BAB II Teori tentang Strategi Pemetaan Struktur Isi Bacaan, Kemampuan Memahami dan Menceritakan Isi Bacaan 2.1 Tinjauan Teori - PENERAPAN STRATEGI PEMETAAN STRUKTUR ISI BACAAN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCERITAKAN KEMBALI ISI BACAAN (Studi Eksperimen

BAB II Teori tentang Strategi Pemetaan Struktur Isi Bacaan, Kemampuan Memahami dan Menceritakan Isi Bacaan

2.1 Tinjauan Teori

  Penelitian tentang penerapan strategi pemetaan struktur isi bacaan (SPSIB) dalam pembelajaran membaca pemahaman untuk meningkatkan kemampuan menceritakan kembali isi bacaan pada siswa kelas V SD Negeri Bringkeng 03 kecamatan Kawunganten kabupaten Cilacap yang peneliti laksanakan, didasarkan pada kajian teoretik yang relevan dengan pembelajaran membaca pemahaman dan teori bercerita dengan mengadopsi mind mapping, yang memunculkan rangkaian gagasan, sehingga secara tidak langsung anak dapat menyusun aliran kata yang ada dalam benaknya, dan bisa menuliskan apa yang ada dalam pikirannya (Buzan, 2008: 139). Berikut ini akan dikaji berbagai teori yang dijadikan sebagai landasan teoretik dalam penelitian ini. Adapun teori yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Strategi

  Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus ( Santosa, 2007: 1.15). Di dalam proses pembelajaran guru harus memiliki strategi, menguasi teknik , dan memahami karakteristik setiap teknik penyajian agar siswa dapat menyerap materi, dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. salah satu unsur strategi pembelajaran adalah menguasai teknik-teknik atau menguasai metode dalam mengajar.

  2. Pemetaan

  Pemetaan dari kata peta, memetakan berarti menggambarkan, melukisan dari suatu obyek tertentu (Purwodarminto, 2005: 885). Pemetaan struktur isi bacaan dalam penelitian ini, yang peneliti maksudkan adalah kegiatan menyusun peta isi bacaan berbentuk jaringan untuk menvisualisasikan hubungan antaride yang ada dalam bacaan menggunakan berbagai bentuk pola hubungan antaride, seperti pola sebab-akibat, pola perbandingan kontras, pola pemecahan masalah, dan pola diskripsi atau koleksi.

  3. Struktur Bacaan Setiap bacaan memiliki struktur, yang sering disebut ‘struktur bacaan’.

  Menurut Suparno dan Martutik (1998: 22-28) struktur bacaan adalah organisasi ide atau elemen yang membentuk teks atau bacaan. Elemen-elemen pembentuk struktur bacaan dapat dibedakan atas nilai informasinya, sifat kehadirannya, maupun kronologi kehadirannya.

  Berdasarkan nilai informasinya, elemen-elemen yang membentuk struktur bacaan dibedakan atas elemen inti dan elemen luar inti. Elemen inti berisi informasi yang utama dan penting, sedangkan elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan atau informasi yang kurang penting.

  Letak elemen inti pada tubuh bacaan, yaitu pada paragraf-paragraf utama bukan pada paragraf pembuka atau penutup.

  Dilihat dari kehadirannya, elemen-elemen bacaan dibedakan atas elemen wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib merupakan elemen yang kehadirannya di dalam bacaan bersifat wajib. Jika elemen ini tidak ada, maka akan merusak isi bacaan. Sebaliknya, elemen manasuka sifat kehadirannya tidak wajib dalam bacaan, sehingga ketidakhadiran elemen ini tidak akan merusak isi bacaan.

  Menurut kronologi kehadirannya, elemen-elemen bacaan dibedakan atas elemen pembuka, elemen inti dan elemen penutup. Elemen pembuka merupakan bagian bacaan yang berfungsi mengantarkan uraian kearah inti pembicaraan. Letak elemen ini berada ada awal bacaan. Elemen inti merupakan bagian bacaan yang berfungsi menguraikan inti pembicaraan. Letak elemen ini berada pada bagian tengah bacaan. Yaitu di antara elemen pembuka dan elemen penutup. Elemen penutup merupakan bagian bacaan yang berfungsi mengakhiri bacaan, sehingga letak bagian ini berada pada akhir bacaan. Keraf (1990: 63-64 ) menamakan ketiga bagian ini dengan sebutan alinia pembuka, alinia penghubung, dan alinia penutup.

Bagan 2.1 Elemen Struktur Bacaan oleh Suparno dan Martutik (1998: 29)

  Elemen Elemen Elemen  pembuka   inti   penutup 

4. Bacaan a. Pengertian Bacaan

  Bacaan atau wacana tersaji secara tertulis. Dalam pembelajaran bahasa, satuan bahasa ini disebut wacana tulis. Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan.

  Menurut Syamsuddin (2011: 7) wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.

  Bentuknya dapat berupa rangkaian ujaran atau rangkaian kalimat. Dalam kaitan ini, rangkaian ujaran atau rangkaian kalimat merupakan dua istilah yang digunakan dalam konteks yang berbeda. Rangkaian ujaran, digunakan dalam konteks komunikasi lisan, sedangkan rangkaian kalimat digunakan dalam komunikasi tulis yang lazim disebut teks atau bacaan. Wacana lain yang berupa percakapan, pidato, kutbah dan sebagainya disebut wacana lisan, wacana yang demikian itu tak dapat disebut bacaan.

