BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Transpose, Invers dan Determinan Matriks Definisi 2.1.1 Apabila terdapat suatu matriks - Analisis Perubahan Bentuk Permukaan Kuadrat Menggunakan Diagonalisasi Matriks

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Transpose, Invers dan Determinan Matriks

  m n

Definisi 2.1.1 Apabila terdapat suatu matriks A  [ a ] berordo  , maka

T ij

  A n m

  transpose dari matriks adalah A berordo  yang dihasilkan dengan T

  A

  mempertukarkan baris dan kolom matriks ; yaitu, kolom pertama dari A adalah T

  A

  baris pertama dari A, kolom kedua dari A adalah baris kedua dari , dan seterusnya.

  Beberapa sifat matriks transpose: T T T (i). ( A  ) BAB T T

  (ii). ( A )  A T T (iii). k ( A )  ( kA ) , k suatu skalar. T T T (iv). ( AB )  B A

  A A

  Definisi 2.1.2

  Suatu matriks disebut simetris apabila transpose matriks T

  A A sama dengan matriks atau matriks simetris bila AA .

  Contoh 2.1 1 

  2

  4 1 

  2

  4     T     A  

  2

7 dan A  

  2

  7     

  4

6  

  4 6      T A disebut matriks simetris, AA .

  A

Definisi 2.1.3 Misalkan adalah matriks bujursangkar, jika terdapat matriks B

AB  BA 

  I A

  yang ukurannya sama sedemikian hingga , maka disebut

   1 A invertibel (dapat dibalik) dan B disebut sebagai invers dari , ditulis A .

  Contoh 2.2 Misal

  2 

  5

  3

  5    

  A  dan B

      

  1

  3

  1

  2     maka

  

  2

  5

  3

  5

  1      

  AB   

  I

        

  1

  3

  1

  2

  1      

  

  3

  5

  2

  5

  1      

  BA   

  I

       

  1 2 

  1

  3

  1      

  A

Definisi 2.1.4 Jika adalah matriks bujursangkar, maka minor dari entri a

ij

  dinyatakan sebagai M dan didefinisikan sebagai determinan dari submatriks ij

  A .

  yang tersisa setelah baris ke-i dan kolom ke-j dihilangkan dari Nilai i j

   M

  (  ) 1 dinyatakan sebagai C dan disebut sebagai kofaktor dari entri a . ij ij ij

  A Determinan dapat dinotasikan a Ca C  ...  a C . 11 11 12 12 1 n n 1 Contoh 2.3 Misalkan 3 1 

  4    

  A

  2

  

5

  6   

  1

  

4

8    A

  Determinan dari matriks adalah

  5

  6

  2

  6

  2

  5 A = a Ca Ca C11 11 12 12 13 13 3  1  (  4 )

  4

  8

  1

  8

  1

  4

         3 ( 16 ) 1 ( 10 ) 4 ( 3 )

  48

  10

  12

  46

2.2 Sistem Persamaan Linier Homogen

  

Definisi 2.2.1 Suatu sistem persamaan linier disebut homogen jika semua bentuk

  konstantanya adalah 0; yaitu, sistem ini memiliki bentuk

  a xa x  ...  a x11 1 12 2 1 n n

a xa x  ...  a x

21 1 22 2 2 n n

   

a xa x  ...  a x

m m mn n 1 1 2 2 Setiap sistem persamaan linier homogen adalah konsisten karena semua sistem x x

  memiliki solusi , , ... , x. Solusi ini disebut solusi trivial; jika 1 2 n terdapat solusi lain, maka solusi-solusi tersebut disebut solusi nontrivial.

  Contoh 2.4 Suatu sistem persamaan linier sebagai berikut

  2 x1 2 x x x = 0 2 − 3 5

  • x x

  2x 3x + + x = 0  − 1 2 3 − 4 5 1 + x x 2x x = 0 2 − 3 − 5 3 4 + + x x x = 0 5 Matriks yang diperbesar untuk sistem tersebut adalah

  

  2 2 

  1

  1

 

 

   1 

  1 2 

  3

  1

 

 

  1 1  2  1 

 

  1

  1

  1

 

  Dengan mereduksi matriks tersebut menjadi bentuk eselon baris, kita memperoleh

  1

  1 1 

 

 

  1 1 

 

 1  

 

  

 

  Sistem persamaan yang bersesuaian adalah 1 2 + + x x x = 0 5 3 + x x = 0 5

  x 4 = 0

  Dengan menyelesaikan variabel-variabel utama diperoleh

  

x   xx

1 2 5 x   x 3 5

  x4 Jadi, solusi umumnya adalah x   st xs x1 , , x   t , , xt 2 3 4 5 s Perhatikan bahwa solusi trivial diperoleh bila  t  .

2.3 Ruang Vektor dengan Ruang Hasil Kali Dalam

  V Definisi 2.3.1 Hasil kali dalam (inner product) pada sebuah ruang vektor real

  adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan real <u,v> dengan

  V

  sepasang vektor u dan v di dalam sedemikan hingga aksioma-aksioma berikut

  V

  ini terpenuhi bagi semua vektor u, v dan w di dalam dan semua bilangan skalar k .

  (i).

  (Aksioma kesimetrian) < u, v > = < v, u > (ii).

  (Aksioma penjumlahan) < u + v, w > = < u, w > + < v, w > (iii).

  (Aksioma homogenitas) < ku, v > = k< u, v > (iv).

  (Aksioma positivitas) < v, v > ≥ 0

   v  . dan < v, v > = 0 jika dan hanya jika

  Sebuah ruang vektor real yang memiliki sebuah hasil kali dalam disebut ruang hasil kali dalam real (real inner product space).

  V Definisi 2.3.2 Jika adalah sebuah ruang hasil kali dalam, maka norma (norm)

  V

  atau panjang (length) sebuah vektor u di dalam dinotasikan dengan ||u|| dan didefinisikan sebagai

  1/2

  ||u|| = < u, u > Jarak (distance) antara dua buah titik (vektor) u dan v dinotasikan dengan d(u, v) dan didefinisikan sebagai

  d

  (u, v) = || u - v || 2 Contoh 2.5 Misalkan u = (u

  1 , u 2 ) dan v = (v 1 , v 2 ) adalah vektor-vektor pada R .

  Hasil kali dalam Euclidean berbobot <u, v> = 3u

  

1 v

1 + 2u 2 v

  2

  (i).

  Aksioma kesimetrian;

  

v v u u

  < u, v > = 3u

  1 1 + 2u

  2

2 = 3v

  1 1 + 2v

  2 2 = < v, u > yang membuktikan terpenuhinya aksioma pertama.

  (ii).

  Aksioma penjumlahan; Jika w = (w

  1 , w 2 ), maka

  < u +v, w > = 3(u

  

1 + v

1 )w 1 + 2(u 2 + v 2 )w

  2

  = (3u

  1 w 1 + 2u 2 w 2 ) + (3v 1 w 1 + 2v 2 w 2 )

  = <u, w> + <v, w> yang membuktikan terpenuhinya aksioma kedua. (iii).

  Aksioma homogenitas; Selanjutnya, 2 v v 2

  < ku, v > = 3(ku

  1 )v 1 + 2(ku 2 )v = k(3u

  1 1 + 2u

  2

  ) = k< u, v > yang membuktikan terpenuhinya aksioma ketiga. (iv).

  Aksioma positivitas; Akhirnya,

  2

  2 1 v 1 2 v

  2

  1

  2

  <v, v> = 3v + 2v = 3v + 2v

  2

  2

  2

  2 Jelaslah, <v, v> = 3v 1 + 2v

  2 1 + 2v 2 = 0

  ≥ 0. Lebih jauh lagi, <v, v> = 3v jika dan hanya jika v

  1 = v 2 . Dengan demikian, semua aksioma memenuhi syarat.

2.4 Basis Ortonormal dan Matriks Ortogonal

2.4.1 Basis Ortonormal

  n Definisi 2.4.1 k i j

  Himpunan S = {u

  1 , u 2 , ..., u } pada R adalah himpunan ortogonal jika <u , u > = 0, untuk setiap ij . n Definisi 2.4.2 Himpunan S = {u 1 , u 2 , ..., u k } pada R adalah ortonormal jika : (i).

  S adalah ortogonal i i (ii).

  || = 1, untuk setiap . Setiap vektor dalam S adalah vektor satuan, yaitu ||u

  Contoh 2.6 Himpunan S = {u 1 , u

2 }, dengan u

1 = [0, 1, 0] dan u 2 = [1, 0, 1] adalah

  ortogonal, karena : <u

  1 , u 2 > = 0(1) + 1(0) + 0(1) = 0

  Karena ||u

  1 || = 1 dan ||u 2 || = 2 maka S bukan himpunan ortonormal.

  Dengan menormalisasikan masing-masing vektor dari S , diperoleh :

  1  1 1  v 1 = u 1 /|| u 1 || = 1[0, 1, 0] = [0, 1, 0], v 2 = u 2 /|| u 2 || = [1, 0, 1] = , ,

  2

  2

  2  

  {v

  1 , v 2 }adalah himpunan yang ortonormal, karena :

  1

  1 (i). 1 , u 2 >  .  1 .  . 

  <u

  2

  2 (ii). 1 || = 1 dan ||v 2 || = 1

  ||v

  Teorema 2.4.1 n

  Jika S = {v

  1 , v 2 , ..., v } adalah suatu himpunan ortogonal vektor- vektor taknol pada sebuah ruang hasil kali dalam, maka S bebas linier.

  Bukti

  . Asumsikan bahwa

  k 1 v 1 + k 2 v 2 +...+ k n v n = 0

  Akan ditunjukkan bahwa S = {v

  1 , v 2 , ..., v n } adalah bebas linier, yakni dengan membuktikan kk  ...  k  . i 1 2 n

  Untuk setiap v dalam S, berdasarkan asumsi diperoleh < k

  1 v 1 + k 2 v 2 +...+ k n v n , v i > = < 0, v i

  > = 0 atau secara ekuivalen i i n n i

  k 1 < v 1 ,v > + k 2 < v 2 ,v > +...+ k < v ,v > = 0 j i

  Dari ortogonalitas S kita memperoleh <v ,v > = 0 untuk ji , sehingga persamaan ini dapat disederhanakan menjadi

     k i < v i ,v i > k v , v i i i

  Karena vektor-vektor di dalam S diasumsikan sebagai vektor-vektor taknol <v i ,v i >

  ≠ 0 berdasarkan aksioma positivitas untuk hasil kali dalam. Dengan

  i

  demikian, k  . Karena indeks adalah sebarang, kita memperoleh i kk  ...  k  yang mengakibatkan S bebas linier. 1 2 n

  n n Teorema 2.4.2 Misalkan {v 1 , v 2 ,..., v } adalah basis ortonormal pada R dan n

  misal u sembarang vektor pada R maka memenuhi : n n

  u = <u,v 1 > v 1 + <u,v i . 2 > v 2 +...+ <u,v > v

  dengan <u,v

  1 > adalah koefisien dari v n Bukti. Misalkan S = {v 1 , v n 2 ,..., v n } adalah basis ortonormal pada R dan misal u

  sembarang vektor pada R , maka memenuhi :

  u = k 1 v 1 + k

2 v

2 +...+ k n v n k , k ,..., k

  dengan adalah skalar. Karena S adalah ortonormal maka ortogonal 1 2 n i j sedemikian hingga <v , v > = 0 untuk ij . Selebihnya, jika S adalah ortonormal, 

  2 v i i i

  maka setiap vektor pada S adalah vektor satuan, yaitu <v , v > = ||v || = 1. Misal i

  i

  1  in memenuhi , maka : i i n n <v , u> = <v , k

  1 v 1 + k

2 v

2 +...+ k v >

  = k

  1 <v i , v 1 > + k 2 <v i , v 2 > +...+ k i <v i , v i > +...+ k n <v i , v n >  k .  k .  ...  k .

  1  ...  k . k 1 2 i n i  

  v

  Jadi terbukti koefisien dari adalah i

  

ki i i

i i <v , u> = v .u = u.v Contoh 2.7 Misalkan

  4

  3

  3

  4   

  v  1 = [0, 1, 0], v

2 = , , , v

3 = , ,

  5

  5

  5

  5     3 Maka V = {v

  1 , v 2 , v 3 } adalah basis ortonormal untuk R .

  V Akan diperlihatkan bahwa u = [1, 1, 1] adalah kombinasi linier vektor-vektor .

  Sesuai teorema 2.4.2 didapatkan :

  1

  7

  <u,v

  1 > = 1; <u,v 2 >   ; <u,v 3 > 

  5

  5

  dan

  u = <u,v 1 > v 1 + <u,v 2 > v 2 + <u,v 3 > v

  3

  1

  4

  3

  7

  3

  4      

    , , , + [1, 1, 1] = 1 [0, 1, 0] + ,

     

  5

  5

  5

  5

  5

  5        

  4

  3

  21

  28

     

  = [0, 1, 0] + + , ,  , , = [1, 1, 1]

  25

  25

  25

  25

     

  Teorema 2.4.3

  (Proses Gram-Schmidt) Setiap ruang hasil kali dalam taknol berdimensi terhingga memiliki sebuah basis ortonormal.

  

Bukti . Misalkan V adalah suatu ruang hasil kali dalam taknol berdimensi terhingga

n

  V

  sebarang dan misalkan {u

  1 ,u 2 ,...,u } adalah basis sebarang untuk . Akan

  ditunjukkan bahwa V memiliki sebuah basis ortogonal, karena vektor-vektor di dalam basis ortogonal itu dapat dinormalisasikan untuk menghasilkan sebuah

  V

  basis ortonormal untuk . Urutan langkah berikut ini akan menghasilkan sebuah

  V

  basis ortogonal {v

  1 ,v 2 ,...,v n } untuk .

  Langkah 1. Misalkan

  v 1 = u 1 / || u 1 ||

  Langkah 2. Terdapat sebuah vektor v

  2 yang ortogonal terhadap v 1 dengan

  menghitung komponen v

  1 yang direntang oleh v 1 . v 1 = (u

  2 2 , v 1 >v 1 ) / || u

  2 2 , v 1 >v 1 ||

  • – <u – <u Langkah 3. Selanjutnya

  v

  3

  3

  3

  1

  1

  3

  2

  

2

  3

  3

  1

  1

  3

  2

  2

  = (u – <u , v >v – <u , v >v ) / || u – <u , v >v – <u , v >v || dan seterusnya sampai v n . Setelah langkah ke-n akan diperoleh himpunan vektor- n

  

V

  vektor ortogonal {v

  1 ,v 2 ,...,v }. Karena berdimensi n dan setiap himpunan n

  ortogonal bersifat bebas linier, maka himpunan {v

  1 ,v 2 ,...,v } adalah sebuah basis ortogonal bagi V. 3 Contoh 2.8 Diberikan R beserta perkalian dalam Euclid dengan mempergunakan proses ortonormalisasi Gram-Schmidt transformasikan vektor-vektor basis u 1 = (1, 1, 1), u 2 = (0, 1, 1) u 3 = (0, 0, 1) menjadi basis yang ortonormal.

  Vektor v

  1 yang ortonormal

  1 

  1

  1 1   

  v 1 = u 1 / ||u 1 ||

  1 , 1 , 1 , ,

  

 

  3

  3

  3

  3  

  Vektor v

  2 yang ortonormal v 1 = (u

  2 2 , v 1 >v 1 ) / || u

  2 2 , v 1 >v 1 ||

  • – <u – <u 2 

  1

  1 1  

  2

  1 1 

  u

  2 2 , v 1 >v 1  ,

  1 , 1  , ,  , ,

  • – <u  

  3

  3

  3

  3

  3

  3

  3     maka

  3

  2

  1

  1

  2

  1

  1    

  v 1 = (u

  2 2 , v 1 >v 1 ) / || u

  2 2 , v 1 >v 1 ||  , ,  , ,

  • – <u – <u

  6

  3

  3

  3

  6

  6

  6    

  Vektor v

  3 yang ortonormal v 3 = (u 3 – <u 3 , v 1 >v 1 – <u 3 , v 2 >v 2 ) / || u 3 – <u 3 , v 1 >v 1 – <u 3 , v 2 >v 2 ||

  1

  1

  1 1  1 

  2

  1 1  

  u 3 – <u 3 , v 1 >v 1 – <u 3 , v 2 >v 2   , ,

  1   , ,  , ,

  3

  3

  3

  3

  6

  6

  6

  6    

  1

  

1

   , ,

  2

  

2

 

  maka

  v 3 = (u

  3 3 , v 1 >v

  1 3 , v 2 >v 2 ) / || u

  3 3 , v 1 >v

  1 3 , v 2 >v 2 ||

  • – <u – <u – <u – <u

  1

  1

  1

  1  

   2   , ,    , ,

  2

  2

  2

  2    

  

  1

  1 1  

  2

  1 1 

  1 1   , ,  , ,    , ,

  Jadi, v

  1 , v

2 , v

  3

  3

  3

  3

  6

  6

  6

  2

  2       3 Membentuk basis ortonormal untuk R .

2.4.2. Matriks Ortogonal

  A Definisi 2.4.3 Matriks berordo n adalah matriks ortogonal jika kolom- n

  A kolom dari matriks adalah himpunan vektor kolom yang ortonormal.

  A Definisi 2.4.4

  Sebuah matriks bujursangkar yang memiliki sifat T

  1

AA

disebut sebagai matriks ortogonal.

  A Teorema 2.6.4 Jika matiks adalah matiks ortogonal, maka A   1 .

  A Bukti. Matriks ortogonal jika dan hanya jika

T

1 T 1

AA

  

AAAA T kemudian T

  AAT

  I A A2

  1 A

  1 A  

  1

  2 1 

  1 2   

  , ,  , ,

  Contoh 2.9

  Vektor-vektor u = [1, 0, 0], v = dan w =

  5

  5

  5

  5     adalah vektor-vektor ortonormal. Sedemikian hingga matriks :

   1    

  A

  2

  5

  1

  5     

  1

  5

  2

  5  

  Adalah ortogonal, maka didapatkan :

   1   1 T

       A A

  

2

  5

  1

  5    

  

1

  5

  2

  5   T

1  

1       

  A A

  2

  5

  1

  5

  2

  5

  1

  5         

  1

  5

  2

  5

  1

  5

  2

  5      1   

  

  1    

  1  

2.5 Ekuivalensi Bentuk Kuadrat Sebelumnya akan didefinisikan suatu operasi elementer pada matriks.

  Definisi 2.5.1 Operasi elementer pada matriks A adalah: (i).

  Penukaran tempat antara dua baris atau dua kolom, yakni baris ke-i dengan baris ke-j atau kolom ke-i dengan kolom ke-j. (ii).

  (iii).

      

     

  B b b  

  

      

      

   

     

      

   

     

  b b b b A b b

  1

  2

  3

  2

  1

  3

  3

  2

  

 

      

  3 2 ~

  2

  By

  dan y T

  

Ax

  Dua bentuk kuadrat x T

  Definisi 2.5.3

  ke-3.

  B A ~ . Di mana 1 b yaitu baris ke-1, 2 b yaitu baris ke-2 dan 3 b yaitu baris

  ditulis

  1 2 3

  3

  1

  1

  1

  1

  2

  

1

~

  2

  3

  1

  1

  1

  1

  Menambah baris ke-i dengan kali baris ke-j atau menambah kolom ke-i dengan konstanta kali kolom ke-j.

  B A ~ dan

  3

  2

  1

  

     

  Contoh 2.10      

  C A ~

  C B ~ maka

  ~ (iii).

  1

  ~ maka A B

  A (ii). B A

  A A ~ untuk setiap matriks

  ekuivalen dengan B . Relasi ekuivalen, yaitu : (i).

  A

  B A ~ memiliki arti

  Untuk relasi ekuivalensi ini diberikan simbol ‘ ~ ‘.

  salah satu matriks tersebut dapat diperoleh dari matriks yang lain dengan menggunakan operasi elementer. Atau dengan kata lain, dua matriks A dan B yang berordo sama disebut ekuivalen jika B = PAQ untuk suatu matriks P dan Q yang tak singular atau matriks elementer.

  

Definisi 2.5.2 Dua matriks A dan B yang berordo sama dikatakan ekuivalen bila

  3

  2

  2

  3 2

1

3

1

2

  3

  3

  3

  4

  8

  1 ~

  3

  1

  4

  maka

  3

  1 B

  2

  3

  1

  1

  1

       

  1 A     

  2

  disebut ekuivalen jika dan hanya jika terdapat matriks tak singular P yang memenuhi x = Py dan T

  T T T T T T T

x Ax = (Py) A (Py) = y P A Py = y (P AP ) y = y By

2.6 Nilai Eigen, Vektor Eigen dan Ruang Eigen

  A Definisi 2.8.1 Misalkan adalah sebuah matriks n. Skalar disebut nilai n

  A

  eigen dari ketika sebuah vektor x sedemikian hingga Ax =

  λx. Vektor x disebut A

  A

  vektor eigen dari yang bersesuaian terhadap terhadap

  λ. Vektor eigen λ yang didapat merupakan vektor tak nol di dalam ruang solusi pada sistem linier.

  Ruang solusi ini disebut ruang eigen yang tersusun atas basis ruang eigen. Dari persamaan Ax =

  λx didapatkan:

     

   aaa x11 12 1 n   1      

   aa   a x

     21 22 2 n 2      

  λx Ax = (λI A) x             

    a   a    a x n n nn n 1 2

     

  Sistem persamaan homogen di atas mempunyai solusi tak trivial jika dan

   A

  hanya jika 

  I . Penguraian determinan ini akan menghasilkan suatu polinomial P    berderajat n yang biasa disebut sebagai persamaan karakteristik.

  Metode pencarian akarnya dapat dicari dengan pemfaktoran, rumus ABC (jika persamaan kuadrat) dan pembagian sintetis (aturan horner).

  Contoh 2.11

  4

  2 2    

  A

  2

  4

  2    

  2

  2

  4  

  Karena    

  

  

4

  2 2   

    

  

  4

  2  

  I A

2 

         2 2 

  4   A

  maka persamaan karakteristik matriks adalah

  4

     

  48

  12

  16

  64

  48

  12 2 3           

  32

  36

  12 2 3       

  8

  48

  2 2     

  Jadi, nilai-nilai eigen dari matriks

  A

  adalah  2  dan

   8  . Untuk  2  , maka:

  2

   z y x

  I dan misal x      

  2

  12 2 3            

  64

  2

   

  2

  2

  4

  2

  2

  2

  4       

      

   

  A

  8

  I Dijabarkan sebagai berikut        

  4 ) 2 ( 4 ) 2 (

  4 ) ) 2 (

  ) 2 ( 2 (

  4 2 2 2 3 3 3               

     

     

  4

  12

  8

  2

2 A

  2

  Persamaan tunggal yang didapat adalah    z y x . Misalkan t z  ,

       

     

  x      

   adalah

  dan  t s z y x      . sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan 2 

   s y

     b b b b b

  

  2 2 3 1 2 1   

  2

  2

  2

  2

  2

  2

       

       

  2

  1

  adalah basis pada ruang eigen yang bersesuaian dengan

  1

  1

     

     

  dan

  1

     

       

     

  maka

  1 t s t s t s z y x

  1

  1

  1

       

  2

  1

  2

  I

         

     

       

       

     

       

  2 x = 0, yaitu:

  adalah penyelesaian tak trivial dari   A

  2

     

     

            

  2

  2

  2

  2

       

  2

  2

     

  1

  1

  1

          

     

       

     

       

  2

  akan diselesaikan dengan operasi baris elementer sebagai berikut

  2 z y x

  2

  2

  2

  2

  2

       

   2  . Untuk

8 A

  4 3

1

3

2

2

1

  

  1

  6

  1

  1

  1

  1

   

     

     

       

     b b b b b b

  2

  1 3

2

3

2

3

1

   b b b b b b

  2

  2

  4

  2

  2

  2

  4

  1

  2

  1

  2

  6

  Persamaan yang didapat adalah   z x dan

  6

  1

  A .

  dapat didiagonalisasi jika terdapat matriks P yang mempunyai invers sehingga AP P 1  merupakan matriks diagonal. Matriks P disebut mendiagonalisasi matriks

  Definisi 2.7.1 Sebuah matriks bujursangkar A

  adalah basis pada ruang eigen yang bersesuaian dengan 8   .

  1

  1

  1

     

       

  maka

  1 u u u u z y x

  1

    z y . Misalkan

  

     

       

  

       

     

  x      

  sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan  8  adalah

   u z x  .

  dan

   , u zu z y

  1

  1

  8 

  I dan misal x      

        

     

       

       

     

       

  8 x = 0, yaitu:

   

A

I

  adalah penyelesaian tak trivial dari

   z y x

     

  4

  

4

  2

  

2

  2

  4

  

2

  2

  2

  

4

         

     

       