan penulis sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

  Terima kasih kepada Rm. Dr. G. Budi Subanar, SJ selaku pembimbing kedua atas semua sumbangan saran dan masukan yang memperlancar penyelesaian penulisan tesis ini.

  Terima kasih kepada dewan penguji yang terdiri dari Rm.Dr.Hary Susanto,SJ ( Penguji I), Rm.Dr.G.Budi Subanar, SJ (Penguji II), Bapak Dr. St.Sunardi (Penguji III), dan Ibu Yustina Devi Ardhiani,M.Hum ( Moderator).

  Terima kasih kepada para petugas perpustakaan dan ruang baca : Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Teologi Wedhabakti-Kentungan, Kolese St.Ignatius (KOLSANI) Kotabaru dan program pasca sarjana Ilmu Religi dan Budaya,Universitas Sanata Dharma yang telah dengan sabar dan tulus hati membantu penulis mencarikan dan meminjamkan buku yang penulis perlukan untuk menunjang pengolahan materi tulisan ini.

  Terima kasih kepada para informan yang dengan ikhlas hati telah bekerja sama dan membantu penulis dalam memberikan berbagai keterangan yang diperlukan berdasarkan tujuan penulisan tesis ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  MAKNA DI BALIK FENOMENA PRAKTEK PENYEMBUHAN NONMEDIS DALAM KELOMPOK-KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA ( Studi Kasus Di Kupang, Nusa Tenggara Timur ) Pada tahun 2004, warga kota Kupang dikejutkan oleh suatu peristiwa tragis.

  Maria Tefa, seorang ibu rumah tangga ditemukan tewas di tangan pelaku penyembuhan dalam kelompok persekutuan doa. Yang unik dari peristiwa itu adalah praktek penyembuhan nonmedis yang berlangsung dalam kelompok persekutuan doa. Ini adalah fenomena menarik untuk diteliti.

  Dengan memanfaatkan metode fenomenologi religi dan pendekatan kualitatif, fenomena tersebut dijadikan dasar untuk menelusuri praktek-praktek penyembuhan nonmedis dalam kelompok-kelompok persekutuan doa yang begitu marak di kota Kupang,Nusa Tenggara Timur. Sampel penelitiannya adalah enam kelompok persekutuan doa. Arah dasarnya adalah pendeskripsian “data-data religius” dan makna hakiki di balik praktek penyembuhan nonmedis dalam kelompok-kelompok persekutuan doa. Makna diperoleh melalui kegiatan intuisi yang berlangsung dalam diam dan didasarkan pada dua prinsip pokok dalam fenomenologi agama yakni epoche dan eidetik. Prinsip

  

epoche berarti apa yang sudah dikonsepkan sebelumnya ditempatkan dalam kurung

sampai fenomena itu berbicara untuk dirinya sendiri. Sementara prinsip eidetik berarti

dari suatu fenomena ditelusuri makna hakikinya. Proses pemaknaannya bertolak dari

  kata-kata, simbol-simbol dan tindakan-tindakan manusia religius dalam relasinya dengan Yang Kudus. Semuanya dialami dan ditemukan dalam waktu dan suasana sakral yang berbeda dari pengalaman sehari-hari.

  Waktu dan suasana sakral difasilitasi dalam ritus penyembuhan oleh kelompok- kelompok persekutuan doa. Di dalamnya, pasien menemukan nilai-nilai baru. Mereka memandang kesembuhan bukan terminal terakhir melainkan titik tolak untuk menemukan eksistensi dan makna hidupnya yang hilang. Pasien yang didoakan tidak hanya mengalami kesembuhan fisik. Tetapi ia juga dimampukan untuk menerima dan menghayati penyakitnya jika kesembuhan fisik tidak terjadi. Hal ini dapat dilihat dari perubahan sikapnya menghadapi sakit yang dideritanya. Penyakit bukan lagi beban yang menekan hidupnya melainkan sarana untuk mencapai kebenaran utama. Kesembuhan yang terjadi pada dirinya berhubungan dengan hal-hal supranatural dan bersifat kudus. Dasarnya adalah kepercayaan (faith factor) dan hidup benar di hadapan Realitas Absolut. Kesadaran ini dapat membuka jalan bagi seseorang untuk mengalami “firdaus” sehingga hidupnya lebih bermakna. Dengan demikian, kausalitas sakit dan penyembuhan merupakan jalan untuk memenuhi kerinduan terdalam jiwanya. Hal ini dihasilkan oleh efek-efek kultural dari relasi personal dengan alam, sesama, leluhur dan Yang Kudus. Semuanya terarah pada persatuan kosmis ( via unitiva ).

