BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembinaan - BAB II SHARAYA SHABRINA H PAI'16

  1. Pengertian Pembinaan

Pembinaan berasal dari kata “bina” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang diartikan membangun, mengusahakan supaya lebih

  baik. Secara luasnya pembinaan yaitu proses pembuatan, cara membina, pembaharuan, usaha dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. (Tim Redaksi KBBI, 2007 : 152)

  Pembinaan merupakan tugas yang terus menerus di dalam pengambilan keputusan yang berwujud suatu perintah khusus/umum dan intruksi-intruksi, dan bertindak sebagai pemimpin dalam suatu organisasi atau lembaga.

  Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu proses untuk membimbing dan mengarahkan tingkah laku seseorang kearah yang lebih baik agar dapat tercapai tujuan yang diarapakan.

  Http://peran guru PAI dalam pengembangan nuansa religius di sekolah hary pria.pdf (diakses pada tanggal 15 Januari 2016 pukul 19.30)

  2. Fungsi Pembinaan Agar pembinaan berhasil maka dibutuhkan orang yang membina tersebut haruslah orang yang bertanggungjawab dan dapat dijadikan

  7 tauladan dengan baik. Jika tidak maka pembinaan cenderung tidak akan berhasil. Karena pembinaan itu memilik beberapa fungsi yang harus bisa terlaksana. Fungsi pembinaan diarahkan untuk :

  a. Memupuk kesetiaan dan ketaatan

  b. Meningkatkan adanya rasa pengabdian rasa tanggung jawab, kesungguhan dan kegairahan bekerja dalam melaksanakan tugasnya c. Meningkatkan gairah dan produktivitas kerja secara optimal

  d. Mewujudkan suatu layanan organisasi dan pegawai yang bersih dan berwibawa e. Memperbesar kemampuan dan kehidupan pegawai melalui proses pendidikan dan latihan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan organisasi

  Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi pembinaan berfungsi untuk meningkatkan ketaatan seseorang terhadap sesuatu, baik dalam urusan pekerjaan, ibadah, maupun kaitannya dengan kehidupan lainnya. Http://peran guru PAI dalam pengembangan nuansa religius di sekolah hary pria.pdf (diakses pada tanggal 15 Januari 2016 pukul 19.30)

B. Ibadah

  1. Pengertian Ibadah Pembinaan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurnaan dari pembinaan aqidah. Karena nilai ibadah yang didapat oleh anak akan menambah keyakinan akan kebenaran ajaran agamanya. Semakin tinggi nilai ibadah yang dimiliki, semakin tinggi pula keimanannya.

  Secara bahasa kata “ibadah” adalah bentuk dasar (mashdar) dari fi‟il (kata kerja) yang berarti : taat , tunduk, hina, dan pengabdian. (Jamaluddin, 2003: 1)

  Ibadah dalam pengertian yang umum adalah menjalani kehidupan untuk memperoleh keridhoan Allah, dengan mentaati syari‟at-Nya.

  Dengan demikiam keridhoan Allah merupakan ibadah dalam arti umum (Basyir, 2001: 13)

  Allah berfirman dalam Al Qur‟an Surat Adz Dzariyat ayat 56 menyebutkan bahwa jin dan manusia diciptakan Allah agar beribadah kepada-Nya.

  ِنوُدُبْعَ يِل لاِإ َسْنلإاَو َّنِْلْا ُتْقَلَخ اَمَو

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk

beribadah”

  Jadi, ibadah bukan hanya berupa shalat, zakat, puasa, dan haji akan tetapi mempunyai pengertian yang luas lagi dari sekedar shalat dan sebagainya.

  Sedangkan menurut Ibn Taymiyah di dalam Jamaluddin (2003 : 1) mengartikan ibadah sebagai puncak ketaatan dan ketundukan yang didalamnya terdapat unsur cinta (al hubb).

  Sementara menurut Ibn Faris di dalam Jamaluddin (2003: 1) mengatakan bahwa ibadah mempuyai pengertian yang bertolak belakang.

