BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN III.l Radio Komunitas dan Pemberdayaan Komunitas - Pemberdayaan Komunitas dan Eksistensi Musik Kendang-Kempul di Media Penyiaran Komunitas:Studi Kasus Pada Radio Komunitas Citra FM Banyuwangi Repository - UNAIR REPOSITORY

  yang bertajuk "Perkembangan dan Problematika Radio Komunitas di Indonesia" merumuskan dalam pendirian radio komunitas, urgensinya harus mengacu pada dua aspek, yakni (1) jaminan keberadaan komunitas secara permanen di lingkup batas geografis tertentu yang bersedia aktif dalam mengelola radio (2) peluang partisipasi tiap individu di komunitas secara setara baik dalam pemilikan, produksi siaran maupun selaku pihak pendengar yang harus terlayani hak dan kepentingannya. Rumusan Masduki ini mengacu pada semangat pendirian radio komunitas selepas era Orde Baru.Semangat untuk mengambalikan frekuensi ke ranah publik membuat wacana pemunculan radio komunitas menjadi penting. Selama Orde Baru, yang terjadi di masyarakat adalah monopoli frekuensi yang dilakukan oleh Pemerintah. Monopoli tersebut berdampak pada penggunaan frekuensi untuk kepentingan propaganda (Effendie, 2004)

  Fenomena ini memunculkan semangat untuk melakukan demokratisasi terhadap isi siaran pada radio.Semangat demokratisasi yang diusung oleh para penggiat radio kemudian memunculkan ide tentang pembentukan radio komunitas, dengan menekankan pada aspek komunitas sebagai unsur utama.Komunitas menjadi penting dalam pembentukan sebuah rakom karena hal itulah yang menjadi pembeda dengan bagaimana radio swasta berjalan.Maka, dengan mengutamakan bagaimana komunitas sebagai subjek dari sebuah radio komunitas, sebuah pemberdayaan komunitas mutlak untuk dilakukan.Karena pada dasarnya radio komunitas adalah sebuah media yang dikelola oleh komunitas, disajikan untuk komunitas, dan semua konten yang dihasilkan berasal dari komunitas.

  Dalam subbab ini, peneliti akan mendeskripsikan temuan data di lapangan tentang bagaimana pemberdayaan komunitas dilakukan oleh sebuah radio komunitas untuk kemudian dianalisis lebih dalam apakah pemberdayaan itu sudah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh komunitas dan bermanfaat untuk komunitas.

  Badan PBB, UNESCO, merumuskan bahwa radio komunitas adalah radio yang dioperasikan di komunitas, untuk komunitas, tentang komunitas dan oleh komunitas berdasarkan kesamaan geografis atau minat yang sama di antara sekelompok orang. Sebuah radio komunitas seharusnya terbentuk atas keberadaan komunitas sebelumnya.Maka dari itu, keberadaan komunitas menjadi penting dalam terbentuknya sebuah radio komunitas (Masduki, 2004).

  Tabing merumuskan lima karakteristik radio komunitas dalam konteks sosial yaitu: (1) la berskala lokal, terbatas pada komunitas tertentu; (2) la bersifat partisipatif atau memberi kesempatan setiap inisiatif anggota komunitas tumbuh dan tampil setara sejak proses perumusan acara, manajerial hingga pemilikan; (3) Teknologi siaran sesuai dengan kemampuan ekonomi komunitas bukan bergantung pada bantuan alat pihak luar; (4) la dimotivasi oleh cita-cita tentang kebaikan bersama dalam komunitas bukan mencapai tujuan komersial; dan (5) Selain mempromosikan masalah-masalah krusial bersama, dalam proses siaran radio komunitas hams mendorong keterlibatan aktif komunitas dalam proses mencari solusinya (Tabing, 1998).

  Hal inilah yang disadari benar oleh pendiri Rakom Citra FM. Berbagai program dijalankan untuk memenuhi semangat pemberdayaan komunitas yang menjadi kata kunci dalam pembentukan radio komunitas sebagai salah satu lembaga penyiaran. Terbentuknya Rakom Citra FM berawal dari beberapa orang yang menjadi fans club sebuah program acara di radio swasta komersil, Gandrung FM. Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 15 April 2015, Sutrisno menceritakan kronologi terbentuknya komunitas dari Rakom Citra FM. Sutrisno menjelaskan saat itu, dia, Purnomo. Rahmat, Suharnik, dan Abdullah memutuskan berhenti menjadi fans di Gandrung FM karena radio tersebut dijual dan pindah ke daerah lain. Dengan semangat kecintaan mereka terhadap budaya Banyuwangi, khususnya musik kendang-kempul dan tetap ingin mengumpulkan sejawatnya yang berada di fans club tersebut, kelima orang ini memutuskan membentuk sebuah radio. Kesamaan tujuan dan kedekatan geografis adalah alasan utama pendirian radio (wawancara dengan Joko Sutrisno, 15 April 2015).

  Pada tahun 1998, mereka memutuskan membuat sebuah radio sebagai media untuk berkumpul setelah radio swasta yang mereka ikuti sebelumnya pindah tempat. Saat itu, pembicaraan tentang radio komunitas memang sudah marak di kalangan pegiat radio. Namun mereka belum mengetahui tentang konsep radio komunitas, atau yang sebelumnya disebut radio alternatif. Maka tujuan utama mereka adalah mendirikan sebuah radio. Konsep tentang radio komunitas baru mereka dapatkan ketika diminta untuk mengurus izin tentang legalitas radio yang mereka dirikan.

  Meski begitu, Sutrisno dan rekan-rekannya tetap bersikeras untuk menjadikan radio yang mereka dirikan sebagai radio budaya dengan nama awal Radio Budaya Suara Citra FM.

  Kami terbentuk karena kami senang dengan budaya-budaya gitu, mas.Mulai dari musik.tari-tari, sampai kesenian lain. Apalagi Banyuwangi ini kan terkenal dengan kebudayaannya. Kami ingin menunjukkan dengan komunitas ini dapat ikut menjaga budaya Banyuwangi itu sendiri. (Wawancara dengan Joko Sutrisno, 17 April 2015) Menurut Hasnan Singodimayan, budayawan Banyuwangi, keragaman budaya inilah yang menjadi ciri khas dari Banyuwangi.

  Kebudayaan Banyuwangi dinilai memiliki perbedaan dengan daerah lain dan masyarakatnya ikut aktif menjaganya.

