PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN PENINGKATAN KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ALOKSAN

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP PENURUNAN KADAR

GLUKOSA DARAH DAN PENINGKATAN KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague

Dawley YANG DIINDUKSI ALOKSAN

Oleh

FRISCA FEBE LUMBAN GAOL

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCES OF ADMINISTRATION OF EXTRACTED DOGFRUIT SEED (Pithecellobium lobatum Benth.) ETHANOL TO REDUCE BLOOD GLUCOSE LEVEL AND UREUM AND CREATININE

LEVEL INCREASES OF MALE WHITE RAT (Rattus norvegicus ) OF Sprague Dawley STRAIN INDUCED WITH ALOXANE

By

FRISCA FEBE LUMBAN GAOL

Diabetes Mellitus (DM) is a chronic disease caused by body inability to produce or properly use insulin hormone effectively. DM is marked with polyuria, polydipsia, polyphagia, followed with blood glucose increase. DM patients Indonesia in 2000 were 8.4 million people, and it was the fourth ranks in the world. Dogfruit is one of plants able to reduce blood sugar content, but it may cause acute renal failure because it contains djenkolic acid. To diagnose acute renal failure, renal function examination is conducted by measuring urea and creatinine levels.

This was an experimental research with Post Test Only Control Group Design. Samples were 25 male white rats (Rattus norvegicus) from Sprague Dawley strain with 200 - 250 grams body weights, 3 - 4 months, and they were divided into 5 groups.

The results showed that oneway ANOVA test derived p < 0,05 to the rat blood glucose level and p > 0,05 for urea and creatinine levels. This indicated that the administration of ethanol from extract of dogfruit seed influenced reduced reduce blood glucose level, but did not influence the increased urea and creatinine levels of male white rat from Sprague Dawley strain induced with aloxane. However, to be seen from average of creatinine level, dosage of 1200 mg/kg body weight of ethanol extract from dogfruit seed caused increased creatinine level with group average value of 0.86 mg/dl.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN

PENINGKATAN KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ALOKSAN

Oleh

FRISCA FEBE LUMBAN GAOL

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi atau menggunakan hormon insulin dengan efektif. Diabetes Mellitus ditandai dengan poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai peningkatan glukosa darah. Jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4 di dunia. Jengkol adalah salah satu jenis tanaman yang dapat menurunkan kadar gula darah, namun juga dapat menyebabkan gagal ginjal akut karena kandungan asam jengkolat yang terdapat di dalamnya. Untuk mendiagnosis gagal ginjal akut diperlukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan mengukur kadar ureum dan kreatinin.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan Post Test Only Control Group Design. Sampel dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley dengan berat badan 200 - 250 gram, berumur 3 - 4 bulan berjumlah 25 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok.

Berdasarkan hasil uji oneway ANOVA, diperoleh nilai p < 0,05 terhadap kadar glukosa darah tikus, sedangkan terhadap kadar ureum dan kreatinin, diperoleh nilai p > 0,05. Hal ini menyatakan bahwa pemberian ekstrak etanol biji jengkol berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah, namun tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar ureum dan kreatinin tikus putih galur Sprague Dawley

yang diinduksi aloksan. Akan tetapi, jika dilihat dari rerata kadar kreatininnya, dosis 1200 mg/kgbb ekstrak etanol biji jengkol dapat menyebabkan peningkatan kadar kreatinin dengan nilai rerata kelompok sebesar 0,086 mg/dl.


(4)

(5)

(6)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kerangka Pemikiran ... 6

1. Kerangka Teori... 6

2. Kerangka Konsep ... 7

F. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) ... 8

1. Definisi ... 8

2. Klasifikasi ... 9

3. Kandungan ... 10

B. Diabetes Mellitus ... 11

1. Definisi ... 11

2. Klasifikasi dan Etiologi ... 12

3. Gambaran Klinis ... 13

4. Komplikasi ... 15

5. Diagnosis ... 16


(7)

C. Keracunan Jengkol ... 21

1. Asam Jengkolat ... 21

2. Gagal Ginjal Akut pada Keracunan Jengkol ... 22

D. Tikus ... 24

E. Aloksan ... 25

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 27

B. Waktu danTempat Penelitian ... 27

C. Populasi dan Sampel ... 28

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 29

E. Alat dan Bahan Penelitian ... 29

1. Alat Penelitian ... 29

2. Bahan Penelitian... 30

F. Prosedur Penelitian... 30

G. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 35

H. Analisis Data ... 36

I. Etika Penelitian ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 39

B. Pembahasan ... 45

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 53

B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA


(8)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ... 6

2. Kerangka Konsep ... 7

3. Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) ... 9

4. Langkah-langkah Diagnosis DM ... 18

5. Struktur Molekul Asam Jengkolat ... 21

6. Tikus (Rattus norvegicus) ... 25

7. Ilustrasi Prosedur Penelitian... 34


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Biji Jengkol ... 10

2. Klasifikasi Etiologis DM ... 13

3. Kategori Status Glukosa ... 17

4. Definisi Operasional ... 35

5. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah, Ureum, dan Kreatinin... 39

6. Hasil Uji Normalitas Kadar Glukosa Darah ... 41

7. Hasil Uji Varians Data Kadar Glukosa Darah ... 42

8. Hasil Uji One Way ANOVA Kadar Glukosa Darah ... 42

9. Hasil Uji Post Hoc LSD ... 43

10. Hasil Uji Normalitas Kadar Ureum ... 43

11. Hasil Uji Varians Data Kadar Ureum ... 43

12. Hasil Uji One Way ANOVA Kadar Ureum ... 44

13. Hasil Uji Normalitas Kadar Kreatinin ... 44

14. Hasil Uji Varians Data Kadar Kreatinin ... 45


(10)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Lolos Kaji Etik Lampiran 2 Data Pengukuran Berat Badan Tikus

Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah, Ureum dan Kreatinin

Lampiran 4 Hasil Pengolahan SPSS Lampiran 5 Gambar Grafik Pengukuran


(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab terjadinya peningkatan prevalensi penyakit degeneratif. Beberapa jenis penyakit yang masuk dalam kelompok penyakit degeneratif seperti Diabetes Mellitus (DM), jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia, dan sebagainya (Sudoyo dkk., 2010).

Diabetes Mellitus adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. Hal ini diduga karena perubahan pola makan masyarakat yang lebih banyak mengonsumsi makanan yang mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat (Suyono, 2010).

Berdasarkan penelitian epidemiologi, prevalensi DM terus bertambah secara global. Diperkirakan pada tahun 2000, sebanyak 150 juta orang terkena DM dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. (Suyono, 2010). Laporan dari WHO mengenai studi populasi DM di berbagai negara, memberikan informasi


(12)

2

bahwa jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4 setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan prevalensi tersebut akan terus meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta) (Wild et al., 2004). Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin (Busatta, 2011). Diabetes Mellitus ditandai dengan adanya poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai peningkatan glukosa darah atau hiperglikemia (ADA, 2010). Diabetes Mellitus memicu berbagai komplikasi seperti stroke, jantung, hipertensi, gangguan ginjal, kebutaan, dan gangren kaki (Powers, 2012).

Diabetes Mellitus diterapi dengan pemberian obat-obat oral anti diabetik (OAD), atau dengan suntikan insulin bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat) (PERKENI, 2011). Penggunaan obat oral anti diabetik jangka panjang dengan biaya yang mahal menyebabkan obat anti diabetik yang relatif murah dan terjangkau di masyarakat perlu untuk dicari. Sebagai salah satu alternatif adalah penggunaan obat tradisional yang mempunyai efek hipoglikemia. Pada tahun 1980 WHO merekomendasikan agar dilakukan penelitian terhadap tanaman yang memiliki efek menurunkan kadar gula darah karena pemakaian obat modern kurang aman (Kumar et al, 2005).


(13)

Beberapa tanaman yang biasa digunakan sebagai obat diabetes mellitus adalah biji alpukat, mahkota dewa, buah naga, jambu biji, pare, dan tanaman seledri (Dalimartha, 2005). Salah satu jenis tanaman yang juga dapat menurunkan kadar gula darah (bersifat hipoglikemik) adalah jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) (Widowati, dkk., 1997). Kandungan senyawa kimia pada biji, kulit batang, dan daun jengkol adalah saponin, flavonoid, dan tanin (Hutapea, 1994). Jengkol juga mengandung banyak zat lain, seperti: protein, kalsium, fosfor, asam jengkolat, vitamin A dan B1, karbohidrat, minyak atsiri, alkaloid, dan glikosida (Pitojo, 1994).

Pengujian khasiat tumbuhan jengkol dalam menurunkan kadar glukosa darah ini secara ilmiah dilakukan oleh Bambang Wispiyono (1991) menggunakan bagian kulit batang pohon jengkol (Widowati, dkk., 1997), dan oleh Dr. Soetijoso Soemitro (1987) menggunakan kulit halus biji jengkol (Jis, dkk., 1990), dan terhadap biji jengkol dilakukan oleh Endang Evacuasiany, Hendra William G, dan Slamet Santosa (2004) terhadap tikus putih. Elysa (2011) juga melakukan penelitian pengaruh biji jengkol terhadap penurunan glukosa darah tikus putih galur wistar dengan dosis 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb dan 600 mg/kgbb dengan hasil penurunan glukosa darah paling baik ada pada dosis 600mg/kgbb.

Beberapa penelitian di atas mendeskripsikan khasiat jengkol dalam menurunkan glukosa darah, namun tidak menjelaskan apakah dengan dosis yang digunakan, jengkol cukup aman untuk tidak menyebabkan keracunan. Keracunan jengkol (Djenkolism) merupakan penyebab gagal ginjal akut (Singh and Prakash, 2008). Asam jengkolat yang terkandung di dalam


(14)

4

jengkol dapat membentuk kristal yang mengendap dan menyebabkan obstruksi (Jha et al., 2008). Obstruksi di traktus urinarius merupakan salah satu penyebab gagal ginjal akut (Guyton and Hall, 2007). Untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal akut diperlukan pemeriksaan fungsi ginjal yaitu pemeriksaan kadar ureum dan kreartinin serum (Molitoris and Yaqub, 2009). Hal-hal tersebut di atas melatar belakangi dilaksanakannya penelitian ini. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi aloksan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum

Benth.) terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi aloksan.


(15)

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum

Benth.) terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

Sprague Dawley yang diinduksi aloksan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terkait antara lain :

1. Bagi penulis, dapat mengetahui pengaruh ekstrak biji jengkol terhadap penurunan kadar glukosa darah dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley

yang diinduksi aloksan.

2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi pembaca, dapat memberikan informasi mengenai peranan biji jengkol dalam menurunkan glukosa darah dan pengaruhnya terhadap fungsi ginjal.


(16)

6

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teori

Senyawa tanin yang dikandung oleh jengkol berkhasiat memacu uptake

glukosa dengan meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin sekaligus mencegah adipogenesis (Muthusamy et al., 2008). Senyawa flavanoid bertindak sebagai antioksidan melindungi kerusakan progresif

sel β pankreas oleh karena stress oksidatif (Song et al., 2005). Senyawa

triterpenoid saponin memiliki efek menghambat absorpsi glukosa Gambar 1. Kerangka Teori

Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.)

Asam Jengkolat

Penurunan glukosa darah Tanin, Flavonoid, Triterpenoid, Saponin. uptake glukosa, antioksidan,

hambatan absorpsi glukosa. Obstruksi traktus

urinarius

Gagal Ginjal Akut

Peningkatan ureum dan kreatinin serum Kristal asam jengkolat

Aloksan

Kerusakan sel β pankreas

Peningkatan glukosa darah

: menghambat : memicu


(17)

sehingga dapat berguna sebagai agen terapi sekaligus preventif diabetes (Mikito et al., 1995).

Keracunan jengkol merupakan penyebab gagal ginjal akut akibat pengendapan kristal-kristal asam jengkolat di dalam saluran-saluran traktus urogenitalis sehingga terjadi obstruksi intra renal (Oen, 1982). Kriteria diagnosis gagal ginjal akut adalah penurunan mendadak fungsi ginjal yang ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin (Mehta dkk, 2007).

2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep

F. Hipotesis

Terdapat pengaruh pemberian Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi aloksan.

Ekstrak Etanol Biji Jengkol (EEBJ)

Kadar Glukosa Darah Puasa

Kadar Ureum dan Kreatinin


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.)

1. Definisi

Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan ini memiliki nama latin Pithecellobium lobatum Benth. dengan nama sinonimnya yaitu A.Jiringa, Pithecellobium jiringa, dan Archindendron pauciflorum. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara (Hutauruk, 2010). Tumbuhan ini memiliki akar tunggang, buahnya berwarna coklat kotor, batang tegak, bulat, berkayu, banyak percabangan. Daun majemuk, anak daun berhadapan, berbentuk lonjong, panjang 10-20 cm, lebar 5-15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, berwarna hijau tua. Bunga majemuk, berbentuk tandan, terletak di ujung batang, dan ketiak daun, berwarna ungu, kelopak berbentuk mangkok, benang sari dan putik berwarna kuning, mahkota berbentuk lonjong berwarna putih kekuningan. Buah berbentuk bulat pipih, berwarna coklat kehitaman. Biji berbentuk bulat pipih, berkeping dua, dan berwarna putih kekuningan (Hutapea, 1994).


(19)

Keterangan : a = Kulit Jengkol b = Biji Jengkol

Gambar 3. Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) (Elysa, 2011) 2. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Fabales

Suku : Mimosaceae Marga : Pithecellobium


(20)

10

3. Kandungan

Biji, kulit batang, kulit buah dan daun jengkol mengandung beberapa senyawa kimia, diantaranya saponin, flavonoid dan tanin (Hutapea, 1994), yang berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah.

a. Saponin, menghambat absorpsi glukosa sehingga dapat berguna sebagai agen terapi diabetes mellitus sebagai agen preventif diabetes (Mikito et al., 1995).

b. Flavonoids, sebagai antioksidan, dapat melindungi kerusakan progresif sel β pankreas oleh karena stress oksidatif, sehingga dapat menurunkan kejadian diabetes mellitus tipe 2 (Song et al., 2005).

c. Tanin, senyawa ini diketahui memacu uptake glukosa dengan meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin dan mencegah adipogenesis (Muthusamy et al., 2008) sehingga timbunan kedua sumber kalori ini dalam darah dapat dihindari.