  Menurut Ghazali , dkk (2010: 11) menyatakan bahwa ibadah adalah segala perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti shalat, shiyam, zakat, haji, dan jihad.

  Menurut Zuhdi (1988: 4) ibadah yaitu aturan agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Ibadah dalam pengertian yang khusus yaitu “Lima Rukun Islam” yang wajib dilakukan oleh setiap muslim. Dan dalam pengertian yang luas atau umum yaitu segala perbuatan yang dilakukan seseorang dengan niat mencari keridaan Allah.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 415) didefinisikan bahwa ibadah adalah suatu perbuatan untuk menyatakan takwa kepada Allah SWT yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

  Menurut Basyir (2001: 11) menyatakan bahwa kata ibadah dari segi bahasa berarti taat, merendah diri, dan menghambakan diri.

  Berdasarkan uraian pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Ibadah adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada sang pencipta yang timbul dari dalam hati dan direalisasikan melalui perbuatan-perbuatan yang telah ditentukan oleh agamanya. Sedangkan Implementasi Pembinaan Ibadah adalah suatu usaha untuk mendidik seseorang kaitannya dengan ibadah.

  2. Pembagian Ibadah Menurut Jamauddin (2013: 2) Di tinjau dari segi ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian : a. Ibadah khashshah (ibadah khusus), yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti thaharah, shalat, zakat, dan semacamnya.

  b.

  Ibadah „ammah (ibadah umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah SWT semata, misalnya berdakwah, melakukan amar ma‟ruf nahi munkar di berbagai biadang, menuntut ilmu, bekerja, rekreasi dan lain-lain yang semuanya itu diniatkan semata-mata karena Allah SWT dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya.

  Menurut Basyir, 2001: 15) ibadah ada dua macam, yaitu ibadah umum ialah ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan. Yang kedua adalah ibadah khusus ialah ibadah yang macam, cara melaksanakannya ditetapkan dalam syara‟. Ibadah khusus ini bersifat tetap dan mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan tuntunan yang ada, tidak boleh mengubah, menambah, atau mengurangi.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ibadah khashshah atau ibadah khusus ialah ibadah yang tata cara dan perinciannya telah ditetapakn oleh Allah SWT

  . Sedangkan ibadah „ammah ialah segala ibadah yang diizinkan oleh Allah.

  3. Prinsip-Prinsip Ibadah Menurut Jamaluddin (2013: 7) Untuk memberikan pedoman ibadah yang bersifat final, Islam memberikan prinsip-prinsip ibadah-ibadah sebagai berikut :

  a. Prinsip utama dalam ibadah adalah hanya menyembah kepada Allah semata sebagai wujud hanya mengesakan Allah SWT.

  b. Ibadah tanpa perantara. Allah SWT berada sangat dekat dengan hamba-hamba-Nya dan Maha Mengetahui segala apa yang dilakukan oleh hamba-Nya, maka dalam berdoa sudah seharusnya langsung dimohonkan kepada Allah dan tidak melalui perantara siapapun dan apapun juga selain yang dituntunkan oleh Allah SWT.

  c. Ibadah harus dilakukan secara ikhlas yakni dengan niat yang murni semata hanya untuk mengharap keridhaan Allah SWT.

  d. Ibadah harus sesuai dengan tuntunan. Nabi saw telah mngajarkan tentang tata cara shalat secara lengkap melalui hadis-hadisnya yang maqbul, dari sejak niat yang tidak dilafalkan, bacaan dan gerakan shalat, jumlah raka‟at, waktu shalat dan lain-lain.

  e. Seimbang antara unsur jasmani dengan rohani.

  f. Mudah dan meringankan

  Syari‟at yang diciptakan Allah SWT mesti sudah sesuai dengan porsi kemanuasiaan manusia. Hal ini karena Allah sebagai pencipta alam semesta termasuk manusia, tentunya paling tahutentang ciptaan-Nya dan paling tahu tentang apa yang terbaik bagi ciptaan-nya itu.

  Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ibadah tidak hanya disekedarkan dilaksanakan, akan tetapi ibadah itu juga memiliki prinsip-prinsip tersendiri agar yang menjalankannya tidak sembarangan.

  Basyir (2001: 45) Ibadah ada yang bersifat umum dan ada pula yang bersifat khusus. Yang bersifat umum mencakup seluruh aspek kehidupan dan yang khusus mengenai ibadah tertentu. Di antara ibadah yang menjadi sendi agama Islam yaitu dua syahadat, shalat,zakat, puasa, dan haji. Untuk membahas nilai ibadah dalam kehidupan, akan dicukupkan yang menyangkut shalat, zakat, puasa, dan haji.

  1. Pembinaan Ibadah Shalat Menurut Sabiq (2008: 93) shalat adalah sebuah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan khusus, dimulai dengan takbiratul ihram dan dikahiri dengan salam.

  Shalat adalah rukun Islam yang kedua setelah syahadat, maka shalat hukumnya adalah wajib „ain. Artinya, setiap individu muslim berkewajiban melakukan shalat lima waktu. (Sadili, 2011, 79)

  Mansur (2011: 321) aspek pendidikan ibadah khususnya pendidikan shalat disebutkan dalam firman Allah yang artinya :

  اَم ىَلَع ِْبِْصاَو ِرَكْنُمْلا ِنَع َوْناَو ِفوُرْعَمْلاِب ْرُمْأَو َةلاَّصلا ِمِقَأ ََّنُِ ب اَي ِروُملأا ِمْزَع ْنِم َكِلَذ َّنِإ َكَباَصَأ

  

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia untuk mengerjakan

yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan munkar dan bersabarlah

terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya hal yang demikian itu

termasuk diwajibkan oleh Allah”. (QS.Luqman : 17).

  Ayat tersebut menjelaskan pendidikan shalat tidak terbatas tentang kaifiyah dimana menjalankan shalat lebih bersifat fiqhiyah melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai di balik shalat. Dengan demikian mereka harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma‟ruf nahimukar serta jiwanya teruji sebagai orang yang sabar. (Mansur, 2011: 321)

  Menurut Basyir (2001: 57) Shalat akan dapat berfungsi baik dari segi rohaniah maupun jasmaniah, sebagaimana tersebut diatas, apabila dilaksanakan sesuai dengan tuntunan yang diberikan Nabi. Shalat dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, terus menerus dilakukan, dipenuhi syarat rukunnya, serta dilakukan dengan hai yang khusyuk, pikiran yang terpusatkan, bacaan yang berjiwa, dan gerak anggota badan yang mencerminkan ketenangan, tetapi tidak berbau kemalas-malasan. Pembinaan shalat meliputi :

  1) Perintah melaksanakan shalat 2) Mengajarkan tata cara ibadah shalat

  3) Perintah shalat dan sanksi bagi yang meninggalkannya 4)

Membiarkan anak menghadiri shalat jum‟at

  5) Pelaksanaan ibadah shalat malam Sedangkan Fungsi shalat dapat ditinjau dari dua aspkek, yaitu aspek rohani dan jasmani. Dari aspek rohani, shalat berfungsi untuk mengingatkan manusia kepada Tuhannya Yang Maha Tinggi, yang telah menciptakan manusia dan alam semesta. Dal am Al Qur‟an Surat Toha ayat 14 dijelaskan bahwa,

  يِرْكِذِل َةلاَّصلا ِمِقَأَو ِنِْدُبْعاَف اَنَأ لاِإ َوَلِإ لا ُوَّللا اَنَأ ِنَِّنِإ

“Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku maka

beribadahlah pada-Ku, dan tegakkanlah shalat agar engkau selalu ingat

kepada- Ku”.

  Selalu ingat kepada Allah akan mendatangkan ketenangan hidup. QS. Ar Ra‟d ayat 28

  ُبوُلُقْلا ُّنِئَمْطَت ِوَّللا ِرْكِذِب لاَأ ِوَّللا ِرْكِذِب ْمُهُ بوُلُ ق ُّنِئَمْطَتَو اوُنَمآ َنيِذَّل

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah

hati menjadi tentram”.