  Sampean lihat saja Banyuwangi daripada kota- kota lain. Kita punya gandrung, seblang, kebo-keboan, kendang-kempul, patrol, mocoan, wes uakeh pokoke.

  Kemampuan masyarakat dalam menjaga budaya itu yang tidak dimiliki oleh semua daerah. Disini sekarang setiap malam minggu ada aktualisasi seni budaya daerah. Itu kan salah satu cara menjaga. Di kota lain bagaiamana? Belum tentu ada (Wawancara dengan Hasnan Singodimayan, 27 Maret 2015).

  Diyakini Singodimayan, masyarakat Banyuwangi adalah jenis masyarakat yang aktif berpartisipasi dalam berbagai usaha untukmelestarikan kebudayaan. Sutarto (2006) menyebut orang Using atau masyarakat Banyuwangi dikenal sangat kaya akan produk-produk kesenian. Dalam masyarakat Using, kesenian tradisional masih tetap terjaga kelestariannya, meskipun ada beberapa yang hampir punah.

  Masyarakat ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian kesenian tersebut. Bentuk partisispasi tersebut bisa berupa mengundang kesenian untuk pertunjukan, menghadiri pawai budaya, juga mendirikan sanggar-sanggar kesenian. Data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, terdapat 16 sanggar kesenian yang saat ini aktif di Banyuwangi. Selain itu, setiap tahunnya Banyuwangi menggelar Banyuwangi Ethno Carnival, Festival Kuwung, dan Festival

  Endog-Endogan . Ketiga festival tersebut merupakan bentuk penciptaan

  ulang atas berbagai kesenian yang dimiliki olehBanyuwangi ke dalam sebuah pawai budaya (Jaini, 2015). Tidak hanya itu, mulai 2013, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi rutin menggelar Aktualisasi Seni dan Budaya setiap minggu. Dalam Aktualisasi Seni dan Budaya tersebut secara bergiliran ditampilkan berbagai kesenian Banyuwangi mulai dari tari, drama, hingga musik. Sebagai penampil adalah berbagai sanggar yang terdapat di seluruh Kabupaten Banyuwangi.

  Lebih dari itu, dengan beragamnya media yang dapat digunakan untuk mengekpresikan partisipasi aktif masyarakat terhadap kebudayaan Banyuwangi, muncul kemudian komunitas-komunitas yang memanfaatkan media seperti radio, televisi, dan internet. Salah satu fenomena yang kini terjadi di Banyuwangi adalah pendirian radio komunitas sebagai media ekspresi dan partisispasi masyarakat untuk menyalurkan hobi berkesenian.

  Data dari Jaringan Radio Komunitas Blambangan Banyuwangi (JRKBB), dari 24 radio yang dianggap legal, 12 diantaranya menyatakan diri sebagai radio budaya. Fenomenan ini mendukung pernyataan Singodimayan bahwa masyarakat Banyuwangi adalah masyarakat yang aktif berpartisipasi menjaga kebudayaannya sendiri.

  Radio komunitas ini ya bisa dibilang bagus bisa dibilang tidak. Bagusnya ya bisa ikut mempromosikan budaya Banyuwangi. Selain itu kita jadi tahu kalau wong Banyuwangi iki mageh nguri-uri kebudayaane, yo liwat radio iku man. Padahal kan banyak yang bilang kalau budaya atau kesenian daerah itu tidak bisa bertahan melawan modemisasi. Tapi tidak bagusnya kadang dibuat hal-hal kang sing bener gedigu iku. (Wawancara dengan Hasnan Singodimayan, 27 Maret 2015)

  Salah satu rakom yang terbentuk dari komunitas budaya dan mengatasnamakan dirinya sebagai radio komunitas budaya adalah Rakom Citra FM. Meski terbentuk atas dasar hobi mendengarkan musik kendang-kempul, komunitas ini secara tidak sadar memiliki kesadaran alamiah untuk ikut melestarikan musik kendang-kempul itu sendiri sebagai salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh Banyuwangi.

  Kesadaran tersebut terbentuk tidak sengaja, tidak direncanakan, dan tidak secara sadar.Mereka melakukan hal-hal yang pada dasarnya adalah salah satu usaha dalam melestarikan budaya Banyuwangi.

  Dalam UU No. 32 Tahun 2002 disebutkan bahwa sebuah lembaga penyiaran komunitas diwajibkan dalam siarannya memuat berbagai konten lokal yang mendidik. Selain itu, radio komunitas berhak ikut dalam melestarikan local wisdom dimana mereka berada.

  Salah satu aspek local wisdom tersebut adalah kebudayaan yang terdapat di daerah dimana radio komunitas mengudara.

  Rakom Citra FM memiliki program Gending Using yang dihelat setiap hari mulai pukul 10.00 - 13.00 W1B. Program tersebut memang dikhususkan untuk memutarkan lagu-lagu kendang-kempul. Penciptaan program Gending Using sendiri merupakan pengejewantahan Citra FM sebagai sebuah rakom budaya.Setiap program yang disajikan oleh Citra FM sebisa mungkin ada sangkut pautnya dengan budaya.Karena rakom Citra FM adalah rakom budaya Banyuwangi (Sutrisno, wawancara 15 April 2015).

  Sebagai sebuah radio komunitas budaya, penciptaan program- program yang erat kaitannya dengan kebudayaan memang mutlak dilakukan. Hal ini sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat oleh pendiri sebelumnya. Bahwa sebagai radio komunitas, hal pertama yang hams dilakukan adalah memberdayakan komunitas, yakni dengan manyajikan program-program yang sesuai dengan komunitas.

  Usaha-usaha penciptaan program acara inilah yang dilihat oleh peneliti bahwa pengelola Rakom Citra FM secara tidak sadar telah ikut andil dalam melestarikan budaya Banyuwangi, salah satunya musik kendang-kempul. Pola yang ditemukan oleh peneliti adalah pengelola membuat sebuah program acara budaya Banyuwangi, pendengar yang dalam hal ini terdapat fans dan komunitas secara terus-menerus mengkonsumsi program acara tersebut. Konsumsi tersebut kemudian dimaknai terus-menerus oleh pendengar. Kemudian, pendengar menjadi tahu dan dapat meneruskan ke masyarakat lain sehingga seluruh masyarakat menjadi tahu akan perkembangan yang sedang berlangsung.

