Rencana Perbaikan Mutu Dengan Metode Six Sigma untuk Mengurangi Jumlah Produk Cacat di PT. Mark Dynamics Indonesia

(1)

RENCANA PERBAIKAN MUTU DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MENGURANGI JUMLAH PRODUK CACAT

DI PT MARK DYNAMICS INDONESIA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri

Oleh :

FARADY P SIRAIT

NIM : 050403069

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha

Esa yang telah memberikan kasih dan setia-Nya kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini yang berjudul “Rencana Perbaikan

Mutu Dengan Metode Six Sigma untuk Mengurangi Jumlah Produk Cacat di PT Mark Dynamics Indonesia”.

Tugas sarjana ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menempuh

Seminar Tugas Akhir pada Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara. Adapun tujuan yang hendak dicapai pada penelitian

ini adalah untuk mendapatkan rencana perbaikan yang diharapkan dapat

digunakan untuk perbaikan kualitas sehingga dapat menurunkan produk cacat.

Oleh karena itu penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang

membangun untuk lebih menyempurnakan Tugas Sarjana ini.

Semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, September 2010 Penulis

Farady P Sirait


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Tugas Sarjana ini tidak akan pernah terwujud tanpa bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan puja-puji buat Tuhan Yesus Kristus

atas berkat dan anugerah yang telah diberikan. Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Aulia Ishak, ST, MT selaku Koordinator Tugas Akhir

Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

dan juga selaku pembimbing II.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga M.Eng, selaku Ketua Bidang

Manajemen Rekayasa dan Manufaktur Departemen Teknik Industri

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Ir. Humala L. Napitupulu, DEA, selaku pembimbing I, yang

telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan motivasi,

bimbingan arahan dan koreksi dalam penulisan Tugas Sarjana ini.

5. Kepada seluruh Staf Pengajar dan Pegawai departemen Teknik Industri

yang sudah memberikan bimbingan selama penulis

6. Ibu Cahaya, yang sudah membimbing penulis dalam melakukan penelitian

dan banyak membantu penulis selama proses pengambilan data di

lapangan dan memberikan informasi-informasi yang sangat diperlukan


(6)

7. Kedua Orang Tuaku Tercinta, N. Sirait (alm) dan S. Br Sibuea, yang selalu

memberikan bantuan moral, serta saudara dan saudari penulis Fitrah

Laurentius Sirait, Riama Lusia Sirait, Henry Johanes Sirait, serta keluarga

yang juga merupakan motivasi penulis agar dapat segera menyelesaikan

Tugas Sarjana ini.

8. Sabrina Matilda Sitanggang, ST yang telah banyak memotivasi dan

membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

9. Seluruh Staf dan karyawan PT. Mark Dynamics Indonesia yang telah

memberikan bantuan berupa informasi dan dukungan selama melakukan

penelitian tugas sarjana.

10.Sahabat-sahabatku ”Super O5” yang telah membantu penulis, memberi

masukan dan tempat untuk berdiskusi bagi penulis.

11.Buat semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam

pembuatan laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Demikian penulis sampaikan untuk memulai pembahasan Tugas Sarjana ini.

Dalam hal ini penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana yang disajikan masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun. Semoga Tugas Sarjana ini dapat memberikan manfaat bagi

kita semua.

Medan, September 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

ABSTRAK ... xix

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ... I- 1

1.2. Perumusan Masalah ... I- 3

1.3. Ruang Lingkup Penelitian dan Asumsi yang Digunakan ... I- 3

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... I- 4

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I- 4

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2

2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2

2.4. Daerah Pemasaran ... II-3


(8)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB Halaman

2.5.1. Standar Mutu Produk ... II-7

2.5.2. Bahan yang Digunakan ... II-7

2.5.3. Uraian Proses Produksi ... II-9

III LANDASAN TEORI

3.1. Konsep Kualitas ... III-1

3.2. Biaya Kualitas ... III-3

3.3. Six Sigma ... III-6

3.3.1. Sejarah Six Sigma ... III-6

3.3.2. Pengertian Six Sigma ... III-7

3.3.3. Konsep Six Sigma Motorola ... III-8

3.3.4. Metodologi Six Sigma... III-11

3.3.5. Keunggulan Six Sigma ... III-14

3.3.6. Manfaat Six Sigma ... III-16

3.3.7. Istilah-Istilah Dalam Six Sigma ... III-19

3.4. Tools Six Sigma ... III-21

3.4.1. Pemetaan Proses ... III-21

3.4.2. Lembar Pemeriksaan ... III-22

3.4.3. Analisis Pareto ... III-23


(9)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB Halaman

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Objek Penelitian ... IV-2

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-3

4.3. Sumber Data ... IV-3

4.4. Pengumpulan Data ... IV-4

4.5. Pengolahan Data ... IV-4

4.5.1. Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat ... IV-5

4.5.2. Run Chart Jumlah Produk Cacat ... IV-5

4.5.3. Histogram ... IV-5

4.5.4. Perhitungan Biaya Penggunaan Sumber Daya ... IV-5

4.5.5. Cost of Poor Quality (COPQ) ... IV-5

4.6. Analisa dan Pemecahan Masalah ... IV-6

4.6.1. Define ... IV-6

4.6.2. Measure ... IV-6

4.6.3. Analyze ... IV-6

4.6.4. Improve ... IV-7

4.7. Kesimpulan dan Saran ... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data ... V-1


(10)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB Halaman

5.1.2. Jenis Kecacatan ... V-12

5.1.3. Input ... V-15

5.1.4. Penggunaan Sumber Daya ... V-16

5.1.5. Tarif dan Biaya ... V-20

5.2. Pengolahan Data ... V-25

5.2.1. Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat ... V-25

5.2.2. Histogram ... V-29

5.2.3. Perhitungan Biaya Pengunaan Sumber Daya ... V-30

5.2.4. Cost of Poor Quality ... V-38

VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH

6.1. Define ... VI-1

6.1.1. Pemetaan Proses Produksi ... VI-1

6.1.2. Identifikasi Karakteristik Kualitas ... VI-2

6.2. Measure ... VI-6

6.2.1. Pengukuran Kapabilitas Sigma ... VI-6

6.2.2. Pemilihan Karakteristik Kualitas (CTQ) Kunci ... VI-8

6.3. Analyze ... VI-20

6.4. Improve ... VI-26

VII KESIMPULAN DAN SARAN


(11)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB Halaman

7.2. Saran ... VII- 3

DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

3.1. Pencapaian Tingkat Sigma ... III- 11

5.1. From – To Chart Jumlah Produk Cacat ... V- 1

5.2. Jenis Kecacatan oleh Depatemen ... V-13

5.3. Jumlah Input Tiap Departemen ... V-15

5.4. Tarif Dasar Listrik untuk Keperluan Industri ... V-20

5.5. Tarif Penggunaan Air ... V-22

5.6. Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat oleh Departemen ... V-25

5.7. Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat yang

Ditemuka n di Departemen ... V-26

5.8. From - To Chart Rekapitulasi Jumlah Produk

Cacat 27 April – 31 Mei 2010 ... V-28

5.9. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja per Departemen

27 April – 31 Mei 2010 ... V-31

5.10. Biaya Penggunaan Listrik per Departemen

27 April – 31 Mei 2010 ... V-32

5.11. Biaya Penggunaan Air per Departemen 27 April – 31 Mei 2010 ... V-33

5.12. Biaya Penggunaan Gas per Departemen 27 April – 31 Mei 2010 .... V-34

5.13. Biaya Penggunaan Formula Glaze 150 kg ... V-35

5.14. Biaya Penggunaan Formula Glaze 27 April – 31 Mei 2010 ... V-36


(13)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

TABEL Halaman

5.16. Biaya Penggunaan Formula Spray on 27 April – 31 Mei 2010 ... V-36

5.17. Rekapitulasi Total Biaya per Departemen

27 April – 31 Mei 2010 ... V-37

5.18. Biaya Produksi per Unit Setiap Departemen ... V-38

5.19. Pemborosan yang Ditimbulkan karena Produk Cacat (Rp) ... V-39

6.1. Persentase Pemborosan yang Ditimbulkan karena Produk Cacat .... VI-5

6.2. Perhitungan Input Bersih untuk Setiap Departemen ... VI-6

6.3. Hasil Perhitungan Nilai Sigma Departemen 27 april –31 mei 2010 . VI-8

6.4. Jumlah Produk Cacat Departemen Filling Menurut

Jenis Kecacatannya ... VI-9

6.5. Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat Departemen Filling Menurut

Jenis Kecacatannya ... VI-10

6.6. Jumlah Produk Cacat Departemen Washing Menurut

Jenis Kecacatannya ... VI-13

6.6. Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat Departemen Washing Menurut

Jenis Kecacatannya ... VI-14

6.8. Jumlah Produk Cacat Departemen Texture Menurut

Jenis Kecacatannya ... VI-16

6.11.Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat Departemen Texture Menurut


(14)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

TABEL Halaman

6.10. Jumlah Produk Cacat Departemen Glaze Menurut

Jenis Kecacatannya ... VI-19

6.11.Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat Departemen Glaze Menurut

Jenis Kecacatannya ... VI-19

6.12. CTQ Kunci untuk Setiap Departemen ... VI-22

6.13. Skala Severity ... VI-25

6.14. Skala Occurance ... VI-25

6.15. Skala Detection ... VI-25

6.16. Target Pencapaian Sigma Berdasarkan Departemen ... VI-26

6.17. Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) Departemen Filling ... VI-28

6.18. Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) Departemen Washing VI-30

6.19 Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) Departemen Texture .. VI-31

6.20. Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) Departemen Glaze ... VI-31

