BAB IX ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN ACEH BESAR - DOCRPIJM a49d78b657 BAB IXBAB 9

BAB IX

ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN ACEH BESAR

Peraturan Pemerintah no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara

Pemerintah,

Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya
merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah
Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana
Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping
membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu


juga

perlu

mengalokasikan

anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang
telah terbangun.Namun, seringkali Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan fiskal
dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung
meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa
pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan
pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari
masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan
bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman
mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan
investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya
bertujuan untuk:
a.


Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya,

b.

Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan
sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,

c.

Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.

9-1

9.1. Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam
peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang- undangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik

luar negeri, pertahanan,

keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk
mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumbersumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan
Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan
untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005
Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana

Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui
rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk
mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional.
Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis.

9-2

4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan
pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan,
termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara
bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang
merupakan urusan bersama

diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber


pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan
urusan yang didesentralisasikan.

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011
Tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah
Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah
Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi
diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda
wajib memenuhi persyaratan:
a.

total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan
APBD tahun sebelumnya;

b.

memenuhi

ketentuan


rasio

kemampuan

keuangan

daerah untuk

mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;
c.

persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

d.

tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber
dari pemerintah;

e.


pinjaman

jangka

menengah

dan

jangka

panjang

wajib mendapatkan

persetujuan DPRD.

9-3

6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005

Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
(dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala
Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha
adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana
persampahan.

7.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri
59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:
a.

Pendapatan

daerah

yang


meliputi:

Pendapatan

Asli

Daerah, Dana

Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.
b.

Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

c.

Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.

8.


Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010
Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur:
Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta
Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah
sebagai berikut:
a.

Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK

Air

Minum

digunakan untuk

memberikan akses pelayanan sistem

penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan
kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman

nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program
percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium
Development Goal’s (MDG’s) yang mempertimbangkan:


Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;



Tingkat kerawanan air minum.
9-4

b.

Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,
persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses
pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan
kriteria teknis:

9.



kerawanan sanitasi;



cakupan pelayanan sanitasi.

Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang
Merupakan

Kewenanangan

Pemerintah

dan

Dilaksanakan

Sendiri:

Dalam

menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk
satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan
Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang
diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur kePU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka
keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

Berdasarkan

peraturan

perundangan

tersebut,

dapat

disimpulkan bahwa lingkup

sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM
bidang Cipta Karya meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan
Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang
Air Minum dan Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana
lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur
permukiman dengan skala provinsi/regional.
9-5

3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB)
dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan
infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan
swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian
pemeliharaan

prasarana

yang telah

dan

terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan

prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan
direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2. Profil APBD Kabupaten Aceh Besar
Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir
dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir.
Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah
sebagai berikut:
1.

Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.

2.

Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

3.

Pembiayaan

Daerah

meliputi:

Pembiayaan

Penerimaan

dan

Pembiayaan Pengeluaran.

Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Kab. Aceh Besar dapat di lihat
pada tabel 9.1 berikut ini:

9-6

Tabel 9.1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Kab. Aceh Besar
2010
PENDAPATAN DAERAH

No
1

Pendapatan Asli Daerah

Realisasi

2011
%

Realisasi

2012
%

1.1. Pajak Daerah

8,954,399,910.00

69,07

1.2. Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
1.3. Dipisahkan

5,867,857,484.04

74,09

1,947,234,434.22

106,70

7,826,085,082.20

57,86

Dana Perimbangan

2.1. Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
2.2. Dana Alokasi Umum
2.3. Dana Alokasi Khusus
3

