BAB IX ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN ACEH BESAR - DOCRPIJM 804e23b935 BAB IXBAB 9

BAB IX
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN ACEH BESAR

Peraturan Pemerintah no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara

Pemerintah,

Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya
merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah
Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana
Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping
membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu

juga


perlu

mengalokasikan

anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang
telah terbangun.Namun, seringkali Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan fiskal
dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung
meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa
pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan
pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari
masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan
bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman
mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan
investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya
bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi


kapasitas

belanja

pemerintah

daerah

dalam

melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya,
b. Mengidentifikasi

alternatif

sumber

pembiayaan

antara


lain

dari

masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang
Cipta Karya,
c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.
9-1

9.1. Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam
peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang- undangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan

yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik

luar negeri, pertahanan,

keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk
mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumbersumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan
Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan
untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005
Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana
Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui
rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk
mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional.
Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis.


9-2

4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan
pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan,
termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara
bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang
merupakan urusan bersama

diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber

pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan
urusan yang didesentralisasikan.

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011

Tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah
Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah
Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi
diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda
wajib memenuhi persyaratan:
a.

total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75%
penerimaan APBD tahun sebelumnya;

b.

memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit
2,5;

c.

persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;


d.

tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
bersumber dari pemerintah;

e.

pinjaman

jangka

menengah

dan

jangka

panjang

wajib


mendapatkan persetujuan DPRD

9-3

6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005
Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
(dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala
Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha
adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana
persampahan.

7.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri
59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
c. Pembiayaan

Daerah

meliputi:

Pembiayaan

Penerimaan

dan

Pembiayaan Pengeluaran.

8.

Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010
Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur:
Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta

Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah
sebagai berikut:
a.

Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan
sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan
rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk
daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi
DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan
dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goal’s (MDG’s)
yang mempertimbangkan:
9-4

b.



Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;




Tingkat kerawanan air minum.

Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada
masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan
melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan
untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan
memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

9.



kerawanan sanitasi;



cakupan pelayanan sanitasi.

Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang
Merupakan

Kewenanangan

Pemerintah

dan

Dilaksanakan

Sendiri:

Dalam

menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk
satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan
Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang
diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur kePU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka
keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

Berdasarkan

peraturan

perundangan

tersebut,

dapat

disimpulkan bahwa lingkup

sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan
Cipta Karya meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan
Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang
Air Minum dan Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana
9-5

lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur
permukiman dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB)
dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan
infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan
swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian
pemeliharaan

prasarana

yang telah

dan

terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan

prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan
direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2. Profil APBD Kabupaten Aceh besar
Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir
dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir.
Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah
sebagai berikut:
1.

Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.

2.

Pendapatan Daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

3.

Pembiayaan

Daerah

meliputi:

Pembiayaan

Penerimaan

dan

Pembiayaan Pengeluaran.
9.3. Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi
pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir
yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.
9-6

9.3.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam
5 Tahun Terakhir
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda,
Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan
kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen
Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai
dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data

dana

yang

dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi
anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk
mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui
penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke
daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah sesuai prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air
minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan
sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan
kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.
Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang
pemberdayaan masyarakat. Besar

DAK

diselenggarakan

ditentukan

oleh

melalui

Kementerian

proses
Keuangan

berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat
alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.

9.3.2. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam
5 Tahun Terakhir
Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di
daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan
9-7

bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap
total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi
pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah
ada.

9.3.3. Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun
Terakhir
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk
menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social
untuk

menghasilkan

laba

oriented)

sekaligus

bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan

pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak
dalam

bidang

pelayanan

bidang

Cipta

Karya,

seperti

di

sektor

air minum,

persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu
dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan
dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat
menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.
Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya
berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya
manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP-SPAM untuk
diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit.

9.3.4. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta

Karya Bersumber dari Swasta

dalam 5 Tahun Terakhir
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka
dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya
melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi
cost- recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost
recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 2005
Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama
9-8

Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan
hukum

untuk

pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

9.4. Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya
Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan
bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka
dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah,
dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.
9.4.1. Proyeksi APBD 5 tahun ke depan
Proyeksi

APBD

dalam

lima

tahun

ke

depan

dilakukan

perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima

dengan melakukan
tahun

terakhir

menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan
belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke
depan dengan asumsi proporsinya

sama

dengan

rata-rata

proporsi

tahun-tahun

sebelumnya.
Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode
analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).
Net Public Saving
Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah
setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS
merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi
dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi
APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran
pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya.
Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:
Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio/DSCR)
Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup
9-9

defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat
bersumber dari Pemerintah,

Pemerintah

Daerah

lain,

lembaga

keuangan

bank,

lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30
Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik
tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
b. Memenuhi

ketentuan

rasio

kemampuan

keuangan

daerah

untuk

mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.
d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah,
Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas
pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan
daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal

dengan

Debt

Service

Cost

Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini
menunjukan

kemampuan

pemerintah

untuk

membayar

pinjaman, sekaligus

memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah

9-10

9.4.2. Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah
Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam

bidang

pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan.
Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima tahun
ke depan dalam bentuk business plan.

9.4.3. Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya
Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu
menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama
pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta
9.5. Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta
Karya
Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan
dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi
sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan
masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan
bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.

9.5.1. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan
yang ada dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah
dilakukan.
9.5.2. Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya
Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk
memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam
RPI2-JM, maka Pemerintah Kabupaten Aceh besar menyusun suatu set strategi untuk
meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman.

9-11