6.21. Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) Departemen Filling

Setelah Diseleksi ... VI-33

6.22. Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) Departemen Washing

Setelah Diseleksi ... VI-34

6.23. Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) Departemen Texture


(15)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

TABEL Halaman

6.24. Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) Departemen Glaze

Setelah Diseleksi ... VI-36

6.25. Recommended Action Departemen Filling ... VI-36

6.26. Recommended Action Departemen Washing ... VI-38

6.27. Recommended Action Departemen Texture ... VI-39


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

3.1. Konsep Six Sigma Motorola dengan Pergeseran 1.5 Sigma ... III-10

4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-1

4.1. Blok Diagram Proses Penelitian ... IV-8

5.1. Komposisi Formula Glaze (150 kg) ... V-24

5.2. Komposisi Formula Spray On (120 kg) ... V-25

5.3. Run Chart Jumlah Produk Cacat... V-28

5.4. Histogram Jumlah Input Per Departemen ... V-29

5.5. Histogram Jumlah Produk Cacat Oleh Departemen ... V-29

5.6. Histogram Jumlah Produk Cacat yang Ditemukan di Departemen .. V-30

6.1. Diagram SIPOC PT Mark Dynamics Indonesia ... VI-3

6.2. Diagram Alir Proses dan Pengendalian Kualitas

di PT Mark Dynamics Indonesia ... VI-4

6.3. Diagram Pareto Pemborosan Akibat Jumlah Produk Cacat ... VI-5

6.4. Perhitungan Level Sigma Departemen Filling dengan

Kalkulator Six Sigma ... VI-8

6.5. Diagram Pareto Jumlah Produk Cacat Departemen Filling

Menurut Jenis Kecacatannya ... VI-12

6.6. Diagram Pareto Jumlah Produk Cacat Departemen Washing


(17)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

GAMBAR Halaman

6.7. Diagram Pareto Jumlah Produk Cacat Departemen Texture

Menurut Jenis Kecacatannya ... VI-18

6.8. Diagram Pareto Jumlah Produk Cacat Departemen Glaze


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

L.1. Perhitungan Kapasitas Normal

L.2 Rating Factor dan Allowance

L.3 Tabel Six Sigma


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

PT Mark Dynamics Indonesia merupakan perusahaan manufaktur yang

memproduksi cetakan sarung tangan keramik (former) yang digunakan oleh

industri pembuatan sarung tangan (latex glove) untuk keperluan rumah tangga

(household glove), dan dunia kesehatan (surgical glove). Cetakan keramik ini

dibuat dengan menggunakan bahan baku tanah liat (clay) yang diimpor langsung

dari Cina. PT MDI sendiri mampu menghasilkan output produksi sebanyak 1200

pieces cetakan sarung tangan dalam satu hari dengan berbagai bentuk, ukuran,

corak dan warna sesuai dengan permintaan customer.

Saat ini PT MDI menghadapi permasalahan yang cukup besar di lantai

produksi yaitu besarnya jumlah produk cacat atau produk yang tidak sesuai

dengan spesifikasi customer. Terdapat banyak jenis kecacatan yang mungkin

untuk setiap former diantaranya cacat karena berat tidak sesuai, dimensi tidak

sesuai, pecah, retak, lubang dan lain sebagainya. Untuk mengantisipasi agar target

produk jadi dapat dipenuhi maka PT MDI membuat rencana produksi dengan

jumlah produk yang berlebih.

Antisipasi dengan penambahan di atas menunjukkan bahwa permasalahan

product reject adalah permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Permasalahan

produk cacat ini sudah berlangsung cukup lama di PT MDI dan menyebabkan


(20)

biaya terhadap pengunaan sumber daya selama proses produksi untuk

memproduksi produk cacat dan untuk menangani produk cacat tersebut..

Biaya-biaya tersebut antara lain:

- Biaya penggunaan bahan baku

- Biaya jam tenaga kerja

- Biaya operasional mesin (listrik dan gas)

- Biaya penanganan produk cacat (transportasi dan Bea Cukai)

Kehilangan keuntungan juga akan timbul jika produk reject ini melewati

pemeriksaan Final Quality Control (FQC) dan diketahui setelah produk tersebut

diterima kepada konsumen. Hal ini dapat menyebabkan reputasi yang buruk, kehilangan pelanggan, dan penurunan pangsa pasar.

Jika permasalahan produk cacat ini dibiarkan terus-menerus maka hal ini

akan menimbulkan pemborosan biaya yang cukup besar bagi perusahaan yang

akan terus meningkatkan kehilangan keuntungan bagi PT Mark Dynamics

Indonesia. Oleh karena itu perlu dibuat langkah perbaikan untuk meminimisasi

jumlah produk cacat di lantai produksi. Salah satu langkah perbaikan yang dapat

digunakan oleh PT MDI adalah dengan menggunakan Six Sigma.

Penelitian ini akan membahas permasalahan pemborosan karena produk

cacat dan merencanakan perbaikan untuk mengurangi jumlah produk cacat dengan

menggunakan metode Six Sigma dengan fase DMAIC dan alat statistik untuk


(21)

1.2. Perumusan Masalah

Besarnya jumlah produk cacat telah menjadi masalah yang cukup serius di

PT Mark Dynamics Indonesia, produk cacat telah menyebabkan pemborosan

biaya yang cukup besar bagi perusahaan. Beberapa jenis kecatatan yang terdapat

dalam cetakan sarung tangan keramik diantaranya berat tidak sesuai, dimensi

tidak sesuai, pecah, retak, lubang dan lain sebagainya.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian dan Asumsi yang Digunakan

Untuk membatasi ruang lingkup kajian, penulis mempertimbangkan

beberapa hal sebagai batasan-batasan dalam penyelesaian tugas akhir ini. Ruang

lingkup kajian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan sampai pada tahap Improve berupa rencana perbaikan.

2. Pengambilan data dilakukan dari tanggal 27 April – 31 Mei 2010.

Adapun asumsi yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah:

1. Tidak terjadi perubahan sistem produksi selama penelitian ini berlangsung.

2. Operator dan mesin dianggap bekerja secara normal.

3. Semua produk cacat yang ada langsung dibuang.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah mendapatkan sebuah rencana

perbaikan kualitas yang dibutuhkan perusahaan untuk mengurangi jumlah produk


(22)

Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Memperoleh besarnya Cost of Poor Quality (COPQ)

b. Menentukan prioritas departemen berdasarakan COPQ, kapabilitas proses dan

persentase frekuensi produk cacat departemen

c. Menganalisis penyebab kecacatan dengan menggunakan Failure Mode and

Effect Analysis (FMEA)

d. Menentukan prioritas penyelesaian penyebab permasalahan berdasarkan Risk

Priority Number (RPN)

e. Membuat usulan perbaikan untuk setiap penyebab permasalahan yang telah

dipilih

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam

upaya perbaikan proses untuk mengurangi jumlah produk cacat.

2. Bagi lembaga, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur

yang berkaitan dengan aplikasi metode Six Sigma.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan pengalaman yang berharga dalam

mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama

kuliah.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika


(23)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan

permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, dan

asumsi yang digunakan.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini memuat secara singkat dan padat berbagai atribut dari perusahaan

yang menjadi objek penelitian, jenis produk dan spesifikasinya, bahan

baku, proses produksi, mesin dan peralatan yang digunakan dalam

menunjang proses produksi, serta organisasi dan manajemen perusahaan.

BAB III LANDASAN TEORI

Dalam bab ini dijabarkan teori-teori yang berkaitan serta mendukung

pembahasan permasalahan antara lain: Pengertian Kualitas, Definisi

Manajemen Kualitas dan Perbaikan Proses, Konsep Dasar Six Sigma, dan

Tools Six Sigma.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan

penelitian meliputi tahapan-tahapan penelitian dan penjelasan tiap tahapan

secara ringkas disertai diagram alirnya.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini menyajikan data-data yang diperoleh selama penelitian dan

mengolah data yang didapat menjadi informasi yang akan dianalisa untuk


(24)

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat analisa mengenai informasi yang diperoleh dari

pengolahan data dengan menggunakan DMAI (Define, Measeure, Analyze,

Improve).

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian ini serta merekomendasi

saran-saran yang diperuntukkan bagi perusahaan dan perbaikan penelitian


(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT Mark Dynamics Indonesia didirikan pada tanggal 10 April 2002 diatas

lahan seluas 5000 m ². Pabrik mulai beroperasi pada tanggal 1 September 2003.

PT Mark Dynamics Indonesia didirikan oleh investor asing yang berasal dari

Malaysia yang bernama Mr. Chien Kien Ping. Orientasi PT Mark Dynemics

Indonesia saat ini adalah pembuatan cetakan sarung tangan keramik (former) yang

digunakan dalam industri pembuatan sarung tangan (latex) untuk keperluan rumah

tangga (household glove), dunia kesehatan (surgical glove), dan latex

examination.

Visi perusahaan yakni menjadi perusahaan yang menghasilkan produk

bermutu tinggi di dunia.

Misi perusahaan adalah sebagai berikut:

1. High quality, menghasilkan kualitas yang terbaik di dunia.

2. Low cost, meningkatkan efisiensi di segala bidang sehingga biaya produksi

dapat ditekan.

3. Menjaga komunikasi yang baik dengan dan memberikan service tepat waktu.

4. Memperkerjakan tenaga-tenaga kerja yang potensial dan berbakat.

5. Selalu berusaha memunculkan ide-ide baru dan produk baru.

Karena pentingnya kualitas bagi PT Mark Dynamics Indonesia maka


(26)

2009, PT Mark Dynamics Indonesia memperoleh sertifikat ISO (International

Standart Organization) 9001 versi 2000 dibidang Quality Management System

yang diperoleh dari lembaga internasional.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT Mark Dynamics Indonesia (PT. MDI) menerima pesanan baik dari

dalam negeri maupun dari luar negeri. Namun PT Mark Dynamics Indonesia lebih

mengutamakan untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Orientasi PT. MDI

saat ini adalah pembuatan cetakan sarung tangan keramik (former) yang

digunakan dalam industri pembuatan sarung tangan (latex) untuk keperluan rumah

tangga (household glove), dunia kesehatan (surgical glove), dan latex

examination.

Cetakan sarung tangan ini memiliki model, jenis perlakuan dan ukuran

yang berbeda-beda. Setiap permintaan umumnya berbeda-beda dengan

permintaan yang lain. PT. MDI akan membuat cetakan saung tangan berdasarkan

spesifikasi dari setiap permintaan konsumen.

2.3. Lokasi Perusahaan

PT. MDI berada di Jl. Pelita Barat No. 2, Medan Star Industrial Estate, Jl.

Raya Medan-Lubuk Pakam Km 19,35 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatra

Utara dan didirikan diatas lahan diatas lahan seluas 5000m ².

Lokasi tersebut terdiri dari kantor, gudang, dan segala fasilitas pendukung


(27)

3 lantai dimana lantai 1 sebagian besar merupakan lantai produksi dan gudang

bahan baku, mould, dan barang jadi.

2.4. Daerah Pemasaran

Daerah pemasaran PT. MDI terdiri dari wilayah dalam negeri dan luar

negeri. Untuk wilayah dalam negeri yakni Medan dan sekitarnya. Permintaan

cetakan sarung tangan antara lain datang dari misalnya Widya Karya, Shamrock,

WRP Indonesia, dll. Untuk daerah pemasaran luar negeri mencakup Malaysia,

Singapura, dan Cina.

2.5. Proses Produksi

PT. MDI memiliki berbagai jenis produk keluaran yang dihasilkan dari

bahan baku tanah liat. PT. MDI termasuk pabrik tipe make to order, dimana tipe

dan spesifikasi ditentukan oleh konsumen.

Ada 3 perlakuan pada pembuatan cetakan sarung tangan antara lain

Texture, Glaze dan spray on.

1. Texture

Texture adalah perlakuan yang diberikan pada former untuk memberikan

tekstur yang dilakukan dengan menembakkan ceramic ball ke former dengan

ukuran tertentu sesuai dengan spesifikasi customer, sehingga akan dihasilkan


(28)

Berdasarkan wilayah pengerjaan perlakuan, maka Texture dibagi atas

beberapa jenis yaitu :

Full Texture yaitu pemberian tekstur pada seluruh bagian dari former

Palm Texture yaitu pemberian tekstur pada telapak tangan

Full Finger Texture yaitu pemberian tekstur pada jari-jari tangan former

Finger Tip yaitu pemberian tekstur pada ujung atas jari-jari former

2. Glaze

Glaze adalah perlakuan yang diberikan pada former untuk membuat former menjadi kilat dengan mencelupkan former ke dalam formula glaze.

Berdasarkan kekilatan former, glaze dibagi atas:

Full Glaze yaitu pemberian glaze pada former yang membuat glaze menjadi

mengkilat

Mild Glaze yaitu pemberian glaze pada former tetapi tidak membuat glaze

mengkilat seperti pada Full Glaze

Sand Blasting Full Glaze yaitu Full Glaze yang ditembaki dengan bubuk

alumina, sehingga former tidak mengkilat

Berdasarkan wilayah pengerjaan perlakuan, maka glaze dibagi atas beberapa

jenis:

Half Glaze yaitu pengerjaan glaze pada former hanya setengah bagian saja.


(29)

3. Spray on

Spray on adalah perlakuan yang diberikan pada former untuk melapisi former dengan cara menyemprot former dengan formula spray on

Berdasarkan wilayah pengerjaan perlakuan, maka Glaze dibagi atas

beberapa jenis yaitu:

Full Spray on yaitu pemberian formula spray on ke seluruh former

Half Spray on yaitu pemberian formula spray on setengah bagian former saja

Selama ini telah banyak former yang dipesan oleh customer ke PT MDI,

beberapa job order yang telah dikerjakan oleh PT MDI adalah sebagai berikut :

1. Finger Tip Text Full Glaze

2. Finger Text Full Mild Glaze

3. Palm Text Mild Half Full Glaze

4. Finger Text Full Mild Glaze

5. Smooth Full Spray on

6. Sand Blasting (Sb) 10 Full Text Mild Glaze

7. Former Surgical

8. Palm Text Full Spray on

9. Fingger Tip Text Mat Glaze

10.Finger Tip Text UnGlaze

11.Palm Text Full Spray on

12.Finger Tip Text Smooth UnGlaze

13.Former Surgical Smooth Full Spray on


(30)

15.Palm Text Full Spray on

16.Finger Text Full Spray on

17.Palm Text Mild Half Full Glaze

18.Former Surgical Smooth Full Spray on

19.Smooth Full Glaze

20.Palm Text UnGlaze

21.Dan Lain-Lain

Setiap jenis produk di atas memiliki spesifikasi yang berbeda dan kita dapat

mengetahui beberapa karakteristik produk dari nama former tersebut seperti,

yaitu:

- Finger Tip Text Full Glaze

Jenis Tekstur : Fingger Tip Texture

Jenis Glaze berdasarkan kilat : Full Glaze

Jenis Glaze berdasarkan wilayah pengerjaan : Full Glaze

- Finger Text Full Mild Glaze

Jenis Tekstur : Fingger Texture

Jenis Glaze berdasarkan kilat : Mild Glaze

Jenis Glaze berdasarkan wilayah pengerjaan : Full Mild Glaze

Ukuran tidak dicantumkan pada penulisan nama produk karena telah ada

standardisasi untuk setiap customer. Untuk lebih jelas tipe-tipe produk yang


(31)

2.5.1. Standar Mutu Produk

PT. MDI memiliki beberapa jenis former, hal ini dikarenakan tiap-tiap

customer memiliki spesifikasi tertentu yang berbeda satu dengan yang lain.

Namun pada umumnya harapan dari customer untuk produk adalah sama yaitu

tidak ada cacat pada former. Untuk mewujudkan harapan dari customer maka PT.

MDI berusaha keras untuk menjaga produk keluarannya tidak memiliki cacat. Hal

ini tampak dari usaha PT. MDI berupa menerapakan inspeksi kualitas untuk tiap

proses atau IPQC (In Proses Quality Control) untuk setiap departemen, sehingga

dengan ini diharapkan tidak ada produk cacat yang keluar dari departemen yang

bersangkutan. Selain itu juga terdapat FQC (Final Quality Control) yang berada

di ujung proses dimana bagian ini bertugas untuk memeriksa qualitas dari semua

departemen jika ada produk cacat yang keluar dari departemen. Pemeriksaan

dilakukan dari tampak fisik yang dilakukan secara langsung oleh operator yang

juga bertindak sebagai pemeriksa kecacatan. Selain secara visual atau tampak

fisik, former juga dihitung dimensi dengan toleransi kurang lebih 2 mm dan berat

dengan toleransi kurang lebih 30 gram untuk memastikan bahwa produk sesuai

dengan spesifikasi customer. Selain itu juga ada uji thermal shock pada tingkatan

suhu 180OC, untuk memastikan bahwa former tahan pada suhu tinggi sebelum

masuk ke oven.

2.5.2. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan cetakan sarung tangan pada

PT. Mark Dynamics Indonesia dikelompokkan berdasarkan proses produksinya


(32)

1. Bahan baku.

a. Tanah liat (clay)

Bahan baku utama yang memiliki komposisi 60-70% dari keseluruhan

bahan baku

b. Tanah recycle dari filling, washing, dan texture

Merupakan bahan baku penambah dari tanah baru yang dimasukkan

kembali ke tangki pengaduk.

c. Sodium silikat

Merupakan bahan pengencer pada saat compounding

d. Formula Spray on

Bahan baku yang ditembakkan pada saat proses spray on

e. Formula Glaze

Bahan baku yang dicelupkan glaze sehingga former menjadi berkilat

setelah pengovenan

f. Pewarna

Untuk mewarnai sisi tapak sesuai warna permintaan konsumen

2. Bahan penolong

a. Air

Pelarut dari tanah liat saat compounding

b. Larutan sabun

Mencegah melekatnya bahan cetakan dengan mould pada pembuatan


(33)

c. Ceramic ball (peluru)

Pembentuk tekstur pada mesin texture

d. Tepung putih

Bahan baku pembuatan mould

e. Tepung kuning

Bahan baku pembuatan mould. Sifatnya lebih keras dari tepung putih

f. Mirapox

Sejenis lembaran fiber glass sebagai salah satu bahan pembuatan mould

3. Bahan tambahan

a. Stempel dan tinta

Untuk pelabelan nomor produksi

b. Karton

Tempat kemasan dari produk jadi

c. Plastik

Pmbungkus produk jadi sabelum dikemas dengan karton

2.5.3. Uraian Proses Produksi

Proses produksi yang ada pada PT MDI adalah proses compounding,

filling, washing, texture, spray on, glaze, pengovenan, dan grating dan packing,

setiap proses dilakukan di departemen masing masing, dimana nama departemen


(34)

Selain departemen diatas, ada satu departemen lain yaitu departemen

Moulding. Departemen Moulding ini bertujuan untuk membuat mould. Mould

diperlukan untuk dipakai sebagai wadah pada saat pengisian (filling). Cetakan ini

memiki spesifikasi tertentu sesuai dengan bentuk dan ukuran permintaan.

A. Uraian Proses Produksi Pembuatan Mould

Moulding adalah proses pembuatan cetakan former (mould), Cetakan ini

nantinya akan digunakan sebagai alat utama dalam pembuatan former sarung

tangan. Proses pembuatan mould ini terdiri dari 4 tahapan utama, yaitu:

1. Pembuatan design mould

2. Pembuatan block mould

3. Pembuatan master mould

4. Pembuatan production mould

1. Pembuatan Design Mould

Pembuatan design mould adalah proses awal dari pembuatan cetakan,

Design mould adalah cetakan awal berupa former padat dimana bentuk dan

spesifikasi teknisnya berasal dari konsumen. Design mould terdiri dari 2 bagian

besar yaitu bagian tangan dan lengan tangan yang keduanya terbuat dari tepung

kuning ditambah dengan tepung putih. Proses pembuatan Design mould adalah

sebagai berikut:

Proses Pembuatan tangan

- Tepung kuning dan tepung putih dicampurkan dengan perbandingan 30% tepung kuning dan 70% tepung putih, campuran tersebut kemudian dibuat


(35)

menjadi adonan dengan menambahkan air sehingga berat air 45% dari berat

keseluruhan. Kemudian diaduk selama kurang lebih 1 menit.

- Kemudian adonan tersebut dimasukkan ke dalam block mould ataupun

production mould dengan jenis sama yang sebelumnya telah ada untuk

dicetak. Block mould ataupun production mould yang dipakai umumnya

berukuran lebih besar dari spesfikasi konsumen.

- Dikeringkan selama kurang lebih 15 menit

- Setelah former berbentuk tangan terbentuk, kemudian ukurannya disesuaikan dengan spesifikasi kosumen dengan cara mengikis permukaan former sampai

ukuran yang diharapkan didapat.

- Setelah former tangan sudah sesuai ukurannya, kemudian former tangan diberi lubang yang nantinya akan dipergunakan untuk proses peyambungan.

Proses Pembuatan Lengan

- Tepung kuning dan tepung putih dicampurkan dengan perbandingan 30% tepung kuning dan 70% tepung putih, campuran tersebut kemudian dibuat

jadi adonan dengan menambahkan air.

- Kemudian adonan tersebut dimasukkan ke dalam block mould ataupun

production mould dengan jenis sama yang sebelumnya telah ada untuk

dicetak. Block mould ataupun production mould yang dipakai umumnya

berukuran lebih besar dari spesfikasi kosumen

- Dikeringkan selama kurang lebih 15 menit

- Setelah former berbentuk lengan tangan terbentuk, kemudian ukurannya disesuaikan dengan spesifikasi kosumen dengan menggunakan mesin


(36)

Silinder. Mesin Silinder ini akan mengikis permukaan dari former lengan.

Kegiatan dengan mesin ini akan dihentikan jika ukuran yang didapatkan telah

sesuai dengan target spesifikasi.

- Setelah ukuran telah sesuai, kemudian former lengan tangan dilubangi dari atas sampai bawah ditengahnya

Proses Penggabungan

- Former lengan tangan dan former tangan yang telah diberi lubang, kemudian

disatukan dengan cara diberi lem pada kedua sisi penyambungan kedua

former.

- Setelah dilem, kemudian dimasukkan adonan tepung kuning melalui lubang

former lengan tadi sampai memenuhi former tangan. Sehingga former akan

menjadi padat.

- Former yang telah mengering, kemudian dipahat dan dikikis untuk

merapikan hasil sambungan tadi.

- Diperiksa kelurusan dan ukurannya untuk memastikan bahwa former telah sesuai dengan spesifikasi.

- Former yang telah selesai dibentuk dan telah melalui pemeriksaan disebut

dengan design mould

2. Pembuatan Block mould

Pembuatan block mould adalah proses kelanjutan dalam pembuatan

production mould setelah design mould selesai dibuat. block mould memiliki


(37)

atas dan bawah dengan rongga berbentuk former didalam kedua balok tersebut

jika digabungkan. block mould dibuat dengan menggunakan design mould.

Proses pembuatan block mould adalah sebagai berikut:

- Design mould diletakkan pada bagian atas block mould lama sejenis,

kemudian dibatasi oleh papan atau fiber yang lebih tinggi dari block mould

yang digunakan, papan pembatas dibuat di setiap sisi dari block mould

tersebut.

- Membuat adonan tepung putih dari bahan tepung putih ditambah dengan air. Adonan tepung putih kemudian dituangkan ke atas design mould yang telah

dibatasi oleh papan atau fiber tersebut sampai menutupi design mould.

- Adonan yang telah dituang tadi didiamkan kurang lebih 15 menit hingga adonan mengering dan mengeras.

- Setelah mengering, design mould yang dituangkan adonan tadi dibalikkan.

Design mould yang masih menempel dilepaskan dari adonan yang mengering

tadi, kemudian dibuat lubang di sekitarnya dengan cara dikerok. Lubang ini

nantinya akan digunakan sebagai pengait. Adonan yang telah mengering ini

disebut dengan block mould. Block mould yang terbentuk masih satu bagian

saja, jadi masih perlu dibuat pasangannya.

- Block mould yang telah terbentuk dibersihkan dan dirapikan.

- Design mould dioleskan dengan cairan sabun dengan menggunakan kuas

setiap bagiannya. Pemberian sabun berguna agar bahan yang akan dicetak

dalam hal ini block mould tidak lengket dengan bahan yang mencetak yaitu


(38)

- Design Mould diletakkan kembali ke dalam block mould yang baru (design mould diletakkan di atas block mould sesuai dengan pola yang terbentuk)

kemudian dibatasi dengan papan atau fiber di setiap sisinya.

- Dituangkan adonan tepung putih ke atas design mould sampai design mould tertutup seluruhnya.

- Adonan yang telah dituang tadi didiamkan kurang lebih 15 menit hingga adonan mengering dan mengeras.

- Design mould dikeluarkan dari block mould yang telah kering.

- Block mould yang telah terbentuk, dibersihkan dan dirapikan.

- Setelah Block mould selesai dicetak, dilakukan pengujian. Dibuat satu sampel

former dan sampel tersebut diproduksi dengan block mould baru. Former

dikerjakan hingga proses akhir lalu lihat apakah ukuran dan dimensi lain yang

diperlukan dari sampel former telah sesuai dengan spesifikasi kosumen.

Apabila telah sesuai maka proses pengerjaan mould dapat dilanjutkan ke

pembuatan Master mould.

3. Pembuatan Master Mould

Master mould adalah Cetakan yang akan digunakan untuk mencetak production mould. Production mould adalah cetakan yang nantinya akan

digunakan di lantai produksi untuk membuat former. Untuk membuat satu pasang

master mould dibutuhkan satu pasang block mould. Master mould terdiri dari

bagian atas dan bagian bawah, pencetakan master mould bagian atas dan bagian


(39)

jumlah yang cukup besar, oleh karena itu master mould harus terbuat dari bahan

yang cukup keras sehingga dapat digunakan berkali-kali.

Proses pengerjaan master mould adalah sebagai berikut:

- Block mould yang telah selesai dicetak dipindahkan ke meja kerja pembuatan

Master mould.

- Block mould kemudian dikikis permukaan luarnya (bagian yang tidak perlu)

agar tidak banyak menggunakan bahan ketika mencetak mould produksi.

- Block mould diberi cairan sabun, agar cetakan yang akan dibuat tidak lengket

dengan block mould.

- Block mould diberi pembatas di sekelilingnya, kemudian dituangkan

compound (campuran terbuat dari tanah dan air) yang digunakan untuk

membuat former ke dalamnya sehingga block mould tertutup seluruhnya.

- Dikeringkan selama kurang lebih 15 menit sampai compound kering.

- Block mould yang telah diisi dengan compound kering tadi diletakkan di atas

papan dengan posisi terbalik, kemudian block mould diberi cairan sabun.

- Diberi pembatas di setiap sisi block mould dengan kayu, di sisi bawah dan atas pembatas kayu dibuat rapat dengan block mould, di sisi kanan dan kiri

pembatas kayu dan block mould diberi jarak 2 cm.

- Kemudian menuangkan adonan tepung kuning kedalam rongga yang terbentuk di sisi kiri dan kanan block mould, sampai tertutup seluruhnya,

setelah itu dikeringkan setelah kurang lebih 15 menit.


(40)

- Cetakan yang terbentuk dari rongga sisi kiri dan kanan dibersihkan, kemudian diberi cairan sabun, setelah itu cetakan tadi dikembalikan ke posisi semula

dimana cetakan tersebut dibentuk.

- Block mould kembali dilapisi oleh pembatas kayu. Di sisi kiri dan kanan

block mould dilapisi cetakan dan kayu, di sisi atas dan bawah block mould

dilapisi pembatas kayu dan diberi jarak 2 cm.

- Kemudian dituangkan adonan tepung kuning kedalam rongga yang terbentuk di sisi bawah dan atas block mould, sampai tertutup seluruhnya, setelah itu

dikeringkan setelah kurang lebih 15 menit.

- Pembatas kayu di setiap sisi block mould dibuka kemudian di bersihkan.

- Cetakan yang terbentuk dari rongga sisi bawah dan atas dibersihkan, kemudian diberi cairan sabun.

- Compound yang telah mengering tadi dilepaskan dari Block mould. Block

mould kemudian dibersihkan dengan menggunakan air sabun sampai bersih.

- Block mould diletakkan dalam posisi terbuka keatas di atas kayu, kemudian

dibatasi dengan cetakan dari tepung kuning yang telah dibuat di setiap

sisinya.

- Memberi pembatas lagi di setiap sisinya dengan menggunakan kayu. Kemudian diberi pengikat sampai rapat.

- Menuangkan adonan tepung kuning dituangkan ke dalam block mould tadi.

- Adonan tepung kuning yang telah dituangkan ke dalam Block mould dikeringkan selama kurang lebih 15 menit.


(41)

- Setelah kering, adonan tepung kuning yang telah mengeras dilepaskan dari cetakannya kemudian dibersihkan.

- Pembatas samping kiri dan kanan, pembatas bagian atas dan bawah dan cetakan yang baru dibuat disatukan. Ini yang disebut dengan master mould.

Pengerjaan cetakan pasangan master mould ini dilakukan dengan proses

yang serupa. Pengerjaannya dengan menggunakan block mould pasangannya.

4. Pembuatan Production Mould

Production mould adalah cetakan yang digunakan di lantai produksi,

Cetakan inilah yang digunakan untuk membuat former. Production mould dibuat

setelah proses pembuatan master mould selesai. Penduplikasian production mould

dibuat dengan menggunakan master mould.

Proses pengerjaan production mould adalah sebagai berikut:

- Master mould yang telah selesai dicetak di bawa ke meja pengerjaan

Production mould.

- Master mould diberi air sabun agar Production mould yang akan dibuat tidak

lengket dengan master mould.

- Membuat tepung adonan tepung putih berupa campuran antara tepung putih dengan air.

- Master Mould diberi pengait.

- Tepung putih dimasukkan ke dalam master mould

- Dikeringkan selama 15 menit.


(42)

Pengerjaan production mould pasangannya dilakukan dengan proses yang

sama. Kemudian setelah kedua pasang production mould terbentuk, proses

selanjutnya adalah dengan menggabungkan kedua pasang production mould

menjadi satu. Kemudian production mould dipanaskan hingga keras. Production

mould telah siap digunakan

B. Uraian Proses Produksi Pembuatan Former

Pembuatan former terdiri dari proses coumponding, filling, washing,

Texture, Spray on, dan atau Glaze, oven dan terakhir grating dan packing.

1. Compounding

- Tanah liat baru dibawa ke departemen compounding dengan forklift dari gudang bahan baku.

- Tanah baru dimasukkan ke dalam tangki pengaduk dimana sebelumnya telah diisi dengan air. Tanah liat diaduk di tangki pengaduk dan

ditambahkan larutan sodium silikat yang berguna untuk menambah berat

jenis dan viskositas dari compound (larutan tanah liat dan air). Selain tanah

liat baru, tanah liat recycle dari departemen filling, washing, dan Texture

juga dimasukkan dengan komposisi 73:27 untuk pembuatan tangan dan

perbandingan 70:30 untuk pembuatan tapak. Tangki pengaduk pembuatan

tapak berbeda dengan tangki pengaduk untuk pembuatan tangan. Pada

pembuatan tapak, setelah melalui pengadukan langsung dilakukan pengisian


(43)

- Penambahan air, tanah, dan sodium dilakukan sampai berat jenis dan viskositasnya sesuai. Apabila berat jenis tinggi tambahkan air, apabila

terlalu rendah tambahkan tanah, apabila viskositas terlalu kental atau beda

jauh tambahkan sodium silikat, dan apabila terlalu cair tambahkan tanah

untuk kemudian ditimbang lagi

- Dari tangki pengaduk, compound dialirkan lewat tapis (saringan) 1 untuk memisahkannya dari kotoran dan kayu, menuju mixer 1.

- Compound selanjutnya dialirkan dari mixer 1 melalui mangnet listrik pada

tong sirkulasi.

- Dari tong sirkulasi selanjutnya dialirkan menuju tempat magnet batang untuk kemudian dialirkan menuju tapis 2. Pemagnetan dengan

menggunakan magnet dilakukan untuk memisahkan compound dari biji-biji

logam yang terbawa dari bahan baku.

- Setelah melalui tapis 2, compound kembali dialirkan pada tangki mixer 2 dan kemudian dialirkan ke atas menuju tangki penampungan utama untuk

disimpan.

2. Filling

- Compound yang berasal dari departemen compounding dialirkan ke tong

sirkulasi dengan melalui pipa. Compound kemudian dibersihkan dari biji

besi dengan menggunakan magnet listrik kembali di dalam tong sirkulasi.

- Compound dialirkan ke tangki stock sementara melalui pipa dengan


(44)

- Kemudian compound dialirkan ke tangki hijau/tangki vakum. Di dalam tangki hijau, compound divakumkan selama 3 hingga 4 jam untuk

menghilangkan gelembung udara di dalam compound. Selama proses

pemvakuman, compound yang ada di dalam tangki hijau tetap diaduk.

- Dari tangki hijau, kemudian compound diisikan melalui filling gun ke dalam cetakan (mould) yang digerakkan oleh konveyor dengan kecepatan rendah.

- Setelah diisi penuh, compound tapak yang berada pada mould yang lain (sudah hampir kering karena lebih dahulu dibuat di bagian lain) kemudian

diletakkan di atas mould tersebut, setelah itu compound diisi lagi sampai

mould yang digabungkan tadi penuh. Proses ini bertujuan untuk melekatkan

tapak pada former

- Compound yang berada di dalam mould kemudian dikeringkan sampai berat

dari former sesuai dengan spesifikasi. Pada saat ini dilakukan pengambilan

sampel berat untuk menentukan titik tuang yang sesuai sehingga diperoleh

titik tempat penuangan yang tepat.

- Air yang tersisa pada mould dituang dari mould dan didiamkan selama 30 menit dengan posisi terbalik.

- Mould dibuka dengan hati-hati dan former ditimbang untuk mengetahui

berat serta diperiksa secara visual kecacatannya. Former yang tidak sesuai

beratnya (1000-1040 gram) dan memiliki cacat dikumpulkan untuk


(45)

- Mould yang telah dibuka dibersihkan dengan air gun dan diletakkan pada

konveyor menuju Blower (mesin pengering) supaya nantinya mould diisi

kembali.

- Compound yang telah berbentuk tangan diletakkan pada trolley untuk

kemudian di keringkan pada drying machine.

3. Washing

- Proses terlebih dahulu mengambil former yang masih basah yaitu output dari departemen filling, dimasukkan kedalam mesin drying yang

sebelumnya disusun diatas trolley.

- Former yang telah disusun diatas trolley yang diletakkan berjajar dengan

jarak yang telah ditentukan dikeringkan di dalam mesin drying selama

kurang lebih 5 jam.

- Setelah dikeringkan di drying machine, former yang masih berada di atas

trolley, dikeluarkan dan diletakkan di luar mesin dan menunggu untuk

dibersihkan.

- Former yang sudah kering, dibersihkan dengan cara terlebih dahulu

memotong garisan-garisan tebal mulai dari ujung jari, sisi jari, sampai tidak

ada lagi garisan tebal pada former. Kemudian meratakan tepi lubang tapak.

- Kemudian mencuci former dengan kain gosok dimulai dari bagian tepi

former dilanjutkan kesela-sela jari secara merata.

- Setelah itu menggosok sela-sela jari dengan kain kecil sampai bekas potongan/sudut jari tajam hilang.


(46)

- Selanjutnya menggosok dengan spon kasar ujung-ujung jari, sela-sela jari, sampai keseluruhan bagian former dari lubang tapak.

- Kemudian dilanjutkan dengan menggosok tepi tapak dengan spon kasar sampai tepi tapak pada former bulat (tidak tajam).

- Dilanjutkan dengan menggosok seluruh bagian former dengan

menggunakan spon halus.

- Setelah semuanya selesai dibersihkan, operator harus memastikan bahwa hasil washing sudah bagus dan setelah itu diperiksa oleh leader IPQC

beserta leader washing.

4. Texture

- Former yang dari departemen washing, disusun di trolley untuk dilakukan

perlakuan Texture.

- Operator mengambil former kemudian mencelupkan former tersebut kedalam ember yang berisi air sampai batas pergelangan former selama 2-3

detik. Kegunaan pencelupan ini adalah agar former pada waktu ditembak

dengan peluru, peluru tersebut dapat menempel ke former dan

memungkinkan former tidak pecah.

- Setelah dicelupkan ke air, former dikibas-kibaskan dan dianginkan selama 5 hingga 10 detik.

- Former kemudian dimasukkan kedalam inkubator dengan tangan kiri

memegang former dan balut former dengan kain karet dari bagian bawah


(47)

- Kemudian tangan kanan memegang gun dan kaki menginjak pedal gas untuk melepas peluru.

- Tangan kanan mengarahkan tembakan kira-kira 5-8 cm kearah former secara merata keseluruh bagian former tetapi tidak boleh dilakukan secara

berulang-ulang pada area yang sama karena akan merusak tekstur pada

daerah tertentu.

- Periksa hasil Texture sesuai dengan sampel kosumen dan setelah itu former dikeluarkan dari inkubator serta mengecek hasil Texture.

- Meletakkan former ke trolley serta menempelkan identitas pada trolley.

5. Spray on

- Terlebih dahulu membuat formula Spray dengan menyediakan terlebih dahulu bahan yang digunakan dengan komposisi yang telah ditentukan dan

sesuai dengan spsesifikasi.

- Setelah dicampur, dilakukan penyaringan campuran tanah dan Glaze tersebut dengan menggunakan magnet listrik untuk menghilangkan biji besi

yang ikut tercampur kedalam campuran tersebut agar hasil Spray baik.

- Setelah formula siap untuk digunakan, former yang di-Spray on diambil dan diletakkan diatas meja Spray.

- Kemudian memasang cover (penutup mould) pada former yang gunanya untuk menutupi bagian yang tidak boleh terkena Spray.

- Setelah semuanya siap dan former siap untuk di-Spray on, former terlebih dahulu dibersihkan dengan Spray angin guna membersihkan permukaan


(48)

- Setelah bersih operator mengambil Spray gun yang telah diisi formula spray kemudian mengarahkan Spray Gun kearah former yang di-Spray on dengan

jarak 25-30 cm.

- Selanjutnya semprot former secara merata pada setiap sisi dengan cara menyemprot former dari bagian bawah former sampai keatas (ujung jari)

sambil former berputar diatas meja Spray on yang didesain dapat berputar

otomatis dengan kecepatan yang sama untuk tiap sisi former.

- Kemudian former yang telah siap di-spray diletakkan diatas trolley.

6. Glaze

- Proses dimulai dengan membuat formula Glaze dengan komposisi bahan yang telah ditentukan terlebih dahulu sesuai spesifikasi.

- Kemudian melakukan cek terhadap former apakah siap untuk dilakukan

Glazing dari segi Texture apakah kurang atau melebihi standar spesifikasi.

- Kemudian mengambil kuas yang bersih yang sebelumnya disemprot dengan angin kemudian mengambil former yang telah dicek kekasaran Texture

untuk memastikan berapa waktu penguasan yang dibutuhkan.

- Setelah selesai, body former dipegang dan diletakkan di sisi kiri badan operator atau dekat dengan pinggang kiri dan mengarahkan former dengan

posisi ibu jari terletak diatas dan kelingking dibawah.

- Kemudian dilakukan penguasan terhadap former tersebut mulai dari ibu jari, celah setiap jari, putar kedua sisi former dan kuas pada telapak former serta

body former lalu ujung jari.


(49)

- Spon kering digunakan untuk membersihkan ujung jari dari sisa-sisa Glaze yang mengering.

- Former disusun ke dalam trolley sesuai standar.

7. Pengovenan

- Hasil dari Texture, Spray on dan atau Glaze dibawa ke bagian pengovenan dimana disusun per 700 pieces diatas rolling oven.

- Selanjutnya former dimasukkan ke dalam oven melalui kereta rel dimana suhu oven saat itu diatas 100 derajat Celsius (panas dari oven diperoleh dari

sisa panas pembakaran sebelumnya). Ini dilakukan selama 2 jam dengan

pintu oven dibiarkan terbuka. Proses ini mencegah retaknya former akibat

mengalami perlakuan suhu yang drastis dalam selisih waktu yang singkat.

- Pintu oven ditutup dan panel thermal diatur sampai 12000C untuk masak penuh atau 6000Cselama 5 jam atau selama 7 jam dengan suhu 9000C

untuk setengah matang tergantung spesifikasi kekerasan yang diminta

konsumen.

- Pintu oven dibuka dan former dibiarkan dingin sampai suhu mencapai 300 derajat selama 4 jam baru bisa dikeluarkan dari tungku oven.

8. Grating dan Packing

- Former dibawa ke bagian grating. Untuk former yang mendapat perlakuan

Glaze, tapak dan ujung-ujung jari former dihaluskan dengan mesin grating.


(50)

jari dihaluskan supaya tidak terasa tajam karena mampu mengoyakkan

lateks pada proses pembuatan sarung tangan.

- Sedangkan untuk unGlazed (tidak memperoleh perlakuan Glazing), former dibersihkan dari debu-debu yang menempel dengan mesin pembersih debu.

- Sebelum cetakan sarung tangan dikemas, setiap cetakan harus melalui kegiatan final quality control (FQC). Kegiatan ini antara lain uji berat

dengan sampel dan uji dimensi untuk seluruh cetakan sarung tangan. Uji

berat hanya dilakukan untuk semua produk jika sampel tidak sesuai. Selain

itu ada juga uji secara visual untuk melihat kecacatan setiap produk. Uji ini

dicatat dan diakumulasikan berdasarkan asal kecacatannya. Tipe–tipe

kecacatan terletak pada standar kualitas produk.

- Setelah melalui FQC, produk dibungkus dengan plastik dan dikemas dengan kardus dan kemudian ditandai dengan spidol tipe produknya dan asal


(51)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Konsep Kualitas

Kualitas merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup penting

saat ini. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari

yang konvensional sampai yang lebih strategik. Beberapa pakar dalam bidang

kualitas mendefinisikan kualitas sebagai berikut:

1. Juran (1962) “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya”

2. Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi

availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness.”

3. Deming (1991) “kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan

sekarang dan di masa mendatang.”

4. Feigenbaum (1991), “kualitas merupakan keseluruhan karateristik produk dan

jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance

dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan

kebutuhan dan harapan pelanggan.”

5. Scherkenbach (1991), “kualitas ditentukan oleh pelanggan, pelanggan

menginginkan produk/jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya

pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukan nilai produk tersebut.”

6. Elliot (1993), kualitas adalah suatu yang berbeda untuk orang yang berbeda


(52)

7. Goetch dan Davis (1995), “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang

berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang

memenuhi/melebihi apa yang diharapkan.”

8. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI

19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan cirri dan karakteristik produk atau

jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan

secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi

yang tercantum dalam kontrak maupun criteria-kriteria yang harus

didefenisikan terlebih dahulu.

Berdasarkan definisi tentang kualitas, baik yang konvensional maupun

yang lebih strategik, pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok

berikut

1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan

langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan

dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu.

2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau

kerusakan.

Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas diatas, tampak bahwa

kualitas selalu berfokus pada kepuasan pelanggan (customer focused quality).

Dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan

diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada

segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang


(53)

pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dan dihasilkan

dengan cara yang baik dan benar

3.2. Biaya Kualitas

Setiap kegiatan yang dilakukan perusahaan pasti terkait erat dengan biaya

yang harus dikeluarkan perusahaan tersebut. Dalam paradigma baru dikaitkan

bahwa quality has no cost yang berarti kualitas tidak memerlukan biaya. Artinya

untuk mendapatkan suatu produk yang berkualitas perusahaan dapat

melakukannya dengan cara menghilangkan segala bentuk pemborosan, yang

biasanya pemborosan ini disebabkan karena perusahaan menghasilkan produk

yang ternyata cacat sehingga harus diadakan perbaikan atau harus dibuang

Dalam paradigma lama, dikatakan bahwa kualitas itu mahal. Untuk

meningkatkan kualitas produk dan jasa menurut paradigma lama, diperlukan biaya

yang tidak sedikit jumlahnya. Ada dua golongan besar biaya kualitas, yaitu biaya

untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan biaya yang harus dikeluarkan

karena menghasilkan produk cacat. Menurut Russel (1996), secara keseluruhan

biaya kualitas tersebut meliputi :

1. Biaya untuk menghasilkan produk yang berkualitas (cost of achieving good

quality) yaitu biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk membuat

produk yang berkualitas sesuai dengan keinginan pelanggan, meliputi :

a. Biaya pencegahan (prevention costs) yaitu biaya untuk mencegah


(54)

Biaya perencanaan kualitas (quality planning costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat perencanaan akan produk yang

baik yang akan dihasilkan.

Biaya perancangan produksi (production design costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk merancang produk sehingga produk

yang dihasilkan benar-benar berkualitas.

Biaya pemrosesan (process costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat menjalankan proses produksi sehingga menghasilkan

produk yang berkualitas.

Biaya pelatihan (training costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk mengadakan pelatihan bagi karyawan sehingga karyawan

bertanggung jawab untuk selalu membuat produk yang baik.

 Biaya informasi akan kualitas produk yang diharapkan pelanggan (information costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk

mengadakan survey pelanggan tentang kualitas produk yang

diharapkan pelanggan.

b. Biaya penilaian (appraisal costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan

untuk mengadakan pengujian terhadap produk yang dihasilkan meliputi:

Biaya untuk mengadakan inspeksi dan pengujian (inspection and

testing costs), yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk mengadakan


(55)

Biaya peralatan pengujian (test equipment costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan alat untuk pengujian terhadap

kualitas produk.

Biaya operator (operator costs) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memberikan upah pada orang yang bertanggung jawab dalam

pengendalian kualitas.

2. Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan menghasilkan produk cacat

(cost of poor quality), meliputi :

a. Biaya kegagalan internal (internal failure costs) yaitu biaya yang harus

dikeluarkan karena perusahaan telah menghasilkan produk yang cacat

tetapi cacat produk tersebut telah diketahui sebelum produk tersebut

sampai kepada pelanggan. Biaya ini meliputi:

Biaya yang dikeluarkan karena produk harus dibuang (scrap costs), yaitu biaya yang telah dikeluarkan perusahaan tetapi produk yang

dihasilkan ternyata produk cacat sehingga harus dibuang dan adanya

nilai biaya untuk membuang produk tersebut.

Biaya pengerjaan ulang (rework costs), yaitu biaya untuk memperbaiki produk yang cacat.

Biaya kegagalan proses (process failure costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi tetapi ternyata produk yang

dihasilkan adalah produk cacat.

 Biaya yang harus dikeluarkan karena proses produksi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya (process downtime costs)


(56)

 Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan terpaksa harus menjual produk di bawah harga patokannya karena produk yang

dihasilkannya cacat (price downgrading costs)

b. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs) yaitu biaya yang harus

dikeluarkan karena menghasilkan produk cacat dan produk ini telah

diterima oleh konsumen, meliput i:

 Biaya untuk memberikan pelayanan terhadap keluhan pelanggan (customer complaint costs).

 Biaya yang harus dikeluarkan karena produk yang telah disampaikan kepada konsumen dikembalikan karena produk tersebut cacat

(product return costs)

 Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan harus memberikan jaminan atau garisan bagi konsumen bahwa produk yang dihasilkan

adalah baik (product liability costs)

 Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan tidak dipercaya oleh konsumen sehingga tidak mau lagi membeli ke perusahaan

tersebut (lost sales costs)

3.3. Six Sigma

3.3.1. Sejarah Six Sigma

Six Sigma di mulai oleh Motorola ditahun 1980-an dimotori oleh salah

seorang engineer bernama Bill Smith atas dukungan penuh CEO-nya Bob Galvin.


(57)

menggunakan financial metrics (yaitu return on investment, ROI) sebagai salah

satu alat ukur dari quality improvement process. Dalam perkembangannya, 6σ bukan hanya sebuah metric, namun telah berkembang menjadi sebuah metodologi

dan bahkan strategi bisnis.

Konsep ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Dr.Mike Harry dan

Richard Schroeder yang lebih lanjut membuat metode ini mendapat sambutan luas

dari petinggi Motorola dan perusahaan lain. Dalam perjalanan waktu, General

Electric (GE) mempopulerkan Six Sigma sebagai suatu trend dan membuat

perusahaan lain serta orang berlomba-lomba mencari tahu apa itu Six Sigma serta

mencoba mengimplementasikannya di tempat kerja masing-masing. Dalam hal

ini, peran CEO Jack Welch boleh dibilang sangat penting mengingat dia orang

yang menjadikan Six Sigma sebagai tulang punggung semua proses GE. Dari segi

waktu, bisa dikatakan Six Sigma adalah hasil evolusi terakhir dari quality

improvement yang berkembang sejak tahun 1940-an.

3.3.2. Pengertian Six Sigma

Six Sigma merupakan strategi bisnis yang berupaya mengidentifikasi dan

menghilangkan penyebab-penyebab kesalahan atau produk cacat atau kegagalan–

kegagalan di dalam proses bisnis dengan berfokus pada keluaran yang kritis bagi

pelanggan. Six Sigma juga merupakan suatu ukuran kualitas yang berupaya

mengurangi cacat produk dengan menerapkan metode-metode statistik, dimana

cacat di sini dimaksudkan sebagai hal apapun yang menyebabkan terjadinya


(58)

Hensley dan Dobie, 2005) menyatakan bahwa Six Sigma membantu memperbaiki

proses bisnis dengan mengurangi pemborosan, dengan mengurangi biaya-biaya

yang diakibatkan oleh rendahnya kualitas yang dihasilkan, dan dengan

meningkatkan level efisiensi dan efektivitas dari proses tersebut. Fokus utama dari

Six Sigma adalah upaya pengurangan potensi variabilitas dari proses dan produk

yang ada dengan menggunakan metodologi perbaikan terus-menerus maupun

pendekatan desain ulang yang dikenal sebagai Design For Six Sigma (DFSS).

Six Sigma merupakan konsep statistik yang mengukur suatu proses yang

berkaitan dengan cacat atau kerusakan. Mencapai enam sigma berarti bahwa suatu

proses menghasilkan hanya 3,4 cacat per sejuta peluang. Six Sigma juga diartikan

sebagai falsafah manajemen yang berfokus untuk menghapus cacat dengan cara

menekankan pemahaman, pengukuran, dan perbaikan proses. Perusahaan

Motorola mendefinisikan Six Sigma sebagai suatu metode atau teknik

pengendalian dan perbaikan kualitas secara dramatis yang merupakan terobosan

baru dalam bidang manajemen kualitas.

3.3.3. Konsep Six Sigma Motorola

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai yang

mereka harapkan. Apabila produk (barang/jasa) diproses pada tingkat kinerja

kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta

kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan akan

ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target


(59)

antara industri dan pelanggan. Semakin tinggi target sigma yang dicapai, semakin

baik kinerja proses industri. Sehingga 6 sigma otomatis lebih baik dari pada 4

sigma dan 3 sigma. Six Sigma dapat dipandang sebagai pengendalian proses

industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses.

Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam aplikasi konsep Six Sigma,

yaitu (1) identifikasi pelanggan, (2) identifikasi produk, (3) identifikasi

kebutuhan, (4) identifikasi proses, (5) hindari kesalahan yang berakibat

pemborosan pada proses, dan (6) tingkat kemampuan proses menuju target sigma.

Pendekatan pengendalian proses Six Sigma Motorola (Motorola’s Six

Sigma process control) mengizinkan adanya pergeseran nilai rata-rata (mean)

setiap CTQ individual dari proses industri terhadap nilai spesifikasi target (T)

sebesar +1.5 sigma, sehingga akan menghasilkan 3.4 DPMO. Nilai pergeseran 1.5

sigma ini diperoleh dari hasil penelitian Motorola atas proses dan sistem industri,

dimana menurut hasil penelitian bahwa sebagus-bagusnya suatu proses industri

(khususnya mass production) tidak akan 100 persen berada pada satu titik nilai

target tapi akan ada pergeseran sebesar rata-rata 1.5 sigma dari nilai tersebut.

Adapun konsep dari Six Sigma Motorola dengan pergeseran 1.5 sigma disajikan

pada gambar 3.1.

Secara harfiah, Six Sigma (6σ) adalah suatu besaran yang bisa kita terjemahkan secara gampang sebagai sebuah proses yang memiliki kemungkinan

cacat (defects opportunity) sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk/jasa. Ada

banyak kontroversi di sekitar penurunan angka Six Sigma menjadi 3.4 DPMO


(60)

Gambar 3.1. Konsep Six Sigma Motorola dengn Pergeseran 1.5 sigma

Sumber: Gasperz, 2007: 40

Namun bagi kita, yang penting intinya adalah Six Sigma sebagai metrics

merupakan sebuah referensi untuk mencapai suatu keadaan yang nyaris bebas

cacat. Dalam perkembangannya, 6σ bukan hanya sebuah metrics, namun telah berkembang menjadi sebuah metodologi dan bahkan strategi bisnis. Six Sigma

menekankan penghilangan kesalahan, penghilangan “sampah”, dan meminimalisi

pengerjaan kembali barang yang cacat. Dengan demikian, biaya yang semula

digunakan untuk hal-hal tersebut, dapat dikurangi sehingga keuntungan yang

diperoleh organisasi akan meningkat. Six Sigma merupakan simbol kesempurnaan

penyelenggaraan manajemen mutu. Sigma merupakan simbol dari standar deviasi

yang lazim kita temui dalam ilmu matematika dan statistika. Dengan demikian,

konsep ini mengukur besar penyimpangan yang terjadi dari proses yang


(61)

proses yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Patut diketahui bahwa rentang

nilai sigma yang digunakan adalah 1 hingga 6.

Tabel 3.1. Pencapaian Tingkat Sigma Tingkat

Pencapaian Sigma

DPMO

(Defect Per Million Opportunities)

1-Sigma 691.462 (sangat tidak kompetitif) 2-Sigma 308.538 (rata-rata industri di Indonesia)

3-Sigma 66.807

4-Sigma 6.210 (rata-rata industri USA) 5-Sigma 233 (rata-rata industri Jepang) 6-Sigma 3.4 (industri kelas dunia)

Setiap peningkatan atau pergeseran 1-sigma akan memberikan peningkatan keuntungan sekitar 10% dari penjualan

Sumber : Gaspersz, 2007:38

3.3.4. Metodologi Six Sigma

Secara umum Six Sigma memiliki 2 metodologi yang sering digunakan.

Kedua metodologi tersebut yaitu Define-Measure-Analyze-Improve-Control

(DMAIC) serta Design for Six Sigma (DFSS) to

Define-Measure-Analyze-Design-Verify (DMADV). DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang

telah ada, sedangkan DMADV digunakan untuk menciptakan desain proses baru

atau desain produk baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja


(62)

A. DMAIC

1. Define

Langkah ini untuk mendefinisikan rencana-rencana tindakan (action plans)

yang harus dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses

bisnis kunci itu. Termasuk dalam langkah definisi ini adalah menetapkan sasaran

dari aktivitas peningkatan kualitas Six Sigma itu.

2. Measure

Terdapat 3 hal penting dalam langkah pengukuran ini, yaitu

a. Memilih karakteristik critical to quality (CTQ) kunci yang berhubungan

langsung dengan kebutuhan pelanggan.

b. Mendefinisikan standar-standar pengukuran.

c. Melakukan validasi terhadap sistem pengukuran itu.

3. Analyze

Terdapat 3 hal penting dalam langkah analisis ini, yaitu

a. Menetapkan kapabilitas proses (Cp).

b. Mendefinisikan target-target kinerja.

c. Mengidentifikasi sumber-sumber variasi.

4. Improve

Langkah improve akan meningkatkan elemen-elemen sistem mencapai

sasaran kinerja. Penggunaan manajemen proyek dan alat-alat manajemen akan

sangat intensif dalam langkah ini. Penggunaan alat-alat statistika, juga sangat

intensif dalam tahap ini. Dalam langkah improve ini akan terdapat 3 hal pokok


(63)

a. Mengetahui penyebab potensial yang menyebabkan variasi proses.

b. Menemukan hubungan variabel-variabel kunci penyebab variasi.

c. Menetapkan batas-batas toleransi operasional.

5. Control

Langkah control akan mengendalikan karakteristik sistem yang kritis

terhadap nilai untuk pelanggan. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam

langkah pengendalian, yaitu :

a. Melakukan validasi terhadap sistem pengukuran.

b. Menentukan kapabilitas proses yang telah tercapai sekarang.

c. Menerapkan rencana-rencana pengendalian proses.

B. DFSS to DMADV

Pada metodologi DFSS to DMADV program Six Sigma lebih ditekankan

pada merancang atau mendesain proses atau produk yang baru untuk

menggantikan proses atau produk sebelumnya. Hal ini biasanya dilakukan pada 2

kondisi, yaitu (1) ketika perusahaan sudah menembus level 5- sigma ke atas. Hal

ini dikarenakan pada umumnya perbaikan pada proses sangat sedikit sekali

memberikan dampak keuntungan secara finansial, sehingga memerlukan

terobosan baru dalam pengembangan proses ataupun produk, serta (2) ketika

produk yang dihasilkan sudah tidak kompetitif sama sekali di pasaran, sehingga

diperlukan produk baru yang inovatif.

Design for six sigma menggunakan metodologi define, measure, analyze, design, verify, sebagai berikut:


(64)

1. Define

Mendefinisikan secara formal sasaran dari aktivitas desain proses baru dan

atau desain produk baru yang secara konsisten berkaitan langsung dengan

permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan.

2. Measure

Mengidentifikasi critical to qualities, kapabilitas produk, kapabilitas proses,

evaluasi resiko.

3. Analyze

Mengembangkan dan mendesain alternatif-alternatif, menciptakan high level

design, dan mengevaluasi kapabilitas desain agar mampu memilih desain terbaik.

4. Design

Mengembangkan desain secara terperinci, optimasi desain, dan rencana untuk

verifikasi desain. Tahap ini mungkin memerlukan simulasi.

5. Verify

Memverifikasi desain, implementasi proses baru, kemudian menyerahkan

pada pemilik proses.

3.3.5. Keunggulan Six sigma

Terdapat beberapa alasan mengapa Six Sigma dipandang lebih baik dari

pada program perbaikan kualitas sebelumnya

a. Strategi Six Sigma menempatkan fokus yang jelas pada upaya pencapaian

financial returns pada lini dasar suatu organisasi yang terukur dan dapat


(65)

terlebih dahulu mengidentifikasi dan mendefinisikan dampak terhadap lini

dasar.

b. Strategi Six Sigma menekankan nilai penting dari kepemimpinan yang kuat

dan dukungan yang diperlukan untuk kesuksesan penjabarannya, jauh

melebihi penekanan yang diberikan oleh upaya perbaikan kualitas yang lain

sebelumnya.

c. Metodologi pemecahan masalah Six Sigma mengintegrasikan elemen manusia

(perubahan budaya, fokus pada pelanggan, sarana dan prasarana belt system,

dan lian-lain) dan elemen proses (manajemen proses, analisis statistik tehadap

data proses, analisis sistem pengukuran, dan lain-lain) di dalam upaya

perbaikan yang ditempuh.

d. Metodologi Six Sigma menggunakan tools dan teknik pemecahan masalah di

dalam proses bisnis secara berurutan dan taat asas. Masing masing tools dan

teknik di dalam metodologi Six Sigma memiliki suatu peranan yang harus

dijalankan dan kapan, di mana, mengapa serta bagaimana tools dan

teknik-teknik tersebut harus diterapkan merupakan perbedaan dari sukses atau

tidaknya proyek Six Sigma.

e. Six Sigma menciptakan suatu sarana dan prasarana dari champion, master

black belt, black belt, green belt yang mengarahkan, menjabarkan, dan

menerapkan pendekatan tersebut.

f. Six Sigma menekankan nilai penting data dan proses pengambilan keputusan

yang pelaksanaanya lebih didasarkan pada fakta dan data dari pada asumsi dan


(66)

pada tempat yang semestinya. Pengukuran harus dipertimbangkan sebagai

suatu bagian dari perubahan budaya.

g. Six Sigma menggunakan konsep pemikiran statistik dan mendorong

digunakanya tools dan teknik-teknik statistik untuk mengurangi cacat melalui

metode pengurangan variabilitas proses (misalnya statistical process control

(SPC) dan rancangan percobaan).

3.3.6. Manfaat Six Sigma

Manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang menggunakan Six Sigma,

meliputi:

A. Dana

Dana berhubungan dengan biaya dan penghasilan yang didapatkan

perusahaan. Penyimpangan-penyimpangan dalam proses aktivitas perusahaan

yang dipandang “wajar”, rawan menimbulkan biaya/pengorbanan untuk

pengerjaan ulang, bertambahnya cycle times & delays yaitu waktu yang

diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dari awal hingga akhir termasuk

saat-saat penantian (waiting time), berkurangnya laba perusahaan sebagai akibat

ketidakpuasan pelanggan, sirnanya peluang bisnis karena hilangnya keunggulan

bersaing, total cost of poor quality (COPQ), yaitu timbulnya biaya biaya ekstra

karena output yang dihasilkan kurang memenuhi persyaratan seperti biaya

pemeriksaan ulang, perbaikan, penggandaan tugas, penggantian produk,

membayar ganti rugi, melayani keluhan, hilangnya pelanggan, rusaknya reputasi,


(67)

B. Kualitas

Merupakan tujuan utama penggunaan Six Sigma mengingat mutu

mengandung keunggulan-keunggulan sebagai pembangkit hasrat kerja karyawan,

unsur yang menanamkan sikap dan kebiasaan yang positif, pencipta gagasan di

pasar dan masyarakat, dan pemikat investor. Six Sigma bukan sekedar kualitas,

melainkan jenjang kualitas yang hampir sempurna (tingkat akurasinya 99, 9997%)

C. Kepuasan Pelanggan

Adalah perasaan senang/gembira/bahagia/lega atau sebaliknya yang ada

pada diri pelanggan setelah menerima produk yang sesuai dengan yang

diharapkannya. Harapan pelanggan terhadap kinerja barang/jasa yang akan dibeli

bermula dari harga jual produk, pengorbanan-pengorbanan waktu, energi dan

psikis, berbagai promosi yang diterimanya baik oleh aktivitas perusahaan maupun

dari pengalaman orang lain yang dikenalnya. Apabila:

− Persepsi atas kinerja barang/jasa yang dibeli melebihi harapannya, pelanggan merasa sangat puas/kagum.

− Persepsi atas kinerja barang/jasa yang dibeli sama dengan harapannya, pelanggan merasa puas

− Persepsi atas kinerja barang/jasa yang dibeli di bawah harapannya, pelanggan merasa tidak puas/kecewa.

Pelanggan terdiri dari konsumen/pemakai akhir yaitu orang/

perusahaan/organisasi yang menggunakan sendiri barang dan jasa yang telah

dibeli, dan penyalur yaitu orang-orang/perusahaan yang membeli barang dan jasa


(68)

menyempurnakan kinerja proses, barang dan jasa yang dihasilkan, agar persepsi

pelanggan sama dengan harapannya.

D. Dampaknya bagi Karyawan

Jika manajemen perusahaan komit/bersepakat melaksanakan Six Sigma

guna menyempurnakan proses, memenuhi harapan pelanggan, menghemat biaya,

dll, maka dapat para karyawan akan terdorong untuk menopang sepenuhnya. Six

Sigma meningkatkan moral kerja dan kebanggaan karyawan. Walaupun tidak

semua karyawan harus terlibat langsung pada kegiatan Six Sigma, namun setiap

individu mendapatkan peluang untuk berkontribusi secara signifikan mengingat

peranan tiap-tiap anggota organisasi untuk menyediakan/menopang input yang

diperlukan dalam proses tertentu.

E. Pertumbuhan Bisnis

Jika manajemen berhasil mewujudkan Six Sigma sehingga mampu

memenuhi harapan pelanggan secara efektif, dan kepuasan mereka

bertambah-tambah, pada gilirannya penghasilan perusahaan akan meningkat; akibatnya

tersedia dana yang memadai untuk mengembangkan perusahaan.

F. Keunggulan Kompetitif

Six Sigma menjanjikan kepada perusahaan-perusahaan pengguna untuk

memperoleh keunggulan bersaing antara lain melalui penghematan biaya

operasional yang memungkinkan penetapan harga jual produk lebih bersaing,


(69)

memperoleh reputasi di bidang kualitas, mengembangkan budaya, dan

kebanggaan berdedikasi pada pelanggan.

3.3.7. Istilah-Istilah Dalam Six Sigma

Sebelum membahas lebih jauh mengenai konsep Six Sigma yang akan

digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dipahami beberapa istilah yang

berkaitan dengan metode Six Sigma itu sendiri:

A. Variation (Variasi)

Variasi merupakan apa yang pelanggan lihat dan rasakan dalam proses

transaksi antara pemasok dan pelanggan tersebut. Atau dapat juga disebutkan

bahwa variasi adalah penyimpangan atau perbedaan antara keinginan atau

ekspektasi pelanggan dengan produk yang ada. Semakin kecil variasi akan

semakin diharapkan baik oleh pemasok (perusahaan) maupun oleh pelanggan

karena menunjukkan konsistensi dalam kualitas. Terdapat dua sumber atau

penyebab timbulnya variasi,

yaitu:

1. Penyebab umum (common causes) adalah faktor-faktor di dalam sistem atau

yang melekat pada proses operasi yang menyebabkan timbulnya variasi dalam

sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum menimbulkan variasi acak

(random variation) dalam batas batas yang dapat diperkirakan dan sering

disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem


(70)

2. Penyebab khusus (special causes) adalah kejadian-kejadian di luar sistem

yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber

dari faktor seperti manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja dan

lain-lain. Penyebab khusus ini dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka

tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada

proses sehinga menimbulkan variasi.

B. Cacat (defect)

Ciri yang dapat diukur dari suatu proses atau outputnya yang tidak berada

di dalam batas-batas yang dapat diterima pelanggan, yakni tidak sesuai dengan

spesifikasinya.

C. Critical-to-Quality (CTQ)

Atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan

langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Merupakan elemen dari

suatu produk, proses, atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada

kepuasan pelanggan

D. Defects Per Million Opportunities (DPMO)

Defects per Million Opportunities (DOMO) merupakan ukuran kegagalan

dalam Six Sigma yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Target dari

Six Sigma adalah 3.4 DPMO, harusnya tidak diinterpretesikan sebagai 3.4 unit

output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan

sebagai berikut: dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan

untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ (critical to quality) adalah hanya 3.4


(71)

DPO =

Cacat Peluang x

Diperiksa Yang

Unit

Cacat Jumlah

Formula DPMO = DPO×1000000

3.4. Tools Six Sigma 3.3.1. Pemetaan Proses

Peta proses merupakan gambaran grafik dari suatu proses, menunjukkan

urutan tugas menggunakan versi yang dimodifikasi dari simbol bagan aliran

(flowchart) standar. Peta proses pekerjaan adalah gambaran dari bagaimana orang

melakukan pekerjaan mereka. Peta proses pekerjaan serupa dengan peta jalan,

didalamnya ada banyak alternatif rute untuk mencapai tujuan. Langkah-langkah

proses pemetaan adalah sebagai berikut:

1. Memilih satu proses yang akan dipetakan

2. Mendefinisikan proses

3. Memetakan proses utama

4. Memetakan jalur alternatif

5. Memetakan titik pemeriksaan

6. Menggunakan peta untuk meningkatkan proses

Proses berhubungan pada aktivitas bisnis alamiah. Bagaimanapun, dalam

organisasi modern proses alami ini terbagi di antara banyak departemen yang


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran-3. Tabel Six Sigma


(5)

(6)

Lampiran-4. Severity, Occurance dan Detection Tabel L.11 Tabel Severity

Tabel L.12. Tabel Occurance