  Pola inilah yang diyakini sebagai usaha pelestarian yang secara tidak sadar telah dilakukan oleh pengelaloa Rakom Citra FM sebagai sebuah komunitas budaya di Banyuwangi.Kesadaran bahwa dengan membentuk sebuah komunitas budaya berarti mereka harus turut serta melestarikan budaya memang belum sepenuhnya dimiliki oleh pengelola. Namun, kesadaran itu dapat dimaknai dari apa yang telah dilakukan dengan komunitasnya dan radio sebagai media dari komunitas tersebut. Pada pelaksanaannya, meski pengelola menolak untuk menyebut bahwa mereka turut melestarikan budaya Banyuwangi, namun apa yang telah mereka lakukan menunjukkan bukti lain.

  Jaini, salah satu penggiat budaya Banyuwangi mengatakan keberadaan radio komunitas adalah salah satu aspek yang mendukung budaya Banyuwangi masih diketahui oleh masyarakat, salah satunya adalah musik kendang-kempul.

  Isun iki bengen wedi, Lek, kadung mbesuk lare- lare enom iki hing weruh ambi kebudayaane dewek. Tapi sun deleng kok radio komunitas iki bisa nyajikaken program hang bisa milu nguri-uri budaya Banyuwangen. Kadung menurut isun ono gunane radio komunitas iku. Masio tah tetep onok eleke. Kadung dinggo papan gendakan, mabuk-mabukan, lan liyo- liyone. Tapi kan iku radio hang oro bener, kadung hang programe bener yo osing (Wawancara dengan Jaini, 18 Maret 2015)

  Saya ini dulu takut.Nak, kalau nanti anak muda ini tidak tahu dengan kebudayaannya sendiri.Tapi saya lihat radio komunitas ini bisa menyajikan program yang ikut melestarikan kebudayaan Banyuwangi.Kalau menurut saya ada gunanya keberadaan radio komunitas ini.Meskipun masih ada sisi buruknya.Terkadang dibuat untuk tempat menjalin perselingkuhan, minum-minuman keras.dan lain-lain. Tapi kan itu untuk radio komunitas yang tidak jelas, kalau yang programnya jelas ya tidak (Wawancara dengan Jaini, 18 Maret 2015).

  Lebih lanjut, Jaini menambahkan bahwa yang didapatkan dari keberadaan radio komunitas itu adalah kemudahan akses. Dengan pengelolaan di bawah komunitas, akses untuk menembuh ke dalamnya seperti ikut serta dalam program yang dilakukan, maupun melakukan usulan program dapat dilakukan dengan mudah.

  Kadung musuh radio swasta kayok Mandala, Vis, canbi GBS iku kan angel, Lek. Kudu milu aturane bos lah, hing cocok ambi tujuane radio lah, wedi hing payu lah, akeh wes pokoke alasane. Ning radio komunitas iki kan enak, jare lare-lare saiki iku fleksibel. Hing kakean aturan, hang penting kan bermanfaat kanggo anggota komunitas. Delengan wes ono tah acara kebudayaan iki kang sing bermanfaat kanggo wong liyo? (Wawancara dengan Jaini, 18 Maret 2015)

  Kalau dengan radio swasta seperti Mandala, Vis, atau GBS itu kan susah, Nak. Harus ikut peraturan perusahaan.tidak sesuai dengan tujuan radio, takut tidak laku. Banyak pokoknya alasan yang digunakan. Di radio komunitas ini kan mudah, kata anak zaman sekarang itu fleksibel. Tidak banyak aturan, yang penting bermanfaat untuk anggota komunitas. Lihat saja apakah ada acara kebudayaan yang tidak bermanfaat untuk orang lain? (wawancara dengan Jaini, 18 Maret 2015)

  Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa keberadaan radio komunitas tidak selamanya menimbulkan dampak positif, namun setidaknya beberapa kelompok masyarakat mengkui bahwa adanya radio komunitas bermanfaat bagi kelompok mereka. Jaini yang merupakan seorang penggiat kebudayaan Banyuwangi di bidang tari dan pertunjukan mengamini bahwa adanya rakom bermanfaat bagikelestarian budaya Banyuwangi. Hasnan Singodimayan sebagai budayawan senior Banyuwangi juga memberikan penilaian posilif bagi rakom yang memiliki porogram tentang budaya Banyuwangi. Tidak heran ketika kemudian banyak tumbuh rakom yang memiliki basis komunitas budaya. Sebagai daerah yang memiliki potensi kebudayaan yang besar, Banyuwangi memang memiliki iklim positif untuk pengembangan kebudayaan.

  No. Jenis Komunitas Jumlah

  1. Pertanian

  5

  2. Pendidikan

  2

  3. Budaya

  12

  4. UMKM

  3

  5. Pariwisata

  2 Tabel III.1 Jumlah Rakom Anggota JRKBB

  Berdasarkan Jenis Komunitas

Sumber : Data Primer Pemberdayaan komunitas merupakan kunci dari keberadaan sebuah radio komunitas.UU dan Peraturan Pemerintah dengan jelas mengamanatkan hal tersebut Poin itulah yang membedakan rakom dengan radio swasta maupun radio publik.Diharapkan, melalui radio, komunitas di dalamnya dapat diberdayakan dan ikut andil ke dalam pemberdayaan masyarakat dalam jangkauan yang lebih luas.

  Pemberdayaan komunitas yang dimaksud oleh peneliti adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan bersama anggota komunitas terkait keberadaanya sebagai komunitas budaya, khususnya penikmat musik kendang-kempul.Dengan menamakan diri sebagai komunitas budaya, Rakom Citra FM melakukan kegiatan-kegiatan budaya demi peningkatan sumber daya manusia di dalam komunitas.Selain itu dalam pertemuan antaranggota, beberapa kali diadakan diadakan pelatihan meski belum rutin dan kontinyu.Rakom Citra FM beberapa kali mengadakan pelatihan broadcasting, teknik pengelolaan radio komunitas, maupun jurnalisme terhadap anggota komunitasnya. Selain itu, Rakom Citra FM pernah bekerja sama dengan BKKBN melakukan penyuluhan mengenai program keluarga berencana. Salah satu bentuk kerjasama dengan BKKBN adalah penyuluhan dan pelatihan program KB dan penggunaan kontrasepsi pengendali kelahiran yang dilakukan pada Februari 2015 lalu.Pelatihan tersebut diikuit oleh 24 rakom anggota JRKBB. Dalam pelatihan dan penyuluhan tersebut juga dilakukan perpanjangan kerjasama tentang penyuluhan program BKKBN yang telah dilakukan sejak 2005. Bulan berikutnya, pengelola Rakom Citra FM diundang dalam sebuah penyuluhan yang dilakukan oleh BKKBN bekerja sama dengan Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) wilayah Jawa Timur yang dilaksanakan di Kabupaten Jombang. Dalam program tersebut, selama 3 hari, pengelola-pengelola radio anggota JRKI seluruh Jawa Timur diberikan penyuluhan tentang berbagai program BKKBN. Program ini juga dilaksanakan untuk membentuk kader BKKBN yang berasal dari komunitas-komunitas dari berbagai kalangan.

