BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SUSTRIANI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Menurut Varcarolis (2006), halusinasi adalah sebagai tergantungnya

  persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan. (dalam Yosep, 2010). Menurut Farida (2010) Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien penglihatan, pengecapan, pengecapan perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Mukripah 2006 (dalam direja, 2010).

  Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsang dari luar. Halusinasi merupakan distorsi persepsi yang muncul dari berbagai indera. Stuart & Laraia, 2005 (dalam Trimelia , 2011).

  Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi klien salah satu terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu tanpa ada objek/rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia untuk membedakan rangsang internal pikiran dan rangsang eksternal(dunia luar).

B. Etiologi

  Menurut Yosep, ( 2009) faktor penyebab halusinasi yaitu: 1.

  Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yang mungkin menyebabkan gangguan sensori persepsi menurut Yosep (2009) meliputi :

  a.

  Faktor perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres.

  b.

  Faktor sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child ) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

  c.

  Faktor biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimetytranferase (DMP). Akibat stres berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetycholin dan dopamin.

  d.

  Faktor psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan laridalam alam nyata menuju alam hayal.

  e.

  Faktor genetik dan pola asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang di asuh oleh orangtua skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada 2.

  Faktor presipitasi Faktor presipitasi dari halusinasi adalah sebagai berikut: a.

  Biologis Stress biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif termasuk gangguan dalam umpan balik yang mengatur proses informasi abnormalitas pada mekanisme dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan. b.

  Stress Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi stress yang berinteraksi dengan respon lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

  c.

  Pemicu gejala Pemicu merupakan stimulasi yang sering menimbulkan episode baru dalam yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu.

  Menurut Rawlings dan Heacokck, 1993 ( dalam yosep, 2010), penyebab halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi berikut:

  1. Dimensi fisik Halusinasi di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

  2. Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menetang peritah tersebut, sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tesebut.

  3. Dimensi intelektual Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

  4. Dimensi sosial Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menggangap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, saolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Dimensi spiritual

  Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkandiannya terganggu kerena sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.

C. Rentang Respon

  Rentang Respon Halusinasi menurut Stuart, 1998 (dalam Trimelia , 2011) adalah Respon adaptif Respon maladaptif

  • pikiran logis - pikiran kadang-kadang - Gangguan proses fikir/
  • Persepsi akurat menyimpang waham
  • Emosi konsisten – Ilusi - Ketidakmampuan dengan pengalaman - Reaksi emosional untuk mengalami emosi

  Perilaku seksual - Perilaku yang tidak - Ketidakteraturan

  • Hubungan sosial biasa - Isolasi sosial
  • Hormonis - Menarik diri - Halusinasi Trimelia, 2011) Penjelasan dari gambar 14.1 menurut Stuart, 1998 (dalam Trimelia, 2011) 1.

  Respon adaptif Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif: a.

  Pikiran logis, merupaka ide yang berjalan secara logis dan sesuai dengan akal pikiran. b.

  Persepsi akurat, proses diterimanya rangsangan melalui panca indera yang didahuluhi oleh perhatian (attention) sehingga individu menjadi sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun diluar dirinya.

  c.

  Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman dan konsisten yang tidak berlebihan dan berjalan sebagaimana mestinya.

  d.

  Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran. Perilaku sesuai, perilaku individu yang berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan suatu masalah yang dapat diterima oleh akal sehat dan norma-norma sosial yang berlaku.

  e.

  Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan yang hubungan harmonis dan dinamis yang menyangkut hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya

  Respon maladaptif Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya danl ingkungan, adapun respon maladaptif meliputi: a.

  Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada. c.

  Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

  d.

  Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.

  e.

  Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

D. Tanda dan gejala

  Menurut Stuart & Sundeen (2005) dan Carpenito (2001, (dalam Trimelia, 2011). data subjektif dan data objektif klien halusinasi adalah sebagai berikut: a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

  b. Menggerakan bibir tanpa menimbulkan suara.

  c. Gerakan mata cepat.

  e. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasikan.

  f. Terlihat bicara sendiri.

  g. Menggerakan bola mata dengan cepat.

  h. Bergerak atau membuang atau mengambil sesuatu. i. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari keruangan lain. j. Disorentasi (waktu, tempat, orang). k. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah. l. Perubahan perilaku dan pola komunikasi. m.

