BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN II.1 Sejarah Berdirinya Radio Komunitas Citra FM - Pemberdayaan Komunitas dan Eksistensi Musik Kendang-Kempul di Media Penyiaran Komunitas:Studi Kasus Pada Radio Komunitas Citra FM Banyuwangi Repository - UNAIR REPOSITORY

  BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN II.1 Sejarah Berdirinya Radio Komunitas Citra FM Sebagai sebuah lembaga penyiaran komunitas, Citra FM tidak tumbuh

  dengan instan. Apalagi, baru pada UU No. 32 Tahun 2002 radio komunitas diakui sebagai salah satu lembaga penyiaran. Rakom Citra FM sendiri telah berdiri pada tahun 1998, tepatnya tanggal 17 September. Saat itu, dengan semangat ingin menggaungkan kebudayaan Banyuwangi melalui radio, Joko Sutrisno dan beberapa rekan membuat sebuah komunitas pecinta budaya Banyuwangi. Berawal dari komunitas yang terbentuk atas kesamaan diri sebagai fans dari salah satu radio swasta di Banyuwangi saat itu, Joko dan kawan-kawannya membentuk Suara Citra FM sebagai sebuah lembaga penyiaran.

  Jadi ceritanya waktu itu kan ada radio swasta di daerah Sempu ini, namanya Gandrung FM. Saya dan teman-teman yang suka dengan budaya Banyuwangi menjadi fans dari radio tersebut. Tapi kemudian radio itu dijual dan pindah ke kecamatan lain. Berawal dari itu, teman-teman berinisiatif untuk membuat sebuah radio disini. (Wawancara dengan Joko Sutrisno

  Joko menambahkan, keinginannya dan teman-temannya untuk membuat sebuah radio terkendala biaya. Karena untuk membuat sebuah radio swasta diperlukan biaya yang besar. Mulai dari membeli frekuensi, alat-alat penyiara, dan pajak-pajak terkait. Untuk itu, ia berinisiatif untuk membuat sebuah radio komunitas. Meskipun saat itu, belum dikenal lembaga penyiaran komunitas seperti sekarang ini.

  Ya pokok prinsipnya membuat radio untuk komunitas. Saat itu kita ya belum kenal apa itu radio komunitas. Yang penting membuat sebuah radio dan bisa didengarkan oleh orang banyak. (Wawancara dengan Joko Sutrisno 12 April 2015)

  Setelah berhasil menyapa pendengar mulai tahun 1998 itu, masalah mulai dihadapi oleh Radio Suara Citra. Tahun 2001, Balai Monitoring Spektrum dan Frekuensi (Balmon) mendatangi studio Suara Citra untuk menindak radio tersebut karena dianggap illegal. Namun, Joko Sutrisno dan pengelola radio Suara Citra lainya tidak serta merta memenuhi penindakan yang dilakukan oleh Balmon tersebut. Kesempatan itu justru digunakan oleh pengelola Suara Citra untuk menanyakan tentang proses perizinan sebuah lembaga penyiaran komunitas seperti yang dikehendaki oleh Joko dan kawan- kawan. Balmon akhirnya menjelaskan bagaimana proses yang dpat ditempuh oleh Radio Suara Citra untuk mendapatkan sebuah izin siaran.

  Keinginan Joko dan pengelola Radio Suara Citra mendapatkan titik terang pada tahun berikutnya dengan disahkannya UU Penyiaran terbaru menggantikan UU No. 24 Tahun 1997. Dalam UU tersebut radio komunitas diakomodir sebagai salah satu lembaga penyiaran yang diakui keberadaannya.

  Joko terus mendatangi Dinas Perhubungan sebagai bagian dari pemerintah yang membawahi media penyiaran, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

  (KPID) Jawa Timur, serta Balai Monitoring Spektrum dan Frekuensi. Namun perjuangan Joko tidak mudah untuk mendapatkan izin penyiaran atas radio komunitas yang ia kelola. Berkali-kali, Joko hanya mendapatkan jawaban segera tanpa ada kepastian.

  Mulai tahun 2001 itu ya langsung usaha ngurus izinnya, Mas. Tapi ya memang tidak mudah. Kita bolak-balik datang ke Dinas Perhubungan dan KPID cuma dapat checklist tentang apa yang harus dipenuhi. Setelah dipenuhi kita dapat checklis baru lagi. Begitu terus sampai kita ini capek bolak-balik. Sedangkan sampean tahu sendiri kan posisi Citra ini dimana. Belum kalau harus ke KPID kan adanya di Surabaya. (Wawancara dengan Joko Sutrisno 12 April 2015)

  Joko tidak berhenti berjuang untuk mendapatkan legalitas dari radio yang ia kelola. Hingga pada tahun 2004, setelah melalui proses yang panjang, keberadaan Radio Suara Citra diakui sebagai sebuah radio komunitas. Pada tahun 2005, setelah keluar Peraturan Pemerintah (PP) tentang pelaksanaan lembagai penyiaran komunitas di UU No. 32 Tahun 2002, Radio Suara Citra mendapatkan izin Rekomendasi Kelayakan untuk diakui sebagai LPK untuk kemudian meneruskan perizinan ke tahap selanjutnya.

  Hingga tahun 2015, Radio Suara Citra yang kemudian mengubah namanya menjadi Radio Citra FM masih pada tahap Rekomendasi Kelayakan untuk keabsahan lembaganya. Hal itu, menurut Joko, karena telah ada 2 radio di kecamatan Sempu dimana Citra FM mengudara yang mendapatkan Izin Pelaksanaan Penyiaran (IPP) Prinsip. Jarang ketiga radio tersebut sebenarnya sesuai dengan yang disyaratkan oleh UU yakni 2,5 km. Namun, kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang meningkatkan coverage area untuk tiap-tiap radio komunitas menghambat keinginan Citra FM.

  II.2 Profil Radio Komunitas Citra FM

  II.2.1 Visi dan Misi

  Visi :  Menjadi media informasi, pemberdayaan, dan pelestarian kebudayaan Banyuwangi sebagai salah satu keragaman Indonesia. Misi :  Menyajikan informasi tentang budaya Banyuwangi dan Indonesia  Menghibur komunitas serta masyarakat pendengar  Menjadi media untuk menyalurkan hobi berkesenia  Ikut menjaga dan melestarikan kebudayaan Banyuwangi  Memberdayakan komunitas budaya Banyuwangi untuk menjaga agar tetap lestari

  II.2.2 Wilayah Layanan/Jangkauan Siaran

  Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, jangkauan siar sebuah radio komunitas adalah 2,5km ke seluruh penjuru mata angin. Itu didapatkan dari daya pemancar sebesar 50 watt. UU memang membatasi jangkauan siar sebuah radio komunitas hanya pada jarak tersebut karena sebuah radio komunitas seyogianya dibentuk berdasarkan domisili dimana radio itu berdiri.

  Dengan jangkauan siar sejauh itu, Rakom Citra FM hanya dapat menjangkau beberapa wilayah di sekitarnya. Rakom Citra FM sendiri bertempat di Dusun Truko, Desa Karangsari, Kecamatan Sempu, Banyuwangi. Rakom Citra FM saat ini bisa didengarkan di seputar Desa Karangsari, Desa Gendoh, Desa Sumber Arum, dan Desa Temuguruh yang merupakan wilayah di Kecamatan Sempu. Selain itu, Rakom Citra FM juga dapat didengarkan di Desa Parijatah Kulon dan Desa Parijatah Wetan di Kecamatan Srono, dan Dusun Kaliputih, Desa Genteng Wetan di wilayah Kecamatan Genteng.

  Sebelum menjamurnya radio komunitas di Banyuwangi seperti saat in, Rakom Citra FM dapat didengarkan hingga Kecamatan Gambiran, Muncar, Rogojampi, hingga Purwoharjo yang berjarak lebih dari 15km. Namun banyaknya radio komunitas yang mengudara membuat jangkauan siar kian lama kian mengecil. Hal ini dikarenakan, kanal frekuensi yang disediakan untuk radio komunitas oleh pemerintah hanya pada 107,7 hingga 107,9. Sedangkan seperti diketahui, jumlah radio komunitas di Banyuwangi telah mencapai 280 radio saat ini. Dewan Penyiaran Komunitas (DPK) Ketua : Joko Sutrisno Wakil Ketua : Wahyudi Sekretaris : Suharnik Anggota : Wijanarko

  Rizal Mahfudz Badan Penyelenggara Penyiaran Komunitas (BPPK) Ketua : Rahmat Mulyono Wakil Ketua : Samiran Sekretaris : Budi Harsono Wk. Sekretaris : Fatkur Ridho Bendahara : Lely Nurhasanah Wk Bendahara : Sumiyati Koor. Siaran : Wiwit Rusmanto Penyiar : Naning, Rudi Irawan, Dimas, Listiani Programmer : Heri Santoso Humas/ILM : Ahmad Baidowi Korlap Fans : Wahyu Hendrawan, Hariono, Suhartatik, Karmin Teknisi : Abdullah Wahab Koord. Liputan : Bambang Hadiwiyono Reporter : Samsuri, Suci Ramadhani, Danang, Dimas Setiawan

  II.3 Radio Komunitas Citra FM, JRKBB, dan Banyuwangi

  II.3.1 Perkembangan Radio Komunitas di Banyuwangi

  Berdasarkan keterangan yang dihimpun oleh peneliti, embrio radio komunitas mulai tumbuh di Banyuwangi medio 1990an. Saat itu, konsep radio komunitas atau lembaga penyiaran komunitas belum dikenal oleh masyarakat. Venus, penggagas Radio Komunitas Planet FM menjelaskan:

  Saat itu, model penyiaran hanya ada 3. Pertama radio pemerintah, seperti RRI. Kalau di Banyuwangi ya Radio Blambangan FM. Kedua, radio swasta yang seperti sampean tahu. Dan ketiga radio amatir yang pakai break-break gitu. Perkumpulannya ya ORARI (Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia) itu, dan sekarang juga ada RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Waktu itu, Planet FM berdiri tahun 1999 ya namanya belum radio komunitas. Sama dengan radio swasta, cuma yang ini duitnya tidak ada dan tidak mengurus izin seperti radio swasta pada umumnya. Bisa dikatakan ilegal juga.(wawancara dengan Venus pada 19 April 2015) Sebelum Rakom Planet FM yang berdiri pada 1999, juga sebelumnya Rakom Citra FM pada tahun 1998, terdapat beberapa radio dengan model penyiaran komunitas sebelumnya. Namun informan tidak dapat merinci dengan jelas radio-radio tersebut.

  Wacana tentang pemunculan lembaga penyiaran komunitas mulai merebak di masyarakat selepas reformasi 1998. Tuntutan perubahan UU No. 24 Tahun 1997 tentang penyiaran yang dianggap sebagai bentuk otiritarianisme terhadap penyiaran terus digaungkan oleh masyarakat. Runtuhnya pemerintahan orde baru membuat masyarakat menuntut kebebasan di segala bidang, termasuk penyiaran.

  Pada tahun 2002, disahkan UU No. 32 tentang penyiaran. Dalam UU tersebut, terdapat pembahasan mengenai bentuk-bentuk dan segala aturan tentang pelaksanaan penyiaran di Indonesia. UU No.

  32 Tahun 2002 membagi lembaga penyiaran menjadi 4 yakni Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB), dan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK). Adanya LPK dalam UU tersebut melalui perjuangan yang cukup berat. Donni Maulana, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur mengatakan bahwa LPK seperti anak haram yang tidak diinginkan kehadirannya dalam khasanah penyiaran di Indonesia.(Wawancara dengan Donni Maulana

  21 April 2015)

  Aguk Wahyudi, koordinator Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) Jawa Timur wilayah Banyuwangi dalam pertemuan rutin JRKBB, 19 April mengatakan:

  Pembentukan LPK yang didalamnya ada radio komunitas seperti sebuah keterpaksaan. Pada akhirnya, kita, para penggiat LPK sangat dibatasi pergerakannya. Frekeunsi hanya boleh segitu, namun dituntut untuk dapat membentuk karakter bangsa dan sebagainya. Lihat saja pasal dalam UU Penyiaran tentang LPK

  Aguk adalah pendiri Radio Komunitas Bung Tomo FM di Banyuwangi. Selain itu, Aguk juga aktivis penyiaran komunitas yang ikut memberdayakan beberapa komunitas di Banyuwangi. Bung Tomo FM sendiri merupakan radio yang cukup penting dalam perkembangan radio komunitas di Banyuwangi. Bersama Citra FM, Planet FM, Brit FM, dan Ijen FM sama-sama menggagas berdirinya Jaringan Radio Komunitas Blambangan Banyuwangi (JRKBB) sebagai wadah untuk berkumpul, advokasi, hingga pemberdayaan radio-radio komunitas yang ada di Banyuwangi.

  Perjuangan mengenai keabsahan LPK memnemui titik terang ketika disahkan Peraturan Pemerinta (PP) No. 51 Tahun 2005 sebagai pedoman pelaksanaan Lembaga Penyiaran Komunitas. Dalam PP tersebut, keberadaan LPK resmi diakui dan perizinannya telah diatur dengan rinci. Masduki (2004) mengatakan bahwa coverage area sebuah radio komunitas adalah 2,5 km ke segala penjuru mata angin. Dalam artian, setiap radio komunitas yang berdiri harus berjarak minimal 2,5 km dari radio komunitas lainnya.

  Coverage area ini mengalami permasalah ketika berusaha diterapkan di Banyuwangi. Dengan banyaknya rakom yang berdiri, pemerintah melalui Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi; KPID; dan Balai Monitoring Spektrum dan Frekuensi kesulitan dalam mematuhi amanat UU tentang coverage area radio komunitas.

  Dalam sebuah pertemuan dengan stakeholder penyiaran komunitas akhirnya disepakati coverage area untuk rakom di Banyuwangi ditingkatkan menjadi 5 km. Balai Monitoring Spektrum dan Frekuensi Jawa Timur bahkan sempat meminta untuk memakai coverage area 7,5 km, namun hal itu ditentang oleh semua pihak. Peningkatan coverage area ini dimaksudkan untuk menjaga frekuensi agar tidak saling tumpang tindih. Karena menurut PP No. 51 Tahun 2005 frekuensi yang dapat digunakan oleh radio komunitas adalah pada 107,7; 107,8; dan 107,9 FM. (wawancara dengan Navi, Kasi Komunikasi Dishubkominfo Banyuwangi, 19 April 2015)

  Pembatasan frekuensi yang dapat digunakan oleh radio komunitas sebenarnya mendapat tentangan dari penggiat radio komunitas. Wahyudi, dalam Mutohar (2011) mengatakan bahwa pembatasan frekeunsi ini hanya trik pemerintah untuk membatasi pergerakan radio komunitas dan mendukung radio swasta komersil sebagai bagian dari kapitalisme.

  Frekuensi 106,5 hingga 107,9 itu kan kosong. Namun kita hanya disediakan di 107,7 sampai 107,9. Dengan frekuensi segitu, jangkauan dengar radio komunitas hanya 2,5 hingga 5 km. Sebenarnya kita minta frekuensi kita dibawah 88 sampai 90. Di frekeuensi itu jangakaun dengar bisa sampai 10 km.

  Kalau sudah begini kan namanya pergerakan radio komunitas dibatasi sekali. (wawancara dengan Aguk Wahyudi, 19 April 2015) Namun penggiat rakom di Banyuwangi tidak patah arang.

  Semenjak PP No. 51 Tahun 2005 berlaku, rakom berbondong- bondong mengurus izin siaran. Citra FM, Planet FM, Brit FM, Ijen FM, dan Bung Tomo FM adalah gelombang pertama radio yang mendapatkan izin dari KPID Jawa Timur. Izin tersebut masih berupa Rekomendasi Kelayakan untuk kemudian diteruskan menjadi Izin Pelaksanaan Penyiaran (IPP).

  Setelah kelima rakom tersebut mendapatkan izin, rakom lainnya menyusul untuk mengurus izin. Permasalahan kemudian timbul setelah pertumbuhan rakom di Banyuwangi menjadi sangat pesat. Dari data JRKBB, pertumbuhan rakom mulai pesat sejak tahun 2011. Saat itu, tren karaoke di rakom mulai marak di kalangan pendengar. Sutrisno mencatat hingga tahun 2010, hanya ada 10 rakom yang telah mendapatkan izin rekomendasi kelayakan dari KPID dan masuk ke dalam JRKBB. Sedangkan yang belum berizin sekitar 20an radio. Namun tahun 2012, telah terdapat lebih dari 100 radio yang mengudara di Banyuwangi. Sebagian besar diantaranya tidak berizin dan menggunakan frekuensi radio swasta. (wawancara dengan Joko Sutrisno 15 April 2015)

  Jumlah itu terus bertambah hingga awal tahun 2015 ketika penelitian ini dilakukan. Meski bukan data yang valid karena rakom di Banyuwangi terus mati dan tumbuh dalam tempo yang cepat. JRKBB memperkirakan jumlah rakom hingga awal 2015 sekitar 250. Menurut Sutrisno, di Kecamatan Sempu saja terdapat 10 radio komunitas yang terlacak, 3 diantaranya telah resmi berizin. (wawancara dengan Joko Sutrisno 29 Maret 2015)

  Pertumbuhan radio komunitas yang sangat pesat di Banyuwangi tidak diimbangi dengan informasi mengenai pengurusan perizinan yang jelas oleh pemerintah. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Kabupaten Banyuwangi sebagai institusi yang menaungi radio komunitas belum maksimal dalam menjalankan perannya. Sebenarnya Dishubkominfo menunjukkan itikad baik dengan membentuk Forum Radio Komunitas (Forkom).

  Pertumbuhan radio komunitas yang cukup pesat di Kabupaten Banyuwangi menuntut setiap rakom menggunakan berbagai cara untuk tetap bertahan dan didengarkan. Salah satunya adalah berjejaring dengan berbagai radio lainnya. Salah satu jaringan radio komunitas di Banyuwangi adalah Jaringan Radio Komunitas Blambangan Banyuwangi (JRKBB). Hingga 2015, JRKBB memiliki 24 anggota aktif. 18 diantaranya telah memiliki izin mulai dari Rekomendasi Kelayakan (RK) hingga IPP Prinsip. Rakom di Banyuwangi belum ada yang memiliki IPP Tetap sebagai syarat utama sebuah lembaga penyiaran untuk mengudara.

  JRKBB saat ini diketuai oleh Joko Sutrisno, pengelola Rakom Citra FM. Joko menjadi ketua JRKBB sejak 2011 hingga saat ini.

  Selama kepengurusannya, Joko berfokus pada pengurusan izin siaran sebuah radio. Ia bersama kawan-kawan anggota JRKBB lainnya terus berusaha mengajak rakom lain untuk turut mengurus izin siaran. Pada awal kepengurusannya, hanya 6 radio yang telah berizin, kini telah 18 radio yang turut dibantu JRKBB untuk mengurus izin siaran. Meski belum ada satupun yang memenuhi syarat mendapatkan IPP Tetap.

  Kendala yang dihadapi temen-temen rakom ini ya biaya, Mas. Untuk mendapatkan IPP Tetap kita harus membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi yang itu tidak murah. Sedangkan sampean tahu sendiri bagaimana rakom ini hidup. Untuk tetap siaran saja kita harus memutar otak cari biaya pengelolaan. (Joko Sutrisno, 17 April 2015)

  Untuk membantu proses perizinan, JRKBB membebankan biaya sebesar 6 juta rupiah kepada rakom yang akan bergabung ke dalam jaringan. Biaya itu digunakan untuk pembinaan pengelola rakom hingga mendapatkan izin yang dikehendaki.

  Target kami ya membantu hingga dapat RK, Mas. Karena sebelum rakom itu dapat RK kan ada yang namanya Tinjau Lapangan (TL), Pra Evaluasi Dengar Pendapat (EDP), EDP, baru bisa turun RK. La selama proses itu kan pengelola rakom yang ngurus izin kita dampingi. Kita beri pembelajaran, ya maksudnya mendatangkan ahli. Bukan saya yang ngajari. Saya juga masih belajar soalnya. Untuk mendatangkan narasumber itu kan ya butuh biaya. Semua itu diambil dari iuran yang kita tarik di awal. Selain itu biayanya ya digunakan untuk cetak proposal rangkap 3 untuk diajukan ketika sidang EDP. Proposalnya itu bisa sampai 500 lembar jumlahnya. (Joko Sutrisno, 17 April 2014)

  Keberadaan JRKBB memang dinilai membantu ketika sebuah rakom akan mengurus izin siaran. Sebuah jaringan diyakini lebih dipercaya oleh pemangku kebijakan saat hendak mengeluarkan sebuah izin siaran. Hal itu dibuktikan dengan jumlah radio yang mendapatkan RK berjumlah lebih banyak daripada yang mengurus perizinan secara pribadi.

