PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR LDL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ALOKSAN

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.)

TERHADAP KADAR DARAH LDL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG

DIINDUKSI ALOKSAN (Skripsi)

Oleh

ELVI YANA

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF JENGKOL SEED (Pithecellobium lobatum Benth.) TO LDL LEVELS IN MALE WHITE RATS

(Rattus norvegicus) SPRAGUE-DAWLEY STRAINS THAT INDUCED BY ALLOXAN

By

ELVI YANA

Diabetes mellitus (DM) is one of the endocrine abnormality that many be found now. In the illness progression, people with DM, LDL (Low Density Lipoprotein) levels serum will be increased. The use of conventional hypolipidemic medicines in a prolonged period can cause side effects.

Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) has the potential to lowering the level of LDL. The aim of this research is to find out the effect of giving an extract ethanol jengkol seeds (Pithecellobium lobatum Benth.) to the LDL level.

This research is experimental research with Post Test Only With Control Group Design, using 25 white rats Sprague Dawley strains that were randomized into 5 groups. Group K (-) just given standard diet. Group K (+), P1, P2, and P3 induced alloxant. Then the group P1, P2, and P3 are given ethanol extract jengkol seeds with a dose of 600 mg/bb, 900 mg/kg, 1200 mg/kg for 14 days. Blood samples were drawn trough the heart on 14th day. The results of LDL levels ini this research are group K(-) (6,4  7,635), group K(+) (9,6  4,722), group P1 (19,2  14,36 ), group P2 ( 9,4  4,93 ), and group P3 (10  5,339). By using the one way ANOVA statistical test (p<0,05), the value is p=0,157. So it can be concluded that there were no meaningful differences of each group.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR LDL DARAH TIKUS

PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ALOKSAN

Oleh

ELVI YANA

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan endokrin yang sekarang banyak dijumpai. Dalam perkembangannya, penderita DM akan mengalami peningkatan kadar serum LDL (Low Density Lipoprotein). Penggunaan obat-obat hipolipemik konvensional dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping.

Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) mempunyai potensi untuk menurunkan kadar LDL. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap kadar LDL.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Post Test Only With Control Group Design, menggunakan 25 ekor tikus putih galur sprague dawley yang diacak ke dalam 5 kelompok. Kelompok K(-) hanya diberikan diet standar. Kelompok K(+), P1, P2, dan P3 diinduksi aloksan. Kemudian kelompok P1, P2, dan P3 diberikan ekstrak etanol biji jengkol dengan dosis 600 mg/kgbb, 900 mg/kgbb, 1200 mg/kgbb selama 14 hari. Sampel darah diambil melalui jantung di akhir hari ke-14. Dari hasil penelitian didapatkan kadar LDL kelompok K(-) (6,4 ± 7,635) , kelompok K(+) (9,6 ± 4,722), kelompok P1 (19,2 ± 14,36), kelompok P2 (9,4 ± 4,93), dan kelompok P3 (10 ± 5,339). Dengan menggunakan uji statistik oneway ANOVA (p<0,05) dengan nilai p=0,157. Sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan bermakna dari masing-masing kelompok.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Teori ... 5

F. Kerangka Konsep ... 6

G.Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A.Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) ... 7

B.Diabetes Melitus ... 10

C.LDL (Low Density Lipoprotein) ... 14

D.Dislipidemia ... 17

E. Aloksan ... 26


(7)

B.Tempat dan Waktu ... 29

C.Populasi dan Sampel ... 30

1. Populasi Penelitian ... 30

2. Sampel Penelitian ... 30

D.Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 32

1. Kriteria Inklusi ... 32

2. Kriteria Eksklusi ... 32

E. Alat dan Bahan Penelitian ... 33

1. Alat Penelitian ... 33

2. Bahan Penelitian ... 33

F. Prosedur Penelitian ... 34

1. Prosedur Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Jengkol ... 34

2. Prosedur Penelitian ... 35

G.Pengambilan Sampel Darah ... 36

H.Penentuan Kadar LDL ... 37

I. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 44

1. Identifikasi variabel ... 44

2. Definisi operasional variabel ... 44

J. Analisis Data ... 45

K.Etika Penelitian ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 51

V. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Prosedur pencampuran reagen kolesterol total ... 40

2. Prosedur pencampuran reagen trigliserida ... 41

3. Prosedur pencampuran reagen HDL ... 42

4. Prosedur pencampuran reagen HDL dengan presipitan ... 42

5. Definisi operasional ... 44

6. Hasil perhitungan kadar LDL darah tikus jantan ... 48


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ... 5

2. Kerangka konsep ... 6

3. Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) ... 8

4. Jalur Metabolisme Lipoprotein ... 21

5. Metabolisme Lipoprotein pada Pasien Diabetes ... 23

6. Tikus (Rattus norvegicus) ... 28

7. Ilustrasi Prosedur Penelitian ... 43


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan endokrin yang sekarang banyak dijumpai (Adeghate, et al., 2006). Setiap tahun jumlah penderita DM semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan diperkirakan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030. Angka mortalitas DM di dunia tahun 2012 dilaporkan sebanyak 4,8 juta orang (International Diabetes Federation, 2013).

Prevalensi DM banyak dijumpai di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Indonesia menempati urutan ke-4 jumlah penyandang DM terbesar di dunia, yaitu 8,4 juta orang pada tahun 2000 dan diperkirakan meningkat hingga 21,3 juta orang pada tahun 2030 (Wild, et al, 2004). Besarnya angka prevalensi dan mortalitas akibat DM membuat penyedia layanan kesehatan berusaha untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi masalah ini (Roglic, et al, 2005).


(11)

Dalam perkembangannya, penderita DM akan mengalami dislipidemia. Dislipidemia merupakan gangguan metabolisme lipid, yang salah satu cirinya adalah terjadi peningkatan kadar serum LDL (Low Density Lipoprotein). Selain itu pada tubuh penderita juga terjadi peningkatan produksi radikal bebas dalam jumlah besar, seperti ROS (Reactive Oxygen Superoxide). Sejalan dengan hal itu, LDL tubuh akan cenderung teroksidasi oleh ROS yang berakibat pada pembentukan plak aterosklerosis. Plak ini bisa mengakibatkan komplikasi yang mengancam jiwa, seperti penyakit jantung koroner dan stroke (Kahn and Flier, 2000; Huali, 2008).

Penggunaan obat-obat hipolipemik konvensional dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping seperti kelelahan, rhabdomyolisis, depresi, impotensi, gangguan fungsi hepar, dan lain-lain (Gan et al, 2006; Miller, 2009; Briffa, 2010). Obat hipolipemik tidak selalu dapat ditoleransi oleh setiap individu yang menderita penyakit tertentu dan harganya tidak terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat (Dachriyanus et al, 2007). Maka penderita dislipidemia banyak menggunakan obat-obat tradisional sebagai terapi alternatif dislipidemia, karena relatif lebih ekonomis, mudah didapat, tetapi mempunyai efek samping minimal (Dachriyanus et al, 2007).

Tanaman jengkol banyak mengandung zat, antara lain adalah sebagai berikut: protein, kalsium, fosfor, asam jengkolat, vitamin A dan B1, karbohidrat, minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid, tannin dan glikosida. Karena


(12)

3

kandungan zat-zat tersebut, maka jengkol memberikan petunjuk dan peluang sebagai bahan obat, seperti yang telah dimanfaatkan orang pada masa lalu (Pitojo, 1992). Kandungan senyawa kimia pada biji, kulit, batang, dan daun jengkol adalah saponin, flavonoid, dan tanin (Hutapea, 1994).

Flavonoid adalah komponen fenolik yang terdapat dalam buah-buahan, sayur-sayuran yang bertindak sebagai penampung yang baik terhadap radikal hidroksil dan superoksid, dengan melindungi lipid membran terhadap reaksi oksidasi yang merusak (Miranda, 2005).Golongan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol biji jengkol dari hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya saponin, tanin, alkaloid, flavonoid, glikosida dan steroid/triterpenoid. Selain itu, ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) mempunyai efek menurunkan glukosa darah tikus diabetes (Elysa, 2011).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap penurunan kadar LDL dalam darah pada tikus yang diinduksi diabetes.


(13)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

“Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap kadar LDL darah tikus diabetes?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap kadar LDL darah tikus diabetes.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terkait antara lain :

1. Bagi penulis, dapat mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol terhadap penurunan kadar LDL darah tikus diabetes.

2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi pembaca, dapat memberikan informasi mengenai peranan biji jengkol dalam menurunkan kadar LDL.


