Ana Chrystalina Siuriwati Suryorini

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina)

’KARSTEN’ DALAM PERENCANAAN KOTA DAN PEMUKIMAN

DI KOTA MALANG

  

Ana Christalina Siuriwati Suryorini

Staf Peneliti Pusat Studi Perencanaan dan Pembangunan Regional UGM

nchristalina@yahoo.com

ABSTRACT. The industrial revolution in Europe make an impact on the

  

development of big cities in Indonesia especially producing region for industrial

raw materials in Europe. Political ethics reciprocation by the Netherlands to the

Indonesian nation manifested in urban planning, among others, improvement of

quality and environmental management due to the increase of the Dutch people

who go to big cities and towns in the Netherlands Indies plantation. Malang City

as the region surrounded by plantations developed quite rapidly in 1917 as a

residential area planned by Ir. Herman Thomas Karsten Dutch city planners.

This study uses data exploration methods using observational study of literature

and documentation. In the first stage described the concept of town owned by Ir.

Thomas Karsten. In the second phase, analysis of case planning by the city of

copyright

  

Malang, Ir. Herman Thomas Karsten. This research has produced: the concept of

"Indiese Stedebouw" that can be drawn into the three red lines as follows: the

macro-scale planning (satellite town), messo (neighboorhod) and micro (house

lots). In principle, the concept is a concept Indiese Stedebouw to plan the town

follow the town master plan that is comprehensive as controller. Malang City as

one of the city planned by Karsten planned to live in unity together with great

harmony.

  Keywords: Indiese Stedebouw, Karsten, kota Malang

ABSTRAK. Revolusi industri di Eropa memberikan dampak pada perkembangan

kota-kota besar di Indonesia khususnya daerah penghasil bahan baku mentah

industri di Eropa. Pengaruh politik dari bangsa Belanda terhadap bangsa

Indonesia juga mempengaruhi perencanaan kota satu dengan lainnya,

  117

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138

peningkatan kualitas dan juga manajemen lingkungan terhadap meningkatnya

orang-orang Belanda yang tinggal di kota-kota besar di perkebunan Hindia

Belanda. Kota Malang sebagai daerah yang dikelilingi oleh perkebunan,

berkembang secara pesat pada tahun 1917 sebagai daerah permukiman yang

direncanakan oleh Ir. Herman Thomas Karsten, perencana kota berwarga

negara Belanda.

  

Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi data yang menggunakan studi

observasi dengan literatur maupun dokumentasi. Pada tahap pertama

menggambarkan konsep kota yang dikenalkan oleh Ir. Thomas Karsten.

Sementara di tahap kedua, analisa dari studi kasus perencanaan kota malang

oleh Ir. Herman Thomas Karsten. Penelitian ini menghasilkan: konsep dari

Indiese Stedebouw yang dapat dijabarkan kedalam 3 hal penting yaitu

perencanaan skala makro (kota satelit), skala menengah (lingkungan/ kawasan

kecil), dan skala mikro (perumahan). Secara prinsip, konsepnya adalah konsep

Indiese Stedebouw yang merencanakan kota mengikuti masterplan kota secara

komprehensif sebagai pengontrol. Kota malang adalah salah satu kota yang

direncanakan oleh Karsten, yang direncanakan bagi masyarakatnya untuk hidup

copyright bersama secara harmonis.

  Kata Kunci: Indiese Stedebouw, Karsten, Kota Malang

PENDAHULUAN

  Malang dengan letak geografis 70 57” lintang selatan dan 1120 37” bujur timur memiliki ketinggian 505 meter diatas muka laut dengan posisi kawasan dikelilingi oleh pegunungan seperti gunung Kawi (barat); gunung Arjuna, Tengger, Kendeng (utara); dan gunung Semeru (timur) memiliki iklim yang relatif sejuk. Keberadaan Sungai Brantas, Sungai Bangau, Sungai Amprong dan Sungai Metro yang membelah kota Malang menjadi beberapa kawasan merupakan kondisi i deal bagi Belanda untuk ‘bermukim’ setelah Bandung dan merupakan kawasan terbesar kedua setelah Surabaya.

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina)

  Selain itu Malang dianggap sebagai tempat strategis bagi basis pengendalian pertahanan dan pengamanan aset-aset ekonomi Belanda untuk wilayah Jawa Timur. Malang, apabila dilihat dalam land use kawasan dikelilingi oleh daerah hijau berupa sawah, tegalan maupun kebun campur dengan kapasitas kurang lebih 2/3 dari daerah kota Malang yang dihubungkan dengan 5 jalur primer kawasan menuju daerah sekitar, seperti Surabaya, Tumpang, dan Blitar. Perkembangan wilayah dan potensi alam yang dimiliki menjadikan daerah

Malang berkembang sebagai daerah peristirahatan bagi orang-orang Belanda dan kaum ningrat Jawa. Status Malang kemudian dirubah menjadi ‘Kotapraja’

