16 BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGALAMAN Definisi pengalaman menurut kamus besar bahasa Indonesia (hal 22) adalah

  yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dsb). Pengalaman merupakan komponen yang penting bagi perawat untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara professional. Pengalaman juga yang membentuk perawat untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dalam lingkup praktek keperawatannya. (Potter & Perry, 2005: 133)

  Ketika perawat menghadapi kliennya, perawat dapat memperoleh informasi tentang kesehatan klien dengan cara mengamati, merasakan, dan berbicara dengan klien dan merefleksikannya secara aktif pada pengalaman pribadinya. Benner (1984) dalam Potter & Perry, 2005, mengungkapkan bahwa perawat yang memahami konteks dari situasi klinis, mengenali isyarat, dan mengintepretasikannya sebagai relevan atau tidak relevan. Kompetensi ini hanya datang dari pengalaman yang di alami oleh perawat.

  Dapat disimpulkan bahwa pengalaman perawat adalah segala perasaan yang dialami oleh setiap perawat dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat.

  Pengalaman perawat dalam menjalankan peran dan fungsinya berbeda-beda antara satu perawat dengan perawat yang lain. Pengalaman ini mewarnai perawat dalam memberikan asuhan kepada pasien. Tingkat kompetensi yang berbeda-beda dari perawat hanya didapatkan dari pengalaman masing-masing.

B. KUALITAS

  Kualitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), merupakan tingkat baik buruknya sesuatu. Sementara itu kualitas secara tradisional menurut Montgomery (1998) adalah berdasarkan pada suatu pandangan bahwa produk dan pelayanan harus sesuai dengan ketentuan yang mereka gunakan.

  Juran (1986) mengatakan dalam Swanburg (2007) bahwa kualitas adalah kemahiran untuk melayani, melakukannya dengan benar sesuai dengan kebutuhan pelanggan tanpa kekurangan atau adanya kesesuaian dengan penggunaan. Berorientasi pada kepuasan pelanggan.

  Kualitas menurut Crosby (1996) dalam Guendemann (2005) adalah kesesuaian terhadap persyaratan, seperti jam tahan air, sepatu tahan lama, atau dokter yang ahli di bidangnya. Ia juga menegaskan pentingnya melibatkan setiap orang dalam proses dalam organisasi. Pendekatannya yang digunakan adalah secara top down.

  Kualitas dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya kearah perbaikan secara terus menerus. Kualitas berfokus pada pelanggan. Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan keinginan pelanggan.

  Kualitas pelayanan merupakan pengawasan yang berhubungan kegiatan yang dipantau dan diatur dalam pelayanan berdasarkan kebutuhan dan pandangan konsumen.

  Dalam keperawatan, tujuan kualitas pelayanan adalah memastikan bahwa jasa dan produk pelayanan keperawatan yang dihasilkan sesuai dengan standar /keinginan pasien. Kualitas pelayanan dapat dibedakan menjadi 3 tahapan dasar yaitu: (1) Kriteria/standar yang harus ditetapkan, (2) Informasi dikumpulkan untuk menentukan apakah standar pelayanan sudah dapat dipenuhi, dan (3) Pembelajaran dan koreksi diperlukan jika terdapat standar yang tidak dapat dilaksanakan.(Nursalam, 2002)

  Kualitas Pelayanan Sebagai Proses

  Pengkajian yang akurat terhadap suatu data kualitatif memerlukan suatu instrumen melalui proses yang sistematis dan spesifik. Penggunaan proses sebagaimana dijabarkan pada gambar dibawah ini, akan mengurangi penilaian yang subyektif dan meningkatkan validitas dan reabilitas suatu instrumen.

  Kriteria Pengawasan

  Menentukan cara Identifikasi informasi yang sesuai dengan mengumpulkan kriteria informasi

  Mengumpulkan dan Membandingkan

  Membuat keputusan menganalisa hasil pengumpulan tentang kualitas informasi data dengan kriteria yang ada

  Menyiapkan informasi, jika diperlukan Menentukan kapan mengoreksi tindakan berhubungan perlu dievaluasi dengan hasil terhadap ketersediaan

  Gambar II.1. Tahap Audit Dalam Pengawasan Kualitas Pelayanan (Marquis & Huston , 1998: 350)

  Tahap pertama dalam proses ini adalah menyusun standar/kriteria. Adalah sesuatu yang tidak mungkin apabila mengukur sesuatu tanpa adanya suatu standar yang baku. Tidak hanya harus ada standar, tetapi manajer juga harus tanggap dan melihat bahwa staf mengetahui dan mengerti standar tersebut. Karena standar (protap) pelayanan bervariasi sesuai institusi, maka staf harus memahami standar yang diharapkan oleh institusi dan staf akan melaksanakan tugasnya sesuai standar yang telah ditetapkan. Penampilan kinerja perawat hanya dapat diukur dengan membandingkan standar yang telah ada.

  Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi sesuai dengan kriteria. Informasi yang sehubungan dengan keadaan pasien diperlukan untuk mengukur kualitas yang ada.

  Tahap ketiga adalah mengidentifikasi sumber informasi. Manajer harus yakin terhadap sumber informasi yang didapatkan. Dalam melakukan pengawasan kualitas dapat ditemukan informasi dari sattus yang ada. Meliputi: program dokter, dokumentasi keperawatan, hasil wawancara dengan klien juga merupakan sumber yang sangat membantu.

  Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data. Manajer dapat membandingkan data yang diperoleh dengan standar yang ada. Apabila standar yang berlaku tidak dikerjakan sebagaimana adanya, maka manajer perlu memberikan informasi lebih lanjut mengapa tidak dilaksanakan sesuai standar, dan memberikan sangsi kepada staf.

  Tahap terakhir adalah evaluasi ulang. Jika semua asuahan keperawatan telah dikerjakan sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka evaluasi ulang tidak terlalu diperlukan. Jika banyak kegiatan tidak dikerjakan dan tidak sesuai standar maka diperlukan pemantauan yang terus-menerus. Pengawasan terhadap kualitas tidak hanya dilakukan bila ada masalah. Manajer yang efektif akan selalu proaktif. Mengidentifikasi asuhan sehingga dapat ditingkatkan sampai optimal berdasarkan standar yang ada serta membatasi dan mengantisipasi masalah-masalah yang akan timbul pada setiap tahapan sebelum produktifitas atau kualitas ditentukan. (Nursalam, 2002:298-299).

  Dukungan Kualitas Manajemen

  Untuk dapat terlaksananya suatu kualitas manajemen, maka diperlukan suatu informasi yang akurat, aktual dan terpercaya. Dukungan tersebut dapat berupa: 1.

  Memonitor harapan dan kepuasan pelanggan 2. Mengevaluasi kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan proses pelaksanaan

  3. Membandingkan kinerja organisasi sekarang dengan sebelumnya, dengan organisasi lainnya, dan dengan informasi dari sumber pustaka

  4. Mengevaluasi biaya terhadap pemakaian berbagai jenis teknologi dalam proses

5. Menganalisa penggunaan sarana 6.

  Meningkatkan kelancaran kegiatan dalam organisasi

7. Mendukung pengambilan keputusan klinik dan organisasi

  Fungsi manajemen informasi harus dapat mengumpulkan informasi tentang indikator kinerja organisasi yang dapat dipergunakan dan untuk mencapai keuntungan klinis dan operasional secara maksimal. (Nursalam, 2002: 300).

C. PERAWAT

  Definisi perawat menurut Virginia Handerson (1966) adalah seseorang individu yang memiliki peran unik, yang membantu individu sakit atau sehat dalam melakukan tindakan-tindakan yang berperan untuk kesehatan dan kesembuhan (atau kematian yang damai), tindakan-tindakan tersebut akan dilakukan secara individu seandainya ia memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan. Perawat melakukan hal tersebut sedemikian rupa, sehingga memperoleh kemandirian secepat mungkin. (Handerson, 1966 dalam Brooker Christ 2008).

