Salah satu contoh kasus kondisi Ground P

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya adalah minyak dan gas bumi. Minyak dan gas bumi merupakan salah satu bentuk sumber energi yang tidak dapat diperbaharuhi, oleh karenanya kekayaan alam yang ada termasuk minyak bumi sebaiknya digunakan dengan bijak.

  Minyak dan gas bumi (oil and gas) atau dengan satu istilah ilmiah secara umum disebut petroleum merupakan komplek hidrokarbon (senyawa dari unsur kimia hidrogen dan karbon) yang terjadi secara alamiah di dalam bumi yang terperangkap dalam batuan kerak bumi. Wujudnya dalam bentuk bermacam - macam dari padat, cair, atau gas. Dalam bentuk padat dikenal sebagai aspal, bitumen dan tar. Bentuk cair dikenal sebagai minyak mentah dan dalam bentuk wujud gas adalah gas alam.

  Secara fisik minyak adalah cairan kental, berwarna coklat gelap atau kehijauan yang mudah terbakar dan berada pada lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks berbagai hidrokarbon yang asalnya terbentuk dari sisa-sisa makhluk laut kecil (zooplankton) yang hidupnya berjuta-juta tahun dimasa lampau dan hewan- pasir atau lumpur kemudian dengan proses alam yang lama maka terbentuklah minyak yang berupa cairan kental.

  Secara umum proses pengolahan minyak bumi diawali dengan melakukan eksplorasi, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi geologi dalam menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan minyak bumi. Setelah menentukan lokasi yang diperkirakan mengandung minyak bumi, tahapan selanjutnya adalah melakukan kegiatan eksploitasi, yaitu kegiatan yang bertujuan pengangkatan minyak bumi (lifting). Kegiatan ini terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak.

  Industri minyak bumi memiliki potensi sebagai sumber dampak terhadap pencemaran air, tanah dan udara baik secara langsung maupun tidak langsung. Minyak yang merembes ke dalam tanah dapat menyebabkan tertutupnya suplai oksigen dan meracuni mikroorganisme tanah sehingga mengakibatkan kematian mikroorganisme tersebut.

  Chator dan Somerville (1978), menjelaskan bahwa pencemaran minyak bumi di tanah merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan manusia. Minyak bumi yang mencemari tanah dapat mencapai lokasi air tanah, danau atau sumber air yang menyediakan air bagi kebutuhan domestik maupun industri sehingga menjadi masalah serius bagi daerah atau air minum. Pencemaran minyak bumi, meskipun dengan konsentrasi hidrokarbon yang sangat rendah sangat mempengaruhi bau dan rasa air tanah. Tingkat pencemaran yang berat mampu membunuh berbagai jenis organism air atau tanah dan menyebabkan lingkungan mengalami kerusakan yang bersifat permanen. Salah satu contoh kasus kondisi Ground Pit Sumur L5A – 252 (Lampiran A) penuh dengan tumpahan minyak dan akan bermasalah jika turun hujan yang akan mengakibatkan ceceran minyak yang ada keluar dan mencemari lahan penduduk. Pemilik lahan akan menuntut ganti rugi ke pihak PT Pertamina EP. Perusahaan akan mengeluarkan biaya untuk penggantian lahan yang tercemar akibat tumpahan minyak di lokasi tersebut.

  Dalam proses produksi yang dilakukan oleh pihak – pihak tertentu tidak lepas dari adanya tumpahan minyak. Tumpahan minyak ini biasanya terjadi akibat korosi dari pipa – pipa dan rusaknya lasan di bagian penyambung pipa. Akibat dari tumpahan atau ceceran limbah minyak ini sangatlah berbahaya bagi lingkungan hidup sekitar area produksi. Oleh sebab itu penulis akan menganalisis penanggulangan tumpahan limbah minyak di lingkungan Field Limau Asset 2 Pertamina EP Prabumulih.

1.2. Batasan Masalah

  Adapun batasan masalah penelitian tugas akhir ini adalah untuk menganalisis proses penanggulangan tumpahan limbah minyak yang berada di Field Limau Asset 2 Pertamina EP Prabumulih pada lokasi Ground Pit Sumur L5A – 252.

  1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian

  Maksud dan tujuan dari penelitian tugas akhir ini yang dilakukan di Field Limau Asset 2 Pertamina EP Prabumulih adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi penyebab tumpahan minyak.

  2. Untuk mengetahui proses penanggulangan tumpahan limbah minyak.

  3. Untuk mengetahui dampak – dampak yang ditimbulkan oleh tumpahan minyak.

  1.4. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian tugas akhir ini yaitu sebagai berikut :

  1. Secara praktis Secara praktis manfaat penelitian ini bagi perusahaan dapat mengetahui proses yang diterapkan oleh karyawan apakah sesuai dengan prosedur yang diterapkan oleh perusahaan atau tidak sesuai, menjadi contoh atau panutan yang teladan dalam proses penanggulangan tumpahan limbah minyak bagi perusahaan– perusahaan mitra kerja lainnya serta sebagai pembelajaran dan referensi mahasiswa/i.

  2. Secara teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini digunakan sebagai salah satu bahan penulisan ilmiah berkenaan dengan tumpahan limbah minyak PT. Pertamina.

1.5. Metode Pengambilan Data

  Metode yang digunakan yaitu metode deskiptif analisis dimana metode deskriptif analisis merupakan metode penelitian dengan cara mengumpulkan data-data sesuai dengan yang sebenarnya kemudian data- data tersebut disusun, diolah dan dianalisis untuk dapat memberikan gambaran mengenai masalah yang ada (Sugiyono 2008:105).

  Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu :

  1. Teknik observasi

  Observasi atau pengamatan kegiatan adalah setiap kegiatan untuk melakukan analisa, pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

  2. Teknik wawancara

  Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden, dan menganalisis jawaban-jawaban dari responden. Adapun bentuk wawancara yang digunakan untuk mengumpulkan data ini adalah wawancara berencana dan tidak berencana. Wawancara berencana adalah suatu wawancara yang telah dipersiapkan atau bentuk pertanyaan sudah disusun untuk ditanyakan kepada pegawai/karyawan perusahaan. Sedangkan wawancara yang tidak berencana adalah suatu wawancara yang tidak ada persiapan sebelumnya, bersifat spontanitas. Biasanya pertanyaan ini dilakukan di lapangan.

3. Teknik dokumentasi

  Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi, bisa berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus (case records) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya.

1.6. Teknik Analisis Data

  Data yang telah diproses dilakukan analisis, dengan melakukan langkah – langkah sebagai berikut :

  1. Mengadakan penelitian langsung di lapangan.

  2. Data yang didapat dari lapangan dikumpulkan.

  3. Data yang didapat didefinisikan.

  4. Data yang didapat dari penelitian disusun dan dikelompokkan.

  5. Data yang sudah disusun dan dikelompokkan kemudian dianalisis.

  6. Evaluasi data dan kesimpulan.

BAB II TINJAUAN UMUM

2.1. Sejarah singkat

  Lapangan Produksi Limau Barat merupakan salah satu asset Pertamina OPS Produksi Prabumulih yang terletak di kecamatan Rambang Dangku, Muara Enim. Pada tahun 1989 telah ditanda tangani suatu kontrak kerja antara PERTAMINA UEP Prabumulih pada waktu itu dengan perusahaan minyak HUSKY OIL yang berpusat di Canada, Wilayah kerjanya terletak dilapangan Limau Barat.

  Lapangan ini berpusat di kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim (Sumatera Selatan) yang pengelolaannya dikerjakan secara

  

Joint Operating Body (JOB) dengan pembagian hasil produksi minyak

sebesar 83% untuk Pertamina dan 17% untuk HUSKY OIL.

  Pada tahun 1992 wilayah pembagian operasi JOB-HUSKY Limau bertambah, terdiri dari Lapangan Limau Timur, Lapangan Belimbing, Lapangan Karangan, dan Lapangan Krayan yang luasnya meliputi 3 (tiga) kecamatan, terdiri dari Rambang Dangku, RKT, Gunung Megang, dengan menggunakan sistem pembagian hasil produksi yang sama.

  Kemudian pada tanggal 01 Juli 1997 JOB-Pertamina Husky Limau menjual lahannya kepada JOB-Pertamina Seaunion Energy (Limau) Ltd. Dengan target produksi puncak pada tahun 1998 sebesar 8000 Barel Oil per Day (BOPD).

  Kontrak JOB Husky Limau berakhir tanggal 05 Juli 2004 dan pada masa transisi dibentuk Kontrak Interim (sementara) yang disebut IPOA – Pertamina Seaunion Energy (Limau). Kontrak IPOA berakhir tanggal 31 Desember 2004 dan sejak tanggal 01 Januari 2005 menjadi Pertamina – Unit Bisnis EP Limau yang berkantor pusat di Jakarta dan Kantor Lapangan di Desa Tebat Agung Kec Rambang Dangku. Terhitung mulai tanggal 01 September 2006 Kantor Lapangan dipindahkan ke Prabumulih dan saat ini produksi berkisar 7.000 BOPD.

2.2. Struktur Organisasi

  Unit Bisnis Pertamina EP Limau ini dikepalai oleh General Manager yang membawahi empat Manager. Empat Manager tersebut antara lain Manager Operasi, Manager Area Operasi, Manager SDM dan Umum serta Manager Keuangan. Seluruh Manager diatas berdomisili di Jakarta, kecuali Manager Area Operasi (MAO) / Field Manager langsung membawahi Lapangan Limau di Sumatera Selatan.

  Field Manager di Lapangan Limau ini mengepalai empat Kepala Bagian yaitu Asisten Manager Engineering, Asisten Manager Produksi, Asisten Manager Administrasi & Layanan, dan Kepala HSE (Gambar 1).

  Gambar 1 Struktur Organisasi Unit Bisnis Pertamina EP Limau

  Kerja Praktek ini berkompetisi pada bagian Engineering yang membawahi Kepala Teknik Produksi, Kepala DWO & Complection, Kepala Teknik Konstruksi dan pada baian Produksi yang membawahi Kepala Operasi Produksi, Kepala Pemeliharaan, Kepala Transportasi Migas, Kepala ESP dan Listrik, Kepala Water Injection Plant.

2.3. Lokasi, Topografi dan Stratigrafi

2.3.1 Lokasi

  Lapangan Limau terletak ± 17 Km ke arah Barat kota Prabumulih

  2 propinsi Sumatera Selatan dengan luas area lapangan 250 Km (Gambar 2).

  Gambar 2 Peta Lokasi Lingkungan Field Limau Prabumulih

  2.3.2 Topografi

  Sumatera Selatan terletak pada cekungan purba yang membentang dari Selatan Tenggara sampai Utara Barat. Batas – batas sebelah Selatan oleh Tinggian Lampung, sebelah Barat oleh Bukit Barisan, sebelah Utara oleh Pegunungan Tiga Puluh dan sebelah Timur oleh Daratan Sunda.

  Struktur geologi yang mempengaruhi terbentuknya perangkap hidrokarbon sebagian besar merupakan antiklinal, patahan yang berorientasi barat laut tenggara sebagai akibat gaya kompresi.

  Pada cekungan Sumatera Selatan, minyak dan gas terperangkap pada lapisan batu pasir, batu gamping dan granitwash ataupun basement fracture yang berasosiasi dengan sesar geser yang berorientasi barat daya – timur laut.

  2.3.3 Stratigrafi

  Berdasarkan data – data eksplorasi, stratigrafi pada cekungan Sumatera Selatan. Formasi yang ditembus oleh pemboran adalah sebagai berikut :

  1. Formasi Kasai (KAF) Terdiri dari batu pasir kasar unconsolidated, lempung bewarna hijau abu – abu, kerikil, lempung, batu apung.

  2. Formasi Muara Enim (MEF) Terdiri adri lempung pasiran, pasir dan lapisan batubara.

  Terdiri dari batu pasir, selang seling dengan serpih lempung kelabu tua dengan sisipan batubara.

  4. Formasi Gumai (GUF) Terdiri dari batuan utama serpihan kelabu, napal bewarna coklat putih merupakan sisipan karbonat didasar formasi.

  5. Formasi Baturaja (BRF) Terdiri dari batu gamping terumbu.

  6. Formasi Talang Akar (TAF) Terdiri dari batu pasir, batu pasir gampingan, batu lempung, batubara dan batu pasir kasar.

  7. Formasi Lahat (LAF) Merupakan batuan dasar atau basement rock.

  Pada lapangan Limau Hanya terdapat dua formasi yang mengandung hidrokarbon yaitu Formasi Talang Akar (TAF) dan Formasi Baturaja (BRF).

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Dasar Hukum pengelolaan Limbah Minyak Dan Gas

  Dasar - dasar hukum pengelolaan limbah minyak dan gas bumi yaitu :

  1. Keputusan Menteri ESDM No. 045 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak Dan Gas Bumi.

  2. Keputusan Mentri ESDM No. 1457/K.28/2000 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan Di Bidang Pertambangan Dan Energi.

  3. Peraturan Kementrian Lingkungan No. 4 tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Minyak Bumi Dan Gas Serta Panas Bumi.

  4. Pedoman Pengelolaan Lumpur Bor Dalam Kegiatan MIGAS Dan Panas Bumi No. A-001/EP1050/2005-SO.

  5. PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

  6. PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

  7. KepMen LH No. 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak.

  3.2. Definisi Limbah

  Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana limbah merupakan suatu barang (benda) sisa dari sebuah kegiatan produksi yang tidak bermanfaat/bernilai ekonomi lagi. Limbah sendiri dari tempat asalnya bisa beraneka ragam, ada yang limbah dari rumah tangga, limbah dari pabrik- pabrik besar dan ada juga limbah dari suatu kegiatan tertentu. Dalam dunia masyarakat yang semakin maju dan modern, peningkatan akan jumlah limbah semakin meningkat. Logika yang mudah seperti ini dahulunya manusia hanya menggunakan jeruk nipis untuk mencuci piring, namun sekarang manusia sudah menggunakan sabun untuk mencuci piring sehingga peningkatan akan limbah tak bisa dielakkan lagi. Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil pemeliharaan fasilitas .

  3.3. Klasifikasi Limbah

  Klasifikasi limbah dikelompokkan menjadi tiga, yakni:

  Pada pengelompokan limbah berdasarkan wujud lebih cenderung di lihat dari fisik limbah tersebut. Contohnya limbah padat, disebut limbah padat karena memang fisiknya berupa padat, sedangkan limbah cair dikarenakan fisiknya berbentuk cair, begitu pula dengan limbah gas.

  Limbah Gas, merupakan jenis limbah yang berbentuk gas, contoh limbah dalam bentuk Gas antara lain: Karbon Dioksida (CO

  2 ), Karbon Monoksida

  (CO), Sulfur Dioksida (SO ), Asam Klorida (HCL), Nitrogen Hidroksida

2 NO . dan lain-lain. Limbah cair, adalah jenis limbah yang memiliki fisik

  2

  berupa zat cair misalnya: Air Hujan, Rembesan AC, Air cucian, air sabun, minyak goreng buangan, dan lain-lain. Limbah padat merupakan jenis limbah yang berupa padat, contohnya: Bungkus jajanan, plastik, ban bekas, dan lain-lain.

  2. Berdasarkan sumbernya Berdasarkan sumbernya limbah bisa berasal dari:

  a. Limbah industri yaitu limbah yang dihasilkan oleh pembuangan kegiatan industri, contoh : air sisa cucian daging, buah dan sayur dari industri pengolahan makanan, cairan sisa pewarna tekstil dari industri tekstil.

  Limbah pertanian yaitu limbah yang ditimbulkan karena kegiatan b. pertania, contoh : jerami padi/jagung, ampas tebum kotoran sapi/kambing/kerbau, dongkelan akar & batang residu pestisida dan pupuk.

  Limbah pertambangan adalah limbah yang asalnya dari kegiatan c. pertambangan. Contoh : senyawa kimia berupa sox, nox, co, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan limbah logam berat cair tumpahan minyak/oli.

  d. Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran dan pemukiman – pemukiman penduduk yang lain, contoh : air deterjen sisa cucian.

  3. Berdasarkan senyawa Berdasarkan senyawa limbah dibagi lagi menjadi dua jenis, yakni limbah organik dan limbah anorganik.

  a. Limbah Organik, merupakan limbah yang bisa dengan mudah diuraikan (mudah membusuk), limbah organik mengandung unsur karbon. Contoh limbah organik dapat anda temui dalam kehidupan sehari-hari, contohnya kotoran manusia dan hewan.

  b. Limbah anorganik, adalah jenis limbah yang sangat sulit atau bahkan tidak bisa untuk di uraikan (tidak bisa membusuk), limbah anorganik tidak mengandung unsur karbon. Contoh limbah anorganik adalah Plastik dan baja.

3.4. Limbah Cair

  Berdasarkan pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri, Pengertian Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan (BAPEDAL 1997). Sedangkan menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995, Limbah cair adalah limbah yang berasal dari sisa kegiatan proses produksi dan usaha lainnya yang tidak dimanfaatkan kembali (KPPL 1995). Sehingga dapat dikatakan bahwa limbah cair adalah limbah yang berasal dari kegiatan yang menggunakan air, dimana hal tersebut merupakan sisa hasil dari kegiatan tersebut.

3.3.1. Komposisi Limbah Cair

  Limbah cair mempunyai komposisi yang bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat sesuai dengan sumber asalnya. Komposisi limbah cair sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya terdiri dari partikel-partikel padat terlarut dan tidak terlarut sebesar (0,1%). Partikel-partikel padat terdiri dari (70 %) zat organik dan (30 %) zat anorganik. Zat-zat organik tersebut sebagian besar mudah terurai (degradable) yang merupakan sumber makanan dan media yang baik bagi bakteri dan organisme lainnya. Sedangkan zat-zat anorganik terdiri dari grift, salt dan metal (logam) yang merupakan bahan pencemar yang penting.

3.3.2. Tujuan Pengolahan Limbah Cair Industri

  Dalam prosesnya pengolahan limbah cair industri mempunyai tujuan diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Penghilangan bahan tersuspensi dan terapung.

  2. Penghilangan organisme patogen.

  3. Pengolahan bahan organik yang terbiodegradasi.

  

4. Peningkatan pengertian tentang dampak pembuangan limbahan yang

tidak diolah atau sebagian diolah terhadap lingkungan.

  

5. Peningkatan pengetahuan dan pemikiran tentang efek jangka panjang

  yang mungkin ditimbulkan oleh komponen tertentu dalam limbah yang dibuang ke badan air.

  6. Peningkatan kepedulian nasional untuk perlindungan lingkungan.

  

7. Pengembangan berbagai metoda yang sesuai untuk pengolahan limbah.

3.3.3. Dampak Limbah Cair

  Dalam proses produksi minyak di area Stasiun Pengumpul (SP) banyak sekali terdapatnya tumpahan - tumpahan limbah minyak diantaranya berdampak pada beberapa hal berikut :

  1. Dampak terhadap air Dampak terhadap air terdiri dari : a. Limbah cair organik Kandungan senyawa organik dalam badan air penerima akan meningkat, akan terjadi kadar parameter menyimpang dari standard maka akan terjadi penguraian yang tidak seimbang dan akan menimbulkan kondisi septik (suatu keadaan dimana kadar oksigen terlarut nol) dan timbul bau busuk (H 2 S).

  b. Limbah cair anorganik Pada badan air penerima, kandungan unsur kimia beracun, logam berat, dan lain-lain meningkat. Kadang-kadang diikuti dengan kenaikan temperatur, kenaikan/penurunan pH. Keadaan ini akan mengganggu kehidupan air misalnya tumbuhan dan hewan akan punah ataupun ada senyawa beracun/ logam berat dalam kehidupan air. Bila air tersebut mempunyai kesadahan tinggi atau partikel yang dapat mengendap cukup banyak, hal ini akanmengakibatkan pendangkalan, sehingga dapat menimbulkan banjir di musim hujan.

  Selain itu senyawa beracun/ logam berat sangat membahayakan bagi masyarakat yang menggunakan air sungai sebagai badan air penerima yang dipergunakan sebagai sumber penyediaan air bersih (Depkes RI, 1987).

  2. Dampak terhadap kesehatan manusia Limbah cair berperan dalam kehidupan karena selain mengandung diperlukan dalam batas-batas tertentu, oleh sebab itu ada dua peranan Limbah cair dalam kehidupan yaitu peranan positif dan negatif. Peranan positif apabila Limbah cair dengan kualitas parameter yang dikandungnya sesuai dengan peruntukannya antara lain untuk irigasi, perikanan, perkebunan, perindustrian, rumah tangga, rekreasi, dan lain- lain. Peranan Limbah cair yang lain selain lebih banyak negatifnya karena manusia tidak merasa berkepentingan akan limbah cair tersebut.

  Limbah cair dianggap sebagai air yang tidak berguna lagi atau tidak diperuntukkan lagi, oleh karena itu membuangnya begitu saja tanpa mempertimbangkan segi negatifnya yang mungkin timbul baik terhadap sumber alam hayati dan non hayati yang berguna bagi kehidupan.

  Peranan negatif tersebut termasuk pengaruhnya terhadap kesehatan manusia dan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Badan air yang menerima limbah cair industri, mempunyai potensi untuk menyebabkan gangguan saluran pencernaan makanan, kulit, dan sistem tubuh lain. Ada beberapa penyakit yang ditularkan melalui Limbah cair antara lain (Soedjono, 1991) : Penyakit Amoebiasis, Ascariasis, Cholera, penyakit cacing tambang, Leptospirosis, Shigellosis, Strongyloidiasis, Tetanus, Trichuriasis, dan Thypus.

3.5. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

  Limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya beracun yang karena jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan sesuai definisi pada Undang Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

  Bentuk limbah B3 dapat berupa padatan, cairan atau sluge. Rangkaian kegiatan pengolahan limbah B3 dapat mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Proses penimbunan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dimaksudkan untuk tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

3.5.1. Jenis Limbah B3 Menurut Jenisnya

  Jenis limbah B3 menurut jenisnya meliputi :

  1. Limbah B3 Jenis Padatan yaitu jenis limbah berbentuk padatan yang mengandung bahan berbahaya beracun seperti pipa yang mengalamai korosif.

  2. Limbah B3 Jenis Cairan Yaitu jenis limbah berupa cairan yang mengandung bahan berbahaya beracun seperti HCL.

  3. Limbah B3 Jenis Gas Yaitu jenis limbah berupa gas yang mengandung bahan berbahaya beracun seperti CO, CO dan lain-lain.

  2

3.5.2. Jenis Limbah B3 Menurut Sumbernya

  Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi : 1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik.

  Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3 yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencuciaan, pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan dan lain-lain, sedangkan yang dimaksud dengan limbah B3 dari kegiatan spesifik adalah limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.

  2. Limbah B3 dari sumber spesifik. limbah B3 dari sumber spesifik dan limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak

  3. Limbah B3 dari tanah terkontaminasi minyak, sluge minyak, pelumas bekas, wadah bahan kimia, bahan kimia kadaluarsa , ceceran bahan kimia dan bahan lain (aki bekas,filter bekas,kain majun bekas,glovesbekas yang telah terkontaminasi, bekas obat – obatan, dan lain – lain) yang memiliki karakteristik limbah B3.

3.5.3. Karakteristik Limbah B3

  Selain berdasarkan sumbernya, suatu limbah dapat diidentifikasi sebagai limbah B3 berdasarkan uji karakteristik. Karakteristik limbah B3 meliputi :

  1. Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25°C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/ atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.

  2. Limbah mudah terbakar adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut : a. Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari

  24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari 60°C (140°F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.

  b. Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25°C, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus.

  c. Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar .

  d. Merupakan limbah pengoksidasi dimana Limbah ini berbahaya karena dapat menghasilkan oksigen sehingga dapat menyebabkan kebakaran.

  3. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pemafasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP (Toxicity

  Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah.

  4. Limbah yang menyebabkan infeksi, bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah

  5. Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut : a. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit seperti limbah batterai kering.

  b. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 °C.

  c. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa.

  6. Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut : a. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan seperti limbah aerosol yang dapat merusak lapisan ozon.

  b. Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air seperti pemutih pakaian.

  c. Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan seperti limbah minyak.

  d. Merupakan limbah sianida, sulfida atau amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan e. Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25°C, 760 mmHg).

  7. Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

3.5.4. Kegiatan Pengelolaan Limbah B3

  Kegiatan Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan dan pengolahan serta penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang masing- masing merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu :

  1. Reduksi limbah B3 yaitu suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan.

  2. Penyimpanan limbah B3 yaitu kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara.

  3. Pengumpulan limbah B3 yaitu kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun

  4. Pengangkutan limbah B3 yaitu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/ atau dari pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3.

  5. Pemanfaatan limbah B3 yaitu kegiatan perolehan kembali (recovery) dan/atau penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

  6. Pengolahan limbah B3 yaitu proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau sifat racun.

  7. Penimbunan limbah B3 yaitu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

  Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas. maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest (surat pernyataan) berupa dokumen limbah B3. Dengan sistem manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan.

3.6. Parameter Kualitas Limbah

  Pencemaran lingkungan dapat diukur dengan parameter kualitas limbah. Parameter tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang sudah terjadi di lingkungan. Beberapa parameter kimia kualitas air yang perlu diketahui antara lain BOD, COD, DO, dan pH.

  1. BOD ( Biological Oxygen Demand ) Gambar 3

  Alat pengukur BOD (Biological Oxygen Demand) BOD adalah ukuran kandungan oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air.

  Apabila kandungan oksigen dalam air menurun, kemampuan mikroorganisme aerob untuk menguraikan bahan buangan organik akan menurun pula. BOD ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen terlarut pada limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama kurun waktu dan suhu tertentu. Biasanya lima hari dengan suhu kurang lebih 293 K. Nilai BOD diperoleh dari selisih oksigen terlarut awal dengan oksigen terlarut akhir. BOD merupakan ukuran utama kualitas limbah air.

  2. COD ( Chemical Oxygen Demand ) Gambar 4

  Alat pengukur COD (Chemical Oxygen Demand) COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Indikator ini umumnya berguna pada limbah industri.

  3. DO ( Dissolved Oxygen )

  Gambar 5 Alat pengukur DO (Dissolved Oxygen)

  DO adalah kadar oksigen terlarut dalam air. Penurunan DO dapat diakibatkan oleh pencemaran air yang mengandung bahan organik sehingga menyebabkan organisme air terganggu. Semakin kecil nilai DO dalam air, tingkat pencemarannya semakin tinggi. DO penting dalam pengoperasian sistem saluran pembuangan maupun pengolahan limbah. 4. pH

  Gambar 6 Alat pengukur pH

  Nilai pH limbah adalah ukuran keasaman atau kebasaan limbah. Air yang tidak tercemar memiliki nilai pH antara 6,5 – 7,5. Sifat air tergantung pada besar kecilnya pH. Air yang memiliki pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang memiliki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa. Air yang memiliki pH lebih kecil atau lebih besar dari kisaran pH normal tidak baik untuk kehidupan mikroorganisme.

3.7. Sifat Minyak Bumi

  Selama minyak bumi bereaksi dengan cuaca dingin, minyak bumi menjadi semakin tebal/kental dan lebih sulit untuk dipompakan dan dibawah kondisi panas densitas berkurang dan minyak bumi menjadi lebih tipis dan menyebar dengan cepat, Sifat-sifat lainnya adalah sebagai berikut:

  1. Volatilitas adalah sifat terakhir menggambarkan kecenderungan minyak menguap karena temperatur suatu minyak naik, maka komponen komponen berbeda mencapai titik didihnya satu persatu dan menguap.

  2. Pour Point adalah titik temperatur dimana dibawahnya minyak tidak akan mengalir atau titik dimana minyak mulai memadat atau menjadi seperti agar-agar.

  3. Flash point adalah temperatur terendah dimana gas dari minyak bisa mulai menyala dan terbakar di udara ketika terkena api.

  Sebagian besar minyak mentah menyebar pada ketebalan kira kira 0,3 mm dalam 12 jam tetapi beberapa minyak mentah dan minyak berat sangat kental dan cenderung untuk tidak menyebar banyak. Tingkat penyebaran minyak tergantung pada sifat sifat minyak seperti (densitas, tekanan permukaan, viskositas, volume, temperatur dan keadaan lingkungan).

  Secara umum teknik penanggulangan tumpahan minyak dengan menggunakan metode:

  1. In-situ burning (penyisihan secara mekanis):

  a. Menggunakan vacum truck dengan mengisap minyak mentah lalu di kirim ke stasiun pengumpul terdekat.

  b. Penggunaan sorbent, adsorpsi(penempelan minyak pada permukaan sorbent), absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Jenis-jenis Sorbent: organik (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik (lempung, vermiculite, pasir), sintetis (polictelin, polipropilin,dan serat nilon).

  c. Penggunaan bahan kimia dispersant, Merupakan tehnik pemecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil(droplet). Dispersant kimiawi adalah zat aktif yang disebut surfaktan, berasal dari kata SURFACTANTS = SURFACE-ACTIF AGENTS atau zat aktif permukaan.

  d. Penimbunan dengan pasir atau tanah e. Pengambilan kembali dengan menggunakan kantong plastik.

  Setiap tehnik memiliki cara penyisihan minyak berbeda dan hanya efektif pada kondisi tertentu.

  2. Bioremediasi, proses pendaurulangan seluruh material organik, bakteri menambahkan nutrisi atau oksigen sehingga mempercepat penurunan polutan.

3.8. Alat-Alat Yang Digunakan

  Peralatan-peralatan yang digunakan untuk membersihkan tumpahan minyak:

  1. Oil Boom, alat untuk penghambat penyebaran tumpahan minyak.

  2. Skimmer, untuk menghisap tumpahan minyak di permukaan air.

  3. Sorbent, peralatan dengan sistem penyerapan minyak..

  4. Vacum, peralatan menghisap minyak di permukaan air.

  5. Oil gator, pemberat senyawa minyak dengan tanah untuk menutupi pori- pori tanah yang tercemar.

BAB IV PEMBAHASAN Tumpahan minyak di darat dan di air adalah adanya tumpahan minyak

  dari suatu instalasi, perpipaan tanki dan sebagainya dalam jumlah cukup banyak yang memerlukan penanganan khusus. Sumber – sumber penyebab tumpahan minyak bisa terjadi akibat : 1. Korosi pada pipa.

  2. Rusaknya lasan dibagian penyambung pipa.

  3. Kebocoran pada stuffing box.

  4. Kebocoran dari peralatan produksi dipermukaan sumur (weel head).

  5. Saat perbaikan peralatan (sarana fasilitas produksi) di wellhead.

  6. Saat servis sumur (work over).

  7. Sisa pengeboran di rig.

  8. Dan adanya proses pencurian minyak di pipa tranlen PT Pertamina.

4.1. Pengolahan Limbah

  Limbah minyak harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar kelingkungan karena limbah ini dapat dikategorikan sebagai limbah B3. Untuk mengatasi hal inilah yang disebut suatu rangkaian pengolahan limbah minyak. Ada beberapa rangkaian proses kerja dalam pengolahan limbah yaitu penanganan, penyimpanan, pengankutan, pengolahan.

4.2. Penanganan (Penanggulangan) Tumpahan Limbah Minyak

  Sebelum melakukan kerja terhadap loksi yang tercemar, lokasi dipantau atau dievakuasi gunanya untuk mengetahui keadaan lokasi dan banyak atau tidaknya minyak yang tercecer, serta untuk merencanakan proses penanggulangannya.

  Ada 3 jenis penanggulangan tumpahan limbah minyak berdasarkan jumlah atau banyaknya minyak yang tececer yaitu :

  1. Prosedur penanggulangan tumpahan minyak kecil yaitu tumpahan minyak sampai dengan 15 barrel adalah sebagai berikut : a. Karyawan dan atau pihak yang melihat tumpahan minyak segera melapor kepengawas area.

  b. Pengawas area segera melaporkan adanya tumpahan minyak ke penanggung jawab lingkungan.

  c. Pengawas segera mengamankan operasi awal serta mengisolir tumpahan minyak.

  d. Penanggung jawab area dan penanggung jawab lingkungan melakukan penanggulangan tumpahan minyak dengan menggunakan vacum truk, absorbent, dispersant dan alat lain yang dipergunakan. e. Pengawas area segera mengkoordinir rencana perbaikan dengan bagian terkait.

  f. Pengawas area menilai dan menyatakan keadaan aman, setelah berkoordinasi dengan penanggung jawab lingkungan.

  2. Prosedur penanggulangan tumpahan limbah minyak sedang yaitu tumpahan minyak 15 barrel sampai dengan 100 barrel adalah sebagai berikut :

  a. Karyawan dan atau pihak yang melihat tumpahan minyak segera melapor kepengawas area.

  b. Pengawas area segera melaporkan adanya tumpahan minyak ke penanggung jawab lingkungan.

  c. Pengawas segera mengamankan operasi awal serta mengisolir tumpahan minyak.

  d. Penanggung jawab area dan penanggung jawab lingkungan melakukan penanggulangan tumpahan minyak dengan menggunakan vacuum truk, oil boom, oil skimer, absorbent,dispersant dan alat lain yang dipergunakan.

  e. Pengawas area segera mengkoordinir rencana perbaikan dengan bagian terkait.

  f. Apabila tumpahan minyak keluar sampai kelaut dalam kondisi sedang, penanggung jawab lingkungan segera menghubungi HSSE penanggulangan tumpahan dilaut dengan menggunakan peralatan – peralatan yang diperlukan.

  g. Pengawas area menilai dan menyatakan keadaan aman, setelah berkoordinasi dengan penanggung jawab lingkungan.