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

3.1. Pendapatan Hibah
3.2 Dana darurat
DBH Pajak dari Propinsi dan Pemerintah
3.3 Daerah Lainnya

95,85

394,817,978,000.00

100,00

40,026,800,000.00

100,00

43,006,455,259.46

114,542,978,638.65

27,287,117,464.00

120,78

41,104,110,553.00

151,13

7,643,613,682.00

54,02

11,624,888,596.28

151,13

7,952,497,703.80

99,53

1,701,954,814.22

94,55

1,932,977,703.39

107,39

2,481,482,703.34

137,86

2,121,335,481.97

96,42

15,808,558,615.61 134,65

6,274,813,107.33

131,30

40,438,030,302.00

39,366,465,818.42

451,814,494,000.00

100,00

549,069,553,000.00

47,670,100,000.00

99,97

52,573,120,000.00

11,883,420,605.60

116,50

9,013,356,577.91

161,44

52,520,382,605.00 142,54

14,814,679,684.67 121,19
37,134,083,163.21 105,34
779,747,538,993.00

729,735,965,895.00

641,009,138,818.42
109,94

104,41

28,802,542,993.00 111,51

100,00 618,323,628,000.00

100,00

100,00

100,00

673,776,666,000.00 100,00
77,168,330,000.00 100,00

99,68

35,906,297,895.00
75,506,040,000.00

275,925,845,636.78

127,407,727,851.50

100,763,739,781.80

19,167,316,500.00

91,03

1,592,033,000.00

66,66

4,755,842,500.00

132,57

5,464,259,591.22

136,61

905,631,200.00

18,11

9,216,297,495.00

67,52

13,616,902,239.00

93,56

14,988,372,441.80

100,72

15,365,347,260.28

102,33

17,993,018,758.78

66,12

86,578,121,000.00

98,51

106,820,408,000.00 100,00

3,971,314,840.00

20,000,000,000.00

95,97

150,206,787,678.00 100,56

3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
3.5 Bantuan keuangan Prov/Pemda lain

15,000,000,000.00

100,00

3.6 Pendapatan lainnya

48,975,461,200.00

95,68

TOTAL PENDAPATAN

%

35,85

104,604,049,279.00

92,359,075,195.00

Realisasi

5,730,616,783.80

539,922,624,302.00

477,851,233,259.46

2014
%

76,107,259,036.13

11,659,039,074.72

1.5. Lain-lain PAD yang Sah

Realisasi

26,339,206,635.00 140,29

1.4. Zakat

2

2013
%

54,797,561,031.44

49,580,336,848.63

24,595,576,910.46

Realisasi

594,805,885,364.92

55,75
85,423,799,200.00 103,78
694,107,010,429.63

22,114,658,840.00

100,00

58,904,866,000.00

86,23

796,570,439,631.66

933,250,952,782.63

1,170,216,363,268.43

9-7

a. Kinerja Pendapatan Daerah
Kinerja pendapatan daerah Aceh Besar periode 2007-2011 dapat diukur dari
perkembangan anggaran pendapatan daerah, terutama PAD, dana perimbangan,
dan dana lain-lain pendapatan yang sah.
Beberapa langkah yang telah ditempuh dalam meningkatkan pengelolaan
PAD, antara lain :
(i)
Penyederhanaan proses administrasi pemungutan dan penyempurnaan
sistim pelayanan pajak dan retribusi daerah;
(ii) Upaya peningkatan penerimaan PAD dilakukan dengan kebijakan yang
memperhatikan kepentingan dunia usaha dan masyarakat melalui
intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak/retribusi daerah;
(iii) Membangun ketaatan wajib pajak dan wajib retribusi daerah bekerjasama
dengan Kejaksaan Negeri Kota Jantho dalam rangka law enforcement;
(iv) Peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD untuk
terciptanya efektifitas dan efisiensi yang dibarengi dengan peningkatan
kualitas, kemudahan, ketepatan, dan kecepatan pelayanan dengan biaya
murah;
(v) Mendorong investasi melalui penyederhanaan proses perijinan;
(vi) Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar unit satuan kerja terkait;
(vii) Mengoptimalkan penagihan piutang pajak; dan
(viii) Mengefektifkan pelaksanaan Qanun-qanun tentang pajak dan retribusi yang
telah ditetapkan.
Sementara itu, pengelolaan Dana Perimbangan telah ditempuh langkah-langkah
berikut:
(i)
Meningkatkan koordinasi melalui pembaharuan data/informasi sehingga
penetapan alokasi DAU, DAK, dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak,
terealisasi sesuai dengan tingkat pertumbuhan daerah;
(ii) Meningkatkan kerjasama dengan Kantor Pajak Pratama (KPP) Banda Aceh
untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21; dan
(iii) Mendorong terlaksananya bimbingan teknis dan pelatihan perpajakan yang
berkesinambungan kepada bendahara SKPK sebagai wajib Pungut Pajak
Negara bekerjasama dengan Kanwil DJP Aceh dan KPP Pratama Banda Aceh.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam meningkatkan pengelolaan Lain-lain
Pendapatan Daerah yang sah, antara lain adalah :
(i)
Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam penyediaan data
yang akurat untuk keperluan penetapan alokasi penerimaan terkait dengan
sumber pendapatan dari Bagi Hasil Pajak Provinsi sesuai dengan yang
ditargetkan; dan
(ii) Menyampaikan program dan kegiatan strategis daerah kepada pemerintah
pusat yang didanai dari sumber-sumber anggaran khusus, termasuk
program percepatan pembangunan infrastruktur.

