BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian dengan judul Ánalisis Bentuk-Bentuk Unsur Serapan Bahasa Asing dalam “Berita Apa Kabar Indonesia di TV One” Bulan Desember 2013 oleh Ria Fitriyani. - BAB II CICIH UTAMI PBSI'16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian dengan judul Ánalisis Bentuk-Bentuk Unsur Serapan Bahasa Asing dalam “Berita Apa Kabar Indonesia di TV One” Bulan Desember 2013 oleh Ria Fitriyani. Penelitian tersebut di atas memiliki perbedaan dan persamaan dengan

  penelitian yang akan dilakukan ini. Perbedaannya yaitu pada objek, data, dan sumber data. Objek yang dilakukan penelitian terdahulu adalah unsur-unsur serapan bahasa asing yaitu bahasa Inggris, bahasa Sansekerta, bahasa Arab, dan bahasa Belanda. Sedangkan objek yang dilakukan peneliti adalah kata serapan bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan Belanda. Data penelitian terdahulu adalah kata serapan bahasa asing yaitu bahasa Inggris, bahasa Sansekerta, bahasa Arab, sedangkan data penelitian yang akan dilakukan ini adalah kata serapan bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan Belanda. Sumber data pada penelitian terdahulu diambil dari data tulis yang berupa berita dalam Apa Kabar Indonesia Pagi di TV One Bulan Desember 2013, yaitu enam episode berita Apa Kabar Indonesia Pagi yang ditayangkan pada tanggal 12 Desember 2013, 21 Desember 2013, 24 Desember 2013, 25 Desember, 27 Desember 2013, dan

  30 Desember 2013, sedangkan sumber data yang dilakukan peneliti adalah wacana tajuk rencana surat kabar Kompas bulan Januari 2016. Persamaan penelitian Ria Fitriyani dengan penelitian ini terletak pada jenis pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu deskriptif kualitatif dan sama-sama meneliti unsur serapan dari bahasa asing.

  6

2. Penelitian dengan judul Analisis Bentuk Serapan Bahasa Asing Dalam Rubrik “Opini” Pada Harian Kompas oleh Siti Sumiati.

  Penelitian tersebut di atas memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan ini. Perbedaannya yaitu pada tujuan penelitian, objek, dan sumber data. Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendeskripsikan proses interferensi dan integrasi serta mendeskripsikan proses morfologis bentuk kata serapan bahasa asing antara lain bahasa Arab, bahasa Sansekerta, bahasa Inggris, dan bahasa Belanda. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk kata serapan bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan bahasa Belanda serta proses penyerapannya ke dalam bahasa Indonesia. Objek yang dilakukan penelitian terdahulu adalah unsur-unsur serapan bahasa asing yaitu bahasa Inggris, bahasa Sansekerta, bahasa Arab, dan bahasa Belanda. Sedangkan objek yang dilakukan peneliti adalah kata serapan bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan Belanda. Sumber data penelitian terdahulu adalah rubrik Opini dalam harian Kompas edisi Januari 2010, sedangakan sumber data yang dilakukan peneliti adalah wacana tajuk rencana surat kabar Kompas bulan Januri 2016. Persamaan penelitian Siti Sumiati dengan penelitian ini yaitu sama- sama menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan sama-sama meneliti unsur serapan bahasa asing.

B. Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing 1. Bahasa Indonesia

  Menurut Chaer ( 2010: 13) bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya sejumlah prasasti atau inskripsi yang ditulis dengan huruf Pallawa dan dalam bahasa Melayu Kuno. Namun, sekarang ini bahasa Indonesia yang kita gunakan sebagai bahasa nasional tidak lagi sama dengan bahasa asalnya, yaitu bahasa Melayu. Bahasa Melayu seperti bahasa Melayu Riau kini sama kedudukannya dengan bahasa-bahasa daerah lain di Indonesia. Dari bahasa Melayu yang sederhana, bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Selain sebagai bahasa resmi di Negara Republik Indonesia, bahasa Indonesia telah tumbuh menjadi bahasa ilmiah. Dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmiah, bahasa Indonesia biasanya digunakan dalam penulisan buku, makalah, laporan penelitian, skripsi, dan disertasi. Selain itu bahasa Indonesia juga memperkaya dirinya dengan menyerap unsur-unsur baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing yang disesuaikan dengan sistem fonologi, morfologi, dan sintaksisnya. Penyerapan kata-kata asing itu kemudian diatur dalam buku

  “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

  Masuknya struktur bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia memberikan pengaruh yang perlahan-lahan melembaga walaupun tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Dengan tidak sengaja pemakai bahasa yang menguasai bahasa lain akan memasukkan pengaruh bahasa lain itu ke dalam bahasa Indonesia yang digunakannya. Karena itu, dapat terjadi struktur asli terdesak pemakaiannya oleh struktur yang dipengaruhi oleh bahasa asing. Hal tersebut biasanya dilakukan oleh orang yang menguasai dua bahasa atau lebih. Jika pemakai bahasa kurang menguasai struktur kata atau kalimat bahasa Indonesia yang baku, maka pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing yang sudah mendarah daging dalam dirinya akan muncul dalam tuturannya.

2. Bahasa Asing

  Bahasa asing adalah bahasa yang dikuasai oleh bahasawan, biasanya melalui pendidikan formal, dan secara sosiokurtural tidak dianggap bahasa sendiri

  (Kridalaksana, 2011 : 24) . Artinnya, bahasa asing adalah bahasa milik bangsa lain. Bahasa-bahasa lain yang bukan milik penduduk asli, antara lain bahasa Cina, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Perancis. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa tersebut bertugas sebagai sarana perhubungan antarbangsa, sarana pembantu pengembangan bahasa Indonesia, dan alat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern bagi kepentingan pembangunan nasional. Dalam hal ini peneliti mengkhususkan bahasa asing yang digunakan dalam penelitian yaitu bahasa Inggris dan Belanda karena dari hasil pengamatan awal, bahasa yang banyak digunakan dalam wacana tajuk rencana pada surat kabar Kompas bulan Januari 2016 didominasi oleh bahasa Inggris dan Belanda.

C. Kata Serapan 1. Pengertian Kata Serapan

  Departemen Pendidikan Nasional (2008: 514) menyebutkan bahwa kata serapan (juga kata pungutan atau kata pinjam) adayang diserap dari bahasa lain. Haugen dalam Rukhsan (2000: 14) mengatakan bahwa pemungutan adalah reproduksi yang diupayakan dalam satu bahasa mengenai pola-pola yang sebelumnya ditemukan dalam bahasa lain. Kridalaksana (2011: 112) yang kemudian menamakannya kata pinjam, menyatakan kata pinjaman adalah kata yang dipinjam dari bahasa lain dan kemudian sedikit banyaknya disesuaikan dengan kaidah bahasa sendiri. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia akibat dari terjadinya kontak antar bahasa. Kontak tersebut menimbulkan serapan kata yang bermakna. Dalam bahasa Indonesia jika tidak ditemukan istilah yang tepat, maka bahasa asing dapat dijadikan sebagai sumber peristilahan Indonesia. Istilah baru tersebut dapat dibentuk dengan jalan menerjemahkan atau menyerap, sekaligus menerjemahkan istilah asing.

2. Bentuk-Bentuk Kata Serapan dalam Bahasa Asing

  Kridalaksana (2011: 32) menyebutkan bahwa bentuk adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; penampakan atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis. Kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (Kridalaksana, 2011: 110). Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bentuk kata adalah penampakan satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri. Pada dasarnya unsur-unsur serapan yang masuk ke dalam bahasa Indonesia adalah kata. Kaitannya dengan penelitian ini, maka pembahasan tentang bentuk-bentuk kata serapan tidak lepas dari teori bentuk-bentuk kata dalam bahasa Indonesia. Unsur serapan tersebut ada yang berupa bentuk kata tunggal dan bentuk kata kompleks. Ramlan (1997: 28) menyebutkan bentuk kata terbagi menjadi dua yaitu bentuk kata tunggal dan bentuk kata kompleks.

a. Bentuk Kata Tunggal

  Menurut Ramlan (1997: 28) bentuk kata tunggal merupakan satuan gramatik yang tidak terdiri dari satuan yang lebih kecil lagi. Lyons dalam Rukhsan (2000: 13) menyatakan bahwa kata tunggal merupakan kata yang pangkalnya tidak dapat lagi diuraikan lagi. Dari pendapat di atas dapat simpulkan bahwa kata tunggal adalah kata yang tidak memiliki satuan yang bermakna lagi. Bentuk tunggal terdiri dari satu morfem, dalam bahasa Indonesia misalnya sepeda, rumah, mobil, ber-, beli, dan baju. Sedangkan bentuk kata tunggal pada bahasa asing yaitu kata media, cabinet, december , dan target.

b. Bentuk Kata Kompleks

  Menurut Ramlan (1997: 28) bentuk kompleks adalah satuan yang terdiri dari satuan-satuan yang lebih kecil lagi. Lyons dalam Rukhsan (2000: 13) menyatakan bahwa kata kompleks adalah kata yang dapat diuraikan, yang terdiri atas pangkal bebas dan afiks. Dalam bahasa Indonesia contohnya bersepeda, mendarat, dan

  

tertinggi . Kata-kata tersebut terdiri dari dua morfem yaitu ber- dan sepeda, meN- dan

darat , serta ter- dan tinggi. Sedangkan contoh kata dari bahasa asing yang yaitu kata

printer dan actor . Kata printer terdiri dari dua morfem yaitu print dan sufiks -er.

  Kemudian kata actor juga terdiri dari dua morfem yaitu act dan sufiks

  • –or. Kaitannya

  dengan penelitian ini yaitu kata-kata serapan dari bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia dapat melalui berbagai proses. Salah satunya yaitu adaptasi atau penyesuaian secara morfologis.

3. Proses Penyerapan

  Bahasa Indonesia sekarang ini berkembang sangat pesat. Di dalam perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa.

  Penyerapan tersebut biasanya dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Misalnya: bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Sansekerta, bahasa Arab, bahasa Portugis, bahasa Belanda, bahasa Cina, dan bahasa Inggris. Menurut Chaer (2008: 239) penyerapan adalah proses pengambilan kosakata dari bahasa asing Eropa (seperti bahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa Portugis, dan sebagainya), maupun bahasa asing Asia (seperti bahasa Arab, bahasa Parsi, bahasa Sansekerta, bahasa Cina dan sebagainya), termasuk dari bahasa-bahasa Nusantara (seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Minang, bahasa Bali, dan sebagainya). Artinya, penyerapan yaitu proses pengambilan unsur dari suatu bahasa (asal bahasa) ke dalam bahasa lain (bahasa penerima) yang kemudian oleh penuturnya dipakai sebagaimana layaknya bahasa sendiri. Dalam penelitian ini bahasa yang diserap berasal dari bahasa asing, yaitu Inggris dan Belanda.

  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2012: 51-52) menyebutkan bahwa berdasarkan taraf integrasinya, proses penyerapan unsur asing dalam bahasa Indonesia dikelompokkan menjadi dua yakni adopsi dan adaptasi. Adopsi yaitu masih mengikuti cara asing. Adaptasi yaitu menyesuaikan dengan bahasa yang dimasukinya.

  Uraian selengkapnya adalah sebagai berikut.

a. Adopsi

  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2012: 51) menyebutkan bahwa adopsi merupakan proses penyerapan unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia. Menurut Santoso dan Suwignyo (2008: 30) adopsi akan dilakukan jika (i) konsep keilmuan tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, (ii) dipertahankan makna otentiknya, (iii) memang tidak dapat diindonesiakan baik secara ucapan atau penulisannya, (iv) jika diindonesiakan menghasilkan banyak sinonim/padan kata, dan (v) bersifat internasional. Adapun contoh kata yang mengalami adopsi yaitu reshuffle, shuttle cock, bag hand, smash, dan lain sebagainya. Unsur-unsur tersebut dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya masih mengikuti cara asing. Kata-kata serapan bahasa asing tersebut diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam rangka memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Jadi dapat disimpulkan bahwa adopsi adalah pemungutan unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa yang dimasukinya dalam hal ini yaitu bahasa Indonesia.

b. Adaptasi

  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2012: 52) menyebutkan bahwa adaptasi adalah proses penyerapan unsur asing yang penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Adaptasi ialah perubahan bunyi dan struktur bahasa asing menjadi bunyi dan struktur yang sesuai dengan penerimaan pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya (Muslich, 2008:102). Jadi dapat disimpulkan adaptasi merupakan pemungutan unsur asing yang penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan pendengaran atau ucapan lidah pemakai bahasa yang dimasukinya. Misalnya kata situasi, kondisi, orientasi, stasiun.

  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2012: 70) menyebutkan bahwa penyesuaian atau adaptasi bentuk unsur serapan bahasa asing dibedakan menjadi empat, yaitu adaptasi fonologis, otografis, fonologis dan ortografis serta adaptasi morfologis. Adapatasi fonologis yaitu menyesuaikan lafal dalam bahasa Indonesia.

  Adaptasi ortografis yaitu menyesuaikan ejaan dalam bahasa Indonesia. Adaptasi ortografis dan fonologis yaitu menyesuaikan lafal dan ejaan dalam bahasa Indonesia.

  Kemudian adaptasi morfologis yaitu menyesuaikan dari struktur bentuk kata dalam bahasa Indonesia. Uraian selengkapnya sebagai berikut:

  1) Adaptasi Fonologis atau Lafal

  Menurut Muslich (2008: 102) adaptasi fonologis merupakan perubahan bunyi bahasa asing menjadi bunyi yang sesuai dengan ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya. Dalam hal ini penulisan kata serapan bahasa asing tidak mengalami perubahan ke dalam bahasa Indonesia. Artinya, bahasa Indonesia itu tidak menyerap secara utuh kata-kata dari bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia hanya menyerap dengan menyesuaikan lafal. Kata-kata serapan bahasa asing tersebut berasal dari bahasa Inggris dan Belanda. Misalnya kata

  

video dalam bahasa Inggris dibaca [vidieow] sedangkan dalam bahasa Indonesia

dibaca [video].

  2) Adaptasi Ortografis atau Ejaan

  Adaptasi ortografis yaitu penyerapan kata-kata bahasa asing dengan menyesuaikan ejaan atau penulisannya dalam bahasa Indonesia. Artinya, kata-kata serapan bahasa asing yang diserap dalam bahasa Indonesia tersebut tidak mengalami penyesuaian lafal. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata sains. Kata tersebut merupakan hasil penyerapan dari kata bahasa Inggris yaitu science. Pengucapan kata serapan tersebut dalam bahasa Inggris, yaitu [sains] (Echols, 2005: 504), sedangkan dalam bahasa Indonesia juga [sains], tetapi tulisannya sains bukan science.

  3) Adaptasi Fonologis dan Ortografis

  Adaptasi fonologis dan ortografis dalam hal ini, yaitu penyesuaian, baik secara pelafalan maupun penulisannya. Artinya, bahasa Indonesia itu tidak menyerap kata- kata asing secara utuh melainkan dengan menyesuaikan kaidah dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris terdapat kata system yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi sistem. Pengucapan kata serapan tersebut dalam bahasa Inggris yaitu [sist əm] sedangkan dalam bahasa Indonesia [ sistem].

