jenis jenis dryer dan jenis kelamin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

Secara administratif, wilayah Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara yang secara geografis terletak diantara 1° LU - 3° LU, dan 125° BT - 128° BT. Dengan memiliki luas 2.612,24 Km 2 . Wilayah Kabupaten Halmahera Barat memiliki 5 kecamatan dan 133 desa. Karena letaknya di sekitar garis khatulistiwa, Kabupaten Halmahera Barat beriklim tropis dengan suhu rata-rata 28,05°C dan kelembaban 73-82%, serta curah hujan 1500 mm/tahun.

Kabupaten Halmahera Barat mempunyai ketinggian 0-700 m dpl (diatas permukaan laut), dengan batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah utara dengan Kecamatan Loloda Utara - Sebelah selatan dengan Kota Tidore Kepulauan - Sebelah timur dengan Kabupaten Halmahera Utara - Sebelah barat dengan Kota Ternate dan Laut Maluku Wilayah Kabupaten Halmahera Barat secara administratif terdiri

dari 5 (lima) Kecamatan, yaitu : Kecamatan Jailolo, Kecamatan Jailolo Selatan, Kecamatan Sahu, Kecamatan Ibu dan Kecamatan Loloda. Keseluruhan wilayah Kabupaten Halmahera Barat membawahi 133 desa. Adapun perinciannya yakni sebagai berikut :

Tabel 5

Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa

No Kecamatan

Luas wilayah (Km 2 )

Jumlah Desa

1. Jailolo

33 2. Jailolo Selatan

Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005

Data di atas memperlihatkan bahwa luas desa dan jumlah desa sangat bervariasi antar satu kecamatan dengan kecamatan yang lain. Kecamatan yang mempunyai wilayah paling luas adalah Kecamatan Ibu yaitu 39,96% dari luas Wilayah Kabupaten Halmahera Barat, dan kecamatan yang mempunyai wilayah paling kecil adalah Kecamatan Jailolo yaitu 4,80% dari luas Wilayah Kabupaten Halmahera Barat. Dari aspek administrasi pemerintahan, luas wilayah akan menentukan jangkauan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Untuk penelitian ini, yang menjadi objek adalah Kecamatan Jailolo dan Sahu.

4.1.2. Kondisi Penduduk

Letak wilayah Kabupaten Halmahera Barat yang strategis yaitu sebagai Ibukota Kabupaten, menyebabkan Kabupaten Halmahera Barat menjadi fokus perhatian dari berbagai kelompok masyarakat untuk bekerja dan berusaha di wilayahnya. Akibatnya migrasi penduduk tidak dapat dihindari oleh Kabupaten Halmahera Barat. Dari hasil registrasi penduduk oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Barat sampai dengan Desember 2003 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Halmahera

Barat sebesar 92.894 jiwa, yang terdiri dari 48.125 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 44.769 jiwa berjenis kelamin perempuan. Secara rinci keadaan jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Barat menurut jenis kelamin berdasarkan wilayah kecamatan adalah sebagai berikut :

Tabel 6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan

No Kecamatan Penduduk

Laki-Laki

Perempuan Jumlah

1. Jailolo

25.603 2. Jailolo Selatan

Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005

Data tersebut memperlihatkan bahwa penyebaran penduduk masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat tidak merata, dimana jumlah penduduk terbesar ada di wilayah Kecamatan Jailolo yaitu 25.603 jiwa (27,56%), dan jumlah penduduk terkecil ada di wilayah Kecamatan Loloda yaitu 11.010 jiwa (11,85%). Dengan jumlah penduduk yang demikian, kepadatan penduduk Kabupaten Halmahera Barat sampai dengan Desember 2005 sebesar 344,02

jiwa/km 2 . Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :

Tabel 7 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk dari Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2005

No Kecamatan

Penduduk

Luas Kepadatan

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Jailolo

125,26 204,39 2. Jailolo Selatan

Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005

Data tersebut memberikan informasi bahwa luas wilayah kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat yang terbesar adalah Kecamatan Ibu

yaitu 1.043,75 km 2 (39,96%), dan luas wilayah yang terkecil adalah Kecamatan Jailolo 125,26 km 2 (4,80%). Namun dari segi kepadatan penduduk,

wilayah yang paling padat adalah Kecamatan Jailolo dengan kepadatan sebesar 204,39 jiwa/km 2 , dan wilayah yang paling jarang penduduknya adalah wilayah

Kecamatan Jailolo Selatan dengan kepadatan penduduk sebesar 17,26 jiwa/km 2 . Kepadatan penduduk yang tidak merata ini dipengaruhi oleh sebagian besar pusat

perkantoran pemerintahan dan perdagangan berada di wilayah Kecamatan Jailolo, yang menyebabkan masyarakat mencari pemukiman yang berdekatan dengan pusat perkantoran tersebut.

Hal ini hendaknya menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat selain itu, salah satu hal yang sangat urgen yang perlu mendapat perhatian pemerintah adalah penyediaan sarana dan prasarana umum daerah yang cukup, baik secara fisik maupun non fisik dimaksudkan untuk memberikan pelayanan dan fasilitas pembangunan, pemerintahan dan kegiatan masyarakat lainnya.

4.1.3. Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.3.1. Struktur Organisasi Kantor Camat Jailolo dan Sahu

Camat di Kabupaten Halmahera Barat, Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat telah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya adalah dengan menyempurnakan struktur organisasi. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 158 Tahun 2003, tentang Struktur Organisasi Kecamatan disempurnakan seperti dalam lampiran tesis ini.

Untuk meningkatkan

kinerja

Kantor

Untuk susunan organisasi dari Kantor Camat Jailolo dan Sahu Kabupaten Halmahera Barat adalah sebagai berikut :

Tabel 8 Susunan Jabatan di Kantor Camat Jailolo dan Sahu Kabupaten Halmahera Barat

No

Jumlah (orang) 1 Kecamatan Jailolo

Jabatan

a. Camat 1 b. Sekretaris Kecamatan

1 c. Kasi KTBN

1 d. Kasi Pemerintahan

1 e. Kasi Kesra

1 f. Kasi BPM

1 g. Staf

26 2 Kecamatan Sahu

Jumlah

a. Camat 1 b. Sekertaris Kecamatan

1 c. Kasi PMD

1 d. Kasi Pelayanan Umum

1 e. Kasi Kesra

1 f. Staf

Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005

Berdasarkan data tersebut memberikan informasi bahwa jabatan staf di Kantor Camat Jailolo dan Sahu merupakan jabatan yang mempunyai jumlah Berdasarkan data tersebut memberikan informasi bahwa jabatan staf di Kantor Camat Jailolo dan Sahu merupakan jabatan yang mempunyai jumlah

4.1.3.2. Keadaan Pegawai di Kantor Camat Jailolo dan Sahu

Untuk mengetahui kondisi pegawai Kantor Camat Jailolo dan pegawai Kantor Camat Sahu di Kabupaten Halmahera Barat secara rinci menurut pangkat/golongan ruang, pendidikan dan usianya, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9 Komposisi Pegawai Berdasarkan Pendidikan, Usia, dan Golongan Ruang

No Pendidikan

Golongan Jlh. 1 Kecamatan Jailolo

5 I - b. SMP/SMA

20-30

9 II 12 c. Diploma

17 31-40

8 III 14 d. Sarjana

Jumlah 26 26 26 2 Kecamatan Sahu

a. SD

3 I 1 b. SMP/SMA

20-30

10 II 10 c. Diploma

18 31-40

7 III 13 d. Sarjana

Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa dari segi pendidikan formal yang dilalui pegawai, di Kantor Camat Jailolo dan Sahu jumlah pegawai dengan tingkat Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa dari segi pendidikan formal yang dilalui pegawai, di Kantor Camat Jailolo dan Sahu jumlah pegawai dengan tingkat

Kemudian dari segi usia, di Kantor Camat Jailolo jumlah pegawai terbesar adalah yang berkisar antara 31-40 tahun dari keseluruhan jumlah pegawai, demikian halnya juga dengan Kantor Camat Sahu dari keseluruhan jumlah pegawai, sedangkan yang terkecil, di Kantor Camat Jailolo adalah pegawai dengan umur berkisar antara 51-60 tahun keseluruhan jumlah pegawai, sedangkan di Kantor Camat Sahu adalah yang berumur 20-30 tahun dari keseluruhan jumlah pegawai. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai yang bekerja di Kantor Camat Jailolo dan di Kantor Camat Sahu Kabupaten Halmahera Barat masih tergolong dalam usia produktif, yang masih berpotensi untuk bisa dikembangkan dan bisa dirangsang untuk berprestasi.

Selanjutnya dari data tersebut juga memperlihatkan bahwa di Kantor Camat Jailolo dan Sahu, jumlah pegawai memiliki kepangkatan ada yang bervariasi mulai dari golongan I, golongan II, Golongan III dan Golongan IV. Sebagian besar pegawai dari golongan II dan III tersebut berpendidikan SMP/SMA dan mempunyai usia antara 31-40 tahun yang tentunya masih berpotensi untuk pengembangan karier menjadi lebih baik.

4.1.3.3. Pendidikan dan Pelatihan Pegawai

Mengingat semakin meningkatnya kesadaran dan tuntutan masyarakat akan pelayanan, maka peningkatan kemampuan dan keterampilan pegawai merupakan satu langkah strategis yang perlu dilakukan. Sejalan dengan hal itu, Kantor Camat Jailolo dan Kantor Camat Sahu di Kabupaten Halmahera Barat telah mengikutsertakan pegawainya ke pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat mendukung terselenggaranya kegiatan kantor. Beberapa macam Diklat yang telah diikuti oleh pegawai adalah Diklat Struktural, dan Diklat Fungsional sebagainya dapat dilihat melalui tabel berikut ini :

Tabel 10 Jumlah Pegawai Kantor Camat Jailolo dan Sahu Yang Telah Mengikuti Kegiatan Diklat

No

Jenis Kegiatan

Jumlah (orang)

1 A. Kecamatan Jailolo Diklat Struktural a. Diklatpim IV/Adum

4 b. Diklatpim III/Spama

2 2 Diklat Fungsional a. Bendaharawan

Jumlah

1 B. Kecamatan Sahu Diklat Struktural a. Diklatpim IV/Adum

3 b. Diklatpim III/Spama

2 2 Diklat Fungsional a. Bendaharawan

Jumlah

Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005

Data ini memberi informasi bahwa jumlah pegawai yang baru mengikuti Diklat di Kantor Camat Jailolo baru sebagian kecil dari keseluruhan pegawai, Data ini memberi informasi bahwa jumlah pegawai yang baru mengikuti Diklat di Kantor Camat Jailolo baru sebagian kecil dari keseluruhan pegawai,

4.1.3.4. Jenis Layanan Kartu Tanda Penduduk (KTP)

Pelayanan kepada masyarakat yang disediakan oleh Kantor Camat Jailolo dan Kantor Camat Sahu dengan persyaratan dan besarnya tarif retribusi dari Kartu Tanda Penduduk (KTP), berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Barat Nomor 10 Tahun 2005 sebagai berikut.

Tabel 11 Jenis Layanan dan Tarif KTP di Kecamatan Jailolo dan Sahu

No Kewarganegaraan

Persyaratan

Tarif Retribusi

o Surat pengantar RT dan RW

1. o WNI Surat pengantar dari Kepala Desa

Rp. 20.000

Foto-copy Kartu Keluarga o Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 3 lembar

o Surat pengantar RT dan RW o Surat pengantar dari Kepala Desa

2. o WNA Surat pengantar dari Dinas Rp. 25.000

Kependudukan o Foto-copy Kartu Keluarga

o Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 3 lembar Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005

Tabel di atas menunjukan bahwa penyediaan layanan KTP di Kecamatan Jailolo dan Sahu secara formal dan terinci telah diatur sedemikian rupa. Dengan harapan aparat pelaksana mempunyai acuan dalam melaksanakan tugas pelayanannya sekaligus agar masyarakat dapat mengetahui dan mengontrol pelaksanaannya di lapangan.