  Gelisah, ketakutan, ansietas. n. Peka rangsang. o. Melaporkan adanya halusinasi Tanda-tanda Halusninasi menurut Videbeck(2004) adalah sebagai berikut:

  a. Halusinasi pendengaran : mendengar suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun yang jelas, dimana kadang terdapat suara-suara tersebut seperti mengajak berbicara klien dan kadang memeritah klien untuk melakukan sesuatu.

  b. Halusinasi penglihatan : stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan

  c. Halusinasi penghidu : membau – bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses, atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada serangan stroke, kejang, atau dimensia.

  d. Halusinasi pengecapan : merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feses dan lainnya.

  e. Halusinasi perabaan : meras mengalami nyeri, rasa tersetrum, atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.

  f. Halusinasi cenesthetic : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urien.

  g. Halusinasi kinestetika : merasakan penggerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Proses Terjadinya Masalah

  Menurut Trimelia, (2011) a.

  Tahap I ( Comforting ) Disebut juga dengan fase comforting, yaitu fase menyenakan pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

  Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, atau bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenakan, cara ini menolong sementara.

  Perilaku klien: tersenyum atau tertawa tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

  b.

  Tahap II ( Condemming ) menjadi menjijihkan. Termasuk dalam psikotik ringan.

  Karakteristik : pengalaman sensori yang menjijigkan dan menakutkan., kecemasa meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia dapat mengontrolnya.

  Perilaku klien : tanda – tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan resalitas.

  c.

  Tahap III ( Controling )

  Adalah fase controling : atau asietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.

  Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,menguasi dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan di kendalikan halusinasi, rentang perhatian lainnya beberapa menit dan detiik. Tanda – tanda fisik berupa klien berkeringatm tremor, dan tidak mampu mematuhi peritahnya.

  d.

  Tahap IV ( Concuering ) Adalah fase concuering atau panik yaitu, klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.

  Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dam memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, lingkungan. Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, pontensi bunuh diri, perilaku kekeraan, agitasi, menarik diri, atau katatonik, tidak mampu mereson terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

F. Psikopatologi

  Menurut Stuart & Sundeen, 2001 ( dalam yosep, 2010). pada model stress dan adaptasi dalam keperawatan jiwa terjadinya halusinasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor predisposisi, stressor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, mekanisme koping, dan rentang respon.

  Faktor predisposisi Bio psiko sosiokultural

  Stressor prepitasi Sifat asal waktu jumlah Penilaian terhadap stressor Kognitif afektif fisiologis perilaku Sosial Sumber – sumber koping

  Kemampuan dukungan personal Aset materi Mekanisme koping

  Regresi Proyeksi Menarik diri Rentang Respon Respon adaptif Respon maladaptif

Sumber : Stuart & Sundeen, 2001( dalam Yosep, 2010).

Gambar 14.2 Psikopatologi Stuart & Sundeen, 2001( dalam Yosep, 2010).

  1. Faktor predisposisi Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh melalui keluarga atau klien.

  2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan seperti partisipasiklien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana yang sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi

  Perilaku Sosial Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah, dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata atau tidak nyata.

  4. Sumber koping Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber kopingtersebut dapat dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

5. Mekanisme koping

  Mekanisme koping merupakan upaya atau cara untuk yang diarahkan pada pengendalian stres, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping terbagi menjadi 2 yaitu adaptif dan maladaptif. Adapun mekanisme koping yang adaptif pada halusinasi yaitu : a.

  Pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak pada perilaku.

  Kekuatan dapat meliputi seperti modal inteligensia atau kreativitas yang tinggi c.

  Dukungan keluarga Adapun mekanisme koping yang maladaptif pada halusinasi yaitu : a.

  Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.

  b.

  Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.

  c.

  Menarik diri

G. Penatalaksanaan Medis 1.

  Terapi modalitas Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan atau bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus berkerja dan tetap berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani terapi. (Nasir dan Muhits, 2011) a.

  Terapi modalitas Terapi modalitas adalah terapi yang utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dan perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. ( Kusuma & Terapi modalitas bertujuan agar pola perilaku atau kepribadian seperti keterampilan koping, gaya komunikasi dan tingkat harga diri secara bertahap dapat berkembang. Jenis-jenis terapi modalitas 1.

  Psikoterapi Psikoterapi adalah sautau cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan profesional secara suka rela. Dengan maksud hendak menghilangan, mengubah atau menghambat gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu, dan pengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif. Psikoterapi dilaksanakan agar klien memahami tingkah lakunya dan mengganti tingkah laku yang lebih konstruktif melalui pemahaman-pemahaman yang selam ini kurang baik dan cenderung merugikan baik diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.

2. Psikoanalisis psikoterapi

  Terapi ini di kembangkan oleh sigmund freud, seorang dokter yang mengembangkan “ talking care “. Perubahan perilaku terjadi jika klien dapat menemukan kejadian-kejadian yang disimpan dalam bawah sadarnya.

  Tujuan terapi psikonalisis adalah sebagai berikut : Menurunkan rasa takut klien 2. Mengembalikan proses fikir yang luhur 3.

  Membantu klien menghadapi realitas 4. Menurunkan kecemasan 5. Memperbaiki komunikasi interpersonal 3. Psikoterapi individu

  Psikoterapi individu merupakan bentuk terapi yang menekankan pada perubahan individu dengan cara mengkaji perasaan, sikep, cara berfikir dan perilakunya. Hal ini bertujuan agar klien mampu memahami diri dan perilaku dirinya sendiri, membuat perubahan personal atau berusaha lepas dari rasa sakit hati dan ketidakbahagiaan. ( videbeck shelia L, 2008) dalam Nasir dan muhits, (2011). Aspek terpenting dari psikoterapi individu adalah menjadikan individu mampu menilai dirinya sendiri tanpa merusak susasan psikologisnya.

4. Terapi modifikasi perilaku

  Terapi perilaku didasarkan pada keyakinan bahwa perilaku dipelajari, dengan demikian perilaku yang tidak diinginkan atau maladaptif dapat diubah menjadi perilaku yang diinginkan atau adaptif. Proses mengubah perilaku terapi ini adalah dengan menggunakan teknik yang disebut conditioning yaitu suatu proses dimana klien belajar mengubah perilaku.

  Terapi okupasi Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni mengarahkan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Tetapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada sesorang, pemeliharaan dan penngkatan bertujuan untuk membentuk sesorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain.

  Tujuan Terapi Okupasi : a.

  Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental

  1. Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.

  2. Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar 3.

  Membantu menentukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya

  4. Membantu dalam mengumpulkan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.

  b.

  Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot, dan koordinasi gerakan.

  c.

  Mengajarkan ADL seperti makanan, berpakaian, BAB, BAK, dan lain sebagainya.

  Membantu klien untuk menyesuaikan diri dengan tugas rutin dirumah.

  e.

  Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan akat, kemampuan yang dimiliki.

  f.

  Menyediaakn berbagai macam kegiatan agar di coba klien untuk mengetahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.

  g.

  Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali dilingkungan masyarakat.

  Proses terapi Okupasi a.

  Pengumpulan Data Meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosa, perilaku dan kepribadian klien.

  b.

  Analisa data dan identifikasi masalah Dari data yang telah di kaji ditegakkan diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.

  c.

  Penentuan tujuan dan saran Dari diagnosa yang di tegakkan dapat dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.

  d.

  Penentuan aktivitas Jenis kegiatan yang ditentukan harus di sesuaikan dengan tujuan terapi.

  Pelaksnaan Terapi Okupasi kelompok tergantung kondisi klien dan tujuan terapi.

1. Metode a.

  Individual Dilakukan klien baru masuk, klien yang belum mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien yang sedang menjalani persiapan aktivitas.

  b.

  Waktu

  Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu.