  Kridalaksana (2011: 259) dalam kamus linguistiknya, memberikan makna wacana sebagai satuan bahasa terlengkap yang dalam hirarki gramatikal merupakan tataran tertinggi atau terbesar. Bentuknya berupa karangan utuh, seperti novel, dapat pula berupa bagian dari karangan seperti paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat lengkap.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Moeliono (1991: 1005) wacana dimaknai sebagai ucapan, perkataan atau tutur, keseluruhan tuturan yang merupakan kesatuan, dan kesatuan bahasa terlengkap yang realisasinya berbentuk karangan utuh. Seperti novel, buku dan artikel, jadi wacana bisa berbentuk lisan maupun tulisan.

  Bacaan, dalam penelitian ini diberi makna yang sama dengan wacana tertulis, yaitu penggunaan rangkaian kalimat yang berkesinambungan, memiliki kohesi dan koherensi, serta memiliki awal dan akhir yang sama. Realisasinya berbentuk karangan utuh yang disebut bacaan atau teks dan biasa terdapat di dalam buku, surat kabar, majalah atau media tulis lainnya, sedangkan penggunaan rangkaian ujaran dalam komunikasi sosial secara nyata, tidak termasuk dalam pengertian bahasa.

b. Jenis-jenis Bacaan

  Menurut Lamzon dalam Syamsuddin (2011: 13) wacana ditinjau dari segi cara penyusunan, isi, dan sifatnya, terdiri dari beberapa jenis. Beberapa diantaranya adalah yang bersifat naratif, prosedural, hortatorik, ekspositorik, dan diskriptif.

  Sedangkan jenis bacaan berdasarkan tujuan atau isi uraian masalahnya, menurut Suparno dan Martutik (1998: 4.13-4.20) dibedakan atas: bacaan eksposisi, deskripsi, narasi, argumentasi, dan persuasi. Informasi yang disampaikan melalui jenis bacaan eksposisi di dalamnya sudah mencakup uraian pelukisan, uraian proses, penjelasan, dan uraian pendapat. Dengan demikian, fungsi keempat jenis bacaan itu sebenarnya sudah tercakup ke dalam jenis bacaan eksposisi.

  Pada uraian lain Suparno dan Martutik(1998: 4.24) menjelaskan bahwa bacaan eksposisi ada yang bersifat deskriftif, argumentatif, dan ada pula yang bersifat persuatif. Bacaan eksposisi yang bersifat deskriptif berisi lukisan atau penggambaran tentang sesuatu, sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu yang didengar, dilihat atau dirasakan oleh penulisnya. Tujuan yang ingin dicapai pada jenis bacaan ini adalah pembentukan suatu citra (imanjinasi) tentang sesuatu pada diri pembacanya.

  Untuk memahami jenis bacaan ini, pembaca harus banyak melibatkan aspek emosi.

  Bacaan eksposisi yang bersifat argumentatif berisi pendapat, gagasan atau konsep-konsep tertentu. Untuk memperkuat gagasan dan pendapat yang diungkapkan dalam jenis bacaan ini, penulis biasanya memberikan penjelasan disertai dengan bukti-bukti agar gagasan atau pendapat yang diungkapkannya diyakini kebenarannya oleh pembaca. Pengembangan isi bacaan pada umumnya bertolak dari isu-isu yang kontroversial dan menjadi perhatian publik. Untuk meyakinkan pembaca terhadap kebenaran isu tersebut, penulis sering menjelaskan dengan memberikan alasan-alasan yang logis, sehingga aspek yang banyak terlibat dalam memahami bacaan ini adalah aspek logika. (Suparno dan Martutik, 1998: 425-426)

  Bacaan ekposisi yang bersifat persuasif berisi informasi yang ditujukan untuk mempengaruhi pendapat/opini pembaca. Tujuannya adalah untuk meyakinkan dan membujuk pembaca agar meyakini kebenaran informasi yang terdapat didalam bacaan, pembaca juga diharapkan bersedia melakukan ajakan/perbuatan sesuai dengan informasi yang dikemukakan oleh penulisnya.

  Untuk maksud tersebut penulis berusaha memberikan alasan-alasan tertentu, baik untuk memperkuat isu-isu yang dikemukakannya, maupun untuk membakar emosi pembacanya. Alasan yang diungkapkan pada jenis bacaan ini bisa bersifat logis dan bisa pula bersifat emosional. Oleh karena itu, aspek yang terlibat dalam memahami jenis bacaan ini adalah aspek logika dan emosi (Suparno, Martutik, 1998: 4.28)

  Bacaan eksposisi yang bersifat ekpositoris, Supriyadi (1993: 273) menjelaskan bahwa jenis bacaan ini berisi informasi, penjelasan, proses, atau petunjuk tentang sesuatu. Tujuan utama jenis bacaan ini adalah menjelaskan sesuatu hal kepada pembacanya. Bacaan jenis ini isinya berupa konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh pembacanya, sehingga untuk memperjelas informasi penulis sering melengkapi uraiannya dengan ilustrasi, gambar- gambar, peta, atau grafik. Oleh karena aspek yang terlibat dalam memahami jenis bacaan ini diperlukan proses berfikir logis pada diri pembacanya.