9-8

Penerimaan pendapatan Kabupaten Aceh Besar tampak mengalami
peningkatan setiap tahunnya, yaitu rata-rata hampir 8,0%. Pada tahun 2007,
pendapatan masih Rp. 476,28 milyar, lalu bertambah menjadi Rp. 694,11 milyar
pada tahun 2011.
Kenaikan penerimaan yang sangat berarti terjadi pada pos penerimaan
PAD, terutama pajak daerah. Penerimaan PAD meningkat rata-rata 27,69%. Pos
pajak daerah mengalami kenaikan rata-rata hampir 45,0% per tahunnya.
Sementara pos retribusi daerah juga bertambah, yaitu rata-rata 26,67% setiap
tahunnya.
Penerimaan Dana Perimbangan secara umum juga meningkat selama
periode 2007-2011, yaitu rata-rata 4,45% per tahunnya. Untuk Dana
Perimbangan, terlihat pos penerimaan dari DAU tumbuh rata-rata 4,39% per
tahunnya, sedangkan pos penerimaan dari sumber BHP/BHBP dan DAK terjadi
penurunan selama periode yang sama masing-masing rata-rata sebesar -4,08%
dan -0,55% per tahunnya.
Untuk penerimaan dari sumber Lain-lain Pendapatan yang Sah juga terjadi
peningkatan rata-rata 30,67% setiap tahunnya. Lonjakan penerimaan tertinggi
dalam kelompok ini terjadi pada pos Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
(naik rata-rata 130,45 persen per tahun) dan Pos Dana BHP dari Provinsi (naik
rata-rata 9,72% setiap tahunnya). Sebaliknya, pos dana hibah dan bantuan
keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya terjadi penurunan setiap
tahunnya selama periode yang sama.
Lebih jelasnya gambaran pendapatan Kabupaten Aceh Besar disajikan pada
tabel berikut.

9-9

Tabel 9.2
Pertumbuhan Rata-rata Realisasi Pendapatan Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2007-2011

476.283.649.519,00

656.253.291.458,00

538.743.278.452,00

599.805.885.364,92

694.107.010.429,63

Rata-rata
Pertumbuhan
2007-2011 (%)
7,82

14.603.814.302,00

21.167.019.142,00

27.150.538.415,00

29.595.576.910,46

49.580.336.848,63

27,69

Pajak Daerah

4.137.578.439,00

6.984.127.968,00

10.133.617.395,00

8.954.399.910,00

26.339.206.635,00

44,80

Retribusi Daerah

1.757.531.934,00

2.895.536.250,00

3.495.849.240,00

5.867.857.484,04

5.730.616.783,80

26,67

1.1.3.

Hasil Pengelolaan Keuangan
Daerah yang Dipisahkan

1.262.589.988,00

1.591.254.327,00

1.709.747.495,00

1.947.234.434,22

1.701.954.814,22

6,15

1.1.4.

Lain-lain PAD yang Sah

7.446.113.941,00

9.696.100.597,00

11.811.324.286,00

7.826.085.082,20

15.808.558.615,61

16,25

1.2.

Dana Perimbangan

434.218.877.179,00

514.320.499.881,00

480.965.635.379,00

477.851.233.259,46

539.922.624.302,00

4,45

1.2.1.

Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi
Hasil Bukan Pajak

49.788.877.174,00

53.384.963.881,00

33.860.969.379,00

43.006.455.259,46

40.438.030.302,00

-4,08

1.2.2.

Dana Alokasi Umum (DAU)

335.436.000.000,00

407.951.536.000,00

398.132.666.000,00

394.817.978.000,00

415.814.494.000,00

4,39

1.2.3.

Dana Alokasi Khusus (DAK)

48.994.000.000,00

52.984.000.000,00

48.972.000.000,00

40.026.800.000,00

47.670.100.000,00

-0,55

1.3.

Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah

27.460.958.038,00

20.766.272.435,00

30.627.104.658,00

92.359.075.159,00

104.604.049.279,00

30,67

1.3.1

Hibah

0,00

3.191.916.000,00

0,00

19.167.316.500,00

1.592.033.000,00

1.3.2

Dana Darurat

1.3.3

Dana Bagi Hasil Pajak Dari
Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Lainnya

1.3.4

Dana Penyesuaian dan
Otonomi Khusus

1.3.5

Bantuan Keuangan Dari
Provinsi atau Pemerintah
Daerah Lainnya

No

Uraian

1.

PENDAPATAN

1.1.

Pendapatan Asli Daerah

1.1.1.
1.1.2.

2007
(Rp)

2008
(Rp)

2009
(Rp)

2010
(Rp)

2011
Rp)

-15,96*)

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

8.562.832.240,00

13.339.672.292,00

11.567.583.658,00

9.216.297.495,00

13.616.902.239,00

9,72

0,00

3.028.885.600,00

14.059.521.000,00

48.975.461.200,00

85.423.799.200,00

130,45*)

18.898.125.798,00

1.205.798.543,00

5.000.000.000,00

15.000.000.000,00

3.971.314.840,00

-26,80

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar , 2012 (diolah)
Catatan: *) selama 2008-2011

9-10

b. Kinerja Belanja Daerah

Komposisi belanja daerah selama lima tahun terakhir masih didominasi oleh
belanja tidak langsung, terutama untuk membiayai belanja aparatur. Belanja
aparatur daerah pada tahun 2009, misalnya, mencapai 71,96% dari total
pengeluaran belanja daerah. Pada tahun 2010 dan 2011, persentasenya juga
tidak mengalami perubahan. Sebagian besar pendapatan yang diterima
dialokasikan untuk belanja aparatur, sisanya dialokasikan untuk belanja langsung.
Tabel 9.3
Proporsi Belanja Aparatur Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2009-2011

No

Tahun Anggaran

Total Belanja Aparatur
(Rp)

Total Pengeluaran
(Belanja + Pembiayaan
Pengeluaran) (Rp)

Persentase

2009
2010
2011

(a)
406.915.802.160
436.182.115.792
487.257.899.194

(b)
565.403.311.205
605.914.589.127
686.192.004.419

(a) /(b) x 100 %
71,96
71,98
71,01

1.
2.
3.

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012

c. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dan belum terpecahkan hingga saat ini dalam
pengelolaan APBK Aceh Besar antaranya adalah masih rendahnya kontribusi PAD
dan dominannya komposisi belanja aparatur dibanding belanja modal (belanja
pembangunan). Penerimaan APBK masih sangat bergantung pada dana transfer
pemerintah, baik DAU maupun DAK.
Tantangan yang masih ditemui dalam peningkatan peneriman daerah pada
masa yang akan datang antara lain:
(i) Terbatasnya objek pajak dan retribusi daerah yang dapat dipungut sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan PAD; dan
(ii) Kendati memiliki potensi ekonomi daerah yang dapat dikembangkan
terutama potensi sumber daya alam pertambangan, namun tidak dapat
dimanfaatkan sepenuhnya karena adanya peraturan tentang pengendalian

9-11

lingkungan hidup, sehingga potensi dimaksud tidak dapat diusahakan secara
ekonomi sebagai sumber PAD.
d.

Neraca Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntasi Pemerintah, Neraca Daerah merupakan salah satu laporan keuangan
yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah. Laporan ini sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan yang terarah dalam rangka pengelolaan sumber-sumber
daya ekonomi yang dimiliki oleh daerah secara efisien dan efektif. Aset daerah
merupakan aset yang memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi yang
dimiliki dan dikuasai pemerintah daerah, memberikan manfaat ekonomi dan
sosial bagi pemerintah daerah maupun masyarakat di masa mendatang sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu, serta dapat diukur dalam uang, selama kurun
waktu tertentu.
Pertumbuhan rata-rata jumlah aset Kabupaten Aceh Besar mencapai 7,37
persen,