  

THE MEANING BEHIND

THE PHENOMENA OF NONMEDICAL HEALING PRACTICE

  

IN PRAYER GROUP COMMUNITIES

( A Case Study in Kupang, East Nusa Tenggara )

  In 2004, the people of Kupang was shocked by a tragic incident of Maria Tefa, a housewife who was found dead in the hand of nonmedical healing practitioner of a prayer group community. The uniqueness of this incident was that, the practice of nonmedical healing is conducted in prayer group community. It is an interesting phenomena to study.

  By using the method of phenomenology and qualitative approach, this phenomena has become the basis for investigation of the nonmedical healing practice in prayer group communities to which, the people of Kupang city, at East Nusa Tenggara are flocking . The resources of samples of the research are six prayer group communities. The primary direction is the description of “religious data” and fundemantal meanings behind the practice of nonmedical healing in prayer group communities. The meanings are gained through intuitive activity of which conducted in silence and based on two main principles in phenomenology of religion i.e. epoche and eidetic. The epoche principle means what has been conceptualized before it is enclosed or encirlcled until the phenomena speaks for itself. The eidetic principle means searching for the essential meaning of a phenomena. The process of interpretation is initiated from words, symbols, and religious human actions in the relationship to the Holy one. Everything is experienced and founded in the atmosphere which is sacred but in different times in daily experience.

  The sacred atmosphere is facilitated in the healing rites by prayer group communities itself. In it, the patient may find new values. They consider a medication is not a final terminal. Instead, it is a turning point to find out the existence and the meaning of life which has been lost. The patients who are prayed over not only they have a physical recovery. But they are convinced to accept and understand the meaning of their decease in case the physical recovery does not happen. It can be seen in their changed attitude towards the decease sufferings of which he is undergoing . Decease is not more a burden to depress their life; rather it is a medium to achieve the eternal truth. The recovery happened in themselves is related to the supernatural and has holy in its character. Basically it is a (faith factor) and lives appropriately before the Absolut Reality. This awareness can open a way for human beings to experience the “paradise” in order to becomes their life more meaningful. Thus, the causality of illness and healing is a way to fulfill the deepest hunger in their souls. It is resulted by the cultural effects of the personal relation with the cosmos, neighbours, ancestors and the Holy one. All of these are directed to a cosmic unity ( via unitiva ).

  Key words: Meaning, Nonmedical healing, Prayer group Communities, Patients, Practitioner, epoche and eidetic principles.

  

DAFTAR ISI

  Halaman Judul……………………………………………………………………………...i Halaman Persetujuan Ujian ………………………………………………………………ii Lembar Pengesahan ……………………………………………………………………....iii Lembar Pernyataan …………………………………………………………………….....iv Lembar Motto …………………………………………………………………………….v Kata Pengantar……………………………………………………………………………vi Intisari ……………………………………………………………………………………. ix Abstract …………………………………………………………………………………… x Daftar isi ………………………………………………………………………………… xi

  BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………...1

  1.1. Latar Belakang …… …………………………………………………………………1

  1.2. Identifikasi Masalah …………………………………………………………………2

  1.3. Tujuan Penulisan………………………………………………… …………………....3

  1.4. Relevansi P enulisan…………………………………………………………………..4

  1.5. Tinjauan Kepustakaan…………………………………………………………… …...4

  1.6. Kerangka Teore tis…………………………………………………………………....10

  1.7. Metodologi Penelitian ………………………………………………………………13

  1.7.1. Jenis Penelitian…………………………………………………………………….14

  1.7.2. Strategi pengumpulan data………………………………………………… ……..16

  1.7.3. Strategi Pengolahan Data………………………………………………………….19

  1.7.4. Lokasi dan Subyek Penelitian…………………………………………… ……….20

  1.7.4.1. Lokasi Penelitian……… ………………………………………………………...20

  1.7.4.2. Subyek Penelitian………………………………………………………………..21

  1.8. Sistematika Penulisan ……………………………………………………………….21

  BAB II PAHAM KULTURAL TENTANG PENYAKIT DAN PENYEMBUHAN…….. 24

  2.1. Pengantar……………………………………………………………………………...24

  2.2. Konsep penyakit…… ……………………………………………………………...... 24

  2.3. Etiologi penyakit secara kultural …………………………………………………… 25

  2.3.1. Sistem medis personalistik………………………………………………….. 26

  2.3.2. Sistem medis naturalistik …………………………………………………… 31

  2.4. Terapi alternatif ……………………………………………………………………. 34

  2.4.1. Metode-metode tera pi alternatif …………………………………………… 36

  2.4.2. Penyembuhan natural dan supranatural .……………… ………………….. 36

  2.4.3. Penyembuh-penyembuh lain………………………………………………. 42

  2.4.3.1. Paranormal………………………………………………………..… 42

  2.4.3.2. Hipnoterapis ……………………………………………………….. 43

  2.4.3.3. Dukun ………………………………………………………………. 45

  2.5. Penyembuhan yang mengutuhkan…………………………………………………. 49

  2.6. Rangkuman …………………………………………………………………………52

  BAB III POTRET KELOMPOK-KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA ………………………... ……53

  3.1. Pengantar …………………………………………………………………………… 53

  3.2. Latar belakang terbentuknya kelompok-kelompok persekutuan doa ……………. 53

  3.3. Profil kelompok-kelompok persekutuan doa………………………….................... 56

  3.3.1. Kelompok Persekutuan Doa Anugerah ………………………...................... 57

  3.3.2. Kelompok Persekutuan Doa Bukit Sion ……………………………………..62

  3.3.3. Kelompok Persekutuan Doa Perjamuan Surgawi.......................................... 64

  3.3.4. Kelompok Persekutuan Doa Bunda Sang Sabda Di Timor……………….67

  3.3.5. Kelompok Persekutuan doa De Colores .………………………………….71

  3.3.6. Kelompok Persekutuan Doa Konggregasi Bunda Hati Tersuci Maria …. 78

  3.4. Motivasi orang yang datang ke kelompok persekutuan doa …………………. 82

  3.5. Rangkuman ………………………………………………………………………….83

  BAB IV RITUS PENYEMBUHAN NONMEDIS DALAM KELOMPOK-KELOM POK PERSEKUTUAN DOA …………………. 85

  4.1. Pengantar……………………………………………………………………………. 85

  4.2. Ritus penyembuhan dalam kelompok-kelompok persekutuan doa……………….. 86

  4.2.1. Penyelengaraan pelayanan persekutuan umum dalam kelom pok Persekutuan Doa Anugerah ……………………………………. 86

  4.2.2 Penyelengaraan ibadat penyembuhan dalam kelompok Persekutuan Doa Bukit Sion…………………………………… 100

  4.2.3. Penyelenggaraan doa penyembuhan pasien dalam kelom pok Persektuan Doa Perjamuan Surgawi………………………….. 110

  4.2.4. Pelayanan doa penyembuhan pasien dalam kelompok Persekutuan Doa Bunda Sang Sabda di Timor …………………………………………………... 119

  4.2.5. Penyelenggaraan latihan olah nafas tenaga dalam kelompok Persekutuan Doa De Colores ……………………………………....129

  4.2.6. Penyelenggaraan doa penyembuhan pasien dalam kelompok Persekutuan Doa Konggregasi Bunda Hati Tersuci Maria…………………...... 142

  4.3. Rangkuman………………………………………………………………………… 159

  BAB V PERSEPSI MASYARAKAT DAN DAMPAK KEHADIRAN KELOMPOK-KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA ……………… 160