Berdasarkan percobaan analisis fitokimia oleh Elysa pada tahun 2011, didapatkan bahwa terdapat kandungan senyawa saponin, flavonoids dan tanin dari biji jengkol.

Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Biji Jengkol (Elysa, 2011)

No Skrining Hasil

1. Alkaloid +

2. Flavonoid +

3. Glikosida +

4. Saponin +

5. Tanin +

6. Triterpenoid/ steroid +

Keterangan : + = mengandung golongan senyawa - = tidak mengandung golongan senyawa


(21)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jengkol banyak mengandung zat, antara lain adalah sebagai berikut: protein, kalsium, fosfor, asam jengkolat, vitamin A dan B1, karbohidrat, minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid, tanin, dan glikosida (Pitojo, 1994).

B. Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronik yang terjadi diakibatkan kegagalan pankreas memproduksi insulin yang mencukupi atau tubuh tidak dapat menggunakan secara efektif insulin yang diproduksi. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah adalah efek utama pada DM tidak terkontrol dan pada jangka waktu lama bisa mengakibatkan kerusakan serius pada syaraf dan pembuluh darah (Busatta, 2011).

Diabetes Mellitus mempunyai sindroma klinik yang ditandai adanya poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl atau postprandial ≥ 200 mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl) (ADA, 2010).


(22)

12

2. Klasifikasi dan Etiologi

Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi sebagai berikut (PERKENI, 2011):

a. Diabetes mellitus tipe 1

Terjadi destruksi sel β pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute akibat proses imunologik maupun idiopatik.

b. Diabetes mellitus tipe 2

Penyebab spesifik dari tipe diabetes ini masih belum diketahui, terjadi gangguan kerja insulin dan sekresi insulin, bisa predominan gangguan sekresi insulin ataupun predominan resistensi insulin.

c. Diabetes mellitus tipe lain

Diabetes mellitus tipe lainnya disebabkan oleh berbagai macam penyebab lainnya seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM.

d. Diabetes mellitus gestational

Diabetes mellitus gestational yaitu diabetes yang terjadi pada kehamilan, diduga disebabkan oleh karena resistensi insulin akibat hormon-hormon seperti prolaktin, progesteron, estradiol, dan hormon plasenta.


(23)

Tabel 2. Klasifikasi etiologis DM (PERKENI, 2011)

KLASIFIKASI ETIOLOGI

Tipe 1 Destruksi sel beta, umunya menjurus ke defisiensi insulin absolute

 Autoimun

 Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta

 Defek genetik pada kerja insulin

 Penyakit eksokrin pancreas

 Endokrinopati

 Karena obat atau zat kimia

 Infeksi

 Sebab imunologi yang jarang

 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes mellitus

gestasional

3. Gambaran Klinis

Sindroma klinik yang sering dijumpai pada diabetes mellitus yakni poliuria, polidipsia dan polifagia, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dikonsumsi mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen, dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Semua proses tersebut terganggu pada DM, glukosa tidak dapat masuk ke sel hingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila kadarnya tinggi sekali sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap


(24)

14

cairan intrasel. Yang berbahaya adalah glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit (poliuria). Hal inilah yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada pasien DM sehingga terjadi koma hiperglikemik hiperosmolar nonketosis. Karena adanya dehidrasi, maka tubuh berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Selain itu, polifagia juga timbul karena adanya perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus akibat kurangnya pemakaian glukosa di sel, jaringan, dan hati (Suherman, 2007).

Normalnya lemak yang berada dalam aliran darah, melewati hati dan dipecah menjadi gliserol dan asam lemak. Asam lemak kemudian diubah menjadi senyawa keton (asam asetoaseat, aseton, asam betahidroksibutirat) dan dilepaskan ke aliran darah kembali untuk disirkulasikan ke sel tubuh agar dimetabolisme menjadi energi, CO2 dan air. Pada saat terjadi gangguan metabolit, lipolisis bertambah dan lipogenesis terhambat, akibatnya dalam jaringan terbentuk senyawa keton lebih cepat daripada sel tubuh dapat memetabolismenya. Maka, terjadi akumulasi senyawa keton dan asidemia (penurunan pH darah dan meningkatnya ion hidrogen dalam darah). Sistem buffer tubuh berusaha untuk menetralkan perubahan pH yang ditimbulkannya, tetapi bila ketosis yang timbul lebih hebat maka pH darah tidak dapat dinetralisir dan terjadi diabetik ketoasidosis. Keadaan klinis ini ditandai dengan nafas yang cepat dan dalam, disebut pernafasan


(25)

4. Komplikasi

Jika berbicara tentang DM, kita tidak dapat lari untuk berbicara tentang komplikasinya. Komplikasi akut pada kasus diabetes adalah ketoasidosis diabetes (diabetic ketoacidosis/DKA) dan hiperosmolaritas hiperglikemi (hyperglycaemic hyperosmolarity/HHS). DKA terjadi akibat defisiensi absolut atau relatif insulin yang dikombinasi dengan regulatori kelebihan hormon glukagon, katekolamin, kortisol. Ketosis terjadi akibat peningkatan perlepasan asam lemak bebas dari adiposit, yang akhirnya mengakibatkan sintesa badan keton di hepar. Penurunan insulin dikombinasi dengan peningkatan katekolamin dan growth factor, meningkatkan lipolisis dan perlepasan asam lemak bebas. Secara normal, asam lemak bebas ini akan dikonversi menjadi trigliserida atau Very Low Density Lipoprotein (VLDL) di hepar. Walau bagaimanapun, pada DKA, hiperglukagonemi merubah metabolism hepar untuk meningkatkan formasi badan keton dengan mengaktivasi enzim karnitin palmitotranferase I. Enzim ini penting dalam regulasi transportasi asam lemak ke dalam mitokondria, di mana terjadi oksidasi beta dan konversi badan keton terjadi. Pada PH yang fisiologis, badan keton wujud sebagai ketoasid yang dineutralisasi oleh bikarbonat. Setelah simpanan bikarbonat berkurang, berlakulah asidosis metabolik. Peningkatan asam laktat juga menyumbang kepada terjadinya asidosis metabolik. Tanda-tanda terjadinya DKA termasuklah mual, muntah, dahaga, poliuri, respirasi

kussmaul, takikardi, takipnea, dehidrasi, hipotensi, nyeri abdomen dan sebagainya. HHS sering terjadi pada lansia dengan DM tipe 2 dengan


(26)

16

riwayat beberapa minggu sebelumnya, poliuri, penurunan berat badan yang akhirnya mengakibatkan perobahan status mental. Beda HHS dan DKA adalah tiadanya simptom mual, muntah dan nyeri abdomen pada DKA (Fauci et al., 2012).

Komplikasi kronik dari diabetes dapat berupa komplikasi vaskuler, yang dibagi menjadi makrovaskular yaitu penyakit pembuluh darah koroner, pembuluh darah tungkai bawah dan mikrovaskular yaitu retinopati, nefropati, dan lainnya. (Waspadji, 2010).

5. Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa dapat juga dilihat dari keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien berupa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita (Sudoyo, dkk., 2010).