  Pengertian bacaan eksposisi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis bacaan eksposisi dalam pengertian luas, yang di dalamnya tercakup juga jenis bacaan yang bersifat deskriptif, argumentatif maupun persuasif.

5. Membaca Pemahaman a. Pengertian Membaca Pemahaman

  Kegiatan membaca pemahaman merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mendalam serta pemahaman tentang apa yang dibaca. Menurut Guszak dalam Ahuja (2010: 51) secara garis besar, ketrampilan membaca pemahaman meliputi: melokalisasikan informasi, mengingat, mengorganisasi, meramalkan hasil, mengembangkan gagasan, dan mengevaluasi dengan kritis. Membaca pemahaman adalah pemahaman arti atau maksud dalam suatu bacaan melalui tulisan. Kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara terulis oleh pihak lain. Kemampuan ini tidak hanya berkaitan dengan simbol-simbul tertulis, tetapi juga memahami pesan atau berkaitan atau makna yang disampaikan oleh penulis (Solchan, 2008: 1.33).

  Depinisi ini sangat menekankan pada dua hal yang pokok dalam membaca, yaitu bahasa itu sendiri dan simbol grafik tulisan yang menyajikan informasi yang berwujud bacaan. Jadi, seseorang yang melakukan kegiatan membaca pemahaman harus menguasai bahasa atau tulisan yang digunakan dalam bacaan yang dibacanya dan mampu menangkap informasi atau isi bacaan tersebut.

  Untuk dapat memahami isi suatu bahan bacaan dengan baik diperlukan adanya kemampuan membaca pemahaman yang baik pula. Pemahaman merupakan salah satu aspek yang penting dalam kegiatan membaca, sebab pada hakikatnya pemahaman suatu bahan bacaan dapat meningkatkan ketrampilan membaca itu sendiri dan tujuan tertentu yang hendak dicapai. Jadi, kemampuan membaca dapat diartikan sebagai kemampuan dalam memahami bahan bacaan. Tujuan membaca adalah pemahaman bukan kecepatan (Tarigan, 1987: 37).

  Kemampuan membaca sangat kompleks dan bukan hanya kemampuan teknik membacanya saja tetapi juga kemampuan dalam pemahaman interpretasi isi bacaan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, secara sederhana dapat ditarik simpulan bahwa membaca pemahaman adalah kegiatan membaca untuk memahami isi bacaan, baik yang tersurat maupun yang tersirat dari bahan bacaan tersebut.

b. Aspek-aspek Membaca Pemahaman

  Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Agar seseorang mampu mencapai suatu tingkat pemahaman, seharusnyalah ia mengalami proses yang cukup panjang. Oleh karenanya, kita perlu mengenal dan menguasai beberapa aspek dalam membaca pemahaman. Menurut Tarigan dan Tarigan (1987: 12) aspek-aspek dalam membaca pemahaman meliputi: (1) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), (2) memahami signifikansi atau makna, (c) evaluasi atau penilaian, (d) kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.

  Di dalam membaca pemahaman, si pembaca tidak hanya dituntut hanya sekedar mengerti dan memahami isi bacaan, tetapi ia juga harus mampu menganalisis atau mengevaluasi dan mengaitkannya dengan pengalaman- pengalaman dan pengetahuan awal yang telah dimilikinya.

c. Tujuan Membaca Pemahaman

  Apabila kita melakukan sesuatu kegiatan, tentulah kita mampunyai tujuan tertentu yang hendak kita capai. Demikian halnya di dalam membaca pemahaman juga mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tarigan dan Tarigan (1987: 36) menjelaskan tujuan membaca pemahaman adalah untuk memperoleh sukses dalam pemahaman penuh terhadap argumen-argumen yang logis, urutan-urutan etoris atau pola-pola teks, pola-pola simbolisnya, nada- nada tambahan yang bersifat emosional dan juga sarana-sarana linguistik yang dipergunakan untuk mencapai.

  Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan membaca pemahaman mencakup beberapa hal. Jelasnya membaca pemahaman diperlukan bila kita ingin mempelajari dan memahami masalah yang kita baca sampai pada hal-hal yang sangat detail.

d. Tingkatan Membaca Pemahaman

  Aspek-aspek keterampilan untuk memahami isi bacaan itu ada bermacam-macam. Empat tingkatan atau kategori pemahaman membaca, yaitu literal, inferensial, kritis, dan kreatif.

