Pengaruh Citra Tubuh terhadap Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja Putri Di SMAN I Medan Tahun 2011

(1)

PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PERILAKU MAKAN DAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI

DI SMAN I MEDAN TAHUN 2011

TESIS

Oleh

DIANA 097032086/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF BODY IMAGE ON EATING BEHAVIOR AND NUTRITIONAL STATUS OF FEMALE TEENAGERS

AT SMAN 1 MEDAN 2011

THESIS

By

DIANA 097032086/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PERILAKU MAKAN DAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI

DI SMAN I MEDAN TAHUN 2011

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

DIANA 097032086/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PERILAKU MAKAN DAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI DI SMAN 1 MEDAN

TAHUN 2011 Nama Mahasiswa : Diana

Nomor Induk Mahasiswa : 097032086

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes

Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes 2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si 3. Dra. Syarifah, M.S


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PERILAKU MAKAN DAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI

DI SMAN I MEDAN TAHUN 2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

(Diana) 097032086/IKM


(7)

ABSTRAK

Citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya. Remaja yang memiliki citra tubuh negatif cenderung berperilaku makan yang tidak baik dan pada akhirnya memiliki status gizi yang tidak baik meliputi kurus ataupun obesitas.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah analitik. Populasi adalah seluruh siswi kelas X, XI dan XII di SMUN 1 Medan. Sebanyak 258 siswi terpilih secara acak sebagai sampel penelitian. Pengukuran citra tubuh diukur dengan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari

Concordia Health Service, pengukuran perilaku makan dengan menggunakan tabel

food frekuensi dan status gizi dengan menggunakan indikator IMT WHO tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan (p=0,015), Ada pengaruh citra tubuh terhadap status gizi (p=0,000) dan ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi (p=0,000)

Perlu dilakukan promosi kesehatan oleh pihak sekolah (guru BP) khususnya mengenai perilaku makan yang baik kepada siswi melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan melakukan kegiatan penyuluhan gizi secara berkala kepada siswi dengan materi penyuluhan tentang citra tubuh, perilaku makan dan berat badan yang ideal bagi remaja putri.


(8)

ABSTRACT

Body image is a mental description related to someone’s body shape and size, how someone perceives and evaluates what he/she thinks about the shape and size of his/her body, and how other people would evaluate him/herself. Actually, what he/she thinks and feels does not represent the actual condition but more subjective self evaluation.

The purpose of this analytical study was to analyze the influence of body image on the eating behavior and nutritional status of female teenagers at SMUN I Medan in 2011. The population was all of female students in grade X and grade XI at SMUN I Medan. The sample for this study was 213 female students who were randomly selected. The body image was measured by using the questionnaires adapted from Concordia Health Service, eating behavior was measured by using the table of food frequency, and nutrition status was measured by the IMT indicators of WHO in 2005.

The result of study showed that there was no significant relationship between body image status and nutrition status (p = 0.074), but there was significant relationship between eating behavior and nutrition status (p = 0.000) and eating behavior had significant influence on nutrition status (p = 0.000).

The school management (Counseling and Extension Teacher) is suggested to do health promotion, especially on good eating behavior, to the female students through the School Health Organization (UKS) and periodical extension on nutrition with extension materials such as body image, eating behavior and the ideal body weight for female teenagers.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat dan limpahan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Citra Tubuh terhadap Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja Putri Di SMAN I Medan Tahun 2011”, ini.

Selama proses penyusunan tesis ini, saya telah banyak menerima bantuan, nasehat dan bimbingan demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, saya ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan sumbangan pikiran, petunjuk, saran dan bimbingan kepada saya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

6. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Dra. Syarifah, M.S selaku tim penguji yang telah memberikan kritikan dan saran demi perbaikan tesis ini.

8. Drs. Asman R Karo-Karo selaku Ketua Yayasan STIKes Sumatera Utara yang telah memberikan ijin dalam melaksanakan pendidikan.

9. Dr. H. Paul Sirait, S.K.M, M.M, M.Kes yang telah memberikan ijin dan juga dorongan untuk mengikuti pendidikan ini.

10.Sahabatku Fotarisman Zaluchu, Donal Nababan, Sri Malem Sembiring, Evawani Silitonga, Sahrial Angkat, Doni, Nova, Wita, dan khususnya Nuraijah atas diskusi-diskusinya.

11.Sahabatku Titin, Mariani, Yus, Iwan, Ina, Yusuf, Iriadi, terutama Asnita, atas kebersamaan selama ini.

12.Kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi dan hormati, serta mertua saya yang selalu mendukung dan mendoakan saya.

13.Suami tercinta, Fredy Sinaga, S.T, terima kasih atas kesabaran, dukungan, dan doa untuk saya.


(11)

14.Anak-anakku terkasih Alfin GS, Amelia GS dan Anggita GS motivator terhebat bagi saya.

15.Saudara-saudaraku tersayang Junita Sembiring, dr. Insan Kelana Sembiring, Suriadi Sembiring, dan keponakan-keponakanku Yudi, Vany, Alif, Sasya, Putri, Zidan, Yasin, dan Tores atas doanya.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2011 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Diana, dilahirkan di Perbulan, 15 Juni 1976 dari pasangan M. Sembiring dan S. Sinuraya. Pada tahun 1982, Diana menempuh pendidikan Sekolah Dasar Di SDN I Rimo Aceh Selatan dan tamat pada tahun 1988. Pendidikan lanjutan, SLTP MMA UISU dan Taman Siswa Medan, masing-masing diselesaikan pada tahun 1991 dan tahun 1994.

Pada tahun 1994, Diana melanjutkan ke Program DIII Keperawatan Dr. Rusdi Medan dan tamat pada tahun 1997. Pada tahun 1998 melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kesehatan Masyarakat UHAMKA Jakarta dan menyelesaikanya pada tahun 2000, dan dilanjutkan dengan Program AKTA IV pada universitas yang sama dan menamatkannya pada tahun 2001.

Pada tahun 2002 hingga saat ini, Diana bekerja di STIKes Sumatera Utara dan menikah dengan Fredy Sinaga, S.T dan dikaruniai satu putra dan dua putri. Selanjutnya pada tahun 2009 melanjutkan pendidikan Strata 2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat pada minat studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK …..……….

ABSTRACT ………... KATA PENGANTAR………... RIWAYAT HIDUP ……….. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ……….... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ………

i ii iii vi vii ix x xi

BAB 1. PENDAHULUAN ..……….. 1

1.1Latar Belakang ………

1.2Permasalahan ………...

1.3Tujuan Penelitian ……….

1.4Hipotesis ………..

1.5Manfaat Penelitian ………...

1 6 6 7 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………... 8

2.1 Citra Tubuh ………... 2.2 Remaja .………... 2.3 Perilaku Makan Remaja ………..……….... 2.4 Status Gizi Remaja ……….. 2.5 Citra Tubuh dan Perilaku Makan …...………. 2.6 Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja ... 2.7 Landasan Teori ... ……… 2.7.Kerangka Konsep... ………

8 17 22 26 27 28 31 33

BAB 3. METODE PENELITIAN………. 34

3.1 Jenis Penelitian ... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.3 Populasi dan Sampel... 3.4 Metode Pengumpulan Data ... 3.5 Variabel dan Definisi Operasional... 3.6 Metode Pengukuran... 3.7 Metode Analisis Data...

34 34 35 36 39 40 41


(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ………. 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..………. 4.2 Karakteristik Responden ………. 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Citra Tubuh ………. 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Makan ………... 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi ………... 4.6 Hubungan Citra Tubuh Dengan Perilaku Makan ...…………. 4.7 Hubungan Antara Perilaku Makan Dengan Status Gizi …….. 4.8 Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan Status Gizi ………… 4.9 Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Perilaku Makan ...………… 4.10 Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Status Gizi ………. 4.11 Pengaruh Perilaku Makan Terhadap Status Gizi …………...

43 43 44 44 46 48 48 49 50 51 51 52

BAB 5. PEMBAHAHAN ……….. 53

5.1 Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Perilaku Makan…... 5.2 Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Status Gizi.………... 5.3 Pengaruh Perilaku Makan Terhadap Status Gizi ……….

53 56 57

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 61

6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ...

61 61

DAFTAR PUSTAKA ...……… LAMPIRAN ………. 63 66              


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Bentuk Tubuh dan Risiko Penyakit Berdasarkan IMT ... 26

3.1. Jumlah Siswi SMAN I Medan ... 35

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

3.3. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 41

4.1. Karakteristik Responden ... 44

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Citra Tubuh ... 44

4.3. Distribusi Jawaban Berdasarkan Pertanyaan Citra Tubuh ... 45

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Makan ... 46

4.5. Distribusi Jawaban Berdasarkan Pertanyaan Perilaku Makan ... 47

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi ... 48

4.7. Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan Perilaku Makan ... 48

4.8. Hubungan Antara Perilaku Makan Dengan Status Gizi ... 49

4.9. Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan Status Gizi ... 50

4.10. Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Status Gizi... 51

4.11. Pengaruh Perilaku Makan Terhadap Status Gizi... 52

     


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Bentuk Tubuh ... 16

2.2. Theory of Reasoned Action... 31

2.3. Kerangka Teori ... 32

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 32

                           


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner ... 66

2. Master Data ... 76

3. Out Put SPSS ... 85


(18)

ABSTRAK

Citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya. Remaja yang memiliki citra tubuh negatif cenderung berperilaku makan yang tidak baik dan pada akhirnya memiliki status gizi yang tidak baik meliputi kurus ataupun obesitas.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah analitik. Populasi adalah seluruh siswi kelas X, XI dan XII di SMUN 1 Medan. Sebanyak 258 siswi terpilih secara acak sebagai sampel penelitian. Pengukuran citra tubuh diukur dengan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari

Concordia Health Service, pengukuran perilaku makan dengan menggunakan tabel

food frekuensi dan status gizi dengan menggunakan indikator IMT WHO tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan (p=0,015), Ada pengaruh citra tubuh terhadap status gizi (p=0,000) dan ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi (p=0,000)

Perlu dilakukan promosi kesehatan oleh pihak sekolah (guru BP) khususnya mengenai perilaku makan yang baik kepada siswi melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan melakukan kegiatan penyuluhan gizi secara berkala kepada siswi dengan materi penyuluhan tentang citra tubuh, perilaku makan dan berat badan yang ideal bagi remaja putri.


(19)

ABSTRACT

Body image is a mental description related to someone’s body shape and size, how someone perceives and evaluates what he/she thinks about the shape and size of his/her body, and how other people would evaluate him/herself. Actually, what he/she thinks and feels does not represent the actual condition but more subjective self evaluation.

The purpose of this analytical study was to analyze the influence of body image on the eating behavior and nutritional status of female teenagers at SMUN I Medan in 2011. The population was all of female students in grade X and grade XI at SMUN I Medan. The sample for this study was 213 female students who were randomly selected. The body image was measured by using the questionnaires adapted from Concordia Health Service, eating behavior was measured by using the table of food frequency, and nutrition status was measured by the IMT indicators of WHO in 2005.

The result of study showed that there was no significant relationship between body image status and nutrition status (p = 0.074), but there was significant relationship between eating behavior and nutrition status (p = 0.000) and eating behavior had significant influence on nutrition status (p = 0.000).

The school management (Counseling and Extension Teacher) is suggested to do health promotion, especially on good eating behavior, to the female students through the School Health Organization (UKS) and periodical extension on nutrition with extension materials such as body image, eating behavior and the ideal body weight for female teenagers.


(20)

 

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bentuk tubuh yang ideal merupakan hal yang diidam-idamkan hampir oleh semua orang, terutama bagi remaja yang mulai mengembangkan konsep diri dan juga hubungan heteroseksual. Pada masa remaja terjadi perubahan fisik, biologis, dan kognitif yang cepat dan drastis. Perubahan yang cepat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya. Respon itu terwujud dalam bentuk penilaian atau evaluasi akan fisik tubuh mereka. Penilaian tersebut berupa perasaan puas atau tidak puas akan keadaan tubuh dan penampilannya (Purwaningrum, 2008). Penilaian mengenai penampilan fisik ini disebut dengan citra tubuh.

Harnawartiaj dalam Purwaningrum (2008) Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya meliputi ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak secara terus menerus baik masa lalu maupun sekarang. Sebagian besar remaja yang sering melakukan penilaian terhadap tubuhnya adalah wanita, dan termasuk golongan sosial-ekonomi menengah ke atas dimana mereka sangat peduli akan bentuk tubuh dan berat badan mereka.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muniroh (2002) di SMUN 2 Jombang, persepsi bentuk tubuh yang ideal bagi remaja putri adalah 92,6%


(21)

proporsional dan 7,4% tinggi kurus. Sementara untuk penilaian terhadap bentuk tubuh sendiri 33,3% menilai sudah ideal dan 66,7% menilai belum ideal. Padahal apabila dilihat dari hasil status berat badannya, sebagian besar (94,4%) tergolong normal, namun mereka masih menilai tubuhnya belum ideal. Dari data tersebut dapat diasumsikan bahwa sebagian besar dari remaja putri tersebut memiliki citra tubuh yang negatif, sehingga merasa tidak puas terhadap tubuhnya.

Sucita (2008) dalam persepsi tentang tubuh ideal dan pola diet pada sisiwi SMA Panca Budi Medan mengatakan bahwa 51,90% siswa memiliki citra diri positif. Thompson dalam Sucita (2008) mengungkapkan bahwa semua perempuan memperhatikan berat badannya dan takut kelebihan berat badan. Keadaan ini membuat remaja memiliki resiko yang tinggi terhadap berbagai jenis penyakit akibat perilaku yang tidak sehat. Salah satu perilaku yang tidak sehat adalah perilaku makan.

Perilaku makan adalah suatu tingkah laku yang dapat diamati yang dilakukan individu dalam rangka memenuhi kebutuhan makan yang merupakan kebutuhan dasar yang bersifat fisiologis. Remaja putri banyak mengalami perubahan-perubahan fisik maupun psikisnya. Semua hal tersebut memengaruhi tingkah lakunya. Termasuk juga perilaku makannya, padahal pada tahap perkembangan ini remaja membutuhkan gizi yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya. Remaja yang mempunyai perilaku makan yang buruk tidak lagi memperhatikan kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsinya.

Remaja yang memiliki citra tubuh negatif akan berperilaku makan negatif seperti selalu memperkirakan jumlah kalori yang dikonsumsi, sehingga banyak dari


(22)

remaja tersebut mengalami gangguan pemenuhan gizi yang berdampak pada status gizi yang tidak baik yaitu status gizi kurang. Citra tubuh yang negatif juga membuat remaja tidak makan sesuai kebutuhannya, dan tidak jarang berujung pada bulimia dan anorexia nervosa.

Menurut Soetjiningsih dalam Purwaningrum (2008), 1 dari 100 remaja putri yang berumur antara 16-18 tahun menderita anorexia nervosa (AN). Puncak angka kejadian AN pada remaja adalah pada umur 14,5 tahun dan 18 tahun, 25% kasus AN lebih banyak terjadi pada remaja umur lebih muda yaitu di bawah 13 tahun. Remaja putri lebih banyak mengalami gangguan makan dibandingkan dengan remaja putra dengan perbandingan 10:1.

Daniel yang dikutip oleh Arisman (2002) mengungkapkan hampir 50% remaja tidak sarapan. Walaupun 89°/o remaja meyakini bahwa sarapan penting, namun hanya 60% yang sarapan secara teratur. Banyak juga remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan, dan lebih memilih kudapan.

Remaja yang memiliki citra tubuh negatif dapat pula mengalami status gizi lebih akibat dari perilaku makan yang salah yaitu mengonsumsi makanan cepat saji ataupun makan melebihi kebutuhan tubuh.

Dari survei awal yang dilakukan, banyak remaja memilih pusat-pusat perbelanjaan sebagai tempat makan bersama teman sebaya, mereka makan karena alasan kebersamaan kelompok. Sering sekali mereka juga tidak selektif dalam memilih jenis makanan yang baik bagi mereka dan tidak memperhitungkan kandungan gizi makanan yang mereka konsumsi. Jenis makanan yang sering mereka


(23)

konsumsi merupakan makanan cepat saji yaitu western fast food seperti Fried chicken, pizza, hamburger, sandwich, dunkin donut, ice cream, dan soft drink. Sedangkan jenis fast food lokal seperti bakso, mi ayam, mi goreng, soto, sate, martabak dan jagung manis (JGSU, 2007).

Secara nasional rata-rata kecukupan konsumsi energi penduduk usia 16-18 tahun berkisar antara 69,5% - 84,3%, dan sebanyak54,5 % remaja mengonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal. Sedangkan rata-rata kecukupan konsumsi protein remaja berkisar antara 88,3% - 129,6%, dan remaja yang mengonsumsi dibawah kebutuhan minimal sebanyak 35,6%. Di perkotaan, rata – rata remaja kekurangan 670 kilo kalori energi dan 1,2 gram protein. Di Sumatera Utara remaja yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal sebanyak 51,5 % dan protein sebanyak 21,2 % (Riskesdas 2010).

Di beberapa Sekolah Menengah Umum favorit di kota Medan didapatkan gambaran masih banyak siswi yang merasa tidak puas dengan bentuk tubuh mereka. Dikhawatirkan mereka akan mempraktekkan perilaku makan yang salah yang berakhir dengan status gizi kurang, kelebihan berat badan, maupun obesitas.

Status gizi pada kelompok remaja didominasi dengan masalah obesitas, walaupun masalah kurus masih cukup tinggi. Angka obesitas lebih tinggi pada perempuan dari pada pria dan lebih banyak terjadi di wilayah perkotaan (Riskesdas,2010).

Remaja yang memiliki citra tubuh negatif cenderung memiliki perilaku makan yang tidak baik sehingga berakibat pada berbagai masalah kekurangan gizi. Masalah


(24)

kurang gizi tersebut dapat berupa kekurangan energi dan protein, kurus, obesitas, maupun tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur.

Masalah kekurangan energi dan protein terjadi pada semua kelompok umur, terutama pada anak usia sekolah (6-12 tahun), usia pra remaja (13-15 tahun), usia remaja (16-18 tahun), dan kelompok ibu hamil.

Di Sumatera Utara masalah status gizi lebih dan obesitas sudah terlihat tinggi dengan prevalensi diatas 20%, sedangkan status gizi kurus mencapai 8,9% (Riskesdas 2007).

Secara nasional prevalensi kependekan pada remaja umur 16-18 tahun adalah 31,2 % terdiri dari 7,2 % sangat pendek dan 24,0% pendek. Prevalensi kekurusan pada remaja 16-18 tahun adalah 8,9 % terdiri dari 1,8% sangat kurus dan 7,1 % kurus. Sedangkan prevalensi kegemukan yaitu 1,4% (Riskesdas, 2010).

Di Sumatera Utara prevalensi status gizi remaja umur 16-18 tahun berdasarkan TB/U sangat pendek 11,6%, pendek 28,2%, dan normal 60,0%. Sedangkan berdasarkan indeks masa tubuh (IMT) diperoleh data sangat kurus 1,4%, kurus 4,6%, normal 93,1% dan gemuk 1%. Prevalensi kekurusan dan kegemukan lebih tinggi diperkotaan dibandingkan di pedesaan yaitu 9,7% dan 8,0%. (Riskesdas, 2010). Masih tingginya prevalensi kekurusan pada kelompok remaja tersebut mengindikasikan adanya resiko terganggunya konsentrasi belajar, sedangkan masalah kependekan yang masih tinggi pada remaja perempuan merupakan resiko sebagai calon ibu rumah tangga yang akan melahirkan generasi penerus.


(25)

Dampak gangguan makan pada anak dan remaja tergantung pada berat dan lamanya gangguan makan yang terjadi. Jika gangguan terjadi dalam waktu beberapa hari saja dapat menyebabkan remaja kekurangan energi akan tetapi bila berlangsung lama dapat berakibat hambatan pertumbuhan dan perkembangan bahkan kematian.

Berdasarkan latar belakang diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan meliputi keteraturan waktu makan (sarapan, makan siang dan makan malam), kebiasaan pada saat makan, Alasan makan (memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan sosial), jenis makanan yang di makan, frekuensi makan, dan perkiraan jumlah kalori dalam makanan, dan status gizi remaja.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011.

1.4. Hipotesis

1.41. Ada pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan remaja putri di SMUN 1 Medan Tahun 2011


(26)

1.4.2. Ada pengaruh citra tubuh terhadap status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011.

1.4.3. Ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi remaja putri di SMUN 1 Medan tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai informasi bagi masyarakat khusunya remaja tentang perilaku makan.

1.5.2. Sebagai masukan dan informasi bagi lintas sektor terkait (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan) dan pihak sekolah untuk melaksanakan upaya-upaya pencegahan berupa edukasi yang berkaitan dengan perilaku makan remaja

1.5.3. Untuk memperkaya khasanah ilmu Administrasi dan Kebijakan Gizi yang terkait dengan perilaku makan remaja putri.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Citra Tubuh

2.1.1. Pengertian Citra Tubuh

Kotler dalam Anwar (2009) mengatakan citra adalah ide serta impresi seseorang, citra sangat besar pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku serta tindakan yang mungkin akan diperbuat. Citra atau image berarti gambaran, kesan, serta bayang-bayang yaitu suatu pengalaman sentral atau yang disadari.

Tubuh atau raga adalah struktural individu dilihat dari proporsi badan secara keseluruhan dan anggota badan. Tubuh adalah bagian sentral suatu organisme yang mendukung anggota-anggota badan, dan kepala.

Raga adalah salah satu determinan kepribadian yang penting karena mempengaruhi kualitas dan kuantitas tingkah laku individu dan secara tidak langsung mampengaruhi cara individu merasakan tubuhnya sebagai suatu sumber evaluasi diri. Salah satu sumber dalam pembentukan persepsi tentang diri adalah gambaran tentang tubuh atau raga, juga sering disebut sebagai citra tubuh, yaitu penampilan diri, sikap terhadap raga sendiri dan konstitusi raga dalam persepsi individu tentang raga. Hal ini menyangkut bagaimana individu melihat tubuhnya pada saat bercermin, dan juga pengalaman yang pernah dialami dan dirasakannya mengenai tubuhnya itu.


(28)

Gambaran terhadap tubuh mencakup ukuran keadaan atau kondisi dan bentuk tubuh. Gambaran tersebut berasal dari sensasi-sensasi internal, perubahan sikap, hubungan dengan objek luar dan orang lain dan pengalaman emosional dan fantasi yang berhubungan dengan norma-norma sosial dan umpan balik dari orang lain.

Citra tubuh adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik tehadap bagian-bagian tubuhnya maupun mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri. Selanjutnya citra tubuh dapat mendatangkan perasaan senang atau tidak senang terhadap tubuhnya sendiri.

Menurut Honigman dan Castle (Anwar, 2009) citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya.

Citra tubuh pada umumnya lebih berhubungan dengan remaja wanita daripada remaja pria. Remaja wanita cenderung memperhatikan penampilan fisik. Penampilan fisik yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan remaja, dapat menyebabkan remaja tidak puas terhadap tubuhnya sendiri. Rasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya tersebut dapat menyebabkan remaja mempertahankan persepsi diri yang menyimpang, mempertahankan gambaran diri yang palsu, dan mengakibatkan gangguan penyesuaian diri.

Rasa puas atau tidak puas terhadap tubuhnya tersebut dapat menyebabkan remaja memiliki citra tubuh yang positif ataupun negatif. Citra tubuh positif adalah


(29)

apabila remaja merasa puas akan tubuhnya baik itu mengenai ukuran tubuh, bentuk tubuh pada bagian tertentu ataupun secara keseluruhan, sehingga remaja tidak merasa tidak percaya diri ketika berhadapan dengan orang banyak, tidak merasa bersalah atas bentuk tubuhnya dan merasa puas dengan bentuk dan ukuran tubuh yang dimilikinya.

Citra tubuh negatif adalah apabila remaja merasa tidak puas akan tubuhnya sendiri. Citra tubuh negatif ini biasanya dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Sering sekali remaja merasa terlalu gemuk ataupun terlalu kurus dari ukuran yang sebenarnya, selalu ingin mengubah bentuk tubuhnya melalui diet ataupun olah raga yang berlebihan. Dikehidupan sosial remaja sering merasa tidak percaya diri, malu bila berhadapan dengan orang banyak, sering bertanya tentang tubuhnya kepada keluarga ataupun teman, bahkan tidak jarang remaja melakukan perilaku makan yang menyimpang.

2.1.2. Aspek-aspek Citra Tubuh

Bentuk tubuh adalah suatu simbol diri seseorang individu, karena dalam hal tersebut seseorang dinilai oleh orang lain dan dinilai oleh dirinya sendiri. Menurut King dalam Anwar (2009) dalam evaluasi tubuh terdapat korelasi positif yang signifikan antara nilai-nilai bagian tubuh dan nilai aspek diri, serta berhubungan dengan citra tubuh ideal tentang sesuatu yang disukai dan tidak disukai. Seseorang selalu merasa tidak puas dengan bentuk badan, rambut, gigi, berat badan, ukuran dada dan tinggi badan. Dapat terlihat bahwa perhatian individu menilai penampilan dirinya atau orang lain tertuju pada perbagian tubuh misalnya hidung pesek, mata sipit, bibir tebal, atau keseluruhan tubuhnya misalnya badan terlalu gemuk atau kurus kering.


(30)

Menurut Jersild dalam Kurniati, (2004) tingkat citra tubuh individu digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan. Hardy dan Hayes (1988) menambahkan tingkat penerimaan citra tubuh sebagian besar tergantung pada pengaruh sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu reaksi orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu dan identifikasi terhadap orang lain. Komponen citra tubuh terdiri dari komponen perseptual dan komponen sikap menjadi landasan pengukuran. Komponen perseptual menunjukkan bagaimana individu menggambarkan kondisi fisiknya. Oleh karena itu penilaian merupakan aspek yang tepat untuk mewakili komponen-komponen tersebut, komponen sikap mengarah pada perasaaan dan sikap yang muncul dari kondisi tersebut. Perasaan diwakili dengan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan individu terhadap tubuhnya, sedangkan sikap diwakili oleh harapan-harapan mengenai tubuhnya, sebagai akibat dari harapan biasanya menjadi tindakan demi mewujudkan harapan tersebut (Anwar 2009).

Citra tubuh adalah adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsikan dan memberikan penilaian asat apa yang dia fikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana kira-kira pendapat orang lain tentang tubuhnya.

Menurut Suryanie dalam Anwar (2009) aspek-aspek dalam citra tubuh yaitu persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan secara keseluruhan, aspek perbandingan dengan orang lain, dan aspek reaksi terhadap orang lain. Penilaian, perasaan dan harapan yang menyertai objek citra raga menjadi aspek dasar


(31)

pengukuran terhadap citra tubuh. Pengukuran terhadap aspek-aspek tersebut menghasilkan kepuasan atau ketidakpuasan seseorang terhadap bentuk-bentuk khusus tubuhnya.

Ketidakpuasan terhadap ukuran tubuh didefenisikan sebagai ketidaksesuaian antara ukuran tubuh yang sebenarnya dengan taksirannya atas ukuran tubuhnya. Rasa percaya diri berbanding terbalik dengan ketidakpuasan seseorang terhadap tubuhnya. Remaja yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi akan lebih puas terhadap bentuk tubuhnya, demikian juga sebaliknya remaja yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah akan semakin tidak puas terhadap bentuk tubuhnya. Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek citra tubuh yaitu status citra diri dan tingkat kepauasan remaja akan bentuk tubuhnya.

2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Citra tubuh

Berbagai macam penampilan fisik yang dianggap menarik atau tidak, banyak ditentukan oleh kebudayaan. Suryanie dalam Anwar (2009) menyatakan faktor sosial budaya berperan penting dalam citra tubuh. Ada anggapan masyarakat dalam lingkungan sosial tertentu mengenai tubuh ideal seperti harapan tubuh ramping dan wajah menarik. Citra seperti ini banyak digambarkan melalui media massa dan tubuh ideal cenderung disukai oleh gadis-gadis.

Schonfeld dalam Suryani (2005), faktor-faktor yang memengaruhi citra tubuh antara lain :

a. Reaksi orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan orang lain, agar dapat diterima oleh orang lain. Ia akan memperhatikan pendapat


(32)

atau reaksi yang dikemukakan oleh lingkungannya termasuk pendapat mengenai fisiknya.

b. Perbandingan dengan orang lain

Wanita cenderung lebih peka terhadap penampilan dirinya dan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.

c. Identifikasi terhadap orang lain.

Beberapa orang merasa perlu menyulap diri agar serupa atau mendekati idola atau simbol kecantikan yang dianut agar merasa lebih baik dan lebih menerima keadaan fisiknya.

Selain ketiga hal di atas, Hurlock dalam Anwar (2009) menambahkan faktor peran individu berpengaruh terhadap citra raga. Tubuh bagi individu berkaitan dengan peranan yang dipegangnya dalam kehidupan, khususnya dalam pergaulan. Ada suatu anggapan bahwa kedudukan tertentu atau peranan tertentu dalam pergaulan lebih mudah diraih oleh mereka yang mempunyai daya tarik fisik.

Menurut Melliana dalam Anwar (2009) faktor-faktor yang memengaruhi citra tubuh adalah:

a. Harga diri. Citra tubuh mengacu pada gambaran seseorang tentang tubuhnya yang dibentuk dalam pikirannya, yang lebih banyak dipengaruhi oleh individu itu sendiri dari pada penilaian orang lain tentang kemenarikan fisik yang sesungguhnya dimiliki, serta dipengaruhi pula oleh keyakinan dan sikapnya terhadap tubuh sebagaimana gambaran ideal dalam masyarakat.


(33)

b. Perbandingan dengan orang lain. Citra tubuh ini secara umum dibentuk dari perbandingan yang dilakukan seseorang atas fisiknya sendiri dengan standar yang dikenal oleh lingkungan sosial dan budayanya. Salah satu penyebab kesenjangan antara citra tubuh ideal dengan kenyataan tubuh yang nyata sering kali dipicu oleh media massa yang banyak menampilkan fitur dengan tubuh yang dinilai sempurna, sehingga terdapat kesenjangan dan menciptakan persepsi akan penghayatan tubuhnya yang tidak atau kurang ideal. Akibatnya adalah individu sulit menerima bentuk tubuhnya.

c. Bersifat dinamis. Citra tubuh bukanlah konsep yang bersifat statis atau menetap seterusnya, melainkan mengalami perubahan terus menerus, sensitif terhadap perubahan suasana hati, lingkungan dan pengalaman fisik inidvidual dalam merespon suatu peristiwa kehidupan

d. Proses pembelajaran. Citra tubuh merupakan hal yang dipelajari. Proses pembelajaran citra tubuh ini sering kali dibentuk lebih banyak oleh orang lain diluar individu sendiri, yaitu keluarga dan masyarakat, yang terjadi sejak dini ketika masih kanak-kanak dalam lingkungan keluarga, khususnya cara orang tua mendidik anak dan di antara kawan-kawan pergaulannya. Tetapi proses belajar dalam keluarga dan pergaulan ini sesungguhnya hanyalah mencerminkan apa yang dipelajari dan diharapkan secara budaya. Proses sosialisasi yang dimulai sejak usia dini, bahwa bentuk tubuh yang langsing dan proporsional adalah yang diharapkan lingkungan, akan membuat individu sejak dini mengalami


(34)

ketidakpuasan apabila tubuhnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan, terutama orang tua.

2.1.4. Penilaian citra tubuh

Penilaian citra tubuh dilakukan dengan menggunakan pertanyaan yang sederhana kepada kelompok sasaran tentang bagaimana mereka mempersepsikan diri mereka sendiri, apa yang mereka pikirkan dan khawatirkan tentang tubuhnya.

Status citra tubuh (Concordia Health Service,1998), ditetapkan dengan mengajukan 10 pertanyaan kepada responden. Skor jawaban adalah 1 untuk yang menjawab tidak pernah, 2 untuk yang menjawab kadang-kadang, dan 3 untuk yang menjawab sering/selalu.

Penilaian citra tubuh a. positif (apabila skor total 10-15) b. rata-rata (apabila skor total 16-23) c. Negatif (apabila skor total 24-30)

Tingkat kepuasan bentuk tubuh/ukuran tubuh (Licavoli and Brannon Quin, 1998), diukur dengan menggunakan pendekatan Body Image Score Self Satisfaction Quetionnaire (BISSSQ) dengan mengajukan 12 pertanyaan. Adapun skor masing-masing jawaban adalah 0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 = seringkali, 3 = selalu. Kriteria kepuasan bentuk dan ukuran tubuh menurut penilaian BISSSQ adalah: a. puas atau dapat menerima kenyataan tubuhnya (apabila skor total 0-7) b. sedikit tidak puas (apabila skor total 8-14)

c. Tidak puas tingkat sedang (apabila skor total 15-21) d. Sangat tidak puas (apabila skor total 22-28) dan


(35)

e. Amat sangat tidak puas (apabila skor total 29-36)

Kepuasan tentang citra tubuh juga dapat dinilai dengan pertanyaan untuk mengetahui apakah subjek penelitian ingin bertubuh lebih berat, lebih ringan, lebih tinggi atau lebih kecil. Gambar garis bentuk tubuh seperti gambar 2.1 dibawah ini melukiskan kisaran ukuran tubuh mulai dari tubuh yang beratnya sangat kurang hingga yang beratnya sangat berlebihan bagi anak-anak dan orang dewasa dan kedua jenis kelamin sering kali dipakai untuk menilai citra tubuh yang dirasakan. Dengan bantuan pertanyaan seperti “gambar mana yang bentuk tubuhnya terlihat paling mirip denganmu?” dan “gambar mana yang bentuk tubuhnya paling ingin Anda tiru?” maka gambar garis bentuk tubuh ini dapat memberikan informasi yang berguna tentang ukuran tubuh menurut persepsi sendiri yang kemudian dibandingkan dengan beberapa ukuran bentuk tubuh yang sebenarnya. Penilaian tentang ukuran tubuh yang sebenarnya meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan serta dapat mencakup lingkar tubuh serta pengukuran tebal lipatan kulit. (Gibney, 2009).


(36)

2.2 Remaja

Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dan masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan.

WHO mendefinisikan remaja sebagai anak telah mencapai urnur 10 - 19 tahun. Menurut Undang-Undang No. 4 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut UU Perburuhan anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16 - 18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari Sekolah Menengah.

Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai dengan isu-isu biologik, psikologik dan sosial, yaitu: Masa Remaja Awal (10 - 14 tahun), Menengah (5 - 16 tahun) dan Akhir (17 - 20 tahun). Masa Remaja Awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dan pertumbuhan dan pematangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan apabila sebagian besar dan energi intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini ditargetkan pada penilaian kembali dan restrukturisasi dan jati dirinya. Pada saat yang sama, penerimaan dan kelompok sebaya sangatlah penting.

Perubahan sosial yang penting pada masa remaja meliputi meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, pola perilaku sosial yang lebih matang, penggelompokan


(37)

sosial baru, dan nilai-nilai baru dalam pemilihan pemimpin, dan dalam dukungan sosial. Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya ketrampilan-ketrampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua. Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang dewasa, termasuk klarifikasi dan tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem nilai pribadi (Hurlock, 1980).

2.2.1. Gizi pada Masa Remaja

Pada masa remaja ini tumbuh kembang berlangsung pesat baik fisik maupun psikologis. Untuk mengimbangi tumbuh kembang yang pesat ini anak harus mendapat perhatian termasuk gizi yang baik. Setelah pertumbuhan yang lambat pada masa anak, maka pada masa remaja ini ditandai dengan pertumbuhan yang sangat pesat seperti halnya pada masa bayi.

Selama masa remaja terjadi kenaikan tinggi badan sekitar 20% tinggi dewasa dan 50% berat dewasa. Pertumbuhan pada masa remaja ini berlangsung sekitar 5 - 7 tahun, dengan persentasi tertinggi terjadi selama 18 - 24 bulan yaitu pada masa pacu tumbuh. Umur saat dimulainya masa pubertas dan pencapaian puncak pacu tumbuh setiap individu berbeda, pada umumnya anak perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki. Pertumbuhan melambat setelah maturitas seksual tercapai, dan akhirnya berhenti pada anak perempuan sekitar umur 18 tahun dan laki-laki 20 tahun.

Selama masa pertumbuhan ini, komposisi tubuh juga mengalami perubahan. Pada masa pra-remaja, komposisi lemak tubuh pada anak laki-laki dan perempuan


(38)

relatif sama, masing-masing 15% dan 19%. Tetapi pada masa remaja pertumbuhan lemak anak perempuan lebih pesat, sehingga pada waktu dewasa menjadi 22% pada perempuan 15% pada laki-laki. Untuk menilai pertumbuhan anak pada masa ini dapat dilakukan dengan mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebalnya lipatan kulit, kemudian dibandingkan dengan baku nasional. Kalau tidak ada baku nasional, dapat digunakan baku yang disepakati bersama, misalnya baku NCHS. Sejalan dengan pertumbuhan fisik yang pesat pada masa remaja, juga terjadi perkembangan emosional dan intelektual yang pesat. Terjadi peningkatan kemampuan berpikir abstrak dan imajinasi. Kegalauan emosi pada masa ini juga dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan anak. Remaja sering kurang nyaman dengan pertumbuhannya yang pesat tersebut, sedangkan di sisi lain mereka ingin berpenampilan seperti pada umumnya teman sebayanya atau idolanya. Sehingga remaja sangat rentan terhadap gangguan makan, seperti remaja perempuan melakukan diet yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Sedangkan remaja laki-laki mengonsumsi makanan suplemen agar ototnya tumbuh seperti orang dewasa.

Untuk menentukan kebutuhan zat makanan pada masa remaja agak sulit, karena pola pertumbuhan yang berbeda antara anak laki-laki dan perempuan dan ukuran remaja yang bervariasi. Kebutuhan kalori dan protein anak perempuan lebih rendah daripada anak laki-laki karena dipengaruhi pula oleh umur, tinggi badan, berat badan anak dan aktifitasnya. Kebutuhan akan energi pada remaja putra berusia 11-18 tahun adalah 13-23 kkal/cm, sementara remaja putri dengan usia yang sama yaitu


(39)

10-19 kkal/cm. Banyaknya energy yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu pada tabel

RDA (Recommended Daily Allowances, (Arisman,2004) 2.2.2. Masalah gizi pada remaja.

Menurut Narendra (2002) masalah makan yang sering timbul pada masa remaja, adalah:

a. Makan tidak teratur 

Pada masa remaja aktifitasnya tinggi, baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah. Mereka sering makan dengan cepat lalu keluar rumah. Tidak jarang mereka makan di luar rumah, dengan risiko mereka makan dengan komposisi gizi yang tidak seimbang. Banyak iklan makanan dengan sasaran remaja, antara lain restoran cepat saji. Oleh karena itu sebaiknnya di rumah disediakan sayur dan buah segar, untuk menjaga agar kebutuhan gizi tetap terpenuhi. Pola makan remaja sering kacau. Tidak jarang mereka makan pagi dan siang dijadikan satu, remaja perempuan cenderung sering melakukan diet dibanding remaja laki-laki. Padahal untuk memenuhi kebutuhan pada puncak pacu tumbuh, mereka memerlukan makan lebih sering atau dalam jumlah yang banyak, agar pertumbuhannya optimal. Tetapi hati-hati pada saat pertumbuhan mulai melambat, karena kebiasaan makan berlebihan dapat mengakibatkan berbagai penyakit yang merugikan antara lain obesitas. Kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obat terlarang merupakan masalah remaja yang dapat mempengaruhi asupan makanan dan status gizinya. Keadaan ini tergantung pada jumlah dan lama pemakaian dan status kesehatan remaja yang bersangkutan.


(40)

b. Anoreksia nervosa

Remaja dengan gangguan anoreksia nervosa pada umumnya disebabkan kesalahan dalam menginterprestasikan penampilannya dengan cara menurunkan berat badannya. Asupan energi berkurang tetapi pengeluaran meningkat melalui olahraga yang berlebihan, bahkan kadang-kadang melalui rangsangan sendiri agar muntah, atau menggunakan laksansia atau diuretik. Tidak jarang gangguan psikologis ini menetap dan tidak bisa diatasi sendiri.

c. Bulimia Nervosa

Bulimia nervosa lebih sering pada dewasa, jarang menyebabkan penurunan status gizi yang sering seperti pada anoreksia nervosa. Pada umumnya penderita bulimia mempertahankan berat badannya normal atau mendekati normal, dengan cara memuntahkan secara periodik makanan yang dimakan. Mereka cenderung mempunyai pendapat yang tidak realistis terhadap makanan yang diperlukan oleh tubuh. Keadaan ini akan menjadi masalah yang serius bila menjadi suatu obsesi, sehingga dapat mempengaruhi sekolah/pekerjaannya.

d. Obesitas

Obesitas pada masa remaja dapat disebabkan faktor psikologis, fisiologis maupun adat istiadat. Makin lama remaja mengalami obesitas, makin besar kecenderungannya menjadi obesitas sampai dewasa. Pendidikan tentang penanggulangan kegemukan dapat dibuat lebih efektif dengan melalui berbagai cara pendekatan, misalnya melalui organisasi pemuda atau kelompok olah raga.


(41)

Agar berhasil, program terapi harus meliputi diet, olah raga, dan dukungan psikologis termasuk dan keluarganya.

2.3. Perilaku Makan Remaja

Perilaku (behavior) adalah suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan khusus baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar (Green, 1980).

Skiner dalam Atmodjo (2007), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa prilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan (healthy behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, peñyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.

Menurut Levi dalam Purwaningrum (2008) aspek-aspek perilaku makan adalah sebagai berikut :


(42)

1. Keteraturan waktu makan.

Keteraturan waktu makan adalah konsistensi untuk mengikuti anjuran tiga waktu makan yaitu makan pagi, makan siang dan makan malam. Keteraturan waktu makan bukan saja memberi cadangan energi bagi tubuh namun dapat juga menyeimbangkan metabolisme tubuh. Bagi pelajar sarapan pagi dapat meningkatkan konsentrasi dan prestasi belajar. Sarapan pagi juga dapat menghindarkan diri dari mengonsumsi berbagai makanan ringan pada saat sebelum makan siang atau makan malam dengan porsi yang lebih besar yang pada ahirnya dapat menyebabkan masalah gizi.

2. kebiasaan makan.

Kebiasaan makan dapat dilihat dalam beberapa hal diantaranya aktifitas yang dilakukan ketika makan. Pada saat makan dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas yang lain seperti menonton televisi, berdiskusi, ataupun aktifitas lainnya. Hal tersebut bukan saja dapat mengganggu kenikmatan pada makanan namun dapat juga menyebabkan kurangnya pengendalian diri pada banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi.

3. Alasan makan.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan remaja makan, seperti makan dilakukan karena memenuhi kebutuhan fisiologis yaitu makan karena untuk memenuhi rasa lapar dan berhenti setelah merasa kenyang. Makan juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dengan


(43)

mengikuti perasaan dan suasana hati, dan terkadang makan juga digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial agar dapat bersosialisasi dengan teman sebaya atau kelompok bahkan dapat juga untuk meningkatkan gengsi.

4. jenis makanan yang di makan.

Terkadang remaja tidak terlalu jeli dalam memilih makanan. Dalam memilih jenis makanan kadang lebih banyak hanya mempertimbangkan nilai gengsi makanan bukan pada kandungan gizi makanan tersebut. Hal tersebut menyebabkan banyak remaja menggonsumsi makanan cepat saji yang tinggi lemak namun sedikit serat.

5. perkiraan kalori yang dikandung makanan yang dimakan.

Pada sebagian orang jumlah kalori yang dikandung dalam makanan bukanlah hal yang penting, namun pada sebagian lainnya dengan tujuan tertentu jumlah kalori yang terkandung dalam makanan merupakan sesuatu yang sangat diperhitungkan.

Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku makan mencakup praktek terhadap makan, alasan makan, jenis makanan yang dimakan dan perkiraan jumlah kalori dalam makanan.

Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali terpengaruh oleh


(44)

lingkungan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan untuk menjadi vegetarian, atau food fadism, merupakan sebagian contoh keterpengaruhan ini. Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja tidak makan, tidak jarang berujung pada

anoreksia nervosa. Kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar atau hanya menyantap kudapan. Lebih jauh, kebiasaan ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media (terutamá iklan di televisi). Teman (akrab) sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis makanan.

Hampir 50% remaja terutama remaja yang lebih tua, tidak sarapan. Penelitian lain membuktikan masih banyak remaja (89%) yang menyakini kalau sarapan memang penting, namun mereka yang sarapan secara teratur hanya 60%. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan, dan lebih memilih kudapan. Sebagian besar kudapan bukan hanya hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi, selain dapat mengganggu (menghilangkan) nafsu makan.

Masalah lain yang mungkin dapat memengaruhi gizi ialah anoreksia nervosa, anoreksia nervosa merupakan masalah kejiwaan, namun terkait erat dengan masalah gizi. Masalah lain ialah bolos sekolah, neurosis vegetatif psikosomatik (misalnya sakit kepala, dan perut), kelainan haid, penyakit jiwa, dan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi, obesitas, dan hiperlipidemia.

Tidak sedikit survei yang mencatat ketidakcukupan asupan zat gizi para remaja. Mereka bukan hanya melewatkan waktu makan (terutama sarapan) dengan alasan sibuk, tetapi juga terlihat sangat senang mengunyah junk food (Johnson dkk,


(45)

1994). Di samping itu, kekhawatiran menjadi gemuk telah memaksa mereka untuk mengurangi jumlah pangan yang seharusnya disantap.

2.4. Status Gizi Remaja

Status gizi anak umur 6-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu umur 6-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun. Indikator status gizi yang digunakan pada kelompok umur ini didasarkan pada pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Indeks masa tubuh dihitung berdasarkan rumus berikut :

BB (kg) IMT =

TB(m²)

Dimana: BB = Berat Badan dan TB = Tinggi Badan

Dengan menggunakan baku antropometri anak 5-19 tahun WHO 2000 dihitung nilai score IMT/U masing-masing anak. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score ini status gizi dikategorikan sebagai berikut (Rimbawan dan Siagian,2004) :

Tabel 2.1. klasifikasi bentuk tubuh dan risiko penyakit berdasarkan IMT Kategori IMT

(kg/m²)


(46)

Kurus (Underweight) Normal (ideal)

Over Weight At Risk

Obes I Obes II

<18,5 18,5-22,9 ≥23 23,0-24,9 25,0-29,9 >=30

Rendah Rata-rata Rata-rata Meningkat Sedang Berbahaya 2.5. Citra tubuh dan perilaku makan

Citra tubuh atau gambaran remaja tentang tubuhnya memengaruhi perilaku makannya sehari-hari. Remaja yang memiliki citra tubuh positif akan memiliki harga diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri. Dengan demikian remaja tersebut memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat untuk dirinya. Sebaliknya, remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif akan memilih harga diri yang rendah, merasa tidak seimbang, menganggap dirinya tidak mampu melaksanakan tugas, sehingga remaja tersebut tidak memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat bagi dirinya. Contohnya, remaja yang memiliki citra tubuh yang positif akan merasa bahwa tubuh dan penampilannya menarik. Perasaan yang menyenangkan ini muncul karena remaja memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Walaupun pada kenyataannya tubuh dan penampilannya kurang menarik, tetapi individu tersebut tidak diliputi perasaan depresi, gagal atau kebencian pada diri sendiri karena tubuh dan penampilannya yang menarik bukan merupakan satu-satunya syarat agar mereka memperoleh pengakuan dari lingkungan dan teman sebayanya.


(47)

Citra tubuh ini memengaruhi remaja dalam perilaku makannya. Perilaku makan benar-benar dipandang sebagai aktivitas untuk mempertahankan hidup sehingga remaja selalu memperhatikan jumlah kalori dan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsinya. Sebaliknya remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif, merasa tidak puas dengan tubuh dan penampilan dirinya sendiri.

Witari dalam Anwar (2009) menyatakan bahwa gejala-gejala tentang citra raga yang kurang baik meliputi perasaan depresi, gagal atau kebencian pada diri sendiri. Gejala-gejala ini biasanya muncul akibat rasa bersalah yang dihubungkan dengan makanan. Akibatnya, makanan dianggap sebagai musuh dan makan semata-mata hanya kegiatan yang dikaitkan dengan konflik dan bukan sebagai aktivitas untuk mempertahankan hidup. Remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif ini akan berperilaku makan negatif seperti selalu menghitung jumlah kalori yang masuk, tidak puas terhadap berat badannya, dan menyiksa tubuhnya dengan gizi yang minimum.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa citra tubuh memberikan pengaruh pada perilaku makan remaja putri. Remaja yang mempunyai citra raga positif, akan cenderung berperilaku makan yang sehat. Sebaliknya remaja yang memiliki citra diri negatif, akan cenderung berperilaku makan yang kurang sehat.

2.6. Perilaku makan dan status gizi remaja

Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Public Health Problem). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu


(48)

hamil adalah 50,9 persen pada tahun 1995 dan turun menjadi 40 persen pada tahun 2001, sedangkan pada wanita usia subur 15-44 tahun masing-masing sebesar 39,5 persen pada tahun 1995 dan 27,9 persen pada 2001. Prevalensi anemia gizi berdasarkan SKRT 2001 menunjukkan bahwa 61,3 persen bayi < 6 bulan, 64,8 persen bayi 6-11 bulan, dan 58 persen anak 12-23 bulan menderita anemia gizi.

Penyebab utama anemia gizi di Indonesia adalah rendahnya asupan zat besi (Fe). Anemia gizi besi dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik, produktivitas kerja, dan kemampuan berpikir. Selain itu anemia gizi juga dapat menyebabkan penurunan anti bodi sehingga mudah sakit karena terserang infeksi. Dari aspek kesehatan dan gizi, remaja sebagai generasi penerus merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian. Jumlah remaja putri pada umumnya relatif lebih banyak dari jumlah remaja putra dan remaja putri juga lebih rawan untuk kekurangan gizi dibandingkan dengan remaja putra.

Remaja putri secara normal akan mengalami kehilangan darah melalui menstruasi setiap bulan. Bersamaan dengan menstruasi akan dikeluarga sejumlah zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Oleh karena itu kebutuhan zat besi untuk remaja wanita lebih banyak dibandingkan pria. Dilain pihak remaja putri cenderung untuk membatasi asupan makanan karena mereka ingin langsing. Hal ini merupakan salah satu penyebab prevalensi anemia cukup tinggi pada remaja wanita. Keadaan seperti ini sebaiknya tidak terjadi, karena masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih tinggi (Dep.Kes. 1998)


(49)

Hasil penelitian di Kota Bengkulu didapatkan bahwa prevalensi gizi kurang remaja sebesar 27,8 %. Hasil uji menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara asupan total energi (p=0,015), asupan protein (p=0,034), asupan lemak (p=0,027, asupan karbohidrat (p=0,023), dan status riwayat malaria (p=0,019) dengan status gizi (Wuryani,2007).

Remaja juga potensial mengalami status gizi kurang maupun obesitas yang disebabkan kebiasaan mengonsumsi makanan olahan/ cepat saji dalam jumlah yang berlebihan. Junk food sangat sedikit mengandung kalsium, besi, asam folat, vitamin A dan C sementara kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi.

Remaja yang melakukan diet dengan mengurangi jumlah konsumsi makanan dari yang seharunya dan tidak variatif akan berdampak pada status gizi dan kesehatan remaja, seperti pertumbuhan remaja terganggu, gangguan pencernaan dan reproduksi.

Remaja juga bisa menderita anorexia nervosa dan bulimia nervosa yang bila terjadi dalam jangka waktu lama dan tidak segera diatasi bisa bermuara pada kematian. Remaja dengan pola diet yang salah akan menyebabkan terjadinya penumpukan lemak di pembuluh darah yang bisa memicu timbulnya penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, hipertensi, serta penyakit jantung. Lemak yang menumpuk juga bisa menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang bisa menyebabkan stroke. Sedangkan remaja yang malas makan bisa terkena penyakit gastritis atau tukak lambung.

Meski asupan kalori dan protein sudah tercukupi, namun elemen lain seperti besi, kalsium, dan beberapa vitamin ternyata masih kurang. Secara garis besar,


(50)

sebanyak 44% wanita di negara berkembang (10 negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia) mengalami anemia kekurangan besi, sementara wanita hamil lebih besar lagi, yaitu 55%, hal inisebabkan perilaku makan remaja yang tidak baik.

Ketidakimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa, dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, artritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit.

Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi remaja.

2.7. Landasan teori 

Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada teori aksi beralasan/ theory of reasoned action (Fishbein dan Ajzen,1975). Teori ini menyatakan bahwa perilaku pada umumnya mengikuti niat, seseorang berniat untuk melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sikap (positif atau negatif) terhadap perilaku dan pengaruh lingkungan sosial (norma subyektif umum) pada perilaku.

Teori ini kemudian diadaptasi oleh Wang dalam penelitiannya yang berjudul

Social ideological influences on reported food consumption and BMI, dengan kerangka penelitian sebagai berikut :


(51)

Gambar 2.2. Theory Of Reasoned Action dalam Wang et al.

Landasan teori dalam penelitian ini dimodifikasi dari penelitian diatas sehingga didapatkan kerangka teori sebagai berikut :

Hasil/Akibat Perilaku

Makan Sikap/Body

Image

   

Ideologi makanan

    Egaliter Materialisme

Sikap / persepsi Kesehatan

(Body Image)

Perilaku Makan Pentingnya

kesehatan

Status Gizi Feminitas

 

Gambar 2.3. Kerangka Teori pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011.

Kerangka teori diatas menjelaskan bahwa status gizi dipengaruhi oleh perilaku makan, sedangkan perilaku makan dipengaruhi oleh pendapat tentang pentingnya kesehatan, sedangkan pendapat tersebut dipengaruhi oleh sikap atau persepsi tentang kesehatan yang dipengaruhi oleh egaliter, materialism dan feminitas.


(52)

2.8. Kerangka Konsep Penelitian 

  Citra Tubuh Perilaku Makan

Status Gizi Remaja

Gambar 2.4. Kerangka Konsep pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011.

Keterangan gambar :

Gambar kerangka konsep diatas menjelaskan bahwa status gizi remaja putri dipengaruhi oleh perilaku makan remaja yang meliputi keteraturan waktu makan (sarapan, makan siang dan makan malam), kebiasaan pada saat makan, Alasan makan (memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan sosial), jenis makanan yang di makan, frekuensi makan, dan perkiraan jumlah kalori dalam makanan, dimana perilaku makan itu terbentuk karena citra tubuh remaja itu sendiri.


(53)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui uji statistik, yaitu menjelaskan pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMAN 1 Medan tahun 2011.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMUN 1 Medan dengan pertimbangan :

1. SMAN 1 Medan cukup menggambarkan karakteristik dari Populasi penelitian yaitu rata-rata siswa berasal dari sosial ekonomi menengah keatas dan lokasi sekolah berada di daerah perkotaan.

2. Dari survey pendahuluan didapatkan sekitar 8% siswi mempunyai status gizi tidak baik.

3.2.2.Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011.


(54)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas X , XI dan kelas XII SMAN 1 Medan yang berjumlah sebanyak 781 orang. Adapun rincian jumlah siswi-siswi tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Jumlah siswi SMAN I Medan

Kelas Jumlah siswi (orang)

Kelas X internasional 18

Kelas X 160

Kelas XI internasional 9

Kelas XI IPA 248

Kelas XI IPS 44

Kelas XII internasional 11

Kelas XII IPA 252

Kelas XII IPS 39

Jumlah 781

3.3.2. Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus (Lemeshow, 1997):

 

N

Z

 

P d N P P Z n      1 1 . 1 1 2 / 2 2 2 / 2  

Keterangan Rumus : n = besar sampel N = jumlah populasi

P = kejadian yang diharapkan d = galat pendugaan


(55)

Zc = nilai standar baku normal pada kurva normal α = tingkat kepercayaan

 

Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus di atas maka dari 781 siswi didapat sampel sebanyak 257,72 atau dibulatkan menjadi 258 orang siswi. Karena pada saat pengumpulan data siswi kelas XII sudah selesai melakukan Ujian Ahir Nasional dan tidak dapat aktif disekolah, maka hanya siswi kelas X, dan kelas XI saja yang dijadikan sampel. Sampel diambil dengan cara sistematis (sistematic sampling)


(56)

3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur untuk mendapatkan informasi tentang identitas responden (nama, kelas, umur, tinggi badan, berat badan), citra tubuh, dan perilaku makan. Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, berat badan diukur menggunakan timbangan injak yang mempunyai kapasitas 130 kg dengan tingkat ketelitian 0,1 kg, selanjutnya hasil pengukuran dibandingkan dengan indikator IMT berdasarkan WHO tahun 2005. Citra tubuh diukur dengan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari Concordia Health Service, 1998, sedangkan data tentang perilaku makan diperoleh dengan pertanyaan terstruktur dan dengan menggunakan tabel food frekuensi.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak sekolah untuk mendapatkan informasi tentang jumlah siswi kelas X, XI dan XI, fasilitas sekolah, kegiatan siswi serta gambaran mengenai SMAN 1 Medan.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan pada remaja putri di sekolah yang berbeda, yaitu siswi SMU Imanuel Medan. Siswi yang mengikuti uji instrumen ini adalah siswi kelas X dan XI yang diambil secara acak sebanyak 30 siswi. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel pada analisis reliability dengan melihat nilai


(57)

correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

Setelah semua pernyataan valid berdasarkan uji validitas, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas data dicari dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel (Sugiyono,2004). Nilai r tabel dalam penelitian ini menggunakan

critical value of the product moment pada taraf signifikan 95%. Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Butir r-hitung Status Alpa

Cronbach

Status Citra Tubuh 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,371 0,553 0,388 0,667 0,607 0,651 0,439 0,433 0,579 0,667 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 0,762 0,712 0,725 0,698 0,707 0,706 0,721 0,721 0,705 0,697 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Perilaku Makan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,479 0,376 0,386 0,511 0,419 0,623 0,364 0,495 0,601 0,472 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 0,684 0,695 0,694 0,682 0,691 0,665 0,696 0,683 0,672 0,682 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel


(58)

Berdasarkan tabel diatas, nilai corrected item-total correlation dari variabel independen yaitu Status Citra Tubuh (10 butir pertanyaan) dan perilaku makan (10 butir pertanyaan) lebih besar dari nilai r tabel = 0,361, dengan demikian dinyatakan valid. Sedangkan nilai cronbach alpha dari total variabel lebih besar dari 0,7 sehingga dapat dikatakan butir dari instrument dikatakan reliabel.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah citra tubuh. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku makan dan status gizi remaja putri

3.5.2. Definisi operasional

1. Remaja putri adalah siswi yang berusia antara 16-18 tahun yang bersekolah di SMUN I Medan.

2. Citra tubuh adalah persepsi/penilaian remaja putri tentang bentuk tubuhnya sendiri.

3. Perilaku makan adalah kebiasaan makan yang dilakukan remaja putri setiap hari meliputi keteraturan waktu makan, kebiasaan makan, alasan makan, jenis makanan yang dimakan, dan jumlah kalori dalam makanan.

a. Keteraturan waktu makan adalah praktek makan remaja putri sesuai waktu makan yaitu makan pagi, makan siang dan makan malam.


(59)

b. Kebiasaan pada waktu makan adalah aktifitas yang biasa dilakukan ketika makan meliputi makan sambil berbicara/berdiskusi, makan sambil menonton televisi, dan makan sambil belajar.

c. Alasan makan adalah tujuan utama remaja putri makan

d. Jenis makanan yang dimakan adalah berbagai macam makanan yang dikonsumsi remaja putri dalam sehari.

e. Jumlah kalori makanan adalah banyaknya kalori yang terkandung dalam makanan yang biasa dikonsumsi remaja putri dalam sehari. Jumlah kalori dalam makanan dihitung dengan menggunakan program Nutri Survey.

4. Status gizi remaja putri adalah perbandingan antara tinggi badan dan berat badan yang tergambar melalui indeks masa tubuh.

3.6. Metode Pengukuran Pengukuran citra tubuh merujuk pada Concordia Health Service (1998).

Pengukuran perilaku makan diperoleh dari jawaban pada food frequency, sedangkan indeks masa tubuh mengacu pada baku antropometri tahun 2005.

Penilaian menggunakan nilai median. Citra tubuh dibagi menjadi dua kategori yaitu positif dan negatif. Hasil penilaian yang cenderung baik akan menjadi kategori positif sedangkan penilaian yang cenderung tidak baik akan menjadi kategori negatif. Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah daftar pertanyaan (kuesioner) untuk wawancara langsung dengan responden. Jenis, kategori, range,


(60)

metode pengukuran, dan skala ukuran variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 3.3. berikut.

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

No Variabel Kategori Range Cara Ukur Skala

Ukuran

1 Status citra tubuh 1. Positif 

2. Negatif 

 

Skor total 10-23 Skor total > 23

Dengan menggunakan kuesioner terstruktur

Ordinal

2 Perilaku Makan 1. Baik  2. Tidak baik 

 

Skor total ≥ 17,65 Skor total < 17,65

Dengan menggunakan Tabel Food frekuensi

Ordinal

4 Status Gizi 1. Dibawah  normal 

2. Normal 

3. Tidak normal 

IMT< 18,5 IMT 18,5-22,9 IMT≥ 23

Mengukur tinggi badan (cm), berat badan (kg), dan menghitung IMT Ordinal

3.7. Metode Analisis Data 1. Analisis univariat

a. Untuk mendistribusikan variabel citra tubuh remaja dengan penyajian dalam bentuk distribusi frekuensi

b. Untuk mendistribusikan variabel perilaku makanremaja dengan penyajian dalam bentuk distribusi frekuensi

c. Untuk mendistribusikan variabel status gizi remaja dengan penyajian dalam bentuk distribusi frekuensi


(61)

2. Analisis bivariat

Untuk menganalisis hubungan variabel citra tubuh terhadap perilaku makan remaja, dan perilaku makan remaja terhadap status gizi dengan menggunakan uji chi-square.

3. Analisis multivariat

yaitu analisis lanjutan dari analisis bivariat untuk menganalisis pengaruh citra tubuh dan perilaku makan terhadap satus gizi remaja dengan menggunakan uji

regresi logistic pada tingkat kepercayaan 95% dengan rumus persamaan regresi adalah :

1

Y = --- - (bo + b1X1 + b2X2 ) 1 + e

Keterangan :

Y = Variabel dependen bo = Konstanta X1 = citra tubuh

X2 = Perilaku makan


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMA Negeri I Medan merupakan sekolah negeri yang berdiri sejak tahun 1950, sekolah ini berdiri di tanah yang memiliki luas lebih kurang 10.000 meter persegi di jalan Cik Di Tiro Medan. SMA Negeri I Medan merupakan salah satu sekolah yang memiliki akreditasi A, dengan 124 orang guru dan terdiri dari 39 kelas.

Proses belajar mengajar dilakukan setiap hari Senin sampai hari Sabtu mulai pukul 07.15 WIB Sampai dengan pukul 13.15 WIB. Kegiatan sekolah juga diisi dengan ekstrakurikuler bagi pelajar dengan memilih beberapa pilihan kegiatan yang disediakan di sekolah. Aktifitas ekstrakurikuler ini terdiri atas kegiatan olah raga, seni, pramuka, keagamaan, jurnalistik dan usaha kesehatan sekolah (UKS).

SMA Negeri I Medan merupakan salah satu SMA terfavorit di kota Medan, pelajarnya berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah ke atas, kebanyakan siswi selalu berpenampilan baik, dan daya beli pelajarnya terhadap makanan jajanan tergolong tinggi.

Beberapa jenis makanan jajanan yang dijual dan sering dikonsumsi siswi terutama pada jam istirahat antara lain lontong, lontong sayur, nasi gurih, ayam penyet, soto, somay, mi ayam, bakso, makanan dan minuman ringan, serta beberapa jenis buah-buahan.


(63)

4.2. Karakteristik Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan umur adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur pada Siswi SMAN I Medan Tahun 2011

No Umur (tahun) Jumlah Persentase 

1 2

16 17

222 36

86,0 14,0

Total 258         100,0 

Dari hasil penelitian didapat 86,0 % siswi berumur 16 tahun dan 14,0 % berumur 17 tahun.

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Citra Tubuh

Distribusi responden berdasarkan citra tubuh dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Citra Tubuh pada Siswi SMAN I Medan Tahun 2011

No Citra Tubuh Jumlah Persentase 

1 2

Positif Negatif

240 18

       93,0   7,0 

Total 258       100,0 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 93,0 % orang siswi memiliki status citra tubuh positif, dan hanya 7,0 % siswi yang memiliki citra tubuh negatif.

Distribusi jawaban siswi atas setiap pertanyaan tentang citra tubuh dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut.


(64)

Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Berdasarkan Pertanyaan Citra Tubuh pada Siswi SMAN I Medan Tahun 2011

Tidak Pernah

Kadangk adang 

Selalu  Total 

No Pertanyaan

n % n % n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Suasana hati memengaruhi pikiran tentang tubuh

Sulit menerima pujian tentang penampilan

Menghindari situasi dimana orang akan melihat bentuk tubuh

Penampilan terlihat buruk apabila tidak berolah raga Berpikir negatif akan

bentuk tubuh dibandingkan pendapat

orang lain

Memikirkan untuk mengubah bagian tubuh tertentu

Stress dan depresi terhadap orang yang dianggap lebih cantik

Bertanya kepada keluarga/teman tentang penampilan

Khawatir akan berat badan Tidak percaya diri makan banyak didepan orang lain

62 99 70 144 89 35 164 17 61 114 24,0 38,4 27,1 55,8 34,5 13,6 63,6 6,6 23,6 44,2 165 152 146 92 145 123 85 177 118 114 64,0 58,9 56,6 35,7 56,2 47,7 32,9 68,6 45,7 44,2 31 7 42 22 24 100 9 64 79 30 12,0 2,7 16,3 8,5 9,3 38,8 3,5 24,8 30,6 11,6 258 258 258 258 258 258 258 258 258 258 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Hasil penelitian menunjukkan hanya sebanyak 31 orang siswi (12,0 % ) yang berpendapat bahwa suasana hati memengaruhi pikiran tentang tubuh, 7 siswi (2,7%) sulit menerima pujian tentang penampilan mereka, 42 Orang (16,3%) menghindari situasi dimana oeang lain akan melihat bentuk tubuhnya, 22 oarng (8,5%) merasa tubuh akan terlihat buruk bila tidak berolah raga, 24 orang (9,3%) selalu berfikiran negatif tentang bentuk tubuh mereka, 100 orang (38,8%) sering memikirkan untuk


(65)

mengubah bagian tertentu dari tubuh mereka, 9 orang (3,5%) sering stress dan depresi terhadap orang yang dianggap lebih cantik, 64 orang (24,8%) selalu menanyakan kepada orang lain atau keluarga tentang penampilan mereka, 79 orang (30,6%) selalu khawatir akan berat nadan, dan 30 siswi (11,6%) selalu tidak percaya diri bila makan banyak didepan orang lain.

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Makan Perilaku makan siswi dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Makan pada Siswi SMAN I Medan Tahun 2011

No Perilaku Makan Jumlah Persentase 

1 2

Baik Tidak baik

155 103

 60,1   39,9 

Total 258       100,0 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60,1 % orang siswi mempunyai perilaku makan yang baik dan 39,9 % siswi mempunyai perilaku makan tidak baik.

Adapun jawaban untuk masing-masing pertanyaan untuk perilaku makan dapat dilihat pada tabel 4.5. berikut ini :


(66)

Tabel 4.5. Distribusi Jawaban Berdasarkan Pertanyaan Perilaku Makan pada Siswi SMAN I Medan Tahun 2011

Tidak Kadangk

adang 

ya  Total 

No Pertanyaan

n % n % n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Setiap hari sarapan pagi Setiap hari makan siang Setiap hari makan malam Melakukan aktifitas lain pada saat makan

Tujuan makan untuk memenuhi rasa lapar

Tujuan makan untuk memenuhi kebutuhan psikologis

Tujuan makan untuk sosialisasi

Jenis makanan yang dikonsumsi

Frekuensi makan baik

Jumlah kalori dalam makanan cukup 24 0 15 140 12 133 105 24 16 25 9,3 0,0 5,8 54,3 4,7 51,6 40,7 9,3 6,2 9,7 83 85 139 101 63 103 142 83 146 25 32,2 32,9 53,9 39,1 24,4 39,9 55,0 32,2 56,6 9,7 151 173 104 17 183 22 11 151 96 208 58,5 67,1 40,3 6,6 70,9 8,5 4,3 58,5 37,2 80,6 258 258 258 258 258 258 258 258 258 258 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Hasil penelitian keteraturan waktu makan menunjukkan sebanyak 9,3 % siswi tidak sarapan pagi, tidak ada siswi yang tidak makan siang, Sebanyak 5,8 % siswi tidak makan malam. Sebanyak 6,6 % siswi melakukan aktifitas lain ketika makan, Untuk pertanyaan tentang tujuan makan, ada 4,7 % siswi makan bukan untuk tujuan memenuhi rasa lapar, 8,5 % makan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan ada 4,3 % makan untuk tujuan sosialisasi. Untuk pertanyaan jenis makanan, frekuensi makan dan perkiraan jumlah kalori dalam makanan diperoleh hasil yaitu ada 9,3 % yang mengonsumsi makanan yang tidak seimbang , dan 9,7% perkiraan jumlah kalori masih kurang.


(67)

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi

Distribusi responden berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel 4.4. berikut.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi pada Siswi SMAN I Medan Tahun 2011

No Status Gizi Jumlah Persentase 

1 2 3

Di bawah normal (IMT <18,5) Normal (IMT 18,5-22,9) Di atas Normal (IMT >= 23) 

68 130 60

 26,4   50,4   23,2 

Total 258        100,0 

Diperoleh hasil bahwa 26,4 % siswi mempunyai status gizi dibawah normal namun ada juga yang memiliki status gizi diatas normal yaitu 23,3 %.

4.6. Hubungan Citra Tubuh Dengan Perilaku Makan

Adapun hubungan antara citra tubuh dengan perilaku makan dapat dilihat pada tabel 4.5. berikut ini.

Tabel 4.7. Tabulasi Silang Hubungan antara Citra Tubuh dengan Perilaku Makan pada Siswi SMAN I Medan Tahun 2011

Perilaku Makan     

Baik Tidak Baik  Total 

  No

Citra Tubuh

n % % %

χ2  Nilai  p  1 2 Positif Negatif 138 17 57,5 94,4 102    1 

42,5 5,6

240    18 

100,0 100,0

0,002 0,001

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 240 orang siswi yang memiliki status citra tubuh positif ada 102 (42,5%) siswi memiliki perilaku makan yang tidak


(1)

Apabila remaja memiliki perilaku makan yang baik, yang meliputi tidak melewati satu waktu makan, tidak melakukan aktifitas lain ketika makan, tujuan makan adalah untuk ,memenuhi rasa lapar, mengonsumsi makanan yang seimbang sesuai dengan umur dan aktifitas, maka remaja akan memiliki status gizi yang normal.

Schroeder (2001), menyatakan bahwa salah satu faktor langsung yang memengaruhi status gizi individu adalah cukup atau tidaknya asupan makanan. Hal ini juga sesuai dengan konsep masalah gizi yang dikemukakan UNICEF (2005) bahwa penyebab langsung terjadinya masalah gizi adalah asupan makanan dan penyakit infeksi. (Gibney, 2009).


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Ada pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan (p=0,015), akan tetapi tidak ada perbedaan risiko untuk mengalami perilaku makan tidak baik antara siswi yang memiliki citra tubuh negatif dengan siswi yang memiliki citra tubuh positif.

Ada pengaruh citra tubuh terhadap status gizi (p=0,000). Siswi yang memiliki citra tubuh negatif memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk mengalami status gizi lebih (gemuk) dibandingkan dengan siswi yang memiliki citra tubuh positif.

Ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi (p=0,000). Siswi yang memiliki perilaku makan tidak baik kemungkinan mengalami status gizi di bawah normal (kurus) hampir 9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan siswi yang memiliki perilaku makan yang baik.

6.2 Saran

Beberapa hal yang perlu disarankan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan promosi kesehatan oleh pihak sekolah (guru BP ataupun guru mata pelajaran yang berkaitan) khususnya mengenai perilaku makan yang baik kepada siswi melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)


(3)

2. Melakukan kegiatan penyuluhan gizi secara berkala kepada siswi dengan materi penyuluhan tentang citra tubuh, perilaku makan terutama tentang makanan yang seimbang dan berat badan yang ideal bagi remaja putri.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Ando T, et al. 2007. Variation in the Preproghelin Gene Correlate with Higher Body

Mass Index, Fat Mass, and Body Dissatisfaction in Young Japanese Women.

Dalam www.ajcn.org 2007;86: 25-32 diakses Juni 2011

Anwar, 2009. Tumbuh Kembang, Child, Health Dalam

http://anwarsasake.wordpress.com/2009/08/06/body-image-pada-remaja/feed/ Diakses September 2010

Arini, 2006. Studi Tentang Upaya Penurunan Berat Badan Pada Remaja Putri : Studi Pada Siswi SMP di Surabaya. Tesis UNAIR.

Arisman, 2002. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta

Baliwati, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta

Ball K, et al. 2010. Is Healthy Behavior contangious : assosiation of Social Norm With Physical Activity and Healthy Eating dalam International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 2010, 7:86

http://www.ijbnpa.org/content/7/1/86, diakses Juni 2011

Berutu, 2007. Perilaku Makan Remaja. Jurnal Gizi Sumatera Utara Vol 7 : 54-57 Concordia Health Service. 1998. Body Image Self Assesment (Body Image Status)

dalam http://students.usask.ca/wellness/info/mentalhealth/bodyimage/asses ment/1998, diakses Juni 2011

Coveney , 2000. Food, Moral and Meaning. Routledge. London and New York Dariyo, A, 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Ghalia Indonesia. Jakarta Desmita, 2007. Psikologi Perkembangan Remaja. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung Green W L, 1980. Perencanaan Pendidikan Kesehatan suatu Pendekatan Diagnostik.

Proyek Pengembangan FKM Dep. Dik Bud. Jakarta Gibney, et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta


(5)

Hilbert A, et al. 2008. Eating Behavior and Familial Interactions of Children with Loss of Control Eating: a Laboratory Test Meal Study dalam www.ajcn.org

diakses Juni 2011

Hurlock, 1980. Psikologi Perkembangan suatu pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Erlangga. Jakarta

Khomsan, A, 2003. Pangan dan Gizi Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Khumaidi, 1994. Gizi Masyarakat. Penerbit PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta

Lameshow,1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press

Licavoli L and Brannon-Quin T. 1998. Body Image Assesment dalam http://www.healthbodyimage.com/image.htm diakses Juni 2011

Murti, 2010. Desain Dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Bidang Kesehatan, Gadjah Mada University Press

Muniroh, 2002. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perbedaan Status Gizi Remaja Putri di Daerah Perkotaan dan Pedesaan Kabupaten Jombang. Bagian Gizi FKM Universitas Airlangga. Error! Hyperlink reference not valid.

Narendra BM, 2002. Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja. CV. Sagung Seto. Jakarta Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Penerbit Rineka Cipta.

Jakarta

Rimbawan dan Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Penebar Swadaya, Jakarta Utter J,et al. 2007. What Effevt do Attempts to Lose Weight on the Observed

Relationship Between Nutrition Behaviors and Body Mass Index Among Adolescents? Dalam http://www.ijbnpa.org/content/4/1/40 diakses Juni 2011 Purwaningrum, 2008. Hubungan Antara Citra Raga Dengan Perilaku Makan Remaja

Putri. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta Riskesdas 2007. 2008. Laporan Sumatera Utara. Balitbangkes Depkes RI

_____________ 2010. Balitbangkes Depkes RI

Sucita, 2008. Persepsi tentang tubuh ideal dan pola diet pada sisiwi SMA Panca Budi Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan


(6)

Wang, et al. 2008. Social Ideological Influence on Reported Food Consumtion and BMI. Interbational Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity

dalam http://creativecommons.org/licenses/by/2.0) diakses Juni 2011

WHO, 2000. Penyakit Bawaan Makanan. Fokus Pendidikan Kesehatan. EGC. Jakarta ___________ WHO’s Classification of BMI. Geneva