  5.1. Pengantar……………………………………………………………………………160

  5.1. Persepsi warga masyarakat dan warga Gereja …… …………………………....... 161

  5.1.1. Persepsi pimpinan Gereja ………………………………………….......162

  5.1.1.1. Pendeta ………………………………………… ……………...162

  5.1.1.2. Pastor…………………………………………………………. 163

  5.1.2. Persepsi dokter dan petugas kesehatan……………………………..164

  5.1.3. Persepsi pihak keamanan…………………………………………….. 166

  5.2. Dam pak kehadiran kelompok-kelompok persekutuan doa………………………. 167

  5.2.1. Dampak positif …………………… ………………………………….. 167

  5.2.2. Dampak negatif……………………………………………………….. 169

  5.3. Rangkuman …………………………………………………………………………171

  BAB VI R EFLEK SI ATAS FENOMENA PRAKTEK PENYEMBUHAN NONMEDIS DALAM KELOMPOK-KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA …………………... 173

  6.1. Pengantar……………………………………………………………………………173

  6.2. Kekosongan eksistensial ………………………………………………………….. 173

  6.3. Penyembuhan integral ……………………………………………………………. 175

  6.4. Pencarian makna hidup ………………………………………………………….. 176 6 .5. Perj umpaan dengan Yang Kudus …………………………………………………. 177 6 .6. Asp ek kurban ……………………………………………………………………….185

  6.7. Konsep keselamatan ………………………………………………………………. 187

  6.8. Rang kuman …………………………………………………………………………188

  BAB VII KESIMPULAN ………………………………………………………………………… 191 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….... 199 DAFTAR INFORMAN DAN PENGHUBUNG …………………………………….. 204 LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

  1.1. Latar Belakang Sakit dan penyembuhan merupakan fakta universal yang selalu dialami oleh

  

  siapa saja, kapan saja dan dalam masyarakat mana sa Sakit bisa saja disebabkan oleh virus dan bakteri. Tetapi ada pula sakit yang disebabkan oleh kekuatan gaib yang tidak diketahui dari mana asalnya. Jenis penyakit ini biasanya ditangani oleh dukun atau paranormal. Bahkan ada pula yang memanfaatkan jasa pelayan penyembuhan dalam kelompok-kelompok persektuan doa.

  Penyembuhan pada Maria Tefa, seorang ibu rumah tangga di Kupang, Nusa Tenggara Timur adalah salah satu contoh penggunaan jasa pelayan penyembuhan.

  Aksi pelayan penyembuhan ternyata mengantarnya ke gerbang kematian. Berdasarkan penyidikan polisi di lokasi kejadian, kematian korban berawal dari hasil diagnosa praktisi penyembuhan. Menurut keterangan pelaku, korban mengidap penyakit yang disebabkan oleh serangan kuasa iblis. Karena itu tubuhnya dihujani pukulan bertubi-tubi dengan batang damar. Tujuannya adalah kuasa iblis itu dapat dikeluarkan

   dari tubuhnya. Namun kenyataannya korban meninggal seketika.

  Hal yang menarik dari kejadian tersebut adalah penyelenggaraan praktek penyembuhan dalam kelompok persekutuan doa. Daya pikatnya terletak pada

  

pelayanan doa penyembuhan. Kegiatan ini berpusat pada pelayanan Firman

  dan permohonan bagi kesembuhan orang-orang sakit. Pelaku utamanya adalah

                                                               1 bdk.Chatarina Pancer Istiyani, Tubuh Dan Bahasa, Aspek-Aspek Linguistis Pengungkapan Pandangan Masyarakat Lewolema Terhadap Kesehatan (Yogyakarta : Galang Press, 2004), hal.113 2 Peristiwa penyembuhan Ibu Maria sempat menjadi menu berita hangat di berbagai media lokal. Ketika itu penulis sedang menjalani tugas pelayanan di Kupang, NTT.

  seorang figur sentral yang diyakini memiliki “karunia penyembuhan”.

  

Penyembuhan pun “terjadi secara ajaib”.

  Tentu saja gejala ini menarik untuk diteliti tidak hanya dari sisi psikologis, ekonomis maupun politis. Tetapi ada sudut pandang lain yang dapat digunakan yakni fenomenologi. Perspektif ini dimanfaatkan sebagai pisau analisis untuk membedah fenomena religius.

  Kajian yang bertumpu pada fenomena religius berawal dari asumsi bahwa penyembuhan nonmedis dalam kelompok-kelompok persekutuan doa bukan semata- mata mengandalkan kemampuan para pelayan penyembuhan. Tetapi ada kekuatan lain yang melampaui batas kekuatan manusia. Kekuatan adikodrati itu diyakini menghasilkan efek-efek terapis pada pasien yang tersalur melalui para pelayan penyembuhan. Di tangan mereka pasien mengalami kesembuhan. Inilah saat dimana pasien mengalami titik balik dalam hidupnya Pengalaman sembuh membuka jalan bagi pasien untuk menemukan makna hakiki dalam hidupnya. Di sini sebetulnya terletak landasan studi yang kemudian dikemas dalam tema “Makna Di Balik Fenomena Praktek Penyembuhan Nonmedis Dalam Kelompok Persekutuan Doa Studi Kasus Di Kupang, Nusa Tenggara Timur”.

  1.2. Identifikasi Masalah Topik tersebut dijadikan titik tolak untuk menjawab pertanyaan mengapa terjadi fenomena praktek penyembuhan nonmedis di Kupang, Nusa Tenggara Timur?

  Pertanyaan pokok ini dapat dirinci menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut :

                                                               3 bdk. P.Hendrik Njiolah, Pr., Fenomena Penyembuhan Dalam Kitab Suci (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama, 2006), hal.5-6

  1. Kapan praktek penyembuhan nonmedis mulai berkembang di kota Kupang?

  2. Siapakah pendukung praktek penyembuhan nonmedis itu?

  3. Bagaimana praktek penyembuhan nonmedis itu dilakukan?

  4. Apa sebab masyarakat kota Kupang tertarik pada praktek penyembuhan nonmedis melalui kelompok persekutuan doa?

  5. Apa dampak praktek penyembuhan nonmedis dalam kelompok persekutuan doa bagi warga kota Kupang?

  6. Apa makna terdalam di balik praktek penyembuhan nonmedis itu?

  1.3. Tujuan Penulisan Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Mencari dan mengungkapkan fenomena praktek penyembuhan nonmedis dalam kelompok-kelompok persekutuan doa.

  2. Mengetahui dan mengungkapkan pihak-pihak yang memanfaatkan cara penyembuhan nonmedis dan apa yang melatarbelakangi mereka menempuh cara itu.

  3. Mengetahui dan menganalisa dinamika praktek penyembuhan nonmedis dalam kelompok persekutuan doa dan dampaknya bagi warga kota Kupang.

  4. Menganalisa dan menemukan makna di balik praktek penyembuhan nonmedis.

  1.4. Relevansi Penulisan Penulisan ini mempunyai beberapa relevansi antara lain:

  1. Dari segi praktis: penelitian ini akan menjadi sumbangan pemikiran bagi warga kota Kupang agar dapat menyimak makna di balik berbagai fenomena terutama yang berkaitan dengan aksi-aksi penyembuhan nonmedis.

  2. Dari segi akademis : penelitian ini diharapkan dapat memacu para akademisi untuk menentukan sikap di hadapan berbagai fenomena yang berkembang di tengah masyarakat. Selain itu mereka dibantu untuk tidak sekedar memberi kritik tanpa dasar atau menghadapinya tanpa bersikap kritis.