  Syafi’ie ( 1994: 15) menjelaskan empat tingkat pemahaman itu sebagai berikut: 1) pemahaman literal adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Pemahaman literal merupakan pemahaman tingkat paling rendah. Walaupun tergolong tingkat rendah, pemahaman literal tetap penting, karena dibutuhkan dalam proses pemahaman bacaan secara keseluruhan. Pemahaman literal merupakan prasyarat bagi pemahaman yang lebih tinggi;

  2) pemahaman inferansial adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara tidak langsung (tersirat) dalam teks. Memahami teks secara inferensial berarti memahami apa yang diimplikasikan oleh informasi-informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Dalam hal ini, pembaca menggunakan informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks, latar belakang pengetahuan, dan pengalaman pribadi secara terpadu untuk membuat dugaan atau hipotesis; 3) pemahaman kritis merupakan kemampuan mengevaluasi materi teks. Pemahaman kritis pada dasarnya sama dengan pemahaman evaluatif. Dalam pemahaman ini, pembaca membandingkan informasi yang ditemukan dalam teks dengan norma-norma tertentu, pengetahuan, dan latar belakang pengalaman pembaca untuk menilai teks;

  4) pemahaman kreatif merupakan kemampuan untuk mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks yang sesuai dengan standar pribadi dan standar profesional.

  Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu meningkatkan kemampuan memahami dan menceritakan kembali isi bacaan tingkat sekolah dasar, tidak semua tingkatan diteliti. Penelitian ini hanya menfokuskan pada dua jenjang saja, yaitu jenjang literal dan jenjang interensial. Hal ini karena pada kedua jenjang tersebut sudah tercakup detail-detail kemampuan yang terkait dengan aktivitas memahami dan menceritakan isi bacaan dengan kata-kata sendiri.

6. Menceritakan Kembali Isi Bacaan a. Pengertian

  Kegiatan menceritakan kembali isi bacaan di dalam pembelajaran membaca di SD sebenarnya merupakan salah satu ketrampilan dalam pembelajaran membaca pemahaman. Dalam kegiatan menceritakan kembali biasa diawali dengan kegiatan meringkas.

  Dalam menceritakan kembali isi bacaan, kreativitas siswa di dalam merekontruksi kembali isi bacaan berdasarkan daya kognisinya sangat diperlukan. Selain itu, dalam proses pengembangan kalimat, penguasaan kosa kata merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki oleh siswa. Jika meringkas isi bacaan lebih ditekankan pada upaya pengungkapan ide-ide pokok paragraf, sedangkan menceritakan kembali isi bacaan lebih luas dari itu.

  Pengungkapan ide-ide pokok paragraf, memang penting, tetapi hubungan keterkaitan antara ide pokok dan ide penjelas serta hubungan keterkaitan antara ide pokok yang satu dengan ide pokok lain menjadi lebih penting dalam menceritakan kembali isi bacaan. Keterkaitan hubungan antaride akan memberikan gambaran yang jelas tentang pola urutan, penjelasan, persejajaran, perbandingan, maupun sebab-akibat sesuai bacaan yang dibacanya.

  Tarigan dan Tarigan (1987: 151) menjelaskan bukti bahwa siswa telah memahami isi bacaan ialah apabila dapat menceritakan isi bacaan itu kembali.

  Untuk sampai pada tujuan tersebut maka pembaca harus dapat memilih dan menetapkan kata kunci, kalimat topik, struktur bacaan dalam bentuk skema, dan menjawab pertanyaan siapa, apa, dimana, bilamana, mengapa, dan bagaimana.

  Dari uraian di atas, peneliti berpendapat bahwa menceritakan kembali isi bacaan sesungguhnya merupakan rekontruksi isi bacaan, maka keaslian bentuk dan urutan ide-idenya harus tetap dipertahankan. bentuknya bisa lebih ringkas, atau bahkan lebih luas dari bacaan aslinya. Yang terpenting dalam menceritakan kembali isi bacaan adalah gambaran isi keseluruhan bacaan harus jelas sesuai bacaan aslinya bisa terurai dan bisa pula ringkas, akan tetapi siswa tidak boleh membuat komentar tambahan dari isi bacaan aslinya.

b. Tujuan

  Tujuan secara umum dari ketrampilan ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menangkap gagasan-gagasan penting dari bacaan yang telah dibacanya. Realisasinya berbentuk kemampuan mengungkapkan kembali isi bacaan oleh siswa menggunakan bahasa sendiri.

  Tujuan utama menceritakan isi bacaan dalam pembelajaran membaca adalah pemahaman terhadap isi bacaan. Kegiatan menceritakan kembali isi bacaan dalam pembelajaran membaca pemahaman, keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran membaca.

  Melalui kegiatan menceritakan kembali isi bacaan ini, diharapkan pemahaman siswa terhadap isi bacaan akan lebih mendalam. Latihan-latihan insentif menceritakan kembali isi bacaan dan kegiatan membaca dapat membimbing siswa melakukan kegiatan baca secara lebih cermat. Demikian pula dapat melatih kepekaan siswa dalam menggali ide-ide pokok bacaan dan melatih kemampuan siswa menghubung-hubungkan kembali ide-ide bacaan kedalam bentuk bacaan yang runtut (Keraf, 1990: 261).

  Menceritakan kembali isi bacaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas pengungkapan kembali ide-ide pokok yang ada dalam bacaan secara runtut dan sitematis sesuai dengan urutan pola keterkaitan antaride yang ada di dalam bacaan.

  Tujuan yang diharapkan dicapai siswa dalam menceritakan kembali isi bacaan adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Berdasarkan peta struktur isi bacaan ini, siswa dibimbing menceritakan kembali isi bacaan menggunakan bahasa sendiri, realisasinya dapat berbentuk lisan maupun tertulis.