(14)

5

E. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori (Golberg, 2001; Lanzen, 2007). Aloksan

Pembentukan ROS (O2- , H2O2 , OH-)

Nekrosis sel beta pankreas

Sintesis dan sekresi insulin 

Autofosforilasi reseptor insulin di sel target

Efek insulin di sel target untuk translokasi protein, aktivitas enzim

dn transkripsi gen 

Jaringan adiposa

Aktivitas HSL 

Sintesis LPL 

FFA 

Sintesis Apo B 

Ekspresi reseptor LDL  Hepar

LDL  Pithecellobium lobatum


(15)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep

I. Hipotesis

Ho : Pemberian Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) tidak mampu menurunkan pada kadar LDL tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi aloksan.

Ha : Pemberian Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) mampu menurunkan kadar LDL tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi aloksan.

Pemberian Aloksan

Tikus

Kadar glukosa darah tikus  (DM)

Lipolisis 

Kadar LDL darah tikus Ekstrak etanol biji jengkol

(Pithecellobium lobatum Benth.)

Dosis I (600 mg/kgbb) Dosis II (900 mg/kgbb) Dosis III (1.200 mg/kgbb)


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.)

1. Uraian Tumbuhan

Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan ini memiliki nama latin Pithecellobium jiringa dengan nama sinonimnya yaitu A.Jiringa, Pithecellobium lobatum Benth., dan Archindendron pauciflorum (Hutauruk, 2010).

Tumbuhan jengkol merupakan tumbuhan yang menjadi salah satu obat tradisional di Indonesia. Tumbuhan ini banyak dibudidayakan di daerah Jawa dan Sumatera. Selain itu, tumbuhan ini juga tumbuh dengan baik pada musim kemarau sedang, dan tidak tahan pada musim kemarau yang terlalu panjang (Heyne, 1987).

2. Sistematika Tumbuhan Sistematika tumbuhan jengkol : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae


(17)

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Fabales

Suku : Mimosaceae Marga : Pithecellobium

Spesies : Pithecellobium lobatum Benth (Pandey, 2003).

3. Morfologi Tumbuhan Jengkol

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara dengan ukuran pohon yang tinggi yaitu ± 20 m, tegak bulat berkayu, licin, percabangan simpodial, cokelat kotor. Bentuk majemuk, lonjong, berhadapan, panjang 10 – 20 cm, lebar 5 – 15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5 – 1 cm, warna hijau tua. Bentuk buah menyerupai kelopak mangkok, benang sari kuning, putik silindris, kuning mahkota lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih berwarna coklat kehitaman, berkeping dua dan berakar tunggang. (Hutauruk, 2010).


(18)

9

4. Kandungan Kimia

Buah jengkol mengandung karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, vitamin C, fosfor, kalsium, zat besi, alkaloid, steroid, glikosida, tanin, flavonoid dan saponin (Eka, A, 2007). Adapun kandungan yang terdapat pada 100 gram jengkol yaitu 80 mg vitamin C, 23,3 mg protein, 4,7 mg zat besi, 140 mg kalsium, dan 166,7 mg fosfor (Setiono, 2011).

Menurut Nurussakinah (2010) menyatakan bahwa kandungan senyawa bioaktif pada jengkol yaitu alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid, yang berfungsi sebagai pelindung gangguan hama tumbuhan itu sendiri dan lingkungannya. Biji, kulit batang dan daun jengkol mengandung saponin, flavonoida dan tanin (Depkes RI, 1994).

1. Saponin

Penelitian mengenai saponin menunjukkan bahwa saponin dapat menghambat reabsorbsi asam empedu (yang disintesa dari kolesterol oleh sel usus) sehingga asam empedu akan segera diekskresikan bersama feses. Untuk mengompensasi kehilangan asam empedu kolesterol dalam serum akan dikonversi oleh hepar menjadi asam empedu sehingga akan terjadi penurunan kadar kolesterol dalam darah (Hedges, 2007).

2. Flavonoid

Flavonoid mampu bekerja sebagai antioksidan pada sel beta pankreas yang diinduksi aloksan (Song, et al., 2005). Flavonoid juga berperan sebagai antioksidan yang dapat menekan pelepasan radikal


(19)

O2 yang reaktif sehingga menekan terjadinya kerusakan endotel dengan menghambat inisiasi atau propagasi dari reaksi rantai oksidasi dan sebagai anti inflamasi yang dapat menghambat reaksi inflamasi, sehingga mencegah makin banyaknya makrofag (Carvajall-Zarrabal et al., 2005 dan Lamson et al., 2000).

3. Tanin

Senyawa tanin mampu meningkatkan metabolisme kolesterol menjadi asam empedu dan meningkatkan ekskresi asam empedu melalui feses. Rendahnya kolesterol dalam hati akan meningkatkan pengambilan kolesterol dari darah ke hati yang selanjutnya berperan sebagai prekursor asam empedu, dengan demikian kadar kolesterol total dalam darah akan berkurang. Polifenol sebagai antioksidan mempunyai efek yang menguntungkan pada fungsi endotel yaitu menurunkan oksidasi LDL dan meningkatkan produksi nitric oxide (NO) (Vita 2005).

B. Diabetes Melitus

1. Definisi

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah). DM merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat


(20)

11

gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah (Bilous, 2002).

2. Klasifikasi

Klasifikasi DM dibagi berdasarkan etiologinya. Klasifikasi yang dipakai di Indonesia sesuai dengan klasifikasi menurut American Diabetes Association (ADA) terbagi dalam empat kategori, yaitu:

a. DM tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya menjurus ke defisiensi insulin absolut):

- Autoimun (immune mediated) - Idiopatik

b. DM tipe 2 (biasanya berawal dan resistensi insulin yang predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju ke defek sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin)

c. DM tipe lain-lain

- Defek genetik fungsi sel beta - Defek genetik kerja insulin - Penyakit eksokrin pancreas - Endokrinopati

- Karena obat/zat kimia - Infeksi

- Imunologi

- Sindroma genetik lain


(21)

3. Patogenesis

Pada kedua tipe DM, terjadi defisiensi insulin. Jika pada DM tipe 1, defisiensi insulin disebabkan karena proses autoimun, pada DM tipe 2 disebabkan beberapa faktor, yaitu berkurangnya massa sel B pankreas, kadar asam lemak yang tinggi (lipotoksisitas), hiperglikemi kronik, amilin, kelelahan sel B pankreas dan faktor genetik.

Berkurangnya massa sel B pankreas banyak terjadi pada penderita DM tipe 2. Pada studi post-mortem telah dilaporkan terjadi pengurangan sel B pankreas sebanyak 40-60%. Hiperglikemi kronik selalu diikuti dengan menurunnya respon sekresi dan kerja insulin. Hal ini disebabkan akibat terjadi gangguan pada hidrolisis membran prospoinositida yang mengakibatkan penurunan konsentrasi diasilgliserol dan inositofosfat dalam sel B dan pada akhirnya mengurangi sekresi insulin. Hiperglikemi kronik menyebabkan resistensi insulin sebagai akibat down regulation dari sistem transport glukosa dengan adanya konversi fruktosa-6-fosfat menjadi glukosamin-6-fosfat yang menurunkan sensitivitas insulin di perifer.

Resistensi insulin banyak ditemukan pada penderita DM tipe 2. Resistensi insulin terjadi bila kemampuan insulin untuk meningkatkan ambilan dan disposal glukosa di jaringan perifer (otot dan jaringan adiposa) terganggu atau kadar insulin normal menghasilkan efek biologis yang kurang dari normal. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan resistensi insulin antara


(22)

13

lain, obesitas, diet, kurang gerak badan, hiperglikemi kronik, dan faktor genetik (Sugiyanto, 2004).

4. Diagnosis dan Gejala Klinis

Gejala klinis DM yang kiasik: mula-mula polifagi, polidipsi, poliuri, dan berat badan naik (Fase Kompensasi). Apabila keadaan ini tidak segera diobati, maka akan timbul gejala Fase Dekompensasi (Dekompensasi Pankreas), yang disebut gejala klasik DM, yaitu poliuria, polidipsi, dan berat badan turun (Tjokroprawiro, 2007).

Langkah-langkah diagnostik DM dan TGT (toleransi glukosa terganggu). Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut di bawah ini (ADA 2006):

1. Kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)

2. Obesitas BB (kg) > 110% BB ideal atau IMT > 25 (kg/rn2). 3. Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)

4. Riwayat DM dalam garis keturunan

5. Riwayat keharnilan dengan: BB lahir bayi> 4000 gram atau abortus berulang

6. Riwayat DM pada kehamilan

7. Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau Trigliserida >250 mg/dl) 8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah puasa


(23)

5. Terapi dan Pencegahan

Tanda klinik bagi setiap tahap terutama adalah hiperglikemia, hipertensi, dan selalu dijumpai hiperlipidemia. Keseluruhan tanda klinik ini sekaligus merupakan faktor risiko untuk progresivitas ke tahap berikutnya sampai ke tahap akhir. Faktor risiko lainnya adalah konsumsi rokok. Dengan demikian maka terapi di tiap tahapan pada umumnya sama dan adalah juga merupakan tindakan pencegahan untuk memperlambat progresivitas dimaksud. Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah dan kendali lemak darah. Di samping itu perlu pula dilakukan upaya mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet, menurunkan berat badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok, dll, juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskular (Suwitra, 2006).

Pasien DM sendiri cenderung mangalami keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat. Bila diperlukan dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol <100 mg/dl pada pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular (Suwitra, 2006).

C. LDL (Low Density Lipoprotein)

1. Pengertian LDL

Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan senyawa lipoprotein yang berat jenisnya rendah. Lipoprotein ini membawa lemak dan mengandung kolesterol yang sangat tinggi, dibuat dari lemak endogenus di hati. LDL ini diperlukan tubuh untuk mengangkut kolesterol dari hati ke seluruh


(24)

15

jaringan tubuh. LDL berinteraksi dengan reseptor pada membran sel membentuk kompleks LDL-reseptor. Kompleks LDL-reseptor masuk ke dalam sel malalui proses yang khas, yaitu dengan pengangkutan aktif atau dengan endositosis. LDL merupakan kolesterol jahat karena memiliki sifat arterogenik (mudah melekat pada dinding sebelah dalam pembuluh darah dan mengurangi pembentukan reseptor LDL). Hal ini akan menyebabkan terjadinya kenaikan kadar kolesterol-LDL. Kelebihan kolesterol dalam pembuluh darah akan dikembalikan oleh HDL ke hati dan mengeluarkannya bersama empedu. Oleh karena itu, pada pengobatan penurunan kandungan lemak difokuskan untuk menurunkan kadar LDL. (Heslet, 1997).

2. Mekanisme LDL

Reseptor LDL merupakan glikoprotein yang merentangkan membran sel dan daerah pengikatan B-100 terletak pada ujung terminal yang tersusun. LDL akan berikatan dengan reseptor dalam keadaan utuh melalui endositosis. Kemudian LDL dipecah di dalam lisosom yang melibatkan hidrolisis apoprotein dan ester kolesterol yang diikuti oleh translokasi kolesterol ke dalam sel. Reseptor tersebut tidak dihancurkan tetapi kembali ke permukaan sel. Aliran masuk kolesterol ini menghambat kerja enzim 3-hydroxi-3-methilglutaril Coenzim A (HMG-KoA) sintase serta HMG-KoA reduktase dengan cara yang terkoordinasi, dan dengan menghambat sintesis kolesterol serta menstimulasi aktivitas acyl-CoA: cholesterol O-acyltransferase ACAT dan mengurangi sintesis reseptor LDL. Peningkatan konsentrasi lipid peroksida dalam tubuh dapat


(25)

disebabkan oleh kondisi hiperkolesterolemia. Saat kondisi tersebut jumlah LDL meningkat sehingga dapat memperbesar kemungkinan terjadinya oksidasi, sebab ketersediaan substrat yang dapat dioksidasi lebih banyak.

Fungsi kolesterol salah satunya sebagai prekursor pembentukan asam empedu yang disintesis di dalam hati. Tahap pertama dari biosintesis asam empedu adalah reaksi 7α-hidroksilasi terhadap kolesterol yang dikatalisis oleh enzim mikrosomal, yaitu 7α-hidroksilase. Reaksi ini memerlukan oksigen, Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH), dan sitokrom P-450 oksidase. Semakin besar konsentrasi kolestrol plasma dalam tubuh hiperkolesterolemia, maka semakin banyak asam empedu yang disintesis, sehingga semakin meningkat pula oksigen dan NADPH yang dibutuhkan serta peningkatan aktivitas sitokrom P-450 oksidase (Murray et al. 2009).

Sitokrom P-450 oksidase merupakan enzim yang berperan dalam memperantarai metabolisme retikulum endoplasmik yang menghasilkan radikal superoksida (O2-) (Dhaunsi et al.1992 dalam Wresdiyati 2005). Oleh sebab itu, semakin meningkatnya sitokrom P-450 oksidase, maka radikal bebas yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika produksi radikal bebas terjadi secara berlebihan maka enzim antioksidan dalam tubuh khususnya di organ hati seperti superoksida dismutase (SOD) tidak mampu mengatasinya. Hal ini akan menimbulkan kondisi stres oksidatif, yaitu suatu keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa


(26)

17

kerusakan atau kelainan baik proses biokimia maupun fisiologi di dalam sel akibat dari proses peroksidasi lipid.

D. Dislipidemia

1. Definisi

Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko mayor untuk terjadinya penyakit-penyakit kardiovaskular. Dari berbagai penelitian epidemiologis pada populasi, baik di Indonesia maupun dinegara lain, didapatkan bukti bahwa profil lipid penyandang diabetes memang berbeda dengan non-diabetes. Di samping LDL yang berbeda, tampak perbedaan adanya kadar HDL yang lebih rendah dan trigliserida yang lebih tinggi daripada populasi non-diabetes keadaan ini dikenal juga dengan nama triad dislipidemia (Adiwijono,1993; Waspadji,2008).

Pada penyandang diabetes, walaupun didapatkan kadar LDL yang sama dengan non-diabetes, tetapi LDL pada penyandang diabetes didapatkan lebih kecil dan padat serta lebih aterogenik. Demikian HDL penyandang diabetes, disamping lebih sedikit juga less protective dibandingkan dengan HDL pada populasi non-diabetes. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa pada diabetes didapatkan resiko yang lebih besar untuk terjadinya aterosklerosis, dan penentuan diabetes sebagai faktor setara dengan sudah ada kelainan kardiovaskular (cardiovascular risk equivalent) merupakan keputusan yang sangat tepat ditinjau dari pengelolaan untuk kelainan kardiovaskular (Waspadji, 2008).


(27)

2. Metabolisme Lipoprotein

Untuk lebih mengetahui patogenesis dislipidemia diabetik, sebelumnya akan dibahas mengenai metabolisme lipoprotein. Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur utama yaitu:

a. Jalur metabolisme eksogen b. Jalur metabolisme endogen

c. Jalur reverse cholesterol transport

Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolisme kolesterol-LDL dan trigliserida, sedang jalur yang ketiga khusus mengenai metabolisme kolesterol-HDL (Adam, 2010).

a. Jalur metabolisme eksogen

Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserida dan kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserida akan diserap sebagai asam lemak bebas sedang kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan dirubah lagi menjadi trigliserida, sedang kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron (Sudoyo, 2006; Adam, 2010).


(28)

19

Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserida dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas (free fatty acid ). Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak, tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan trigliserida hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserida akan menjadi kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati (Sudoyo, 2006; Adam, 2010).

b. Jalur metabolisme endogen.

Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresi ke dalam sirkulasi sebagai very low density lipoprotein (VLDL). Apoliproprotein yang terkandung dalam VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserida di VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL), dan VLDL berubah menjadi intermediate density lipoprotein (IDL) yang juga akan mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL. Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk kolesterol-LDL. Sebagian


(29)

lain dari kolesterol-LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Makin banyak kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung di LDL. Beberapa keadaaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti:

- Meningkatnya jumlah LDL kecil padat seperti pada diabetes melitus dan sindroma metabolik.

- Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadar kolesterol-HDL akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL (Sudoyo, 2006; Adam, 2010).

c. Jalur reverse cholesterol transport

High densiy lipoprotein (HDL) dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung apolipoprotein (apo) A,C,E dan disebut HDL nascent. HDL nascent berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk gepeng dan mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol dari makrofag, Kemudian HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol (kolesterol bebas) di bagian dalam dari makrofag harus dibawa ke permukaan membran sel makrofag oleh suatu tranporter yang disebut


(30)

21

adenosin triphosphate-binding cassate tranporter-1 atau disingkat ABC-1(Sudoyo, 2006; Adam, 2010).

Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lechitin cholesterol acyotranferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol ester yang dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke hati dan ditangkap oleh scavenger reseptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua adalah kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan demikian fungsi HDL sebagai penyerap kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke hati (Sudoyo, 2006; Adam, 2010).


(31)

3. Metabolisme lipoprotein pada penderita diabetes mellitus

Trigliserida dalam jaringan lemak (adiposa) maupun dalam darah (VLDL dan IDL) akan mengalami hidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Proses hidrolis ini terjadi oleh karena adanya enzim trigliserid lipase. Terdapat tiga jenis enzim trigliserid lipase yaitu lipoprotein lipase (LPL) yang terdapat pada endotelium vaskular, hormone sensitive lipase (HSL) di sel adiposa, dan hepatic lipase (HL) di hati. Kerja enzim lipase tersebut sangat tergantung dari jumlah insulin. Di jaringan adiposa, insulin menekan kerja enzim HSL, makin rendah kadar insulin makin aktif kerja hormon tersebut(Sudoyo, 2006; Adam, 2010).

Dalam keadaan normal tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Pada keadaan resistensi insulin, hormon sensitive lipase akan menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserida di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini akan menghasilkan asam lemak bebas yang berlebihan. Asam lemak bebas akan memasuki aliran darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi dan sebagian akan dibawa ke hati sebagai bahan baku pembentukan trigliserida. Di hati asam lemak bebas akan menjadi trigliserida kembali dan menjadi bagian dari VLDL. Oleh karena itu VLDL yang dihasilkan pada keadaaan resistensi insulin akan sangat kaya trigliserid, disebut VLDL kaya trigliserida atau VLDL besar (Sudoyo, 2006; Adam, 2010).

Trigliserida yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol ester dari kolesterol-LDL di dalam sirkulasi. Hal ini akan menghasilkan LDL yang


(32)

23

kaya trigliserida tetapi kurang kolesterol ester. Trigliserida yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase (yang biasanya meningkat pada resistensi insulin) sehingga menghasilkan LDL yang kecil padat, yang dikenal dengan LDL kecil padat. Partikel LDL kecil padat ini sifatnya mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik(Sudoyo, 2006; Adam, 2010).

Trigliserida VLDL besar juga dipertukarkan dengan kolesterol ester dari HDL dan dihasilkan HDL miskin kolesterol ester tapi kaya trigliserida. Kemudian HDL dengan bentuk demikian menjadi lebih mudah dikatabolisme oleh ginjal sehingga jumlah HDL serum menurun. Oleh karena itu pada pasien-pasien dengan diabetes terjadi kelainan profil lipid serum yang khas yaitu kadar trigliserida yang tinggi, kolesterol–HDL rendah dan meningkatnya subfraksi LDL kecil padat, dikenal dengan nama fenotipe lipoprotein aterogenik atau lipid triad(Sudoyo, 2006; Adam, 2010).


(33)

4. Diagnosis

Keadaan lipid normal sulit untuk dipatok satu angka, oleh karena normal untuk seseorang belum tentu normal untuk orang lain yang disertai faktor risiko koroner multipel. Walaupun demikian National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) telah membuat satu batasan yang dapat dipakai secara umum untuk diagnostik dislipidemia tanpa melihat faktor resiko koroner seseorang (Sudoyo, 2006).

Pemeriksaan untuk kadar lipid setidaknya dilakukan setahun sekali dan harus dilakukan lebih sering jika ada target tertentu. Pada pasien dengan kadar lipid beresiko rendah (LDL < 100 mg/dl, HDL > 50 mg/dl, dan trigliserida < 150 mg/dl), pemeriksaan kadar lipid dapat dilakukan tiap 2 tahun (ADA, 2004).

5. Penatalaksanaan Dislipidemia Diabetik

Walaupun kelainan lipid pada dislipidemia diabetik disifati oleh hipertrigliseridemi, dan kadar kolesterol-HDL rendah sedang kolesterol-LDL umumnya normal, sasaran yang harus dicapai pada dislipidemia diabetik adalah kolesterol-LDL (Adam, 2010). Dari berbagai penelitian, didapatkan bahwa penentu utama keberhasilan pengelolaan lipid dalam mencegah kelainan kardiovaskular adalah kadar kolesterol-LDL karena mempunyai peran yang sangat nyata dan kuat dalam proses aterosklerosis, melebihi peran fraksi lipid yang lain (Trigliserida dan HDL-kolesterol) (Waspadji, 2008).

Menurut National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III pada tahun 2001, kadar kolesterol LDL pasien dengan diabetes haruslah < 100


(34)

25

mg/dl. Pada pasien-pasien diabetes dengan penyakit kardiovaskular di harapkan kadar kolesterol LDL harus lebih rendah lagi yaitu < 70 mg/dl (kol-total < 175 mg/dl (Canadian Diabetes Association, 2006).

Penatalaksanaan dislipidemia diabetik terdiri atas :

a. Penatalaksanaan non farmakologik

Penatalaksanaan non farmakologik meliputi terapi nutrisi medik, aktivitas fisik serta beberapa upaya lain seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan bagi yang gemuk dan mengurangi asupan alkohol. Penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan kadar HDL kolesterol serta sedikit menurunkan kadar LDL kolesterol (Alwi, 2006; Sudoyo, 2006; Adam, 2010).

b. Penatalaksanaan farmakologi

Berbagai studi klinis menunjukkan bahwa terapi farmakologik dengan obat-obat penurun lipid memberi manfaat perbaikan profil lipid dan menurunkan komplikasi kardiovaskular pada pasien-pasien diabetes. Pada saat ini dikenal sedikitnya 6 jenis obat yang dapat memperbaiki propil lipid serum yaitu:

1. HMG-CoA reduktase inhibitor 2. Derivat asam fibrat

3. Sekuestran asam empedu 4. Asam nikotinat


(35)

5. Ezetimibe

6. Asam lemak omega-3 (Alwi, 2006; Sudoyo, 2006).

E. Aloksan

Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil. Waktu paruh pada suhu 37°C dan pH netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih lama pada suhu yang lebih rendah. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Nugroho, 2006).

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan (Watkins et al., 2008). Aloksan dapat menyebabkan Diabetes melitus tergantung insulin pada binatang tersebut (aloksan diabetes) dengan karakteristik mirip dengan Diabetes Melitus tipe 1 pada manusia (Filipponi et al., 2008).

Aloksan, dengan adanya Thiol intraselular seperti glutathione pada aloksan akan membentuk reactive oxygen species (ROS) pada reaksi siklik bersama dengan produk hasil reduksinya, asam dialurik. Toksisitas yang disebabkan oleh aloksan dimulai dengan terbentuknya radikal bebas dari reaksi redoks. Autooksidasi dari asam dialurik akan membentuk radikal superoksida (O2-),


(36)

27

hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil (OH-). Radikal hidroksil inilah yang memiliki peran penting pada kerusakan sel beta pankreas. Aloksan juga secara selektif menghambat sekresi insulin pada sel beta pankreas melalui penghambatan pada glukokinase, yang merupakan sensor adanya glukosa pada sel beta pankreas, melalui oksidasi thiol pada enzim sehingga merusak metabolisme oksidatif dan fungsi sensor glukosa pada sel beta pankreas (Lenzen, 2007).

F. Tikus (Rattus novergicus)

Tikus dipilih sebagai objek penelitian karena memiliki homogenisitas yang mirip manusia, tikus memiliki organ dan fisiologi sistemik yang sama, serta memiliki gen yang mirip dengan manusia. Kemiripan inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa tikus digunakan dalam meneliti penyakit maupun proses penuaan pada manusia (Demetrius, 2005).

Tikus (Rattus novergicus) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Sub Class : Theria Ordo : Rodentia Sub Ordo : Myomorpha


(37)

Family : Muridae Sub Family : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus novergicus (Depkes, 2013).

Tikus (Rattus norvegicus) adalah hewan percobaan yang mudah dipelihara, relatif sehat, dan cocok untuk berbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm (Depkes, 2013). Tikus putih berjenis kelamin betina tidak digunakan, karena memiliki kondisi hormonal yang tidak stabil, sehingga dikhawatirkan mempengaruhu hasil penelitian (Harkness dan Wagner, 1983).


(38)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan Post Only Control Group Design. Pengambilan data dilakukan hanya pada saat akhir penelitian setelah dilakukannya perlakuan dengan membandingkan hasil pada kelompok kontrol negatif dengan kontrol positif dan membandingkan hasil pada kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – Desember 2013.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(39)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi menurut Notoadmodjo (2012) adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley berumur 3–4 bulan yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali, sesuai dengan rumus Frederer, (Supranto, 2007).

Rumus Frederer :

(t – 1) ( n - 1) 15 Keterangan :

n = besar sampel tiap perlakuan t = banyaknya perlakuan

Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi :

(t – 1) ( n - 1) 15 (5 – 1) ( n - 1) 15 4 ( n - 1) 15 4n – 4 15


(40)

31

4n 19 n 19/4 n 4,75

n 5

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus dari populasi yang ada.

Untuk mengantisipasi hilangnya unit eksperimen maka dilakukan koreksi dengan:

N = n/(1-f) Keterangan:

N = Besar sampel koreksi n = Besar sampel awal

f = Perkiraan proporsi drop out sebesar 10%

Sehingga,

N = n/(1-f) N = 5/(1-10%)

N = 5/(1-0,1) N = 5/0,9

N = 5,55 N = 6


(41)

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor. Oleh karena itu, penelitian kali ini menggunakan 25 ekor tikus yang dibagi ke dalam 5 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol negatif. Kelompok yang kedua adalah kelompok kontrol positif. Kelompok yang ketiga, keempat, dan kelima adalah kelompok perlakuan.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi a. Sehat.

b. Memiliki berat badan antara 200–250 gram. c. Jenis kelamin jantan.

d. Berusia sekitar ± 3–4 bulan.

2. Kriteria Eksklusi

a. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus atau genital).

b. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.


(42)

33

E. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian a. Alat penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah: 1) Timbangan elektronik AND, untuk menimbang berat tikus. 2) Sonde lambung, untuk mencekoki ekstrak biji jengkol

3) Glukometer dan Glukotest strip, untuk mengukur kadar gula darah. 4) Spuit 1cc, untuk mengambil darah tikus.

5) Handschoen, kapas dan alkohol.

6) Kandang hewan, tempat pakan hewan dan tempat minum hewan.

b. Alat pembuat ekstrak etanol biji jengkol

Alat yang digunakan untuk membuat ekstrak etanol biji jengkol adalah:

1) Neraca digital / micro analytical balance, dengan ketelitian 0,001 mg untuk menimbang biji jengkol.

2) Mortar dan stamper, untuk menumbuk dan menghaluskan biji jengkol.

3) Termometer 4) Mikropipet

5) Panci penangas, untuk merebus ekstrak. 6) Hot plate.

7) Baker glass.


(43)

9) Corong buchner untuk menyaring hasil maserasi. 10)Rotary evaporator untuk memekatkan ekstrak.

2. Bahan penelitian

a. Hewan coba berupa tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley berasal dari IPB Bogor dan memenuhi kriteria inklusi. Mendapat pakan standar dan minum secara ad libitum.

b. Ekstrak etanol 96% biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.). c. Aloksan monohidrat

F. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.)

Bahan baku biji jengkol tua yang masih segar dikumpulkan, dibuang bagian yang tidak diperlukan (sortasi basah), dicuci bersih di bawah air mengalir, dan ditiriskan. Biji jengkol selanjutnya dirajang kecil-kecil dan dikeringkan di bawah matahari hingga kering, dibuang benda-benda asing atau pengotoran-pengotoran lain yang masih tertinggal pada simplisia kering (sortasi kering), kemudian ditimbang berat keringnya dan diblender hingga agak halus dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat. Pembuatan ekstrak etanol biji jengkol dilakukan dengan metode perkolasi. Caranya 500 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan etanol 96% selama 3 jam. Selanjutnya dipindahkan massa tersebut sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, tambahkan etanol 96% secukupnya hingga simplisia


(44)

35

terendam dan terdapat cairan penyari di atasnya, perkolator ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian kran perkolator dibuka dan dibiarkan cairan ekstrak menetes dengan kecepatan 1 ml per menit dan ditambahkan etanol 96% berulang-ulang secukupnya dengan meletakkan corong pisah di atas perkolator dan diatur kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan tetesan perkolat,sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Perkolat kemudian disuling dan diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50°C menggunakan rotary evaporator, kemudian dipekatkan dengan bantuan alat freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 97 gram (Depkes, 1986).

2. Prosedur Penelitian

a. Tikus sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 grup. Grup pertama adalah kontrol negatif (-) dimana grup ini hanya akan diberi makanan dan tidak diberi aloksan secara intraperitoneal. Grup kedua adalah kontol positif (+) dimana grup ini akan mendapatkan perlakuan berupa pemberian aloksan secara intraperitoneal. Berdasarkan penelitian Elysa pada tahun 2011 menyatakan bahwa dosis 600 mg/kgbb ektrak etanol biji jengkol merupakan dosis efektif menurunkan kadar glukosa darah. Grup ketiga adalah grup dengan pemberian aloksan intraperitoneal dan pemberian dosis I (600 mg/kgbb) ekstrak etanol biji jengkol. Grup keempat adalah grup dengan pemberian aloksan intraperitoneal dan pemberian dosis II (900 mg/kgbb) ekstrak etanol biji jengkol. Grup


(45)

kelima adalah grup dengan pemberian aloksan intraperitoneal dan pemberian dosis III (1.200 mg/kgbb) ekstrak etanol biji jengkol. Kemudian tikus akan ditaruh di laboratorium selama satu minggu sebagai adaptasi.

b. Memeriksa kadar glukosa darah puasa tikus sebelum perlakuan menggunakan glukometer. Tikus dipuasakan selama 8-12 jam. Pengambilan darah dilakukan melalui ekor tikus.

c. Setelah kadar glukosa darah tikus-tikus dinyatakan normal maka dilanjutkan dengan penginduksian aloksan monohidrat dengan dosis 150 mg/kgbb secara intraperitoneal. Setelah diinduksi tikus tetap diberikan makanan dan minuman ad libitum selama 3 hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa kembali. Tikus dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl (Triplitt, dkk., 2008) dan tikus diabetes tersebut telah dapat digunakan untuk pengujian.

d. Melakukan pemberian ekstrak etanol biji jengkol selama 14 hari, satu kali setiap hari. Tikus tetap diberikan makan ad libitum.

e. Melakukan pemeriksaan kadar LDL darah tikus setelah 14 hari perlakuan.

G. Pengambilan Sampel Darah Tikus

Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian. Tikus dikeluarkan dari kandang dan ditempat terpisah dengan tikus lainnya


(46)

37

kemudian ditunggu beberapa saat untuk mengurangi penderitaan pada tikus akibat aktivitas antara lain, pemindahan, penanganan, gangguan antar kelompok, dan penghapusan berbagai tanda yang pernah diberikan. Setelah itu, tikus dianestesi dengan Ketamine-xylazine 75-100 mg/kg + 5-10 mg/kg secara IP kemudian tikus di euthanasia berdasarkan Institusional Animal Care and Use Committee (IACUC) menggunakan metode cervical dislocation dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher di dasar tengkorak atau batang ditekan ke dasar tengkorak. Dengan tangan lainnya, pada pangkal ekor atau kaki belakang dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang leher dan tengkorak (AVMA, 2013). Setelah tikus dipastikan mati, darah di ambil melalui jantung dengan menggunakan alat suntik sebanyak ±2 cc, kemudian langsung dimasukkan ke dalam vacutainer (Red Top).

H. Penentuan Kadar LDL

Pada penelitian ini dilakukan penentuan kadar LDL darah tikus dengan menggunakan metode pengukuran LDL secara tidak langsung (indirectly measured). Konsentrasi kolesterol LDL dihitung dari kadar kolesterol total, HDL, dan trigliserida menurut rumus Friedewald (1972):

LDL = Kolesterol Total – HDL – Trigliserida/5 mg/dl LDL = Kolesterol Total – HDL – Trigliserida/2.2 mmol/l Diasumsikan bahwa Trigliserida/5 merupakan kadar VLDL.


(47)

Rumus Friedewald ini memiliki keterbatasan yaitu sebelum pemeriksaan subjek yang akan diperiksa dipuasakan selama 12-14 jam terlebih dahulu. Selain itu, rumus ini tidak berlaku bila kadar trigliserida >400 mg/dl, terdapat dislipoproteinemia, kelainan tipe I/III (Frederickson et al., 1972).

Apabila tidak dapat dilakukan pemeriksaan kadar LDL dengan menggukan rumus Friedewald tidak dapat dilakukan, maka menggunakan metoda pemeriksaan LDL secara tidak langsung, yaitu metoda hemogenous dengan alat spetrofotometer. Adapun prinsip pemeriksaannya adalah sebagai berikut:

HDL, VLDL, CM—detergen 1 Micellary Kolesterol —kol. esterase dan kol. perolsidase

 H2O2

H2O2 + 4 aminoantipirin —

peroksidase

 colousless product

LDL –detergen 1 LDL

LDL – detergen 2 Micellary Kolesterol —kol.l esterase dan kol. peroksidase H2O2

H2O2 + 4 aminoantipirin + DSBmT —

kol.l esterase dan kol. peroksidase

colour product

Warna yang dihasilkan adalah biru. Intensitas warna, menunjukkan kadar kolesterol LDL. Pemeriksaan ini dipengaruhi oleh bilirubin 20 mg/dl, hemoglobin 500 mg/dl, dan trigliserida 1500 mg/dl. Diukur dengan panjang gelombang 550 nm.


(48)

39

Pada peneltian ini, pemeriksaan menggunakan rumus Friedewald sehingga terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol HDL. Adapun cara pemeriksaan dari ketiganya, adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran kadar kolesterol total

Penukuran kadar kolesterol total ini menggunakan alat ukur spektofotometer, dengan metoda CHOD-PAP yang merupakan tes warna enzimatik. Adapun prinsip pada metoda pemeriksaan CHOD-PAP adalah sebagai berikut:

Kolesterol Ester + H2O—

Kol.esterase

 Kolesterol + Asam lemak

Kolesterol + O2–

Kol. oksidase

4-kolestone-3-one + H2O2

2H2O2 + 4-aminophenozone + phenol –

peroksidase

4-(p-benzoquinone-monoimino)- phenazone + 4H2O2

Pada proses pengukuran ini darah yang diperoleh didiamkan selama 10-15 menit kemudian di sentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Kemudian serum yang dihasilkan dari proses sentrifus diambil menggunakan mikropipet dan diletakan di tabung.

Prosedur analisis yaitu sampel atau standar diambil sebanyak 10 μl dan dicampurkan dengan 1000 μl pereaksi kit (mengandung kolesterol esterase, kolesterol oksidase, fenol, 4-aminoantipyrine, peroksidase dan bufer) kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai


(49)

homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm.

Tabel 1. Prosedur pencampuran reagen kolesterol total

Blanko Standar/ control Sampel Reagen kerja Standar Serum 1000µl --- --- 1000µl 10µl --- 1000µl --- 10µl

2. Pengukuran kadar trigeliserida

Trigliserida ditentukan setelah hidrolisis enzimatis dengan lipase. Trigliserida + H2O -

lipase

 gliserol + asam lemak

Gliserol + ATP - gliserol kinase gliserol-3-fosfat + ADP Gliserol-3-fosfat + O2 -

gliserol-3-fosfat oksidase

dihidroksiaseton fosfat + H2O2

2H2O2 + 4-aminofenazon + 4 klorofenol -

peroksidase

 quinoneimine +

HCl + 4 H2O

Darah sebanyak 2 ml kemudian didiamkan 10 menit kemudian disentrifuge menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan serumnya. Sampel atau standar diambil sebanyak 10 μl dan dicampurkan dengan 1000 μl pereaksi kit, kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampal homogen.


(50)

41

Campuran diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm.

Tabel 2. Prosedur pencampuran reagen trigliserida

Blanko Standar/ control Sampel Reagen kerja

Standar Serum

1000µl --- ---

1000µl 10µl ---

1000µl --- 10µl

3. Pengukuran kadar HDL

Pada proses pengukuran ini darah yang diperoleh didiamkan selama 10-15 menit, kemudian di sentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Kemudian serum yang dihasilkan dari proses sentrifus diambil menggunakan mikropipet dan diletakan di tabung.

Pengukuran HDL dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan presipitasi terhadap lipoprotein densitas rendah (LDL dan VLDL) dan kilomikron. Presipitasi dilakukan dengan penambahan asam fosfotungstat dan kehadiran ion magnesium (MgCl2). Setelah sentrifugasi, HDL dalam supernatan diukur menggunakan pereaksi kit yang sama dengan pengukuran total kolesterol (CHOD-PAP).


(51)

Tabel 3. Prosedur pencampuran reagen HDL Standar/ kontrol Sampel Reagen HDL Standar Serum 200µl 100µl --- 200µl --- 100µl

Prosedur presipitasi adalah sebanyak 100 μl serum darah dicampurkan dengan 200 μl, kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Setelah sentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit, dihasilkan supernatan yang siap untuk dianalisis sama seperti analisis total kolesterol di atas.

Serum sebanyak 100 μl ditambah 200 μl reagen presipitan dicampur baik-baik, kemudian disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit sehingga menghasilkan filtrat. Filtrat didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit atau pada suhu 37°C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm.

Tabel 4. Prosedur pencampuran reagen HDL dengan presipitan Blanko Standar/ control Sampel Reagen kerja Standar Serum 1000µl --- --- 1000µl 50µl --- 1000µl --- 50µl


(52)

43 Diinduksi aloksan Diinduksi aloksan Diinduksi aloksan Diinduksi aloksan Diberikan makanan dan minuman ad libitum + Dosis III 1 x sehari

14 hari Diberikan makanan dan minuman ad libitum + Dosis II 1 x sehari

14 hari Diberikan makanan dan minuman ad libitum + Dosis I 1 x sehari

14 hari Tidak diinduksi aloksan Hanya diberikan makanan dan minuman ad libitum Hanya diberikan makanan dan minuman ad libitum

Mengukur kadar glukosa darah puasa tikus sebelum diinduksi aloksan

Mengukur kadar glukosa darah puasa setelah 3 hari induksi aloksan.

Mengukur kadar LDL darah tikus setelah 14 hari pemberian EEBJ dan membandingkan hasil dari kelima kelompok tersebut.

Gambar 7. Ilustrasi prosedur penelitian Tikus diadaptasi selama 1 minggu

Menimbang berat badan tikus


(53)

I. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Identifikasi Variabel

a. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.).

b. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar LDL dalam darah tikus (mg/dl).

2. Defenisi Operasional Variabel Tabel 5. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Jenis

Variabel Ektrak

etanol biji jengkol

Ekstrak Biji Jengkol diberikan pada tikus berupa suspensi dengan

dosis I 600 mg/kg bb dosis II 900 mg/kg bb

dosis III dan 1.200 mg/kg bb.

Timbangan mg/kgbb Numerik

Kadar LDL

Kadar LDL dalam darah tikus yang diukur

setelah 14 hari pemberian ekstrak biji

jengkol.

Menggunakan rumus


(54)

45

J. Analisis Data

Analisis data penelitian diproses dengan program pengolahan data dengan tingkat signifkansi p = 0,05. Langkah pertama adalah dengan melakukan uji normalitas data yaitu dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk. Selanjutnya didapatkan hasil p > 0,05 maka distribusi data normal. Setelah itu dapat digunakan uji parametrik one way ANOVA. Tetapi, jika distribusi data tidak normal (hasilnya p < 0,05) maka digunakan uji alternatif yaitu uji Kruskal-Wallis. Jika didapatkan perbedaan signifikan pada one way ANOVA (p < 0,05), maka dapat dilanjutkan uji lanjutan Post Hoc Test dengan Least Significant Difference (LSD) antar kelompok untuk mengetahui secara spesifik perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol serta antar kelompok perlakuan. Sehingga didapatkan kelompok perlakuan mana yang mempunyai efek menurunkan LDL paling baik.

K. Etika Penelitian

Penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu:

1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.


(55)

2. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) ≥ 15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.

3. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi.

a. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan coba diberikan pakan standar dan minum secara ad libitum.

b. Bebas dari ketidak-nyamanan, pada penelitian hewan coba ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga 20-25°C, kemudian hewan coba terbagi menjadi 2-4 ekor tiap kandang. Animal house berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya sehingga, mengurangi stress pada hewan coba.

c. Bebas dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan percobaan jika diperlukan, pada penelitian hewan coba diberikan perlakuan dengan menggunakan nasogastric tube dilakukan dengan mengurangi rasa nyeri sesedikit mungkin, dosis perlakuan diberikan berdasarkan pengalaman terdahulu maupun literatur yang telah ada.


(56)

47

Prosedur pengambilan sampel pada akhir penelitian telah dijelaskan dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan anesthesia serta euthanasia dengan metode yang manusiawi oleh orang yang terlatih untuk meminimalisasi atau bahkan meniadakan penderitaan hewan coba sesuai dengan IACUC (Ridwan, 2013).


(57)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol terhadap kadar LDL darah tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi aloksan diperoleh simpulan bahwa tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol terhadap kadar LDL darah tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi aloksan.

B. Saran

Untuk pengembangan dan perbaikan penelitian ini, penulis menyarankan:

1. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang manakah yang lebih efektif dalam menurunkan kadar LDL darah tikus.

2. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode induksi yang lebih baik untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol terhadap kadar LDL darah tikus.


(58)

60

3. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apa sajakah efek samping yang dapat timbul akibat pemberian ekstrak etanol biji jengkol.

4. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih tinggi tingkatannya.

5. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan jangka waktu yang lebih lama.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Adam JMF. Dislipidemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. 2006. Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 1948-54.

Adeghate, Ernest , Peter Schattner B., dan Earl Dunn. 2006. An Update on the Etiology dan Epidemiology of Diabetes Mellitus.

Atsuchi, Mikito,Yamashita, Chiaki, Iwasaki, Yoshio. 1995. A Triterpenoid Saponin, Extraction Thereof and Use To Treat or Prevent Diabetes Mellitus. American Diabetes Association. 2004. Diagnosis dan Classification of Diabetes

Mellitus. Diabetes Care, Volume 27, Supplement 1.

Arai Yusuke, Shaw Watanabe, Mitsuru Kimira, Kayoko Shimoi, Rika Mochizuki, and Naohide kinae. 2000. Dietary Intakes of Flavonols, Flavones and Isoflavones by Japanese Women and The Inverse Correlation between Quercetin Intake and Plasma LDL Cholesterol Concentration. Journal of Nutrition. 130: 2243-2250.

Bilous. 2002. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Diabetes. Jakarta: Dian Rakyat.

Carjavall-zarrabal O, S M Waliszewski, D M Barradas-dermitz, Z Orta-flores, Hayward-jones, C Nolasco-hipolito, Angulo-guerrero, S.Rican, Infaso, and P R L Trujillo. 2005. The Consumption Of Hibiscus Sabdariffa Dried Calyx Ethanolic Extract Reduced Lipid Profile In Rats. Plant Foods for Human Nutrition. 60: 153-159

Dahlan, S. 2009. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm. 87-88

Davey, P, 2005, At a Glance Medicine, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Elysa. 2011. Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pthecellobium lobatum Benth.) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi aloksan. (Skripsi). Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(60)

Fatmawati E. 2008. Pengaruh Lama Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) terhadap Kadar Kolesterol, LDL, HDL, dan Trigliserida Darah Tikus (Rattus norvegicus) Diabetes. (Skripsi). Malang: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang. Federer, WT.1967. Experimental design, theory and application. New Delhi:

Oxford and IBH Publ. Co.

Friedewald WT, Levy RI, Fredrickson DS. Estimation of the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma, without use of the preparative ultracentrifuge. Clin Chem 1972;18:499-502.

Ganong, W.F, 1983, Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC.

Ganong, W. F., 2001, Fisiologi kedokteran, Jakarta: EGC.

Goldberg IJ. 2001. Diabetic dyslipidemia : causes and consequences, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 86 (3): 965-971

Hartoyo A, Muchtadi D, Astawan M, Dahrulsyah, Winarto A. 2011. Pengaruh Ekstrak Protein Kacang Komak (Lablab Pupures (L.) Sweet) pada Kadar Glukosa dan Profil Lipida Serum Tikus Diabetes. Jurnal teknologi dan industri pangan. 1 (22): 1-6.

Hedges L. J, C. E. Lister. 2007. The Nutritional Attributes of Allium Species. Crop and Food Research Confidential Report. No. 1814.

Herwiyarirasanta, I. 2010. Efek Pemberian Sari Kedelai Hitam terhadap Kadar LDL (Low Density Lipoprotein) Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan Diet Tinggi Lemak. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Heslet, L. 1997. Kolesterol. Terjemahan oleh A. Aiwiyanto. Kesaint Blanc. Jakarta. Hal. 81.

Hutapea, J.R. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI. Halaman 219-220.

Hutauruk, J.E., (2010), Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.), Skripsi, FMIPA, USU

IDF. 2012. Diabetes Atlas. 5th Edition. International Diabetes Federation.

Ikawati,M., A.E.Wibowo., N.S.Octa Dan R.Adelina. 2008. Pemanfaatan Benalu Sebagai Agen Antikanker. Jurnal Farmasi UGM 1(1): 1—9.

Lamson., Davis., and B.Matthew. 2000. Antioxidants and cancer III: Quercetin, Alternative Medicine. Review Journal 5(3): 196-208.


(61)

Miranda, Cristobal, 2004, Antioxidant Activities of Flavonoids.

Murwani S. 2013. Profil Kadar Kolesterol Total, Low Density Lipoprotein (LDL) Dan Gambaran Histopatologis Aorta Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Hiperkolesterolemia Dengan Terapi Ekstrak Air Benalu Mangga (Dendropthoe Pentandra). (Skripsi). Malang: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.

Muthusamy, S., Kanagarajan, S., dan Ponnusamy, S. 2008. Efficiency of RAPD and ISSR Marker System in Accessing Genetic Variation of Rice Bean (Vigna umbellata) Landraces. Electronic Journal of Biotechnology 11 (3): 1–8.

Noortiningsih. 2004. Diagnosis Diabetes dengan HbA1C.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nuraini M. 2013. Pengaruh Pemberian Jus Biji Pepaya (Carica papaya Linn) terhadap Penurunan Kadar Low Density Lipoproteins (LDL) Plasma Tikus Sprague Dawley. (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nurdiana, Alfrina H, Sakina LF. 2012. Pengaruh Jus Brokoli (Brassica oleracea var. Italica) terhadap Penurunan Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) Darah pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar Model Diabetes Mellitus yang diinduksi STZ. (Skripsi) Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Pandey, B.P. 2003. A Textbook of Botany Angiospermis. New Delhi: S. Chand & Company Ltd. Halaman 105.

Pitojo, S., 1992. Jengkol, Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius. Ridwan, E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian

Kesehatan. J Indon Med Assoc. 63 (3): 112-6.

Roglic, Gojka, Nigel Unwin, Peter H. Bennett, Colin Mathers, Jaakko Tuomilehto, Satyajit, Vincent Connolly, Hilary King. 2005. The Burden of Mortality Attributable to Diabetes (Realistic estimates for the year 2000). Diabetes Care (28), 2130–2135.

Roswaty, A. 2010. All About Jengkol & Petai. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 4.


(62)

Suwitra. K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W., dkk., Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. Jakarta. Hal. 570-572.

Setianingsih, E., 1995. Petai dan Jengkol. Penebar Swadaya. Jakarta.

Song YQ, Manson JE, Buring JE, et al. 2005. Associations of Dietary Flavonoids with Risk of Type 2 Diabetes, and Markers of Insulin Resistance and Systemic Inflammation in Women: A Prospective Study and Cross Sectional Analysis. Journal of The American College of Nutrition. 24 (5): 376-84.

Suyono S. Patofisiologi diabetes melitus. Dalam : Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editor. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2005 : 7 – 15.

Szkudelski, T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B cell of the rat pancreas, Physiological Research 50: 536-546

Vergès, B. 2009. Lipid disorder in type I diabetes, Diabetes and Metabolism. 35: 353-360

Vita JA. 2005. Polyphenol and Cardiovascular disease effect on endothelial and platelet function. Am J Clin Nutr 81 (1): 292s-297s.

Waspadji S. Update: Pengobatan Dislipidemia Diabetik. Dalam: Surabaya Diabetes Update-XVII. Surabaya 2008:95-9.

Watkins, K. W., Connell, C. M., Fitzgerald, J. T., Klem, L., Hickey, T., & Dayton, B. I. (2000). Effect of adult’s self regulation of diabetes on quality of life outcomes. Diabetes Care, 23, 1511-1515

Wild, Sarah, Roglic, Green, Sicree, King. 2004. Global Prevalence of Diabetes (Estimates for the year 2000 dan projections for 2030). Diabetes Care (27) , 1047–1053.

Yusuke A, Shaw W, Mitsuru K, Kayoko S, Rika M, and Naohide K.. 2000. Dietary Intakes of Flavonols, Flavones and Isoflavones by Japanese Women and The Inverse Correlation between Quercetin Intake and Plasma LDL Cholesterol Concentration. Journal of Nutrition. 130: 2243-2250.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol terhadap kadar LDL darah tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi aloksan diperoleh simpulan bahwa tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol terhadap kadar LDL darah tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi aloksan.

B. Saran

Untuk pengembangan dan perbaikan penelitian ini, penulis menyarankan:

1. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang manakah yang lebih efektif dalam menurunkan kadar LDL darah tikus.

2. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode induksi yang lebih baik untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol terhadap kadar LDL darah tikus.


(2)

60

3. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apa sajakah efek samping yang dapat timbul akibat pemberian ekstrak etanol biji jengkol.

4. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih tinggi tingkatannya.

5. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan jangka waktu yang lebih lama.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adam JMF. Dislipidemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. 2006. Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 1948-54.

Adeghate, Ernest , Peter Schattner B., dan Earl Dunn. 2006. An Update on the Etiology dan Epidemiology of Diabetes Mellitus.

Atsuchi, Mikito,Yamashita, Chiaki, Iwasaki, Yoshio. 1995. A Triterpenoid Saponin, Extraction Thereof and Use To Treat or Prevent Diabetes Mellitus. American Diabetes Association. 2004. Diagnosis dan Classification of Diabetes

Mellitus. Diabetes Care, Volume 27, Supplement 1.

Arai Yusuke, Shaw Watanabe, Mitsuru Kimira, Kayoko Shimoi, Rika Mochizuki, and Naohide kinae. 2000. Dietary Intakes of Flavonols, Flavones and Isoflavones by Japanese Women and The Inverse Correlation between Quercetin Intake and Plasma LDL Cholesterol Concentration. Journal of Nutrition. 130: 2243-2250.

Bilous. 2002. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Diabetes. Jakarta: Dian Rakyat.

Carjavall-zarrabal O, S M Waliszewski, D M Barradas-dermitz, Z Orta-flores, Hayward-jones, C Nolasco-hipolito, Angulo-guerrero, S.Rican, Infaso, and P R L Trujillo. 2005. The Consumption Of Hibiscus Sabdariffa Dried Calyx Ethanolic Extract Reduced Lipid Profile In Rats. Plant Foods for Human Nutrition. 60: 153-159

Dahlan, S. 2009. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm. 87-88

Davey, P, 2005, At a Glance Medicine, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Elysa. 2011. Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pthecellobium lobatum Benth.) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi aloksan. (Skripsi). Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(4)

Fatmawati E. 2008. Pengaruh Lama Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) terhadap Kadar Kolesterol, LDL, HDL, dan Trigliserida Darah Tikus (Rattus norvegicus) Diabetes. (Skripsi). Malang: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang. Federer, WT.1967. Experimental design, theory and application. New Delhi:

Oxford and IBH Publ. Co.

Friedewald WT, Levy RI, Fredrickson DS. Estimation of the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma, without use of the preparative ultracentrifuge. Clin Chem 1972;18:499-502.

Ganong, W.F, 1983, Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC. Ganong, W. F., 2001, Fisiologi kedokteran, Jakarta: EGC.

Goldberg IJ. 2001. Diabetic dyslipidemia : causes and consequences, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 86 (3): 965-971

Hartoyo A, Muchtadi D, Astawan M, Dahrulsyah, Winarto A. 2011. Pengaruh Ekstrak Protein Kacang Komak (Lablab Pupures (L.) Sweet) pada Kadar Glukosa dan Profil Lipida Serum Tikus Diabetes. Jurnal teknologi dan industri pangan. 1 (22): 1-6.

Hedges L. J, C. E. Lister. 2007. The Nutritional Attributes of Allium Species. Crop and Food Research Confidential Report. No. 1814.

Herwiyarirasanta, I. 2010. Efek Pemberian Sari Kedelai Hitam terhadap Kadar LDL (Low Density Lipoprotein) Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan Diet Tinggi Lemak. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Heslet, L. 1997. Kolesterol. Terjemahan oleh A. Aiwiyanto. Kesaint Blanc. Jakarta. Hal. 81.

Hutapea, J.R. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI. Halaman 219-220.

Hutauruk, J.E., (2010), Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.), Skripsi, FMIPA, USU

IDF. 2012. Diabetes Atlas. 5th Edition. International Diabetes Federation.

Ikawati,M., A.E.Wibowo., N.S.Octa Dan R.Adelina. 2008. Pemanfaatan Benalu Sebagai Agen Antikanker. Jurnal Farmasi UGM 1(1): 1—9.

Lamson., Davis., and B.Matthew. 2000. Antioxidants and cancer III: Quercetin, Alternative Medicine. Review Journal 5(3): 196-208.


(5)

Lenzen, S. 2007. The Mechanisms of Alloxan and Streptozotocin Induced Diabetes. Clinical and Experimental Diabetes and Metabolism.51: 216-226. Miranda, Cristobal, 2004, Antioxidant Activities of Flavonoids.

Murwani S. 2013. Profil Kadar Kolesterol Total, Low Density Lipoprotein (LDL) Dan Gambaran Histopatologis Aorta Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Hiperkolesterolemia Dengan Terapi Ekstrak Air Benalu Mangga (Dendropthoe Pentandra). (Skripsi). Malang: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.

Muthusamy, S., Kanagarajan, S., dan Ponnusamy, S. 2008. Efficiency of RAPD and ISSR Marker System in Accessing Genetic Variation of Rice Bean (Vigna umbellata) Landraces. Electronic Journal of Biotechnology 11 (3): 1–8.

Noortiningsih. 2004. Diagnosis Diabetes dengan HbA1C.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nuraini M. 2013. Pengaruh Pemberian Jus Biji Pepaya (Carica papaya Linn) terhadap Penurunan Kadar Low Density Lipoproteins (LDL) Plasma Tikus Sprague Dawley. (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nurdiana, Alfrina H, Sakina LF. 2012. Pengaruh Jus Brokoli (Brassica oleracea var. Italica) terhadap Penurunan Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) Darah pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar Model Diabetes Mellitus yang diinduksi STZ. (Skripsi) Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Pandey, B.P. 2003. A Textbook of Botany Angiospermis. New Delhi: S. Chand & Company Ltd. Halaman 105.

Pitojo, S., 1992. Jengkol, Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius. Ridwan, E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian

Kesehatan. J Indon Med Assoc. 63 (3): 112-6.

Roglic, Gojka, Nigel Unwin, Peter H. Bennett, Colin Mathers, Jaakko Tuomilehto, Satyajit, Vincent Connolly, Hilary King. 2005. The Burden of Mortality Attributable to Diabetes (Realistic estimates for the year 2000). Diabetes Care (28), 2130–2135.

Roswaty, A. 2010. All About Jengkol & Petai. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 4.


(6)

Suwitra. K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W., dkk., Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. Jakarta. Hal. 570-572.

Setianingsih, E., 1995. Petai dan Jengkol. Penebar Swadaya. Jakarta.

Song YQ, Manson JE, Buring JE, et al. 2005. Associations of Dietary Flavonoids with Risk of Type 2 Diabetes, and Markers of Insulin Resistance and Systemic Inflammation in Women: A Prospective Study and Cross Sectional Analysis. Journal of The American College of Nutrition. 24 (5): 376-84.

Suyono S. Patofisiologi diabetes melitus. Dalam : Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editor. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2005 : 7 – 15.

Szkudelski, T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B cell of the rat pancreas, Physiological Research 50: 536-546

Vergès, B. 2009. Lipid disorder in type I diabetes, Diabetes and Metabolism. 35: 353-360

Vita JA. 2005. Polyphenol and Cardiovascular disease effect on endothelial and

platelet function. Am J Clin Nutr 81 (1): 292s-297s.

Waspadji S. Update: Pengobatan Dislipidemia Diabetik. Dalam: Surabaya Diabetes Update-XVII. Surabaya 2008:95-9.

Watkins, K. W., Connell, C. M., Fitzgerald, J. T., Klem, L., Hickey, T., & Dayton, B. I. (2000). Effect of adult’s self regulation of diabetes on quality of life outcomes. Diabetes Care, 23, 1511-1515

Wild, Sarah, Roglic, Green, Sicree, King. 2004. Global Prevalence of Diabetes (Estimates for the year 2000 dan projections for 2030). Diabetes Care (27) , 1047–1053.

Yusuke A, Shaw W, Mitsuru K, Kayoko S, Rika M, and Naohide K.. 2000. Dietary Intakes of Flavonols, Flavones and Isoflavones by Japanese Women and The Inverse Correlation between Quercetin Intake and Plasma LDL Cholesterol Concentration. Journal of Nutrition. 130: 2243-2250.


Dokumen yang terkait

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan

5 51 113

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY DIABETES YANG DIINDUKSI ALOKSAN

1 18 58

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN PENINGKATAN KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ALOKSAN

5 49 55

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithechellobium lobatum Benth.) Terhadap Kadar Trigliserida pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley yang Diinduksi Aloksan

1 25 63

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR HDL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ALOKSAN.

1 10 59

PENGARUH EKSTRAK ETANOL 96% BIJI JENGKOL (Pithecollobium Jiringa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GASTER DAN BERAT GASTER TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 14 68

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 96% BIJI JENGKOL (Pithecollobium lobatum) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI JARINGAN GINJAL SERTA PENINGKATAN KADAR UREUM KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

4 45 67

PENGARUH EKSTRAK ETANOL 96 % BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PANKREAS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

1 8 50