  1.5. Tinjauan Kepustakaan Praktek penyembuhan nonmedis bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat.

  Hal ini dapat dibuktikan dengan diterbitkannya beragam buku dan artikel yang membahas aksi-aksi penyembuhan nonmedis. Semua berupaya menggambarkan sebab musabab penyakit dan cara penanggulangannya. Ketika tesis ini dipersiapkan pengerjaannya ternyata sudah ada tulisan yang secara khusus membahas studi kasus penyembuhan. Artikel yang berjudul Therapeutis Resources In Bali : A Case Study

  

On The Choice Of Medical Practitioners karya Francoise Grance-Piovesan merupakan

  contoh yang berhubungan dengan praktek penyembuhan nonmedis. Namun penelitian yang dilakukannya masih terfokus pada peran para praktisi penyembuhan dari sudut

   pandang antropologi.

  Hal tersebut dapat ditemukan pula pada buku karya Michael Winkelman dan Philip M. Peek yang berjudul Divination and Healing Process. Buku ini mendeskripsikan rincian proses penyembuhan secara esoterik yang menghasilkan efek-efek terapis di Afrika. Kehadiran daya adikodrati dalam penyembuhan semakin

   membukan jalan bagi pasien untuk menemukan kesehatannya kembali.

  Kuatnya dimensi antroplogis dapat pula dicermati dari skripsi G. Haryana yang berjudul Konsep Kausalitas Sakit dan Penyembuhannya: Suatu Tinjauan Kognitif

  

(Studi Kasus Empat Orang Dukun) . Ia berpendapat bahwa aksi penyembuhan yang

  dilakukan dukun bersumber pada etiologi penyakit baik personalistik maupun naturalistik. Pengetahuan tersebut diperolehnya dari makhluk halus yang memasuki tubuhnya. Makhluk halus memasuki tubuh sang dukun ketika ia mencapai puncak kekhusukan dalam tapa, doa dan pengucapan mantera sehingga tabir penyekat alam gaib terbuka. Dalam kondisi ini, sang dukun memperoleh petunjuk untuk memahami

   sistem teori penyakit dan pengobatan secara gaib.

  Pengobatan secara gaib dapat juga dibaca pada buku yang berjudul Karunia

  

Penyembuhan Damianus Wera . Buku ini memaparkan berbagai peristiwa dan metode

  penyembuhan yang dilakukan oleh Daminanus Wera dengan menggunakan pisau

                                                               4 Francoise Grance-Piovesan,“Therapeutis Resources In Bali : A Case Study On The Choice Of Medical Practitioners” , Indonesia Circle, No.66. 1995, hal. 109-120 5 Michael Winkelman, Philip M. Peek (eds.), Divination and Healing Process : Potent Vision (Tucson : The University of Arizona Press, 1984), hal.3-4 6 G. Haryana,“Konsep Kausalitas Sakit dan Penyembuhannya : Suatu Tinjauan Kognitif

  

( Studi Kasus Empat Orang Dukun )”. Skripsi S-1, Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada Yogyakarta,1991., hal.79 dapur, cutter, pinset, selang dan perban. Alat-alat itu dipergunakannya untuk membedah pasien. Yang menakjubkan adalah pembedahan pasien dalam waktu lima menit tanpa dibius dan tanpa menimbulkan rasa sakit. Luka bedahnya pun tidak berbekas. Dari pembedahan yang dilakukannya, Damianus Wera mengeluarkan kawat, paku, beling, silet, lidi dan benang. Benda-benda ini masuk dalam tubuh pasien melalui santet. Pengobatan secara gaib dilakukan Damianus Wera sejak tahun 1986.

  Jumlah pasein yang diobatinya lebih dari 100.000 orang. Mereka adalah orang-orang yang berlatarbelakang berbeda mulai dari kaum papa, artis, dokter, jendral hingga presiden dan mantan presiden. Semua itu dilakukan Damianus Wera dengan kekuatan “karunia” yang diterimanya dari Tuhan dan diwariskan melalui sang ayah,Ware Ratu.

  Itulah sebabnya ia selalu mengatakan kepada para pasiennya bahwa dirinya bukan “dokter” melainkan Tuhan sendirilah yang menyembuhkan mereka. Pengakuan ini membentangkan di hadapan para pembaca akan adanya fakta dan praktek religius.

  

  Buku lain yang memberi gambaran penyembuhan berdimensi religius adalah

  

Rahasia Penyembuhan Natural Dan Divine yang diterbitkan oleh Yayasan Rescue

  Indonesia. Gambaran mengenai sebab penyakit dan metode penyembuhan nonmedis dipaparkan secara jelas dan sistematis. Namun kehadiran buku ini tidak menandingi terapi-terapi medis melainkan melengkapi dimensi yang terabaikan dari ilmu

   kedokteran modern.

                                                               7 Yosef Tor Tulis, Karunia Penyembuhan Daminus Wera (Jakarta : Jetpress, 2007), hal.124- 125 8 Ir.Fred Andries(ed.),Rahasia Penyembuhan Natural Dan Divine (Jakarta : Yayasan Rescue Indonesia,1999), hal.3-5

  Hal tersebut berhubungan dengan konsep penyembuhan yang luas. Penyembuhan pasien tidak hanya berkaitan dengan segi fisiknya saja. Tetapi juga sikap pasien berhadapan dengan penyakitnya. Seseorang dapat mengalami kesembuhan kalau ia tidak kehilangan makna hidup dalam penderitaan dan panyakit. Di sini pasien menghadapi “sakit dangan cara sehat”. Kenyataan ini dapat ditemukan pada sebuah buku yang berjudul Penyembuhan Yang Mengutuhkan Dimensi Yang

   Terabaikan Dalam Pelayanan Medis karya Dr. Beate Jacob dan kawan-kawan.

  Pengalaman penyembuhan yang mengutuhkan tidak lepas dari penggunaan bahasa. Hal ini diperlihatkan oleh Chatarina Pancer Istiyani dalam bukunya yang berjudul Tubuh Dan Bahasa, Aspek-Aspek Linguistis Pengungkapan Pandangan

  

Masyarakat Lewolema Terhadap Kesehatan . Ia menyebutkan bahwa bahasa

merupakan salah satu unsur pokok kebudayaan dan mengandung simbol-simbol.

  Bahasa mengungkapkan kekayaan budaya suatu masyarakat. Atas dasar pemikiran ini, ia menganalisa pandangan masyarakat Lewolema, Nusa Tenggara Timur sehubungan dengan konsep kesehatan. Ia mendasarkan analisanya pada tiga unsur semantik dasar yakni kesehatan, sakit dan penyembuhan. Ternyata masyarakat Lewolema telah lama mengenal dan mewariskan pandangan tentang kesehatan yang diekspresikan lewat bahasa setempat. Ungkapan-ungkapan tentang kesehatan tidak hanya berhubungan dengan kesehatan fisik tetapi juga kesehatan mental. Bahasa berperan dalam menghasilkan oleh efek-efek kultural dari relasi antar individu, masyarakat, alam,

   leluhur dan Wujud Tertinggi. Semuanya terarah pada keseimbangan kosmis.

                                                               9 Dr.Beate Jacob,dkk. Penyembuhan Yang Mengutuhkan Dimensi Yang Terabaikan Dalam Pelayanan Medis. Terjemahan Adventina Putranti,dkk. (Yogyakarta : Kanisius, 2003), hal.66-67 10 Chatarina Pancer Istiyani, op.cit., hal.236-237

  Keseimbangan kosmis dapat dicapai dengan melibatkan dimensi biologis dan spiritual individu. Konsep ini dapat ditemukan dalam karya Herbert Benson yang

  

  berjudul Timeless Healing (Penyembuhan Sepanjang Masa). Dalam kerja sama dengan William Proctor, Herbert Benson menerbitkan sebuah buku yang berjudul

  

Beyond the Relaxation Response . Perhatian utama buku ini adalah faktor keimanan

  (faith factor) yang membantu seseorang untuk mencapai kesembuhan dari berbagai jenis penyakit. Pengungkapannya berlangsung dalam doa dan meditasi yang merupakan tradisi mistik beberapa agama. Efek-efek yang ditimbulkan oleh doa dan meditasi dapat dilihat dari penggunaan formula-formula semacam mantra atau zikir.

  Mantra atau zikir itu dibaca dengan penuh keyakinan kepada Tuhan dapat menghasilkan kekuatan yang berlipat ganda. Hasil penelitian Herbert Benson memperlihatkan bahwa efek penggunaan formula-formula itu dapat menghilangkan berbagai nyeri. Misalnya, para pendeta Budha Tibet mampu berjalan di atas bara api tanpa mengalami rasa sakit dan lecet sedikit pun. Hal itu terjadi karena kekuatan yang diperoleh dari formula-formula yang dibaca dengan penuh keyakinan. Kenyatan ini menunjukkan bahwa ternyata efek penyembuhan yang dihasilkan zikir maupun kekuatan pikiran jauh lebih besar dari apa yang diperkirakan sebelumnya. Dengan kata lain efek penyembuhan yang terjadi bergantung pada faktor keyakinan. Faktor ini berguna dalam menghalau pikiran-pikiran yang tidak kreatif dan berpotensi menjadi

  

  penyakit. Selain itu keyakinan dapat membangkitkan respon relaksasi yang terkondisi dalam suasana batin yang damai. Kedamain batin diperoleh melalui latihan-

                                                               11 Herbert Benson dan Marg Strak, Penyembuhan Sepanjang Masa. Terjemahan Dr.Widjaja Kusuma (Jakarta : Interaksara, 1998), hal. 291-311 12 Herbert Benson dan William Proctor, Keimanan Yang Menyembuhkan Dasar-Dasar Respons Relaksasi. Terjemahan dr. Nurhasan ( Bandung : Kaifa, 2000), hal. 11-12

  latihan teratur dengan menggunakan empat langkah sebagai berikut: (1) menemukan lingkungan yang tenang; (2) secara sadar mengendurkan otot-otot tubuh; (3) memusatkan diri selama sepuluh hingga dua puluh menit sambil mengucapkan doa singkat; (4) bersikap pasif terhadap pikiran-pikiran yang menggangu. Latihan-latihan sederhana ini bila digabungkan dengan faktor keyakinan akan menciptakan lingkungan internal yang lain dari biasanya dan sangat membantu seseorang mencapai derajat

  

  kesehatan dan kesejahteraannya. Tujuan ini dapat pula dicapai dengan memanfaatkan terapi-terapi alternatif. Semuanya dapat dibaca dan ditemukan dalam buku Alternative

14 Therapi (Terapi-Terapi Alternatif ).

  Studi pustaka tersebut belum memberi ruang artikulasi pada bentuk-bentuk penyembuhan nonmedis yang bertolak dari fenomena religius. Oleh karena itu tesis ini merupakan upaya kecil untuk memaparkan fenomena penyembuhan nonmedis dalam kelompok-kelompok persekutuan doa. Kehadirannya dapat dipakai sebagai sarana untuk menetralisasi kasus-kasus penyembuhan nonmedis tanpa mengabaikan peran pasien sebagai subjek penelitian dan “produser makna”.

  Bercermin pada rumusan-rumusan di atas, ternyata topik ini memiliki keterbatasannya. Walaupun ada dimensi lain yang secara implisit tampak dalam pembahasan ini. Namun fokus topik ini adalah hubungan manusia religius dengan sebagaimana digagaskan dalam fenomenologi agama. Relasi itu dibangun

  Yang Kudus

  dalam praktek-praktek peribadatan yang mengantar orang sampai pada being, truth,

  

meaning. Di samping itu tidak semua kelompok persekutuan doa yang disajikan

                                                             13 14 Ibid.,hal. 34 Geddes dan Grosset, Terapi-Terapi Alternatif . Terjemahan Slamet Rianto dan Adi Loka

  Sujono (Yogyakarta : Lotus, 2005), hal. 1-363 dalam pembahasan ini. Fokusnya diarahkan pada enam kelompok persekutuan doa. Pertimbangannya adalah bahwa keenam kelompok itu ditampilkan sebagai sampel penelitian.

  1.6. Keran gka Teoretis Keenam kelompok persekutuan doa dan orang-orang yang memanfaatkan jasa pelayan penyembuhan nonmedis merupakan obyek pengamatan yang menghadirkan