  Perawat adalah orang / individu yang peduli pada orang sakit. (Soemowinoto, 2008). Dapat disimpulkan perawat adalah seorang individu yang memiliki kepedulian kepada individu, keluarga, masyarakat baik sehat maupun sakit yang memiliki dasar pengetahuan, kemauan, dan kemapuan yang memadai sehingga dapat membantu individu, keluarga, dan atau masyarakat untuk mencapai derajad kesehatan yang optimal.

  Keperawatan

  Perawatan adalah pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan. Berdasarkan ilmu, artinya perawatan harus dilandasi dan menggunakan ilmu perawatan dan kiat keperawatan yang mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia suatu upaya keperawatan dan penyembuhan. Berdasarkan kiat artinya perawat lebih difokuskan pada kemampuan perawat untuk memberikan asuhan keperawatan secara komperehensip dengan sentuhan seni. Soemowinoto,(2008).

  Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral pelayan kesehatan yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang bersifat komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat maupun yang sakit mencakup hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Keperawatan bersifat komprehensif artinya pelayanan keperawatan bersifat menyeluruh, meliputi aspek “ Manusia biopsiko, sosial dan spiritual ”. Keperawatan juga merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat terapeutik atau kegiatan praktik keperawatan yang memiliki efek penyembuhan terhadap kesehatan (Susan, 1994 : 80).

  Proses Keperawatan

  Clark (1992), mendefinisikan proses keperawatan sebagai suatu metode/ proses berpikir yang terorganisir untuk membuat suatu keputusan klinis dan pemecahan masalah. Demikian juga dengan Yura dan Walsh (1988) dalam Christensen (2009), menyatakan bahwa proses keperawatan adalah tindakan yang berurutan, dilakukan secara sistematik untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana tersebut atau menugaskan orang lain untuk melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasi.

  Proses keperawatan adalah sesuatu yang disengaja, dengan pendekatan pemecahan masalah untuk menemukan kebutuhan keperawatan pasien dalam pelayanan kesehatan. Meliputi pengkajian (pengumpulan data), diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi, serta menggunakan modifikasi mekanisme umpan balik untuk meningkatkan upaya pemecahan masalah.

  Peran dan Fungsi Perawat

  Dalam Potter & Perry (2005), peran dan fungsi perawat adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, motivator, konsultan dan peneliti.

  a.

  Pemberi Asuhan Keperawatan.

  Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga ditentukan diagnosis keperawatan agar direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. b.

  Pelindung dan Advokat Klien Peran sebagai advokat pasien ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak – hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

  c.

  Pendidik Peran sebagai pendidik dimana perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan, antara sesama perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada klien akan terlaksana dengan baik jika sesuai dengan kebutuhan.

  d.

  Koordinator Peran sebagai koordinator dilaksanakan dengan mengarahkan, merencakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengn kebutuhan klien. e.

  Kolaborator Peran sebagai kolaborator dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain – lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar dalam penentuan bentuk pelanyanan selanjutnya.

  f.

  Konselor dan Motivator Perawat sebagai konselor mempunyai tujuan membantu klien dalam memilih keputusan yang akan diambil terhadap penyakit yang dideritanya.

  Untuk mempermudah didalam mengambil keputusan klien wajib mempertanyakan langkah – langkah yang akan diambil terhadap dirinya.

  Apabila klien telah mengetahui, dan mencoba melaksanakan perilaku positif dalam kesehatan, harus terus didorong agar konsisten dan lebih berkembang.

  Dalam hal inilah perawat berperan sebagai motivator.

  g.

  Pembaharu Peran sebagai pembaharu dilakukan dengan mengadakan perencanan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan .

  h. Pemberi kenyamanan Peran sebagai pemberi kenyamanan, merawat pasien sebagai manusia adalah peran trasisional dan historis dalam keperawatan. Perawatan ditujukan pada manusia bukan hanya sekedar fisiknya saja, tetapi juga dari sisi yang lain, sehingga kesembuhan pasien lebih cepat dapat di capai. Sebagai pemberi kenyamanan, perawat sebaiknya membantu pasien untuk mencapai tujuan therapeutiknya. i.

  Komunikator Peran ini merupakan pusat dari peran-peran yang lainnya. Kualitas komunikasi merupakan factor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas.

D. PENDIDIKAN KESEHATAN

  Pendidikan kesehatan menurut WHO adalah proses membuat orang mampu control terhadap kesehatan dan memperbaiki kesehatan mereka. Sedangkan menurut Wood dalam Maulana (2009) adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh terhadap kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang ada hubungan dengan kesehatan perorangan, masyarakat dan bangsa.

  Nyswader dalam Effendy (1998) menyatakan, pendidikan kesehatan adalah proses perubahan pada diri manusia yang berhubungan dengan tujuan kesehatan individu dan masyarakat.

  Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005). Dijelaskan lebih lanjut akan perlunya upaya masyarakat untuk menyadari dan mengetahui cara-cara memelihara kesehatan, menghindari perilaku yang merugikan kesehatan, dan mengetahui sumberdaya apa yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kesehatan.

  Untuk ini masyarakat membutuhkan tingkat pengetahuan yang memadai agar mampu mempraktekkan hidup sehat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat. Notoatmodjo menekankan pentingnya faktor-faktor health literacy (melek kesehatan) dan healthy behaviour (perilaku kesehatan yang baik) yang nantinya akan membentuk suatu healthy lifestyle (perilaku hidup sehat). Oleh karena itu keterkaitan antara pengetahuan, sikap, dan pelaksanaan sehari-hari adalah penting sekali.

  Dapat disimpulkan pendidikan adalah suatu proses yang mempengaruhi perubahan seseorang dalam meningkatkan kemampuan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor sehingga individu, kelompok, dan masyarakat mampu memelihara kesehatan mereka secara mandiri.

  Pendidikan kesehatan bagi klien telah menjadi satu peran penting bagi perawat yang bekerja di berbagai lahan di bidang kesehatan. Pasien dan keluarganya memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan kesehatan , sehingga mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk membuat keputusan sehubungan dengan kesehatan dan gaya hidupnya. Pendidikan kesehatan yang efektif menjadi penting dalam asuhan kesehatan, sehingga dapat menurunkan jumlah klien ke rumah sakit dan meminimalkan penyebaran penyakit yang dapat dicegah (Noble, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

  Menurut Notoatmodjo (2003), sasaran pendidikan kesehatan adalah masyarakat atau individu baik yang sehat maupun sakit. Sasaran pendidikan kesehatan tergantung pada tingkat dan tujuan penyuluhan yang diberikan. Lingkungan pendidikan kesehatan di masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai lembaga dan berbagai organisasi di masyarakat.

  Pemberian informasi yang dibutuhkan klien tentang perawatan kesehatan perlu untuk menjamin kontinuitas perawatan dari rumah sakit ke rumah (Bull, 1992 dalam Wong, 2008). Rancangan yang baik, rencana pengajaran yang komprehensif, yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran klien akan menurunkan beaya perawatan, meningkatkan kualitas perawatan, dan membantu klien untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal serta meningkatkan kemandirian.

  Pendidikan kesehatan bagi klien menjadi penting karena klien dan keluarganya memiliki hak untuk mengetahui dan mendapatkan informasi tentang diagnosis, prognosis, pengobatan, dan risiko yang dihadapinya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat profesional adalah kemampuananya dalam melakukan atau pemberikan pendidikan kesehatan bagi kliennya. Perawat hanya dapat memberikan pendidikan kesehatan secara adekuat bila melakukan identifikasi kebutuhan klien dan harus menggunakan strategi pengajaran yang paling tepat.

  Green (1980) dalam Bastable Susan (2002) menyatakan bahwa pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memberikan respon yang rasional terhadap informasi dan akan berfikir sejauh mana manfaat dari pendidikan kesehatan yang telah mereka peroleh.

