1. Pengertian Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Student Teams - PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM PADA SISWA DI MI M

BAB II LANDASAN TEORI A. Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Student Teams Achievement Division (STAD) 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Student Teams Achievement Division (STAD) Secara etimologi (bahasa), strategi bisa diartikan sebagai siasat,

  kiat, trik, atau cara. Sedang secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang

  1 telah digariskan.

  Menurut M. Basyiruddin Usman, strategi pembelajaran merupakan pola umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar. Pengertian strategi dalam hal ini menujukkan pada karakteristik

  2 abstrak perbuatan guru-siswa dalam peristiwa belajar aktual tertentu.

  Ahmad Sabri mengemukakan bahwa strategi mengajar pada dasarnya adalah tindakan nyata dari guru atau merupakan praktek guru melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan

  3

  efisien. Jadi, strategi pembelajaran merupakan taktik yang mencerminkan langkah sistematis yang digunakan guru dalam pembelajaran di kelas sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai. Salah satu langkah untuk memiliki strategi pembelajaran ini adalah guru harus mampu menguasai model pembelajaran.

  1 2 Hamruni, Strategi Pembelajaran, Insan Madani, Yogyakarta, 2012, hlm. 1.

  M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, hlm. 22. 3 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Quantum Teaching, Jakarta,

  Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman

  4

  dan merencanakan pembelajaran di kelas. Sedangkan menurut Arends dalam Agus Suprijono, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap- tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan

  5 kelas.

  Setiap model pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru mempunyai sasaran tertentu yang ingin dicapai. Untuk tercapainya tujuan- tujuan itu diperlukan cara-cara menyampaikan materi pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil

  6 pembelajaran.

  Joyce & Weil seperti yang dikutip Rusman mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di

  7 kelas.

  Menurut Nur Hamiyah dan Muhamad Jauhar, model pembelajaran merupakan cara, contoh, maupun pola yang mempunyai tujuan untuk menyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami, yaitu dengan cara membuat suatu pola dengan bahan-bahan yang dipilih oleh guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi dalam

  8

  kelas. Dengan demikian, pengguatan model pembelajaran yang didapat akan turun menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Pembelajaran 4 perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan penerapan model pembelajaran

  Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 46. 5 6 Ibid. , hlm. 46.

  Isjoni, Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 72. 7 Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 133. 8 Nur Hamiyah dan Muhamad Jauhar, Strategi Belajar-Mengajar di Kelas, Prestasi Pustaka yang berpusat pada guru serta lebih menekankan pada siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

  Salah satu model yang dapat mengarahkan kepada siswa untuk memberikan pengalaman belajar secara langsung adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif ini didasarkan atas pandangan konstruktivis yang menyatakan bahwa anak secara aktif membentuk konsep, prinsip dan teori yang disajikan kepadanya. Mereka mengolahnya secara aktif, menyesuaikan dengan skema pengetahuan yang sudah dimiliki dalam struktur kognitifnya dan menambahkan atau menolaknya.

  Terdapat beberapa pengertian mengenai pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh para ahli. Johnson seperti yang dikutip Supriadi mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan adanya kerja sama antar siswa dengan kelompoknya untuk mencapai tujuan belajar bersama. Model pembelajaran kooperatif ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan memahami konsep-konsep yang dianggap sulit dengan cara bertukar pikiran atau diskusi dengan teman-temannya melalui kegiatan saling membantu dan

  9 mendorong untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

  Johnson seperti yang dikutip Isjoni menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif sesuai dengan teori motivasi karena struktur tujuan dalam pembelajaran kooperatif adalah struktur tujuan kooperatif yang menciptakan suatu situasi dimana satu-satunya cara agar anggota kelompok dapat mencapai tujuan pribadi mereka hanya apabila kelompoknya berhasil. Situasi yang tercipta ini akan membuat setiap anggota kelompok harus saling membantu teman dalam kelompoknya dengan melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu agar berhasil dan yang paling penting adalah saling memberi dorongan kepada teman dalam kelompoknya untuk melakukan upaya yang maksimum. Dikatakan juga, siswa yang belajar dalam kelompok ternyata memiliki perolehan pengetahuan yang lebih baik dibandingkan siswa yang belajar secara tradisional. Belajar tradisional dalam hal ini adalah belajar secara individu, dimana setiap siswa

  10 bertanggung jawab memperoleh pengetahuannya sendiri.

