LAPORAN AKHIR PENELITIAN KOLABORATIF DOSEN DAN MAHASISWA DANA BLU FE UNG TAHUN ANGGARAN 2017 MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE MELALUI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DINAS KESEHATAN KOTA GORONTALO

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN KOLABORATIF DOSEN DAN MAHASISWA DANA BLU FE UNG TAHUN ANGGARAN 2017

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE MELALUI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DINAS KESEHATAN KOTA GORONTALO

ASNA ANETA NIDN : 0027125907 (Ketua) RUSTAM TOHOPI NIDN : 0024037905 (Anggota) TRISDIYOWAN AHMAD

NIM : 931413166 (Anggota) MASRIYANTI PUWANIM

NIM : 931413185 (Anggota)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2017

ABSTRAK

Mewujudkan good governance dalam pelayanan publik bidang kesehatan terkandung nilai-nilai yakni efisiensi, keadilan dan daya tanggap/akuntablitas publik untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi standar pelayanan minimal (SPM) yang digunakan dalam melayani kesehatan ibu dan bayi; untuk memberi input/masukan tentang standar pelayanan yang ideal dalam mewujudkan good governance. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan lokus penelitian di kantor Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan peran serta peneliti sebagai key person dan dibantu oleh tim peneliti lainnya melalui in-depth interview (wawancara mendalam) dan triangulasi. Sample menggunakan purposive sampling (sample bertujuan) dan snowball, wawancara dilakukan terhadap responden yang merupakan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan serta masyarakat (customer) sebagai user pengguna layanan di Dinas Kesehatan Kota Gorontalo.

Hasil penelitian ditemukan bahwa Dinas Kesehatan Kota Gorontalo dalam meewujudkan good governance menyelenggarakan pelayanan kesehatan melalui indikator 1) Prosedur Pelayanan belum sempurna disebabkan kurangnya informasi kepada pelanggan dan pelayanan di puskesmas belum ditangani oleh dokter spesialis kandungan. 2) Waktu Penyelesaian Pelayanan telah memiliki standar pelayanan berdasarkan apa yang telah di amanahkan dalam Permenkes Nomor 43 Tahun 2016. 3) Biaya pelayanan kesehatan telah dialokasikan melalui APBN maupun APBD dalam bentuk BPJS, KIS, Jamkesmas, dan Jamkesda. 4) Produk Pelayanan telah memiliki bangunan baik Rumah Sakit dan Puskesmas sudah baik, namun masih perlu dilengkapi dengan fasilitas untuk menunjang proses persalinan. 5) Sarana Prasarana Pelayanan kesehatan sudah memadai karena setiap wilayah kecamatan sudah memiliki 1(satu) unit puskesmas. 6) Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan telah memiliki tenaga medis (bidan) dan administrasi yang baik, namun masih perlu diimbangi dengan diklat-diklat dan pelatihan terkait bidang tugas yang diemban.

Kata kunci : Standar Pelayanan Minimal, Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Dewasa ini pelayanan publik merupakan isu yang sangat strategis karena menjadi arena interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam melayani kebutuhan dasar masyarakat. Pelayanan publik yang dimaksud adalah menyangkut kebutuhan dasar (hak- hak dasar) antara lain seperti kesehatan, pendidikan, identitas warga adalah menjadi tanggung jawab negara. Tuntutan masyarakat pada era reformasi terhadap pelayanan publik saat ini semakin menguat karena dukungan adanya otonomi daerah dimana salah satu paradigma onotomi daerah adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Olehnya konsepsi otonomi daerah harus diikuti dengan desentralisasi pelayanan.

Pelayanan publik adalah adalah istilah untuk layanan yang disediakan oleh pemerintah kepada warga negaranya, baik secara langsung (melalui sektor publik) atau dengan membiayai pemberian layanan swasta.

Pelayanan publik menurut Roth (1926:1) didefinisikan sebagai layanan yang tersedia untuk masyarakat, baik secara umum atau secara khusus. Sedang Lewis dan Gilman (2005:22) mendefinisikan pelayanan publik adalah kepercayaan publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggung-jawabkan menghasilkan kepercayaan publik, sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik (good governance).

Definisi dari para ahli diatas maka penulis fokus pada layanan jasa publik yaitu layanan yang memberikan atau menyediakan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik yakni dalam hubungan dengan pemeliharaan kesehatan.

Dibidang kesehatan pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menjamin setiap warga negara memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan Dibidang kesehatan pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menjamin setiap warga negara memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan

Melalui pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) yang merupakan unit organisasi fungsional dinas kesehatan Kab/Kota diberi tanggungjawab sebagai pengelola kesehatan bagi masyarakat tiap wilayah kecamatan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan tersebut dengan melakukan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagai penerima layanan.

Program kerja dibidang kesehatan mendorong pemerintah daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan terhadapa masyarakat sebagai kebutuhan dasar masyarakat. Hal ini seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (pasal1), bahwa Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM), merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selanjutnya diuraikan beberapa jenis layanan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan antara lain : 1) Pelayanan kesehatan ibu hamil; 2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin; 3) Pelayanan kesehatan bayi baru lahir; 4) Pelayanan kesehatan balita; 5) Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar; 6) Pelayanan kesehatan pada usia produktif; 7) Pelayanan kesehatan pada usia lanjut; 8) Pelayanan kesehatan penderita hipertensi; 9) Pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus; 10) Pelayanan Kesehatan orang Program kerja dibidang kesehatan mendorong pemerintah daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan terhadapa masyarakat sebagai kebutuhan dasar masyarakat. Hal ini seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (pasal1), bahwa Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM), merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selanjutnya diuraikan beberapa jenis layanan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan antara lain : 1) Pelayanan kesehatan ibu hamil; 2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin; 3) Pelayanan kesehatan bayi baru lahir; 4) Pelayanan kesehatan balita; 5) Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar; 6) Pelayanan kesehatan pada usia produktif; 7) Pelayanan kesehatan pada usia lanjut; 8) Pelayanan kesehatan penderita hipertensi; 9) Pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus; 10) Pelayanan Kesehatan orang

Beberapa jenis layanan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan dimaksud maka peneliti lebih fokus pada point satu, dua dan tiga yakni : 1) Pelayanan kesehatan ibu hamil; 2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin; 3) Pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Alasan fokus pada 3 (tiga) point tersebut karena banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan/persalinan, alasan lainnya adalah peningkatan kualitas usia pertumbuhan anak untuk menjadi kader bangsa dan negara.

Selain itu unsur-unsur standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menjaadi fokus adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib dan berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Unsur- unsur standar pelayanan minimal meliputi : (1) prosedur pelayanan, (2) waktu penyelesaian pelayanan, (3) biaya pelayanan, (4) produk pelayanan, (5) sarana prasarana pelayanan, dan (6) kompetensi petugas pemberi pelayanan.

Uraian latar belakang diatas, penulis merasa tertarik dengan hal tersebut untuk memberikan masukan kepada pihak terkait dalam mewujudkan good governance terutama dalam pelayanan publik bidang kesehatan.

Berdasarkan data dilapangan untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal terutama pelayanan kesehatan masyarakat, maka Kota Gorontalo telah memiliki 10 (sepuluh) pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), yang tersebar di 9 (Sembilan) kecamatan seperti tercantum pada tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Daftar Pusat Kesehan Masyarakat di Wilayah Kota Gorontalo

Jenis No. Kecamatan

Jl. Usman Isa No. 668 Kel.

Non Perawatan

Pilolodaa, Kec. Kota Barat

2. Kota Barat

P7571010202

Jl. Rambutan, Kel. Buladu,

Non Perawatan

Kec. Kota Barat

3. Dungingi

P7571011201

Jl. Palma Kel. Huango Botu, Non Perawatan Kec. Dungingi

4. Kota timur

P7571021201

Jl. Sultan Botutihe Kel. Tamalate, Kec. Kota Timur

Non Perawatan 5. Hulontalangi

P7571022201

Jl. Sasuit Tubun Kel. Tenda Kec. Hulonthalangi

Non Perawatan 6. Dumbo raya

P7571023201

Jl. Mayor Dullah Kelurahan Talumolo Kec. Dumbo Raya Non Perawatan

7. Kota Utara

P7571030201

Jl.Yusul Dali Kel.Wonggaditi Non Perawatan Barat Kec.Kota Utara.

8. Kota Tengah

P7571031201

Jl.Sulawesi Kel Dulalowo Kec Non Perawatan Kota Tengah

9. Sipatana

P7571032201

Jl. Tondano Kel Bulotadaa Barat Kec Sipatana.

Non Perawatan 10. Kota Selatan

P7571020101

Jl. Mohamad Yamin Kel Limba B Kota Selatan.

Perawatan

Sumber : Statistik Kota Gorontalo, 2017

Kesepuluh Puskesmas yang ada dapat diklasifikasi menjadi 1 (satu) puskesmas yang melayani Perawatan Inap yakni Puskesmas Kota Selatan dan 9 (sembilan) lainnya adalah puskesmas non perawatan atau biasa disebut rawat jalan. Secara keseluruhan kesepuluh puskesmas tersebut melakukan pelayanan terhadap pelayanan kesehatan ibu hamil; pelayanan kesehatan ibu bersalin; dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

Hal ini yang menarik bagi penulis untuk melaksanakan penelitian yang fokus pada Mewujudkan Good Governance Melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM) Dinas Kesehatan Kota Gorontalo.

B. Fokus Penelitian.

Fokus masalah adalah wujud good governance melalui standar pelayanan minimal (SPM) Dinas kesehatan kota Gorontalo, dengan melihat aspek-aspek standar pelayanan yakni:1). Prosedur pelayanan, 2). Waktu penyelesaian pelayanan, (3) Biaya pelayanan, (4) Produk pelayanan, (5) Sarana prasarana pelayanan, dan (6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan.

C. Tujuan Penelitian

a) Mengidentifikasi standar pelayanan minimal (SPM) yang digunakan dalam melayani kesehatan ibu dan bayi;

b) Memberi input/masukan tentang standar pelayanan yang ideal dalam mewujudkan good governance.

D. Kebaruan dan Luaran Hasil Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan studi pendahuluan bahwa penelitian tentang mewujudkan good governance melalui standar pelayanan minimal dinas kesehatan kota Gorontalo belum pernah dilaksanakan olehnya perlu kajian secara mendalam tentang hal ini. Luaran hasil penelitian ini adalah prosiding/diseminarkan pada IAPA International

Conference yang dilaksanakan pada tanggal 8-9 September 2017 di Universitas Airlangga Surabaya.

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Good Governance.

Good Governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi harapan masyarakat Indonesia karena dengan good governance pelayanan publik menjadi semakin baik, dan berkualitas. Hal ini seperti dikemukakan oleh Dwiyanto bahwa pembaharuan penyelenggaraan layanan publik dapat digunakan sebagai titik masuk (entry point) sekaligus penggerak utama (primer mover) dalam mendorong perubahan praktik good governance di Indonesia. Pelayanan public dipilih sebagai penggerak utama karena upaya mewujudkan nilai-nilai yang mencirikan good governance dalam pelayanan publik dapat dilakukan lebih nyata dan mudah .Nilai-nilai yang dimaksud seperti efisiensi, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi (2014:3).

Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk mewujudkan praktik good governance tentunya banyak hal dan cara yang perlu dilakukan. Praktek good governance memerlukan perubahan yang menyeluruh pada semua unsur kelembagaan yang terlibat dalam praktik good governance meliputi pemerintah sebagai representasi Negara, pelakupasar dan dunia usaha, serta masyarakat sipil. Ketiganya perlu diberdayakan sehingga kesemuanya dapat berperan secara optimal dan saling melengkapi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat (2012:36).

Laing (2003) (dalam Dwiyanto:2014:179) mengemukakan bahwa good governance melalui pelayanan publik, ada beberapa karekteristik yang dapat dipakai untuk mendefiniskan pelayanan publik yakni a) dalam kegiatan penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, pelayanan publik dicirikan oleh adanya pertimbangan untuk mencapai tujuan politik yang lebih besar dibanding dengan upaya untuk mewujudkan tujuan ekonomis. Jika pelayanan yang

diberikan oleh pihak swasta lebih banyak didasarkan pada pertimbangan ekonomi , maka penyediaan diberikan oleh pihak swasta lebih banyak didasarkan pada pertimbangan ekonomi , maka penyediaan

Lebih lanjut dikemukakan Dwiyanto bahwa ada tiga alasan yang melatarbelakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong pengembangan praktik good governance di Indonesia. Pertama perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh semua stakeholders, yaitu pemerintah, warga pengguna, dan para pelaku pasar. Pemerintah berkepentingan dengan upaya perbaikan pelayanan publik karena jika berhasil memperbaiki pelayanan publik mereka akan memperbaiki legitimasi; Kedua pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interkasi yang sangat intensif. Melalui penyelenggaraan layanan publik, pemerintah, warga sipil, dan para pelaku pasar berinteraksi secara intensif sehingga apabila pemerintah memperbaiki kualitas pelayanan publik, maka manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan para pelaku pasar; Ketiga nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance dapat diterjemahkan secara relatif lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik. Nilai seperti efisiensi, keadilan, transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dapat diukur secara mudah dalam praktek penyelenggaraan layanan publik (2014:4).

Keberhasilan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam ranah pelayanan publik dapat ditularkan pada ranah yang lain sehingga dengan cara seperti ini good governance secara bertahap dapat dilembagakan didalam setiap aspek pemerintahan.

2.2. Paradigma Pelayanan Publik.

Pemberian layanan publik (public service delivery) merupakan salah satu fungsi Pemberian layanan publik (public service delivery) merupakan salah satu fungsi

Pelayanan publik merupakan tuntutan masyarakat agar kebutuhan mereka baik secara individu maupun sebagai kelompok terpenuhi. Karena itu dituntut dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat. Goetsch dan Davis (Tjiptono

(2001) mendefinisikan “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi

harapan.” Sedang kualitas pelayanan adalah suatu kemampuan untuk menyesuaikan antara keinginan atau tuntutan penerima (masyarakat) pelayanan dengan pelayanan yang

diberikan oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan. Perspektif kualitas pelayanan Garvin (Tjiptono dkk dalam Mulyadi:2016) mengklasifikasi lima pendekatan yaitu : 1) transcedental approach; yaitu kualitas dipandang sebagai innate excellence yaitu sesuatu yang bisa dirasakan namun sukar untuk didefinisikan/dirumuskan; b) product-based approach yaitu kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat diukur; c) user-based approach yaitu kualitas didasarkan pada bagaimana pengguna menilai sehingga produk/jasa yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang paling tinggi; d). manufacturing- based approach yaitu menetapkan kualitas pada standar-standar yang ditetapkan oleh suatu organisasi bukan oleh pengguna; e) value-based approach, kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, yang memiliki kualitas tertinggi belum tentu yang paling bernilai, namun yang paling bernilai adalah yang paling tepat dibeli (best-buy).

Selanjutnya dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, perlu memperhatikan Selanjutnya dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, perlu memperhatikan

Salah satu upaya untuk membangun pelayanan publik yang berorientasi kepada kepentingan publik, maka dibutuhkan administrasi negara atau birokrasi yang profesional. Istilah professional berlaku un tuk semua aparat mulai dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah. Profesionalisme dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan ketrampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing.

Menurut Mertin karakteristik profesionalisme aparatur sesuai dengan tuntutan good governance diantaranya: pertama, Equality yakni perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini didasarkan atas type perilaku birokrasi yang secara konsisten memberikan pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang afiliasi politik, status social dan sebaginya. Bagi mereka memberikan perlakuan yang sama identik dengan perilaku jujur. Kedua, equity yaitu perlakuan yang sama terhadap masyarakat tidak cukup, selain itu juga diperlukan perlakuan yang adil. Untuk masyarakat yang pluralistic diperlukan perlakuan yang adil dan perlakuan yang sama. Ketiga, loyality yaitu kesetian yang diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Berbagai jenis pekerjaan tersebut terkai antara satu sama lain dan tidaki ada kesetiaan mutlak yang diberikan kepada Menurut Mertin karakteristik profesionalisme aparatur sesuai dengan tuntutan good governance diantaranya: pertama, Equality yakni perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini didasarkan atas type perilaku birokrasi yang secara konsisten memberikan pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang afiliasi politik, status social dan sebaginya. Bagi mereka memberikan perlakuan yang sama identik dengan perilaku jujur. Kedua, equity yaitu perlakuan yang sama terhadap masyarakat tidak cukup, selain itu juga diperlukan perlakuan yang adil. Untuk masyarakat yang pluralistic diperlukan perlakuan yang adil dan perlakuan yang sama. Ketiga, loyality yaitu kesetian yang diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Berbagai jenis pekerjaan tersebut terkai antara satu sama lain dan tidaki ada kesetiaan mutlak yang diberikan kepada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan lokus penelitian di Kantor dinas kesehatan Kota Gorontalo. Penelitian ini diharapkan untuk mengeksplorasi dan memahami makna sejumlah induvidu atau sekelompok orang yang terlibat dalam pelayanan publik dan pengguna layanan di dinas kesehatan kota Gorontalo. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan peran serta peneliti sebagai key person dan dibantu oleh tim peneliti lainnya melalui in-depth interview (wawancara mendalam) dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide), buku catatan, tape recorder, dokumentasi/camera, diskusi terbatas melalui focus group discussion (FGD) dan triangulasi. Sample menggunakan purposive sampling (sample bertujuan) dan snowball, wawancara dilakukan terhadap responden yang merupakan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan serta masyarakat (customer) sebagai user pengguna layanan di dinas kesehatan kota Gorontalo dalam hal ini pengumpulan data diambil di 10 (sepuluh) Puskesmas yang tersebar di 9 (Sembilan) kecamatan yang ada diwilayah Kota Gorontalo, dengan fokus pada : a) prosedur pelayanan, (2) waktu penyelesaian pelayanan, (3) biaya pelayanan, (4) produk pelayanan, (5) sarana prasarana pelayanan, dan (6) kompetensi petugas pemberi pelayanan.

Analisa data dilakukan sejak observasi awal/studi pendahuluan, selama dilapangan/dilokasi penelitian, dan setelah kembali dari lapangan dengan menggunakan model interaktif dari Huberman (2014) yang terdiri dari tiga alur aktivitas yaitu data condensation, data display dan conclusion drawing/verification.

Data condensation merupakan proses seleksi, memfokuskan penyederhanaan, meringkas atau mentransformasikan data yang muncul dari hasil catatan lapangan, wawancara, dokumentasi dan materi empiris lainnya. Langkah Data condensation merupakan proses seleksi, memfokuskan penyederhanaan, meringkas atau mentransformasikan data yang muncul dari hasil catatan lapangan, wawancara, dokumentasi dan materi empiris lainnya. Langkah

BAB IV HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Peneltian

Dinas Kesehatan Kota Gorontao memiliki tugas dan fungsi dalam bidang kesehatan. Dinas Kesehatan ini beralamat di Jalan Jamaludin Malik No.52, Kota Selatan, Limba U Dua, Gorontalo, Kota Gorontalo, Gorontalo 96138.

Dilihat dari aspek luas wilaya kota Gorontalo memiliki kecamatan terdiri atas desa-desa atau kelurahan-kelurahan. Kota Gorontalo berdasarkan data Statistik terdiri dari Sembilan kecamatan yang terdiri dari:

1. Kecamatan Kota Timur

2. Kecamatan Kota Selatan

3. Kecamatan Kota Utara

4. Kecamatan Kota Tengah

5. Kecamatan Kota Barat

6. Kecamatan Dungingi

7. Kecamatan Dumbo Raya

8. Kecamatan Hulonthalangi

9. Kecamatan Sipatana

4.1.1 Jumlah Penduduk Kota Gorontalo

Dilihat dari jumlah penduduk Kota Gorontalo dalam setiap kecamatan masih didominasi oleh kecamatan Kota Timur, sedangkan dilihat dari segi perbadingan rasio masih terdapat perbedaan masing-masing kecamatan seperti terlihat pada table 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan di Kota Gorontalo, 2016

Jenis Kelamin (orang)

Rasio Kecamatan

Sex (people)

Jenis Subdistrict

Sex Ratio

Male

(5) 1 Kota Barat

99 3 Kota Selatan

97 4 Kota Timur

100 6 Dumbo Raya

103 7 Kota Utara

101 8 Kota Tengah

Kota Gorontalo

99 Gorontalo Municipality

Sumber : BPS Kota Gorontalo 2016

Berdasarkan wilayah kecamatan inilah maka dinas kesehatan memiliki Puskesmas sebagai bagian yang dapat melakukan pelayanan kesehan dasar kepada masyarakat pada umumnya. Dilihat dari luas wilayah inilah maka tersebar 10 (sepuluh) Puskesmas, seperti terlihat pada tabel 4.1 beriktut :

Tabel 4.2 Jumlah Puskesmas di Kota Gorontalo

Jenis No. Kecamatan

Kode

Alamat

Puskesmas

Non Perawatan 1. Pilolodaa

l. Usman Isa No. 668 Kel.

P7571010201

Pilolodaa, Kec. Kota Barat Jl. Rambutan, Kel. Buladu,

Non Perawatan 2. Kota Barat

P7571010202

Kec. Kota Barat Jl. Palma Kel. Huango Botu,

Non Perawatan 3. Dungingi

P7571011201 Kec. Dungingi

Jl. Sultan Botutihe Kel.

4. Kota timur

P7571021201 Tamalate, Kec. Kota Timur

Non Perawatan

Jl. Sasuit Tubun Kel. Tenda

5. Hulontalangi P7571022201 Kec. Hulonthalangi Non Perawatan

Jl. Mayor Dullah Kelurahan

6. Dumbo raya P7571023201 Talumolo Kec. Dumbo Raya Non Perawatan Jl.Yusul Dali Kel.Wonggaditi Non Perawatan

7. Kota Utara

P7571030201 Barat Kec.Kota Utara.

Non Perawatan 8. Kota Tengah P7571031201 Kec Kota Tengah

Jl.Sulawesi Kel Dulalowo

Jl. Tondano Kel Bulotadaa

9. Sipatana

P7571032201 Barat Kec Sipatana.

Non Perawatan

Jl. Mohamad Yamin Kel

10. Kota Selatan P7571020101 Limba B Kota Selatan. Perawatan Sumber : Statistik Kota Gorontalo, 2017

Karena puskesmas lebih dekat dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, maka 10 (sepuluh) puskesmas yang ada dapat diklasifikasi menjadi 1 (satu) puskesmas yang melayani perawatan inap yakni puskesmas Kota Selatan dan 9 (sembilan) lainnya adalah puskesmas non perawatan atau biasa disebut rawat jalan. Secara keseluruhan kesepuluh puskesmas tersebut melakukan pelayanan terhadap pelayanan kesehatan ibu hamil; pelayanan kesehatan ibu bersalin; dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

Dinas Kesehatan sebagaimana dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 merupakan satuan kerja pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelengarakan urusan pemerintahan dalam bidang kesehatan di Kabupaten/Kota. Berdasarkan kebijakan ini maka Dinas Kesehatan memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang kesehatan serta tugas lainnya yang diberikan oleh Bupati/Walikota.

Sebagaimana program pemerintah Kota Gorontalo yakni Delapan Program Unggulan melalui kartu sejahtera dua diantaranya berhubungan dengan bidang kesehatan Sebagaimana program pemerintah Kota Gorontalo yakni Delapan Program Unggulan melalui kartu sejahtera dua diantaranya berhubungan dengan bidang kesehatan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (pasal 1), bahwa Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM), merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

Beberapa jenis layanan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan dimaksud maka peneliti lebih fokus pada point satu, dua dan tiga yakni : 1) Pelayanan kesehatan ibu hamil; 2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin; 3) Pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Alasan fokus pada 3 (tiga) point tersebut karena banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan/persalinan, alasan lainnya adalah peningkatan kualitas usia pertumbuhan anak untuk menjadi kader bangsa dan negara.

Selain itu unsur-unsur standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menjaadi focus dalam penelitian ini adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib dan berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Unsur- unsur standar pelayanan minimal meliputi : (1) prosedur pelayanan, (2) waktu penyelesaian pelayanan, (3) biaya pelayanan, (4) produk pelayanan, (5) sarana prasarana pelayanan, dan (6) kompetensi petugas pemberi pelayanan.

4.2.1 Prosedur Pelayanan

1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil

Prosedur pelayanan merupakan rangkaian kegiatan dalam bidang pelayanan diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien yang melakukan pengobatan atas penyakit yang dideritanya. Dalam pelayanan kepada pasien khususnya ibu hamil harus berdasarkan pada standar yang menjadi rujukan utama dalam pelayanan dasar pasien.

Pelayanan pra melahirkan adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu-ibu Pelayanan pra melahirkan adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu-ibu

Setiap pasien ibu hamil yang datang di Puskesmas Kota Tengah dilakukan pemeriksaan mulai dari ditimbang berat dan di ukur tinggi badan, juga tekanan darah, lingkar lengan, tinggi fundus uteri dan setelah di periksa raba oleh bidan bahwa presentasi letak janin yaitu kepala di bawah, dan denyut jantung janin terdengar setelah diperiksa menggunakan alat bantu periksa DJJ. Saat kunjungan pertama kali ke Puskesmas Kota Tengah pasien diberikan imunisasi tetanus toksoid (TT), dan kemudian di suntik kembali 3 bulan berikutnya. (Wawancara, 18 Juli 2017)

Hal senada diungkapkan pasien ibu hamil END umur 26 tahun, menyatakan bahwa:

Usia kehamilan anak pertama saya umurnya 28-29 minggu. Saat pemeriksaan di Puskesmas Kota Tengah dilakukan timbang berat badan dan di ukur tinggi badan yaitu 55 kg dan 167 cm. kemudian di ukur tekanan darah yaitu 130/80 mmHg. Saat di periksa lingkar lengan atas dengan hasil 25 cm. diperiksa juga golongan darah dan pemeriksaan hemoglobin (HB) serta dianjurkan untuk makan-makanan yang berprotein. kemudian di periksa raba dan di ukur tinggi puncak rahim, kemudian diletakkan presentasi janin dengan letak kepala di bawah dan di periksa bunyi DJJ bayi dengan alat bantu pemeriksaan. (Wawancara, 18 Juli 2017)

Hasil wawancara diatas antara Kepala Puskesmas dan pasien dapat disimpulkan bahwa prosedur pelayanan kepada ibu hamil di Puskesmas telah dilaksanakan sesuai standar pelayanan kesehatan. Pelayanan ibu hamil dilakukan dengan timbang berat badan, di ukur tinggi badan, kemudian di ukur tekanan darah sampai pada pemeriksaan lingkar lengan atas dengan dan juga golongan darah serta pemeriksaan hemoglobin (HB). Urutan-urutan pemerikasaan terhadap ibu hamil ini dapat dilakukan oleh setiap bidan maupun petugas kesehatan di puskesmas agar terdapat rekam tingkat kesehatan pasien.

Hasil wawancara dengan pihak puskesmas di Kota Gorontalo bahwa pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dilakukan berdasarkan Standar Pelayanan Antenatal yang mencakup sebagai berikut :

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

2. Ukur tekanan darah

3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LILA)

4. Ukur tinggi puncak rahim

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus toksoid (TT) bila diperlukan

7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan

8. Tes laboratorium: tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan

golongan darah, pemeriksaan protein urin (bila ada indikasi); yang pemberian pelayanannya disesuaikan dengan trimester kehamilan. Sedangkan Standar Pelayanan Minimal dalam Peratuan Meneteri Kesehatan RI

Nomor 43 Tahun 2016, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan kususnya kepada Ibu hamil harus memenuhi 10 T, namun 2 (dua) diantaranya belum dilakukan yaitu : tata laksana/penanganan kasus sesuai kewenangan dan temu wicara (konseling).

Delapan cakupan pelayanan ibu hamil ini telah dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di puskesmas Kota Gorontalo dalam melayani pasien. Setiap pasien ibu hamil yang berobat di puskesmas harus membawa buku kontrol kartu ibu dan anak (KIA). Buku ini memuat setiap hasil pemeriksaan dokter maupun pemerikasaan yang dilakukan bidan. Hal ini untuk memudahkan kontrol dan untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan, anjurkan setiap ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal komprehensif yang berkualitas minimal 4(empat) kali termasuk minimal 1 (satu) kali kunjungan diantar suami/pasangan atau anggota keluarga, sebagai berikut :

Tabel 4.3 Kunjungan pemeriksaan antenatal Bagi Ibu Hamil

Trimester

Jumlah kunjungan

Waktu kunjungan yang

minimal

dianjurkan

I 1x

Sebelum minggu ke 16

II 1x

Antara minggu ke 24 - 28

III 2x

Antara minggu ke 30 - 32

Antara minggu ke 36 - 38 Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di fasilitas Kesehatan Dasar dan

Rujukan, 2013

Tabel 4.3 diatas memberikan gambaran bahwa setiap ibu hamil harus melakukan kunjungan pemerikasaan selama tiga kali hal ini untuk mempermudah proses persalinan dan rekam medik yang diperoleh dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan. Setiap Tabel 4.3 diatas memberikan gambaran bahwa setiap ibu hamil harus melakukan kunjungan pemerikasaan selama tiga kali hal ini untuk mempermudah proses persalinan dan rekam medik yang diperoleh dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan. Setiap

Selain itu ibu hamil pada saat pemriksaan kehamilan pertama kali datang ke puskesmas dilakukan suntikan tetanus, hal ini dimaksudkan untuk pemberian imun terhadap kekebaan tubuh.

Seperti pernyataan diungkapkan pasien ibu hamil Ny. END umur 26 tahun, menyatakan bahwa:

Pada saat kunjungan awal sudah diberikan suntikan TT dan kemudian diberikan juga yang kedua kalinya. Setiap pemeriksaan di Puskesmas selalu diberikan obat tablet tambah darah selama kehamilan yang dianjurkan diminum setelah makan malam sebelum tidur agar tidak merasakan mual. (Wawancara, 18 Juli 2017)

Hal senada diungkakan oleh kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota Gorontalo,berikut: Bahwa pasien yang telah mendapatan suntikan TT akan lebih baik terhadap sistim

kekebalan tubuh terutama janin/jabang bayi yang ada dalam kandungan ibu. Bila ibu sering berkonsulasi secara rutin ke Posyandu, maka secara berkala pemberian vaksin TT dapat dilakukan. (Wawancara, 19 Juli 2017)

Penyakit tetanus adalah toksin yang berasal dari bakteri yang disebut clostridium tetani . Penyakit dapat pula terjangkit kepada bayi baru lahir saat persalinan maupun saat perawatan tali pusat.

Cakupan imunisasi TT2 + pada ibu hamil di Kota Gorontalo tahun 2016 secara umum sebesar 94,8 %. Puskesmas dengan cakupan TT2 + tertinggi dicapai oleh Kota Tengah (145,7 %) dan cakupan terendah dicapai oleh Dumbo Raya (44,2 %). Seperti terlihat pada grafik 4.1 berikut :

Grafik 4.1 Cakupan Imunisasi TT2 + pada Ibu Hamil menurut Puskesmas Kota Gorontalo Tahun 2016

Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017

Bila dicermati Tabel 4.4 bahwa pemberian imunisasi Tetanus Teksoid (TT) kepada ibu hamil meningkat pada TT-2+ sebanyak 4.140 orang dibandingkan pada TT-1 sebanyak 3.125 orang, pada TT-2 sebanyak 2,791, TT-3 sebanyak 398 orang, sedangkan TT-5 sebanyak 714 orang, dan terendah pada TT-4 sebanyak 237 orang.

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk melakukan tes kesehatannya secara rutin paling tidak memiliki cakupan standar pelayanan kesehatan dasar minimal. Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan perawat yang memiliki kompetensi) kepada ibu hamil selama masa kehamilannya.

Menurut tenaga bidan PT yang bertugas pada salah satu puskesmas Buladu menyatakan bahwa: Kami melakuka pelayanan kesehatan bagi ibu hamil berdasarkan pada kunjungan

yang diharuskan seperti pada K1 sampai K4. Pelayanan antenatal sesuai standar atau paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga umur kehamilan. (Wawancara,

18 Juli 2017)

Salah seorang dokter di Puskesmas Buladu menyatakan bahwa :

Kami selalu menganjurkan kepada ibu-ibu hamil agar datang ke puskesmas atau pos pelayanan terpadu (Posyandu) dimana dilaksanakan agar perkembangan bayi dapat diketahui dan apabila dari hasil pemeriksaan terjadi hal-hal yang menyebabkan si ibu hamil tersebut kekurangan kalsium atau vitamin, maka kami dapat memberikan obat agar ibu dan bayinya tetap sehat. (Wawancara, 18 Juli 2017)

Berdasarkan uraia wawacara diatas dapat disimpulkan pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan dua cara yakni ibu hamil datang langsung ke puskesmas atau dimana posyandu itu dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar seiap perkembangan ibu hamil dapat dikontrol dengan baik. Setiap pasien ibu hamil bahwa dianjurkan oleh bidan untuk menyampaikan keluhan mengenai kehamilan untuk segera menghubungi bidan atau puskesmas terdekat agar keluhan bisa ditangani. Berikut jumlah ibu hamil di Kota Gorontalo dalam selang tiga tahun terakhir :

Grafik. 4.2 Jumlah Ibu Hamil Puskesmas Buladu Kota Gorontalo

Sumber : Puskesmas Buladu, 2017 Grafik 4.2 menggambarkan bahwa jumlah ibu hamil ditahun 2014 lebih tinggi

sebanyak (272) dan terendah ditahun 2015 sebanyak 236 orang yang tersebar di 10 Puskesmas di Kota Gorontalo.

Berdasarkan hasil penelitan terlihat bahwa cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal seperti terihat pada grafik berikut:

Grafik 4.3 Kecenderungan Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1 Kota Gorontalo Tahun 2012-2016

Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017

Grafik 4.3 menunjukkan bahwa cakupan kunjungan pertama (K1) ibu hamil selama 5 tahun terakhir cenderung tetap, dimana cakupan tahun 2012 sebesar 101,4 dan naik 0,2 % pada tahun 2016 menjadi 101,6 %.

Jika dilihat dari Puskesmas dengan cakupan tertinggi dicapai oleh Hulonthalangi (111,6 %) dan cakupan terendah dicapai oleh Puskesmas Pilolodaa (95,3 %) seperti terihat pada grafik 4.4 berikut:

Grafik 4.4 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1 menurut Puskesmas

Kota Gorontalo Tahun 2016

Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017

Grafik 4.4 ini menggambarkan bahwa tingginya cakupan K1 disebabkan oleh rendahnya jumlah ibu hamil dibanding dengan jumlah ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal. Selain cakupan K1, ibu hamil membutuhkan kepastian dan kondisi akhir bayi dalam kandungan dan hal tersebut dapat dilakukan pada K4.

Puskesmas dengan cakupan kunjungan ibu hamil K4 tertinggi di Kota Gorontalo tahun 2016 dicapai oleh puskesmas Hulonthalangi (111,0 %) dan cakupan terendah dicapai oleh puskesmas Kota Selatan (91,1 %) sepert terlihat pada grafik 4.5 berikut:

Grafik 4.5 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 menurut Puskesmas

Kota Gorontalo Tahun 2016

Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017

Upaya meningkatkan cakupan K4 juga makin diperkuat dengan dikembangkannya Kelas Ibu Hamil. Sampai saat ini seluruh puskesmas yang ada telah melaksanakan dan mengembangkan Kelas Ibu Hamil di wilayah kerjanya. Kelas Ibu Hamil akan meningkatkan Demand Creation di kalangan ibu hamil dan Upaya meningkatkan cakupan K4 juga makin diperkuat dengan dikembangkannya Kelas Ibu Hamil. Sampai saat ini seluruh puskesmas yang ada telah melaksanakan dan mengembangkan Kelas Ibu Hamil di wilayah kerjanya. Kelas Ibu Hamil akan meningkatkan Demand Creation di kalangan ibu hamil dan

2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin

Pelayanan kesehatan kepada warga masyarakat merupakan bentuk pelayanan kepada publik. Pada proses pelayanan ini lebih pada pelayanan kepada ibu-ibu hamil dalam persalinan. Periode persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi besar terhadap angka kematian ibu. Kematian saat bersalin dan 1 minggu pertama diperkirakan 60 % dari seluruh kematian ibu. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan. Pelayanan ini sangat membutuhkan keterampilan tenaga kesehatan yakni bidang yang sesuai dengan prosedur pelayanan yang disyaratkan. Tindakan salah akan berakibat pada kondisi ibu hamil atau resiko yang fatal dan mengakibatkan ibu hamil tidak dapat tertolong atau dapat meninggal dunia dalam proses persalinan.

Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa persalinan. Salah satu penyebabnya adalah pertolongan persalinan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan. Hal ini dapat ditunjukkan pada grafik berikut:

Grafik 4.6 Kecenderungan Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Kota Gorontalo Tahun 2012-2016

Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017

Grafik 4.6 menunjukkan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan sejak tahun 2012 sampai tahun 2016 terjadi fluktuasi dengan cakupan tertinggi dicapai pada tahun 2013 (99,6) dan cakupan terendah dicapai pada tahun

2015 (95,8). Hasil ini menujukkan bahwa cakupan pertolongan tenaga medis atau bidan dapat mendukung program pelayanan kepada ibu hamil maupun bayi yang dilahirkan. Gambaran ini dapat memberikan informasi penting bagi semua stakekholder terutama pemerintah kota Gorontalo khususnya Dinas Kesehatan Kota Gorontalo dalam mengambil kebijakan penting dalam pemberian pelayanan persalinan.

Proses persalinan Puskesmas dapat terlihat pada grafik 4.7 yang tersebar di seluruh puskesmas di kota Gorontalo dengan cakupan tertinggi tahun 2016 dicapai oleh Kota Tengah (103,2 %), sedangkan cakupan terendah dicapai oleh Kota Barat (87,8 %).

Grafik 4.7 Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Nakes menurut

110 103.2 100.6 100.4 Puskesmas Kota Gorontalo Tahun 2016 105

Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi, Bidang P2PL, Dinkes Kota Gorontalo, 2017

Upaya peningkatan cakupan persalinan dapat dilakukan melalui pelaksanaan program unggulan kesehatan ibu yakni kemitraan bidan dan dukun, dan peningkatan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan melalui Jaminan Persalinan (JAMPERSAL). Namun kondisi ini harus diketahu oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Gorontalo.

Menurut Kadis Dikes Kota Gorontalo menyatakan bahwa: Ada beberapa faktor yang menyebabkan naiknya angka kematian ibu dan

anak di Kota Gorontalo. Selain karena nikah dini, termasuk pula pasangan calon pengantin yang mengidap penyakit serius, dapat membahayakan kelahiran. Nah, terhadap penerapan program Nikah Sehat ini, pihakanya akan berlakukan pada semua calon pengantin. Baik itu dari agama Islam, Hindu, Kristen, Katolik dan Buda, dengan menggandeng unsur terkait. (Wawancara, 19 Juli 2017)

Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya, tidak termasuk penyebab karena kecelakaan atau insidentil.

Angka Kematian Ibu di Kota Gorontalo selama tahun 2012-2015 menurun secara signifikan dari 228,8 per 100.000 KH menjadi 99,8 per 100.000 KH, namun meningkat lagi menjadi 249,1 per 100.000 KH tahun 2016.

Grafik 4.8 Kecenderungan Angka Kematian Ibu Per 100.000 KH

Kota Gorontalo Tahun 2012-2016

Sumber : Seksi Pengendalian Penyakit, Bidang P2PL

Kematian ibu di Kota Gorontalo tahun 2016 sebanyak 10 kasus kematian dari 4.015 kelahiran hidup dengan distribusi terjadi pada ibu kehamilan sebanyak 3 kasus kematian, ibu bersalin sebanyak 2 kasus kematian dan ibu nifas sebanyak 5 kasus kematian. Menurut kelompok umur, sebagian besar kasus kematian ibu terjadi pada kelompok umur 20-34 tahun yakni sebanyak 7 kasus dan 3 kasus

lainnya terjadi pada umur lebih dari ≥ 35 tahun. Sebanyak 3 kasus kematian ibu terjadi di wilayah Puskesmas Hulonthalangi dan 2 kasus di wilayah Puskesmas

Dungingi dan masing-masing 1 kasus terjadi di 5 wilayah puskesmas. Menurut kepala seksi pengendalian penyakit, bidang P2PL Dikes Kota Gorontalo menyatakan bahwa: Kasus kematian ibu bersalin bukan karena lama dilayani namun, pasien

terdapat gangguan kesehatan yang dapat membahayakan kehamilan, misalnya terlalu mudah menikah, demam berdarah, malaria, kurang mengkonsumsi obat vitamin penambah energi, dan sebab-sebab lainnya. Kasus ini lebih bannyak menimpa pada kelompok umur 20-34 tahun dan bahkan terjadi pada umur lebih dari ≥ 35 tahun. (Wawancara, 19 Juli

Kutipan wawancara tersebut menggambarkan bahwa perlunya kewaspadaan dini terhadap resiko terhadap kahamilan maupun kelahiran . Bayi lahir meninggal disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya kematian bayi misalnya masalah pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya pelayanan kesehatan terpadu pada bayi, keterampilan petugas dalam penanganan kegawatdaruratan dasar neonatal serta dukungan lintas program dan lintas sektor terkait yang belum optimal terhadap akselerasi penurunan Angka Kematian Bayi.

Grafik 4.9 Jumlah Kematian Ibu menurut Puskesmas

Kota Gorontalo Tahun 2016

Sumber : Seksi Pengendalian Penyakit, Bidang P2PL

Penyebab kematian ibu adalah perdarahan 2 kasus, hipertensi pada kehamilan

1 kasus dan penyebab lain-lain 7 kasus. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Gorontalo untuk menurunkan angka kematian ibu antara lain melaksanakan perawatan pada ibu hamil secara terpadu dan berkualitas yang bertujuan untuk mencegah dan menemukan secara dini komplikasi pada masa kehamilan. Selai itu upaya lainnya adalah melakukan perjanjian kerja sama (MOU) antara Dinas Kesehatan dengan Palang Merah Indonesia Cabang Kota Gorontalo dalam bentuk tabungan darah dan mengajak masyarakat untuk menjadi pendonor darah aktif dalam rangka menjamin ketersediaan darah di UTD PMI Cabang Kota Gorontalo.

3. Pelayan Kesehatan Bayi Baru Lahir

1. Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan yang diberikan bukan sebatas pada ibu yang hamil, akan tetapi juga berlaku pada bayi. Hal ini memberikan layanan kesehatan kepada anak berumur 29 hari - 11 bulan. Pelayanan kesehatan kepada bayi dilakukan dalam kunjungan bayi umur 29 hari - 11 bulan di sarana pelayanan kesehatan (polindes, pustu, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit) maupun di rumah, posyandu, tempat penitipan anak, panti asuhan dan sebagainya melalui kunjungan petugas kesehatan.

Setiap bayi memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu satu kali pada umur 29 hari-3 bulan, satu kali pada umur 3-6 bulan, satu kali pada umur 6-9 bulan, dan satu kali pada umur 9-11 bulan. Pelayanan kesehatan yang diberikan meliputi pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/HB 1-3, Polio 1-4, Campak), Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) bayi dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi yang meliputi konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan, perawatan dan tanda bahaya bayi sakit (sesuai MTBS), pemantauan pertumbuhan dan pemberian kapsul vitamin A pada usia 6-11 bulan.

Cakupan pelayanan kesehatan bayi di Kota Gorontalo tahun 2016 secara umum sebesar 109,8 %. Angka ini naik 11,5 poin dibanding cakupan tahun 2015. Cakupan pada laki-laki sebesar 112,9 % lebih tinggi dibanding cakupan pada perempuan sebesar 106,9 %. Cakupan tertinggi dicapai oleh Puskesmas Kota Utara dan cakupan terendah dicapai oleh Puskesmas Pilolodaa.

Menurut Kepala Seksi KIA/KB, Bidang Bina Kesmas Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, menyatakan bahwa kematian bayi lahir dapat diakibatkan oleh berbagai faktor yang menjadi penyebab, sebagai berikut:

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak umur 0-4 tahun per 1.000 KH. AKABA mempresentasikan peluang terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum anak berumur 5 tahun. Selain itu AKABA menggambarkan keberhasilan program KIA, disamping faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan balita, seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan. Secara menyeluruh selain Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak umur 0-4 tahun per 1.000 KH. AKABA mempresentasikan peluang terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum anak berumur 5 tahun. Selain itu AKABA menggambarkan keberhasilan program KIA, disamping faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan balita, seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan. Secara menyeluruh selain

Berdasarkan hasil wawancara Kepala Seksi KIA/KB, Bidang Binkesmas Dinas Kesehatan Kota Gorontalo tersebut secara jelas dapat dilihat pada grafik

4.10 sebagai berikut :

Grafik 4.10 Kecenderungan Angka Kematian Balita Per 1.000 KH

Kota Gorontalo Tahun 2012-2016

Sumber : Seksi KIA/KB, Bidang Binkesmas

Grafik 4.10 menunjukkan bahwa angka kematian balita selama tahun 2012 sampai dengan 2016 terjadi fluktuasi dengan angka terendah dicapai pada tahun 2012 (7,7 per 1.000 KH) dan angka tertinggi dicapai pada tahun 2014 dan 2015 (14,2 per 1.000 KH). Angka kematian secara rinci dapat dilihat pada masing- masing puskesmas di Kota Gorontalo berikut:

Grafik 4.11 Jumlah Kematian Balita menurut Puskesmas

Kota Gorontalo Tahun 2016

Sumber : Seksi KIA/KB, Bidang Binkesmas Puskesmas dengan jumlah kematian balita sedikit tahun 2016 dicapai oleh

Kota Tengah yakni sebanyak 1 kasus kematian dan jumlah kematian balita terbanyak dicapai oleh Kota Timur sebanyak 10 kasus kematian seperti tampak pada grafik 4.11.

Penyebab kematian balita di Kota Gorontalo tahun 2016 adalah Asfiksia 22 Penyebab kematian balita di Kota Gorontalo tahun 2016 adalah Asfiksia 22

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGGUNAAN METODE SIMULASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON SISWA KELAS X SMAN 1 PLERET, BANTUL, YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20162017 Agustinus Chandra 1) Veator Reanyaan 2) Yuli Prihatni 3)

0 0 8

PENGEMBANGAN LKS DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM POKOK BAHASAN USAHA DAN ENERGI

0 0 8

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS INKUIRI TERBIMBING POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR

0 2 6

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY ( TSTS ) TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA POKOK BAHASAN PESAWAT SEDERHANA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH MUNTILAN KABUPATEN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 0 7

TELAAH TEKNIK DAN BENTUK PENILAIAN DALAM BUKU TEKS SISWA BAHASA INDONESIA SMP KURIKULUM 2013 Siti Rochmiyati dan Desy Rufaidah desy.rufaidahustjogja.ac.id FKIP-UST ABSTRACT - TELAAH TEKNIK DAN BENTUK PENILAIAN DALAM BUKU TEKS SISWA BAHASA INDONESIA SMP KU

0 3 10

MANAJEMEN EKSTRAKURIKULER KARAWITAN DAN KAITANNYA DENGAN PENANAMAN NILAI-NILAI LUHUR BUDAYA BANGSA Dwi Wahyu Widayati,

0 0 8

IMPLEMENTASI MANAJEMEN LINGKUNGAN DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH ADIWIYATA Tri Warsiati SMP Negeri 4 Wates, Kulon Progo, Yogyakarta e-mail: triwst73gmail.com ABSTRACT - IMPLEMENTASI MANAJEMEN LINGKUNGAN DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH ADIWIYATA

0 7 16

KARAKTERISTIK GAYA BELAJAR MAHASISWA PGSD UAD DITINJAU DARI MODALITAS BELAJAR MAHASISWA

0 0 8

MEMBANGUN KARAKTER MAHASISWA PGSD: MENYONGSONG PERWUJUDAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

0 0 6

PANDUAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT EDISI XII TAHUN 2018

0 0 135