4.1.4. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 189 orang dengan perincian sebagai berikut jumlah responden untuk Kecamatan Jailolo sebanyak 114 orang dan responden untuk kecamatan Sahu sebanyak 75 orang. Setelah diadakan penyebaran kuesioner kepada masing-masing responden, maka diperoleh gambaran tentang karakteristik dari 189 orang responden tersebut yang akan dikemukakan berdasarkan klasifikasi dan pengelompokan responden. Deskripsi umum tentang responden ini dipandang penting untuk dikemukakan karena diasumsikan bahwa perbedaan respon setiap responden terhadap item-item yang diberikan berkaitan dengan perbedaan latar belakang dari masing-masing responden, baik menyangkut pendidikan, umur, jenis kelamin, mata pencaharian.

Klasifikasi pertama yang akan dilihat adalah responden berdasarkan umur. Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa umur responden secara keseluruhan berada pada rentang usia antara 17 tahun sampai dengan 60 tahun. Pada tabel berikut dapat dilihat identitas responden berdasarkan umur. Adapun karakteristik responden menurut umur adalah sebagai berikut :

Tabel 12 Klasifikasi Responden Menurut Umur

Kelompok Usia No

Persentase (%) 1 Kecamatan Jailolo

(Thn)

Jumlah (Orang)

17 - 20 35 30,70 21 - 40

51 44,74 41 - 60

100 2 Kecamatan Sahu

Jumlah

17- 20 23 30,67 21- 40

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Adapun usia responden yang diambil adalah sesuai dengan batas usia bagi warga negara yang wajib memiliki KTP. Dengan rentang usia responden yang cukup beragam sebagaimana tersebut pada tabel di atas, diharapkan data yang akan diperoleh dapat mendukung dalam analisis dan pengujian hipotesis. Data mengenai sikap yang akan ditunjukan oleh responden dalam menjawab kuesioner atau angket, diharapkan dapat mendekati obyektifitas karena mereka ikut merasakan langsung pelayanan yang diberikan aparat khususnya dalam pelayanan pembuatan KTP. Selanjunya komposisi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 13.

Berdasarkan tabel di bawah ini bahwa Data primer diperoleh tentang pembuatan KTP dari warga masyarakat yang telah berumur 17 tahun ke atas, dan yang sudah pernah menikah baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun berjenis kelamin perempuan. Karena KTP itu harus dimiliki oleh setiap orang sebagai Berdasarkan tabel di bawah ini bahwa Data primer diperoleh tentang pembuatan KTP dari warga masyarakat yang telah berumur 17 tahun ke atas, dan yang sudah pernah menikah baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun berjenis kelamin perempuan. Karena KTP itu harus dimiliki oleh setiap orang sebagai

Tabel 13

Klasifikasi Responden Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin

Persentase (%) 1 Kecamatan Jailolo

Jumlah (Orang)

Laki-laki Perempuan

100 2 Kecamatan Sahu

Jumlah

Laki-laki 39 52,00 Perempuan

Jumlah 75 100

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer Tahun 2006

Adapun klasifikasi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 14

Klasifikasi Responden Menurut Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan

Persentase (%) 1 Kecamatan Jailolo

Jumlah (Orang)

Petani 15 13,16 Wiraswasta

39 34,21 PNS,TNI/Polri

13 11,40 Mahasiswa, Siswa

12 10,53 Pensiunan/Purnawirawan

15 13,16 Ibu Rumah Tangga

100 2 Kecamatan Sahu

Jumlah

Petani 10 13,33 Wiraswasta

14 18,67 PNS,TNI/Polri

11 14,67 Mahasiswa, Siswa

9 12 Pensiunan/Purnawirawan

8 10,67 Ibu Rumah Tangga

Jumlah 75 100

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer Tahun 2006

Para wiraswasta memeliki respon yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan pada umumnya wiraswasta sangat membutuhkan status kependudukan atau identitas yang jelas sebagai salah satu untuk mengurusi berbagai kepentingan yang menyangkut perijinan dan urusan perbankan. Dengan jelasnya status yang dibuktikan oleh adanya Kartu Tanda Penduduk (KTP), wiraswasta, pegawai negeri/swasta, buruh, ibu rumah tangga dan lain-lain, mendapat legitimasi yang pasti tentang status kewarganegaraan dan identitas lainnya guna kelancaran urusan ke berbagai instansi pemerintah maupun swasta.

Dari aspek pendidikan, terlihat adanya variasi tingkat pendidikan dari masing-masing responden mulai dari pendidikan terrendah sampai pada tingkat yang paling tinggi. Tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi kemampuan responden dalam menjawab kuesioner yang diberikan. Adapun klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 15

Klasifikasi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan

Persentase (%) 1 Kecamatan Jailolo

Jumlah (Orang)

SD 13 11,40 SLTP

15 13,16 SLTA

59 51,75 Sarjana Muda/Sarjana 27 23,68

2 Kecamatan Sahu SD

18 24 SLTP

14 18,67 SLTA

23 26,67 Sarjana Muda/Sarjana 20 30,67

Jumlah 75 100

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Adanya fluktuasi dari tingkat pendidikan responden masyarakat di Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu menunjukkan tingkat pendidikan yang terbanyak adalah SLTA. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan SLTA, kesadaran untuk mengurus KTP dari masyarakat cukup besar. Kesadaran membuat KTP pada tingkat pendidikan SLTA tersebut terutama kebutuhan dalam memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikan, menikah, melamar pekerjaan, mengurus izin usaha dan lain sebagainya.

4.1.5. Uji Statistik

Untuk mengetahui sifat pengaruh dan sejauhmana pengaruh motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan civil dan seberapa besar persentase pengaruh variabel pengaruh motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan civil di dua kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Maka akan diuraikan hasil pengujian statistik berkaitan dengan variabel atau masalah penelitian yang ditetapkan.

Namun, sebelum diuraikan hasil pengujian statistik tersebut terlebih dahulu digambarkan analisis statistik data hasil penelitian yang berkaitan dengan kecenderungan distribusi frekuensi dan skor jawaban responden untuk setiap dimensi variabel penelitian yang diteliti berdasarkan data yang terdapat dalam tabel pada lampiran tesis ini sebagai berikut :

4.1.6. Analisis Data Hasil Penelitian

Untuk memberikan gambaran motivasi kerja aparat dan kualitas layanan sipil dalam pembuatan kartu tanda penduduk di dua kecamatan Kabupaten

Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara, pada bagian ini akan diberikan uraian mengenai kedua variabel berdasarkan tanggapan responden terhadap item kuesioner penelitian.

Hasil tanggapan responden yang berjumlah sebanyak 189 orang yang terdiri atas masyarakat dan aparat atas kuesioner penelitian akan diuraikan dalam bentuk tabel tabulasi frekuensi dengan skor untuk setiap dimensi. Berdasarkan skor serta persentase yang dicapai untuk setiap dimensi/variabel selanjutnya ditentukan pengkategorian berdasarkan penentuan kriteria berikut :

Perolehan skor maksimum setiap kuesioner adalah 5 atau 100% dan skor minimum adalah 1 atau 20% dari skor maksimum. Jarak antara skor yang berdekatan adalah satu per lima dari selisih nilai maksimum dengan nilai minimum atau sama dengan 16% dari nilai maksimum 100%.

Diperoleh interval persentase skor untuk setiap kategori adalah sebagai berikut : o 84% sampai dengan 100%

dikategorikan sangat baik o 68% sampai dengan 83,99%

dikategorikan Baik o 52% sampai dengan 67,99%

dikategorikan cukup baik o 36% sampai dengan 51,99%

dikategorikan tidak baik o 20% sampai dengan 35,99%

dikategorikan sangat tidak baik

4.1.6.1. Analisis Variabel Motivasi Kerja Aparat

Adanya motivasi dalam melakukan pelayanan umum diharapkan akan memberikan hasil yang baik dalam pelayanan yang diberikan (dalam hal ini pelayanan dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk di 2 (dua) kecamatan

Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Motivasi yang dilihat dalam penelitian ini merupakan unsur-unsur yang menimbulkan dorongan tertentu bagi aparat kecamatan untuk bekerja keras melayani secara baik yang tercermin dari 3 (tiga) dimensi yaitu adanya motif, pengharapan dan insentif. Untuk mengukur ketiga dimensi tersebut dalam penelitian ini digunakan kuesioner dengan jumlah item pernyataan untuk mengukur ketiganya sebanyak 12 item (12 indikator).

1) Dimensi Motif

Dimensi motif dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu gaji cukup, nyaman bekerja, aktualisasi diri dan kesadaran etik. Hasil tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 16

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Motif

No. Pernyataan

Skor 1 2 3 4 Total (S) f %

756 2411 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 16 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh) dari tanggapan responden sebesar 2411 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai (skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal adalah 63,8%. Terlihat persentase skor yang diperoleh Dari tabel 16 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh) dari tanggapan responden sebesar 2411 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai (skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal adalah 63,8%. Terlihat persentase skor yang diperoleh

Data tersebut memberikan pemahaman bahwa penanganan motif pegawai belum berjalan sebagaimana mestinya. Padahal organisasi seharusnya memperhatikan motif pegawainya bila organisasi menginginkan pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Hal ini cukup beralasan karena motif sering didefinisikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan atau kemauan dalam diri individu dimana pada prinsipnya motif atau kebutuhan adalah pendorong utama dari tindakan-tindakan manusia (pegawai).

Hal ini mengindikasikan pula bahwa motif atau kebutuhan seseorang (pegawai) merupakan pendorong utama sesuatu kegiatan, karena yang bersangkutan ingin memenuhi kebutuhannya baik fisik maupun non fisik yang dirasakan mendesak melalui aktivitasnya di kantor. Pandangan sebagian aparat bahwa pekerjaan di kantor baginya merupakan, ”kebun” yang dengan kerja kerasnya maka organisasipun akan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Adanya kehendak aktualisasi diri dalam pekerjaan yang tercermin pada kuesioner no 3 responden memberikan jawaban tidak setuju, karena mereka sering mengerjakan tugas-tugas atau penempatan pegawai tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sedangkan adanya kesediaan, kesadaran etik pegawai untuk memangku suatu jabatan yang meliputi pemilihan tugas kerja atas kesadaran sendiri atau mundur jika melakukan kesalah tercermin dari jawaban yang diberikan tidak kuat. Jawaban responden mengindikasikan bahwa Adanya kehendak aktualisasi diri dalam pekerjaan yang tercermin pada kuesioner no 3 responden memberikan jawaban tidak setuju, karena mereka sering mengerjakan tugas-tugas atau penempatan pegawai tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sedangkan adanya kesediaan, kesadaran etik pegawai untuk memangku suatu jabatan yang meliputi pemilihan tugas kerja atas kesadaran sendiri atau mundur jika melakukan kesalah tercermin dari jawaban yang diberikan tidak kuat. Jawaban responden mengindikasikan bahwa

Kondisi sebagaimana diuraikan di atas merupakan suatu indikasi kuat bahwa penanganan motif pegawai yang terkait langsung kebutuhannya masih dalam kategori kurang memuaskan. Jika kebutuhan-kebutuhan pegawai kurang mendapat perhatian yang sungguh-sungguh maka pelaksanaan tugasnya akan kurang optimal dan bahkan bisa mengarahkan aparat untuk melakukan tindakan- tindakan yang melanggar hukum.

bermacam-macam sebagaimana dikemukakan oleh para ahli baik Maslow, Fret Luthans, Hersey, Blanchard, Gibson, Taliziduhu Ndraha sebagaimana telah diuraikan terdahulu dalam Bab II. Sehubungan dengan uraian tentang motif Paul Heresy dan Blanchard mengatakan bahwa ”motif atau kebutuhan adalah pendorong utama dari tindakan-tindakan”.

Kebutuhan manusia

(pegawai)

Pemberian kompensasi yang belum memenuhi kebutuhan pegawai berakibat rendahnya motivasi kerja dan ini merembet kepada pencapaian dan pelaksanaan tugas. Hal ini diperburuk lagi jika kondisi tersebut diikuti dengan kurangnya kesadaran etik. Pegawai yang berkesadaran etik menganggap kerja atu tugas merupakan suatu kewajiban moral atau suatu panggilan pengabdian/panggilan Pemberian kompensasi yang belum memenuhi kebutuhan pegawai berakibat rendahnya motivasi kerja dan ini merembet kepada pencapaian dan pelaksanaan tugas. Hal ini diperburuk lagi jika kondisi tersebut diikuti dengan kurangnya kesadaran etik. Pegawai yang berkesadaran etik menganggap kerja atu tugas merupakan suatu kewajiban moral atau suatu panggilan pengabdian/panggilan

2) Dimensi Pengharapan

Dimensi motif dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu kerja yang menyenangkan, pengahargaan, rasa ikut memiliki dan pengembangan diri. Hasil tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 17

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Pengharapan

No . Pernyataan

Skor 5 6 7 8 Total

756 2295 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 17 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh) dari tanggapan responden sebesar 2295 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai (skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal adalah 60,7%. Terlihat persentase skor yang diperoleh dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini

menunjukkan bahwa motivasi kerja aparat di 2 (dua) kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimensi pengharapan meskipun cukup baik namun masih harus ditingkatkan menjadi baik.

Distribusi jawaban responden untuk indikator pengharapan memperlihatkan sebagian besar responden memberi penilaian pada skor 4. Jawaban responden seperti ini mengindikasikan bahwa harapan-harapan pegawai dalam melaksanakan tugas, belum terpenuhi sebagaimana mestinya. Hal ini secara rinci dalam jawaban responden sebagai berikut.

Terhadap jawaban responden tentang adanya pengakuan atau penghargaan, pengakuan kalau pegawai dapat melakukan tugas dengan baik jawaban yang diberikan responden adalah kurang kuat. Jawaban responden ini mengindikasikan bahwa pekerjaan yang dikerjakan dengan baik selama ini pun belum pernah mendapat penghargaan sehingga tidak para pegawai bekerja sering tidak terlalu memikirkan kerja dengan sungguh-sungguh, sedangkan tentang pemberian tanggung jawab atasan kebawahan dengan memberikan promosi jabatan, dan pengangkatan pegawai berdasarkan pada kecakapan, dari kuesioner yang diedarkan jawaban responden sebagian besar pada skor 3, jawaban responden ini mengindikasikan promosi jabatan berdasarkan pada prestasi kerja dan kemampuan belum tercapai secara optimal. Karena sebagai pegawai yang berprestasi dan bekerja dengan baik belum tentu mendapatkan promosi pada jabatan tertentu. Penghargaan kenaikan pangkat belum tercapai secara optimal, karena sebagian pegawai yang kenaikan pangkatnya terhambat maka jabatan- jabatan tertentu sulit diraihnya. Kondisi ini lebih terasa menekan karena pemberian penghargaan atau pengakuan atas kesuksesan aparat dalam tugas karena berbagai pertimbangan termasuk kemampuan dukungan keuangan daerah.

Sedangkan mengenai jaminan bagi pegawai untuk mengembangkan kemampuan, kecakapan dan ketrampilan melalui pendidikan dan pelatihan yang tercermin, sebagian responden memberi jawaban skor 5 dan 2.

3) Dimensi Insentif

Dimensi insentif dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu pencapaian/prestasi, upah dan gaji, tunjangan dan promosi. Hasil tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 18 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Insentif

No . Pernyataan

Skor 9 10 11 12 Total (S) f %

756 1957 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 18 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh) dari tanggapan responden sebesar 1957 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai (skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal adalah 51,8%. Terlihat persentase skor yang diperoleh dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria kurang baik. Hasil ini menunjukan bahwa motivasi kerja aparat di dua kecamatan

Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimens insentif masih perlu ditingkatkan agar menjadi baik.

Distribusi jawaban responden untuk indikator insentif yang tercermin dalam kuesioner memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memberikan jawaban pada skor 3. Jawaban responden tersebut memberi petunjuk bahwa penanganan insentif bagi pegawai kurang berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari jawaban responden dimana 44,92% dari seluruh responden menjawab pada skor 3, sementara sebagian besar responden menginginkan suatu insentif berupa bonus (uang, dan fasilitas ) bagi yang berprestasi. Sedangkan jawaban responden terhadap kuesioner 12, responden menjawab dalam kategori cukup baik, sedangkan 33,11% responden menjawab dalam kategori skor 2 dan 4. Kondisi ini cukup memperihatinkan karena kenaikan gaji berkala pegawai berlaku otomatis setiap 2 tahun bila tidak bermasalah.

Hal lainnya adalah tentang pencapaian/prestasi, promosi yang menyenangkan tercermin dari pertanyaan, dimana 3,07% responden menjawab dalam kategori kurang (skor 5) dan 2,35% responden menjawab dalam kategori tidak mencukupi (menjawab dalam skor 1). Kondisi ini mengindikasikan bahwa fasilitas kerja yang dipandang sangat mendukung kelancaran kegiatan-kegiatan kedinasan masih sangat kurang. Di lain pihak faktor peralatan kerja sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kedinasan maupun kemasyarakatan. Peralatan disini adalah setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan Pemerintah Daerah seperti alat-alat kantor, alat-alat komunikasi dan lain-lain.

Dengan demikian maka tersedianya fasilitas/peralatan kerja seperti Komputer, ruangan kerja dan kelengkapannya justru akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Secara keseluruhan, berdasarkan hasil analisis jawaban responden sebagaimana diuraikan di atas mengindikasikan bahwa penanganan insentif bagi aparat belum berjalan sebagimana mestinya. Padahal insentif merupakan faktor perangsang bagi aparat untuk bekerja lebih giat. Incentives are inducement plased directed one goal rather than another (insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan memelihara kegiatan mengarah langsung satu tujuan yang lebih baik dari yang lain).

4.1.6.2. Analisis Variabel Kualitas Layanan Civil

Kualiatas layanan civil adalah standarisasi produk (output yang diharapkan) yang menunjukana derajat tingkat kepuasan masyarakat atas kualityas layanan yang diberikan oleh aparat pemerintah kecamatan.

Kualitas layanan civil yang dilihat dalam penelitian terdiri dari 4 (empat) dimensi yaitu kecepatan, ketepatan, kemudahan dan keadilan. Untuk mengukur ketiga dimensi tersebut dalam penelitian ini digunakan kuesioner dengan jumlah item pernyataan untuk mengukur keempat dimensi sebanyak 14 item (14 indikator).

1) Dimensi Kecepatan

Dimensi kecepatan dilihat berdasarkan 3 indikator yaitu cepat tanggap, cepat selesaikan pekerjaan dan cepat proses layanan. Hasil tanggapan 189 orang Dimensi kecepatan dilihat berdasarkan 3 indikator yaitu cepat tanggap, cepat selesaikan pekerjaan dan cepat proses layanan. Hasil tanggapan 189 orang

Tabel 19

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kecepatan

No. Pernyataan

Skor 1 2 3 Total (S)

1503 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 19 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh) dari tanggapan responden sebesar 1503 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai (skor ideal) adalah 3 x 5 x 189 = 2835. Dapat dihitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal adalah 53,0%. Terlihat persentase skor yang diperoleh dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini menunjukan bahwa dilihat dari dimensi kecepatan, kualitas layanan civil dalam pembuatan KTP di dua kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dinilai belum baik dan perlu perbaikan agar menjadi lebih baik.

Indikator kecepatan pegawai menanggapi keluhan masyarakat dinilai responden masih rendah. Keluhan-keluhan yang disampaikan kepada pegawai tidak langsung ditindaklanjuti dan cenderung diabaikan. Padahal sebagai pelayan masyarakat semestinya pegawai berkewajiban untuk menanggapi keluhan tersebut secara cepat sehingga masyarakat merasa dilayani dengan baik dan tidak berlama- lama untuk memperoleh solusinya.

Akan halnya indikator kecepatan pegawai menyelesaikan pekerjaan menurut penilaian responden juga masih kurang cepat. Dari hasil wawancara dengan responden didapatkan informasi bahwa walaupun standar pelayanan KTP telah dibakukan, namun pada kenyataannya masih terdapat aparat yang berkerja dengan lambat. Selain itu kendala yang ada ialah masih rendahnya tingkat keseriusan pegawai melaksanakan pekerjaan. Sehingga mereka bekerja apa adanya, tanpa ada dorongan yang kuat untuk lebih serius mempercepat penyelesaian pekerjaan yang ada.

Demikian halnya dengan indikator kecepatan pegawai dalam memproses setiap urusan masih belum maksimal. Dari hasil wawancara dengan beberapa responden diperoleh informasi bahwa untuk mempercepat pengurusan KTP perlu biaya tambahan. Akan tetapi kondisi ini tidak berarti semata-mata pegawai yang mengharuskan atau meminta biaya tambahan tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pegawai diperoleh keterangan bahwa kadangkala pemohon ingin diperlakukan lebih, sehingga mereka rela membayarkan sejumlah biaya tertentu secara tersembunyi.

Kecepatan pegawai mengantisipasi perkembangan tuntutan juga masih rendah. Pegawai pada umumnya terpaku pada pola yang biasanya diterapkan, padahal tuntutan masyarakat terhadap pelayanan berkualitas semakin tinggi. Pegawai masih menganggap bahwa pelayanan yang telah diberikan demikianlah adanya, tidak perlu dilakukan perbaikan karena bagaimanapun masyarakat tetap membutuhkannya.

2) Dimensi Ketepatan

Dimensi ketepata dilihat berdasarkan 3 indikator yaitu kesiapan pegawai, tepat waktu dan kesesuaian prosedur. Hasil tanggapan 189 orang responden terhadap 3 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 20

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Ketepatan

No. Pernyataan

Skor 4 5 6 Total (S) f %

1488 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 20 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh) dari tanggapan responden sebesar 1488 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai (skor ideal) adalah 3 x 5 x 189 = 2835. Dapat dihitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal adalah 52,5%. Terlihat persentase skor yang diperoleh dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini menunjukan bahwa dilihat dari dimensi ketepatan, kualitas layanan civil dalam pembuatan KTP di 2 (dua) kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dinilai kurang baik dan perlu dilakukan perbaikan agar menjadi lebih baik.

Indikator kesiapan pegawai untuk memberikan pelayanan responden menilai masih rendah, artinya kesiapan dari pegawai dalam memberikan layanan civil perlu ditingkatkan. Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa Indikator kesiapan pegawai untuk memberikan pelayanan responden menilai masih rendah, artinya kesiapan dari pegawai dalam memberikan layanan civil perlu ditingkatkan. Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa

Indikator ketepatan waktu pegawai memproses layanan menurut jawaban responden masih rendah, sebagian besar responden memberi jawaban cukup tepat. Pegawai dalam memproses layanan sering tidak tepat waktu, rentang waktu yang diperlukan untuk memproses layanan cenderung dikorupsikan. Standar pelayanan tidak sepenuhnya diikuti oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.

Sama halnya indikator kesesuaian prosedur dan mekanisme pelayanan KTP menurut responden masih rendah. Sebagian besar responden memberi jawaban cukup sesuai. Hal ini menggambarkan bahwa prosedur dan mekanisme pelayanan yang berlaku cenderung dilanggar oleh pegawai. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden prosedur dan mekanisme pelayanan tidak sepenuhnya diterapkan dan bisa diatur sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan. Kesepakatan yang dimaksud adalah bagaimana si pemohon dapat memberi biaya tambahan maka prosedur dan mekanisme yang ada tidak perlu lagi dipikirkan oleh si pemohon, hal yang demikian akan diurus oleh pegawai yang bersangkutan.

3) Dimensi Kemudahan

Dimensi kemudahan dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu sarana informasi, pemahaman informasi, mengikuti prosedur dan pembiayaan. Hasil tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 21

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kemudahan

No . Pernyataan

Skor 7 8 9 10 Total (S)

2287 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 21 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh) dari tanggapan responden sebesar 2287 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai (skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal adalah 60,5%. Terlihat persentase skor yang diperoleh dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini menunjukan bahwa dilihat dari dimensi kemudahan, kualitas layanan civil dalam pembuatan KTP di dua kecamatan dinilai cukup baik namun demikian masih diperlukan perbaikan agar menjadi lebih baik.

Berdasarkan jawaban responden indikator kemudahan memperoleh informasi masih kurang mudah. Hal ini menunjukan bahwa informasi layanan KTP tidak mudah diakses dan belum tersebar secara umum. Informasi baru dapat diperoleh bilamana masyarakat mendatangi langsung ke kantor kecamatan bagian loket pelayanan. Padahal pengenalan akan informasi layanan KTP oleh masyarakat cukup penting guna memudahkan pemahaman akan karakteristik layanan yang tersedia dan dibutuhkan oleh masing-masing warga masyarakat.

Indikator kemudahan memahami informasi layanan menurut jawaban responden masih kurang dipahami. Data ini mengindikasikan bahwa informasi layanan yang ada perlu diperbaiki agar seluruh lapisan masyarakat dengan mudah memahami pesan-pesan atau isi dari informasi tersebut. Hal ini mengingat masyarakat yang berhak memiliki KTP belum tentu mempunyai kemampuan yang sama baiknya untuk mencerna informasi layanan tersebut. Untuk itu informasi yang disediakan kepada masyarakat sebaiknya didesain sesederhana mungkin dan dapat dipahami dengan sempurna oleh masyarakat.

Indikator kemudahan mengikuti prosedur dan mekanisme layanan menurut jawaban responden dirasakan kurang mudah, hal ini menggambarkan bahwa penyediaan dan pemrosesan layanan tidak sederhana dan cenderung berbelit mengingat persyaratan yang dipenuhi dan tahap-tahap yang dilalui cukup banyak. Hasil wawancara dengan responden diperoleh informasi bahwa setiap pengurusan KTP membutuhkan waktu yang relatif lama untuk melengkapi persyaratan dan mendatangi kantor-kantor yang berwenang menerbitkan atau melegalisir berkas yang mesti diserahkan diloket pelayanan. Hal ini disebabkan karena aturan yang ada mengharuskan demikian ketatnya prosedur dan mekanisme layanan, dan kurang memperhatikan aspek efisiensi pelayanan.

Demikian halnya dengan kemudahan melengkapi syarat-syarat yang ditentukan, menurut responden masih kurang mudah. Hasil wawancara dengan beberapa pegawai dijelaskan bahwa persyaratan yang demikian ketat diberlakukan sebagai langkah antisipatif untuk menghindari terjadinya pemalsuan identitas serta kepemilikan bukti diri secara ganda.

4) Dimensi Keadilan

Dimensi keadilan dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu perlakuan adil, waktu layanan yang sama, pemberlakukan prosedur dan kesamaan biaya. Hasil tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 22

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Keadilan

No . Pernyataan

Skor 11 12 13 14 Total (S) f %

756 2321 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 22 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh) dari tanggapan responden sebesar 2321 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai (skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal adalah 61,4%. Terlihat persentase skor yang diperoleh dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini menunjukan bahwa dilihat dari dimensi keadilan, kualitas layanan civil dalam pembuatan KTP di 2 (dua) kecamatan dinilai belum optimal namun demikian masih diperlukan perbaikan agar menjadi lebih baik.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dengan responden kesan yang tampak dalam pemberian layanan KTP yaitu masih Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dengan responden kesan yang tampak dalam pemberian layanan KTP yaitu masih

Pemberlakuan prosedur dan mekanisme layanan menurut responden kurang adil. Pegawai kadangkala memberikan keringanan kepada orang-orang tertentu untuk tidak sepenuhnya mengikuti prosedur dan mekanisme yang ada, hal ini menimbulkan kecemburuan kepada pemohon lainnya yang melengkapi berkasnya dengan mengikuti prosedur dan mekanisme yang ditentukan. Pembiayaan terhadap KTP yang sejenis pada umumnya sama, hanya saja kadangkala ada warga yang berurusan memberikan biaya lebih sebagai ucapan terima kasih atau dengan kata lain. Padahal seharusnya hal ini tidak boleh terjadi karena para pegawai atau pengelola memperoleh gaji yang tetap untuk melaksanakan tugas pekerjaannya.

4.1.7. Hasil Uji Coba Alat Ukur (Validitas dan Reliabilitas)

Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor jawaban setiap butir pernyataan dengan jumlah skor variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah

teknik Korelasi Spearman Rank sesuai dengan skala ukur data ordinal. Angka yang dipergunakan sebagai pembanding untuk melihat valid tidaknya suatu item, seperti dikemukakan oleh Syaifuddin Azwar (1997:158) adalah 0,3. Item yang memiliki korelasi diatas 0,3 dikategorikan item valid, sedangkan item teknik Korelasi Spearman Rank sesuai dengan skala ukur data ordinal. Angka yang dipergunakan sebagai pembanding untuk melihat valid tidaknya suatu item, seperti dikemukakan oleh Syaifuddin Azwar (1997:158) adalah 0,3. Item yang memiliki korelasi diatas 0,3 dikategorikan item valid, sedangkan item

Perhitungan korelasi item dengan total skor variabel untuk variabel motivasi dan kualitas layanan civil dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 12 item pernyataan yang digunakan dalam kuesioner penelitian untuk mengukur motivasi dan 14 item untuk kualitas layanan civil disimpulkan valid karena diperoleh nilai korelasi besar dari 0,3.

Setelah mendapatkan item-item pertanyaan dari kuesioner yang valid, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah alat pengumpulan data pada dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok individu, dan hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap gejala yang sama.

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Cronbach Alpha. Sebagai nilai batasan untuk melihat reliabilitas item digunakan nilai koefisien reliabilitas, seperti dikemukakan oleh Kaplan et.al (1993:126) adalah minimal 0,70 atau antara (0,70 - 0,80). Dari hasil perhitungan reliabilitas diperoleh besar koefisien reliabilitas sebesar 0,8327 untuk X dan 0,9100 untuk variabel Y. Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang dilakukan terhadap item dalam kedua variabel dalam penelitian ini menunjukan bahwa data dapat dikatakan reliabel (nilai koefisien reliabilitas lebih besar dari 0,7).

4.1.8. Uji Hipotesis

Analisis distribusi frekuensi jawaban responden menurut skor dari variabel

X dan Y sebagimana yang telah dilakukan,hanyalah bermanfaat untuk memberikan informasi pendahuluan mengenai pola distribusi jawaban responden menurut skor. Namun demikian hasil analisis skor jawaban responden belum dapat digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan tentang bobot pengaruh variabel X dan Y. Dengan kata lain bahwa analisis distribusi skor jawaban responden tersebut belum mampu menjawab apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak. Sehingga untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang valid, maka harus dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik statistika.

Mengingat penelitian ini hanya melibatkan dua variabel, maka teknik statistika yang dipandang tepat untuk melakukan uji hipotesis adalah analisis jalur (path analisis). Teknik analisis ini dikembangkan oleh Sewal Wright (dalam Al Rasyid, 1994 : 121). Adapun hasil pengujian selengkapnya terdapat pada lampiran.

4.1.8.1. Analisis Koefisien Jalur

Hasil analisis deskriptif terhadap distribusi tanggapan responden berdasarkan skor yang diperoleh dari variabel motivasi kerja aparat dan kualitas layanan civil hanya memberikan informasi awal bahwa distribusi proporsi tanggapan pada variabel X (motivasi kerja aparat) dan Y (kualitas layanan civil) memperlihatkan pola jawaban yang mirip yaitu skor jawaban terbanyak adaah skor 3 dan skor 2. Pola tanggapan ini mengindikasikan bahwa ada keterikatan Hasil analisis deskriptif terhadap distribusi tanggapan responden berdasarkan skor yang diperoleh dari variabel motivasi kerja aparat dan kualitas layanan civil hanya memberikan informasi awal bahwa distribusi proporsi tanggapan pada variabel X (motivasi kerja aparat) dan Y (kualitas layanan civil) memperlihatkan pola jawaban yang mirip yaitu skor jawaban terbanyak adaah skor 3 dan skor 2. Pola tanggapan ini mengindikasikan bahwa ada keterikatan

Untuk mengetahui dan menguji pengaruh variabel motivasi kerja aparat (X) terhadap kualitas layanan civil (Y) maka dilakukan analisis secara statistik melalui pengujian hipotesis. Berkaitan dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh X terhadap Y dalam penelitian ini digunakan analisis jalur (Path Analysis).

Penggunaan analisis jalur (Path Analysis) mensyaratkan data yang digunakan sekurang-kurangnya mempunyai tingkat pengukuran interval. Karena data yang dikumpulkan dari kuesioner dan mempunyai skala pengukuran ordinal, terlebih dahulu ditransformasikan menjadi skala interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI). Hasil transformasi data menjadi skala interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI) untuk kedua variabel penelitian yaitu variabel X (motivasi kerja aparat dan variabel Y (kualitas layanan civil) selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Secara konseptual telah dijelaskan bahwa variabel X secara langsung mempengaruhi variabel Y. Hasil perhitungan koefisien pengaruh untuk menjawab hipotesis penelitian mengenai pengaruh motivasi kerja aparat terhadap variabel kualitas layanan civil dengan menggunakan program SPSS ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 23

Koefisien Jalur Dan Hasil Pengujian

Hipotesis Koefisien Sig t hitung t tabel Kesimpulan Alternatif

Jalur

(p-value)

P YX ≠0 P YX = 0,784

0,000 H0 ditolak F-hitung = 298,575 (0,000)

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Hasil analisis jalur pada tabel di atas menunjukkan besarnya koefisien pengaruh variabel X (motivasi kerja aparat) terhadap variabel Y (kualitas layanan civil) diperoleh sebesar 0,784. Terlihat adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y, atau dengan kata lain motivasi kerja aparat berpengaruh terhadap kualitas layanan civil. Besarnya koefisien pengaruh untuk variabel yang di teliti seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 4 Path Diagram Pengaruh Motivasi Kerja Aparat Berpengaruh Terhadap Kualitas Layanan Civil

ε ε ε ε P Yε = 0,4646

P YX = 0,784

Untuk menguji apah pengaruh X terhadap Y signifikan dalam populasi yang diteliti, maka dilakukan uji koefisien pengaruh.

4.1.8.2. Koefisien Determinasi