  Kerjasama yang dilakukan BKKBN dengan menggandeng radio komunitas menjadi salah satu poin yang menarik. Berdasarkan keterangan Aguk, koordinator JRKI wilayah Banyuwangi, kerjasama yang ditawarkan BKKBN tersebut adalah salah satu upaya pemberdayaan radio komunitas yang ada di Banyuwangi. Juni 2014 lalu, bekerjasama dengan BKKBN Kabupaten Banyuwangi, JRKBB mengadakan pelatihan pembuatan jingle, sosialisasi program BKKBN, dan pembentukan kader KB dari komunitas. (data JRKBB 2014)

  Upaya-upaya yang dilakukan oleh BKKBN tersebut dilakukan karena radio komunitas memiliki audience yang stabil dan dekat. Selain itu, ini merupakan bentuk tanggungjawab BKKBN sebagai salah satu lembaga negara untuk ikut memberdayakan komunitas sebagai salah satu komponen masyarakat.

  Namun, menurut peneliti, jika target yang ingin dicapai adalah keberhasilan program-program BKKBN, kerjasama dengan radio komunitas dirasa kurang tepat.Hal ini dikarenakan, berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, anggota komunitas yang terdapat di radio komunitas rata-rata berusia diatas 40 tahun. Dalam usia tersebut, program utama BKKBN 2 Anak Cukup tidak lagi relevan untuk disosialisasikan. Seharusnya, yang menjadi target adalah kalangan muda, dimana mereka masih memasuki usia produktif.

  Peneliti menduga, usaha yang dilakukan oleh BKKBN adalah bentuk tanggung jawab sosial. Jikalau mereka ingin sosialisasi program berhasil, faktor yang dipertimbangkan adalah radio komunitas lebih dipilih oleh masyarakat untuk didengarkan. Hal ini dibuktikan dengan jumlah radio komunitas yang terus bertambah dan kepemilikian alat yang semakin mudah membuat pilihan mendengarkan radio menjadi meningkat. Dari ILM yang disiarkan melalui rakom, BKKBN berharap masyarakat yang terpapar siaran menjadi mengetahui. Lambat laun, program tersebut diharapkan bisa diterima dan diterapkan oleh masyarakat.

  Selain kerjasama dengan BKKBN, pada tahun 2011, JRKBB yang di dalamnya terdapat Rakom Citra FM, melakukan pendidikan dan latihan (diklat) reportase, teknik pemancar, dan regulasi. Diklat ini dilakukan untuk mengedukasi berbagai rakom yang ada di Banyuwangi. Pada tahun tersebut, pertumbuhan rakom memang mulai memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Diklat itu, menurut Sutrisno, juga untuk menumbuhkan kemandirian terhadap pengelola radio komunitas.

  Pelatihan seperti yang dilakukan tahun 2011 itu agar pengelola rakom ini tidak gampang ditipu sama teknisi-teknisi itu, Mas. Soalnya banyak kejadian teknisi datang mengatakan radionya ada masalah dan pengelola tidak tahu sama sekali. Kan yo kasihan mereka ini. Kalau mereka bisa, setiap ada alat yang rusak kan bisa dibenahi sendiri (Wawancara dengan Joko Sutrisno, 17 April 2015).

  Gambar III.1 Banner Salah Satu Pelatihan yang Diadakan JRKBB Sumber : Dokumentasi Penelitian

  Bersama JRKBB, Rakom Citra FM juga mengadakan pelatihan terhadap radio-radio baru yang hendak mengajukan perizinan. Pelatihan tersebut meliputi broadcasting, reportase, teknik penyiaran, hingga pengelolaan program penyiaran. Hal ini dimaksudkan untuk membuat radio-radio komunitas yang baru dapat menjalankan radionya seperti yang seharusnya.

  Dalam proses perizinan sebuah radio komunitas akan diadakan sebuah sidang yang nantinya akan menguji kemampuan dan kesiapan pengelola radio komunitas. Pada tahap sidang atau EDP itulah banyak yang gagal dan hams mengulang. Makanya kita melakukan pelatihan terus- menerus agar para pengurus radio komunitas dapat menjelaskan apa itu komunitas, bagaimana pengelolaannya, program-program yang baik itu seperti apa, juga bagaimana seharusnya radio komunitas berjalan. Kalau benar-benar radio komunitas ya programnya tidak hanya karaoke mbayar sewu (wawancara dengan Joko Sutrisno, 29 Marct 2015).

  Sebuah jaringan, memang dibentuk agar anggota di dalamnya menjadi berdaya. Hal ini yang coba dipraktekkan oleh JRKBB. Tujuan utama dibentuk JRKBB adalah menyatukan berbagai radio komunitas yang ada di Banyuwangi, untuk kemudian dilakukan pemberdayaan agar setiap pengelola dapat menjalankan radionya dengan baik. Radio yang telah lebih dulu menjadi anggota JRKBB berkewajiban untuk membimbing radio yang baru atau yang ingin menjadi anggota. Pembimbingan tersebut dilakukan secara menyeluruh, mulai dari teknik penyiaran hingga penyusunan program. Pembimbingan dilakukan karena proses perizinan sebuah rakom bukanlah hal yang mudah. Untuk mendapatkan sebuah izin, radio komunitas harus melalui berbagai tahapan. Dijelaskan dalam PP No. 51 Tahun 2005 pasal 8 dan 9 dijelaskan secara rinci mengenai tahapan untuk mendapatkan izin penyiaran. Tahapan itu harus melalui Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi, KPID, hingga KPI Pusat. Berdasarkan pengamatan peneliti, dibutuhkan waktu minimal 6 bulan untuk mendapatkan izin siaran. Itu asumsi jika tidak ada kendala dalam berbagai tahapan yang dilalui.

  Berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh Rakom Citra FM, pada setiap tahapan selalu ada koreksi yang terjadi. Mulai dari alokasi frekuensi, program siaran, hingga data teknis yang digunakan.

  Rakom Citra FM mendapatkan izin Rekomendasi Kelayakan setelah melakukan pengurusan selama 4 tahun.

  Kendala selama mengurus izin ya ada saja, Mas. Apalagi kan kalau ngurus ya harus ke Surabaya. Banyuwangi ke Surabaya ya tidak dekat kan. Belum lagi kalau orang KPID susah ditemui atau banyak alasannya.

  Kita ya mau tidak mau harus bolak-balik. Itu sudah habis biaya berapa. Citra ini 4 tahun baru turun Rekomendasi Kelayakan (RK). Kalau yang baru-baru ini enak, tidak sampai 2 tahun sudah dapat RK. Malah ada yang cuma 1 tahun. Kalau dibilang mbulet ya mbulet, Mas. Apalagi pimpinannya ganti-ganti. Ganti pimpinan ya ganti peraturan. Makanya di JRKBB itu kan gunanya untuk biar tahu gimana cara ngurus izinnya. Yang sudah tahu saja masih ruwet dan salah terus, bagaimana yang belum tahu (Wawancara dengan Joko Sutrisno, 17 Mei 2015).

  Permasalahan penerapan kebijakan di Indonesia yang turun- temurun adalah soal pergantian pejabat pemangku kebijakan. Ketika terjadi pergantian pimpinan, otomatis yang berlaku adalah aturan dari pimpinan yang baru. Masyarakat sebagai sasaran kebijakan menjadi bingung atas perubahan yang berlaku serta merta tenpa pemberitahuan terlebih dahulu. Hal itu yang dihadapi oleh pengurus JRKBB. Apalagi, terkait perizinan radio komunitas tidak hanya melibatkan satu lembaga.

  Peraturan lintas lembaga seringkali memiliki proses yang lebih rumit. Contoh yang bisa diambil adalah permasalahn yang baru-baru ini terjadi. Muhammad Dawud, Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur mengatakan harus ada pembatasan mengenai perizinan radio komunitas mulai dari tingkat Kabupaten. Karena sebelum proses masuk ke KPID, terlebih dahulu hams mendapatkan rekomendasi dari Dishubkominfo Kabupaten diakses pada 7 Juni 2015 pukul 22.51).

  Pembatasan yang diwacanakan oleh Dawud tersebut dikarenakan frekuensi dari radio komunitas dianggap mengganggu penerbangan Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Apalagi pertumbuhan radio komunitas di Banyuwangi sudah diatas normal dan sebagian besar digunakan untuk karaoke, bukan murni radio komunitas.

  Peneliti beranggapan pembatasan perizinan bukan hal yang tepat untuk mengatasi sengkarut rakom di Banyuwangi. Mengutip yang dikatakan Sutrisno pada pertemuan JRKBB April lalu, bahwa yang dibutuhkan rakom adalah pendidikan soal bagaimana rakom harus dikelola. Bukan pembatas ataupun berbagai kesulitan yang disengaja agar pengelola rakom mengurungkan niatnya untuk mendirikan radio komunitas.

  Untuk itu, mengantisipasi keruwetan proses perizinan rakom, pelatihan menjadi pilihan dari JRKBB. Pengurus JRKBB memilih untuk tidak menghiraukan kesulitan yang dihadapi. Mereka percaya bahwa jika apa yang dilakukan telah sesuai dengan UU dan PP, tidak ada alasan untuk tidak mengeluarkan izin.

  Rakom Citra FM sendiri sebagai salah satu radio tertua di Banyuwangi dan sekretariat JRKBB menjadi rujukan bagi radio baru ketika ingin mengurus izin hingga membentuk program.Sutrisno, semenjak menjabat sebagai ketua JRKBB memang menenkankan untuk melakukan pelathan terhadap radio-radio komunitas baru.

  Banyak yang menanyakan soal pelatihan tentang penyiaran, reportasi, dan lainnya. Apalagi ketika JRKBB memang menuntut biaya untuk itu. Ini kan dilakukan untuk kebaikan radio. Kita juga tidak mau anggota jaringan malah tidak tahu apa-apa. Daripada tidak mau dibimbing untuk tahu dan bisa, lebih baik tidak usah ikut jaringan (Wawancara dengan Joko Sutrisno, 15 April 2015).

  Fenomena ini menumbuhkan asumsi penulis bahwa pemberdayaan pada radio komunitas tidak hanya berjalan di dalam rakom itu sendiri. Mereka mengembangkan bentuk pemberdayaan itu lebih luas kepada rakom lain. Tidak lagi relevan menyebut bahwa syarat utama sebuah komunitas adalah dalam ruang lingkup geografis yang kecil. Di Banyuwangi, sebuah komunitas berkembang lebih besar menjadi sebuah jaringan yang dimaknai sebagai komunitas baru yang lebih besar daya jangkau dan cakupannya. Kata komunitas tidak lagi berarti sempit, di Banyuwangi komunitas tumbuh menjadi besar mencakup berbagai radio komunitas yang membentuk sebuah jaringan.

  Suryandaru (2006) dalam penelitiannya yang bertajuk "Pemberdayaan Komunitas Melalui Pengembangan Media Penyiaran Komunitas

  ” mengungkapkan adanya jaringan radio komunitas membuat rakom memiliki kekuatan tawar ketika berhadapan dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Mengambil subjek penelitian di Radio Wiladeg, Yogyakarta, Suryandaru menemukan bagaimana Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY) dapat menjadi mediator atas permasalahan yang dihadapi oleh rakom ketika berhubungan dengan Pemerintah.

  Tidak salah jika kemudian rakom-rakom di Banyuwangi menerapkan hal serupa. Membentuk komunitas yang lebih besar dalam sebuah jaringan memang digunakan sebagai media untuk menghadapi Pemerintah.Sutrisno sendiri mengatakan bahwa terdapat perbedaan dalam penyelesaian permasalahan radio komunitas ketika permasalahan itu diselesaikan melalui jaringan atau tidak. Jaringan dalam hal ini JRKBB memiliki posisi tawar lebih tinggi dibanding ketika rakom datang atas nama komunitas pribadi.

  Hal ini juga disampaikan oleh Navi, Kepala Bidang Komunikasi, Dishubkominfo Kabupaten Banyuwangi pada pertemuan JRKBB tanggal 19 April 2015:

  Adanya JRKBB ini kan memudahkan kita dalam melacak apa-apa saja yang dilakukan oleh radio di Banyuwangi. Kalau ada anggota JRKBB yang bermasalah, kita tinggal panggil saja pengurusnya dan meminta penjelasan. Kalau ada usulan yang ingin disampaikan, atau keluhan tentang reguiasi dll, bisa disampaikan lewat forum seperti ini. Ini kan juga diinisiasi oleh jaringan. Kalau kita selesaikan permasalahan itu satu per satu di tiap radio komunitas ya sangat sulit. Lihat saja ada berapa radio komunitas di Banyuwangi. Kemudahan pengorganisasian ini yang kita puji dari adanya JRKBB (wawancara dengan Navi, 19 April 2015). Namun diakui oleh Ketua KPID Jawa Timur bahwa permasalahan tentang rakom di Banyuwangi sudah sangat kompleks.

  Pembenahan yang akan dilakukan terbentur oleh berbagai hal yang kemudian menyulitkan usaha pembenahan itu sendiri.

  Kalau berbicara tentang penerapan term komunitas pada radio komunitas, di Banyuwangi itu tidak ada yang bisa disebut sebagai radio komunitas. Malah yang terjadi fokusnya pada radio, bukan komunitasnya. Seharuskan kan tidak boleh seperti itu. Dengan kondisi seperti sekarang ini, jumlah radio yang sudan banyak sekali, sulit untuk dibenahi. Apalagi KPID kan tidak bisa menjalankan fungsi penindakan. Fungsi itu ada di Balmon, Balmonnya ya sepertinya kurang cepat geraknya.Yawes ngene dadine (wawancara dengan Donni Maulana, 24 April 2015).

  Dalam permasalahan radio komunitas, KPID berfungsi mengeluarkan rekomendasi pecrizinan. Izin sendiri dikeluarkan atas dasar keputusan Menteri. KPID hanya berwenang melakukan evaluasi dengar pendapat dan selanjutnya terlibat dalam Forum Rapat Bersama (rangkuman pasal 8 dan 9 PP No. 51 Tahun 2005).

  Dengan posisi tersebut, sesuai tugas pokok, KPID hanya berhak mengusulkan, mengevaluasi, dan memberikan pendidikan kepada pengelola radio komunitas. Sejauh ini, KPID telah melakukan berbagai pelatihan mulai dari program siaran, teknik pemancar, hingga citizen

  journalism . Seperti yang digelar pada 27 April 2015, KPID

  mengumpulkan radio komunitas se-Jawa Timur yang telah dipilih untuk dilatih mengenai pembentukan program siaran.

  Untuk permasalahan di Banyuwangi, KPID beberapa kali terjun ke lapangan untuk memantau permasalahan yang ada. Namun tindakan itu dirasa belum cukup bagi pengelola rakom di Banyuwangi. Sutrino mengatakan yang dibutuhkan oleh pengelola rakom adalah penerapan aturan yang jelas dan pendidikan mengenai pengelolaan rakom.Hal itu yang disayangkan oleh Sutrisno belum dilakukan maksimal oleh KPID.Penguins KPID sendiri selalu beralasan bahwa kewenangan yang dimiliki oleh KPID terbatas dan permasalahan rakom di Banyuwangi sudah begitu banyak.

  Permasalahan rakom yang begitu kompleks disadari oleh Rakom Citra FM. Apalagi terkait dengan pemberdayaan komunitas yang terus dipertanyakan baik oleh KPID, Dishubkominfo, maupun pihak-pihak lain yang terkait.Pengelola Rakom Citra FM menenkankan bahwa fokusnya saat ini adalah bertahan untuk tetap mengudara sesuai dengan tujuan awal rakom ini berdiri. Permasalahan di lapangan yang berkaitan dengan menjamurnya rakom di Banyuwangi sudah membuat pengelola menggunakan berbagai cara agar tetap bertahan.

  Fakta yang ditemukan oleh penulis menunjukkan bahwa kemampuan Rakom Citra FM bertahan sampai saat ini adalah karena berbagai bentuk pemberdayaan telah dilakukan sebelumnya. Selain itu juga usaha yang dilakukan untuk memberdayakan radio komunitas lain membuat jaringan yang terbentuk antara Rakom Citra FM dengan rakom lain tetap baik. Hal ini diyakini oleh penulis karena banyak radio yang pada akhirnya berhenti mengudara karena kehilangan pendengar dan ditinggalkan oleh fan serta komunitasnya. Rakom kebanyakan di Banyuwangi terbentuk atas dasar keinginan pemilik untuk kepentingan komersil. Pemilik rakom tersebut berlindung dibalik nama rakom karena dari segi biaya perizinan, alat siaran, dan penggunaan frekuensi lebih terjangkau. Namun yang terjadi adalah kejenuhan dari pendengar. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebuah radio baik itu komersil, publik maupun komunitas tetap bertahan karena pendengamya. Pendengar ini termasuk mereka yang menjadi anggota komunitas bagi sebuah rakom.

  Pemberdayaan komunitas yang baik berdampak pada penyusunan program acara sebuah rakom. Rakom Citra FM kerap kali menayangkan live program off-air komunitasnya. Medio 2005-2010 Rakom Citra FM memiliki program live siaran pada program off-air.

  Program yang disiarkan adalah jumpa fans yang biasanya diadakan ketika salah satu anggota komunitas memiliki hajatan, program pelatihan, maupun penyuluhan atau diklat yang bekerja sama dengan pihak lain. Dalam program live siaran tersebut, disajikan reportase langsung dari lokasi kegiatan, bincang-bincang, hingga karaoke bersama. Program ini menarik karena melibatkan semua anggota komunitas.

  Dulu memang ada program itu ketika anggota komunitas masih banyak. Acara itu memang kita adakan karena permintaan komunitas. Selain untuk senang- senang, kita kan juga bisa belajar bersama. Seperti siapa yang jadi penyiar itu bisa gantian, nanti kita latihan langsung. Jadi tidak hanya teori tapi praktek dan disiarkan langsung di udara (Wawancara dengan Joko Sutrisno, 23 Maret 2015).

  Berbagai bentuk pemberdayaan tersebut kemudian yang menjadi pembeda bagaimana Rakom Citra FM dikelola dibandingkan dengan berbagai radio yang terus tumbuh di Banyuwangi. Pada Subbab ini, peneliti telah menyebutkan berbagai pelatihan, penyuluhan, serta bentuk kerjasama dengan berbagai pihak yang pernah dilakukan oleh Rakom Citra FM. Selanjutnya, peneliti akan menjabarkan bentuk

  funding dan salah satu program pemberdayaan komunitas yang sampai

  saat ini dilakukan rutin oleh pengelola Rakom Citra FM yakni program anjang sana. Peneliti juga akan menganalisis apakah kedua bentuk program tersebut mendukung keberadaan Rakom Citra FM sebagai radio komunitas yang menjalankan fungsinya dengan baik atau justru program tersebut perlu dipertanyakan kembali.

  Sebuah lembaga penyiaran tentu tumbuh dengan berbagai permasalahan.Bagi lembaga penyiaran komunitas, permasalahan terusada dan bersifat menyeluruh. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, meski telah diundangkan dan pelaksanaannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah, keberadaan Rakom sebagai salah satu Lembaga Penyiaran Komunitas hidup dengan berbagai pembatasan. Mulai dari sistem pengelolaan, peralatan siar, frekuensi hingga pendanaan.

  Saya tidak tahu apa yang diinginkan pemerintah dengan berbagai aturan yang diterbitkan untuk radio komunitas. Apa ini semacam tidak ikhlas dengan adanya radio komunitas atau memang penyiaran kita sudah dikuasai oleh orang-orang komersil. Tapi berbagai aturan ini ya jujur saja membatasi pergerakan kami sebagai lembaga penyiaran komunitas (wawancara

dengan Joko Sutrisno, 19 April 2015).

  Salah satu permasalahan mendasar bagi radio komunitas adalah soal pendanaan. Diakui oleh Joko Sutrisno, radio komunitas yang ada di Banyuwangi saat ini, termasuk Citra FM, tidak memiliki basis komunitas yang kuat. Hal tersebut berimplikasi pada kelangsungan radio itu sendiri.

  Banyak radio yang tidak bisa bertahan lama ya karena tidak punya cara pembiayaan yang bagus, Mas. Apalagi kan banyak radio di Banyuwangi ini penghasilannya cuma dari karaoke. Kalau karaokenya rame terus ya radionya siaran terus. Kalau sudah sepi, paling-paling sebentar lagi juga tutup. Begitu seterusnya. (Wawancara dengan Joko Sutrisno, 17 Apri 2015)

  Pada awal mengudara, Rakom Citra FM hidup atas iuran komunitas. Anggota komunitas berkewajiban melakukan setoran kepada pengurus sebagai bentuk pendanaan untuk pengelolaan Rakom Citra FM. Pengelola, meskipun tidak mereka sadari menjalankan model

  crowdfunding dalam penmbiayaan rakom. Crowdfunding adalah

  metode penggalian dana yang melibatkan anggota komunitas. Anggota komunitas ikut andil dalam membiayai sebuah organisasi, perusahaan, atau media dengan membeli produk dari induk kounitas tersebut maupun dalam bentuk iuran seikhlasnya. Dana tersebut nantinya akan digunakan untuk pembiayaan organisasi yang memiliki timbal balik kepada anggota komunitas itu sendiri. Namun yang terjadi kemudian adalah kejenuhan karena sistem pemberdayaan dan pengelolaan komunitas yang tidak berjalan dengan baik. Hal itu menyebabkan semakin lama jumlah anggota komunitas yang tergabung di Rakom Citra FM terus berkurang.Sutrisno mengakui Rakom Citra FM dapat bertahan karena banyaknya jumlah anggota komunitas pada saat itu.

  Namun setelah jumlah anggota berkurang, Sutrisno sebagai ketua DPK yang merupakan pengelola Rakom Citra FM berusaha mencari cara lain untuk pendanaan rakom.

  Model pendanaan yang pertama dilakukan adalah dengan menerima iklan layanan masyarakat (ILM). PP No. 51 Tahun 2005 pasal 27 menyebutkan Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang melakukan siaran iklan dan/atau siaran komersial, lainnya, kecuali iklan layanan masyarakat. Penayangan ILM kemudian digunakan oleh sebagai salah satu bentuk model pencarian dana karena lewat ILM pengelola rakom mendapatkan biaya meskipun jumlah dan ketentuannya tidak boleh ditetapkan. Rakom Citra FM menjalin kerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk menyiarkan sebuah iklan layanan masyarakat tentang program keluarga berencana (KB) dari pemerintah. Dari penayangan

  ILM tersebut, Rakom Citra FM mendapatkan dana sesuai dengan perjanjian sebelumnya. BKKBN adalah salah satu lembaga Pemerintah yang rutin mengajak kerjasama radio komunitas dalam mensosialisasikan program yang dimiliki.

  Selain BKKBN, Rakom Citra FM juga menerima ILM dari Dishubkominfo, Dinas Kesehatan, dan KPK. Keberhasilan Rakom Citra FM menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah tidak lepas dari keikutsertaannya di JRKBB dan Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI). Lembaga pemerintah memang rutin mengajak JRKI sebagai induk asosiasi radio komunitas di Indonesia sebagai media promosi dan sosialisasi program-program dari berbagai lembaga tersebut.

  Bentuk lain pendanaan yang dilakukan oleh Rakom Citra FM adalah dengan menerima spot iklan dari anggota komunitas. Tentang hal ini, baik UU maupun PP belum mengatur dengan jelas. Iklan dari anggota komunitas biasanya berupa promosi usaha milik anggota komunitas. Bentuk usahanya antara lain obat-obat kesehatan, sayur- mayur, buah-buahan, maupun berbagai jenis usaha lain. Pengelola Rakom Citra FM tidak menetapkan tarif atas spot iklan yang dijual kepada anggota komunitas. Iklan pun ditayangkan setiap ada kesempatan. Yakni pada jeda program maupun siaran pagi dan menjelang petang yang memang dikhususkan untuk menayangkan iklan layanan masyarakat.

  Ini yang membedakan radio komunitas dengan radio komersil. Secara pemberdayaan kami menggunakan model komunitas tapi kalau untuk mencari dana kami menggunakan cara-cara komersil. Namun bedanya, kami di rakom tidak memasang tarif dan tidak menentukan waktu penyangan. Bayarnya seikhlasnya dan ditayangkan juga seenaknya pengelola. Namanya podo enake (wawancara dengan Joko Sutrisno, 17 April 2015).

  Suryandaru (2015) pada Workshop Program Acara Radio Komunitas yang diadakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur mengungkapkan pengelola radio komunitas hams jeli dalam mencari dana untuk pcmbiayaan radio komunitas.

  Karena pendanaan di radio komunitas ini kan seperti dibatasi. Jadi ya sampean hams pintar mencari celah. Contohnya meminta produk-produk untuk membuat ILM tapi dibagian akhir diberikan spot bahwa

  ILM tersebut dipersembahkan oleh produk yang bersangkutan. Itu kan tidak ada di UU, jadi ya sah-sah saja (Statement Yayan Sakti Suryandaru, 27 April 2015).

  Sutrisno sendiri membenarkan bahwa Rakom Citra FM menggunakan cara-cara komersil dalam mencari dana untuk pengelolaan rakom. Hal itu dia lakukan untuk tetap mempertahankan keberadaan rakom. Dalam wawancara tanggal 17 April 2015, Sutrisno menjelaskan:

  Kalau kita tidak menerima ILM atau iklan dari komunitas, rakom ini tidak akanbertahan lama. Mengandalkan iuran dari anggota komunitas itu tidak bisa. Tiga bulan pertama mungkin masih lancar tapi setelahnya ya tidak ada. Makanya saya dan pengurus lainnya akhirnya menggunakan cara ini. Toh ini juga tidak melanggar kan. Hasilnya juga kita gunakan untuk memberdayakan komunitas dan merawat peralatan radio.

  Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah batas antara term komunitas dan komersil dalam pengelolaan rakom. Seperti statement yang disampaikan Donni Maulana, Ketua KPID Jawa Timur, yang telah dibahas oleh penulis dalam bab sebelumnya. Donni menyayangkan tidak adanya rakom yang secara legal formal menerapkan prinsip dasar dalam pengelolaan komunitas.

  Radio komunitas kan ya seharusnya didanai oleh iuran komunitas, ketika ada kerusakan merupakan tanggung jawab komunitas. Bukan mencari iklan apalagi dari karaoke. Yang terjadi di Banyuwangi dan hampir semua rakom di Jatim ini kan seperti itu. Saya bisa menyebutkan itu mana-mana radio yang melanggar. Tidak ada yang rakom yang benar-benar komunitas itu (Wawancara dengan Donni Maulana, 24 April 2015).

  Kenyataannya, jika ditilik lebih dalam, di Banyuwangi tidak ada rakom yang benar-benar menjalankan fungsi rakom yang seharusnya.

  Termasuk Rakom Citra FM, dalam bentuk pendanaan, rakom tersebut tidak ada bedanya dengan radio swasta komersil. Menurut peneliti, yang membedakan hanya besaran dana dan peletakan slot iklan. Besaran dana yang didapatkan oleh rakom memang terhitung kecil. Mereka hanya menerima iklan dari anggota komunitas. Bahkan yang terjadi saat ini, terdapat obat kesehatan yang mengiklan hampir di seluruh rakom di Banyuwangi. Obat kesehatan tersebut sebenarnya adalah usaha milik anggota komunitas yang bertindak sebagai reseller dan dipasarkan melalui rakom, namunpangsa pasar produk tersebut sebenarnya cukup besar. Hal ini yang memunculkan kebingungan dimana posisi rakom sebenarnya.

  Model pencarian dana seperti itu pada akhimya menihilkan partisipasi anggota komunitas terhadap pengelolaan rakom. Kata kunci dari radio komunitas adalah partisipasi aktif anggota, mulai dari pendirian hingga pengelolaan, termasuk dalam pembiayaan. Dengan menerima iklan komersil, anggota komunitas tidak ikut andil dalam membiayai rakom. Pertanyaannya kemudian apakah rakom tersebut masih dapat disebut sebagai radio komunitas ketika partisipasi komunitas sudah hilang dalam pembiayaan.

  Tumpang-tindih dan kerancuan penafsiran atas peraturan yang dikeluarkan pemerintah ini kemudian membuat keberadaan rakom terbatas ruang geraknya. Bahkan bisa dikatakan berada pada posisi yang tidak jelas. Komersialisasi memang tidak bisa dipungkiri hadir dan diterima dengan baik oleh radio komunitas. Mereka menerima dengan terbuka karena sistem pendanaan komersil diakui lebih baik.

  Hal ini bisa dilihat dari lama waktu sebuah radio swasta komersil mengudara. Diakui atau tidak, kemampuan bertahan radio komunitas tidak lebih baik dari radio swasta komersil.

  Citra FM sebagai salah satu rakom yang menjalankan amanat UU No. 32 Tahun 2002 pun merasakan bagaimana gerakan mereka sangat dibatasi oleh peraturan-peraturan yang telah ada. Tidak jarang, penindakan dilakukan oleh Balai Monitoring Spektrum dan Frekuensi (Balmon) karena pelanggaran-pelanggaran kecil yang dilakukan oleh rakom-rakom yang telah berizin, seperti Citra FM. Sedangkan di sisi lain, keberadaan rakom yang tidak berizin seperti dibiarkan oleh Balmon tanpa ada tindakan yang jelas.

  Kami memang mengakui kalau ada beberapa tindakan dalam pencarian dana yang tidak sesuai dengan UU atau PP. Tapi yang kami minta setidaknya ya pengertian khususnya dari pihak Balmon. Lihat saja radio-radio yang illegal itu. Secara pembiayaan mereka hitungannya melanggar lho. Mereka cuma dapat dana dari orang-orang karaoke, sedangkan di UU kan hanya boleh lewat ILM dan iuran komunitas. Malah kami radio-radio yang sudah mengurus izin terus saja diuber- uber, yang nggak izin malah dibiarkan (Wawancara

dengan Joko Sutrisno, 15 April 2015).

  Permasalahan utama yang menjadikan radio komunitas menggunakan cara-cara radio swasta komersil sebagai bentuk adalah keterlibatan komunitas dalam pengelolaan radio

  crowdfunding

  yang bisa dibilang minim. Suryandaru (2006) mengatakan bahwa ciri utama media penyiaran komunitas adalah keterlibatan komunitas itu sendiri. Anggota komunitas seharusnya diposisikan sebagai subjek yang berhak ikut menentukan bagaimana kelangsungan hidup sebuah radio komunitas. Namun yang ten adi adalah posisi anggota komunitas sama dengan pendengar.

  Termasuk dalam pendanaan, sebuah radio komunitas seharusnya hanya menerima dana dari anggota komunitas. Dana tersebut dapat berbentuk iuran periodik atau insidentil. Dalam pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2005 menyebutkan bahwa Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang melakukan siaran iklan dan/atau siaran komersial, lainnya, kecuali iklan layanan masyarakat.

  Pasal 34 menambahkan bahwa Lembaga Penyiaran Komunitas dapat memperoleh sumber pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat dalam pendiriannya.