Jumlah Cacat Kum Cacat Jan Feb

  

PENERAPAN METODE FAILURE MODE AND EFFECTS

ANALYSIS (FMEA) UNTUK PERBAIKAN PROSES

DALAM MEMINIMALISASI CACAT

TIDAK PERSISI ANTAR GIGI

  

(STUDI KASUS : PRODUK RODA GIGI LURUS DI CV. MASSA

PRODUKSI BANDUNG)

Evan Jaelani

  

ABSTRAK

  Walaupun pada praktiknya berbagai jenis kegiatan proses produksi itu berbeda-beda dan lebih mirip dengan program atau proyek, tetapi pada dasarnya proses produksi itu adalah selalu berulang. Oleh karena itu, berdasarkan data dan fakta sebelumnya dapat dilakukan perbaikan agar proses produksi bisa mendekati sempurna yaitu meminimalisasi terjadinya kecacatan pada produk yang dihasilkan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menerapkan metode FMEA, dimana metode FMEA adalah suatu alat kualitatif yang dapat mendukung strategi-strategi mutu yang proaktif. Failure Mode and Effects Analysis adalah alat yang sangat esensial dalam praktik sejak dari pendefinisian produk dan proses, mengawali perencanaan mutu dan penyebaran fungsi mutu dan berlanjut hingga tahap-tahap pengembangan serta hasil dari FMEA itu sendiri adalah berupa rencana-rencana produk dan tindakan proses untuk meminimalisasi dari modus-modus kegagalan. Sehingga dengan menerapkan metode FMEA diharapkan proses produksi roda gigi lurus di CV. Massa Produksi Bandung bisa lebih meminimalisasi lagi tingkat kecacatan produksinya, terutama pada kecacatan tidak persisi antar gigi.

  

Kata Kunci : kualitas, manajemen kualitas, kualitas produk, proses

  produksi, kecacatan produk, perbaikan proses, failure mode and effects analysis , FMEA.

I. PENDAHULUAN

  Pengembangan industri nasional khususnya serta pembangunan nasional pada umumnya mempunyai tujuan untuk mencapai tahap tinggal landas, dimana dalam tahap ini diharapkan dapat diwujudkan suatu kondisi tempat berbagai jenis industri mampu tumbuh dan berkembang atas kemampuan sendiri. Dengan berkembangnya teknologi di segala bidang, membuat perusahaan harus mampu untuk beradaptasi dengan menguasai perubahan tersebut sehingga mampu untuk berkompetisi dengan segala kemampuan yang dimiliki. Saat ini, telah terjadi perubahan paradigma dimana selama ini pasar di dikte oleh para pelaku usaha, disebabkan oleh jumlah pelaku usaha yang terbatas. Hal tersebut tidak dapat terjadi dengan mudah disebabkan globalisasi dunia yang mengakibatkan pesaing yang dihadapi bukan hanya lokal tapi dari berbagai negara, sehingga arus informasi dan barang/jasa dapat dengan mudah masuk ke suatu daerah dengan harga yang bersaing. Dalam membeli, konsumen akan kritis menilai atau mengadakan perbandingan dengan barang lain yang sejenis.

  CV. Masa Produksi bergerak dibidang teknik industri terutama dalam bidang pembuatan alat-alat kelistrikan dan alat-alat mesin pabrik, seperti pembuatan roda gigi, poros, poros bergigi, komponen-komponen mesin textile,

  

recycling waste polyester , alat-alat pemboran, alat-alat laboratorium, pneumatic,

box panel, conveyors, dan lain-lain. Perusahaan ini merupakan salah satu

  perusahaan yang sedang berupaya untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, sehingga harus dapat menjaga dan meningkatkan mutu dan kualitas dari produk yang dihasilkannya.

  Perusahaan dituntut untuk lebih responsive dan peka terhadap aspirasi konsumen serta ditantang untuk dapat menjawab kebutuhan pasar (konsumen) dengan menghasilkan produk yang berkualitas. Persaingan yang semakin ketat diantara industri baik dalam skala lokal maupun internasional mengharuskan para pelaku industri untuk berlomba dalam meningkatkan kualitas produk baik berupa barang maupun jasa yang dihasilkan.

  CV. Massa Produksi merupakan perusahaan yang bersifat Job Order. Salah satu produk yang tingkat pemesanannya stabil bahkan cenderung meningkat adalah Roda gigi lurus, sehingga kualitas produknya harus selalu dijaga dan ditingkatkan. Akan tetapi dalam proses pengerjaannya, roda gigi lurus ini memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi dari operatornya terutama dalam hal menjaga tingkat persisi antar giginya. Karena tingkat persisi dari roda gigi lurus adalah hal yang sangat fatal apabila terjadi kecacatan karena bisa saja tidak akan bisa digunakan ketika produk tersebut tidak persisi antar giginya. Selain itu, tingkat kecacatan roda gigi lurus yang paling tinggi adalah tidak persisi antar gigi.