  Dengan hati yang selalu ingat kepada Allah, akan lahirlah kekuatan rohaniah pada manusia, yang amat besar artinya dalam menghadapi masalah hidup (Basyir, 2001: 55). Sedangkan dari aspek jasmani, shalat berfungsi untuk menimbulkan sifat suka kepada kebersihan, kerapian, dan kerajinan serta ketangkasan (Basyir, 2001: 55).

  Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan ibadah shalat wajib dilakukan kepada anak karena shalat merupakan ibadah wajib yang diperintahkan Allah untuk dilaksanakan lima kali dalam sehari. Dengan dibina secara bertahap maka perlahan-lahan seorang akan gemar melakukan ibadah.

  2. Pembinaan Ibadah Zakat 1) Pengertian Zakat

  Zakat telah dijelaskan didalam QS. At Taubah ayat 103 yang berbunyi :

  َكَتلاَص َّنِإ ْمِهْيَلَع ِّلَصَو اَِبِ ْمِهيِّكَزُ تَو ْمُىُرِّهَطُت ًةَقَدَص ْمِِلِاَوْمَأ ْنِم ْذُخ ٌميِلَع ٌعيَِسَ ُوَّللاَو ْمَُلِ ٌنَكَس

  

”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu

kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah

untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)

ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi

Maha Mengetahui

  Berdasarkan ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahawa zakat adalah usaha pensucian diri dari pemiliknya yang cintanya berlebihan kepada harta dan kemungkinan memiliki harta yang kotor yang disebabkan bercampurnya harta yang bersih dengan harta yang menjadi hak orang lain. 2) Macam-Macam Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Ada dua macam zakat yang tercantum didalam Al Qur‟an dan Sunnah Nabi

  diantaranya :

  a) Zakat Fitrah Zakat firtah yaitu zakat diri atau zakat jiwa, zakat fitrah diberikan berdasarkan jenis makanan pokok sehari-hari. Bila nasi sebagai makanan pokok, zakatnya juga jenis beras. Apabila makanan pokoknya gandum maka zakatnya pun dengan gandum, demikian seterunsya. Pada zaman sekarang umat Islam boleh mengeluarkan zakat dengan uang, yaitu seharga 2.5 kg atau 3.1 liter beras. Zakat fitrah dikeluarkan pada akhir pelaksanaan puasa ramadhan menjelang 1 syawwal tetapi sekarang boleh dikeluarkan awal atau pertengahan bulan ramadhan melalui amil (Baaz, 2000: 250) b) Zakat Mal

  Zakat mal atau zakat harta benda. Mal (harta) menurut bahasa ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Menurut istilah syara‟ (hukum Islam) adalah segala syang dpaat dipunyai dan dapat digunakan menurut kebiasaan. (Ilyas, 2012: 30)

  3) Golongan yang menerima Zakat Golongan yang berhak menerima zakat telah dijelaskan dalam QS. At Taubah ayat 60 yang berbunyi :

  

ِفَِو ْمُهُ بوُلُ ق ِةَفَّلَؤُم ْلاَو اَهْ يَلَع َينِلِماَعْلاَو ِينِكاَسَمْلاَو ِءاَرَقُفْلِل ُتاَقَدَّصلا اََّنَِّإ

ٌميِلَع ُوَّللاَو ِوَّللا َنِم ًةَضيِرَف ِليِبَّسلا ِنْبِاَو ِوَّللا ِليِبَس ِفَِو َينِمِراَغْلاَو ِباَقِّرلا

ٌميِكَح

  

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang

fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para

muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,

orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang

yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang

diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Bijaksana ”.

Menurut Ja sa‟iri (2009: 496) orang yang wajib menerima

  zakat yaitu :

  a) Fakir Fakir adalah mereka yang tidak memeiliki harta untuk mencukupi kebutuhannya serta kebutuhan keluarganya seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Golongan ini merupakan golongan yang paling bawah dalam kategori harta benda atau kepemilikannya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk diri sendiri dan keluarganya.

  b) Miskin Miskin adalah orang yang lebih ringan tingkatannya dibandingkan dengan fakir. Kategori miskin adlah orang yang lebih ringan dalam kebutuhan adakalanya dapat terpenuhi adakalanya tidak dapat terpenuhi akan kebutuhan sehari-hari.

  c) Amil Amil adalah mereka yang mengumpulkan dan membagkikan zakat. Dan mencatatnya dalam buku, lalu ia diberi upah atas pekerjaanya meskipun mereka orang kaya.

  d) Muallaf Muallaf adalah orang laki-laki yang baru masuk islam dan keislamannya masih lemah namun memiliki pengaruh terhadap kaumnya. Maka ia diberi zakat untik menyatukan hatinya dan menggabungkannya dalam Islam.

  e) Hamba Sahaya Hamba sahaya adalah budak yang ingin memederkakan dirinya dan berhak diberi harta zakat untuk memerdekakan dirinya dari perbudakan.

  f) Fisabilillah Fisabilillah adalah mereka yang berjuang dijalan Allah (dakwah, perang dan lain sebagainya).

  g) Ghorimin Ghorimin adalah mereka yang terjerat hutang bukan karena untuk maksiat dan tidak dapat melunasinya, amak orang tersebut dapat diberi harta zakat.

  h) Ibnu Sabil Ibnu Sabil adalah mereka yang kehabisan bekal dalam perjalanan, dan wajib diberi zakat sesuai kebutuhannya selama diperjalanan.

  Salah satu bentuk pembinaan ibadah lain yaitu mengeluarkan zakat fitrah yang merupakan bentuk kewajiban setiap muslim. Anak akan mengenal arti tolong menolong yang merupakan kewajiban setiap manusia.

  Zuhayly (2008: 82) Zakat menurut syara‟ berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta). Zakat wajib dikeluarkan oleh umat muslim (Zuhdi, 1992, 37) Zakat merupakan rukun Islam ketiga sesudah syahadat dan shalat. ibadah ini dinamakan “zakat” karena sesuai dengan namanya, dapat membersihkan harta benda pemiliknya dengan jalan mengeluarkan sebagian harta bendanya, yang memang menjadi hak fakir miskin dan sebagainya.

  Ayyub (2008: 504) Zakat itu memiliki banyak hikmah dan pengaruh-pengaruh positif yang jelas, baik bagi harta yang dizakati, bagi orang yang mengeluarkannya dan bagi masyarakat islam. Bagi harta yang dikeluarkan zakatnya, bisa menjadikannya bersih, berkembang penuh dengan berkah, terjaga dari beragai bencana dan dilindungi oleh Allah SWT dari kerusakan ,keterlantaran, dan kesia-siaan. Sedangkan bagi orang yang mengeluarkannya , Allah akan mengampuni dosanya, mengangkat derajatanya, memeprbanyak kebajikan-kebajikannya, dan menyembuhkannya dari sifat kikir, rakus, egois, dan kapitalis.

  Zuhayly (2000: 126) zakat diwajibkan terhadap kelima jenis harta berikut, yaitu nuqud (emas, perak, dan uang), barang tambang dan barang temuan, harta perdagangan, tanaman dan buah-buahan, dan binatang ternak (unta, sapi dan kambing).

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa zakat termasuk juga kedalam ibadah khusus yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam untuk diberikan kepada fakir miskin. Melalui pembinaan ibadah zakat , siswa dapat sadar akan kewajibannya berbagi rezeki , dan peduli terhadap sesama manusia yang kurang mampu dan tertarik untuk berpartisipasi dalam pengelolaan zakat.

  3. Pembinaan Ibadah Puasa Puasa yang dalam bahasa arab disebut shiyam atau shaum secara bahasa berarti menahan diri (berpantang) dari suatu perbuatan. (Syarifuddin, 2003: 43).

  Puasa itu memiliki keutamaan yang banyak, pahala yang besar, dan pengaruh positif yang beragam, baik bagi individu maaupun bagi masyarakat. Ini mencakup puasa sunnah seperti puasa asyura‟. Puasa tiga hari setiap bulan, puasa arafah, puasa senin kamis dan lainnya. (Ayyub, 2008: 604).

  Hikmah dari ibadah puasa menurut Faridl (2007: 150) diantaranya adalah : 1) Pertama, ibadah puasa merupakan wujud rasa syukur kepada

  Allah karena ia merupakan ibadah yang diwajibkan. Ibadah adalah sebuah nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat selalu berinteraksi secara aktif kepada Tuhannya. 2) Kedua, puasa adalah alat untuk mengakses ketaatan dan amanah seorang muslim. Sebab puasa ialah ibadah yang khusus dimana yang mengetahuinya hanya orang yang berpuasa dan Allah semata. 3) Ketiga , ibadah puasa dapat melepaskan diri manusia dari nafsu kebinatangan. Sebab, binatang pekerjaannya hanyalah makan dan minum saja untuk mempertahankan hidupnya. Jika manusia berpuasa, berarti telah membersihkan jiwanya dari sifat kebinatangan dan mendekati sifat malaikat. 4) Keempat, sesunggunya para dokter menyatakan bahwa manusia akan mampu makan dengan rakus dan tanpa batas.

  Karena hal itu akan menjadikan penyakit dan berbahaya pada pencernaan. 5) Kelima, puasa dapat melemahkan nafsu syahwat. Jika seseoramg tidak mampu menikah dan takut terjerumus ke lembah zina, maka disarankan berpuasa. 6) Keenam, jika manusia dalam keadaan puasa ia akan merasakan panasnya lapar, sehingga membuahkan rasa kasih saying kepada fakir msikin yang tidak mendapati pangan yang bisa menutupi lapar dan dahaganya.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa puasa merupakan ibadah khusus seperti shalat dan zakat. Bedanya puasa ini ialah menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dai terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Pembinaan ibadah puasa ini perlu dilakukan juga untuk membiasakan pada siswa untuk lebih bersyukur atas segala nikmat yang Allah SWT berikan.

  4. Pembinaan Ibadah Haji Ibadah haji tidak diwajibkan sepenuhnya pada anak, melainkan sebagai saran untuk melatih diri agar terbiasa dalam melaksanakan ibadah yang memerlukan ketahanan fisik yang kuat. Dengan dilaksanakan rangkaian ibadah haji sejak anak masih kecil, diharapkan pada saat dewasa ia akan terbiasa dan tidak lagi menganggap bahwa haji adalah ibadah yang berat.

  Jika telah sempurna syarat-syarat haji, wajib bagi seorang muslim untuk segera menunaikan ibadah haji dan umrah. Syarat itu adalah ia islam, merdeka, baligh, berkemampuan dalam bekal dan berpergian, perjalanan aman dari musuh yang menghalangi , dna memungkinkan mengadakan perjalanan kesana yakni adanya waktu luang untuk menunaikanhaji, sehat badan untuk melakukan perjalanan. (Jailani, 2008: 305).

  Menurut Jailani (2008: 321) kewajiban haji ada lima : bermalam di muzdalifah sesudah separuh malam, mabit di mina, melempar jumrah, cukur, thawaf wada‟. Jika salah satunya dtinggalkan harus membayar dam (denda) berupa seekor kambing.

  Sedangkan sunnah haji menurut Jailani (2008: 321) ada lima belas :

  1) Mandi untuk ihram, masuk makkah, ukuf di „arafah, mabit di muzdaifah, melempar jumrah di mina, thawaf ziarah dan thawaf wada‟

  2) Thawaf qudum 3) Bergegas 4)

Idhthiba‟ (memasukkan pakaian ihram dari bawah ketiak kanan dan menyelubungi yang kiri ketika thawaf dan sa‟i)

  5) Menyentuh dua rukun 6) Mencium hajar aswad 7) Mendaki shafa dan marwah 8) Mabit di mina 9)

  Wukuf di masy‟aril haram 10) Berdiri dihadapan jamarat 11) Khutbah 12) Berdzikir 13)

  Berupaya keras melakukan sa‟I ditempatnya 14) Berjalan ditempatnya 15)

  Melalukan dua raka‟at setelah thawaf Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ibadah haji adalah termasuk juga kedalam ibadah khusus yang wajib dilaksanakan oleh orang yang beragama Islam ketika sudah mampu memenuhi syarat- syaratnya. Pembinaan ini menjadi penting bagi siswa/anak karena diharapkan siswa dapat memahami bahwa tidak ada satupun ibadah Allah C.

PenelitianTerdahulu

  Selama penulis melakukan penelitian tidak hanya menjadikan buku sebagai sumber rujukan, akan tetapi mengambil juga dari skripsi-skripsi terdahulu. Beberapa skripsi yang dijadikan rujukan yaitu :

  1. Skripsi Irma Muspidawati (0706010017, UMP) Judul skripsi Peran Guru Dalam Menanamkan Kesadaran

  Beribadah Shalat Fardhu Pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar Al Irsyad Al Islamiyyah 02 Purwokerto Tahun Pelajaran 2010/2011.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran guru dalam menanamkan kesadaran beribadah shalat fardhu pada siswa kelas II Sekolah Dasar Al Irsyad Al Islamiyyah 02 Purwokerto, mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi keberhasilan dalam menumbukan dan meningkatkan kesadaran beribadah shalat fardhu pada siswa.

  Jenis penelitian ini adalah deksriptif kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah metode observasu, wawancara dan dokumentasi.

  Setelah data terkumpul dianalisis dengan metode induktif dan deduktif. Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum dan Kesiswaan, Penanggung Jawab Biah Islamiyyah dan empat orang Wali Kelas II.

  Adapun waktu penelitian, dilaksanakan di semester genap tahun

  pelajaran 2010/2011. Subjek penelitian adalah empat orang wali kelas II Sekolah Dasar Al Irsyad Al Islamiyyah 02 Purwokerto, sedangkan objek penelitian adalah peran guru dan aktivitas guru dalam menanamkan kesadaran beribadah shalat fardhu pada siswa kelas II Sekolah Dasar Al Irsyad Al Islamiyyah 02 Purwokerto.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran guru dalam menanamkan kesadaran beribadah shalat fardhu pada siswa adalah sebagai berikut: (1) Sebagai pengajar (2) Sebagai pembimbing (3) Sebagai motivator dalam bentuk taushiyyah, reward dan punishment yang sesuai dengan karakter siswa (4) Sebagai pribadi dan memberikan teladan bagi siswa (5) Sebagai penghubung, dan (6) Sebagai ilmuwan.

  2. Skripsi Ahmad Najib Syuhada (98261051, IAIN Purwokerto) Judul skripsi Perhatian Guru Agama Terhadap Pengamalan Ibadah Shalat Siswa SMP Muhammadiyah Sokaraja.

  Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui lebih dalam bentuk- bentuk perhatian guru agama terhadap pengamalan ibadah shalat siswa SMP Muhammadiyah Sokaraja. Subjek penelitiannya adalah keseluruhan dari jumlah guru agama di SMP Muhammadiyah Sokaraja.

  Selain guru, penulis juga melibatkan Kepala Sekolah, guru bimbingan dan konseling SMP Muhammadiyah Sokaraja.

  Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode Observasi, Interview, dan Dokumentasi. Sedangkan untuk menganalisi data menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa “Perhatian Guru Agama Pendidikan Agama Islam (PAI) terhadap pengamalan ibadah shalat siswa SMP Muhammadiyah Sokaraja antara lain :

  a. Pemberian pemahaman secara intensif tentang shalat kepada anak didik, baik tata caranya maupun manfaat-manfaatnya b. Pemberian tauladan secara rutin tentang shalat kepada anak didik

  c. Pelatihan shalat (jama‟ah) kepada anak didik

  d. Komunikasi timbal balik antara guru (wali kelas) dengan orang tua tentang kegiatan dan perilaku anak didik di ingkungan masyarakat.