  Slavin mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif adalah ”strategi mengajar di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi

  11 pelajaran”.

  Berdasarkan dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, di mana setiap anggota kelompok saling membantu, berbagi pengetahuan dan bekerjasama untuk menyelesaikan lembar kegiatan siswa.

  Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement

  Division ) dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-

  12

  temannya di Universitas John Hopkins. STAD merupakan salah satu model belajar kooperatif yang efektif dan sederhana, sehingga model ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru menggunakan pendekatan belajar kooperatif. Slavin menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang dengan struktur heterogen, heterogen dari prestasi belajar, jenis kelamin dan etnis. Materi dirancang untuk belajar kelompok, siswa bekerja menyelesaikan lembar kegiatan secara bersama-sama berdiskusi dan saling

  13 membantu dalam kelompoknya.

  STAD juga merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif

  yang paling sederhana, dan merupakan model paling baik untuk tahap permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Para 10 guru menggunakan STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru 11 Isjoni, Op. cit., hlm. 73.

  Robert E. Slavin, Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik, terj. Nurulita Yusron. Nusa Media, Bandung, 2008, hlm. 4. 12 Isjoni, Op. cit., hlm. 74. kepada siswa setiap minggu, baik melalui pengajaran verbal maupun

  14

  tertulis. Keunggulan belajar kooperatif model STAD terletak pada adanya kerja sama dalam kelompok, yakni untuk mencapai keberhasilan, setiap anggota kelompok dituntut kerja sama yang baik. Artinya, anggota yang satu tidak boleh bergantung kepada anggota yang lain.

  Dalam STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis. Sumbangan poin peningkatan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas ketentuan. Dalam menciptakan kerja sama yang baik, syarat pembentukan kelompok sebaiknya heterogen. Slavin mengemukakan bahwa pembagian kelompok yang memperhatikan keragaman siswa dimaksudkan supaya siswa dapat menciptakan kerja sama yang baik sebagai proses menciptakan saling percaya dan saling mendukung. Keragaman siswa dalam kelompok mempertimbangkan latar

  15 belakang siswa berdasarkan prestasi akademis, jenis kelamin, dan suku.

  Dalam pelaksanaannya siswa dikelompokkan ke dalam 4-5 orang tiap kelompoknya. Setiap kelompok harus heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Setiap anggota kelompok saling membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran. Selanjutnya secara individual setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis. Hasil kuis diberi skor dan dibandingkan dengan skor dasar untuk menentukan skor peningkatan individu dan skor kelompok.

  Dengan demikian pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

  

Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu tipe belajar kooperatif

  dalam kelompok kecil yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi belajar yang maksimal.

14 Abdul Majid, Op. cit, hlm. 184.

2. Langkah-langkah Pembelajaran Model Student Teams Achievement

  Division (STAD)

  Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan lima komponen pembelajaran kooperatif model STAD menurut Slavin

  16

  diuraikan sebagai berikut: a.

  Presentasi Kelas Materi pertama kali yang diperkenalkan dalam STAD adalah presentasi di dalam kelas. Hal ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau didiskusikan yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audio-visual. Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut harus benar-benar fokus pada unit STAD. Dengan cara ini siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberikan perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan membantu mereka mengerjakan kuis-kuis dan skor kuis untuk menentukan skor tim mereka.

  b.

  Belajar dalam Tim Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang, dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Jika ada kesulitan, murid yang merasa mampu hanya membantu murid yang kesulitan. Fungsi utama dari tim ini adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khusus lagi untuk mempersiapkan anggotanya agar bisa mengerjakan kuis dengan baik.

  Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Tim adalah ciri yang paling penting dalam STAD. Pada tiap hal, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.

  c.

  Tes Individu Setelah pembelajaran selesai, dilanjutkan dengan tes individu

  (kuis). Di antara siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap siswa bertanggung jawab secara individu untuk memahami materinya.

  d.

  Skor Pengembangan Individu Selanjutnya skor yang didapatkan dari hasil tes dicatat oleh guru untuk dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim diperoleh dengan menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam satu tim. Nilai rata-rata diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan dibagi jumlah anggota tim.

  Adapun perhitungan skor perkembangan individu diambil dari penskoran perkembangan individu yang dikemukakan Slavin seperti

  17

  terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu Skor Point Kemajuan

  > 10 poin di bawah skor awal

  5 10-1 poin di bawah skor awal

  10 0-10 poin di atas skor awal

  20 > 10 poin di atas skor awal

  30 e. Penghargaan Tim

  Penghargaan didasarkan nilai rata-rata tim, sehingga dapat memotivasi mereka. Penggunaan sistem skor dalam model STAD adalah untuk lebih menekankan pencapaian kenajuan daripada persentase jawaban yang benar.

3. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Model Student Teams

  Achievement Division (STAD)

  Kelebihan yang dimiliki dari model pembelajaran STAD adalah sebagai berikut: a.

  Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.

  b.

  Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

  c.

  Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna.

  d.

  Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari.

  18 e.

  Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa.

  Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut: a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit dipecahkan, maka mereka akan merasakan enggan untuk mencoba.

  b.

  Keberhasilan pembelajaran membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

  c.

  Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa

  19 yang ingin mereka pelajari.

B. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar

  Motivasi berasal dari motive atau dengan bahasa latinnya, yaitu

  movere , yang berarti mengerahkan. Seperti yang dikatakan M. Uzer Usman,

  motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk

  20

  melakukan sesuatu. M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa motivasi 18 adalah suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku

  Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif dan Kontekstual, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 68. 19 20 Ibid. , hlm. 69.

  Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu

  21 sehingga mencapai hasil dan tujuan tertentu.

  Thomas M. Risk seperti yang dikutip Zakiah Daradjat, dkk, mengemukakan bahwa motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri siswa yang menunjang kegiatan

  22

  ke arah tujuan-tujuan belajar. Dengan demikian, jelaslah bahwa masalah- masalah yang dihadapi guru adalah mempelajari bagaimana melaksanakan motivasi secara efektif kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

  Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan,

  23

  menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhibbin Syah yang mengemukakan bahwa motivasi adalalah

  “Keadaan internal organisme baik manusia maupun

  24

  hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu ”.

  Menurut Husaini Usman, motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang

  25 berperilaku.

  Sedangkan belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti

  26

  luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan. Dengan demikian, belajar merupakan proses untuk mengubah tingkah laku seseorang yang belajar melalui latihan-latihan.

  Menurut Cronbach sebagaimana yang dikutip Sumadi Suryabrata menyatakan bahwa 21Learning is shown by a change behavior as result of M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997, hlm.

  71. 22 Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm. 140. 23 24 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 80 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008, hlm. 136. 25 Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2013, hlm. 276.

  experience ”, yaitu belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

  27

  pengalaman. Menurut Usman belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi adanya individu dan

  28

  individu dengan lingkungannya. Jadi belajar merupakan kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya dalam rangka merubah tingkah laku individu sebagai akibat dari pengalaman yang diperolehnya.

  Senada dengan hal ini, Howard L. Kingskey seperti yang dikutip Syaiful Bahri Djamar ah mengatakan bahwa “Learning is the process by

  which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training”, yaitu belajar adalah proses di mana tingkah laku 29 (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.

  Belajar adalah perubahan tingkah laku (change of behaviour) para peserta didik, baik pada aspek pengetahuan, sikap ataupun keterampilan

  30 sebagai hasil respons pembelajaran yang dilakukan guru.

  Menurut Gagne seperti yang dikutip Suprijono, belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses

  31 pertumbuhan seseorang secara alamiah.

  Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik

  • –sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya, namun realitas yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat tidaklah demikian. Belajar dianggapnya properti sekolah. Kegiatan belajar selalu selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah. Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip belajar yaitu: 1) perubahan perilaku sebagai hasil belajar. 2) belajar merupakan proses yang terjadi karena didorong oleh kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. 3) belajar merupakan bentuk pengalaman. Pada dasarnya adalah hasil dari
  • 27 interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.

      Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 231. 28 29 Moh. Uzer Usman, Op. cit., hlm. 5. 30 Syaiful Bahri Djamarah, Op. cit., hlm. 13.

      Abdul Majid, Op. cit, hlm. 107.

      Berangkat dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang siswa secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan kegiatan belajar dengan sungguh-sungguh dan bersemangat.

    2. Tujuan dan Fungsi Motivasi Belajar

      Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan

      32

      tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah.

      Adapun fungsi dari motivasi secara rinci adalah sebagai berikut: a. Memberi semangat dan mengaktifkan siswa agar tetap berminat dan siaga untuk belajar.

      b.

      Memusatkan perhatian anak pada tugas-tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan belajar.

      c.

      Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil

      33 jangka panjang belajar.

      Menurut Syaiful Bahri Djamarah, fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut: a.

      Motivasi sebagai pendorong perbuatan Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada sesuatu yang dicari muncullah minatnya untuk belajar. Jadi motivasi yang berfungsi sebagai pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.

    32 M. Ngalim Purwanto, Op. cit., hlm. 73.

      b.

      Motivasi sebagai penggerak perbuatan Dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu kekuatan yang tidak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik.

      c.

      Motivasi sebagai pengarah perbuatan Anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan

      34 yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang tidak harus dilakukan.

      Menurut Tabrani Rusyan, fungsi motivasi antara lain sebagai berikut: a.

      Mendorong timbulnya kelakuan atau perbuatan.

      b.

      Mengarahkan aktivitas pembelajaran.

      35 c.

      Menggerakkan dan menentukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.

      Berkaitan dengan proses belajar siswa, motivasi belajar sangatlah diperlukan. Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru mengetahui motivasi belajar dari siswa sangat diperlukan guna memelihara dan meningkatkan semangat belajar siswa. Misalnya apabila ada beberapa siswa yang diketahui mempunyai motivasi yang rendah pada mata pelajaran tertentu dikarenakan penggunaan metode yang kurang bisa diterima oleh siswa-siswanya, maka bagi seorang guru dengan mengetahui tanda-tanda siswa-siswanya tidak bermotivasi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, guru tersebut akan mengintropeksi diri dengan metode yang digunakan dan akan memperbaiki metode yang digunakan atau bahkan akan menggunakan metode lain untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa-siswanya. Materi pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai kompetensi dasar dan

      34 35 Syaiful Bahri Djamarah,Op. cit., hlm. 123.

      Tabrani Rusyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, CV. Remaja Rosdakarya,

    36 Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

      standar kompetensi.

      setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan dan fungsi. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau akan yang dicapai, makin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan.Oleh karena itu, guru yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar kebutuhan dan kepribadian siswa yang akan dimotivasi.

    3. Manfaat Motivasi Belajar

      Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut: a.

      Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir.

      Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar akan dapat menyadari tentang kemampuan yang dimilikinya. Dengan mengetahui kemampuan yang dimilikinya bila dibandingkan dengan temannya, maka ia akan termotivasi untuk belajar lebih giat lagi. Contohnya, setelah seorang siswa membaca suatu bab buku bacaan, dibandingkan dengan temannya sekelas yang juga membaca bab tersebut, ia kurang berhasil menangkap isi, maka ia terdorong membaca lagi.

      37 Jadi, motivasi dapat mendorong

      siswa untuk menyadari potensi yang dimilikinya, sehingga dapat meningkatkan kemandirian siswa.

      b.

      Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya.

      Adanya motivasi pada diri siswa akan dapat mendorong mereka untuk lebih giat belajar. Sebagai ilustrasi, jika terbukti usaha belajar seorang siswa belum memadai, maka ia berusaha setekun temannya yang belajar dan berhasil.

      38

      36 Kokom komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, PT Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 28. 37 Dimyati, Op. cit., hlm. 85. c.

      Mengarahkan kegiatan belajar.

      Adanya motivasi belajar pada diri seorang siswa akan mampu mengarahkan kegiatan belajarnya. Ia akan memperhatikan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sebagai ilustrasi, setelah ia diketahui bahwa dirinya belum belajar secara serius, terbukti banyak

      39 bersendau gurau misalnya, maka ia akan mengubah perilaku belajarnya.

      d.

      Membesarkan semangat belajar.

      Motivasi belajar yang ada pada diri seorang siswa akan mampu mengarahkan kegiatan belajarnya. Ia akan mendorong siswa untuk bersemangat dan sungguh-sungguh dalam belajar.

      e.

      Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar kemudian bekerja yang berkesinambungan.

      Motivasi yang ada dalam diri siswa akan mampu mendorong siswa untuk belajar secara mandiri dan bekerjasama dengan sesama temannya. Siswa dilatih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa sehingga dapat

      40 berhasil.

      Kelima hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya motivasi tersebut disadari pelakunya sendiri. Bila motivasi disadari oleh pelaku, maka sesuatu pekerjaan, dalam hal ini tugas belajar akan terselesaikan dengan baik.

      Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru. Adapun manfaat itu adalah sebagai berikut: a.

      Dapat membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil.

      b.

      Dapat mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas bermacam-macam, ada yang acuh tak acuh, ada yang bersemangat untuk belajar.

    39 Ibid., hlm. 85.

      c.

      Dapat meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu di antara bermacam-macam peran seperti sebagai penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau pendidik.

      d.

      Dapat memberi peluang kepada guru untuk unjuk kerja rekayasa pedagogis. Tugas guru adalah membuat semua siswa belajar sampai berhasil.

    41 Dengan demikian, manfaat yang dapat diperoleh guru dari adanya

      motivasi belajar siswa adalah dapat mendorong guru untuk selalu melaksanakan pembelajaran dengan membangkitkan dan menjaga motivasi belajar siswa, sehingga diharapkan kegiatan belajar akan dapat berjalan dengan baik, interaksi edukatif berjalan dengan baik, serta siswa selalu menunjukkan sikap semangat dan antusias dalam belajar.

    4. Macam-macam Motivasi Belajar

      Dalam dunia pendidikan kita mengenal ada dua macam motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berikut ini akan penulis jelaskan kedua macam motivasi belajar tersebut: a.

      Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

      42 Motivasi itu

      intrinsik bila tujuannya inheren dengan situasi belajar dan bertemu dengan kebutuhan dan tujuan anak didik untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran itu.

      Hubungannya dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik sangat diperlukan, terutama belajar sendiri. Siswa yang tidak memiliki motivasi intrinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus menerus. Seseorang yang memiliki motivasi instrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikirang yang positif, 41 Ibid., hlm. 85-86. bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna untuk kini dan masa mendatang.

      Perlu ditegaskan bahwa anak didik yang memiliki motivasi instrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu. Gemar belajar adalah aktivitas yang tidak pernah sepi dari kegiatan anak

      43 didik yang memiliki motivasi instrinsik.

      b.

      Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi

      44

      karena adanya perangsang dari luar. Jadi motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri individu. Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar

      45 (resides in some factors outside the learning situation).

      Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang dipelajarinya. Misalnya, untuk mencapai angka tinggi, diploma, gelar, kehormatan dan sebagainya. Motivasi estrinsik diperlukan agar anak didik mau belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan agar anak didik termotivasi untuk belajar.

      Motivasi ekstrinsik diperlukan agar anak didik mau belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan agar anak didik termotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan motivasi anak didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam berbagi bentuknya. Kesalahan penggunaan bentuk-bentuk motivasi ekstrinsik akan merugikan anak didik. Akibatnya, motivasi ekstrinsik bukan berfungsi sebagai pendorong, tetapi menjadikan anak didik malas belajar. Karena itu, guru harus bisa dan pandai mempergunakan motivasi ekstrinsik ini dengan

      43 44 Ibid., hlm. 116.

       Ibid ., hlm. 116. akurat dan benar dalam rangka menunjang proses interaksi edukatif di

      46 kelas.

      Motivasi ektrinsik tidak selalu buruk akibatnya. Motivasi ekstrinsik sering digunakan karena bahan pelajaran kurang menarik perhatian anak didik atau karena sikap tertentu pada guru atau orang tua. Baik motivasi ekstrinsik yang positif maupun negatif sama-sama mempengaruhi sikap dan perilaku anak didik. Diakui, angka, ijazah, ujian, hadiah dan sebagainya berpengaruh positif dengan merangsang anak didik untuk belajar. Sedangkan ejekan, celaan, hukuman yang menghina, sindiran kasar, dan sebagainya berpengaruh negatif dengan renggangnya hubungan guru dengan anak didik. Jadilah guru sebagai orang yang dibenci oleh anak didik. Efek pengiringnya adalah mata

      47 pelajaran yang dipegang guru tersebut tidak disukai oleh anak didik.

      Berdasarkan dari uraian di atas, maka sebagai seorang guru hendaknya mampu memberikan motivasi ekstrinsik yang baik, sehingga akan menjadi guru yang menjadi idaman dan dambaan dari anak didik.

      5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi belajar

      Menurut Ibnu Khaldun seperti yang dikutip Abdul Majid, belajar merupakan suatu proses mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat mempertahankan eksistensi manusia dalam

      48

      peradaban masyarakat. Menurut Dimyati dan Mudjiono unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah sebagai berikut: a.

      Faktor Individual Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil.

      Siswa ini lebih menyukai tugas yang menantang dan berusaha mencari kesempatan untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Sebaliknya, siswa dengan persepsi diri yang rendah, lebih menyukai 46 tugas-tugas yang mudah dan sangat tergantung pada pengarahan 47 Ibid., hlm. 117.

      Ibid., hlm. 117-118. guru. Yang termasuk faktor individual yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, antara lain: cita-cita, kemampuan siswa,

      49 kondisi siswa.

      b.

      Faktor Situasional Besar kecilnya kelas berpengaruh terhadap pembentukan ragam motivasi siswa. Kelas yang besar cenderung bersifat formal, penuh persaingan dan kontrol dari guru. Dengan setting seperti ini maka setiap siswa cenderung menekankan pentingnya kemampuan bukan pada penguasaan bahan pelajaran. Motivasi belajar seseorang akan tercermin pada perilaku. Ada beberapa ciri yang menjadi indikator orang yang memiliki motivasi belajar yang tinggi. Individu yang motif belajar tinggi akan menampakkan tingkah laku dengan ciri-ciri menyenangkan pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tangung jawab pribadi, memilih pekerjaan yang resikonya sedang (moderat), mempunyai dorongan sebagai umpan balik (feed back) tentang perbuatannya dan berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara kreatif. Begitu juga dengan lingkungan siswa berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan dapat mempengaruhi motivasi belajar

      50 siswa.