7. Pembelajaran Membaca Pemahaman dalam Kurikulum SD a. Tujuan Pembelajaran Membaca Pemahaman

  Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD dalam Kurikulum yang berpedoman pada BSNP adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan; (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat; (4) menggunakan bahasa untuk meningkatkan kemampuan intelektual; (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan; (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia (Permendiknas no 22 tahun 2006, Standar Isi: 311).

  Tujuan membaca pemahaman menurut Joni (1990: 1-2) adalah tercapainya kemahirwacanaan, yaitu kemampuan membaca yang ditandai oleh adanya kemampuan membaca dalam memaknai, meringkas, menjelaskan, dan menyintesiskan informasi yang terdapat di dalam bacaan. Tujuan membaca pemahaman yang peneliti harapkan , agar siswa kelas V SD mampu membaca cepat dan memahami isinya, serta dapat memaknai kata-kata sukar, dan dapat mencritakan kembali isi bacaan baik secara lisan maupun tulis.

b. Bahan Bacaan Untuk Siswa SD

  Materi bacaan perlu dipilih sebelum ditetapkan sebagai bahan pembelajaran. bahan bacaan yang digunakan dalam pembelajaran membaca harus informatif dan dapat digukanan sebagai penyalur bahasa. Dengan kata lain, informasi yang diperoleh dari bacaan hendaknya merupakan sesuatu yang bermakna dan bermanfaat bagi kebutuhan intelektual Siswa. Bahan pelajaran yang cocok dengan tujuan dan sesuai dengan jenjang tingkatan belajar tertentu akan lebih mudah mudah diserap (Chaer, 2004: 204).Oleh karena itu, pemilihan bahan bacaan harus didasarkan pada analisis kebutuhan, latar belakang sosial budaya, tujuan serta potensi dan gaya belajar siswa.

  Bahan bacaan yang digunakan dalam pembelajaran membaca harus sesuai dengan tingkat perkembangan pshikologis, lingkungan, dan nilai-nilai moral yang ingin dikembangkan. Atas dasar itu, aspek utama yang dijadikan dasar pemilihan bahan bacaan adalah aspek bahasa dan aspek isi.

c. Pendekatan Pembelajaran Membaca di SD

  Pendekatan di dalam pembelajaran adalah cara efektif untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Pada hakekatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Itulah sebabnya sejak diberlakukan Kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa digunakan pendekan komunikatif. Dengan pendekatan komunikatif ini siswa harus diberi kesempatan sebanyak- banyaknya untuk melakukan komunikasi baik secara lisan maupun tulis (Sulchan, dkk, 2008: 3.20) terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran membaca, yaitu pendekatan elementeristik dan pendekatan holistik.

  Pendekatan elementeristik adalah suatu pendekatan pembelajaran membaca yang mendasarkan pada asumsi bahwa bacaan merupakan elemen- elemen semantik yang bersifat diskrit. Pemahaman terhadap isi bacaan dilakukan dengan cara memahami setiap elemen yang ada di dalam bacaan, kemudian dihubung-hubungkan untuk memperoleh pemahaman total.

  Sebaliknya pendekatan holistik merupakan pendekatan pembelajaran bahasa yang berdasar pada asumsi bahwa bacaan merupakan satu kesatuan yang utuh yakni merupakan satu kesatuan antarelemen yang maknanya hanya bisa dipahami dari berbagai aspek, seperti aspek pengetahuan, pengalaman pembaca, dan konteks baik konteks situasi maupun konteks sosial. Pendekatan ini menganggap bahwa isi bacaan akan dipahami sebagai satu kesatuan yang bersifat global.

  Berkaitan dengan pembelajaran membaca di SD, maka pendekatan yang sesuai untuk tingkat perkembangan pshikologis siswa SD adalah pendekatan holistik. Hal ini sesuai karena perkembangan anak, baik fisik, mental, moral, etika, sosial, maupun yang lainnya terjadi secara utuh atau holistik.

8. Penilaian Pembelajaran Membaca dan Menceritakan Kembali Isi Bacaan

a. Pengertian Penilaian

  Ada dua istilah yang sering digunakan di dalam penilaian, yang salah satu dari keduanya tidak dapat dipisahkan, yaitu pengukuran dan penilaian.

  Menurut Suryaman (2012: 152) pengukuran merupakan suatu jenis penilaian dalam bentuk pemberian angka atau skala kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, benda, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas.

  Pengukuran ini merupakan aktivitas awal dari suatu penilaian, sedangkan membanding-bandingkan hasil pengukuran dengan acuan-acuan tertentu, lazim disebut dengan penilaian. Menurut Nurgiantoro (2001: 5) penilaian adalah suatu proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan.

  Membaca sebagai aktivitas pembelajaran juga perlu diukur. Pengukuran terhadp aktivitas pembelajaran membaca dapat dilakukan selama proses membaca (during reading) dan setelah proses membaca (post reading).

b. Alat Penilaian

  Secara garis besar, alat penilaian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes dan nontes. Keduanya dapat dipergunakan untuk mendapatkan informasi, atau data-data penilaian tentang subyek yang dinilai secara berhasil guna jika dipakai secara tepat (Nurgiyantoro, 2001: 53). Pengukuran dilakukan dengan suatu alat yang disebut alat tes. Tes untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman dan menceritakan kembali isi bacaan dapat berupa tes esai, tes pilihan ganda, teknik pemberian konteks pendek (short context technique ), tugas reproduksi (recall tusk), dan tugas membuat ringkasan isi.

  Pelaksanaan tes pada penelitian ini, menggunakan tes mandiri (TM). Pelaksanaan tes ini dilakukan setiap akhir pembelajaran. Siswa mengerjakan tes secara mandiri, tanpa bantuan pertanyaan pelacak. Dalam melaksanakan tes, alat tes yang digunakan adalah: (1) tes pilihan ganda (2) tes esai reproduksi (recall task)

  Tes pilihan ganda digunakan untuk mengukur kemampuan siswa di dalam memahami isi bacaan. Penggunaan tes ini difokuskan pada pengukuran kemampuan siswa dalam (a) melacak/menemukan ide-ide pokok yang terdapat di dalam setiap paragraf, (b) melacak/menemukan ide utama bacaan, (c) melacak/menemukan pola hubungan antaride yang membentuk struktur isi bacaan, dan (d) menuangkan ide utama dan ide-ide pokok paragraf ke dalam jaringan peta struktur isi bacaan.

  Tes esai tugas reproduksi digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi bacaan. Oleh karena itu hasil dari pelaksanaan tes ini adalah hasil pekerjaan siswa yang berbentuk uraian menceritakan kembali isi bacaan dengan kata-katanya sendiri, dilaksanakan secara tertulis.

  Kaidah penyekoran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kaidah penyekoran model Danny Meirawan. Langkah-langkahnya adalah: (1) menentukan hasil belajar yang hendak diukur sebagai pedoman penyekoran, (2) memberikan skor untuk setiap jawaban soal dengan kriteria tertentu.

  Kriteria 1 untuk jawaban yang sesuai dengan kunci jawaban dan 0 untuk jawaban yang menyimpang.

  Selain alat penilaian yang berbentuk tes pilihan ganda, penilaian juga dilakukan melalui pengerjaan soal esai. Alat yang digunakan berbentuk pedoman penilaian yang di dalamnya berisi pernyataan-pernyataan yang diberi skor berdasarkan deskriptor tertentu. Masing-masing deskriptor diberikan nilai kuantitatif yang berupa angka-angka (skor) dengan rentang skor tertentu. Angka-angka ini menggambarkan rentangan derajat kualitatif tertentu, seperti skor 1 ( kurang), 2 (cukup), 3 (baik), dan 4 (sangat baik).

2.2 Strategi Pemetaan Struktur Isi Bacaan (SPSIB) a. Pengertian SPSIB

  Ada tiga hal yang yang dapat dijelaskan dalam SPSIB, yaitu strategi, pemetaan dan struktur isi bacaan. Aminudin (1997: 3) menjelaskan bahwa strategi merupakan pola kegiatan belajar mengajar (KBM) yang disusun secara sistematis sesuai dengan pokok bahasan dan fokus pembelajaran secara kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi kelas pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Solchan, dkk (1998: 18) menggunakan istilah teknik dengan makna yang sama dengan strategi. Dalam hal ini teknik diberi pengertian “cara-cara dan alat-alat yang digunakan guru dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan setiap tatap muka di kelas.

  Pemetaan merupakan terjemahan dari kata ‘mapping’. Menurut Buzan (2008: 7) mind mapping bisa digunakan untuk membuat catatan dengan cara membuat pengelompokan atau pengkategorian setiap materi yang dipelajari.

  Intinya meringkas apa yang tengah dipelajari. Setiap kategori dipastikan akan lebih mudah diserap karena di dalam otak sudah terdapat bagian yang bertugas menyimpan materi. Pemetaan atau mapping pada dasarnya merupakan visualisasi dari konsep-konsep verbal (bacaan) dalam bentuk diagram, jaringan laba-laba (web) atau jaringan sebab akibat.

  Struktur isi bacaan menurut suparno dan Martutik (1998: 220) adalah organisasi elemen-elemen yang membentuk bacaan. Elemen-elemen yang dimaksud adalah pokok-pokok pikiran atau ide-ide pada tiap paragraf yang tersusun secara padu dan membentuk satu kesatuan isi bacaan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan strategi pemetan struktur isi bacaan adalah pola kegiatan belajar mengajar (KBM) membaca pemahaman yang berintikan kegiatan pemetaan terhadap elemen-elemen (ide-ide) yang membentuk struktur isi bacaa .

  SPSIB dikembangkan berdasarkan strategi membaca yang telah ada selama ini, yakni strategi “Creative Mapping” dan strategi “LearningText

  Structure” Aminudin (1997: 6) menamakan keduanya dengan sebutan

  “Strategi Pemetaan Struktur Isi Bacaan” atau (SPSIB). Strategi ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam pemecahan masalah dalam pembelajaran membaca pemahaman, karena pembelajaran secara konvensional yang biasa dilakukan guru kurang memberikan hasil yang optimal terhadap pencapaian tujuan yang diharapkan.

b. Rasional Pengembangan SPSIB

  Sebagian besar siswa kesulitan dalam memahami suatu bacaan, salah satu penyebabnya otak anak kesulitan menggambarkan atau menvisualisasikan apa yang dipelajarinya. Kelemahan ini bisa diatasi dengan melakukan mind

  

mapping . Otak sebagai organ yang paling vital dalam belajar perlu difungsikan,

ditingkatkan bekerjanya Buzan(2008: 6).

  Berdasarkan teori di atas, peneliti menggunakan SPSIB sebagai strategi yang dapat dikembangkan menjadi strategi pembelajaran membaca dan menceritakan kembali isi bacaan di SD. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa alasan, yaitu bahwa setiap bacaan yang normal memiliki struktur, dan struktur bacaan dapat dipetakan.

  Pemetaan struktur isi bacaan memiliki banyak manfaat. Diantaranya ialah dapat digunakan untuk menvisualisasikan konsep-konsep yang bersifat abstrak, pemetaan terhadap struktur isi bacaan, dapat membantu mengingat dan memahami isi bacaan.

  Disamping pemetaan struktur isi bacaan dapat membantu siswa dalam memahami dan mengingat isi bacaan, pemetaan juga dapat digunakan untuk membantu siswa dalam menceritakan kembali isi bacaan. Hal ini dapat terjadi karena dengan pemetaan siswa dapat mengubah konsep-konsep bacaan yang abstrak menjadi lebih kongkret sehingga bacaan mudah difahami.

c. Prosedur Penerapan SPSIB

  Prosedur pembelajaran membaca pemahaman untuk menceritakan kembali isi bacaan menggunakan SPSIB dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap prabaca, tahap saat baca, dan tahap pascabaca Aminudin (1997: 6). Ketiga tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Tahap Prabaca.

  Tahap prabaca berisi aktivitas pembangkitan skemata siswa dan penetapan prediksi isi bacaan. Pembangkitan skemata merupakan pembangkitan ingatan siswa tentang pengalaman atau pengetahuan yang terkait dengan judul bacaan. Aktivitas ini dilakukan dengan tujuan agar siswa mempersiapkan mentalnya untuk memahami isi bacaan. Hal ini penting karena pada proses memahami isi bacaan, di dalam diri siswa akan terjadi proses penghubungan informasi tekstual dengan struktur pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

  2) Tahap Saat Baca

  Tahap saat baca berisi aktivitas penemuan ide utama bacaan, penemuan ide pokok setiap paragraf. Penemuan ide pokok setiap paragraf dan ide utama bacaan penting dilakukan karena keduanya merupakan aspek yang akan diungkapkan di dalam menceritakan kembali isi bacaan, sedangkan penemuan pola keterkaitan antaride yang terdapat di dalam setiap paragraf dan pola keterkaitan antara judul dan ide-ide pokok dari setiap paragraf penting dilakukan karena pemahaman terhadap aspek tersebut dapat membantu siswa dalam mengembangkan urutan isi bacaan yang akan diungkapkan (Keraf, 1984:263).

  3) Tahap Pascabaca

  Tahap pascabaca berisi aktivitas penuangan ide utama dan ide-ide pokok setiap paragraf ke dalam SPSIB dan menceritakan kembali isi bacaan dengan menggunakan media SPSIB. Penuangan ide utama dan ide-ide pokok dari setiap paragraf dimaksudkan agar siswa dapat melihat secara kongkret hubungan antaride yang ada di dalam bacaan.

  SPSIB ini penting dilakukan karena siswa kelas V SD karena sedang berada dalam tahap perkembangan kognitif operasional kongkret, dan perkembangan bahasanya berada dalam tahap kreatif. Pada kedua tahap perkembangan tersebut siswa memerlukan penanda kongkret dalam memahami sesuatu. Dengan SPSIB, siswa dapat dibantu dalam menceritakan kembali isi bacaan. Hal ini terjadi karena melalui pemetaan siswa dapat melihat pula hubungan dan urutan antaride yang membentuk struktur isi bacaan.

2.3 Hasil Penelitian yang Relevan

  Sebagai bahan acuan penelitian, peneliti kemukakan dua peneliti terdahulu yang relevan sebagai berikut.

1. Khabib Sholeh, tahun 2006 melaksanakan penelitian dengan judul “Upaya

  Peningkatan Kemampuan Meringkas Isi Bacaan Eksposisi Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Melalui Strategi Pemetaan Struktur Isi Bacaan Bagi Siswa SMA”.

  Rendahnya kemampuan membaca siswa SMA diduga disebabkan oleh ketidak tepatan strategi pembelajaran yang digunakan guru. Strategi yang digunakan guru diduga belum dapat melayani kebutuhan perkembangang kognitif dan perkembangan bahasa siswa. Untuk mengatasi hal itu, peneliti tertarik untuk menerapkan strategi pembelajaran yang dirancang dapat membantu siswa dalam memahami dan meringkas isi bacaan sesuai dengan perkembangan kognitif dan perkembangang bahasa siswa. Strategi yang dimaksud adalah strategi pemetaan struktur isi bacaan.

  Dengan menerapkan SPSIB tersebut, kemampuan siswa dalam memahami dan meringkas isi bacaan eksposisi menjadi meningkat.

  Peningkatan kemampuan tersebut tercermin pada hasil rerata TPP dan TM yang diperoleh siswa. Rerata hasil TTP penerapan SPSIB sebesar 80,3% dibandingkan dengan hasil tes diagnostik terdapat peningkatan sebesar 60,3% (80,3% - 20%). Demikian juga hasil rerata TM penerapan PSIB sebesar 67%, jika dibandingkan dengan hasil tes diagnostik terdapat peningkatan 47% (67%

  • 20%). Dengan demikian penerimaan sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan meringkas isi bacaan eksposisi di Kelas X SMA terbukti efektif.

2. Penelitian oleh Leksana Dewi Utami dengan judul “Efektivitas Mind Mapping

  Dalam Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Kembali Dongeng pada Kelas VII SMP”.

  Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa metode mind mapping dapat meningkatkan kemampuan menceritakan kembali dongeng pada siswa kelas VII SMP Wanadadi. Metode mind mapping lebih efektif dilihat dari tabel nilai t, dengan taraf signifikan 5% dan df 48, maka nilai t yang ditemukan adalah 2,021 sebagai angka batas penolakan hipotesis nol.

  Nilai t yang diperoleh dalam penelitian 4,47 maka dapat disimpulkan nilai t yang diperoleh dalam penelitian telah melebihi batas penolakan hipotesis nol. Nilai t artinya signifikan. Dengan demikian hipotesis nol ditolak. Jadi mind

  mapping efektif dalam meningkatkan kemampuan menceritakan kembali dongeng pada siswa kelas VII SMP 2 Wanadadi.

  Penelitian yang akan saya lakukan adalah permasalahan menceritakan kembali isi bacaan berbeda dengan peneliti terdahulu yang membahas tentang meringkas suatu bacaan, walaupun strategi yang digunakan adalah sama.

  Menceritakan kembali isi bacaan tidak sama pengertiannya dengan meringkas isi bacaan. Meringkas isi bacaan yang realisasinya berupa mengungkapkan kembali isi ide-ide pokok tiap paragraf, hanyalah merupakan langkah awal atau prasarat dari ketrampilan mencertakan kembali isi bacaan.

  Dalam menceritakan kembali isi bacaan, kreativitas siswa di dalam merekontruksi kembali isi bacaan berdasarkan daya kognisinya sangat diperlukan. Selain itu, dalam proses pengembangan kalimat, penguasaan kosa kata merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki oleh siswa. Jika meringkas isi bacaan lebih ditekankan pada upaya pengungkapan ide-ide pokok paragraf, sedangkan menceritakan kembali isi bacaan lebih luas dari itu.

2.4 Kerangka Berpikir

  Sebelum menentukan jenis penelitian, peneliti terlebih dahulu mengadakan studi pendahuluan (orentasi) di SD Negeri Bringkeng 03 kecamatan Kawunganten kabupaten Cilacap. Studi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru dan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman.

  Studi ini dilakukan dengan cara mengadakan wawancara dengan guru kelas yang akan digunakan sebagai obyek penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan mengadakan pengamatan terhadap pelaksanaan penggunaan model dalam pembelajaran di kelas. Data-data yang diperoleh akan dijadikan bahan untuk kegiatan berikutnya.

  Berdasarkan pokok permasalahan dan tujuan penelitian, jenis data dalam penelitian ini adalah kuantitatif, Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah quasi eksperimen, karena terdapat konsep yang menjadi fokus penelitian yaitu SPSIB dan hasil pembelajaran.

  Dalam rancangan penelitian dibuat dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan dengan model pembelajaran SPSIB, sedangkan kelompok kontrol mendapat perlakuan dengan model pembelajaran konvensional. Peneliti ingin mengetahui efektivitas sebuah perlakuan (treatmen) penerapan model SPSIB dibandingkan dengan model pembelajaran secara konversional terhadap kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi bacaan

2.5 Hipotesis Penelitian

  1. Ho: Penerapan Strategi Pemetaan Struktur Isi Bacaan ( SPSIB ) tidak lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan memahami isi bacaan pada pembelajaran membaca pemahaman siswa kelas VA SD Negeri

  Bringkeng 03 Kecamatan Kawunganten, dibanding pembelajaran secara konvensional.

  Ha: Penerapan Strategi Pemetaan Struktur Isi Bacaan ( SPSIB ) lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa memahami isi bacaan pada pembelajaran membaca pemahaman siswa kelas VA SD Negeri Bringkeng 03 Kecamatan Kawunganten, dibanding pembelajaran secara konvensional.

  2. Ho: Penerapan Strategi Pemetaan Struktur Isi Bacaan ( SPSIB ) tidak lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa menceritakan kembali isi bacaan pada pembelajaran membaca pemahaman siswa kelas VA SD Negeri Bringkeng 03 Kecamatan Kawunganten, dibanding pembelajaran secara konvensional.

  Ha: Penerapan Strategi Pemetaan Struktur Isi Bacaan ( SPSIB ) lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa menceritakan kembali isi bacaan pada pembelajaran membaca pemahaman siswa kelas VA SD Negeri Bringkeng 03 Kecamatan Kawunganten, dibanding pembelajaran secara konvensional.