  JRKBB dibentuk dengan semangat untuk mengadvokasi rakom di Banyuwangi. Sebelumnya, JRKBB akronim dari Jaringan Radio Komunitas Budaya Banyuwangi. Pada masa kepemimpinan Joko Sutrisno, dia mengubah namanya menjadi Jaringan Radio Komunitas Blambangan Banyuwangi.

  Perubahan nama itu saya lakukan untuk lebih meluaskan jangkauan anggota. Kalau namanya Jaringan Radio Komunitas Budaya Banyuwangi kan berarti yang bisa masuk hanya radio budaya. Sedangkan di Banyuwangi in ya ada radio pertanian, radio pendidikan, radio wisata, hingga radio umkm. Dari situ kan nama jaringan radio budaya sudah tidak relevan. Maka dari itu nama budaya saya ganti menjadi Blambangan. Karena Blambangan itu kan nama lain dari Banyuwangi yang sudah dikenal oleh masyarakat luas. (wawancara dengan Joko Sutrisno17 Mei 2015)

  Untuk menjaga kekompakan dan membahas isu-isu terkait tentang permasalahan radio komunitas, JRKBB melakukan pertemuan rutin setiap bulan. Pertemuan itu digelar bergantian di studio tiap-tiap anggota. Dalam setiap agenda pertemuan, selalu ada isu utama yang akan dibahas oleh semua anggota. Selain itu, beberapa kali pertemuan dilakukan dengan mengadakan pelatihan untuk anggota JRKBB.

  Mulai dari pemograman acara, reportase, hingga penyiaran.

  Salah satu pertemuan bulanan pada April 2015 dilaksanakan di Rakom Planet FM di Desa Bajulmati, Kecamatan Wongsorejo.

  Pertemuan tersebut berbarengan dengan perayaan ulang tahun ke-16 Rakom Planet FM. Salah satu agenda pada petemuan tersebut adalah pembahasan mengenai izin dan legalitas radio komunitas. JRKBB mengundang Navi, Kepala Seksi Komunikasi Dinas Perhubungan, Informasi, dan Komunikasi Kabupaten Banyuwangi. Para anggota

  JRKBB mengadakan diskusi dengan perwakilan pemerintah tersebut atas permasalahan yang sedang dihadapi mengaenai proses perizinan dan banyaknya radio illegal di Banyuwangi.

  Setiap pertemuan anggota JRKBB selalu diusahakan ada agenda yang dibahas dan bermanfaat buat anggota. Contohnya hari ini kita mendatangkan Pak Navi dari Dishub. Tujuannya kan baik untuk mempertemukan pemerintah dan kami para pengelola radio. Kalau ada yang masu disampaikan tentang izin atau masalah lain seputar rakom kan enak kalau ketemu langsung gini. (Wawancara dengan Joko Sutrisno, 19 April 2015)

  Selain diskusi dengan pihak Dishubkominfo, karena bersamaan dengan Ulang Tahun Planet FM, acara pertemuan pada hari itu juga diisi dengan pengajian, santunan yatim/piatu/ serta khataman Al-Quran.

  Acara-acara seperti ini kami lakukan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa radio komunitas itu isinya juga banyak yang positif. Kalau sampean lihat diluar kan pandangan masyarakat tentang rakom ini kan jelek,. Banyak yang bilang Cuma dibuat karaoke, minum-minuman keras, perselingkuhan, dll. tapi lihat di planet apa yang kami lakukan. Semuanya positif. Jadi ya jangan disama-ratakan. (Wawancara

dengan Venus Hadi, 19 April 2015)

  Sebagai sebuah asosiasi, JRKBB terus berbenah untuk kelangsungan asosiasi dan anggotanya. Meski saat ini di Banyuwangi ada beberapa jaringan radio komunias lain, JRKBB terus berusaha eksis. Sebagai bentuk usaha mereka untuk memberdayakan radio-radio komuitas yang ada di Banyuwangi agar lebih mandiri, berdaya, dan tertata. Apalagi ditambah semakin maraknya radio berlabel komunitas yang berdiri membuat keberadaan JRKBB penting sebagai wadah berkumpul dan berorganisasi untuk radio-radio komunitas di Banyuwangi.