  (gemeente) pada bulan April 1914. Luas daerah gemeente Malang di tahun 1914 sekitar 1573 ha dengan jumlah penduduk 40.000 jiwa, maka kepadatan penduduknya sekitar 25, 4 per-ha. Pembangunan daerah pemukiman pada saat itu berdasarkan pada kelompok etnis, dimana: Daerah pemukiman pribumi kurang lebih dengan 40.000 jiwa bermukim di sebelah selatan alun-alun, Kebalen, Temenggungan, Talun, Klojen Loro dan Jodipan. Daerah pemukiman bangsa Eropa dengan jumlah penduduk 2.500 jiwa bermukim di sebelah barat daya alun-alun, Kayutangan, Oro-oro Dowo, Celaket, Klojen Loor dan Rampal. Daerah pemukiman Cina bermukim di sebelah timur laut.

  copyright

  Makin lama makin banyak orang Eropa bertempat tinggal di Malang terutama pedagang-pedagang Belanda dari Pasuruhan atas anjuran pemerintah Belanda. Perkembangan yang pesat akibat bertambahnya pemukiman penduduk sipil diikuti oleh kawasan militer. Perluasan kota terjadi pada tahun 1919 dengan empat buah desa sebelah barat kota yang dimasukkan dalam wilayah kota sehingga luasnya menjadi 1926 ha dan tahun 1940 suatu daerah yang cukup luas sekitar 5.466 ha dimasukkan ke dalam wilayah kota sehingga jumlah seluruhnya menjadi 7.392 ha Tahun 1939, Malang berpenduduk orang Eropa sebanyak 11%, 10% orang Tionghoa, dan 47% orang pribumi. Menurut dugaan 43% dari tanah tempat kediaman pada saat itu dipakai oleh orang Eropa, 10% oleh orang Tionghoa dan hanya 47% oleh orang pribumi. Angka ini telah menunjukkan dengan jelas kepada kita akan perbedaan-perbedaan dalam tingkatan penghidupan dan keadaan sekitarnya antara kelas tingkat atas yang buat sebagian besar terdiri dari orang Eropa.

  119

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138 copyright

  Gambar. 1. Pembagian wilayah hunian sebelum tahun 1914, dipisah menurut etnis (sumber: digambar ulang menurut Hadinoto)

  Perkembangan yang sangat cepat sejak tahun 1914, menjadikan bidang pembangunan perumahan sebagai masalah yang harus dihadapi oleh Gemeente Malang karena banyaknya permintaan akan tanah bagi perumahan orang Eropa. Adanya kemungkinan bahwa kota menjadi tidak ekonomis bentuknya yaitu bentuk ramping dan memanjang sepanjang jalan utama menjadikan pihak kotamadya berusaha untuk mengendalikan pertumbuhan kota dengan usaha

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina)

  membeli sawah-sawah milik rakyat pribumi secara komunal yang terletak di tengah kota untuk melindunginya dari spekulan orang-orang Eropa. Pada tahun 1917 sampai dengan tahun 1929 pihak Kota Praja Malang mengeluarkan 8 rencana perluasan dengan bantuan Ir. Thomas Karsten yang dipandang ahli dalam perencanaan kota untuk mengendalikan bentuk kota dengan tetap melihat pada pola kota yang sudah ada. Lima kawasan permukiman direncanakan oleh Ir Thomas Karsten. Sejauh mana Karsten dapat menerapkan konsep perencanaan kotanya di wilayah kota Malang, akan kita lihat pada penelitian ini.

METODE PENELITIAN

  Metode penelitian yang digunakan adalah metode explorasi data dengan menggunakan studi observasi literatur dan dokumentasi yang menerangkan latar belakang dari konsep kota yang dianut oleh Karsten dalam merencanakan kota- kota di Indonesia. Hasil dari metode explorasi data akan digunakan sebagai alat penelitian pada kasus amatan terpilih yaitu kota dan pemukiman di kota Malang yang direncanakan oleh Karsten. Semua data dan informasi yang diperoleh akan dipergunakan untuk mendapatkan gambaran penerapan konsep perencanaan kota oleh Karsten dalam tata ruang kota dan pemukiman lama di kota Malang.

  copyright KONSEP PERENCANAAN ‘KARSTEN’

  Ir Herman Thomas Karsten seorang warga negara Amsterdam berpendidikan

Technische Hoogeschool di Delf; pada tahun 1914 atas ajakan Maclain Pont

  (biro arsitek Semarang sejak tahun 1913) ia bertolak ke Indonesia dan terlibat dalam perencanaan Koloniale Tentonsteling (1916) yang menjadikannya sebagai penasihat pembangunan kota Semarang. Pada tahun 1917 bersama Lutjens dan Toussaint mendirikan Biro Arsitek dan Perencana Kota. Dari berbagai literatur yang Karsten baca, diantaranya: (1) H.P. Berlage sewaktu merencanakan perluasan kota Amsterdam dan Hague; (2) Granpre Moliere yang dikenal merencanakan taman pinggiran kota Vreewijk di Rotterdam; (3) P. Fockema Andrew yang berjudul De Hedendaagsche Stedebouw (perencanaan kota modern 1912) yang berisikan tentang masalah perencanan kota dan perumahan di Belanda.