yang berarti bahwa jumlah asetnya meningkat sebesar 7,37 persen

setiap tahun. Aset tersebut berupa tanah, gedung dan bangunan serta sarana
mobilitas dan peralatan kantor yang semuanya dipergunakan untuk pelakasanaan
fungsi pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dan kelancaran pelaksanaan
tugas pemerintahan.
Pertumbuhan aset lancar yang negatif 11,91 persen menunjukan bahwa
kondisi aset Pemerintah Aceh Besar belum memuaskan, sehingga hasil
pemeriksaan BPK masih ditetapkan dengan status Wajar Dengan Pengecualian
(WDP). Status WDP ini juga dipengaruhi oleh masalah informasi, inventarisasi, dan
pembelian aset daerah yang belum terarah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Kewajiban, baik jangka pendek maupun jangka panjang, memberikan
informasi tentang utang pemerintah Kabupaten Aceh Besar kepada pihak ketiga
atau klaim pihak ketiga terhadap arus kas pemerintah Kabupaten Aceh Besar.
Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau
tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu yang dalam penyelesaiannya
9-12

mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.
Sampai dengan tahun 2011 Pemerintah Kabupaten Aceh Besar masih mempunyai
kewajiban jangka pendek terkait dengan utang perhitungan kepada pihak ketiga.
Kinerja Neraca Daerah Pemerintah Kabupaten Aceh Besar tergambar dalam
Tabel 9.4 dan 9.5 di bawah ini :
Tabel 9.4
Rata-rata Pertumbuhan Neraca Daerah
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007-2011
No
1
1.1.
1.1.1.
1.1.2.
1.1.3
1.2.
1.2.1.
1.2.2.
1.2.3.
1.2.4.
1.2.5.
1.2.6.
1.2.7.
1.3.
1.3.1.
1.3.2.
1.3.3.
1.3.4.
1.3.5.

Uraian
Aset
Aset Lancar
Kas
Piutang
Persediaan
Aset Tetap
Tanah
Peralatan dan mesin
Gedung dan bangunan
Jalan, irigasi,dan jaringan
Aset tetap lainnya
Kontruksi dalam pengerjaan
dst …….
Aset Lainnya
Tagihan penjualan angsuran
Tagihan tuntutan ganti kerugian daerah
Kemitraan dengan pihak kedua
Aset tak terwujud
dst……
Jumlah Aset Daerah

2
2.1.
2.1.1.
2.1.2.
2.1.3.
2.1.4.

Kewajiban
Kewajiban Jangka Pendek
Utang perhitungan pihak ketiga
Uang muka dari kas daerah
Pendapatan diterima dimuka
Dst……

3
3.1.
3.1.1.
3.1.2.
3.1.3.
3.1.4.
3.2.
3.2.1.
3.2.2.
3.2.3.

Ekuitas Dana
Ekuitas Dana Lancar
SILPA
Cadangan piutang
Cadangan persediaan
dst…….
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam aset tetap
Diinvestasikan dalam aset lainnya
dst…….
Jumlah Kewajiban dan Ekuitas Dana

Rata-rata Pertumbuhan
(%)
7,37
-11,91
-12,59
67,73
214,58
8,91
0,46
10,91
8,41
10,76
21,42
133,01
3,25

7,37
1.238,77
1.238,77
1.238,77

22,32
-3,22
-13,98
90,62
93,49
8,67
8,91

7,37

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012

9-13

Tabel 9.5
Analisis Rasio Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2009-2011
No

Uraian

1.

Rasio Lancar (current
ratio)
Rasio Quick (quick ratio)
Rasio Total Hutang
terhadap Total Aset
Rasio Hutang terhadap
Modal
Rata-rata Umur Piutang
Rata-rata Umur
Persediaan
Rasio ….(lainnya)

2.
3.
4.
5.
6.
Dst.

2009
(%)
8,16

2010
(%)
3.466,07

2011
(%)

32.296.016.098,94
0,00

22.466.610.160,00
0,00

32.348.466.052,49
0,00

0,00

0,00

0,00

0,00
0,00

0,00
0,00

0,00
0,00

0,00

0,00

0,00

114,64

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012

e.

Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah lima tahun terakhir dalam periode 2007-2011 tetap

mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah yang telah mengalami dua kali perubahan, yaitu Permendagri Nomor
13 Tahun 2006 dan Permendagri No 59 Tahun 2007. Di samping mengacu kepada
peraturan dan perundangan, juga memuat pokok-pokok kebijakan pemerintah agar
terciptanya sinkronisasi antara kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah
Kabupaten Aceh Besar, selain juga untuk keterpaduan

pelaksanaan program

pembangunan.
f.