4) Adaptasi Morfologis

  Menurut Muslich (2008: 103) adaptasi morfologis adalah penyesuaian struktur bentuk kata. Dengan adanya perubahan struktur bentuk kata ini maka akan berpengaruh pada perubahan bunyi dan penulisan dalam bahasa Indonesia. Misalnya kata foundation berasal dari bahasa Inggris yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi fondasi. Kata fondation mempunyai bentuk dasar found. Pada kata tersebut terdapat sufiks dari bahasa Inggris yaitu

  • –(a) tion yang kemudian berubah

  menjadi –(a)si dalam bahasa Indonesia.

D. Proses Morfologis

  Menurut Chaer (2008: 25) proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks, pengulangan, penggabungan, pemendekan, dan pengubahan status. Proses morfologis adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata (Kridalaksana, 2011: 202). Leksem adalah satuan leksikal dasar abstrak yang mendasari pelbagai betuk inflektif suatu kata; satuan bermakna yang membentuk kata; satuan terkecil dari leksikon (Kridalaksana, 2011: 141). Sedangkan menurut Seogijo (1989: 18) proses morfologis adalah proses perubahan bentuk dasar dalam rangka pembentukan kata-kata baru. Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata baru dengan cara menggabungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Soegijo (1989: 18) menyebutkan di dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfolgis yaitu afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Uraian lebih lengkapnya sebagai berikut.

1. Afiksasi

  Menurut Ramlan (1997: 55) afiks merupakan satuan gramatik terikat yang di dalam satuan kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proes pembentukan kata (Chaer,2007:177). Soegijo (1989: 17) berpendapat afiks merupakan bentuk-bentuk terikat yang diimbuhkan pada bentuk dasar itu, baik bentuk dasar primer maupun sekunder. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa afiks adalah unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata baru.

  Muslich (2008: 38) menyatakan bahwa afiksasi adalah peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar (Chaer, 2007: 177). Menurut Soegijo (1989: 19), afiksasi adalah proses morfologis dalam rangka pembentukan kata-kata kompleks. Jadi dapat disimpulkan afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan cara membubuhkan afiks pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia afiksasi atau pengimbuhan sangat produktif. Hal tersebut terjadi karena kata pada proses pembentukannya dengan cara menempelkan unsur-unsur atau bentuk lainnya. Seogijo (1989: 26-39) menyebutkan afiks dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu sebagai berikut.

a. Prefiks

  Menurut Kridalaksana (2011: 199) prefiks adalah afiks yang ditambahkan pada bagian depan pangkal, misalnya ber- pada kata bersepeda. Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar (Chaer, 2007: 178). Jadi dapat disimpulkan bahwa prefiks adalah afiks imbuhan yang ditambahkan pada bagian awal sebuah kata dasar. Menurut Resmini, dkk (2006: 189-190) afiks-afiks dalam bahasa Indonesia, yang termasuk jenis prefiks, dapat dibagi menjadi 13, yaitu meN-, ber-, di-, ter-, peN-, pe-, se-, per-, pra-, ke-, a-, maha-, para-. Departemen Pendidikan Nasional (2012: 71) menjelaskan bahwa prefiks asing yang bersumber pada bahasa Indo-Eropa dapat dipertimbangkan pemakaiannya di dalam peristilahan Indonesia setelah disesuaikan ejaannya. Prefiks yang berasal dari bahasa asing antara lain, sebagai berikut.

  a-, an- , „tidak, bukan, tanpa‟ tetap a-, an

  anemia anemia aphasia afasia aneurysm aneurisme

  co-, com-, con- „dengan‟, „bersama-sama‟, „berhubungan dengan‟ menjadi ko-, kom-, kon

  coordination koordinasi commission komisi concetrate konsentrat ex-

  „sebelah luar‟ menjadi eks

  exclave ekslave exclusive eksklusif im-, in-, il-

  „tidak‟, „di dalam‟, „ke dalam‟ tetap im-, in-, il

  immigration imigrasi induction induksi illegal ilegal meta-

  „sesudah‟, „berubah‟, „perubahan‟ tetap meta

  metamorphosis metamorfosis metanephros metanefros

  dan seterusnya.

  b. Infiks

  Menurut Kridalaksana (2011: 93) infiks adalah afiks yang diselipkan di dalam bentuk dasar. Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar (Chaer, 2007: 178). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa infiks adalah afiks yang disisipkan di tengah kata. Dalam bahasa Indonesia contoh infiks adalah: -el pada kata

  telunjuk ,

  • –er pada kata seruling, dan -em pada kata temurun. Dalam bahasa Sunda -ar-

  pada kata barudak dan tarahu. Infiks dalam bahasa Indonesia tidak produktif. Sejak dari buku-buku tata bahasa tradisional sampai sekarang, infiks bahasa Indonesia tidak menghasilkan bentukan-bentukan baru. Karena itu, bentuk-bentuk yang mendapatkan infiksasi itu dipandang sebagai bentuk dasar sekunder (Seogijo, 1989: 31). Sehingga pembicaraan mengenai infiks kiranya tidak perlu lagi dikemukakan.

  c. Sufiks

  Menurut Kridalaksana (2011: 230) sufiks adalah afiks yang ditambahkan pada bagian belakang pangkal; misalnya -an pada ajaran. Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar (Chaer, 2007: 178). Jadi dapat disimpulkan bahwa sufiks adalah afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia sufiks tergolong afiks yang produktif. Imbuhan tersebut dilekatkan di bagian akhir bentuk dasar yang merupakan hasil penyerapan dari bahasa asing.