      Dapat disimpulkan bahwa terdapat empat buah karakteristik yang membedakan antara seseorang yang motivasi belajarnya rendah dengan orang yang yang motivasi belajarnya tinggi. Motivasi belajar siswa akan terlihat pada sikap perilaku pada kehidupan sehari-hari antara lain dapat dijabarkan bagaimana keaktifannya dalam belajar untuk mencapai prestasi, dalam menyelesaikan tugas, pemanfaatan waktu luang dan waktu libur serta bagaimana ia bersikap untuk mengatasi hambatan belajar. 49 Pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi antara peserta didik Dimyati dan Mudjiono, Op. cit., hlm. 97-98. dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah

      51 yang lebih baik.

      Ciri-ciri orang yang memiliki motivitasi tinggi, akhirnya dapat dinyatakan bahwa individu akan mempunyai motivasi belajar tinggi akan mempersepsikan bahwa keberhasilan adalah merupakan akibat dari kemauan dan usaha. Sedangkan individu yang memiliki motivasi belajar rendah akan menpersepsikan bahwa kegagalan adalah sebagai akibat kurangnya kemampuan dan tidak melihat usaha sebagai penentuan keberhasilan. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun

      52 dalam kehidupan lainnya, (prestasi) seseorang.

      Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar didorong oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari luar. Hakekat pembelajaran dapat didefinisikan sebagi sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan

      53 pembelajaran secara efektif dan efisien.

    C. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar

      Istilah prestasi belajar berasal dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Istilah prestasi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan

      54 51 sebagai hasil yang dicapai, dilakukan, dikerjakan. Dengan demikian, Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm. 11. 52 53 Ibid. , hlm. 11. 54 Kokom Komalasari, Op. cit, hlm. 3.

      Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2008, hlm. prestasi merupakan suatu hasil yang telah dicapai oleh individu yang melakukan suatu pekerjaan.

      Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.

      Menurut I Wayan Nurkancana, prestasi hasil belajar adalah kecakapan baru yang diperoleh seorang individu yang mempengaruhi

      55

      tingkah lakunya. Sedangkan menurut Nana Sudjana, prestasi belajar merupakan bentuk-bentuk kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

      56 menerima pengalaman belajar.

      Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja, artinya, hasil

      57 pembelajaran yang dikategorikan oleh pakar pendidikan.

      Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto memberikan pengertian prestasi belajar yaitu “Hasil yang dicapai oleh seseorang

      58

      dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam rapor t”. Selanjutnya Winkel seperti dikutip Djamarah mengatakan bahwa

      “Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang

      59

      dicapainya ”.

      Sedangkan menurut S. Nasution prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. 55 Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: 56 Wayan Nurkancana, Evaluasi Hasil Belajar, Usaha Nasional, Surabaya, 2002, hlm. 27.

      Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 30. 57 58 Agus Suprijono, Op. Cit, hlm. 7.

      Poerwanto, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 18. kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut. Proses belajar dan mengajar adalah fenomena yang kompleks, segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan dan asosiasi sampai sejauh mana mengubah lingkungan belajar, presentasi dan

      60 rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung.

      Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar yang berupa ranah pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan yang diperoleh siswa dari mengerjakan soal tes formatif yang ditunjukkan dengan nilai dan setiap akhir semester dilaporkan dengan rapor.

    2. Ranah Prestasi Belajar

      Prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Menurut Gagne seperti yang dikutip Agus Suprijono menyatakan bahwa ranah hasil belajar terdiri dari 5 (lima) kategori, yaitu: (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3)

      61 strategi kognitif, (4) sikap dan keterampilan motoris.

      Sementara dalam sistem pendidikan nasional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benjamin S. Bloom. Secara garis besar Benjamin S. Bloom dalam bukunya Taxonomy of Educational Objectives seperti yang dikutip Anas Sudijono membagi hasil belajar menjadi tiga jenis domain (ranah), yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif

      62 (affective domain) dan ranah psikomotorik (psychomotor domain).

      Secara rinci ketiga ranah hasil belajar akan penulis jelaskan sebagai berikut:

      60 61 Syaiful Sagala, Op. cit, hlm. 108. 62 Agus Suprijono, Op. cit., hlm. 5-6.

      Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, a .

      a .

      Ranah Kognitif (Cognitive Domain) Ranah kognitif merupakan salah satu ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,

      63

      kesengajaan dan keyakinan. Jadi ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).

      Ranah kognitif ini meliputi keenam jenjang, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. Keenam jenjang yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1 )

      1 )

      Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan atau knowledge merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali apa saja yang telah dipelajari, baik yang menyangkut nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan

      64

      kemampuan untuk menggunakannya. Jadi jenjang berpikir ini menyangkut kemampuan mengetahui apa yang dipelajarinya tanpa untuk berfikir untuk melakukan sesuatu yang diketahuinya tersebut.

      2

      2 ) )

      Pemahaman (comprehension) Pemahaman atau comprehension merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu

      65

      diketahui dan diingat. Seorang peserta didik yang memahami sesuatu apabila ia dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan

      66 pada kasus lain.

      Dengan demikian, pemahaman merupakan kemampuan individu untuk menjelaskan arti dari sesuatu yang telah diketahui 63 sebelumnya dengan kalimatnya sendiri. 64 Ibid. , hlm. 49-50. 65 Anas Sudijono, Op. cit., hlm. 49.

       Ibid., hlm. 49.

      3 )

      3 )

      Penerapan (application) Penerapan atau aplikasi adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum atau teori-teori dan

      67

      sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret. Jadi penerapan merupakan kemampuan individu untuk menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dari kegiatan belajar ke dalam kehidupan sehari-hari. 4 )

      4 )

      Analisis (analysis) Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur- unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau

      68

      susunannya. Dengan dimilikinya kemampuan analisis ini, seseorang akan mampu menguraikan sesuatu hal menjadi beberapa hal yang lebih detail sehingga mudah dipahami oleh seseorang yang diajak bicara. 5 )

      5 )

      Sintesis (synthesis) Sintesis adalah suatu proses memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis sehingga menjelma menjadi sesuatu unsur

      69

      yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jadi sintesis merupakan kebalikan dari analisis.

      6

      6 ) )

      Penilaian (evaluation) Penilaian atau evaluasi merupakan pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan,

      70

      cara bekerja, pemecahan, metode, atau materi. Dengan penilaian, individu akan mampu memberikan pertimbangan tentang hal-hal yang berguna bagi dirinya maupun hal-hal yang tidak berguna bagi dirinya. b b . .

      Ranah Afektif (affective domain) Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap mental dan kesadaran siswa yang diperoleh siswa melalui proses internalisasi

      67 68 Anas Sudijono, Op. cit., hlm. 50. 69 Nana Sudjana, Op. cit., hlm. 27.

      Anas Sudijono, Op. cit., hlm. 51.

      71

      yaitu proses menuju ke arah pertumbuhan batiniah. Dalam kaitannya dengan hasil belajar, ranah afektif (sikap) dapat diungkapkan sebagai kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu.

      Menurut Nana Sudjana, beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil proses belajar antara lain: 1)

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR EKONOMI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA KELOMPOK SISWA YANG MEMILIKI EQ TINGGI DAN RENDAH

0 10 16

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS V SDN 1 KUPANG TEBA TAHUN AJARAN 2011/2012

0 14 42

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS 1V SD NEGERI 2 MATARAM KABUPATEN PRINGSEWU

0 6 38

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS 1V SD NEGERI 2 MATARAM KABUPATEN PRINGSEWU

0 5 40

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA PEMBELAJARAN PKn DI KELAS VA SD NEGERI 8 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 11 79

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MODIFIED STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (MSTAD) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN STRUKTUR ALJABAR

0 0 6

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI KESEBANGUNAN DAN SIMETRI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION PADA SISWA KELAS V SD 1 NGALURAN DEMAK

0 0 20

1 PENGARUH STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION BERBANTUAN DOMINO-CHEM TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA

0 0 9

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA

0 0 10

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM PADA SISWA DI MI MABDAUL HUDA KEDUNGBANG KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI. - STAIN Kudus R

0 0 14