  121

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138

  Beberapa literatur yang menjadi acuan Karsten berasal dari Jerman, diantaranya: (1) Camillo Sitte (1889), J Stubben (1890), Raymond Unwin (1919); (2)

  Ebendtadt’s (1909) berjudul Handbuch Des Wohnungswesens Und der

Wohnung sfrege dan Stadtebau und Wuhnungswesen di Belanda (1914).

Keterlibatannya dalam perencanaan Koloniale Tentonsteling di Semarang, pada tahun 1920 Karsten membuat sebuah usulan dan laporan untuk konggres Desentralisasi yang berjudul

  ‘Indiesce Stedebouw’ yang berisi tentang usulan

  pada pemerintah pusat agar kota-kota di Indonesia, pertumbuhannya direncanakan sebelumnya dalam suatu rencana kota. Ide -ide Karsten dalam merencanakan kota selalu bersifat tendensis dimana ia selalu menganjurkan untuk mengikuti rencana induk kota yang bersifat menyeluruh sebagai pengendali. Ide utamanya dalam merancang kota berhubungan dengan perencanaan tata kota berbentuk kota dan desa yang saling berhubungan dan ‘sama teratur’. Setiap kali mempunyai konsep tentang kota yang baru Karsten selalu memperhatikan peraturan bangunan, sistem jalan, tanah lapang dan pemenuhan kepentingan publik yang ideal. Dalam catatannya pada tahun 1920; Karsten mengatakan bahwa layout suatu kota terdiri dari 3 elemen yaitu (1) detail, (2) townscape dan (3) perencanaan total; dimana ketiga elemen tersebut harus saling berhubungan. Detail

  copyright

  membuat bangunan, sistem jalan, tanah lapang merupakan poin terpenting dalam suatu perencanaan dimana adanya ragam bangunan merupakan suatu gabungan dari kehidupan bertetangga dan jalan merupakan suatu sistem sirkulasi langsung ke kota.

  Di dalam literaturnya (Indische Stedebouw), Karsten memasukkan beberapa elemen fisik kota sebagai pengendali pembangunan kota, seperti: Jalan, Taman- taman kota, Bangunan publik dan semi public, Titik-titik penting sebagai pemandangan kota, dan Bangunan perumahan. Konsep Karsten dalam merencanaan kota dalam skala makro dengan langkah pendekatan dapat dilihat pada tabel 1.

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina)

  Tabel 1.Tabel konsep perencanaan skala makro

  1. Aspek Sosial Kota

  a. Mengatasi masalah yang terjadi di perkotaan sebagai akibat dari pesatnya urbanisasi.

  b. Pengelompokan masyarakat kota berdasarkan tingkatan ekonomi atau sosial, sebagai pengganti system pengelompokan yang berdasarkan ras.

  2. Lahan

  a. Merencanakan suatu kawasan sesuai dengan kondisi topografi

  b. Direncanakan dari pelaksanaan melakukan perluasan hingga perbaikan kota.

  c. Memperhatikan segi arsitektur maupun estetika

  d. Menitikberatkan pada perencanaan jalan, ruang terbuka, bangunan publik dan semi publik, perumahan, bandara, dsb.

  e. Pembagian zoning berdasarkan klasifikasi fungsi kegunaan, teknis, ekonomi dan kesehatan.

  3. Bangunan publik

  a. Merupakan focal point/ landmark/ vista dalam lingkungan dengan

  dan semi publik menempati lahan strategis dalam lingkungan.

  b. Memiliki suatu ketentuan dimana taman merupakan elemen dominan dalam site terbangun sekaligus sebagai penghijauan lingkungan.

  c. Bangunan harus memanfaatkan pencahayaan dan penghawaan alami secara maksimal didukung disain bukaan yang cukup lebar dan bentuk ‘U’ bangunan.

  4. Desain Kawasan

  a. Pola

  1. Ruang terbuka kota dalam perencanaannya dihubungkan dengan ruang kota sebagai sumbu seperti alun-alun.

  copyright

  2. Ruang publik difungsikan dan diletakkan sebagai jalan umum b. Aksesibiltas

  1. Perencanaan jalan mengacu pada keadaan topografi

  2. Merupakan sarana penghubung yang penting guna mempersatukan lingkungan dan penghubung antar sumbu- sumbu kota.

  3. Direncanakan lebar dan menghindari titik persimpangan dengan adanya pembagian jalur cepat, lambat dan pejalan kaki

  4. Harus dilengkapi dengan pohon dan taman sebagai peneduh dan penghijauan lingkungan kota c. Daerah hijau

  1. Elemen penting yang diwajibkan dalam bangunan publik, semi publik, maupun permukiman.

  2. Elemen taman dan pohon selain sebagai penghijauan juga merupakan fokal point dan elemen penting dari suatu kawasan.

  Sumber: Rangkuman Peneliti, 2003

  123

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138

  Untuk skala lingkungan messo atau perumahan, Karsten menerapkan beberapa pendekatan desain. Pendekatan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.

  Tabel 2. Tabel konsep perencanaan skala messo

  1. Aspek Sosial Kota

  a. Pengelompokan rumah berdasarkan tingkatan ekonomi/pendapatan

  2. Lahan

  a. Direncanakan di dataran tinggi atau pinggir kota

  b. Pembagian lahan disesuaikan dengan topografi kawasan

  3. Desain Kawasan

  1. Pola

  1. Pembagian dan pengaturan lingkungan menyesuaikan kondisi topografi

  2. Pola cenderung radial concentric

  2. Aksesibiltas

  1. Jalan utama direncanakan terlebih dahulu kemudian menyusul jalan lingkungan

  2. Adanya peraturan garis sepadan bangunan dan garis sepadan pagar yang diperhitungkan dari lebar jalan

  3. Daerah hijau

  1. Taman merupakan magnet sekaligus pusat kawasan

  2. Tiap kapling rumah memiliki daerah hijau/taman keluarga sekitar 60-70% dari luas lahan

  copyright

  Sumber: Rangkuman Peneliti, 2003 Skala mikro, Karsten menerapkan konsep desain rumah sebagai berikut: Desain rumah dan luasan kapling disesuaikan dengan keadaan ekonomi lingkungan. Tampak bangunan dibuat seragam melalui pengaturan ketinggian elemen bangunan. Rumah untuk golongan atas (berbentuk villa) dengan desain tampak beragam, kondisi rumah terpisah dikelilingi taman yang cukup luas. Rumah untuk golongan menengah (berbentuk villa sederhana) dengan desain tampak beragam sederhana, kondisi rumah terpisah dikelilingi taman. Rumah untuk golongan kebawah (rumah kopel) dengan desain fasad cenderung untuk seragam berlantai satu taman relatif kecil. Daerah terbangun di tiap kapling sekitar 30-40% dari luas lahan. Peletakan bangunan berorientasi kepada pemandangan. Memperhatikan aspek kesehatan yang memanfaatkan pencahayaan dan penghawaan alami dengan memperhatikan luasan ventilasi dan jendela

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina)

  Perencanaan secara total tidak dimulai dari detail melainkan merencanakan hal- hal pokok seperti jalur utama transportasi yang direncanakan dengan bentuk sederhana, jalan kereta api, sirkulasi lingkungan perumahan dan alun-alun. Perencanaan seperti ini tidak terlepas dari karakter dinamis kota yang harus diperhitungkan. Secara umum dapat dikatakan bahwa Karsten telah menyumbang suatu konsep perencanaan kota Hindia Belanda berupa: (1) Alternatif konsep perencanaan kota HIndia Belanda. Konsep perbaikan dan pengembangan (perbaikan lingkungan) serta Konsep pembangunan kota baru; (2) Konsep pengendalian pembangunan kota kolonial di HIndia Belanda; (3) Konsep pengembangan kepranataan pembangunan di Indonesia sebagai alat pengendalian proses realisasi rencana pembangunan kota.

  Pada tahun 1929 Karsten diangkat sebagai Penasihat Tata Kota Malang oleh Walikota Bussemaker yang didukung oleh karyanya dalam merencanakan kota di 9 kotamadya dari 19 kotamadya yang ada di Jawa, 3 dari 9 kotamadya di Sumatra dan satu kotamadya di Kalimantan yang dilakukan oleh Karsten berdasar pada implementasi

  

‘Indiese Stedebouw’ .

PERENCANAAN KOTA MALANG

  Bantuan dari Ir. Herman Thomas Karsten sebagai orang yang dipandang ahli

  copyright

  dalam merencanakan kota di Hindia Belanda sangat penting untuk mengarahkan perencanaan kota Malang khususnya dalam hal pemukiman. Bagi Karsten yang terpenting dalam pembangunan kota adalah Totalbeeld yang merupakan suatu kesan umum dari kota sebagai suatu kesatuan dengan berbagai golongan penduduk, ekonomi, kultur, dan social yang hidup bersama dengan penuh keserasian. Pembagian rumah berdasarkan ras yang telah menjadi kebiasaan di Hindia Belanda, tidak diikuti oleh Karsten. Zonering dari tipe rumah dan rumah tinggal berdasarkan kelas sosial merupakan ciri dari perencanaan kota Karsten. Meskipun Karsten pada tahun 1917 belum menjadi penasihat perencana kota Malang secara resmi, tapi dia sudah diminta bantuan pemikirannya mengingat pada waktu itu Karsten merupakan satu-satunya orang yang dipandang ahli dalam merencanakan kota. Perencanaan kota Malang oleh Karsten dibagi menjadi lingkungan-lingkungan dengan tujuan tertentu, yaitu untuk bangunan gedung, jalan, penghijauan dan daerah pertanian. Banyaknya orang Eropa masuk ke Malang berakibat terhadap berkembangnya kawasan menjadi kota- kota satelit kecil di dalam lingkup kota Malang.

  125

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138

  Sebaran pemukiman yang direncanakan pada jaman kolonial Belanda di kota Malang apabila kita lihat secara makro dari landuse kawasan, pada tiap pemukiman yang dibentuk memiliki akses langsung ke pusat pemerintahan (alun-alun budar) dan ditiap pemukiman telah dilengkapi oleh fasilitas umum baik itu pendidikan, rumah sakit, lapangan, maupun pemakaman; seperti yang terlihat pada lima kawasan permukiman di kota Malang yang direncanakan oleh Karsten di bawah ini:

  Oranjebuurt Gouverneur-Generallbuurt Tjelaket-Lowokwaru Bergenbuurt Eilandenbuurt

  

copyright

  Gambar 2. Peta gemeente Malang tahun 1936-1937 (sumber: Malang beeld van een stad)

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina)

Perencanaan Kota Malang dalam Skala Makro

  Secara aspek Sosial, ada beberapa penerapannya : (1) Dikeluarkannya UU Gula dan Agraria tahun 1870 dengan menghapus culturstelsel yang memberi jalan bagi pihak swasta dalam perdagangan bebas di daerah Indonesia; (2) Pemerintah Hindia Belanda membeli tanah secara komunal kepada rakyat dan menyewakannya kepada pihak swasta; (3) Membagi kawasan berdasarkan tingkat ekonomi dengan melihat kondisi topografi kawasan. Secara Fisik, daerah dataran tinggi pegunungan atau daerah perbukitan Jawa Timur kira-kira 85 km sebelah selatan kota Surabaya; Ketinggian kota rata-rata 450 m diatas permukaan laut; Dikelilingi beberapa puncak gunung berapi seperti : Arjuna, Semeru, Tengger, dan Kawi; Dikelilingi daerah perkebunan karet dan kopi di lereng Semeru.

  Dari segi desain kawasan, pola yang digunakan Radial concentric dengan alun- alun bundar sebagai pusat kota. Penzoningan dilakukan pada tiap kawasan terencana dengan pola radial. Aksesibilitas yang dapat diamati: (1) Jalan kereta api antara Surabaya sebagai daerah pesisir dan Malang sebagai daerah sumber; (2) Jalan utama membujur utara-selatan yang memiliki akses ke Blitar - Malang dan Surabaya.

  copyright

  Daerah Hijau pada Kota Malang: (1) Kawasan terbangun di skala kota Malang seluas 1/3 bagian dan daerah hijau (pertanian) 2/3 bagian. (2) Taman publik, deretan pohon-pohon besar, patung taman, jalan raya 1 arah merupakan elemen kota yang cukup menonjol.

  127

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138 copyright

  Gambar 4. Jalan primer dan sekunder (digambar ulang menurut sumber: malang beeld van een stad)

  Gambar 3. Bangunan ditata secara menyebar diantara lingkungan terbuka Zoning kawasan (sumber: Bappeda Kodya Malang, 2000).

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina) 129

copyright

  Gambar 5. Kerapatan bangunan(rumah/km) (Sumber: Bappeda Kodya Malang, 2000)

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138

  Perkembangan bentuk kota sepanjang jalan utama yang membentuk pola pita merupakan awal adanya perencanaan kawasan kota dan pemukiman di kota Malang oleh para pejabat pemerintah pada waktu itu. Perencanaan kawasan dengan bantuan seorang perencana kota Ir. Herman Thomas Karsten dapat memberikan arahan kota kepada arah radial concentrik dan memusat dimana secara keseluruhan kota dikelilingi oleh green belt berupa area perkebunan. Kawasan perkebunan yang mengelilingi kota secara keseluruhan dilindungi keberadaannya oleh pemerintah dari para spekulan tanah yang hendak memilikinya dengan sistem pengawasan dimana keberadaannya dapat mendukung dan memenuhi kebutuhan hidup penduduk di kota Malang.

  Pembatasan jumlah populasi juga dilakukan di tiap perencanaan kawasan dengan ditandai adanya pembagian kawasan berdasar tingkat sosial yang tampak pada desain bangunan dan luasan lahan terencana. Hal ini untuk mempertahankan tingkat kepadatan kota dan memberi kesempatan penghuni untuk bersama –sama memiliki lingkungan yang ditempatinya. Perkembangan dari jumlah penghuni yang tidak direncanakan akan menempati lokasi baru dengan jarak terpendek dan dilalui jalur utama kota yang melintas di sekitar kawasan induk dengan sistem transportasi cepat diantaranya kereta api. Pola kawasan yang cenderung untuk menyesuaikan kondisi topografis yang dimiliki

  

copyright

merupakan usaha perencana dalam mengurangi pemakaian energi.

  Tabel 3: analisis ASPEK SOSIAL pada kasus terpilih

  

Oranjebuurt Gouverneur- Daerah Tjelaket- Bergenbuurt Einlandenbuurt

Generaalbuurt Lowokwaru

  Menanggulangi Daerah pemukiman Daerah yang Menghindari Perluasan yang perkembangan kota yang berubah fungsi diperuntukkan bagi perkembangan diharapkan dapat yang semakin menjadi daerah golongan bentuk kota mengurangi arus lalu berkembang ke arah pemerintahan karena menengah ke memanjang seperti lintas kota sebelah utara. adanya keinginan dari bawah dengan pita selatan alun-alun Pemerintah membeli orang Belanda untuk memanfaatkan Kawasan Diperuntukkan bagi secara komunal tanah memiliki daerah kampung di sekitar diperuntukkan bagi golongan menengah ke rakyat pemerintahan lokasi terpilih golongan atas bawah ber’bau’kolonial

  Sumber: Analisis Peneliti, 2003

  

‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina)

131 copyright

  Tabel 4: analisis LAHAN pada kasus terpilih

  Oranjebuurt Gouverneur- Generaalbuurt

  Daerah Tjelaket- Lowokwaru

  Bergenbuurt Einlandenbuurt

  Luas site kawasan 12.939 m2 dengan luasan masing- masing kapling 1200m 2 Memiliki batasan wilayah berupa jalan kereta api, jalan primer Surabaya-Malang dan stasiun kereta api.

  Sebelah selatan dari daerah oranjebuurt dan aliran sungai Brantas sebagai batas wilayah Luas wilayah 16 ha Memiliki akses dan view langsung ke satasiun kereta api Malang

  Bersebelahan dengan kampung Tjelaket dan Lowokwaru Batas kawasan sebelah Barat berupa jalan raya menuju Surabaya Luas wilayah 41.401 m2 Berada dipinggir kota jauh dari pusat kota

  Luas site kawasan 16.768 m2 dengan luasan masing- masing kapling 1200m2 Ruang terbuka berupa taman dan lapangan olah raga terletak pada kawasan pemukiman Pinggir kota merupakan daerah dataran tinggi

  Memiliki batas aliran sungai Brantas Luas wilayah 220.901 m 2 Pinggir kota dekat dengan daerah industri

  Sumber: Analisis Peneliti, 2003

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138 copyright

  Tabel 5: analisis LAHAN pada kasus terpilih (2) Aksesibilitas

  Oranjebuurt Gouverneur- Generaalbuurt

  Daerah Tjelaket- Lowokwaru

  Bergenbuurt Einlandenbuurt

  Membagi kawasan secara sederhana Kawasan memiliki jalur langsung menuju jalan utama Surabaya (barat)

  Memiliki 1 Grand

  evenue dalam

  dua jalur yang menghubungkan kawasan dengan stasiun kereta api. 6 jalur jalan yang terbentuk merupakan pusat lalu lintas kota Malang Jalur timur ke stasiun kereta api dan jalur tenggara ke daerah industri. Kawasan pemukiman dapat ditempuh melalui jalur barat daya,barat, dan utara.

  Jalan mengikuti kontur lahan Kawasan dibatasi oleh kuburan umum pribumi (barat), pemukiman pribumi (selatan), dan jalur ke Surabaya sekaligus penghubung kawasan 4 (timur). Lebar jalan lingkungan relatif kecil

  Disetiap perpotongan jalan arah Timur- Barat diselesaikan dengan taman

  • – kawasan pemerintahan (tengah) – stasiun kereta api (timur) Dilengkapi dengan pedestrian 2m sebagai batas jalan lingkungan dengan lebar 5 m

  Grand eveneue

  merupakan jalan membentang utara-selatan Jalur merah menghubungkan dengan kawasan jalur kuning menghubungkan dengan kawasan kawasan biru menghubungkan dengan alun-alun lama. Pedestrian dirancang secara khusus dan dilengkapi dengan pohon

  Jalan lingkungan semua memiliki akses langsung taman lingkungan Jalur hijau menghubungkan kawasan jalur merah ke kawasan industri, dan jalur biru ke kawasan Pembagian kawasan menyesuaikan dengan kondisi topografi

  Sumber: Analisis Peneliti, 2003

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina)

  Tabel 6: analisis LAHAN pada kasus terpilih (3) Daerah Hijau

  

Oranjebuurt Gouverneur- Daerah Tjelaket- Bergenbuurt Einlandenbuurt

Generaalbuurt Lowokwaru

  Sepanjang jalan Sepanjang jalan Sepanjang jalan

  Taman lingkungan diapit pohon ditanami pohon ditanami pohon dan fasilitas perindang perindang perindang pendidikan

  Sepanjang jalan merupakan elemen diapit pohon

  Tiap kapling tanah, Taman Tiap kalping tanah, dominan dan elemen perindang menyediakan 60% merupakan menyediakan 60% penting dalam elemen dominan lahannya untuk lahannya untuk kawasan

  Taman merupakan taman/ruang taman/ruang elemen dominan

  Setiap kapling terbuka

  copyright

  Batas antara jalan yang berada tepat tanah diwajibkan lingkungan dengan di tengah kawasan memiliki taman

  Taman merupakan rumah berupa keluarga dominan dan tanaman

  Setiap kapling direncanakan tanah ditemukan secara khusus

  Tiap kapling tanah adanya taman menyediakan 60% keluarga

  Diaturnya penataan lahannya sebagai dan jenis pohon daerah terbuka. yang ditanam 60% dari keseluruhan kawasan merupakan daerah hijau

  Sumber: Analisis Peneliti, 2003

  133

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138 copyright

  Tabel 7: analisis DESAIN RUMAH pada kasus terpilih

  Oranjebuurt Gouverneur- Generaalbuurt

  Daerah Tjelaket- Lowokwaru

  Bergenbuurt Einlandenbuurt

  Luas bangunan 200- 300 m2/ hanya 30% dari lahan yang tersedia Tipe bangunan villa Fasad dan bentukan massa bangunan tidak seragam Pengaturan tinggi bangunan dan garis sepadan 10m Bangunan induk memiliki bentukan lebih menonjol ke depan Pagar transparan Memiliki taman keluarga di muka dan belakang

  Luasan terbangun hanya 30% dari luas kapling tersedia Bentukan fisik rumah tidak seragam Bentuk tipe villa Bangunan sudut memiliki desain khusus dengan luasan lahan yang cukup luas Tiap massa bangunan berdiri sendiri Memiliki tinggi bangunan dan garis sepadan yang sama Trotoar dan pohon merupakan elemen batas kapling dengan jalan

  Luasan terbangun mencapai 40% dari luas lahan Tipe rumah kecil dan sederhana Tipe rumah gandeng/terpisah secara khusus Memiliki bentukan fasad sama dengan ornamen dan warna yang berbeda Tiap kapling rumah hanya memiliki taman belakang dan depan Pagar rumah pendek dan transparan

  Tipe bangunan villa besar Pola bangunan tinggi dengan pagar terbuka Pengaturan massa bangunan dengan garis sepadan Fasad dan bentukan massa bangunan tidak seragam Pengaturan tinggi bangunan dan garis sepadan Bangunan induk memiliki bentukan lebih menonjol ke depan Memiliki taman keluarga

  Luas tanah antara 100-400m2 Bentukan fisik rumah bervariasi dengan besar rumah 35-80m2 Bentuk sederhana rumah berdiri sendiri dan rumah gandeng dua Bangunan sudut memiliki desain khusus dengan luasan lahan yang cukup luas Memiliki tinggi bangunan dan garis sepadan sesuai tipe rumah (6m,5m,3m) Trotoar dan pohon merupakan elemen batas kapling dengan jalan

  Sumber: Analisis Peneliti, 2003

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina) 135 copyright Perencanaan Kota Malang dalam Skala Messo

  Mengarahkan perkembangan dan pertumbuhan kota secara memusat dan pemilihan lokasi di tiap pemukiman direncanakan secara terbatas dan istimewa seperti pada gambar sketsa dan tabel dibawah ini:

  Kawasan Status sosial Lokasi

  1 Atas Kawasan dekat stasiun kereta api

  2 Pejabat pemerintahan Kawasan memiliki akses langsung ke stasiun ka

  3 Bawah Kawasan dengan view aliran sungai

  4 Atas Kawasan dengan view pegunungan

  5 Menengah Kawasan dekat daerah industry Sebaran pemukiman yang dilakukan Karsten di kota Malang, menunjukkan bahwa adanya kesesuaian untuk menempatkan alam sebagai daya tarik kawasan. Semua pemukiman yang direncanakan dari tiap lapisan tingkat sosial semaksimal mungkin untuk memiliki ruang bersama baik berupa taman, fasilitas sekolah, maupun gedung ibadah sebagai elemen penting kawasan yang dapat ditempuh dalam waktu relatif singkat dalam satu kawasan pemukiman. Secara

  (sumber: hasil analisis, digambar ulang menurut Geillustreerde Atlas Van De

  Japanse Kampen in Nederlands-Indie

  1942-1945)

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138

  umum dalam satu kawasan pemukiman pembagian zona tampak memusat dengan pembagian tipe rumah, seperti : Tipe rumah besar