  Menurut Notoatmodjo (2003) metode pendidikan kesehatan dapat dipilih berdasarkan tujuan pemberian pendidikan kesehatan, kemampuan perawat sebagai

  

edukator, kemampuan individu, kelompok, masyarakat, besarnya kelompok, waktu

  pelaksanaan pendidikan kesehatan, dan ketersediaan fasilitas pendukung. Metode yang sering digunakan dalam pendidikan kesehatan adalah bimbingan dan penyuluhan, wawancara, ceramah, seminar, simposium, diskusi kelompok, buzz group, curah gagas, forum panel, demonstrasi, simulasi, dan bermain peran.

  Dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada klien, perawat professional haruslah mengikuti standar yang telah ditetapkan. Dalam the Joint

  

Commission on Accreditation of Healthcare Organization (JCHACO) (1995),

  menggambarkan standar pendidikan bagi klien / keluarga adalah: a.

  Klien / keluarga diberi pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku untuk memberikan keuntungan penuh dari intervensi kesehatan yang dilakukan oleh institusi.

  b.

  Organisasi merencanakan dan mendorong pengawasan dan koordinasi aktifitas dan sumber pendidikan klien / keluarga.

  c.

  Klien / keluarga mengetahui kebutuhan, kemampuan, dan kesiapan mereka untuk belajar.

  d.

  Proses pendidikan klien / keluarga bersifat interdisiplin sesuai dengan rencana keprawatan. e.

  Klien / keluarga mendapatkan pendidikan yang spesifik sesuai dengan hasil pengkajian, kemampuan, dan kesiapannya. Pendidikan kesehatan meliputi pemberian obat-obatan, penggunaan alat medis, pemahaman tentang interaksi makanan, obat, rehabilitasi, dan program pengobatan selanjutnya.

  f.

  Informasi mengenai instruksi pulang yang diberikan pada klien / keluarga diberikan oleh pihak institusi atau individu tertentu yang bertanggungjawab terhadap kesinambungan perawatan klien.

  Keberhasilan dalam memenuhi standar pendidikan kesehatan seperti diatas, tergantung pada partisipasi seluruh pemberi asuhan keperawatan. Bukti dari pelaksanaan pendidikan kesehatan harus dibuat dalam catatan yang medis klien. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat professional dapat dinilai secara akurat, dan respon dari klien juga dapat di dokumentasikan.

  Pendidikan klien yang komprehensif meliputi tiga tujuan penting. Ketika hal penting dalam topic pendidikan kesehatan tersebut adalah: a.

  Pemeliharaan, peningkatan, dan pencegahan penyakit: Meliputi: Tindakan pertama dalam kecelakaan, manajemen stress, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan, imunisasi, Perawatan prenatal dan proses kelahiran normal, nutrisi, latihan, keamanan, pemeriksaan kesehatan b.

  Perbaikan kesehatan

  Meliputi: penyakit dan kondisi klien, harapan selama perawatan, lingkungan rumah sakit atau klinik, staf rumah sakit atau klinik, perawatan jangka panjang, metode untuk melibatkan klien dalam perawatan, keterbatasan yang dihasilkan dari penyakit atau pembedahan.

  c.

  Koping terhadap gangguan fungsi Meliputi: perawatan rumah, rehabilitasi untuk fungsi tubuh yang tersisa, pencegahan komplikasi

  Untuk menjadi pendidik yang efektif perawat harus melakukan lebih dari sekedar memberikan informasi saja. Perawat harus merencanakan secara teliti apa yang diperlukan oleh klien, dan menentukan kapan klien siap untuk menerima pendidikan kesehatan. Ketika perawat menilai kebutuhan penkes klien, dan perawat mampu mengimplementasikannya, klien sebaiknya disiapkan untuk mengetahui tanggungjawabnya dalam asuhan kesehatan. Hubungan antara pendidikan klien dan hasil yang diharapkan merupakan suatu pemikiran penelitian keperawatan yang penting (Potter & Perry, 2005: 339).