Proporsi Penggunaan Anggaran
Selama periode 2009-2011, belanja aparatur daerah yang merupakan bagian dari

belanja tidak langsung

masih mendominasi belanja daerah, yaitu rata rata 71,68

persen. Besarnya porsi belanja aparatur ini disebabkan banyaknya jumlah PNS. Hingga
akhir tahun 2011, jumlah PNS mencapai 7.720 orang. Komposisi terbesar adalah di
Dinas Pendidikan (4.214 orang) dan Dinas Kesehatan (1.403 orang).
Belanja aparatur daerah belum mampu dihemat dan bahkan cenderung semakin
meningkat sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan gaji dan tunjangan
serta

adanya penyesuaian kenaikan pangkat dan kenaikan gaji berkala. Proporsi

9-14

persentase belanja aparatur yang dominan menyebabkan besarnya ketergantungan
penerimaan terhadap DAU dan DAK, sementara kontribusi PAD masih sangat terbatas.

Tabel 9.6
Proporsi Belanja Aparatur Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2009-2011

No

Tahun Anggaran

Total Belanja Aparatur
(Rp)

Total Pengeluaran
(Belanja +
Pembiayaan
Pengeluaran)
(Rp)

1.

2009

406.915.802.160,00

565.403.311.205,00

71,96%

2.

2010

436.182.115.792,00

605.914.589.127,00

71,98%

3.

2011

487.257.899.194,00

686.192.004.419,00

71,11%

6,19

6,67

-

Pertumbuhan Rata-rata

Persentase

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012

Belanja wajib dan mengikat merupakan pengeluaran yang wajib dibayar serta
tidak dapat ditunda pembayarannya dan dibayar pada setiap tahun anggaran seperti
gaji dan tunjangan pegawai serta anggota dan pimpinan DPRK, belanja bunga, termasuk
belanja bagi hasil kepada pemerintahan desa (alokasi dana gampong). Sedangkan
belanja periodik prioritas utama merupakan pengeluaran yang harus dibayar secara
periodik oleh pemerintah daerah dalam rangka menjamin keberlangsungan pelayanan
dasar prioritas pemerintah daerah, seperti pelayanan pendidikan dan kesehatan,
termasuk honorarium guru dan tenaga medis serta belanja sejenis lainnya.
Gambaran lebih rinci pengeluaran wajib dan mengikat serta prioritas utama dapat
dilihat dalam Tabel 9.7 dibawah ini :

9-15

Tabel 9.7
Pengeluaran Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2009 -2011
No

A.
1.
2.

3.
4.
B.
1.
2.
3.

4.
.
5.

Uraian

Belanja Tidak Langsung
Belanja Gaji dan Tunjangan
Belanja Penerimaan Anggota dan
Pimpinan DPRD serta Operasional
KDH/WKDH
Belanja Bunga
Belanja Bagi Hasil
Belanja Langsung
Belanja Honorarium PNS Khusus Guru
dan Tenaga Medis
Belanja Beasiswa Pendidikan PNS
Belanja Jasa Kantor Khusus Tagihan
Bulanan Kantor seperti Listrik, Air,
Telepon dan Sejenisnya)
Belanja Sewa Gedung Kantor (yang
Telah Ada Kontrak Jangka Panjangnya)
Belanja Sewa Perlengkapan dan
Peralatan Kantor (yang Telah Ada
Kontrak Jangka Panjangnya)

2009
( Rp)

2010
( Rp)

2011
( Rp)

325.786.163.044,00

436.182.115.792,00

487.257.899.194,00

Rata-rata
Pertumbuhan
(%)
6,19

287.083.553.044,00
2.054.010.000,00

305.629.739.090,00
2.054.010.000,00

337.246.488.548,00
1.194.060.000,00

5,51
-16,54

0,00
36.648.600.000,00

0,00
36.689.200.000,00

0,00
33.714.382.000,00

-2,74

26.730.267.710,00
13.931.414.625,00

119.732.473.335,00
0,00

197.934.105.005,00
3.037.880.000,00

94,91
-39,81

842.850.000,00
11.130.464.335,00

896.000.000,00
8.010.087.170,00

415.000.000,00
18.629.967.275,00

-21,04
18,73

609.306.750,00

610.489.822,00

482.806.000,00

-7,46

216.232.000,00

190.600.000,00

161.115.000,00

-9,34

C.
1.
2.

Pembiayaan Pengeluaran
Pembentukan Dana Cadangan
Pembayaran Pokok Utang
Total ( A+B+C)
352.516.430.754,00
555.914.589.127,00
Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012 (diolah)

685.192.004.199,00

24,80

9-16

Tabel 9.8
Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah
Untuk Mendanai Pembangunan Daerah
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013-2017
No

1.
2.
3.

Uraian

Pendapatan
Pencairan Dana Cadangan (sesuai
Perda)
Sisa Lebih Riil Perhitungan Anggaran

Tahun 2013
( Rp)
876.969.412.000,-

Tahun 2014
( Rp)
938.357.270.000,-

25.000.000.000,26.750.000.000,903.719.412.000,-

Total Penerimaan
963.357.270.000,Dikurangi
4. Belanja dan Pengeluaran
754.811.204.618,792.551.765.000,Pembiayaan yang Wajib dan
Mengikat serta Prioritas Utama
Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan 148.908.207.382,170.805.505.000,Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012

g.

Proyeksi
Tahun 2015
( Rp)
1.004.042.278.000,-

Tahun 2016
( Rp)
1.070.000.000.000,-

Tahun 2017
( Rp)
1.144.000.000.000,-

20.000.000.000,-

20.000.000.000,-

25.000.000.000,1.029.042.278.000,-

1.090.000.000.000,-

1.164.000.000.000,-

832.179.353.000,-

873.788.320.000,-

196.862.925.000,-

216.211.680.000,-

917.477.736.000,-

246.522.264.000,-

Proyeksi Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan

Belanja tidak langsung masih mendominasi terhadap total belanja daerah. Kondisi ini lebih disebabkan oleh adanya pengeluaran
wajib untuk kebutuhan belanja gaji dan tunjangan aparatur, belanja DPRD, termasuk kebutuhan riil lainnya dalam rangka menunjang
tugas-tugas pemerintahan.
Proyeksi belanja tidak langsung untuk periode 2013-2017 semakin meningkat kebutuhannya seiring dengan kebijakan perbaikan
gaji dan tunjangan aparatur serta kenaikan yang diakibatkan oleh perubahan kepangkatan serta perubahan atas gaji berkala. Proyeksi
rata-rata petumbuhan baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung antara 5,0% hingga 10,0% sebagaimana diproyeksikan dalam
tabel berikut ini:
9-17

Tabel 9.9
Proyeksi Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan
Kabupaten Aceh Besar 2013-2017
No

Uraian

Data Tahun Dasar
(Rp)

Tingkat
Pertumbuhan
(Rp)

Tahun n+2
( Rp)
549.450.336.600

Proyeksi
Tahun n+3
( Rp)
583.462.866.800

Tahun n+4
( Rp)
619.580.868.900

Tahun n+5
( Rp)
659.934.677.400

A.

Belanja Langsung

487.257.899.194,00

6,19

Tahun n+1
( Rp)
517.420.541.300

1.
2.

Belanja Gaji dan Tunjangan

337.246.488.548,00
1.194.060.000,00

5,51
11,87

355.844.680.300
1.313.466.000,00

375.468.509.800
1.432.872.000,00

396.174.538.200
1.552.278.000,00

418.022.445.600
1.671.684.000,00

441.075.203.400
1.791.090.000,00

0,00
33.714.382.000,00

-2,74

37.085.820.200,00

40.457.258.400,00

43.828.696.600,00

47.200.134.800,00

50.571.573.000,00

197.934.105.005,00
3.037.880.000,00

94,91
-39,81

217.727.515.506,00
3.341.668.000,00

237.520.926.006,00
3.645.456.000,00

257.314.336.507,00
3.949.244.000,00

277.107.747.007,00
4.253.032.000,00

296.901.157.508,00
4.556.820.000,00

415.000.000,00

-21,04

456.500.000,00

498.000.000,00

539.500.000,00

581.000.000,00

622.500.000,00

3.
4.

Belanja Penerimaan
Anggota dan Pimpinan
DPRD serta Operasional
KDH/WKDH
Belanja Bunga
Belanja Bagi Hasil

B.
1.

Belanja Langsung

2.

Belanja Beasiswa
Pendidikan PNS

3.

Belanja Jasa Kantor (Khusus
Tagihan Bulanan Kantor
seperti listrik, air, telepon
dan sejenisnya)

18.629.967.275,00

18,73

20.492.964.003,00

22.355.960.730,00

24.218.957.458,00

26.081.954.185,00

279.449.950.913,00

4.

Belanja sewa gedung
kantor (yang telah ada
kontrak jangka panjangnya)

482.806.000,00

-7,46

531.086.600,00

579.367.200,00

627.647.800,00

675.928.400,00

724.209.000,00

5.

Belanja sewa perlengkapan
dan peralatan kantor (
yang telah ada kontrak
jangka panjangnya)
Pembiayaan Pengeluaran

161.115.000,00

-9,34

177.226.500,00

193.338.000,00

209.449.500,00

225.561.000,00

241.672.500,00

685.192.004.199,00

24,80

753.711.204.619,00

822.230.405.039,00

890.749.605.459,00

959.268.805.879,00

1.027.788.006.299,00

C.

Belanja Honorarium PNS
Khusus Guru dan Tenaga
Medis

1.

Pembentukan Dana
Cadangan

2.

Pembayaran Pokok Utang
Total Belanja Wajib dan
Pengeluaran yang Wajib
Mengikat serta Prioritas
Utama

9-18

9.3. Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi
pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir
yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta. Investasi
pemerintah Kabupaten Aceh Besar bidang cipta karya.
9.3.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN
dalam 5 Tahun Terakhir
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda,
Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan
kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan
Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal
(SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (Permen PU No. 14 Tahun 2011). Data
dana

yang

dialokasikan

pada

suatu

kabupaten/kota

perlu dianalisis untuk

melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk
mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan
melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN

yang

dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air
minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan
sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan
kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.
Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang

diselenggarakan

melalui

proses

pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan
berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu
dilihat

alokasi

dalam

5

tahun

terakhir

sehingga

bisa

dianalisis

perkembangannya.
9-19

9.3.2. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD
dalam 5 Tahun Terakhir
Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman
di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta
Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta
Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan
infrastruktur yang sudah ada.
9.3.3. Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5
Tahun Terakhir
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu
untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial
sekaligus

untuk

menghasilkan

laba

(social

oriented)

bagi perusahaan maupun sebagai sumber

pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah
yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air
minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan
daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam
meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari
perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan
infrastruktur Cipta Karya.
Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta
Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber
daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP-SPAM
untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau
sakit.
9.3.4. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta
dalam 5 Tahun Terakhir
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah,
maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta
9-20

Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang
berpotensi cost- recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan
non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67
Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum
Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam
UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal.
9.4. Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya
Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan
bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka
dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan
daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.
9.4.1. Proyeksi APBD 5 tahun ke depan
Proyeksi

APBD

dalam

lima

tahun

ke

depan

dilakukan dengan melakukan

perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima

tahun

terakhir

menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan
belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun
ke depan dengan asumsi proporsinya

sama

dengan

rata-rata proporsi tahun-

tahun sebelumnya.
Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan
metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).
Net Public Saving
Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah
setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain,
NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS
menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya.
Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk
melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya.
9-21

Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:
Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio/DSCR)
Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk
menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman
Daerah dapat bersumber dari Pemerintah,
keuangan

Pemerintah

Daerah

lain,

lembaga

bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi).

Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah
wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan
ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun
sebelumnya;
b. Memenuhi

ketentuan

rasio

kemampuan

keuangan

daerah

untuk

mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.
d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah,
Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan
atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan
keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal
Service

Cost

Ratio

(DSCR).

dengan

Debt

Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal

adalah 2,5. DSCR ini menunjukan

kemampuan

pemerintah

untuk

membayar

pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah
9.4.2. Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah
Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang
pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan.
Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima
tahun ke depan dalam bentuk business plan.
9.4.3. Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya
Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu
menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama
pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta.
9-22

9.5. Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang
Cipta Karya
Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat
ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang
meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta
dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan
investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan
pendanaan dari berbagai sumber.

9.5.1. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan
kegiatan yang ada dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya dapat dihitung melalui hasil
analisis yang telah dilakukan.
9.5.2. Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya
Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk
memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada
dalam RPI2-JM, maka Pemerintah Kabupaten Aceh besar menyusun suatu set strategi
untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman.

9-23