6. Terapi lingkungan

  Terapi lingkungan adalah suatu manipulasi ilmiah yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan pada perilaku pasien dan untuk mengembangkan keterampilan emosional Menurut Suliswati (dalam Yosep , 2005) terapi lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang ditata untuk menunjukkan proses terapi, baik fisik, mental maupun sosial agar dapat membantu penyembuhan dan pemulihan klien.

  Tujuan terapi lingkungan Menurut Stuart dan Sandeen , (dalam Yosep, 2005) a.

  Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif.

  b.

  Mengajarkan keterampilan psikososial.

  7. Terapi somatik Terapi somatik adalah terapi yang diberikan pada klien dengan tujuan merubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam perlakuan fisik.terapi somatik banyak dilakukan pada klien dengan gangguan jiwa.

  a.

  Restrain

  Restrai adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk membatasi mobolitas fisik klien. Alat tersebut menggunakan manset pergelangan tangan atau kaki dan kain pengikat.

  b.

  Seklus Seklus adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus. Klien dapat meninggalkan ruangan tersebut dengan bebas. Bentuk seklus dapat berupa pengurungan diruangan tidak terkunci sampai pengurungan ruangan terkunci dengan kasur tanpa seprei, tergantung tingkat kegawatan klien.

  c.

  Electro Convulsif Therapi ( ECT) ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalihkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang. Terapi ini ada awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).

  8. Terapi kelompok

  Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompik pasien bersama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau arahkan oleh seorang terapi atau petugas kesehatan jiwa yang telah dilatih. ( pedoman rehabilitasi pasien mental rumah sakit jiwa di indonesia ). ( Keliet , Budi Anna, ( dalam Yosep , 2004 ) Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara sekelompok untuk memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal. Akemat (dalam Yosep , 2004). Tujuan terapi kelompok Tujuan umum 1.

  Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan ( reality testing ).

  Membentuk sosialisasi 3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensif ( bertahan terhadap stress ) dan adaptasi.

4. Mengembangakan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikososial seperti kognitif dan efektif.

  Tujuan khusus 1.

  Melatih pemahaman identitas diri 2. Penyaluran emosi

3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.

  4. Bersifat rehabilitatif : pasien-pasien rehabilitatif adalah mereka yang telah sembuh secara medis, tetapi perlu disiapkan fungsi dan kemampuan untuk persiapan mandiri dan sosial ditengah masyarakat.

H. Asuhan Keperawatan a.

  Asuhan keperawatan Dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, Perencanaan/Intervensi,

  Pelaksanaa/Implementasi dan Evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan ketrampilan profesional tenaga keperawatan. Pengumpulan data

  Aspek biologis Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

  c.

  Klasifiaksi data

  Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga.

  Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

  d.

  Analisa data Data Subjektif :

  • Klien mengatakan waktu di rumah pernah jengkel dan ingin marah - marah.
  • Klien mengatakan bahwa ia mendengar suara-suara yang mengejeknya.

  Data Objektif :

  • Ekspresi wajah klien tampak tegang
  • Klien marah-marah tanpa sebab dan melempar barang-barang

  Masalah keperawatan: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

  Data Subjektif :

  • Klien mengatakan mendengar suara-suara yang mengajaknya pergi

  Data Objektif :

  • Klien tampak melamun, bingun , kurang konsentrasi ,kadang bicara sendiri.
  • klien terlihat ngomel.

  Masalah keperawatan: Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran.

  Data Subjektif :

  • Klien mengatakan suka menyendiri • Klien mengatakan malu dengan orang lain. Data Objektif :
  • Jika diajak bicara kontak suara klien mudah beralih dan tampak menyendiri.
  • Klien selalu berada ditempat tidur dan duduk dipojok sendiri

  Masalah keperawatan: Isolasi sosial

I. Pohon Masalah

  Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan ..........Akibat Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi ..........Core problem

  Isolasi sosial ……Penyebab Gangguan Konsep diri : Harga diri Rendah Kronis

  Gambar 1. Pohon Masalah Gangguan Sensori Persepsi : halusinasi Sumber : Menurut Fitria , 2009 ( dalam Direja, 2011)

  J. Masalah Keperawatan 1.

  Gangguan Sensori Persepsi : halusinasi 2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 3. Isolasi sosial Harga diri Rendah 4. Gangguan Konsep diri : Harga diri Rendah K.

   Diagnosa 1.

  Gangguan Sensori Persepsi : halusinasi 2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 3. Isolasi sosial Harga diri Rendah 4. Gangguan Konsep diri : Harga diri Rendah L.

   Rencana Intervensi

  pada klien dengan gangguan persepsi halusinasi adalah sebagai berikut: 1.

  Gangguan sensori persepsi halusinasi TUM 1: Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.

  TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.Tindakan : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil : a.

  Klien dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat b.

  Menunjukan rasa sayang c. Ada kontak mata d.

  Mau berjabat tangan e. Mau menjawab salam f. Mau menyebutkan nama g.

  Mau berdampingan dengan perawat h. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi

  Tindakan Keperawatan 1)

  Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapiutik.

  2) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal. 3) Perkenalkan diri dengan sopan. 4) Tanyakan nama lengkap,nama panggilan yang disukai klien.

  Jelaskan tujuan pertemuan,jujur dan menepati janji. 6) Tunjuk sikap empati dan menerima apa adanya. 7)

  Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien TUK 2: Klien dapat mengenal halusinasinya.

  Kriteria Hasil : a.

  Klien dapat menyebutkan waktu, isi, dan frekurnsi, timblnya halusinasi b.

  Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya. Tindakan Keperawatan

  1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah lakuklien dengan halusinasinya (dengar/ lihat/ penghidu/ raba/kecap).

  2) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi: tanyakan apakah mengalami sesuatu halusinasi. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya.

  3) Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).

  4) Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama. 5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien. 6)

  Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi.

  Diskusikan dengan klien, isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi(pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang- kadang). 8)

  Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.

  TUK 3: Klien dapat mengontrol halusinasinya.

  Kriteria Hasil : a.

  Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukuan untuk mengendalikan halusinasinya. b.

  Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasi.

  c.

  Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya.

  d.

  Klien dapat memilih cara mengendalikan halusinasinya. Tindakan Keperawatan 1)

  Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika muncul halusinasi.

  2) Diskusikan cara yang digunakan klien. 3)

  Beri pujian dan penguatan terhadap tindakan yang positif 4) Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi. 5) Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengontrol halusinasi. 6) Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam menghadapi halusinasi. 7) Beri pujian dan penguatan terhadap pilihan yang benar. 8) Diskusikan bersama klien hasil upaya yang telah dilakukan.

  Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria Hasil : a.

  Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat.

  b.

  Klien dapat mendemostrasikan penggunaan obat dengan benar.

  c.

  Klien dapat informasi tentang efek samping obat dan akibat berhenti minum obat.

  d.

  Klien dapat menyebutkan prinsip lima prinsip benar obat dengan benar. Tindakan Keperawatan

  1) Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian minum obat, nama,warna, dosis, cara, efek terapi, dan efek samping penggunaan obat.

  2) Pantau klien saat penggunaan obat. 3) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar. 4)

  Anjurkan klien untuk konsultasi ke dokter jika tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan 5) Diskusikan akibat berhenti minum obat. 6) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

  2. Resikio mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan TUM 2: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan TUK 1: Kriteria Hasil : Klien mau membalas salam a.

  Klien mau berjabat tangan b.

  Klien mau menyebutkan nama c. Klien mau tersenyum d.

  Klien mau kontak mata e. Klien mau mengetahui nama perawat

  Tindakan Keperawatan 1)

  Beri salam dan penggil nama

  2) Sebutkan nama perawat

  3) Jelaskan maksud hubungan interaksi

  4) Jelaskan akan kontrak yang dibuat

  5) Beri rasa aman dan rasa empati

  6) Lakukan kontak singkat tapi sering

  TUK 2: Kriteria Hasil: a.

  Klien dapat mengungkapkan perasaannya b.

  Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan kesal/jengkel. Tindakan Keperawatan : 1)

  Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya 2)

  Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan kesal TUK 3: Kriteria Hasil : a.

  Klien dapat mengungkapkan perasaan kesal/jengkel b.

  Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialaminya Tindakan Keperawatan : 1) berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya 2)

  Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan kesal TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Kriteria Hasil : a.

  Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasaan yang biasa dilakukan b.

  Klien dapat berperan sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan c.

  Klien dapat mengetahui cara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah Tindakan Keperawatan : 1)

  Anjurkan klien untuk mengngkapkan 2)

  Apa yang di alami dirasakan saat marah 3)

  Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasaan pada klien

4) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala kesal yang dialaminya.

  TUK 5 : Kriteria Hasil : Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang dilakukan klien: Akibat pada diri sendiri Akibat pada orang lain Akibat pada lingkunga Tindakan Keperawatan : 1)

  Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasaan yang biasa dilakukan klien

  2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

  3) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya akan selesai.

  TUK 6 : Klien dapat mendemostrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.

  Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik Tarik nafas dalam Pukul bantal dan kasur Dll. Kegiatan fisik Rencana Tindakan a.

  Bicarakan akibat kerugian dengan cara yang dilakukan b.

  Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan oleh c.

  Tanyakan kepada klien mempelajari cara yang sehat TUK 7 : Klien dapat mendemostrasikan cara sosial untuk untuk mencegah perilaku kekerasan.

  Kriteria Hasil: Klien dapat menyebutkan cara bicara yang baikdalam mencegah perilaku kekerasaan Meminta dengan baik Menolak dengan baik

  Meungungkapkan perasaan dengan baik Tindakan Keperawatan : 1)

  Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien 2)

  Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa dilakukan 3)

  Diskusikan dua fisik yang paling mudah untuk TUK 8 : Klien dapat mendemostrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan ibadah yang dilakukan Tindakan keperawatan 1)

  Diskusikan cara berbicara yang baik 2)

  Beri contoh cara biacara yang baik Minta klien untuk mengulahi sendiri

  4) Beri pujian atas keberhasilan klien

  TUK 9 : Klien mendemostrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan Kriteria Hasil : a.

  Diskusikan dengan klien tentang jenis obat b. diskusikan dengan klien tentang obat secara teratur c. jelaskan bahwa dosis obat hanya boleh diubah oleh dokter d. jelaskan mengenai akibat minum tidak obat teratur.

  3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah TUM 3 : Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil : a. klien dapat mengungkapkan perasaannya.

  b.

  Ekspresi wajah bersahabat.

  c.

  Ada kotak mata.

  d.

  Menunjukkan rasa senang e. Mau berjabat tangan.

  f.

  Klien mau menjawab salam g.

  Klien mau duduk berdampingan. Klien mau mengutarakan masalah yang di hadap. Rencana Tindakan

1) Bina hubungan saling percaya.

  a) Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal

  b) Perkenalkan diri dengan sopan

  c) Tanya nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

  d) Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji.

  e) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

  f) Beri perhatian pada klien.

  2) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang dideritanya.

3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.

  4) Katakan pada klien bahwa ia adalah seorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

  TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan askpek positifyang dimiliki.

  Ktiteria Hasil : Klien mampu mempertahankan aspek yang positif.

  Rencana Tindakan a.

  Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien dan beri pujian atau reinforcement atas kemampuan mengungkapkan b. saat bertemu klien hindarkan memberikan penilaian negatif.

  Utamakan memberikan pujian yang realitif. TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

  Kriteria Hasil : 1)

  Kebutuhan klien terpenuhi 2)

  Klien dapat melakukan aktifitas terarah Rencana Tindakan a. diskusikan kemampuan klien yang masih dapat digunakan selama sakit b. diskusikan juga kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit dan di rumah nanti.

  TUK 4 : Klien dapat menentukan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

  Kriteria Hasil : 1)

  Klien mampu beraktifitas sesuai kemampuan 2)

  Klien mengikuti terapi aktifitas kelompok Rencana Tindakan a. rencanaka kegiatan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan : Kegiatan mandiri, kegiatan dengan b.

  Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien c. beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan (sering takut melaksanakannya). TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya Kriteria Hasil : Klien mampu beraktifitasa sesuai kemampuan Rencana Tindakan : a. beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang direncanakan b. beri pujian atas keberhasilan klien c. diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah