Gambaran Pola Makan dan Status Gizi Remaja Putri yang Melakukan Diet Menurunkan Berat Badan di SMA Negeri 7 Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

  Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dengan rentang usia berusia 12-21 tahun, yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial ekonomi (Santrock, 2003). Seorang remaja haruslah sehat dan bertanggung jawab yaitu sehat secara fisik, psikologi, dan secara sosial.

  Pada masa remaja, pertumbuhan dan perkembangan terjadi dengan cepat, baik anatomis tubuhnya maupun psikis. Banyak jenis penyakit dan gangguan pada tubuh yang disebabkan oleh kebiasaan salah sejak masa remaja, sehingga sulit mengubah di saat dewasa seperti pola makan yang tidak sehat, pola tidur yang tidak baik, serta kurang olahraga (Roizen, 2012).

2.1.1 Pertumbuhan dan Perkembangan pada Masa Remaja

2.1.1.1 Pertumbuhan Fisik Proses perkembangan fisik dari usia anak menjadi dewasa disebut pubertas.

  Pertumbuhan meningkat menjelang masa remaja, dan akhirnya pada masa remaja terjadi laju pertumbuhan yang cepat seperti pada bayi. Masa remaja merupakan waktu tumbuh cepat kedua setelah bayi. Saat terjadinya perubahan laju pertumbuhan ini sangat bervariasi (Almatsier, 2011).

  Menurut Brown (dalam Yulianti, 2005), Pertumbuhan fisik yang terjadi pada remaja adalah pertumbuhan berat badan dan tinggi badan. Pada remaja puncak pertambahan berat badan terjadi selama growth spurt ( pertumbuhan cepat). Remaja putri mengalami kenaikan berat badan sekitar 8,3 kg pertahun, umumnya terajdi saat

  6 umur 12,5 tahun dan kenaikan berat badan mulai stabil setelah mengalami menarche dan saat menginjak masa remaja akhir kenaikan berat badan berkisar 6,3 kg. Pada remaja putri mengalami perubahan drastis pada komposisis tubuh sepanjang masa pubertas. Masa otot mengalami penurunan sebesar 14% sedangkan komposisi lemak dalam tubuh meningkat 11%, hal ini wajar terjadi pada remaja putri untuk pertumbuhan dan perkembangan seksualnya. Namun remaja putri memandang negatif dan diikuti dengan ketidakpuasan terhadap berat badan, sehingga memicu mereka melakukan perilaku kesehatan yang buruk.

2.1.1.2 Perkembangan Psikososial

  Berdasarkan perkembangan psikososial, remaja dibagi menjadi tiga periode yaitu remaja awal, remaja menengah, dan remaja akhir (Brown, 2005):

  1. Remaja awal, usia 12-14 tahun Karakteristik remaja awal adalah mengalami percepatan pertumbuhan fisik dan seksual. Mereka kerap kali membandingkan sesuatu dengan teman sebaya dan sangat mementingkan penerimaan oleh teman sebaya, hal ini mengakibatkan kemandirian dan cenderung mulai mengabaikan pengaruh yang berasal dari lingkungan rumah.

  2. Remaja menengah, usia 15-17 tahun Remaja menenga memiliki karakteristik yaitu berkembangnya kesadaran terhadap identiras diri. Khususnya pada remaja putri mereka mulai memperhatikan pertumbuhan fisik dan memiliki citra tubuh yang cenderung salah. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pada bentuk tubuh sehingga menyebabkan mereka mulai berusaha merubah bentuk tubuh ideal menurut persepsi mereka. Mereka lebih mementingkan menghabiskan waktu di luar lingkungan rumah dan lebih terpengaruh oleh teman sebaya. Tekanan sosial yang timbul untuk menjadi kurus merupakam hal yangn sangat sulit dilakukan untuk sebagian besar remaja putri, hal ini tentu saja akan meningkatkan pergolakan tekanan seksual dan sosial. Mereka berusaha diterima dan mendapatkan dukungan dari teman sebaya dan orang tua.

3. Remaja akhir, usia 18-21 tahun

  Remaja akhir ditandai dengan kematangan atau kesiapan menuju tahap kedewasaan dan lebih fokus opada masa depan baik pendidikan, pekerjaan, seksual, dan individu. Karakteristik remaja akhir umumnya sudah nyaman dengan nilai dirinya dan pengaruh teman sebaya sudah berkurang.

  Remaja putri adalah kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi khususnyadefisiensi zat besi.Pada saat remaja putri sedang dalam masa pertumbuhan puncak (peakgrowth)dibutuhkan zat besi yang lebih tinggi yaitu untuk kebutuhan basal tubuh dan pertumbuhan itu sendiri. Satu tahun setelah peak growth, remaja putri biasanya akan mengalami haid pertama (menarche). Kebutuhan zat besi yang lebih tinggi pada saat peak growthakan menetap karena selanjutnya diperlukan untuk menggantikan zat besi yang hilang pada saat menstruasi atau haid (Briawan 2008).

  Pada saat remaja putri memulai masa menstruasi, kebutuhan akan zat besi meningkatkan secara drastis. Peningkatan kebutuhan zat besi tersebut lebih besar dibandingkan dengan remaja putra. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja banyak mengalami kekurangan zat-zat gizi dalam konsumsi makanan sehari-harinya.

  Remaja putri umumnya mengalami kekurangan zat besi, kalsium, dan vitamin A.

  Disamping itu, juga kekurangan vitamin B6, seng, asam folat, iodium, vitamin D, dan magnesium dalam diet sehari-harinya (Andri, 2013).

2.1.2 Kebutuhan Gizi Remaja

  Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik, mental, maupun aktivitas yangs emakin meningkat, makan kebutuhan akan makanan yang mengandunfg zat-zat gizi pun menjadi cukup besar. Dibandingkan dengan fase-fase lainnya (bayi, balita, anak-anak, dewasa, dan manula), total kebutuhan zat-zat gizi selama masa remaja relatif lebih besar, kecuali pada masa menyusui dan kehamilan. Agar tubuh tetap sehat serta tumbuh berkembang dengan baik, sebaiknya remaja mengonsumsi makanan yang sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Andri, 2013).

  Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada

  

Recomended Daily Allowwance (RDA). Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh

  remaja dapat diacu pada tabel RDA. Secara garis besar, remaja putra membutuhkan lebih banyak energi dibandingkan remaja putri (Arisman, 2004).

  Kebutuhan energi yang dibutuhkan oleh remaja putri memuncak pada usia 12 tahun (2.550 kkal), kemudian menurun menjadi 2.200 kkal pada usia 18 tahun.

  Kebutuhan energi tersebut sebagian besar diperlukan untuk mempertahankan kebutuhan zat gizi di dalam tubuh dan aktifitas fisik daripada untuk pertumbuhan.fisik. Remaja yang kurang aktif dapat menjadi kelebihan berat badan atau obesitas, walaupun asupan energi lebih rendah dari kebutuhan yang direkomendasikan. Sebaliknya pada remaja yang sangat aktif akan membutuhkan energi yang lebih banyak dari kebutuhan energi yang direkomendasikan. Konsumsi energi yang kurang dapat terjadi karena sumbernya, kebutuhan yang meningkat atau pada penyakit kronis (Soetjiningsih, 2004).

  Untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia dan untuk memperoleh energi agar manusia dapat melakukan kegiatan fisiknya sehari-hari, maka tubuh manusia harus dipenuhi kebutuhan zat-zat makanan atau zat-zat gizinya.Zat-zat makanan yang diperlukan itu dapat dikelompokkan menjadi enam macam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air (Kartasapoetra & Marsetyo,2005).

  2.1.2.1 Karbohidrat

  Karbohidrat memegang peranan penting dalam kehidupan karena merupakan sumber energi utama bagi manusia yang harganya relatif murah (Almatsier, 2001).

  Budiyanto (2004) juga menyatakan bahwa karbohidrat selain murah juga mengandung serat-serat yang sangat bermanfaat sebagai diet (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan dan kesehatan manusia.Sumber karbohidrat yang banyak dimakan sebagai makanan pokok di Indonesia adalah beras, jagung, ubi, singkong, talas dan sagu (Almatsier, 2001).

  2.1.2.2 Protein

  Protein merupakansuatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.Protein juga mensuplai sekitar12-14% asupan energi selama masa remaja.Kebutuhan protein sehari yang direkomendasikan pada remaja berkisar antara 44-59g, tergantung pada jenis kelamindan usia. Berdasarkan BB, remaja usia 15-18 tahun berkurang menjadi

  0,8g/kg. Rata-rata asupan sehari protein untuk wanita adalah 65 g/hari (Soetjiningsih, 2004).

  Secara umum dikenal dua jenis protein yaitu protein hewani yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan seperti ikan, daging, telur dan susu. Protein nabati terutama berasal dari kacang-kacangan serta bahan makanan yang terbuat dari kacang. Seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, oncom,tahu dan tempe (Nurachmah, 2001).

  2.1.2.3 Lemak

  Kebutuhan lemak pada remaja dihitung sekitar 37% dari asupan energi total remaja,baik laki-laki maupun perempuan.Remaja sering mengkonsumsi lemak yang berlebih.Sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah gizi.Cara yang dipergunakan untuk mengurangi diet berlemak adalah dengan memanfaatkan anekabuah dan sayur serta produk padi-padian dan sereal, juga dengan memilih produk makanan yang rendah lemak (Soetjiningsih, 2004).

  2.1.2.4 Vitamin

  Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentukoleh tubuh.Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan.Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh.Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan (Almatsier, 2001).

  Vitamin dapat diperoleh dari sayuran dan buah-buahan.Kandungan vitamin dan mineral pada buah dan sayuran bermanfaat untuk mengatur pengolahan bahan makanan serta menjaga keseimbangan cairan tubuh.Biasanya banyak remaja yang kurang suka makan sayuran dan buah-buahan.Padahal, makanan tersebut sangat bermafaat bagi tubuh. Vitamin yang yang dibutuhkan antara lain adalah vitamin B6, B12, asam folat, A, C, D dan E (Choco, 2009).

2.1.2.5 Mineral

  Mineral merupakan zat-zat anorganik yang masukke dalam tubuh berbentukgaram-garam mineral dan bersatu dengan zat organik dalam makanan.

  Unsur mineral ini sedikit sekali diperlukan tubuh, tetapi mutlak dibutuhkan.Kekurangan unsur mineral dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan (Fatimah, 2006).

  Pada masa remaja kebutuhan akan semua mineral juga meningkat. Peningkatan akan zat besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini merupakan komponen penting pembentuk tulang dan otot. Asupan kalsium yangdianjurkan sebesar 800 mg (praremaja) sampai 1.200 mg (remaja).

2.1.3 Obesitas

  Obesitas pada masa remaja dapat disebabkan faktor psikologis, fisiologis maupun adat istiadat. Makin lama remaja mengalami obesitas, makin besar kecenderungannya menjadi obesitas sampai dewasa. Pendidikan tentang penanggulangan kegemukan dapat dibuat lebih efektif dengan melalui berbagai cara pendekatan, misalnya melalui organisasi pemuda atau kelompok olah raga. Agar berhasil, program terapi harus meliputi diet, olah raga, dan dukungan psikologis termasuk dan keluarganya (Narendra,2002).

  2.1.3.1 Gambaran Citra Tubuh pada Remaja yang Obesitas

  Obesitas atau kegemukan merupakan suatu masalah yang ditakuti oleh para remaja. Remaja obesitas yang dijauhi oleh teman-temannya memiliki kecenderungan untuk mengalami rasa putus asa yang besar. Hubungan antara obesitas dengan gejala psiko logismerupakan suatu lingkaran yang tidak terputus. Masalah psikologisyang paling umum didapatkan adalah cemas, ganggguan makan. Depresi pada obesitas dapat muncul karena pertentangan batin antara keinginan untuk memperoleh bentuk tubuh yang ideal dan kenyataan yang ada. Bagi remaja putri yang mengalami obesitas, masalah yang sering kali muncul adalah kepercayaan diri yang rendah dan kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan remaja putra yang lebih mengutamakan prestasi dari pada mengurus bentuk tubuh yang ideal (Dewi, 2004).

  Banyak usaha yang dilakukan para remaja putri untuk membentuk tubuh yang ideal agar menjadi kurus. Pada umumnya mereka melakukan diet, berolahraga, melakukan perawatan tubuh, mengkonsumsi obat pelangsing dan lain-lain. Sejauh ini remaja putri lebih menyukai diet untuk menurunkan berat badan.Tidak berbeda dengan remaja putri, remaja putra pun sebagian mengalami masalah berat badan. Bagi mereka yang memiliki bobot yang berlebihan dianggap akan memiliki permasalahan yang cukup berat untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis.

  Banyak remaja putera yang berharap dapat membuat tubuh mereka sedikit kekar atau berotot dan keinginan itu pada sebagian remaja putra disalurkan melalui kegiatan olahraga. Namun sayang bagi remaja yang kegemukan, olahraga merupakan kegiatan yang menyiksa (Dacey dan Kenny, 2001)

  Pada umunya remaja lebih mementingkan penampilan fisik. Bila penampilan fisik bagus (cantik dan tidak gemuk) akan meningkatkan kepercayaan diri pada remaja, terlebih-lebih remaja putri, maka penampilan fisik yang terlalu gemuk (obesitas) adalah hal yang sangat ditakuti (Dewi, 2004).

  Hasil penelitian dari Pope, Philips, & Olivardia (2000) menunjukkan bahwa wanita lebih memperhatikan penampilan fisik dibandingkan pria. Penjelasan ini bukan berarti penampilan fisik yang menarik hanya pada wanita saja tetapi para pria pun terkadang memperhatikan penampilan mereka.

  Santrock (2003) mengatakan bahwa perhatian terhadap citra tubuh seseorang sangat kuat terjadi pada remaja yang berusia 12 hingga 18 tahun, baik pada remaja putri maupun remaja putra.

2.2 Diet

  Diet adalah pengaturan makanan yang harus dimakan oleh seseorang atau sekelompok orang. Pada dasarnya, pengaturan makanan yang dianjurkan adalah membatasi jumlah asupan makanan jauh dibawah kebutuhan tubuh yang bersangkutan, sehingga terjadi keseimbangan energi negatif yang disebut sebagai defisit kalori. Dalam keadaan demikian, tubuh terpaksa memakai cadangan energi berupa cadangan glikogen maupun cadangan lemak ( Wirakusumah, 2001).

  Saat ini diet merupakan salah satu cara yang paling populer untuk menurunkan berat badan, karena diet dapat dilakukan hampir semua orang, tidak mahal, dan diterima secara sosial, dan tidak mendatangkan efek yang langsung terasa (Hill dalam Elga, 2007).

  Berdasarkan hasil penelitian Kurnianingsih (2009), menunjukkan sebanyak 37,4% remaja putri melakukan diet penurunan berat badan. Faktor yang mempengaruhi yaitu, status gizi, pengetahuan gizi, pengaruh keluarga, teman sebaya, media massa, dan tokoh idola yang menunjukkan bahwa ada nya hubungan terhadap penurunan diet untuk menurunkan berat badan.

  Diet sebagai upaya untuk mengatur asupan zat gizi di bagi dalam beberapa jenis, yaitu: Menurunkan berat ( massa) badan;

  • Misalnya bagi model dan aktris yang ingin menjaga penampilannya.
  • Misalnya bagi olahragawan atau atlet binaraga yang ingin meningkatkan massa otot.

  Meningkatkan berat ( massa) badan.

  • karbohidrat dan gula).

  Pantang terhadap makanan tertentu, misalnya bagi penderita diabetes( rendah

2.2.1 Jenis Perilaku Diet

  Berikut dijabarkan beberapa perilaku diet sehat dan tidak sehat menurut Kim&Lennon (2006):

2.2.1.1 Diet Sehat

  Diet sehat dapat diasosiasikan dengan perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat, seperti mengubah pola makan dengan menkonsumsi makan rendah kalori atau rendah lemak , dan menambah aktivitas fisik secara wajar.Diet sehat dapat membuat seseorang memiliki tubuh ideal tanpa mendatangkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Diet sehat dapat dilakukan dengan cara mengurangi masukan kalori ke dalam tubuh namun tetap menjaga pola makan yang dianjurkan oleh pedoman gizi seimbang (Anwar, dalam Elga, 2007). Orang yang melakukan diet untuk alasan kesehatan akan melakukan cara yang sehat pula, misalkan mengikuti pola makan yang dianjurkan (Kimm&Lennon, 2006).

  Pola makan sehat yang dianjurkan agar pelaku diet senantiasa mendapatkan nutrisi yang seimbang bagi tubuh mereka : Berbagai macam variasi dari buah-buahan dan sayuran sebaiknnya

  • dikonsumsi paling sedikit lima porsi sehari.
  • khususnya yang mengandung serat tinggi seperti roti, pasta, sereal, dan kentang. Untuk Indonesia sendiri, Karbohidrat lebih umum dikonsumsi dalam bentuk nasi, roti, mie, atau kentang sebagai makanan pokok yang dimakan setiap hari (Anwar, dalam Elga, 2007).

  Beberapa makanan yang mengandung karbohidrat sebaiknya dikonsumsi,

  • lebih dianjurkan untuk memilih yang rendah lemak.

  Daging, ikan, dan sejenisnya sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedang dan

  • jumlah yang sedang dan mengandung kadar lemak yang rendah, apabila memungkinkan.

  Susu dan produk-produk olahan dari susu sebaiknya dikonsumsi dalam

  • permen, dan minuman yang mengandung gula sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan jarang.

  Cemilan dan makanan yang mengandung gula seperti keripik kentang,

2.2.1.2 Diet Tidak Sehat

  Diet tidak sehat dapat diasosiasikan dengan perilaku yang membahayakan kesehatan dapat dilakukan dengan berpuasa ( diluar niat ibadah) atau melewatkan waktu makan dengan sengaja, penggunaan obat-obat penurun berat badan, penahan nafsu makan, atau laxative , muntah dengan disengaja, dan binge eating . Orang-orang yang berdiet semata-mata bertujuan untuk memperbaiki penampilan akan cenderung menempuh cara-cara yang tidak sehat untuk menurunkan berat badan mereka (Kimm&Lennon, 2006).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Diet

  Beberapa ahli menyatakan bahwa gambaran tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diet adalah sebagai berikut:

2.2.2.1 Jenis Kelamin

  Hal tersebut dikarenakan pada saat mulai memasuki masa remaja, seorang perempuan akan mengalami peningkatan lemak tubuh yang membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal, sedangkan remaja laki-laki menjadi lebih puas karena massa otot yang meningkat. (Brooks-Gunn & Paikoff dalam Santrock, 2003).

  Ketidakpuasan terhadap gambaran tubuh pada remaja perempuan umumnya mencerminkan keinginan untuk menjadi lebih langsing (Davison,Markey, & Birch dalam Markey, 2005).Sedangkan pada remaja laki-laki ketidakpuasan terhadap tubuhnya juga timbul karena keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi, dan berotot (Evans, 2008).

2.2.2.2 Media Massa

  Media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang.

  Media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial.Anak-anak dan remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi.Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan media sering menggambarkan bahwa standart kecantikan perempuan adalah tubuh yang kurusdalam hal ini berarti dengan level kekurusan yang dimiliki, kebanyakan perempuan percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang sehat. Media juga menggambarkan gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan memiliki tubuh yang berotot, Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002).

2.2.3 Dampak Perilaku Diet

  Menurut Raisa (dalam Hawks, 2008), Perilaku diet dapat menimbulkan dampak bagi seseorang yaitu:

  2.2.3.1Dampak Biologis Peneliti mengatakan bahwa diet akan meningkatkan level sistemyc cortisol.

  

Cortisol merupakan pertanda dari timbulnya stres, yang merupakan prediktor

  terhadap level rasa lapar dan hal ini merupakan faktor yang berisiko terhadap timbulnya tulang yang rapuh.

  2.2.3.2 Dampak Psikologis

  Individu yang melakukan diet biasanya akan lebih depresi dan emosional daripada individu yang tidak diet, dan akan mengalami kecemasan, serta kurangnya penyesuaian diri yang baik pada area sosialisasi, kematangan, tanggung jawab, dan struktur nilai intra personal.

2.2.3.3 Dampak Kognitif

  Kerusakan dalam working memory, waktu reaksi, tingkat perhatian dan performansi kognitif dipengaruhi oleh tubuh, makanan, dan diet, yang disebabkan oleh kecemasan yang dihasilkan oleh efek stres terhadap diet.

  Diet yang sering dilakukan remaja terutama remaja putri yaitu diet untuk menurunkan berat badan. Sementara diet untuk menaikkan atau menurunkan berat badan dilakukan berdasarkan pada jumlah kalori yang dikonsumsi dan jumlah kalori yang dibakar tubuh untuk melakukan suatu kegiatan. Jika seseorang mengonsumsi kalori lebih banyak daripada yang dibutuhkannya, maka berat badannya akan naik dan sebaliknya. Oleh sebab itu, sebelum melakukan diet jenis ini kita berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau ahli gizi (Adriani, 2012).

2.3 Pola Makan Remaja

  Pola makan atau kebiasaan makan adalah cara-cara individu atau kelompok individu dalam memilih, mengkonsumsi, dan menggunakan makanan yang tersedia yang didasarkan oleh faktor-faktor sosial dan budaya dimana seseorang hidup (Macclany dan Macbeth, 2004).

  Pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai pola makan yang tidak berebihan posinya dan terdiri dari jenis-jenis makanan yang sehat dan beragam.

  Keberagaman jenis makanan yang dikonsumsi bermanfaat untuk mendapatkan kesempurnaan nutrisi-nutrisi penting bagi tubuh. (Sutanto, 2013).

  Berdasarkan penelitian Khudin (2012), terdapat gangguan perilaku makan pada responden yang melakukan diet sebesar 9,2% dari 87 responden. Penelitian pada mahasisiwi FK USU tahun 2010 didapatkan sebesar 8% responden memiliki gangguan perilaku makan. Angka ini menunjukkan pada saat ini remaja memiliki resiko perilaku makan. Hal ini dikarenakan arus informasi yang berkembang dan penilaiann terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diterima di masyarakat adalah bentuk tubuh yang ideal seperti role models iklan sehingga mendorong mereka untuk melakukan diet.

  Berdasarkan penelitian Widianti (2012), sebanyak 40,3% remaja putri merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya dan 59,7% merasa puas dengan bentuk tubuhnya. Sebesar 56,9% remaja putri belum menjalankan perilaku makan yang baik dan 43,1% sudah menjalankan perilaku makan yang baik. Dari hasil penelitian ini terdapat hubungan antara body image dan perilaku makan dengan status gizi remaja putri.

  Ketika mencapai puncak kecepatan pertumbuhan, remaja biasanya makan lebih sering dalam jumlah yang banyak. Sesudah masa pertumbuhan yang cepat (growth spurt), biasanya mereka akan lebih memerhatikan penampilan dirinya terutama remaja putri. Mereka sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya, sehingga dapat menyebabkan kekurangan gizi. Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan kesibukan remaja, akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola konsumsi makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang (Adriani, 2012).

  Menurut Sediaoetama (dalam, Vivi 2004), Jumlah atau porsi makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja yaitu:

Tabel 2.1. Jenis dan Porsi Makanan yang Dianjurkan pada Usia 15-18 Tahun Makan pagi Makan siang Makan malam

  (Pukul 06.00-07.00 WIB) ( (Pukul13:00-14:00WIB) (Pukul 20:00 WIB)

  Nasi 1 porsi 100gr beras Nasi 2 porsi 200gr beras Nasi 1 porsi 100gr beras Telur 1 butir 50gr Daging 1 porsi 50gr Daging 1 porsi 50gr Susu sapi 200gr Tempe 1 porsi 100 gr Tahu 1 porsi 100gr

  Buah 1 porsi 75gr Sayur 1 porsi 100gr Buah 1 porsi 100gr Susu skim 1 porsi 20gr

  Sumber : Sediaoetama, 2004 Untuk menerapkan pola makan yang sehat, anda perlu memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan tersebut. Cukup kalori untuk menjaga tubuh bertenaga, sedangkan pada saat yang sama, anda perlu memastikan makanan tersebut mengandung protein, karbohidrat, dan lemak dalam jumlah yang seimbang. Anda perlu memilih makanan yang sehat dari ketiga kategori makanan itu. Kualitas dan kuantitas makanan berpengaruh terhadap pengaturan selera makan (Roizen, 2012).

  Suatu saat, ketika ketidakseimbangan sedikit saja pada organ-organ tubuh ini makan akan banyak berdampak pada kenyamanan hidup kita, timbulnya penyakit misalnya, penyakit tentu akan membuat sistem dalam tubuh kita menjadi tidak seimbang dan pada gilirannnya tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

  Beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam pola makan adalah :

  1. Jumlah atau porsi makanan yang kita konsumsi

  2. Jenis-jenis makanan yang dikonsumsi

  3. Jadwal atau waktu makan

  Pola makan yang sehat adalah pola makan yang tidak berlebihan porsinya dan terdiri dari jenis-jenis makanan yang sehat dan beragam. Keanekaragaman jenis makanan yang dikonsumsi bermanfaat untuk mendapatkan kesempurnaan zat gizi penting bagi tubuh. Selain itu, mengingat masing-masing organ tubuh kita mempunyai fungsi yang khusus untuk menjalankan proses-proses tertentu ( proses kimia, fisika, biologis, dan lain-lain) maka sangat penting untuk mengetahui bagaimana dan kapan proses-proses penting dalam tubuh kita terjadi. Hal ini perlu diketahui karena akan berpengaruh pada optimal atau tidaknya penyerapan gizi makanan yang kita konsumsi. Sehingga zat-zat gizi yang kita makan tidak akan terbuang percuma karena makanan yang kita konsumsi tidak tepat waktu ( Sutanto, 2013).

  Diet sangat erat hubungannya dengan kesehatan tubuh kita. Menjaga pola hidup sehat khususnya pola makan merupakan hal yang sangat penting bagi kita semua (Saraswati, 2013).

2.3.1 Gangguan Pola Makan

  Remaja yang melakukan diet bahkan ketika mereka memiliki berat badan normal, dapat mengancam status gizi mereka dalam hal kehilangan sejumlah besar lemak. Kehilangan lemak tersebut dapat mengakibatkan amenorea, ketosis, massa tubuh berkurang, jaringan otot berkurang tanpa lemak, mengurangi angka metabolisme basal, kelelahan, lekas marah, insomnia, kurang konsentrasi, dan kegagalan pertumbuhan. Selain itu, diet intermiten pada remaja obesitas dapat menurunkan kebutuhan energi basal dan membuat penurunan berat badan lebih sulit.Gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa biasanya didahului oleh diet.Akibatnya, diet dianggap sebagai faktor risiko yang penting untuk pengembangan gangguan makan (Savige, 2007).

  Gangguan perilaku makan terdiri atas dua yaitu anoreksia nervosa dan bulimia. Berikut penjelasan yang saya rangkum dari beberapa literatur yaitu:

2.3.1.1 Anoreksia Nervosa

  Anoreksia nervosa, adalah salah satu gangguan makan dengan prevalensi sebesar 0.48% hingga 0.70% pada remaja wanita dan merupakan gangguan serius yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis. Dampak gangguan fisik antara lain terhambatnya pertumbuhan, keterlambatan atau gangguan puberitas, dan pengurangan massa tulang. Dampak fisik juga bisa dilihat dari besarnya tingkat kematian akibat anoreksia di Amerika Serikat, yaitu diperkirakan sebesar 5.6% per dekade, dimana sekitar setengah kematian disebabkan karena gagal jantung dan setengahnya lagi karena bunuh diri. Sedangkan dampak psikologis seperti kondisi penyerta psikologis yang umum, antara lain gangguan depresi, kecemasan, termasuk gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan kepribadian (Lock, 2010).

  Prevalensi anoreksia diperkirakan sebesar 0.3% pada remaja perempuan dan dewasa muda di Amerika Serikat, prevalensinya meningkat selama transisi dari remaja ke dewasa muda. Badan statistik Kanada memperkirakan sekitar 0.5%-4% wanita akan mengalami anoreksia selama hidup mereka, dan mereka yang kebanyakan dirawat karena keluhan anoreksia sebagian besar adalah remaja. Namun, hanya sepertiga dari penderita anoreksia yang menjalani pengobatan mental (Bell, 2010).

2.3.1.2 Bulimia Nervosa

  Bulimia nervosa, merupakan gangguan yang ditandai dengan binge eating dan

  

purguing, yang diikuiti dengan perilaku yang tidak nyaman untuk mencegah

  kenaikan berat badan. Gangguan ini umumnya biasa terjadi selama masa remaja, dengan periode sekitar usia 18 tahun. Rasio penderita antara wanita dan laki-laki adalah berkisar 10:1 hingga 20:1, dan berasal dari status ekonomi yang berbeda-beda (ADA, 2011).

  Remaja yang berisiko mengalami gangguan ini adalah kemungkinan mereka yang mengalami kelainan depresi biologis, yang diperburuk dengan konflik keluarga dan aturan ekspektasi sosial. Penekanan sosial akan tubuh yang langsing seringkali membantu identifikasi penurunan berat badan seseorang sebagai solusi masalah. Diet yang menyebabkan makan yang berlebihan, sehingga memulai gangguan yang seperti siklus. Penderita bulimia ini memiliki pola makan yang tampaknya kacau meskipun ada aturan untuk mengonsumsi makanan yang mesti dimakan, seberapa banyak dan makanan yang baik serta makanan yang dihindari.Meskipun kriteria diagnosisgangguan makan berfokus pada perilaku makan berlebihan atau muntah, sebagian besar penderita menghindari makanan mereka (Mehler, 2003).

  Penyebab bulimia belum diketahui dengan baik, ada indikasi yg menytkn bahwa faktor genetik memiliki peran penting. Gangguan sistem serotonergik, yang terlibat dalam pengaturan asupan makanan, serta budaya terhadap standar daya tarik fisik, juga diyakini memiliki kontribusi (Mehler,2003).

  Kebanyakan penderita dengan bulimia memuntahkan makanan tanpa stimulasi medis. Untuk mengeluarkan kembali makanan yang masuk, penderita melakukanberbagai cara. Misalnya memuntahkan makanan yang telah ditelannya dengan memasukkan jari tangan, sedotan, sikat gigi, dan sebagainya. Cara lain adalah berpuasa selama 24 jam tanpa makan dan minum, mengonsumsi pil pelangsing, dan obat pencahar (Andriani, 2012).

2.3.2 Aspek-Aspek Pola Makan

  Menurut Levi(dalam purwaningrum,2008), tindakan manusia terhadap maknanan dipengaruhi oleh aspek-aspek yaitu pengetahuan, perasaan, dan persepsi terhadap makanan tersebut. Aspek-aspek pola makan adalah sebagai berikut:

  2.3.2.1 Keteraturan Makan

  Keteraturan makan yaitu dimana seperti saat memperlihatkan waktu makan (pagi, siang, dan malam). Keteraturan makan ini dilihat dari waktu yang digunakan untuk makan dan apakah di setiap waktu-waktu itu di penuhi dengan melakukan kegiatan makan.

  2.3.2.2 Kebiasaan Makan

  Kebiasaan makan dalam hal ini dapat dilihat dalam beberapa hal, diantaranya cara makan, tempat makan, dan beberapa aktivitas yang dilakukan saat makan.

  Dilihat dari cara makan, seperti duduk, berdiri, ataupun berbaring ketika makan, dan aktivitas apa saja yang dilakukan saat makan yang dapat menghabiskan makanannya.

  2.3.2.3 Alasan Makan

  Makan yang dilakukan karena kebutuhan fisiologis (rasa lapar), kebutuhan psikologis (mood, perasaan, atau perasaan hati), kebutuhan sosial (gengsi atau konformitas antara teman sebaya). Bermacam-macam alasan inilah yang membuat seseorang memenuhi kebutuhan makannya tercapai.

2.3.2.4 Jenis Makanan yang Dimakan

  Makan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Seseorang akan senang dan meningkat selera makannya apabila disajikan dengan jenis makanan yang disukainya. Hal ini akan berbanding terbalik di saat disajikan dengan makanan yang tidak disukai. Jenis makanan itu akan dihindari bahkan tidak akan di sentuh sama sekali.

2.4 Status Gizi

  Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet (Beck, 2001).

  Berdasarkan penelitian Khudhin (2012), pada perilaku makan terhadap status gizi yaitu terdapat 4,8% remaja underweight mengalami gangguan makan, pada remaja yang berstatus gizi normal tidak ditemukan adanya gangguan perilaku makan,

  responden dengan status gizi overweightmemiliki gangguan perilaku makan sebanyak 40%, Sedangkan pada responden yang obesitas sebanyak 30% mengalami gangguan perilaku makan.

  Konsumsi makan yang kurang memenuhi syarat merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan status gizi. Keadaan pertumbuhan sangat erat kaitannya dengan masalah konsumsi energi dan protein, maka ukuran tubuh sederhana sebagai refleksi keadaan (misalnya berat badan dan tinggi badan) dapat digunakan untuk menilai gangguan pertumbuhan dan keadaan kurang gizi yang diakibatkan oleh kekurangan energi dan protein ( Almatsier, 2002).

  Kebutuhan gizi remaja relatif besar, karena remaja masih mengalami masa pertumbuhan. Selain itu, remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan dengan usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Remaja memiliki, kebutuhan gizi yang unik apabila ditinjau dari sudut pandang sosial. Secara biologis kebutuhan gizi mereka selaras dengan aktivitas mereka.

  Remaja membutuhkan lebih banyak protein, vitamin, dan mineral per unit dari setiap energi yang mereka konsumsi dibanding dengan anak yang belum mengalami pubertas (Andriani, 2012). Pada masa remaja kebutuhan gizi perlu mendapat perhatian karena: a.

  Kebutuhan akan gizi yang meningkat karena adanya peningkatan pertumbuhan fisik dan perkembangan.

  b.

  Berubahnya gaya hidup dan kebiasaan makan pada masa ini berpengaruh pada kebutuhan dan asupan zat gizi.

  c.

  Kebutuhan khusus gizi perlu diperhatikan pada kelompok remaja yang memiliki aktivitas olahraga, gangguan perilaku makan, konsumsi alkohol, obat-obatan maupun hal-hal yang biasa terjadi pada remaja.

  Pada saat remaja putri mulai mendapat menstruasi, kebutuhan akan zat besi meningkat secara drastis. Peningkatan kebutuhan zat besi tersebut lebih besar dibandingkan remaja putra. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja banyak mengalami kekurangan zat-zat gizi dalam konsumsi makan sehari-harinya. Remaja putri umumnya kekurangan zat besi, kalsium dan vitamin A. Disamping itu juga kekurangan vitamin B6, seng, asam folat, iodium, vitamin D, dan magnesium dalam diet sehari-harinya (Sumanto, 2009).

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Gizi Usia Remaja Zat Gizi Laki Perempuan

  • – laki

  10 – 12 13 – 15 16 - 18 10 – 12 13 – 15 16 – 18

  Energi (kkal) 2050 2400 2600 2050 2350 2200 Protein (g)

  50

  60

  65

  50

  57

  55 Vitamin A (RE) 600 600 600 600 600 600

  5

  5

  5

  5

  5

  5 Vitamin D (μg) Vitamin E (mg)

  11

  15

  15

  11

  15

  15

  35

  55

  55

  35

  55

  55 Vitamin K (μg) Tiamin (mg) 1,0 1,2 1,3 1,0 1,1 1,1 Riboflavin (mg) 1,0 1,2 1,3 1,0 1,0 1,0 Niasin (mg)

  12

  14

  16

  12

  13

  14 300 400 400 300 400 400 Asam folat (μg) Piridoksin(mg) 1,3 1,3 1,3 1,2 1,2 1,2 Vitamin B 1,8 2,4 2,4 1,8 2,4 2,4

  ₁₂ (μg)

  50

  75

  90

  50

  65

  75 Vitamin C (mg) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 Kalsium (mg) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 Fosfor( mg) 170 220 270 180 230 240 Magnesium (mg)

  13

  19

  15

  20

  26

  26 Besi (mg) 120 150 150 120 150 150 Yodium (μg)

  14,0 17,4 17,0 12,6 15,4 14,0 Seng (mg)

  20

  30

  30

  20

  30

  30 Selenium (μg) 1,9 2,2 2,3 1,6 1,6 1,6

  Mangan (mg) 1,7 2,3 2,7 1,8 2,4 2,5

  Fluor (mg) Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004

  Untuk menilai status gizi dapat digunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut : Berat Badan (kg)

  IMT = Tinggi Badan ² (meter)

  Sesuai anjuran WHO status gizi baik mempunyai IMT 18,5-25. Nilai antara 25-30 termasuk status gizi lebih atau kelebihan berat badan dan nilai 30-40 disebut kegemukan atau obesitas ( Tirtawinata, 2012).

Tabel 2.3. Status gizi, berat badan dan indeks masa tubuh

  

Status Gizi Berat Badan Indeks Massa Tubuh

  Gizi lebih Kegemukan/ Obesitas 30 - >40 Gemuk / Kelebihan BB

  25

  • – 29,9 Gizi baik BB Ideal – BB Normal ≥ 18,5 - < 25

  Gizi kurang Kurus 17 -18,4 Kurus sekali 16-16,9

  Sumber : James WPT et al, modern nutrition in health and disease, 1994

2.4.1 Metode Penilaian Konsumsi Pangan

  Menurut Supriasa (dalam Vivi, 2001), Asupan makan merupakan faktor utama yang berperan terhadap status gizi seseorang. Untuk menilai status gizi individu dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah pangan dan kebiasaan makan dan menghitung jumlah yang dimakan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, dari informasi tersebut dapat dihitung konsumsi gizi dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM). DKBM adalah memuat susunan kandungan zat -zat gizi berbagai jenis bahan makanan atau makanan.

  Untuk mendapatkan informasi terhadap kejadian yang telah lalu yang harus diketahui dari subjek penelitian, metode konsumsi makanan yang dipakai adalah metode ingatan 24 jam (24 hours food recall) dan metode frekuensi konsumsi pangan (food frequency).

  2.4.1.1 Metode Ingatan 24 Jam (24 hours recall method)

  Metode ingatan 24 jam digunakan untuk mengetahui kuantitas makanan yang dikonsumsi selama satu hari dengan menggunakan formulir food recall 24 jam. Pada metode ini responden diminta menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu, dimulai dari sejak bangun tidur pagi sampai tidur malam harinya. Metode ingatan 24 jam, jika dilakukan satu hari tidak dapat menggambarkan informasi rata-rata konsumsi. Sebaiknya dilakukan minimal 2x24 jam dengan selang waktu 2 hari selama per sepuluh hari.

  Minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu.

  2.4.1.2 Metode Frekuensi Konsumsi Pangan (food drequency method)

  Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun (Supariasa, 2001).

2.5 Kerangka Teori

  Studi yang dilakukan oleh Adiningsih (2003) dan Apriadji (1986) menyebutkan bahwa status gizi remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu psikologi ( harga diri, citra diri, konflik psikis, konsep kesehatan, persepsi), biologis (umur, jenis kelamin, status pertumbuhan, status kesehatan, keturunan), individu (pengetahuan gizi, sikap makan, praktek makan), sosial ekonomi ( tren makanan

  

modern , nilai makanan, makanan yang tersedia, tren mode, uang saku, pendidikan,

  kebiasaan makan), perilaku makan ( frekuensi makan, diet, meninggalkan, makanan),perilaku makan juga dapat dipengaruhi lingkungan atau teman sebaya. Aktivitas tubuh (menonton TV, rekreasi, tidur, olahraga, kegiatan sekolah), dan kelainan metabolik akan membuat penggunaan zat gizi tidak efisien yang akan mempengaruhi status gizi.

2.6.Kerangka Konsep

  Dari tinjauan pustaka tersebut maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Pengetahuan tentang diet pada remaja putri

  Pola makan: Jenis

  • Status Gizi Jumlah - frekuensi
  • Metode diet:

  Sehat

  • Tidak sehat
  • : Variabel independen

  : Variabel dependen

Gambar 2.1. Kerangka konsep

  Variable dependen pada penelitian ini adalah status gizi dan variable independen yang diteliti terbagi tuga yaitu pengetahuan tentang diet pada remaja putrid, pola makan dalam penelitian ini adalah jenis, jumlah, dan frekuensi, dan metode diet yang terdiri dari diet sehat dan tidak sehat.