  Taman/sekolah Tipe rumah sedang

  Tipe rumah kecil Central park

  Central Deretan bangunan (rumah) park

  Aksesibilitas pemukiman menggunakan pola jalan sederhana dengan adanya pembagian berupa: 1. jalan raya; 2.pedestrian; 3.garis sepadan; 4. massa rumah. Jalan lingkungan dilengkapi pohon dengan pedestrian dibawahnya memiliki akses langsung ke taman lingkungan. Setiap ada perpotongan jalan diselesaikan dengan taman. Pola jalan dan pembagian kawasan menyesuaikan dengan kondisi topografi kawasan terpilih guna memperkecil adanya suatu

  copyright perubahan alam. Perencanaan Kota Malang dalam Skala Mikro

  Penerapan desain rumah di Malang secara keseluruhan dapat dikatakan sesuai dengan konsep Karsten dalam bukunya Indiesche Stedebouw, yaitu dengan adanya pengaturan bangunan melalui tinggi massa bangunan dan desain fasad beserta luas bangunan menyesuaikan kondisi sosial penghuninya dengan adanya suatu persamaan menggunakan elemen taman keluarga sebagai elemen alam yang dihadirkan dalam tiap kapling rumah yang menyesuaikan dengan besaran massa bangunan. Seperti adanya penataan taman yang teratur, sederhana dan terencana dengan memanfaatkan 60-70% dari luas tanah yang ada di tiap kaplingnya dapat memberikan suatu atmosfir yang berbeda dalam bangunan. Memberikan aktifitas penghuninya dengan berkebunan merupakan salah satu usaha penghuni untuk tetap memelihara lingkungannya.

  ‘Karsten’ dalam Perencanaan Kota dan Permukiman di Kota Malang (Ana Christalina)

  Gambar 6. Contoh satu kawasan di

  Bergenbuurt

  Keseluruhan letak massa bangunan memiliki orientasi pada taman lingkungan dengan memperhatikan aspek kesehatan yang memanfaatkan pencahayaan dan penghawaan alami dengan memperhatikan luasan ventilasi dan jendela. Konservarsi alam diterapkan oleh Karsten dalam merencanakan konsep lingkungan.

  Perencanaan kota Malang sebagai Kotabaru Penunjang yang secara fungsional mempunyai sifat ketergantungan kepada suatu kota induk Surabaya secara makro yang dilakukan oleh Karsten dapat dikatakan menerapkan konsep-konsep yang terdapat dalam bukunya yang berjudul Indiese Stedebouw dengan melihat dari: pemilihan lokasi, kondisi iklim, sebaran penduduk dan pola ruang yang direncanakan secara radial concentric memusat pada kawasan pemerintahan dimana tiap jalan yang terbentuk menghubungkan kawasan pemukiman terencana dengan pusat kota. Karsten dalam merencanakan suatu kawasan selalu mengikuti rencana induk kota yang bersifat menyeluruh sebagai pengendali. Selalu memperhatikan peraturan bangunan, sistem jalan, tanah lapang dan pemenuhan kepentingan publik yang ideal merupakan ide utama Karsten dalam menyatukan kelima kawasan pemukiman baru dengan kawasan lama yang telah terbentuk sehingga tercipta satu kesatuan rencana induk kota ynag bersifat mengikat; baik secara makro, messo maupun mikro.

KESIMPULAN copyright

  137

  NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 : 117-138

DAFTAR PUSTAKA

  Aminuddin, S.S. (1990). Bandung The Architecture of A City in Development, Kasteel

  van Arenberg, Heverlee. (Desertation) Budihardjo, E. (1998). Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Bandung : Penerbit Alumni.

  Budihardjo, E. dan Djoko, S. (1999). Kota Berkelanjutan. Bandung : Penerbit Alumni. Boomgaard, P. (1989).

  Children of the Colonial State ‘Population Growth and Economic Development in Java, 1795- 1880’. Amsterdam : Free University Press,

  Amsterdam Gideon, G., 1987. New Town Planning-Principles and Practice, John Wiley & Sons, New York.

  Handinoto, 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang, Petra, Surabaya. Karsten, T., 1920. Indiese Stedebouw, Bandung. Kemapatika, 1996. Arsitektur Kolonial di Malang, Unibraw, Malang. Kostof, S., 1991. The Cit y Shaped ‘Urban Patterns and Meanings Through History’, Thames and Hudson, London. _______, 1992. The City Assembled, Thames and Hudson Ltd, London. Moughtin, C., 1996. Urban Design: Green Dimension, Dept. of Urban Design, Univ. of Nottingham,UK. Narni, S., 1995. Keanekaragaman Pola Permukiman Di Daerah Terjal : Candi Semarang,

  Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Tesis) Nas Peter J.M., 1986. The Indonesian City, Foris Publications, Dordrecht- Holland.

  copyright

  Pittolo V., (?) Focus op Holland, Atrium, Nederland Santoso,J., Iskandar,B. dan Parwoto, 2002. Sistem Perumahan Sosial di Indonesia, Center for Urban Studies Universitas Indonusa, Jakarta.

  Schaik, A., Van., 1996. Malang Beeld van een stad, Asia Maior, Nederland. Simonds, J.,O., 1994. Garden Cities 21: Creating A Livable Urban Environment , McGraw- Hill.Inc.

  Soekiman, D., 2000. Kebudayaan Indis, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta. Sukandarrumidi, 2002. Metodologi Penelitian, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Susongko, 1984. Introduction to Urban Planning, Erlangga, Yogyakarta. Vries, H.M. De, 1928. The Importance of Java Seen From The Air, G.Kolff and Co Batavia DEI.

  Yunus,H.S., 2001 Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta