BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pemanfaatan Limbah Lateks Karet Alam Berpengisi Bubuk Pelepah Pisang Sebagai Adsorben Minyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LATEKS KARET ALAM

  Karet alam dihasilkan dari tanaman karet Hevea brasiliensis. Untuk mendapatkan karet alam, dilakukan penyadapan terhadap batang pohon tanaman karet hingga dihasilkan getah kekuning-kuningan yang disebut dengan lateks. Lateks merupakan cairan atau sitoplasma yang berisi ± 30% partikel karet [9]. Lateks adalahn membeku ketika terkena udara bebas. Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air [10]. Di dalam lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut. Bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0,2% gula, 0,5% jenis garam dari Na, K, Mg, Cu, Mn, dan Fe. Partikel karet tersuspensi atau tersebar secara merata dalam serum lateks dengan ukuran 0,04-3,00 mikron dengan bentuk partikel bulat sampai lonjong [11].

  Karet alam mengandung seratus persen cis-1,4-poliisoprena, yang terdiri dari rantai polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang, seperti yang diilustrasikan oleh gambar berikut [12].

  CH

  

3

C CH

CH CH

[

  2 2 ] n

Gambar 2.1 Monomer dari cis

  • –1,4–poliisoprena memiliki ukuran butiran yang lebih besar dari ukuran partikel lateks itu sendiri.

  Jadi Sebelum lateks digunakan untuk menghasilkan produk perlu dilakukan sambung-silang terlebih dahulu. Proses sambung-silang bagi lateks dilakukan dengan mencampurkan bahan tambahan tertentu kedalam lateks. Bahan tambahan didalam campuran lateks pada mulanya bahan tambahan ini perlu disediakan dalam bentuk dispersi supaya dapat disebarkan dengan baik dalam partikel lateks. Berdasarkan fungsinya , maka bahan tambahan atau bahan pembantu proses dapat dikelompokkan menjadi : bahan pelunak (plasticizer), bahan penstabil (stabilizer), bahan pelumas (lubricant), bahan pengisi (filler), pewarna (colorant), dsb [13].

Tabel 2.1 Komposisi Lateks Segar Dari Kebun dan Karet Kering [12].

  Komponen Komponen dalam Komponen dalam Lateks Segar (%) Lateks Kering (%)

  Karet Hidrokarbon 36 92-94 Protein 1,4 2,5-3,5 Karbonhidrat 1,6 Lipida 1,6 2,5-3,2 Persenyawaan Organik 0,4 Lain Persenyawaan 0,5 0,1-0,5 Anorganik Air 58,5 0,3-1,0

2.2 LIMBAH LATEKS KARET ALAM

  Limbah lateks karet alam yang digunakan pada penelitian ini adalah lateks

  

overcured yang terbentuk pada saat pra vulkanisasi lateks karet alam dengan metode

  konvensional. Metode konvensional ini melibatkan pencampuran langsung lateks karet alam dengan bahan aditif seperti sulfur, akselerator, aktivator, stabilizer dan anti oksidan, dan kemudian dimatangkan dengan memanaskan campuran dengan temperatur yang sesuai selama waktu tertentu. Limbah lateks karet alam ini terjadi ketika lateks mengalami overcured pada saat penyimpanan ataupun pemrosesan yaitu saat pra-vulkanisasi biasanya suhu vulkanisasi yang terlalu tinggi dan waktu curing yang lama. Lateks overcured ini biasanya dibuang dan menjadi limbah karena produk yang dibentuk dengan lateks ini biasanya mempunyai sifat-sifat yang buruk [2].

Tabel 2.2 Komposisi Limbah Lateks Karet Alam Pravulkanisasi [14]

  Bahan Konsentrasi Bahan Komposisi dalam campuran (gr) Lateks HA 60 % 166,7 Zink Oksida 30%

  8 50%

  2 ZDEC

  Kalsium Hidroksida 10%

  5 Sulfur 50%

  3 50%

  2 Vulcanox BKF

  Kalsium Karbonat 60% 0-25

2.3 BATANG / PELEPAH PISANG

  Tanaman pisang (Musa paradisiaca) adalah tanaman yang multiguna. Selain dimanfaatkan buahnya, daunnya bisa digunakan sebagai pembungkus, jantungnya bisa dijadikan sayur, pelepah daunnya bisa digunakan sebagai bahan kerajinan (tas, topi, tikar, dll. Dari bonggol dan batang pisang yang telah dipanen bisa diambil patinya (5-10%), kulit dan seresah batang pisang dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak. Daun pisang telah menjadi salah satu produk ekspor Thailand ke luar negeri antara lain ke Amerika Serikat [15].

  Pelepah pisang sering kali disepelekan oleh sebagian besar orang dan dianggap sebagai limbah dari pohon pisang, ternyata memiliki kandungan serat yang tinggi. Dalam pelepah pisang tersimpan jutaan serat yang tipis seperti benang. Keberadaan pelepah pisang yang melimpah dan cenderung menimbulkan polusi lingkungan, seperti menimbulkan bau tidak sedap, merusak pemandangan, menjadi sarang larva serangga. Ada beberapa cara yang telah dilakukan dalam pemanfaatan pohon pisang misalnya batang inti untuk obat luka. Untuk mengoptimalkan kegunaannya, pelepah pisang diolah menjadi barang yang tidak kalah penting untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang [16].

  Batang pisang sebagian berisi air dan serat (selulosa) , disamping mineral, kalium, fosfor, dan lain-lain. Komposisi kimia batang pisang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu komposisi tanah, frekuensi pemotongan, fase pertumbuhan, pemupukan, iklim setempat dan ketersediaan air. Serat batang pisang mengandung 63% selulosa, 20% hemiselulosa dan 5% lignin [17].

2.4 ADSORPSI

  Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam.

  Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan cenderung menarik molekul-molekul yang lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke dalam permukaannya. Akibatnya, konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas atau zat terlarut dalam larutan. Adsorpsi dapat terjadi pada antarfasa padat-cair, padat-gas atau gas-cair. Molekul yang terikat pada bagian antarmuka disebut adsorbat, sedangkan permukaan yang menyerap molekul-molekul adsorbat disebut adsorben. Pada adsorpsi, interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan adsorben [18].

  Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah sebagai berikut:

  1. Luas permukaan Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben.

  2. Jenis adsorbat  Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki kemampuan tarik menarik terhadap molekul lain dibdaningkan molekul yang tidak dapat membentuk dipol (non polar);  Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi;  Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorb dibandingkan rantai yang lurus.

  3. Konsentrasi Adsorbat Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.

  4. Temperatur  Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka  Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga kemampuan penyerapannya menurun 5. pH pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.

  6. Kecepatan pengadukan Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal

  7. Waktu Kontak Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum terjadi pada waktu kesetimbangan.

  Pada adsorpsi kimia, molekul-molekul yang teradsorpsi pada permukaan adsorben bereaksi secara kimia. Hal ini disebabkan pada adsorpsi kimia terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan. Ikatan antara adsorben dengan adsorbat dapat cukup kuat sehingga spesies aslinya tidak dapat ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat irreversibel dan diperlukan energi yang banyak untuk melepaskan kembali adsorbat (dalam proses adsorpsi). Pada umumnya, dalam adsorpsi kimia jumlah (kapasitas) adsorpsi bertambah besar dengan naiknya temperatur. Zat yang teradsorpsi membentuk satu lapisan monomolekuler dan relatif lambat tercapai kesetimbangan karena dalam adsorpsi kimia melibatkan energi aktivasi. Secara kualitatif perilaku adsorpsi dapat juga dipandang dari sifat polar ataupun nonpolar antara zat padat (adsorben) dengan komponen larutan (adsorbat). Adsorben polar akan cenderung mengadsorpsi kuat adsorbat polar dan lemah terhadap adsorbat nonpolar, demikian juga sebaliknya. Adsorben polar akan mengadsorpsi kuat zat terlarut polar dari pelarut nonpolar karena kelarutannya yang rendah dan mengadsorpsi yang lemah dari pelarut polar karena kelarutannya yang tinggi, demikian juga sebaliknya [19].

2.5 ADSORBEN

  Adsorben merupakan bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori itu biasanya sangat kecil, luas perrmukaan dalam menjadi

  2 beberapa orde besaran lebih besar dari permukaan luar, dan bisa sampai 2.000 m /gr.

  Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaaan polaritas menyebabkan sebagian besar molekul melekat pada permukaan itu lebih erat daripada molekul-molekul lainnya. Dalam kebanyakan hal, komponen yang diadsorpsi melekat sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorbsi terhadap komponen lain. Regenerasi adsorben dapat dilaksanakan kemudian mendapatkan adsorbat dalam bentuk terkonsentrasi atau hampir murni [20].

  2.5.1 Adsorben Zeolit Alam

  Yaitu adsorben yang berasal dari bahan tambang (bahan galian) yang biasanya digunakan untuk pemurnian minyak, seperti arang aktif, kalsium silikat, tanah liat, zeolit, lumpur aktif, dan bleaching earth. Adsorben ini dapat digunakan sebagai penjernih karena menggandung suatu bentonit. Bentonit merupakan sejenis lempung yang mengandung monmorillonit, maka dari itu daya serap adsorben ini sangat besar bila dibandingkan dengan adsorben yang berasal dari bahan alami [21].

  2.5.2 Adsorben Bahan Alami

  Yaitu adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami, seperti tumbuh-tumbuhan dan kayu. Jenis-jenis adsorben ini yang biasanya digunakan dalam pembuatan dan pemurnian minyak yaitu ampas tebu, kulit kacang tanah, daun nenas, serbuk gergaji, serabut kelapa, dan jerami. Adsorben ini dapat digunakan sebagai penjernih pada pemurnian minyak, terutama minyak jelantah karena menggandung selulosa yang terdapat didalam adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami tersebut. Bila dibandingkan dengan harga adsorben yang berasal dari zeolit alam, harga adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami jauh lebih murah. Hal ini dikarenakan, umumnya adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami adalah sisa dari bahan (suatu proses) yang tidak memiliki harga ekonomis dan tidak bisa digunakan kembali untuk suatu proses [22].

Gambar 2.2 Struktur Selulosa

2.5.3 Pengolahan Adsorben

  Mengolah adsorben pada prinsipnya adalah membuka pori-pori adsorben agar

  2

  2

  menjadi luas yaitu dari luas 2 m /g menjadi 300-2000 m /g.Adsorben disusun dari atom karbon yang terikat secara kovalen dalam kisi heksagonal dimana molekulnya berbentuk amorf yaitu merupakan plat-plat datar. Konfigurasi molekul berbentuk plat-plat ini bertumpuk satu sama lain dengan gugus hidrokarbon pada permukaannya. Dengan menghilangkan hidrogen dan bahan aktif (gugus hidrokarbon), maka permukaan dan pusat aktif menjadi luas.

  Ada dua cara mengaktifkan adsorben yaitu melalui reaksi oksidasi lemah

  o

  menggunakan uap air pada suhu 900-1000 C atau dengan cara dehidrasi dengan menggunakan bahan kimia atau garam-garam CaCl

  2 , ZnCl 2 , H

  3 PO 4 , NaOH, Na

  2 SO

  4

  dll. Banyak perusahaan adsorben kini meggabungkan kedua proses tadi. Perendaman dengan bahan kimia dapat dilakukan sebelum proses karbonisasi yang dilanjutkan dengan pengaktifan, atau perendaman dilakukan setelah proses karbonisasi kemudian dilanjutkan dengan pengaktifan. Kunci suksesnya pembuatan arang aktif adalah

  o

  penggunaan suhu karbonisasi dan suhu uap air yang tinggi yaitu sekitar 900-1000 C [22].

2.6 ISOTERM ADSORPSI

  Isoterm adsorpsi adalah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi dalam fase fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu. Pada

  • n. log c

  fluida) n dan K (dm

  3

  fluida) K (g adsorbat/ dm

  3

  . c (2.4) dimana: qo = daya jerap maksimum (g adsorbat/ g adsorben) q = daya jerap (g adsorbat/ g adsorben) c = konsentrasi adsorbat dalam fluida (air) (g adsorbat/ dm

  K qo

  =

  c q

  (2.3) atau

  q o .c K+c

  Persamaan Isotherm Langmuir: q =

  fluida/ g adsorben) adalah konstanta dan didapat dari percobaan.

  3

  3

  (2.2) dimana: q = daya jerap (g adsorbat/ g adsorben) c = konsentrasi adsorbat dalam fluida (air) (g adsorbat/ dm

  f

  (2.1) atau log q = log K

  n

  . c

  f

  Persamaan Isotherm Freundlich: q = K

  Persamaan isoterm Freundlich ini biasanya digunakan untuk adsorpsi dalam fluida encer dan bersifat multimolekular sedangkan isoterm Langmuir sangat cocok untuk proses adsorpsi unimolekular. Berikut adalah persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir [23].

  karakteristik adsorpsi minyak oleh adsorben sedangkan daya adsorpsi maksimum dari adsorben dengan membuat kurva berdasarkan karakteristik yang diperoleh.

  

Freundlich dan persamaan isotherm adsorpsi Langmuir untuk mengetahui

  minyak per gram adsorben (q) dan konsentrasi minyak akhir pada air (c) selama waktu kontak maksimum ditentukan dengan persamaan isotherm adsorpsi

  

Langmuir . Adapun data kuantitatif yang didapat dari penelitan berupa daya jerap

  adsorpsi minyak dari air ini, digunakan persamaan isoterm Freundlich dan isoterm

  • 1 qo

  fluida) adalah konstanta dan didapat dari percobaan.

2.7 ANALISA BIAYA

  80.000,- 28.000,-

  Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya dalam pembuatan adsorben limbah lateks karet alam berpengisi bubuk pelepah pisang. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Rincian biaya Pembuatan Adsorben Limbah Lateks Karet alam berpengisi

  Bubuk Pelepah Pisang

  Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)

  Bahan Baku

  • Limbah Lateks -
  • Rp 35.000,-/L
  • Minyak Pelumas 2 kg 5 gr

  0.8 Ltr Rp 40.000 ,-/kg

  • Iodine -
  • HCl
  • Heksana -
  • Natrium Sulfat 0,1 gr 1 gr 10 ml 400 ml 0,2 gr 0,2 gr
  • Beaker glass
  • Erlenmeyer -
hingga mencapai 19 kali bobotnya [5]. Berdasarkan rincian biaya pembuatan produk adsorben minyak dari limbah lateks berpengisi pelepah pisang dengan kemampuan adsorpsi hingga 5 kali bobotnya mampu bersaing dengan produk yang sejenis di pasaran [24].

  4

  Produk yang akan dihasilkan dari Adsorben Limbah Lateks Berpengisi bubuk Pelepah Pisang yaitu adsorben minyak. Harga pasar produk adsorben dengan bahan dasar limbah pertanian mempunyai harga Rp 80.000 dengan kemampuan adsorpsi

  Pada percobaan pembuatan adsorben limbah lateks karet alam berpengisi bubuk pelepah pisang diperlukan biaya total Rp 733.981,- dengan rincian yang telah diperlihatkan pada Tabel 2.3.

  Total 733.981,-

  92.000

  220.000 264.000

  2 Rp 110.000,-/pcs Rp 66.000,-/pcs Rp 46.000,-/pcs

  Gelas ukur

  2

  Pelepah Pisang

  390,- Peralatan

  17.425,- 4.716,-

  24.000,- 3.200,- 3.250,-

  Natrium Tiosulfat

  Amilum

  Bahan Analisa

  Rp 300.000,-/125kg Rp 32.500,-/ L Rp 35.000,-/L Rp 69.700,-/L Rp 117.900,-/500gr Rp 19.500,-/500gr

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Limbah Lateks Karet Alam Berpengisi Bubuk Pelepah Pisang Sebagai Adsorben Minyak

9 67 59

Studi Penggunaan Amida Asam Lemak Campuran Dari Minyak Inti Sawit Sebagai Bahan Surfaktan Lateks Pekat Karet Alam

0 42 93

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Komposisi Bentonite Clay yang Dimodifikasi dengan Alkanolamida dari Bahan Baku RBDPKO Pada Produk Lateks Karet Alam

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Regangan Tarik Benang Karet Terhadap Penentuan Waktu Kemantapan Mekanis Lateks Pt.Industri Karet Nusantara

0 1 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 2 18

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 20

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penambahan Alkanolamida terhadap Sifat-Sifat Uji Tarik Vulkanisat Karet Alam Berpengisi Kaolin

0 0 22