  3. Prosedur penanggulangan tumpahan limbah minyak besar yaitu tumpahan minyak lebih besar dari 100 barrel adalah sebagai berikut : a. Karyawan dan atau pihak yang melihat tumpahan minyak segera melapor kepengawas area.

  b. Pengawas area segera melaporkan adanya tumpahan minyak ke penanggung jawab lingkungan.

  c. Penanggung jawab area dan penanggung jawab lingkungan melakukan penanggulangan tumpahan minyak dengan menggunakan vacuum truk,oil boom, skimmer absorbent, dispersant dan alat lain yang dipergunakan.

  d. Selanjutnya penanganannya diberlakukan sesuai TKO (tata kerja operasi) pengendalian keadaan darurat.

  e. Penanggung jawab lingkungan bersama dengan tim penanggulangan keadaan darurat segera melakukan tindakan penanggulangan tumpahan minyak dengan menggukan peralatan yang diperlukan sesuai dengan TKO pengendalian keadaan darurat.

  Apabila tumpahan minyak sampai diluar area Operasi PT Pertamina EP Asset 2 Limau Field , penanggung jawab lingkungan melaporkan ke fungsi legal dan relation PT Pertamina EP Asset 2 Limau Field.

4.3. Penyimpanan (Pengumpulan) Limbah Tumpahan Minyak

  Kegiatan penyimpanan limbah tumpahan minyak yang dihasilkan pada tahap operasi akan disimpan dalam tempat pembuangan sementara (TPS) limbah B3 dan selanjutnya diserahkan pada pihak ketiga yang sudah mendapat izin pengolahan limbah B3 dari kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH).

  Area Pertamina EP Asset 2 Limau Field memiliki sludge pond dan gudang limbah B3 sebagai tempat penyimpanan sementara (TPS). sludge

  3

pond terdiri dari 2 pit yaitu dengan pit pertama : 18m x 17m x 3m = 918m ,

  3

  dan pit kedua : 26m x 16m x 3m = 1.248m . maka total volume kedua pit yaitu

  3

  2.166m . sedangkan gudang limbah B3 memiliki ukuran 25m x 10m x 4m =

  3 1000m .

  Batas penyimpanan limbah B3 tidak melebihi 90 hari karena harus segera diupayakan untuk :

  1. Dilakukan upaya 3R (Reuse, Recycle,Recovery ) untuk keperluan sendiri sesuai sifat dan karakteristik limbah tersebut dengan mengacu kepada peraturan yang berlaku.

  2. Dimanfaatkan oleh pihak lain sebagai bahan baku atau pendukung kegiatan industri tertentu yang telah mempunyai izin pemanfaatan dari kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH) atau instansi yang berwenang.

  3. Diangkut ke fasilitas pengolahan atau penimbunan limbah B3 yang telah mempunyai izin dari KLH.

4.4. Pengolahan Tumpahan Limbah Minyak

  Pengolahan tumpahan minyak bumi dapat dilakukan secara fisika, kimiadan biologi. Berikut uraiannya :

  1. Secara fisika adalah pengolahan awal dengan cara melokalisasi tumpahan minyak, menggunakan pompa (oil skimmer) ke fasilitas penerima baik dalam tanki maupundengan cara manual (penghisapan dengan vacum truk, pengumpulan dengan kantong plastik). Sisa tumpahan minyak yang bercampur lumpur atau tanah diambil atau diangkat dan diolah di sludge pond diarea gudang B3. Gudang B3 adalah tempat penyimpanan atau pengolahan limbah – limbah bekas sisa baik itu dari sisa pengeboran maupun operasi produksi PT Pertamina EP.

  Untuk pengolahan lebih lanjut dilakukan oleh pihak lain yang telah mengantongi izin pemanfaatan dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH).

  2. Secara kimia biasanya biaya mahal dan dapat menimbulkan pencemaran baru.

  3. Secara biologi, pengolahan dengan metode bioremediasi yaitu: bioteknologi yang memanfaatkan mahluk hidup (mikroorganisme) untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun yang tercemar.

4.5. Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Tumpahan Limbah Minyak

  Identifikasi awal dampak lingkungan yang kemungkinan muncul dari sebuah tumpahan minyak sangatlah diperlukan agar dapat ditanggulangi secara efektif.

  Akibat yang ditimbulkan dari tumpahan minyak pada permukaan air : 1. Binatang mamalia dan reptil, pengaruh pada minyak yang mengapung.

  2. Ikan-ikan yang ada pada air tercemar akan mati.

  3. Timbulnya pencemaran tanah atau lahan warga diarea tumpahan.

  4. Tanaman yang terkena tumpahan minyak bisa layu dan mati

  5. Pekerja ataun masyarakat sekitar tumpahan dapat terpapar oleh racun yang terkandung dalam minyak.

  6. Klaim masyarakat terhadap lahan yang tercemar.

  Berbagai jenis ikan dan binatang amfibia akan keracunan disebabkan oleh kekurangan oksigen atau keracunan karbodioksida dan keracunan langsung oleh bahan beracun yang terdapat dalam minyak.