  Hal ini bisa dilihat dari data kecacatan produksi roda gigi lurus untuk periode Januari – Februari 2014 dibawah ini :

  

Tabel 1

Data Kecacatan Produksi Roda Gigi Lurus Periode Januari – Februari 2014

Bulan Kum Simbol Penyebab Cacat Jumlah % Cacat % Cacat Jan Feb

  A Keropos

  1

  1

  2

  20

  20 B Tidak Persisi Antar Gigi

  3

  2

  5

  50

  70 C Permukaan Kasar

  1

  2

  3 30 100

  Total 10 100

Tabel 2

Data Cacat Tidak Simetris Antar Gigi Periode Januari – Februari 2014

  Bulan Jumlah Jenis Produk Jan Feb (Unit) (Unit) (Unit)

  Produk Diterima

  27

  38

  65 Produk Ditolak (Tidak Simetris Antar Gigi)

  3

  2

  5 Total Produksi

  70 Dengan melihat data hasil produksi tersebut, maka dapat dilihat bahwa tingkat kecacatan yang paling tinggi adalah tidak persisi antar gigi dengan tingkat kecacatan 50% dari total produk yang cacat yang diproduksi pada periode Januari dan Februari 2014. Sehingga penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam penelitian ini untuk menyelesaikannya dengan menggunakan metode FMEA karena hasilnya dapat berupa rencana-rencana produk dan perbaikan proses untuk mengeliminasi dari modus-modus kegagalan.

  Definisi Kualitas

  Pemahaman konsep kualitas sangat penting dalam pengembangan aktivitas perusahaan sebab pertumbuhan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh kualitas produk atau jasa yang dihasilkannya. Ketidakpedulian terhadap kualitas akan menyebabkan terjadinya kehilangan peluang menjual produk dan pangsa pasar, yang pada akhirnya berakibat pada penurunan aktivitas dan pertumbuhan perusahaan.

  Dalam upaya memahami konsep kulitas suatu produk maka berikut ini dikemukakan lima definisi kualitas : a. Kualitas adalah kemampuan suatu produk atau jasa untuk dapat mencukupi keinginan konsumen dengan mudah dimengerti, dihubungkan dengan karakteristik pencapaian atau tidak sehingga dapat menimbulkan reaksi orang 1 lain .

  b. Kualitas adalah suatu strategi bisnis mendasar yang mengupayakan untuk menghasilkan aneka barang (goods) dan jasa (service) yang memuaskan para 1 pelanggan baik internal maupun eksternal secara lengkap dengan berusaha

Mohanty, Online Quality and productivity, Vol. 9, Iss. 8; pg. 753, 13 pgs.

  Terdapat pada : http://www.proquest.com/pqdauto, 2004, March 11 memenuhi harapan-harapan mereka baik yang implisist maupun eksplisit (Ternner&de Toro, 1992).

  c. Kualitas adalah kemampuan produk dalam melakukan fungsinya selama jangka waktu penggunaan tertentu yang telah ditetapkan (Hoyle, 1994).

  d. Kualitas adalah totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan (ISO 8402, 1994).

  e. Kualitas adalah karakteristik total suatu entitas yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen (Wilton, 1994).

  Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa persamaan yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut : a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

  b. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.

  c. Kualitas merupakan suatu kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas dimasa mendatang).

  Diagram Sebab Akibat

  Diagram Sebab Akibat adalah sebuah diagram yang menunjukkan hubungan antara karakteristik mutu dan faktor. Diagram ini lebih dikenal dengan istilah fish bone diagram atau diagram tulang ikan dikenalkan oleh Kaoru Ishikawa. Kegunaan utama diagram ini adalah untuk menganalisis timbulnya akibat, yaitu dengan mencari atau menemukan dan menggambarkan faktor-faktor yang menjadi penyebab dari suatu masalah.

  Mutu yang ingin kita perbaiki dan kendalikan disebut “karakteristik mutu”. Yang dapat menyebabkan penyebaran disebut faktor. Untuk mengilustrasikan pada sebuah diagram hubungan antara sebab dan akibat kita ingin mengetahui sebab dan akibat dalam bentuk yang nyata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

  

Gambar 1 Diagram Sebab Akibat

  Diagram di atas menunjukkan hubungan antara : Akibat : Berupa mutu (Quality) Sebab : Berupa faktor-faktor yang berpengaruh Faktor-faktor yang berpengaruh, biasanya terdapat 5 (lima) faktor utama, yaitu : manusia (man), bahan (material), metode (method), mesin (machine), dan lingkungan (environment). Biasanya disingkat dengan 4M dan 1E. Sebab-sebab yang mungkin dapat dikumpulkan, tidak selamanya meliputi kelima kelompok faktor diatas.

  Dalam diagram sebab akibat, faktor merupakan penyebab terjadinya cacat, sementara karakteristik mutu merupakan akibat. Pada umumnya, faktor harus ditulis lebih rinci untuk membuat diagram menjadi bermanfaat.

  Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)

  FMEA adalah suatu alat kualitatif yang dapat mendukung strategi- strategi mutu yang proaktif. Failure Mode and Effects Analysis adalah alat yang sangat esensial dalam praktik sejak dari pendefinisian produk dan proses, mengawali perencanaan mutu dan penyebaran fungsi mutu dan berlanjut hingga tahap-tahap pengembangan. FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai modus dan mekanisme kegagalan yang mungkin, beraneka efek dan konsekuensi yang dipunyai modus-modus kegagalan pada unjuk kerjanya, dan beraneka sarana pencegahan yang mungkin. Hasil dari FMEA adalah rencana-rencana produk dan tindakan proses untuk mengeliminasi dari modus-modus kegagalan.

  Desain (produk) atau proses FMEA dapat menyediakan beberapa fungsi, seperti yang terurai dibawah ini :

  1. Suatu cara tinjauan sistematik dari komponen kegagalan untuk meyakinkan bahwa kegagalan yang lain menghasilkan kerusakan yang minimal kepada produk atau proses.