  Selain menyerap kosakata dari bahasa asing, untuk memperkaya bentuk gramatikanyalnya, bahasa Indonesia juga menyerap sejumlah sufiks asing. Dalam perkembangannya sufiks serapan tersebut mulai melembaga dalam khazanah kosakata bahasa Indonesia. Badudu (1989: 84) menyebutkan bahwa dalam bahasa Indonesia, ada unsur bahasa berupa akhiran (sufiks) yang dipungut dari bahasa asing yaitu bahasa Sansekerta, Arab, Belanda dan Inggris. Kaitannya dengan penelitian ini yaitu akhiran (sufiks) dari bahasa Inggris dan bahasa Belanda yang akan dijelaskan di bawah ini.

  1) Akhiran –is

  Dalam bahasa Indonesia dikenal kata-kata ekonomis, praktis, logis. Kata-kata tersebut dipungut dari bahasa Belanda. Dalam bahasa Belanda; economisch, praktisch,

  logisch . Jadi dapat disimpulkan bahwa akhiran Belanda yaitu

  • –isch dalam bahasa

  Indonesia berubah menjadi

  • –is. Kata-kata tersebut baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Belanda merupakan kata sifat.

  Berbeda dengan bahasa Belanda, dalam bahasa Inggris yaitu berupa

  

economical, practical, logical . Melihat bentuk-bentuk yang digunakan dalam bahasa

  Indonesia, dapat diartikan bahwa bentuk yang dipakai dalam bahasa Indonesia ialah bentuk bahasa Belanda. Jika bahasa Indonesia mengambil dari bahasa Inggris maka bentuk dalam bahasa Indonesianya adalah ekonomikal, praktikal, logikal, sedangkan bentuk-bentuk tersebut tidak ada dalam bahasa Indonesia.

  2) Akhiran –isme

  Selain akhiran yang disebutkan di atas terdapat juga akhiran

  • –isme. Dalam

  bahasa Indonesia misalnya kolonialisme, modernisme, komunisme. Dalam bahasa Belandanya yaitu kolonialisme, modernisme, communisme, sedangkan dalam bahasa Inggris yaitu colonialism, modernism, communism. Dari kedua bentuk tersebut maka diambil kesimpulan bahwa bentuk-bentuk dalam bahasa Indonesia dipungut dari bahasa Belanda, bukan bahasa Inggris, karena bentuk bahasa Belanda lebih dekat kepada bentuk bahasa Indonesianya. Akhiran

  • –isme mengandung makna ajaran, paham, aliran.

  3) Akhiran –isasi

  Akhiran

  • –isasi merupakan akhiran dari bahasa Belanda. Dalam bahasa

  Indonesia akhiran

  • isasi dapat dijumpai pada bentukan-bentukan seperti spesialisasi,

  

modernisasi , netralisasi. Dibandingkan dengan bahasa Belanda dan bahasa Inggris

  dalam bentuk-bentuk dengan akhiran itu: specialisatie/specialization, modernisatie/

  

modernization , maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk bahasa Belanda lah

  yang masuk ke dalam bahasa Indonesia karena bentuk dan lafalnya yang sangat dekat dibandingkan dengan bahasa Inggris.

  Akhiran

  • –isasi tidak sama dengan akhiran –asi atau –si. Seperti pada kata

    publikasi, produksi, aksi . Dalam bahasa Belanda dan bahasa Inggrisnya yaitu

    publicatie/publication, productie/production, actie/action. Dari contoh tersebut dapat

  ditarik kesimpulan bahwa bentuk

  • –atie atau –tie dari bahasa Belanda atau –ation/-tion dari bahasa Inggris menjadi
  • –asi/-si dalam bahasa Indonesia. Selain itu, huruf c dalam ejaan asing yang dilafalkan /k/ dalam bahasa Indonesia ditulis dengan k.

  4) Akhiran –ir

  Dalam bahasa Indonesia terdapat akhiran

  • –ir yang dipungut dari bahasa

  Belanda. Misalnya pada kata dipublisir dan diprodusir. Bentuk dipublisir diambil dari bentuk bahasa Belanda gepubliceerd; diprodusir dari bentuk geproduceerd. dan produceren dalam bahasa Belanda merupakan bentuk kata kerja,

  Publiceren

  sedangkan publicatie dan productie adalah bentuk kata benda. Jika mengambil bentuk

dipublisir, maka yang diambil bentuk kerja yaitu publisir sebagai bentuk dasarnya.

  Kemudian dibentuk sekali lagi menjadi kata kerja dalam bahasa Indonesia dengan awalan di-, sedangkan apabila yang diambil bentuk bendanya publikasi dan produksi, maka membentuknya menjadi kata kerja dengan memberikan awalan di- atau me- dengan atau tanpa akhiran

  • –kan sebagai imbuhan-imbuhan pembentuk kata kerja dalam bahasa Indonesia.

  publikasi (kata benda) -dipublikasi

  atau dipublikasikan (kata kerja)

  produksi (kata benda) -diproduksi

  atau diproduksikan (kata kerja)

5) Akhiran –ur

  Akhiran -ur merupakan akhiran yang dipungut dari bahasa Belanda. Misalnya kata direktur, inspektur, kondektur. Kata-kata tersebut kemudian ejaannya diindonesiakan. Artinya, dengan adanya penyesuaian ejaan maka cara menulis dan pelafalannya pun mengikuti bahasa Indonesia. Dalam bahasa Belanda: directeur,

  . Dalam bahasa Inggrisnya: director, inspector, conductor.

  inspecteur, conductreur

  Dari kedua bentuk tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk bahasa Indonesia dipengaruhi oleh bentuk bahasa Belanda. Bunyi

  • –eur dijadikan –ur. Apabila kata-kata

  tersebut dipungut dari bahasa Inggris yang terjadi bukan –ur melainkan –or.

  Selain itu, dalam bahasa Indonesia juga dapat dijumpai pemakaian kata-kata berakhir

  • ur yang berasal dari bahasa asing, tetapi bukan berasal dari bentuk –eur. Kata-kata tersebut misalnya struktur, faktur, miniatur. Kata-kata tersebut diambil dari bahasa Belanda: structuur, factuur, miniatuur. Bahasa Inggrisnya: structure,

  miniature . Dari kedua bentuk di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk

  • –ur

  (yang kedua) dalam bahasa Indonesia berasal dari bentuk

  • –uur dalam bahasa Belanda.

  6) Akhiran –if

  Dalam bahasa Indonesia dijumpai bentuk-bentuk bersaing. Bentuk-bentuk tersebut seperti: produktif menjadi produktip, aktif menjadi aktip, positif menjadi

  

positip . Dalam bahasa Belanda productief, actief, positief. Sedangkan dalam bahasa

  Inggris productive, active, positive. Akhiran

  • –ive dalam bahasa Inggris dan akhiran – ief dalam bahasa Belanda dalam bahasa Indonesia menjadi kata bentuk
  • –if. Jadi dapat disimpulkan bahwa huruf v dan f yang dilafalkan /f/ dalam bahasa Indonesia ditulis f.

  Huruf f tersebut sudah ditetapkan dalam abjad sebagai salah satu huruf bahasa Indonesia. Sehingga, tidak perlu huruf f diganti dengan p, demikian juga huruf v tidak perlu diganti menjadi p, terkecuali pada beberapa kata yang sudah melembaga seperti kata pikir dan paham.

  7) Akhiran –al

  Pedoman ejaan yang disempurnakan dalam Badudu (1989: 100) menyatakan bahwa untuk bentuk

  • –al mengacu pada bahasa Inggris. Kata-kata dalam bahasa

  Inggris yaitu structural dan formal, sedangkan dalam bahasa Belanda structureel dan

  

formeel . Melihat bentuk-bentuk yang digunakan dalam bahasa Indonesia, dapat

  diartikan bahwa bentuk yang dipakai dalam bahasa Indonesia ialah bentuk bahasa Inggris. Jika bahasa Indonesia mengambil dari bahasa Belanda maka bentuk dalam bahasa Indonesianya adalah strukturil dan formil, sedangkan bentuk-bentuk tersebut tidak ada dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini ada pengecualian, bentuk yang berbeda (-il dan

  • –al) yang masing-masing mempunyai makna sendiri-sendiri sehingga

  tidak perlu kedua-duanya dijadikan

  • –al. Misalnya, kata moril berbeda maknanya

  dengan kata moral, misalnya p endidikan moral artinya „pendidikan akhlak‟ tidak dapat dikatakan pendidikan moril.

  8) Akhiran –logi

  Dalam bahasa Indonesia dapat dijumpai kata-kata yang berakhiran –logi. Akhiran tersebut dipungut dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Belanda yaitu

  • –logie dan

  dalam bahasa Inggris

  • –logy. Misalnya dalam bahasa Belanda technologie sedangkan

  dalam bahasa Inggris yaitu technology. Kedua bentuk tersebut kemudian diserap

  • dalam bahasa Indonesia menjadi teknologi. Dalam bahasa Indonesia, huruf g pada

  

logi dilafalkan sebagai bunyi /g/ sama halnya dengan bahasa Inggris sedangkan dalam

bahasa Belanda cenderung kepada bunyi /kh/.

  9) Akhiran –oir/oire-oar

  Dari yang disebutkan di atas, terdapat satu lagi akhiran yang dipungut dari bahasa Asing, yaitu akhiran

  • –oar. Seperti kata dresoar, trotoar, repoterter. Badudu

  (1989: 102) menyebutkan kata-kata tersebut dipungut dari bahasa Perancis yang dipungut melalui bahasa Belanda, kemudian dipungut lagi oleh bahasa Indonesia.

  Dalam ejaan aslinya yaitu dressoir, trottoir, reportire. Akan tetapi karena dalam bahasa Indonesia tidak terdapat huruf i yang dibaca a maka bahasa Indonesia menyerap dengan bentuk –oar baik dari penulisan maupun pelafalannya.

  Depatemen Pendidikan Nasional (2012: 77) menyebutkan bahwa sufiks asing dalam bahasa Indonesia dianggap sebagai bagian dari kata berafiks yang utuh. Kata seperti standarisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata

  

standar , implemen, dan objek. Di bawah ini adalah daftar sufiks dari bahasa asing

sebagai berikut. ancy, -ency (Inggris) menjadi

  • efficiency efisiensi
    • –ansi, -ensi

  frekuensi

  frequency relevancy relevansi

  • - atie (Belanda), -(a) tion (Inggris) menjadi
    • –(a) si actie, action aksi publicatie, publication publikasi

  • - eur (Belanda) menjadi
    • –ur conducteur, conductor kondektur directeur, director direktur inspecteur, inspector inspektur

  • - icle (Inggris) menjadi
    • –ikel article artikel particle partikel

  • - iteit (Belanda), -ity (Inggris) menjadi
    • –itas faciliteit, facility fasilitas realiteit, reality realitas dan lain seterusnya.

d. Konfiks

  Menurut Chaer (2007:179), konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar dan bagian yang ke dua berposisi pada akhir bentuk dasar. Konfiks juga merupakan afiks tunggal yang terjadi dari dua bagian yang terpisah; misal ke-an dalam kata keadaan, kelaparan, dan lain- lain (Kridalaksana, 2011: 130). Konfiks ialah dua buah unsur afiks yang secara bersama-sama melekat pada bentuk dasar dan secara bersama-sama pula mendukung satu makna dan satu fungsi (Soegijo, 1989: 35). Jadi, dapat disimpulkan bahwa konfiks adalah afiks yang melekat di depan dan belakang bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia yang tergolong sufiks ialah: ke-an, pe-an, per-an, dan ber-an.

2. Reduplikasi

  Menurut Chaer (2007: 182-183) reduplikasi adalah proses morfemis yang mengandung bentuk dasar, baik secara keseluruhan secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Oleh karena itu lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti kursi-kursi (dari dasar kursi), reduplikasi sebagian seperti kata lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi seperti bolak-balik (dari dasar balik). Menurut Ramlan (1997: 63), proses pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Reduplikasi merupakan proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologi atau gramatikal (Kridalaksana, 2011: 208). Hasil pengulangan itu disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasar. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan reduplikasi adalah proses pengulangan suatu kata baik secara keseluruhan atau sebagian, baik dengan variasi fonem atau tidak. Dalam bahasa Indonesia reduplikasi termasuk proses morfologis yang kurang produktif. Hal tersebut karena reduplikasi dalam bahasa Indonesia ada yang secara leksikal dapat diganti dengan suatu leksem. Misalnya pada kata tamu- tamu dapat diganti dengan kata para tamu. Penyebab lain adalah sistem bahasa Indonesia tidak mengenal jamak (plural).

  Ramlan (1997: 69) menyatakan bahwa berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat digolongkan menjadi empat golongan. Pertama, pengulangan seluruh, yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan penambahan afiks. Dalam bahasa Indonesia misalnya kata sepeda menjadi

  

sepeda-sepeda . Kedua, pengulangan sebagian, yaitu pengulangan sebagian dari

  bentuk dasar. Misalnya dari kata mengambil menjadi mengambil-ambil. Ketiga, pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Dalam bahasa Indonesia, misalnya kata kereta menjadi

  

kereta-keretaan . Keempat, pengulangan dengan perubahan fonem, yaitu pengulangan dengan perubahan bunyi. Dalam bahasa Indonesia, contohnya sangat sedikit, misalnya bolak-balik, gerak-gerik, sayur-mayur , dan sebagainya.

3. Komposisi

  Menurut Chaer (2007: 185) komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Perpaduan atau pemajemukan atau komposisi ialah proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata (Kridalaksana, 1992: 104). Jadi dapat disimpulkan komposisi merupakan proses menggabungkan morfem dasar dengan morfem dasar sehingga membentuk kata baru. Kata yang terjadi dari gabungan dua kata itu lazim disebut kata majemuk (Ramlan, 1997: 76). Kata majemuk ialah gabungan dua buah morfem atau lebih yang membentuk kesatuan makna dan bercirikan sebuah kata (Soegijo, 1989: 63). Misalnya rumah sakit, meja makan,

  kepala batu, dan keras hati .

  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2012: 87-90) menyebutkan bahwa istilah bentuk majemuk atau kompositum merupakan hasil penggabungan dua bentuk atau lebih, yang mejadi satuan leksikal baru. Gabungan kata itu berupa (1) gabungan bentuk bebas dengan bentuk bebas, (2) bentuk bebas dengan bentuk terikat, atau (3) bentuk terikat dengan bentuk terikat.

a. Gabungan Bentuk Bebas dengan Bentuk Bebas

  Gabungan bentuk bebas merupakan penggabungan dua unsur atau lebih, yang unsur-unsurnya dapat berdiri sendiri sebagai bentuk bebas. Gabungan bentuk bebas meliputi: pertama, gabungan bentuk dasar dengan bentuk dasar, merupakan penggabungan dua bentuk dasar atau lebih, misalnya rawat jalan, dengan bentuk dasar rawat dan jalan. Kedua, gabungan bentuk dasar dengan bentuk berafiks, merupakan penggabungan bentuk dasar dan bentuk berafiks, misalnya sistem

  

pencernaan , kata pencernaan mempunyai bentuk dasar cerna dan mendaptkan

  imbuhan peN- dan

  • –an. Ketiga gabungan bentuk berafiks dengan bentuk berafiks,

  yaitu penggabungan bentuk berafiks dengan bentuk berafiks, contohnya perawatan

  

kecelakaan, kata perawatan mempunyai bentuk dasar rawat dan mendapat imbuhan

peN- dan

  • –an sedangkan kata kecelakaan mempunyai bentuk dasar celaka mendapat imbuhan ke- dan -an.

b. Gabungan Bentuk Bebas dengan Bentuk Terikat

  Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan dua bentuk atau lebih yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini gabungan bentuk bebas dengan bentukan terikat berasal dari serapan bahasa asing yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia. Semua ini menunjukan kata-kata serapan yang masuk ke dalam bahasa Indonesia itu melalui berbagai proses salah satunya bentuk gabungan. Ada sejumlah bentuk terikat yang dapat digunakan dalam pembentukan istilah yang berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Melayu, misalnya: bentuk catur- bergabung dengan wulan sehingga menjadi caturwulan dalam bahasa Inggris menjadi quarter. Ada lagi pada bentuk pasca- yang bergabung dengan sarjana menjadi pascasarjana kemudian dalam bahasa Inggris postgrduate.

  Sementara itu, bentuk terikat yang berasal dari bahasa asing Barat dengan beberapa pengecualian langsung diserap bersama-sama dengan kata lain yang mengikutinya. Misalnya gabungan bentuk asing Barat dengan kata Melayu-Indonesia yaitu kata modernization berubah menjadi modernisasi. Selain itu, juga terdapat pada kata globalization berubah menjadi globalisasi. Kemudian gabungan bentuk bebas dan bentuk terikat seperti

  • –wan dan –wati dapat dilihat pada kata ilmuan yang berasal dari bentuk scientist.

c. Gabungan Bentuk Terikat dengan Bentuk Terikat

  Istilah majemuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk terikat dan bentuk terikat unsur itu ditulis serangkai, tidak diberi tanda hubung. Dalam bahasa Inggris misalnya kata decade. Kata tersebut kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi dasawarsa. Selain itu, terdapat kata swantara yang berasal dari bentuk selfgoverment. Dari kedua bentukan tersebut menunjukkan bahwa tidak diberi tanda penghubung.

E. Tajuk Rencana 1. Pengertian Tajuk Rencana

  (Romli, 2009: 91) menyatakan t ajuk rencana atau yang biasa disingkat „tajuk‟ dikenal sebagai „induk karangan‟ sebuah media massa. Kuncoro (2009: 33) menyebutkan tajuk rencana merupakan artikel utama dalam surat kabar yang berisi pandangan atau pendapat redaksi terhadap peristiwa/isu yang sedang hangat dibicarakan pada saat surat kabar itu ketika diterbitkan. Tajuk rencana atau yang sering disebut editorial adalah opini yag berisi berisi pendapat/sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontroversial yang berkembang di masyarakat (Pujanarko dalam Kuncoro, 2009: 33).

  Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa tajuk rencana adalah artikel pokok dalam surat kabar, mengenai masalah aktual, fenomenal atau kontroversial yang berkembang di masyarakat. Tajuk rencana juga merupakan pandangan redaksi mengenai peristiwa yang sedang menjadi pembicaraaan pada saat surat kabar itu ketika diterbitkan. Tajuk rencana yang berupa artikel pendek dan mirip dengan kolom, biasanya ditulis oleh pimpinan redaksi atau redaktur. Opini yang ditulis pihak redaksi tersebut diasumsikan dapat mewakili redaksi sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi media yang bersangkutan.

2. Fungsi Tajuk Rencana

  Tajuk rencana biasanya ditulis secara panjang, hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada penulisnya untuk memasukan analisisnya dan menguraikan permasalahan yang ingin diungkapkannya. Karena hal tersebut, (Djuroto, 2004: 78) menyebutkan tajuk rencana mempunyai kebebasan dalam menguraikan masalah, sehingga ada beberapa fungsi dari tajuk rencana yaitu, a)

  

meramalkan , yaitu isi dari tajuk rencana biasanya berupa analisis yang bersifat ke

  depan, dari peristiwa aktual yang kini terjadi. Artinya, penulis memasukan imajinasinya untuk memprediksi atau meramal kejadian-kejadian yang akan datang berdasarkan informasi yang melatar belakangi ditulisnya sebuah tajuk rencana, b)

  

memaparkan , maksudnya penulisan tajuk rencana biasanya digunakan untuk

  memaparkan kembali berita atau peristiwa yang kurang jelas dalam pemuatan penerbitannya, jadi penulis berfungsi sebagai guide dalam memperjelas informasi pemberitaannya, c) mengungkapkan, selain bersandar pada informasi pemberitaan penerbitannya, penulis tajuk rencana biasanya mengangkat permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sebagai sumber informasinya. Jadi penulis harus mempunyai kepekaan dalam menjaring aspirasi masyarakat.