Menurut Triplitt et al., (2008), berikut kategori status glukosa darah puasa (GDP) dan tes toleransi glukosa oral (OGTT) pada tabel di bawah ini:


(27)

Tabel 3. Kategori Status Glukosa (Triplitt et al., 2008) Kategori Status Glukosa

Glukosa Darah Puasa (GDP)

Normal GDP Terganggu Diabetes mellitus

<100mg/dl (5,6 mmol/L) 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L)

≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

2 jam sesudah beban Glukosa (Tes Toleransi

Glukosa Oral)

Normal <140 mg/dL (7,8 mmol/L) GDP Terganggu 140-199 mg/dL (7,8-11,1 mmol/L) Diabetes mellitus ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Bila ada keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis diabetes mellitus. Untuk kelompok tanpa gejala khas diabetes mellitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil TTGO didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Gustaviani, 2006).


(28)

18

Gambar 4. Langkah-langkah diagnosis DM (Gustaviani, 2006)

6. Penatalaksanaan

Pengobatan Diabetes Mellitus berbeda untuk DM tipe 1 dan DM tipe 2. a. Pengobatan DM tipe 1

Diabetes Mellitus tipe 1 harus bergantung pada insulin eksogen untuk mengontrol hiperglikemia. Tujuan pemberian insulin pada DM tipe 1 adalah untuk memelihara konsentrasi gula darah mendekati kadar normal dan mencegah besarnya penyimpangan kadar glukosa darah yang dapat menyebabkan timbulnya komplikasi jangka panjang (Mycek, 2001).

Insulin eksogen yang dipakai untuk pengobatan DM memiliki beberapa jenis yaitu insulin kerja cepat, insulin kerja sedang, dan


(29)

insulin kerja lama. Efek samping dari pemberian insulin tersebut berupa reaksi alergi, hipoglikemia akibat dosis yang berlebihan, dan lipodistrofi di tempat penyuntikan(Mycek, 2001).

b. Pengobatan DM tipe 2

Langkah pertama dalam mengelola DM selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa perencanaan makan/terapi nutrisi medik, olahraga, dan penurunan berat badan. Bila dengan langkah tersebut sasaran terapi pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam penyebab terjadinya hiperglikemia (Sudoyo, 2010).

Obat antidibetika oral dibagi dalam 6 kelompok, sebagai berikut: 1. Sulfonilurea (misalnya: tolbutamid, klorpropamida, glibenklamida,

gliklazida, glipizida, glikidon dan glimepirida)

Mekanisme kerja sulfonilurea dengan menstimulasi insulin dari sel beta-pankreas. Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang memiliki afinitas tinggi yang berkaitan dengan saluran K-ATP pada sel β-pankreas, akan menghambat effluks kalium sehingga terjadi depolarisasi kemudian membuka saluran Ca dan menyebabkan influks Ca sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Di samping itu, sulfonilurea juga dapat meningkatkan kepekaan reseptor terhadap insulin di hati dan di perifer.


(30)

20

2. Kalium-channel blockers (misalnya: repaglinida, nateglinida) Golongan ini mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan sulfonilurea, hanya pengikatan reseptornya terjadi di tempat lain dan kerjanya lebih singkat.

3. Biguanida (misalnya: metformin)

Berbeda dengan sulfonilurea, obat ini tidak menstimulasi pelepasan insulin dan tidak menurunkan gula-darah pada orang sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan sehingga berat badan tidak meningkat, maka dapat diberikan pada penderita yang kegemukan. Penderita ini biasanya mengalami resitensi insulin, sehingga sulfonilurea kurang efektif. Mekanisme kerjanya yaitu dengan meningkatkan kemampuan insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel (insulin sensitizers).

4. Glukosidase-inhibitors (misalnya: akarbose dan miglitol)

Obat golongan ini bekerja dengan merintangi enzim alfa-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian polisakarida menjadi monosakarida terhambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga puncak kadar gula darah dapat dihindarkan.

5. Thiazolidindion (misalnya: rosiglitazon dan pioglitazon)

Obat golongan ini bekerja dengan mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin (insulin sensitizers).


(31)

6. Penghambat DPP-4 (dipeptidylpeptidase-4 blockers)

Obat golongan baru ini bekerja dengan menghambat enzim DPP-4 sehingga produksi hormon incretin tidak menurun. Adanya hormon incretin berperan utama dalam produksi insulin di pankreas dan pembentukan hormon GLP-1 (glukagon-like peptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotropic polypeptide) di saluran cerna yang juga berperan dalam produksi insulin. Dengan penghambatan enzim DPP-4 akan mengurangi penguraian dan inaktivasi incretin, GLP-1 dan GIP, sehingga kadar insulin akan meningkat (Tan, dan Rahardja, 2007).

C. Keracunan Jengkol

1. Asam jengkolat

Asam jengkolat (Djengkolic acid) adalah asam amino yang mengandung sulfur. Adanya unsur sulfur ini menyebabkan asam jengkolat dapat menghasilkan bau yang kurang sedap. Asam jengkolat adalah amfoter, dapat larut dalam asam atau alkali. Bentuk kristal asam jengkolat seperti jarum halus dengan bagian tajam di kedua sisi (Manan et al., 2007).


(32)

22

2. Gagal Ginjal Akut pada Keracunan Jengkol

Keracunan jengkol (Djenkolism) adalah penyebab gagal ginjal akut (Singh and Prakash, 2008). Kristal asam jengkolat yang mengendap pada dinding saluran kemih akan menyebabkan diameter dinding menjadi lebih kecil dan menimbulkan obstruksi (Manan et al., 2007). Obstruksi di traktus urinarius merupakan salah satu penyebab gagal ginjal akut (Guyton and Hall, 1997).

Dalam menegakkan diagnosis adanya keracunan jengkol, perlu dilakukan anamnesis yang mengungkapkan bahwa gejala-gejala keracunan timbul beberapa saat setelah mengonsumsi jengkol (Oen, 1982). Gejala keracunan jengkol terdiri dari : demam, leukositosis, nyeri perut bagian bawah, disuria, hematuria, oligouria atau anuria, dan hipertensi. Nafas dan urine berbau jengkol (Jha et al., 2008). Gejala-gejala tersebut diwujudkan sebagai gagal ginjal akut (Singh and Prakash, 2008).

Untuk mendiagnosis gagal ginjal akut diperlukan pemeriksaaan fungsi ginjal yaitu pengukuran kadar ureum dan kreatinin (Molitoris and Yaqub, 2009).

1. Ureum

Ureum merupakan produk sampingan dari metabolisme protein yang mengandung nitrogen. Produk ini dibentuk di hati, kemudian di saring dari darah, dan dieksresikan dalam urin melalui ginjal. Pada penurunan fungsi ginjal, kadar ureum darah meningkat (Corwin, 2009).


(33)

Seseorang yang mengalami peningkatan ureum dalam darah disebut uremia. Uremia dapat dibagi menjadi uremia prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena perubahan mekanisme sebelum filtrasi darah oleh ginjal. Uremia renal disebabkan oleh penyakit atau toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Uremia pascarenal dapat terjadi pada pada obstruksi saluran kemih seperti ureter, kandung kemih, atau uretra yang menghambat ekskresi urin (Sacher & McPherson, 2002).