  2. Menentukan efek dari kegagalan apa saja yang ada dalam item lain didalam produk atau proses dan fungsinya.

  3. Menentukan part dari produk atau proses dimana kegagalan mempunyai efek kritis dalam produk atau proses operasi, hingga menghasilkan kerusakan yang besar, dan modus kegagalam mana yang akan membangkitkan efek kerusakan.

  4. Mengkalkulasikan peluang kegagalan dalam perakitan, sub-perakitan, produk, dan proses dari peluang kegagalan individual dari tiap komponennya dan perencanaan dari tiap bagian tersebut. Sejak komponen memiliki lebih dari satu modus kegagalan, peluang merupakan satu hal yang pasti didalam seluruh jumlah dari total peluang modus kegagalan.

  5. Menetapkan program pengujian yang dibutuhkan untuk menentukan modus kegagalan dan tingkat data yang tidak tersedia dari sumber lain.

  6. Menetapkan program pengujian yang dibutuhkan untuk verifikasi keandalan prediksi secara empirik.

  7. Menyediakan data masukan untuk menjual studi, menetapkan perubahan yang efektif dalam usulan produk atau proses atau untuk menentukan efek modifikasi yang mungkin terhadap produk atau proses yang sedang berlangsung.

  8. Menentukan bagaimana tingkat kegagalan komponen yang tinggi dari suatu produk atau proses dapat diadaptasi untuk komponen yang memiliki keandalan tinggi, redundansi atau keduanya.

  9. Menghilangkan atau meminimasi efek yang kurang baik .

  10. Membantu membongkar kelalaian, kesalahan pertimbangan, dan error yang mungkin dibuat.

  11. Membantu mengurangi peningkatan waktu dan biaya dari proses manufaktur dengan cara menghilangkan modus kegagalan sebelum operasi atau proses dan dengan cara melakukan tes yang tepat untuk membuktikan desain produk.

  12. Menyediakan pelatihan untuk pekerja baru.

  13. Membuat jalur kemajuan proyek.

  14. Bekomunikasi dengan profesional lainnya yang mempunyai permasalahan yang sama.

  Terdapat dua tipe FMEA yaitu :

  a. Design FMEA FMEA membantu dalam proses perancangan dengan mengidentifikasi modus kegagalan yang diketahui dan dapat diduga dari sekarang, dan kemudian merangking kegagalan tersebut berdasarkan dampak relatifnya terhadap produk.

  b. Process FMEA FMEA merupakan teknik analitik yang dimanfaatkan oleh

  Process

engineering team yang bertanggung jawab dalam proses manufaktur yang akan

  meyakinkan peluang modus kegagalan, dan hubungannya dengan penyebab/mekanisme yang dipertimbangkan.

  Langkah-langkah dalam pembuatan FMEA adalah :

  1. Spesifikasi kemungkinan

  a. Fungsi

  b. Kemungkinan Modus kegagalan

  c. Akar penyebab

  d. Akibat e. Deteksi/pencegahan.

  2. Mengukur resiko

  a. Peluang dari penyebab

  b. Tingkat (kehebatan) efek yang ditimbulkan

  c. Kefektifan dalam kontrol untuk mencegah penyebab

  d. Urutan prioritas resiko

  3. Mengoreksi Resiko penyebab yang tinggi

  a. Prioritas pengerjaan

  b. Tindakan detail

  c. Memberikan tanggung jawab untuk bertindak d. Memeriksa poin dalam penyelesaian.

  4. Meng-evaluasi ulang resiko a. Menghitung ulang urutan prioritas resiko.

  

Tabel 3

Rangking Severity Dari Akibat Yang Ditimbulkan

AKIBAT KRITERIA : TINGKAT SEVERITY AKIBAT YANG DITIMBULKAN RANGKING Mungkin berbahaya bagi mesin atau operator perakitan.

  Berbahaya Memiliki rangking kehebatan tinggi ketika modus kegagalan potensial yang mempengaruhi operasi

  10 tanpa peringatan yang aman dan/atau melibatkan tidak terpenuhinya regulasi yang ada. Kegagalan akan terjadi tanpa ada peringatan sebelumnya Mungkin berbahaya bagi mesin atau operator perakitan.

  Berbahaya Memiliki rangking kehebatan tinggi ketika modus kegagalan potensial 9 tanpa peringatan yang mempengaruhi operasi yang aman dan/atau melibatkan tidak terpenuhinya regulasi yang ada.

  Kegagalan akan terjadi didahului peringatan sebelumnya Gangguan utama terhadap garis produksi. 100% produk mungkin memiliki goresan. Sangat tinggi

  8 Item tidak dapat dioperasikan, kehilangan fungsi utama. Pelanggan sangat kecewa. Gangguan minor terhadap garis produksi. Porsi dari produk mungkin harus dipilih dan Tinggi

  7 memiliki goresan. Item bisa beroperasi tapi dengan level pengoperasian yang berkurang. Pelanggan kecewa. Gangguan minor terhadap garis produksi. Porsi dari produk mungkin memilki goresan Moderate (tanpa penyortiran). Item bisa beroperasi tapi beberapa item yang nyaman tidak bisa dioperasikan.

  6 Pelanggan memiliki pengalaman ketidaknyamanan. Gangguan minor terhadap garis produksi. 100% produk mungkin harus di re-work. Rendah

  5 Item dapat beroperasi, akan tetapi beberapa item dapat dioperasikan dengan nyaman dalam level performansi Evan Jaelani

Penerapan Metode Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) Untuk Perbaikan Proses Dalam Meminimalisasi Cacat

Tidak Persisi Antar Gigi

  

1 yang berkurang. Pengalaman pelanggan berupa keidakpuasan. Gangguan minor terhadap garis produksi. Produk mungkin perlu untuk di sortir dan Sangat rendah

  4 porsi untuk di re-work. Penyesuaian yang kecil tidak sesuai. Kecacatan diketahui oleh pelanggan. Gangguan minor terhadap garis produksi. Porsi dari produk mungkin harus di re-work Minor

  3 secara on-line, tapi diluat stasiun kerja. Penyesuaian yang kecil tidak sesuai. Kecacatan diketahui oleh pelanggan. Gangguan minor terhadap garis produksi. Porsi dari produk mungkin harus di re-work Sangat Minor secara on-line, tapi diluat stasiun kerja. Penyesuaian yang kecil tidak sesuai. Kecacatan

  2 diketahui oleh pelanggan tertentu. Tidak ada Tidak ada efek

  1 Reprinted from the FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Suppliers Quality Requirements Task Force).

  Evan Jaelani Penerapan Metode Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) Untuk Perbaikan Proses Dalam Meminimalisasi Cacat Tidak Persisi Antar Gigi

  2

  Tabel 4 Rangking Kemungkinan Tingkat Kegagalan ( Occurances(o)) Untuk Proses FMEA POSSIBLE FAILURE PROBABLITY OF FAILURE RANKING RATES

  Sangat tinggi : Kegagalan hampir tak dapat > 1 dalam 2

  10 dihindari 1 dalam 3 9 1 dalam 8

  8 Tinggi : Secara general berasosiasi dengan proses sebelumnya yang sering gagal 1 dalam 20

  7 Moderat : Secara general berasosiasi dengan 1 dalam 80

  6 proses 1 dalam 400

  5 sebelumnya yang memiliki kegagalan yang 1 dalam 2000

  4 kadang-kadang terjadi Rendah : Kegagalan yang kecil berasosiasi 1 dalam 15000

  3 dengan proses yang sama Sangat rendah : Hanya Kegagalan yang kecil berasosiasi 1 dalam 150000

  2 dengan proses yang hampir identik Remote : Kegagalan tidak boleh terjadi. Tidak ada kegagalan yang

  1 dalam 1500000

  1 pernah berasosiasi dengan proses yang hampir identik

  FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Suppliers Quality Reprinted from the Requirements Task Force ).

  

Tabel 5

Rangking Kemungkinan Deteksi Oleh Process Control Untuk Proses FMEA

CRITERIA : KEMUNGKINAN DETEKSI OLEH

DETEKSI

  RANGKING

PROCESS CONTROL

  Absolut tak Tidak tersedia kontrol yang diketahui untuk

  10 mungkin mendeteksi modus kegagalan Sangat tipis kemungkinan kontrol sekarang

  Sangat tpis 9 mampu mendeteksi modus kegagalan

  Tipis kemungkinan kontrol sekarang Tipis

  8 mampu mendeteksi modus kegagalan Sangat rendah kemungkinan kontrol sekarang

  Sangat rendah 7 mampu mendeteksi modus kegagalan

  Rendah kemungkinan kontrol sekarang Rendah

  6 mampu mendeteksi modus kegagalan Cukup kemungkinan kontrol sekarang

  Cukup 5 mampu mendeteksi modus kegagalan

  Sedang kemungkinan kontrol sekarang Sedang

  4 mampu mendeteksi modus kegagalan Tinggi kemungkinan kontrol sekarang

  Tinggi 3 mampu mendeteksi modus kegagalan

  Sangat tinggi kemungkinan kontrol sekarang Sangat Tinggi

  2 mampu mendeteksi modus kegagalan Kontrol saat ini hampir pasti untuk mendetek modus kegagalan. Hampir pasti

  1 Keandalan kontrol deteksi diketahui dengan proses yang sama.

  

Reprinted from the FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Suppliers Quality

Requirements Task Force ).

II. PEMBAHASAN

  Untuk lebih jelasnya mengenai produk yang di teliti yaitu roda gigi lurus (sraight spur gear), dapat dilihat seperti di bawah ini :

  Gambar 2 Produk setelah diproses Proses Produksi Roda Gigi Lurus

  Pada proses pembuatan roda gigi lurus ini menggunakan bahan dasar yang berasal dari baja ST 37, dengan menggunakan tiga mesin pada proses pemesinannya, dimana mesin yang digunakannya, yaitu : mesin bubut, mesin frais dan mesin bor. Sebelum melakukan pengerjaan pada ke tiga mesin yang digunakan (mesin bubut, mesin frais, mesin bor), langkah pertama yang digunakan yaitu penentuan jumlah gigi yang akan dibuat. Dalam hal ini jumlah gigi (Z) pada roda gigi lurus yang dibuat, berjumlah 30 gigi dengan modul (m) 1.5. Penentuan jumlah gigi ini tergantung pada keinginan pemesan.

  Setelah penentuan jumlah gigi dan ukuran modul, maka proses pembuatan roda gigi mulai di kerjakan. Pengerjaan yang pertama dilakukan yaitu material (baja ST 37) terlebih dahulu dibubut pada mesin bubut. Pembubutan ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat diameter luar, membuat lubang poros, dan menentukan ketebalan.

  Langkah selanjutnya setelah pembubutan, yaitu material di frais dengan menggunakan mesin frais. Dimana pengefraisan ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat/membentuk roda gigi, dengan jumlah gigi yang di buat sebanyak 30 gigi berdasarkan pesanan. Langkah-langkah pengerjaan pada mesin frais yaitu sebagai berikut : 1. Penyetelan piring pembagi.

  2. Pemasangan pisau modul.

  3. Pemasangan mandrell yang didukung oleh tail stock (kepala lepas).

  4. Pemakanan tiap gigi (pengaturan kedalaman gigi), dimana pemakanan ini dilakukan dengan sistem otomatis meja.

  Setelah difrais, langkah berikutnya yaitu material di bor. Pengeboran ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat lubang spi (ven antara poros dan roda gigi). Dimana langkah-langkah kerja pada mesin bor, adalah sebagai berikut :

  1. Penyetelan spindel

  2. Pengaturan putaran mata bor

  3. Pemasangan mata bor pada drill head

  4. Mengebor lubang

  5. Membubut diameter luar Setelah material di proses menjadi roda gigi melalui pembubutan, pengefraisan dan pengeboran, maka langkah selanjutnya yaitu langkah finishing.

  

Finishing ini dilakukan dengan tujuan untuk menghaluskan permukaan roda gigi

  yang telah di buat, karena tanpa finishing, roda gigi yang di hasilkan masih mempunyai permukaan yang kasar. Oleh sebab itu proses finishing ini dapat membuat permukaan roda gigi menjadi lebih halus, sehingga roda gigi yang di hasilkan menjadi halus. Dalam hal ini proses finishing dilakukan pada mesin bubut, dengan cara di poles.

  Identifikasi Sumber dan Akar Penyebab Masalah

  Untuk menunjukkan hubungan sebab akibat terjadi permasalahan, yaitu dengan mencari atau menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kurang atau tidak persisi antar gigi meliputi faktor-faktor manusia (man), bahan (material), metode (methode), mesin (machine) atau peralatan, dan lingkungan (environment).

  Berdasarkan evaluasi yang dilakukan dan data dari pihak perusahaan, dapat disimpulkan beberapa penyebab yang mempengaruhi timbulnya kurang atau tidak persisi antar gigi pada roda gigi lurus, antara lain :

  1. Bahan Baku Dalam pembuatan Roda Gigi Lurus, salah satu penyebab terjadinya kurang atau tidak persisi antar gigi dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan.

  Karena apabila bahan baku terlalu keras akan sulit sekali untuk di makan, dan apabila terlalu lembek juga akan sangat mudah sekali termakan, jadi bahan baku yang baik yaitu bahan baku dengan kekerasan yang sedang atau mudah dikerjakan, tahan panas, tahan lama, dan pasti harganya murah.

  2. Ketajaman Pisau (Mata pahat) Pisau atau mata pahat yang terdapat pada mesin juga sangat menentukan, karena apabila sudah tidak tajam lagi maka biasanya akan susah dan memerlukan waktu yang lama dalam pemakanannya, selain itu juga sering terjadi kegagalan dengan pisaui yang sudah tidak tajam tersebut, salah satunya tidak persisi antar gigi.

  3. Kedisiplinan Operator Kedisiplinan dan semangat operator dalam melakukan proses produksi pembuatan roda gigi lurus biasanya sering terjadi kurang teliti, terutama dalam hal menentukan derajat mata pahat atau pisau terhadap benda kerjadan juga kurang hati-hatinya ketika melakukan pemakanan dapat menyebabkan roda gigi lurus yang dibuat menjadi tidak persisi antar giginya.

  Penyebab masalah tersebut dikelompokkan menjadi beberapa faktor, yaitu :

  1. Manusia (Man)

  • Penentuan derajat kemiringan pisau terhadap benda kerja kurang teliti,
  • Kurang hati-hati ketika melakukan pemakanan, • Kedisiplinan ketika mengerjakan kurang.

  2. Bahan (Material)

  • Pemilihan bahan yang tidak tepat

  3. Metode (Methode)

  • Derajat kemiringan pisau atau mata pahat dengan benda kerja tidak pas, • Pemakanan tidak pas.

  4. Mesin (Machine) atau Peralatan

  • Umur Mesin sudah terlalu lama,
  • Mata pahat atau pisau yang kurang tajam, • Kurangnya Jig and Fixture.

5. Lingkungan (Environment) • Suhu terlalu tinggi.

  Dari penyebab-penyebab di atas, di buat Diagram Sebab Akibat, seperti pada gambar 3 di bawah ini :

  

Gambar 3 Diagram Sebab Akibat Terjadinya Tidak Persisi Antar Gigi

Menyusun Langkah Perbaikan Dengan Metode FMEA

  Pada penyusunan langkah perbaikan akan mennggunakan metode FMEA yang berfokus pada usulan perbaikan proses. Inti dari metode ini adalah mengidentifikasi modus kegagalan dan efek kritis yang ditimbulkan. Modus kegagalan dan efek paling kritis dapat dilihat pada stasiun mana terjadi kegagalan terbanyak serta faktor-faktor apa yang menjadi penyebabnya.

   Penentuan Process Function Requirements Deskripsi mengenai proses yang akan dianalisis adalah stasiun Frais dan stasiun Bubut, hal ini sesuai dengan wawancara dengan bagian Quality

  Assurance, bahwa stasiun yang menyebabkan tidak persisi antar gigi adalah stasiun-stasiun tersebut.

   Penentuan Potential Faliure Modes Tipe kegagalan utama merupakan proses yang paling potensial terjadinya kegagalan, sedangkan modus yang lainnya merupakan akibat yang ditimbulkannya. Modus kegagalan yang potensial ialah tidak persisi antar gigi.

   Penentuan Potential Effect of Failure Efek potensial dari kegagalan ini dirasakan oleh pelanggan baik itu pelanggan internal atau eksternal. Efek potensial dari kegagalan yang mungkin terjadi adalah tidak pas ketika di pasangkan dan umur pakainya juga akan berkurang dari umur normalnya.

   Penentuan Tingkat Severity (S) Penentuan secara subjektif bagaimana buruknya akibat dari efek yang timbul akibat kegagalan.

  Tingkat severity untuk tidak pas ketika di pasangkan berkurangnya umur pakai diberi rangking 8,  Penentuan Potential Cause Mechanism of Failure Penyebab potensial atau mekanisme kegagalan mendefinisikan tentang bagaimana kegagalan akan terjadi, menggambarkan syarat-syarat atau sesuatu yang dapat dikoreksi atau dapat di kontrol. Setiap penyebab kegagalan yang mungkin untuk tiap modus kegagalan harus dicantumkan secara lengkap. Penyebab kegagalan yang potensial untuk roda gigi lurus yang tidak persisi antar giginya didapat dari diagram sebab akibat yaitu : penentuan derajat

  kemiringan pisau terhadap benda kerja, pemakanan, pisau yang kurang tajam, pemilihan bahan, jig and fixture, dan tingkat kedisiplinan operator yang tidak stabil dalam melaksanakan standar kerja.

   Penentuan Occurence (O)

  Occurence merupakan rangking yang menunjukan seberapa sering penyebab kegagalan atau mekanisme yang spesifik sudah diperhitungkan akan terjadi.

  Dari 50 produk yang dihasilkan didapat data-data bahwa untuk :

  a. Penentuan derajat kemiringan pisau terhadap benda kerja= 7 b. Pemakanan = 7

  c. Pisau yang kurang tajam = 7

  d. Pemilihan bahan = 7 e.

  7 Jig and Fixture

  =

  f. Kedisiplinan Operator dalam melaksanakan standar kerja= 7

   Penentuan Current Process Control Disini diterapkan suatu kontrol yang bisa mencegah terjadinya modus kegagalan. Berikut ini proses kontrol yang bisa digunakan untuk mencegah penyebab potensial yang akan terjadi.

  a. Penentuan Derajat kemiringan pisau Terhadap Benda Kerja Menggunakan penggaris siku ketika mengukur derajat kemiringannya.

  b. Pemakanan Dimonitor oleh operator dan supervisor.

  c. Pisau Yang Kurang Tajam Dimonitor oleh operator dan supervisor.

  d. Pemilihan Bahan Pelanggan berkonsultasi terlebih dahulu sebelum menentukan bahan baku yang akan digunakan.

  e. Jig and Fixture Dimonitor oleh operator dan supervisor.

  f. Kedisiplinan Operator Dalam Melaksanakan Standar Kerja Dimonitor oleh supervisor.  Penentuan Likehood of Detection (D)

  Detection adalah penaksiran terhadap probabilitas yang mengusulkan proses

  kontrol yang akan mendeteksi kerusakan potensial atau kegagalan berikutnya sebelum part atau komponen meninggalkan proses manufaktur atau lokasi perakitan.

   Penentuan derajat kemiringan pisau terhadap benda kerja= 5

   Pemakanan = 4

   Pisau yang kurang tajam = 3  Pemilihan bahan

  = 3

   Jig and Fixture =

  5

   Kedisiplinan Operator dalam melaksanakan standar kerja= 6  Penentuan RPN (Risk Priority Number)

  RPN akan menunjukan prioritas modus kegagalan serta efek yang ditimbulkannya yang perlu mendapat perhatian utama. RPN didapatkan dari hasil perkalian Severity x Occurence x Detection

  a. Penentuan derajat kemiringan pisau terhadap benda kerja = 280

  b. Pemakanan = 224

  c. Pisau yang kurang tajam = 168

  d. Pemilihan bahan = 168

  e. Jig and Fixture

  = 280

  f. Kedisiplinan Operator dalam melaksanakan standar kerja = 336

  Evan Jaelani Penerapan Metode Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) Untuk Perbaikan Proses Dalam Meminimalisasi Cacat Tidak Persisi Antar Gigi

Tabel 7

Process Failure Mode And Effect Analisys Produk Roda Gigi Lurus

  

FAILURE MODE AND EFFECT ANALISYS

(PROCESS FMEA)

  ITEM : Melakukan proses Pembubutan hingga Pengefraisan DESIGN RESPONSIBILITY : Stasiun Bubut – Stasiun Frais FMEA NUMBER : 001 MODE NUMBER/YEAR : Roda Gigi Lurus/2014 KEY DATE : 04/03/2014 PREPARED BY : Evan Jaelani Item/ Function Potential Failure Modes Potential Effect Of Failure Severity (S) Potential Cause/Mechanism Of Failure

Occurance

(O)

  Current Process Control Detection (D) Risk Priority Number (Rpn) Recommended Actions Responsibility elakukan proses Pembubutan hingga pengefraisan Tidak

  Simetris Antar Gigi Tidak bisa pas ketika dipasangkan dengan pasangannya dan umur pakainya berkurang dari umur

  8 Penentuan Derajat Kemiringan Pisau Terhadap Benda Kerja

  

7

Menggunakan penggaris siku ketika mengukur derajat kemiringan

  5 280 Pengukuran derajat kemiringannya lebih teliti lagi dan kalibrasi alat lebih diperhatikan

  Stasiun Frais Pemakanan

  7 Dimonitor 4 224 Operator lebih Stasiun Frais normalnya oleh operator teliti lagi dan dan supervisor lebih sabar lagi ketika melakukan pemakanan Pemeriksaan

  Pisau Yang Kurang secara berkala Stasiun Frais, Dimonitor

  Tajam terhadap Stasiun Bubut, 7 oleh operator

  3 168 ketajaman pisau dan stasiun dan supervisor yang digunakan Bor

  Pemilihan Bahan Tidak hanya Pelanggan konsumen berkonsultasi langsung yang terlebih menentukan dahulu bahan baku, Gudang bahan

  7 sebelum 3 168 tetapi dari baku menentukan kedua pihak bahan baku sehingga yang akan pemilihan 5digunakan bahan bakunya tepat

  Evan Jaelani Penerapan Metode Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) Untuk Perbaikan Proses Dalam Meminimalisasi Cacat Tidak Persisi Antar Gigi

  

1

  Evan Jaelani Penerapan Metode Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) Untuk Perbaikan Proses Dalam Meminimalisasi Cacat Tidak Persisi Antar Gigi

  

7

Dimonitor oleh operator dan supervisor 5 280

  Peralatan Jig and Fixture nya lebih dilengkapi lagi, agar memudahkan pengerjaannya

  Stasiun Frais, Stasiun Bubut, dan stasiun Bor

  Kedisiplinan Operator Dalam Melaksanakan Standar Kerja

  

7

Dimonitor oleh supervisor 6 336

  Pemantauan lebih teliti oleh supervisor Stasiun Frais,

  Stasiun Bubut, dan stasiun Bor

2 Jig And Fixture

  Dengan melihat hasil dari perbaikan proses menggunakan metode FMEA diatas maka dapat dilihat bahwa Tipe kegagalan utama merupakan proses yang paling potensial terjadinya kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel-variabel yang mempengaruhi proses, sedangkan modus yang lainnya merupakan akibat yang ditimbulkannya. Modus kegagalan yang potensial berdasarkan data produksi untuk produk Roda Gigi Lurus adalah tidak persisi antar gigi sehingga modus kegagalan ini harus bisa dikendalikan.

  Pengaruh buruk atau Severity (S) adalah suatu estimasi secara subjektif bagaimana buruknya akibat dari efek yang timbul akibat kegagalan. Penentuan Severity (S) ini menggunakan skala 1 sampai 10. Berdasarkan efek potensial yang disebabkan oleh tidak simetris antar gigi menyebabkan roda gigi lurus tidak akan pas atau tidak masuk ketika di pasangkan dengan pasangannya dan apabila masuk umurnya juga akan kurang dari umur normalnya, berarti produk tersebut tidak dapat dioperasikan dan akan kehilangan fungsi utamanya dan tentu saja konsumen akan sangat kecewa. Berdasarkan tabel FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Suppliers Quality Requirements

  

Task Force ) pengaruh buruk tersebut dapat dinyatakan sangat tingi dan diberi ranking 8.

  Penyebab kegagalan yang potensial untuk produk Roda Gigi Lurus yang didapat dari pengidentifikasian sumber dan akan penyebab masalah adalah penentuan derajat kemiringan pisau terhadap benda kerja, pemakanan, pisau yang kurang tajam, pemilihan bahan, jig and fixture, dan tingkat kedisiplinan operator yang tidak stabil dalam melaksanakan standar kerja.

  Dari hasil wawancara dengan bagian Quality Assurance diketahui bahwa produk yang cacat dari 70 produk yang diproduksi pada bulan Januari hingga Februari 2014 disebabkan oleh derajat kemiringan pisau terhadap benda kerja, pemakanan, pisau yang kurang tajam, pemilihan bahan, jig and fixture, dan tingkat kedisiplinan operator yang tidak stabil dalam melaksanakan standar kerja yang tidak pas, Berarti perbandingan produk cacat yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut dengan produk baik adalah 1 :

  14. Berdasarkan tabel FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Suppliers Quality sehingga metode pendeteksian ini dianggap sudah tinggi untuk mengontrol faktor tersebut menjadi penyebab modus kegagalan. Berdasarkan tabel FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Suppliers Quality Requirements Task Force) kondisi tersebut diberi ranking 3.

  Pendeteksian atau pencegahan untuk faktor penentuan derajat kemiringan pisau terhadap benda kerja dan kurangnya Jig and Fixture adalah dengan cara dimonitor oleh operator dan supervisor pada saat proses sedang berlangsung. Metode pendeteksian ini dianggap cukup untuk mengontrol faktor tersebut menjadi penyebab modus kegagalan. Berdasarkan tabel FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Suppliers Quality Requirements Task Force ) kondisi tersebut diberi ranking 5.

  Pendeteksian atau pencegahan untuk faktor pemakanan yang tidak stabil adalah dengan cara dimonitor oleh operator dan supervisor pada saat proses sedang berlangsung. Metode pendeteksian ini dianggap sedang untuk mengontrol faktor tersebut menjadi penyebab modus kegagalan. Berdasarkan tabel FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Suppliers Quality Requirements Task Force) kondisi tersebut diberi ranking 4.

  Pendeteksian atau pencegahan untuk faktor kedisiplinan operator dalam melaksanakan standar kerja adalah dengan cara dimonitor langsung oleh supervisor, sehingga metode pendeteksian ini dianggap masi rendah untuk mengontrol faktor tersebut menjadi penyebab modus kegagalan. Berdasarkan tabel FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Suppliers Quality Requirements Task Force) kondisi tersebut diberi ranking 6.

  Risk Priority Number (RPN) adalah nilai hasil perkalian antara ranking pengaruh

  buruk (Severity), ranking tingkat kemungkinan (Occurance), dan tingkat efektivitas pendeteksian (Likehood of Detection). Setiap faktor penyebab kegagalan mempunyai satu RPN. Nilai RPN terbesar merupakan penyebab kegagalan yang paling kritis sehingga perlu mendahulukan tindakan korektif pada faktor. RPN terbesar adalah faktor tingkat kedisiplinan operator yang tidak stabil dalam melaksanakan standar kerja, sedangkan nilai RPN terkecil adalah faktor pisau yang kurang tajam dan pemilihan bahan. Faktor tingkat

  Rekomendasi Perbaikan

  Tindakan perbaikan yang bisa direkomendasikan untuk mengendalikan faktor- faktor yang menyebabkan cacat tidak persisi antar gigi adalah sebagai berikut :

  1. Pengukuran derajat kemiringan antara pisau dengan benda kerja lebih teliti lagi, dan juga kalibrasi dari alat pengukur derajat kemiringan harus di perhatikan.

  2. Dalam melakukan pemakanan terhadap benda kerja, operator harus lebih teliti dan lebih sabar lagi.

  3. Pemeriksaan secara berkala terhadap ketajaman pisau yang akan digunakan, sehingga ketika melakukan pemakanannya akan stabil.

  4. Ketika menentukan bahan baku yang akan digunakan, sebaiknya tidak hanya konsumen yang menentukan tetapi dari kedua belah pihak, sehingga persiapannya juga lebih bagus.

  5. Peralatan pembantu atau Jig and Fixturenya lebih dilengkapi lagi, sehingga bisa lebih memudahkan lagi dalam proses pengerjaannya.

  6. Supervisor harus lebih teliti dalam mengawasi operator dalam setiap melakukan pekerjaan agar operator selalu mematuhi standar kerja yang telah ditetapkan, terutama ketikan melakukan pemakanan dan penentuan derajat kemiringan pisau terhadap benda kerja.

III. PENUTUP

  Dewasa ini organisasi atau perusahaan yang dapat bertahan adalah yang dapat memahami harapan konsumen. Jadi perusahaan ini dituntut untuk lebih responsif terhadap aspirasi konsumen. Perusahaan ditantang untuk dapat menjawab kebutuhan pasar (konsumen) dengan menghasilkan produk yang berkualitas. Definisi kualitas itu sendiri telah mengalami perkembangan yang sangat berarti, dimulai dari sekedar sesuai dengan spesifikasi disain teknis hingga sesuai dengan aspirasi konsumen.

  Akan tetapi, seperti yang kita ketahui bahwa proses produksi pada perusahaan bukanlah sebuah program atau proyek, melainkan sesuatu yang berulang. Sehingga,

  FMEA adalah suatu alat kualitatif yang dapat mendukung strategi-strategi mutu yang proaktif. Failure Mode and Effects Analysis adalah alat yang sangat esensial dalam praktik sejak dari pendefinisian produk dan proses, mengawali perencanaan mutu dan penyebaran fungsi mutu dan berlanjut hingga tahap-tahap pengembangan. FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai modus dan mekanisme kegagalan yang mungkin, beraneka efek dan konsekuensi yang dipunyai modus-modus kegagalan pada unjuk kerjanya, dan beraneka sarana pencegahan yang mungkin. Hasil dari FMEA adalah rencana-rencana produk dan tindakan proses untuk mengeliminasi dari modus- modus kegagalan.

  Akan tetapi, untuk mencapai semua hal diatas tetap harus dilakukan dengan tingkat disiplin yang sangat ketat. Karena sebagus dan sesempurna apapun suatu metode atau konsep, tidak akan berhasil diterapkan apabila tidak disertai dengan disiplin yang ketat serta dukungan penuh dari para petinggi atau CEO dalam pelaksanaannya. Karena walau bagaimanapun pencegahan terjadinya kegagalan adalah lebih baik daripada memperbaiki kegagalan itu sendiri.

  

REFERENSI

  Besterfield, Dale. 1999. Total Quality Management : Second Edition. Prentice Hall International. Inc. Mitra Amitava. 1998. Fundamentals of Quality Control And Improvement : Second Edition. Prentice Hall. Inc.

  ,Vol. 9, Iss. 8; pg. 753, 13 pgs. Terdapat pada

  Mohanty, Online Quality and Productivity : http://www.proquest.com/pqdauto, 2004, March 11.

  Pande, Peter, S., Robert P. Neuman., Roland R. Cavanagh, The Six Sigma Way, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002.