2. Kreatinin

Kreatinin merupakan produk dari katabolisme kreatinin fosfat dalam otot. Laju produksinya bersifat tetap dalam tiap individu setiap harinya (Kenward and Tan, 2003). Kreatinin diekskresi terutama oleh filtrasi glomerulus dengan hampir tidak ada sama sekali reabsorpsi oleh tubulus (Murray, 2006). Kerusakan ginjal dengan berbagai etiologi akan menyebabkan peningkatan kreatinin darah (Suhardjono, 2001). Adanya perubahan pada kreatinin mencerminkan perubahan pada klirensnya melalui filtrasi, sehingga dapat dijadikan indikator fungsi ginjal (Kenward and Tan, 2003).

Keracunan jengkol dapat diobati dengan pemberian cairan melalui infus untuk membangkitkan kembali dieresis. Penambahan natrium bikarbonat akan mempermudah larutnya kristal-kristal asam jengkol agar diekskresikan lewat urin (Oen, 1982).


(34)

24

D. Tikus (Rattus novergicus)

Tikus (Rattus novergicus) diklasifikasikan sebagai berikut (Depkes, 2013) : Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Sub Class : Theria

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Myomorpha

Family : Muridae

Sub Family : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus novergicus

Tikus (Rattus norvegicus) adalah hewan percobaan yang telah diketahui sifat-sifatnya secara sempurna, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm (Depkes, 2013). Tikus putih galur ini mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner, 1983).


(35)

Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley

berjenis kelamin jantan berumur 2 - 3 bulan. Tikus Sprague Dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian (Harkness dan Wagner, 1983).

Gambar 6. Tikus (Rattus norvegicus)

E. Aloksan

Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil. Waktu paruh pada suhu 37°C dan pH netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih lama pada suhu yang lebih rendah. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Nugroho, 2006).


(36)

26

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan . Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan (Watkins et al., 2008). Aloksan dapat menyebabkan Diabetes Melitus tergantung insulin pada binatang tersebut (aloksan diabetes) dengan karakteristik mirip dengan Diabetes Melitus tipe 1 pada manusia (Filipponi et al., 2008).

Thiol intraselular seperti glutathione pada aloksan akan membentuk reactive oxygen species (ROS) pada reaksi siklik bersama dengan produk hasil reduksinya, asam dialurik. Toksisitas yang disebabkan oleh aloksan dimulai dengan terbentuknya radikal bebas dari reaksi redoks. Autooksidasi dari asam dialurik akan membentuk radikal superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil (OH-). Radikal hidroksil inilah yang memiliki peran penting pada kerusakan sel beta pankreas . Sel beta pankreas memiliki kemampuan antioksidan yang sangat rendah dibanding hati, sehingga dengan mudah terjadi nekrosis yang membuat menurunnya kemampuan untuk mensekresikan insulin. Aloksan juga secara selektif menghambat sekresi insulin pada sel beta pankreas melalui penghambatan pada glukokinase, yang merupakan sensor adanya glukosa pada sel beta pankreas, melalui oksidasi thiol pada enzim sehingga merusak metabolisme oksidatif dan fungsi sensor glukosa pada sel beta pankreas (Lenzen, 2007).


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan Post Test Only Control Group Design. Pengambilan data dilakukan hanya pada saat akhir penelitian setelah dilakukannya perlakuan dengan membandingkan hasil pada kelompok kontrol media dengan kontrol negatif dan membandingkan hasil pada kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan. Menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

Sprague Dawley dengan berat badan 200-250 gram, berumur 3 - 4 bulan yang dibagi menjadi 5 kelompok untuk digunakan sebagai penelitian.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) dan Laboratorium Klinik Duta Medika pada bulan November - Desember 2013


(38)

28

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi menurut Notoadmodjo (2012) adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley dengan berat badan 200-250 gram, berumur 3 - 4 bulan yang diperoleh berasal dari IPB Bogor.

2. Sampel Penelitian

Sampel menurut Notoadmodjo (2012) adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap memiliki seluruh populasi. Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali. Menurut Frederer, rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah :

t (n-1) > 15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel setiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi :

5 (n-1) > 15 5n-5 > 15

5n > 20 n > 4


(39)

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor (n > 4) dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus dari populasi yang ada.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Sehat.

b. Memiliki berat badan antara 200-250 gram c. Jenis kelamin jantan.

d. Berusia sekitar 3 – 4 bulan. 2. Kriteria Eksklusi

a. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus atau genital).

b. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.

E. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian


(40)

30

1) Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g, untuk menimbang berat tikus.

2) Sonde lambung, untuk mencekoki ekstrak biji jengkol

3) Glukometer (GlucoDrTM) dan Glukotest strip (GlucoDrTM strip test), untuk mengukur kadar gula darah.

4) Spectrofotometer, untuk mengukur kadar ureum dan kreatinin serum.

5) Gunting minor set, untuk melukai ekor tikus dan membedah tikus. 6) Tabung vacutainer yellow top, untuk menampung darah tikus. 7) Mortar dan Alu, untuk menghaluskan jengkol.

8) Handschoen, kapas dan alkohol.

9) Kandang hewan, tempat pakan hewan dan tempat minum hewan. 2. Bahan penelitian

a. Hewan coba berupa tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley berasal dari IPB Bogor dan memenuhi kriteria inklusi. Mendapat pakan standar dan minum secara ad libitum.

b. Ekstrak etanol 96% biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.). c. Aloksan monohidrat

F. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Ekstraksi biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.)

Bahan baku biji jengkol tua yang masih segar dikumpulkan, dibuang bagian yang tidak diperlukan (sortasi basah), dicuci bersih di bawah air mengalir, dan


(41)

ditiriskan. Biji jengkol selanjutnya dirajang kecil-kecil dan dikeringkan di bawah matahari hingga kering, dibuang benda-benda asing atau pengotoran-pengotoran lain yang masih tertinggal pada simplisia kering (sortasi kering), kemudian dihaluskan dengan mortar dan alu lalu disimpan dalam wadah bersih. Dihasilkan 600 gr serbuk biji jengkol (simplisia) dan selanjutnya dilakukan ekstraksi (Candra, 2012). Pembuatan ekstrak etanol biji jengkol dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi adalah penarikan simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari (Syamsuni, 2006). Serbuk simplisia direndam dalam 2 liter etanol 96% selama 24 jam, selanjutnya disaring hingga didapatkan filtrat. Filtrat tersebut kemudian dievaporasi menggunakan Rotary evaporator hingga dihasilkan ekstrak kental (Depkes, 2000). Ekstrak kental tersebut selanjutnya diencerkan menggunakan aquades sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, yaitu 600 mg/kgbb, 900 mg/kgbb, dan 1200mg/kgbb.

2. Prosedur Penelitian

a. Tikus sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 grup. Kelompok pertama adalah kontrol media, dimana grup ini hanya diberikan aquadest secara oral tanpa diinduksi aloksan secara intraperitoneal. Kelompok kedua adalah kontrol negatif (-), dimana grup ini akan diberikan aquadest secara oral dan diinduksi pemberian aloksan secara intraperitoneal. Kelompok ketiga adalah grup yang diberi perlakuan berupa induksi aloksan intraperitoneal dan pemberian dosis 600 mg/ kgbb ekstrak etanol biji jengkol. Kelompok keempat adalah grup yang diberi perlakuan berupa induksi aloksan intraperitoneal juga dan


(42)

32

pemberian dosis 900 mg/kgbb ekstrak etanol biji jengkol. Kelompok kelima adalah grup yang juga diinduksi induksi aloksan secara intraperitoneal dan pemberian dosis 1200 mg/kgbb ekstrak etanol biji jengkol. Kemudian tikus akan di aklimasi dalam rumah hewan selama satu minggu.

b. Mengukur kadar glukosa darah puasa tikus sebelum perlakuan.

c. Pemberian aloksan monohidrat dengan dosis 150 mg/kgbb secara intraperitoneal. Setelah diinduksi tikus tetap diberikan makanan dan minuman ad libitum, tunggu dalam 4 hari, dan ukur kadar glukosa darahnya. Tikus dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl (Triplitt, et al., 2008) dan telah dapat digunakan untuk pengujian. Selanjutnya disebut sebagai tikus diabetes.

d. Memuasakan tikus selama 8-12 jam, kemudian ukur kadar glukosa darah tikus.

e. Mencekoki tikus kelompok 3, 4 dan 5 dengan ekstrak etanol biji jengkol sebanyak 3 cc, dengan dosis masing-masing 600, 900, dan 1200 mg/kgbb selama 14 hari, satu kali setiap hari. Tikus tetap diberikan makan dan minum ad libitum.

f. Memuasakan tikus selama 8-12 jam, ukur kadar glukosa darah puasa, ureum dan kreatinin tikus setelah 14 hari.

g. Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian. Tikus dikeluarkan dari kandang dan ditempat terpisah dengan tikus lainnya kemudian ditunggu beberapa saat untuk mengurangi penderitaan pada tikus akibat aktivitas antara lain, pemindahan, penanganan, gangguan


(43)

antar kelompok, dan penghapusan berbagai tanda yang pernah diberikan. Setelah itu, tikus dianaestesi dengan Ketamine-xylazine 75-100 mg/kg + 5-10 mg/kg secara intraperitoneal kemudian tikus di

euthanasia berdasarkan Institusional Animal Care and Use Committee

(IACUC) menggunakan metode cervical dislocation dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher di dasar tengkorak atau batang ditekan ke dasar tengkorak. Dengan tangan lainnya, pada pangkal ekor atau kaki belakang dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang leher dan tengkorak (AVMA, 2013). Setelah tikus dipastikan mati, darah di ambil melalui jantung dengan menggunakan alat suntik sebanyak ±2 cc, kemudian langsung dimasukkan ke dalam vacutainer (Red Top). Sampel darah tersebut di tampung menggunakan tabung vacutainer red top, disentrifuga selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm, kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah, ureum dan kreatinin serum dengan spektofotometri.


(44)

34 Induksi aloksan Induksi aloksan Induksi aloksan Induksi aloksan Cekok aquades 1x sehari 14 hari Cekok aquades 1x sehari 14 hari Cekok EEBJ 1200 mg/kgbb 1x sehari 14 hari Cekok EEBJ 900mg/kgbb 1x sehari 14 hari Cekok EEBJ 600 mg/kgbb 1x sehari 14 hari

Ukur kadar ureum dan kreatinin serum tikus pada hari ke-15

Kontrol (-) Kontrol (+) Grup 3 Grup 4 Grup 5 Ukur kadar glukosa darah puasa tikus sebelum induksi aloksan

Ukur kadar glukosa darah puasa tikus setelah induksi aloksan dan glukosa darah puasa awal tikus

Ukur kadar glukosa darah puasa tikus pada hari ke-15


(45)

G. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.).

b. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar glukosa darah (mg/dl), kadar ureum serum (mg/dl), dan kreatinin (mg/dl).

2. Definisi Operasional Variabel

Tabel 4. Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala Jenis

Variabel

Ektrak etanol biji jengkol

Ekstrak Etanol Biji Jengkol (EEBJ) diberikan pada tikus berupa suspensi dengan dosis 600 mg/kgbb, 900 mg/kgbb dan 1200 mg/kgbb.

mg/kgbb Numerik

Kadar glukosa darah Kadar glukosa darah puasa tikus yang diukur dengan glukometer yang sebelumnya telah dipuasakan 8 – 12 jam, dengan cara tidak diberikan makan namun tetap diberikan minum ad libitum.

mg/dl Numerik

Kadar ureum dan kreatinin

Kadar ureum dan kreatinin serum yang di ukur dengan spektofotometri.


(46)

36

H. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan meliputi : 1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan presentasi, hasil dari setiap variabel ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi, sehingga dapat mengetahui karakteristik atau gambaran dari setiap variabel (Notoatmodjo, 2012).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dua variable (Notoatmodjo, 2012). Jika memenuhi syarat (distribusi data normal, varians sama), maka digunakan uji statistik oneway ANOVA. Jika data tidak berdistribusi normal atau varians tetap tidak sama, maka uji Kruskal Wallis sebagai alternatif. Untuk menghasilkan nilai p < 0,05 di lanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc (Dahlan, 2011).

I. Etika Penelitian

Penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu:


(47)

1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. 2. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit

mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu t (n-1) > 15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.

3. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi. a. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan coba

diberikan pakan standar dan minum secara ad libitum.

b. Bebas dari ketidak-nyamanan, pada penelitian hewan coba ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga 20-25°C, kemudian hewan coba terbagi menjadi 2-4 ekor tiap kandang. Animal house

berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya sehingga, mengurangi stress pada hewan coba. c. Bebas dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan program

kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan percobaan jika diperlukan, pada penelitian hewan coba diberikan perlakuan dengan menggunakan nasogastric tube


(48)

38

perlakuan diberikan berdasarkan pengalaman terdahulu maupun literatur yang telah ada.

Prosedur pengambilan sampel pada akhir penelitian telah dijelaskan dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan anesthesia serta

euthanasia dengan metode yang manusiawi oleh orang yang terlatih untuk meminimalisasi atau bahkan meniadakan penderitaan hewan coba sesuai dengan IACUC (Ridwan, 2013).


(49)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pemberian ekstrak etanol biji jengkol dengan dosis 600, 900, dan 1200 mg/kgbb dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah tikus putih galur

Sprague Dawley yang diinduksi aloksan, dengan dosis yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal, yang dinyatakan dengan peningkatan kadar kreatinin, hanya terlihat pada dosis 1200 mg/kgbb.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol terhadap kadar glukosa darah dengan meneliti gambaran histopatologi pankreasnya.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol terhadap kadar ureum dan kreatinin dengan meneliti dosis toksik dan gambaran histopatologi ginjalnya.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Adewani N. 2008. Pengaruh Pemberian Rebusan Kulit Kayu Duwet terhadap Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Tikus Putih. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

American Diabetes Association. 2012.Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th

ed. United States of America.

--- . 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care 33 (1).

American Veterinary Medical Association. 2013. AVMA Guidelines for the Euthanasia of Animals. United States of America.

Astrian RT. 2009. Pengaruh Antioksidan Polifenol terhadap Kadar Glukosa Darah dan Insulin Mencit (Mus musculus L.) S.W. Jantan yang dikondisikan Diabetes Mellitus. Skripsi. Jawa Barat : Institut Teknologi Bandung.

Atmajaya Y. 2012. Perbandingan Efek Hipoglikemik Biji Petai Cina (Lucaena leuchocephala) dengan Glibenklamid pada Tikus Putih yang diinduksi dengan Alloxan. Jurnal Mutiara Medika 2012 8 (9).

Busatta F. 2011. Obesity, Diabetes an the Thrifty Gene. Antrocom Online Journal of Anthropology 2011 7(1).

Candra RA. 2012. Isolasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Daun Phoebe declinataNees. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia. Corwin EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dahlan MS. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi kelima. Jakarta : Salemba Medika.

Dalimartha S. 2005. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes Mellitus Cetakan kesembilan. Jakarta: Penebar Swadaya.


(51)

Darmono. 2007. Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang : CV. Agung Semarang.

Effendi I, Markum HMS. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid kedua. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Elysa. 2011. Uji EfekEkstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium Lobatum Benth.)

terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang diinduksi Aloksan. Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. 2012. Harrison’s Principle of Internal

Medicine 18th ed. United States of America.

Filipponi P, Gregorio F, Cristallini S, Ferrandina C, Nicoletti I, Santeusanio F. 2008. Selective impairment of pancreatic A cell suppreession by glucose during acute alloxan – induced insulinopenia: in vitro study on isolated perfused rat pancreas. Endocrinology119.

Gustaviani R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi keempat Jilid ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi KedokteranEdisi kesembilan. Jakarta : EGC.

Harkness JE, Wagner JE. 1983. Biology and Medicine of Rabbits and Rodents.

Philadelphia: Lea and Fabriger.

Hutapea JR. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Depkes RI.

Hutauruk JE. 2010. Isolasi Senyawa Flavonoid dari Kulit Buah Tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.). Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Jha V, Rathi M. 2008. Natural Medicines Causing Acute Kidney Injury. Seminars in Nephrology28 (4).

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta : Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Kenward RL, Tan CK. 2003. Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.


(52)

Kramer JA, Pettiet SD, Amin RP, Nertram TA, Car B, Cunningham M, et al. 2004. Overview of the Application of Transcription Profiling Using Selected Nephrotoxicants for Toxicology Assessment. Environmental Health Perspectives 112.

Kumar EK, Ramesh A, Kasiviswanath R. 2005. Hypoglicemic and Antihyperglicemic Effect of Gmelina asiatica Linn. In normal and in alloxan Induced Diabetic Rats. Andhra Pradesh: Departement of Pharmaceutical Sciences.

Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor : Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.

Manan ZA, Nasef MM, Setapar SHM. 2007. Advances in Separation Processes. Skudai : Universiti Teknologi Malaysia.

Markum HMS. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid kedua. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mikito A, Yamashita C, Iwasaki Y. 1995. A Triterpenoid Saponin Extraction there of and use to Treat or Prevent Diabetes Mellitus. European Patent Application. Molitoris AB, Yaqub SM. 2009. Current Diagnosis and Treatment Nephrology and

Hypertension. Acute Kidney Injury. Section II Acute Renal Failure. A LANGE Medical Book.

Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. 2006. Harper’s Illustrated Biochemistry 27th

ed. USA: The McGraw-Hill Companies.

Muthusamy VS, Anand S, Sangeetha KN, Sujatha S, Balakrishnan A, Lakshmi BS. 2008. Tannins present in Cichorium intybus enhance glucose uptake and inhibit adipogenesis in 3T3-L1 adipocytes through PTP1B inhibition.

Chemico-Biological Interactions174 (1).

Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi kedua. Jakarta: Widya Medika.

Nikolic J, Cvetkovic T, Sokolovic D. 2003. Role of quercetin on hepatic urea. Production in acute renal failure. Renal Failure 25.

Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nugroho AE. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi dan Mekanisme


(53)

Pandey BP. 2003. A Text Book of Botany. Angiosperms: Taxonomy, Anatomy, Embryologi. Ram Nagar: S.Chand & Company Ltd.

Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.

Pitojo S. 1994. Jengkol Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Kanisius. Powers AC. 2012.Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th ed. United States of

America.

Ramdhani R. 2008. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Muntingia calabura L. terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster Jantan Dewasa yang dikondisikan. Skripsi. Jawa Barat : Institut Teknologi Bandung.

Ridwan E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB).

Sacher MP. 2002. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi kesebelas. Jakarta: EGC.

Sinaga TH. 2002. Dampak Pemberian Berbagai Dosis Keracunan Asam Jengkolat pada Sistim Perkemihan Marmut (Cavia porcellus). Tesis. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Singh NP, Prakash A. 2008. Herbal Drugs and Acute Renal Injury. Medicine Update 18.

Sitepu SH. 2010. Uji Efek HipoglikemikEkstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper cf.

fragile Benth.) terhadap Tikus Putih Jantan. Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Smith BJ, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia. Jakarta : University Press. Song Y, JoAnn EM, Julie EB, Howard DS, Simin L. 2005. Associations of Dietary

Flavonoids with Risk of Type 2 Diabetes, and Markers of Insulin Resistance and Systemic Inflammation in Women : A Prospective Study and Cross-Sectional Analysis. Journal of the American College of Nutrition 24 (5).


(54)

Steffi, Hendra H, Jannah F, Witarsa W. 2009. Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Ekstrak Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium lobatum) secara Praklinis. Skripsi. Medan : Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suhardjono. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suharmiati. 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat.

Cermin Dunia Kedokteran140. Surabaya: Departemen Kesehatan RI. Suherman SK. 2007. Farmakologi dan TerapiEdisi kelima. Jakarta: Gaya Baru. Suyono S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid ketiga. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.

Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B cells of the rat pancreas. Physiological Research.

Tan HJ, Rahardja K. 2007. Obat-Obat PentingEdisi keenam. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Triplitt CL, Reasner CA, Isley WL. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach7th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies. Waspadji S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid ketiga. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Watkins D, Cooperstein SJ, Lazarow A. 2008. Effect of alloxan on permeability of pancreatic islet tissue in vitro. American Journal of Physiology.

Widmann FK. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi kesembilan. Jakarta: EGC.

Widowati L, Dzulkarnain B, Sa’roni. 1997. Tanaman Obat untuk Diabetes Mellitus. Cermin Dunia Kedokteran.


(55)

Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. 2004. Global Prevalance of Diabetes.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adewani N. 2008. Pengaruh Pemberian Rebusan Kulit Kayu Duwet terhadap Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Tikus Putih. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

American Diabetes Association. 2012. Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th ed. United States of America.

--- . 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care 33 (1).

American Veterinary Medical Association. 2013. AVMA Guidelines for the Euthanasia of Animals. United States of America.

Astrian RT. 2009. Pengaruh Antioksidan Polifenol terhadap Kadar Glukosa Darah dan Insulin Mencit (Mus musculus L.) S.W. Jantan yang dikondisikan Diabetes Mellitus. Skripsi. Jawa Barat : Institut Teknologi Bandung.

Atmajaya Y. 2012. Perbandingan Efek Hipoglikemik Biji Petai Cina (Lucaena leuchocephala) dengan Glibenklamid pada Tikus Putih yang diinduksi dengan Alloxan. Jurnal Mutiara Medika 2012 8 (9).

Busatta F. 2011. Obesity, Diabetes an the Thrifty Gene. Antrocom Online Journal of Anthropology 2011 7 (1).

Candra RA. 2012. Isolasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Daun Phoebe declinata Nees. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia. Corwin EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dahlan MS. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi kelima. Jakarta : Salemba Medika.

Dalimartha S. 2005. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes Mellitus Cetakan kesembilan. Jakarta: Penebar Swadaya.


(2)

Depkes. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Darmono. 2007. Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang : CV. Agung Semarang.

Effendi I, Markum HMS. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid kedua. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Elysa. 2011. Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium Lobatum Benth.)

terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang diinduksi Aloksan. Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. 2012. Harrison’s Principle of Internal

Medicine 18th ed. United States of America.

Filipponi P, Gregorio F, Cristallini S, Ferrandina C, Nicoletti I, Santeusanio F. 2008. Selective impairment of pancreatic A cell suppreession by glucose during acute alloxan – induced insulinopenia: in vitro study on isolated perfused rat pancreas. Endocrinology 119.

Gustaviani R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi keempat Jilid ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi kesembilan. Jakarta : EGC.

Harkness JE, Wagner JE. 1983. Biology and Medicine of Rabbits and Rodents. Philadelphia: Lea and Fabriger.

Hutapea JR. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Depkes RI.

Hutauruk JE. 2010. Isolasi Senyawa Flavonoid dari Kulit Buah Tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.). Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Jha V, Rathi M. 2008. Natural Medicines Causing Acute Kidney Injury. Seminars in Nephrology 28 (4).

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta : Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Kenward RL, Tan CK. 2003. Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.


(3)

Kramer JA, Pettiet SD, Amin RP, Nertram TA, Car B, Cunningham M, et al. 2004. Overview of the Application of Transcription Profiling Using Selected Nephrotoxicants for Toxicology Assessment. Environmental Health Perspectives 112.

Kumar EK, Ramesh A, Kasiviswanath R. 2005. Hypoglicemic and Antihyperglicemic Effect of Gmelina asiatica Linn. In normal and in alloxan Induced Diabetic Rats. Andhra Pradesh: Departement of Pharmaceutical Sciences.

Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor : Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.

Manan ZA, Nasef MM, Setapar SHM. 2007. Advances in Separation Processes. Skudai : Universiti Teknologi Malaysia.

Markum HMS. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid kedua. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mikito A, Yamashita C, Iwasaki Y. 1995. A Triterpenoid Saponin Extraction there of and use to Treat or Prevent Diabetes Mellitus. European Patent Application. Molitoris AB, Yaqub SM. 2009. Current Diagnosis and Treatment Nephrology and

Hypertension. Acute Kidney Injury. Section II Acute Renal Failure. A LANGE Medical Book.

Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. 2006. Harper’s Illustrated Biochemistry 27th ed. USA: The McGraw-Hill Companies.

Muthusamy VS, Anand S, Sangeetha KN, Sujatha S, Balakrishnan A, Lakshmi BS. 2008. Tannins present in Cichorium intybus enhance glucose uptake and inhibit adipogenesis in 3T3-L1 adipocytes through PTP1B inhibition. Chemico-Biological Interactions 174 (1).

Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi kedua. Jakarta: Widya Medika.

Nikolic J, Cvetkovic T, Sokolovic D. 2003. Role of quercetin on hepatic urea. Production in acute renal failure. Renal Failure 25.

Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nugroho AE. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi dan Mekanisme


(4)

Nugroho BA, Puwaningsih E. 2004. Pengaruh diet ekstrak rumput laut (Eucheuma sp.) terhadap kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegicus) hiperglikemik. Media Medika Indonesia 39 (3).

Pandey BP. 2003. A Text Book of Botany. Angiosperms: Taxonomy, Anatomy, Embryologi. Ram Nagar: S.Chand & Company Ltd.

Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.

Pitojo S. 1994. Jengkol Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Kanisius. Powers AC. 2012. Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th ed. United States of

America.

Ramdhani R. 2008. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Muntingia calabura L. terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster Jantan Dewasa yang dikondisikan. Skripsi. Jawa Barat : Institut Teknologi Bandung.

Ridwan E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB).

Sacher MP. 2002. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi kesebelas. Jakarta: EGC.

Sinaga TH. 2002. Dampak Pemberian Berbagai Dosis Keracunan Asam Jengkolat pada Sistim Perkemihan Marmut (Cavia porcellus). Tesis. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Singh NP, Prakash A. 2008. Herbal Drugs and Acute Renal Injury. Medicine Update 18.

Sitepu SH. 2010. Uji Efek Hipoglikemik Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper cf. fragile Benth.) terhadap Tikus Putih Jantan. Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Smith BJ, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia. Jakarta : University Press. Song Y, JoAnn EM, Julie EB, Howard DS, Simin L. 2005. Associations of Dietary

Flavonoids with Risk of Type 2 Diabetes, and Markers of Insulin Resistance and Systemic Inflammation in Women : A Prospective Study and Cross-Sectional Analysis. Journal of the American College of Nutrition 24 (5).


(5)

Steffi, Hendra H, Jannah F, Witarsa W. 2009. Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Ekstrak Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium lobatum) secara Praklinis. Skripsi. Medan : Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suhardjono. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suharmiati. 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat. Cermin Dunia Kedokteran 140. Surabaya: Departemen Kesehatan RI.

Suherman SK. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi kelima. Jakarta: Gaya Baru. Suyono S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid ketiga. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.

Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B cells of the rat pancreas. Physiological Research.

Tan HJ, Rahardja K. 2007. Obat-Obat Penting Edisi keenam. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Triplitt CL, Reasner CA, Isley WL. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 7th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies. Waspadji S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid ketiga. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Watkins D, Cooperstein SJ, Lazarow A. 2008. Effect of alloxan on permeability of pancreatic islet tissue in vitro. American Journal of Physiology.

Widmann FK. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi kesembilan. Jakarta: EGC.

Widowati L, Dzulkarnain B, Sa’roni. 1997. Tanaman Obat untuk Diabetes Mellitus. Cermin Dunia Kedokteran.


(6)

Wientarsih, I. 2008. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea Americana Gearnt) terhadap Bati Ginjal Buatan dan Diuretik pada Tikus Putih. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. 2004. Global Prevalance of Diabetes. Diabetes Care 27 (5).


Dokumen yang terkait

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan

5 51 113

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) TERHADAP KADAR UREUM KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus novergcus) JANTAN GALUR Spargue dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 8 59

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR LDL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ALOKSAN

4 32 62

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY DIABETES YANG DIINDUKSI ALOKSAN

1 18 58

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithechellobium lobatum Benth.) Terhadap Kadar Trigliserida pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley yang Diinduksi Aloksan

1 25 63

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR HDL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ALOKSAN.

1 10 59

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 96% BIJI JENGKOL (Pithecollobium lobatum) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI JARINGAN GINJAL SERTA PENINGKATAN KADAR UREUM KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

4 45 67

PENGARUH EKSTRAK ETANOL 96 % BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PANKREAS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

1 8 50

PENGARUH PEMBERIAN TAHU YANG DIFERMENTASI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI ALOKSAN.

0 0 15