Makalah Seminar Kerja Praktek PENERAPAN

Makalah Seminar Kerja Praktek
PENERAPAN RELAY OLS PADA TRAFO TD 3 # 30 MVA
GI SUKAMERINDU BENGKULU DENGAN SENSING ARUS PRIMER 70KV
UNTUK MENTRIPKAN PENYULANG 20 KV
Rio Parohon T. Tambunan (L2F 009 024)
Email: Ryopram@gmail.com
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstrak
Kesinambungan/keandalan penyaluran listrik adalah salah satu aspek mutu listrik yang paling dasar dan
secara umum paling mempengaruhi kepuasan pelanggan namun justru masih sering menjadi masalah utama
dalam pelayanan listrik di Indonesia. Jika sering terjadi pemadaman maka secara umum konsumen tidak
akan sempat’ memikirkan tentang stabilitas tegangan, frekuensi, harmonik dan lain-lain. Bahkan masih ada
masyarakat yang menganggap kesinambungan penyaluran sebagai satu-satunya hal yang menentukan baik
buruknya pelayanan listrik.
GI Sukamerindu merupakan satu-satunya Gardu Induk yang menopang kebutuhan listrik di Kota Bengkulu.
Dengan pola radial yang diterapkan pada GI tersebut maka selalu terjadi drop tegangan yang besar di sisi
Primer Trafo TD 3 # 30 MVA. Hal ini menyebabkan kenaikan arus yang menyebabkan relay OCR pada PMT 70
kV bekerja lebih dulu dari PMT incoming 20 kV dan trafo berhenti beroperasi. Untuk menghindari kejadian
tersebut maka akan dipasang relay OLS pada sisi Primer trafo TD 3 dengan sensing arus.
Kata Kunci : Trafo, OCR, OLS, GI Sukamerindu


I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sukamerindu,
Switchyard
Switchyard Tess (Bengkulu).

Kesinambungan/keandalan penyaluran listrik
adalah salah satu aspek mutu listrik yang
paling dasar dan secara umum paling
mempengaruhi kepuasan pelanggan namun
justru masih sering menjadi masalah utama
dalam pelayanan listrik di Indonesia. Jika
sering terjadi pemadaman maka secara umum
konsumen tidak akan sempat memikirkan
tentang
stabilitas
tegangan,
frekuensi,

harmonik dan lain-lain. Bahkan masih ada
masyarakat yang menganggap kesinambungan
penyaluran sebagai satu-satunya hal yang
menentukan baik buruknya pelayanan listrik.

Salah satu upaya yang dilakukan
untuk mengurangi dampak gangguan dengan
mencegah terjadinya padam total dari suatu
sistem adalah dengan memberlakukan skema
pelepasan beban atau OLS. Skema OLS telah
diterapkan di GI Sukamerindu UPT Bengkulu
yang mana menjadi satu-satunya GI penyuplai
daya listrik ke kota Bengkulu

UPT Bengkulu merupakan unit pelayanan
transmisi yang memiliki wilayah kerja
mencakup daerah provinsi Sumatera Selatan,
Jambi dan Bengkulu. Pada wilayah kerjanya,
UPT bengkulu memiliki 3 TRAGI yaitu
TRAGI Pekalongan, TRAGI Muara Bungo,

dan TRAGI Lahat. 3 TRAGI tersebut terdiri
dari 7 Gardu Induk (GI) dan 2 Switchyard
yaitu GI Bangko dan GI Muara Bungo (Jambi)
; GI Lahat, GI Lubuk Lingggau dan GI Pagar
Alam (Sumatera Selatan) ; GI Pekalongan, GI

Musi

dan

1.2 maksud dan tujuan praktek kerja
lapangan
Adapun maksud dan tujuan dari
pelaksanaan kerja praktek di PT PLN(Persero)
UPT bengkulu
1. Mahasiswa melalui kerja praktek ini
dapat menerapkan teori yang didapat
di bangku kuliah.
2. Mahasiswa
dapat

mengetahui
pengujian sistem proteksi pada
jaringan
sistem
tenaga
listrik,
khususnya di PT PLN (persero) UPT
bengkulu.
3. Mahasiswa dapat mengetahui secara
langsung alat-alat sistem proteksi.

4. Membandingkan teori yang diperoleh
dibangku kuliah dengan yang ada di
lapangan
1.3 Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis
hanya menjelaskan tentang pengujian dan
prinsip kerja OLS dengan menggunakan OLS
tipe P122 AREVA


II. DASAR TEORI
2.1 Sistem Proteksi
Suatu sistem tenaga listrik dibagi ke
dalam seksi-seksi yang dibatasi oleh PMT.
Tiap seksi memiliki relai pengaman dan
memiliki daerah pengamanan (Zone of
Protektion). Bila terjadi gangguan, maka
relai akan bekerja mendeteksi gangguan
dan PMT akan trip. Gambar 3.1 berikut ini
dapat menjelaskan tentang konsep
pembagian daerah proteksi
prime
over

feeder 20 KV
PMT
daerah 1

daerah 3
daerah 2


daerah 5
daerah 4
daerah 6

gambar 2.1. pembagian daerah poteksi
Pada gambar 3.1 di atas dapat
dilihat bahwa daerah proteksi pada sistem
tenaga listrik dibuat bertingkat dimulai
dari pembangkitan , gardu induk, saluran
distribusi primer sampai ke beban. Garis
putus-putus menunjukkan pembagian
sistem tenaga listrik ke dalam beberapa
daerah proteksi. Masing-masing daerah
memiliki satu atau beberapa komponen
sistem daya disamping dua buah pemutus
rangkaian. Setiap pemutus dimasukkan ke
dalam dua daerah proteksi berdekatan.
Batas setiap daerah menunjukkan bagian
sistem yang bertanggung jawab untuk

memisahkan gangguan yang terjadi di
daerah tersebut dengan sistem lainnya.
Aspek penting lain
yang harus
diperhatikan dalam pembagian daerah
proteksi adalah bahwa daerah yang saling
berdekatan harus saling tumpang tindih
(overlap), hal ini dimaksudkan agar tidak
ada sistem yang dibiarkan tanpa
perlindungan. Pembagian daerah proteksi
ini bertujuan agar daerah yang tidak
mengalami
gangguan
tetap
dapat

beroperasi dengan baik sehingga dapat
mengurangi daerah terjadinya pemadaman.
2.2.Pembagian Tugas Dalam Sistem
Proteksi

Dalam sistem proteksi pembagian tugas dapat
diuraikan menjadi :
a. Proteksi utama, berfungsi untuk
mempertinggi keandalan, kecepatan
kerja, dan fleksibilitas sistem proteksi
dalam melakukan proteksi terhadap
sistem tenaga.
b. Proteksi pengganti, Berfungsi jika
proteksi utama menghadapi kerusakan
untuk mengatasi gangguan yang
terjadi.
Proteksi tambahan, berfungsi untuk pemakaian
pada waktu tertentu sebagai pembantu proteksi
utama pada daerah tertentu yang dibutuhkan
2.3. Fungsi Rele Proteksi
Fungsi rele proteksi pada suatu sistem tenaga
listrik antara lain :
a. Mendeteksi adanya gangguan atau
keadaan abnormal lainnya pada bagian
sistem yang diamankannya.

b. Melepaskan bagian sistem yang
terganggu sehingga bagian sistem
lainnya dapat terus beroperasi.
c. Memberitahu operator tentang adanya
gangguan dan lokasinya.
2.4.Gangguan Pada Sistem Tenaga
3.4.1.Macam-Macam Gangguan
a.
Gangguan Beban Lebih
Sebenarnya bukan gangguan murni,
tetapi
bila
dibiarkan
terus-menerus
berlangsung
dapat
merusak
peralatan.
Umumnya gangguan beban lebih terjadi di
transformator dan memiliki kemampuan atau

daya tahan terhadap 110% pembebanan secara
continue, meskipun demikian kondisi tersebut
sudah merupakan keadaan beban lebih yang
harus diamankan.
Dengan mengetahui kemampuan
pembebanan tersebut penyetelan rele beban
lebih sebaiknya dikoordinasikan dengan
pengamanan gangguan hubung singkat.
b. Gangguan Hubung Singkat (Short Circuit)
Gangguan hubung singkat dapat
terjadi antar fasa (3 fasa atau 2 fasa) dan satu
fasa ke tanah. Gangguan yang terjadi dapat
bersifat temporer atau permanen.
- Gangguan Permanen : Terjadi pada
kabel, belitan trafo, dan generator.

-

Gangguan
temporer

:
Akibat
Flashover karena sambaran petir,
pohon, atau tertiup angin.
Gangguan hubung singkat dapat
merusak peralatan secara termis dan mekanis.
Kerusakan termis tergantung besar dan lama
arus gangguan, sedangkan kerusakan mekanis
terjadi akibat gaya tarik-menarik atau tolakmenolak.
c. Gangguan Tegangan Lebih

Tegangan lebih dengan power
frekuensi
Misalnya : Pembangkit kehilangan beban,
over speed pada generator, gangguan pada
AVR.

Tegangan lebih transien
Misalnya : surya petir atau surya hubung
d. Gangguan Hilangnya Pembangkit
Gangguan hilangnya pembangkit dapat
disebabkan oleh :
Lepasnya pembangkit akibat adanya
gangguan pada sisi pembangkit.
Gangguan hubung singkat di jaringan
menyebabkan terpisahnya sistem, dimana
unit pembangkit yang lepas lebih besar
dari spinning reserve maka frekuensi akan
terus turun sehingga sistem bisa collapse.
e. Gangguan Instability
Gangguan hubung singkat atau
lepasnya pembangkit dapat menimbulkan
ayunan daya (power swing) atau menyebabkan
unit-unit pembangkit lepas sinkron. Ayunan
daya ini dapat menyebabkan rele salah kerja.
Untuk mengatasi akibat-akibat negatif
dari berbagai macam gangguan-gangguan
tersebut diatas, maka diperlukan Rele Proteksi.
2.4.2

Upaya Mengatasi Gangguan
Dalam sistem tenaga listrik, upaya
untuk mengatasi gangguan dapat dilakukan
dengan cara :

Mengurangi terjadinya gangguan
 Memakai
peralatan
yang
memenuhi peralatan standar.
 Penentuan spesifikasi yang tahan
terhadap kondisi kerja normal/
gangguan.
 Pengguanaan kawat tanah pada
saluran udara dan tahanan




kakitiang yang rendah pada
SUTT/ SUTET.
Penebangan pohon-pohon yang
dekat dengan saluran.

Mengurangi akibat gangguan
 Mengurangi
besarnya
arus
gangguan, dapat dilakukan dengan
menghindari
konsentrasi
pembangkit di satu lokasi dan
menggunakan tahanan pentanahan
netral.
 Penggunaan Ligthtning arrester
dan koordinasi isolasi.
 Melepaskan bagian terganggu :
PMT dan Rele
 Pola Load shedding
 Mempersempit
daerah
pemadaman
- Penggunaan jenis rele
yang tepat dan koordinasi
rele
- Penggunaan
saluran
double
- Penggunaan sistem loop
- Penggunaan
Automatic
Reclosing/ Sectionalize

III. ISI
3.1. PERENCANAAN PELEPASAN BEBAN
Pada proses pelepasan beban perlu
direncanakan sebelumnya beban-beban yang
akan dilepas, dengan urutan prioritas. Prioritas
utama yaitu beban-beban yang kurang penting
karena beban-beban penting perlu mendapat
pelayanan listrik secara kontinue. Dalam
pelaksaannya pelepasan beban dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu:
1. Pelepasan beban manual (Manual Load
Shedding)
2. Pelepasan beban otomatis (Automatic
Load Shedding)
3.2 Pelepasan Beban Manual (Manual Load
Shedding)
Pelepasan beban secara manual hanya
berlaku pada kondisi sistem yang tidak kritis
dan dalam hal ini operator harus mengambil
inisiatif sendiri untuk melepaskan sebagian
beban.Kekurangan –kekurangan pelepasan
beban secara manual adalah sebagai berikut :




Diperlukan operator yang banyak
Dapat terjadi pelepasan beban berlebih
(overshedding)
 Kelambatan waktu bertindaknya operator.
Pada kondisi yang kritis dimana arus naik
sangat cepat, tindakan pelepasan beban secara
manual sulit untuk mengantisipasi kenaikan
arus.
3.3.Pelepasan Beban Otomatis (Automatic
Load Shedding)
Pelepasan beban secara otomatis
direncanakan khusus untuk mengatasi kondisi
sistem yang kritis. Alat yang dipakai dalam
Tugas Akhir ini adalah jenis Pengaman Arus
Lebih yang lebih dikenal dengan Overload
Shedding (OLS). Alat ini khusus untuk
mengatasi beban lebih dan bekerja akibat
kenaikan arus yang melebihi suatu batas
tertentu. Batas tertentu tersebut ditentukan
sebesar 0,95 dari arus nominal pada incoming
fedeer. Hal ini dilakukan agar OLS bekerja
lebih dahulu daripada pengaman hubung
singkat pada saat terjadi gangguan beban
lebih. Oleh sebab itu setting OLS harus
dikoordinasikan dengan setting OCR yang
mengatasi gangguan hubung singkat.
3.4

beban (dalam hal ini dapat dilengkapi dengan
timer). Setting waktu untuk OLS ini
menggunakan karakteristik waktu tunda
tertentu (definite time), yaitu waktu yang
diperlukan oleh rele dari menerima respon
sampai bekerjanya Pemutus Daya dan
besarnya adalah tetap.
4.5.
Prinsip
Penyetelan Arus

-

Jumlah tingkat pelepasan beban
Besar beban yang dilepas pada setiap
tingkat
- Setting arus setiap tingkat
- Kelambatan waktu pada setiap tingkat
pelepasan
Pelepasan beban dilakukan secara bertahap
agar sistem tidak mengalami pelepasan beban
yang terlalu besar atau melakukan pelepasan
beban yang tidak diperlukan. Pelepasan beban
ditentukan oleh besarnya kelebihan beban, hal
ini dapat diartikan bahwa semakin besar
kelebihan beban semakin banyak jumlah
tingkat pelepasan.
Over Load shedding (OLS) yang
bekerja atas dasar arus, diset pada suatu harga
setting arus dibawah arus nominalnya (In) dan
kemudian akan memberikan perintah pemutus
daya (PMT) untuk melaksanakan pelepasan

Perhitungan

Arus kerja atau arus pick up (Ip)
adalah arus yang memerintahkan rele arus
untuk bekerja dan menutup kontak a sehingga
rele waktu bekerja. Sedangkan arus kembali
atau drop off (Id) adalah nilai arus dimana
rele arus berhenti bekerja dan kontak a
kembali membuka., sehingga rele waktu
berhenti bekerja.
I

t

PMT
Ip

a

Id
I

Pelepasan Beban Lebih (Overload
Shedding)

Yang menjadi masalah pokok dalam
merencanakan pelepasan beban suatu sistem
tenaga listrik, adalah :

Dasar

t = rele waktu
I = rele Arus

I
ta

Gambar 4.1 Arus Kerja dan Arus kembali
(drop off)
arus kerja secara matematis dapat dinyatakan
sebagai berikut :

Kd 

Id
Ip

Secara umum Batasan dalam penyetelan
arus dapat dituliskan sebagai berikut :
Imax < Is < Ihs min
Dimana :
Is

= Nilai setting arus

KFK = Faktor keamanan (safety factor)
sebesar 1,1 – 1,2

t

Kd

= Faktor arus kembali

Imax = Arus beban maksimum yang
diizinkan
untuk
alat
yang
diamankan,
pada
umumnya
diambil
arus
nominalnya (In).
4.6.Prinsip Dasar Perhitungan Penyetelan
Waktu
Untuk mendapatkan pengamanan yang
selektif maka penyetelan waktunya dibuat
bertingkat agar bila ada gangguan arus lebih di
beberapa seksi rele arus akan bekerja.
Cara penyetelan waktu :
a. Rele arus lebih dengan karakteristik waktu
tertentu (definite time)
Untuk rele arus lebih dengan
karakteristik waktu tertentu, waktu kerjanya
tidak dipengaruhi oleh besarnya arus.
Biasanya, setting waktu kerja pada rele arus
lebih dengan karakteristik waktu tertentu
adalah sebesar 0,2 - 0,4 detik.

Waktu pelepasan setelah setting
pengaman dicapai (detik)
0,6
0,4
0,2
450

900

1350

Arus gangguan (Ampere)

Gambar 4.2 Karakteristik rele dengan waktu
tetap
Dari gambar 3.2 di atas dapat
diketahui kelambatan waktu rele selalu
menunjukkan waktu yang tetap. Misalnya
untuk kelebihan beban sebesar 450 Ampere,
pelepasan beban baru dilaksanakan 0,4 detik
kemudian.
b. Rele arus lebih dengan karakteristik waktu
terbalik (inverse time)

A

B

C
F

Gambar 4.3 Gangguan pada sistem tenaga

Penyetelan waktu untuk karakteristik waktu
terbalik dihitung berdasarkan besarnya arus
gangguan dimana waktu (t) pada sisi
penyulang ditentukan sebesar 0,2 - 0,4 detik.
Dan untuk mendapatkan pengamanan yang
baik, yang terpenting adalah menentukan beda
waktu (Δ) antara dua tingkat pengaman agar
pengamanan selektif tetapi waktu untuk
keseluruhannya tetap singkat.
IV. Ulasan Pengujian
4.1. PENERAPAN DAN ANALISA OVERLOAD
SHEDDING (OLS)
Kota Bengkulu di suplai oleh Grid
150kV GI Pekalongan melalui 2 bay Trafo
IBT 150kV/70kV dengan kapasitas masingmasing 60MVA dan PHT TESS-PKLNG 1&2
yang semuanya itu terhubung pada busbar
70kV GI Pekalongan. Dari busbar 70kV
Pekalongan daya listrik disalurkan melalui
satu Jaringan Transmisi saja yaitu PHT 70kV
PKLNG-SKMDU 1&2.
Mulai tahun 2010 PT.PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
memutuskan untuk tidak mengoperasikan
PLTD Sukamerindu dan PLTD Pulau Baai
yang sebelumya tercatu ke GI Sukamerindu.
Hal ini sangat mempengaruhi keandalan
penyaluran untuk kota Bengkulu. Penyaluran
daya ke kota Bengkulu menjadi sangat
tergantung suplai melalui PHT PKLNGSKMDU 1&2 yang mana penghantar tersebut
mengalami kenaikan pembebanan yang cukup
tajam. Jika kedua penghantar tersebut trip
maka kota Bengkulu akan mengalami Blackout.
Adapun data pembebanan PHT PKLNGSKMDU 1&2, dan GI Sukamerindu adalah
seperti pada Tabel 2.1. Dari data tersebut
diketahui bahwa PHT PKLNG-SKMDU 1&2
tidak memenuhi kriteria N-1. Dengan
demikian pada saat beban puncaknya jika
terjadi gangguan pada salah satu penghantar
yang menyebabkan penghantar tersebut trip
maka penghantar yang lain tidak akan mampu

menanggung beban tambahan dan kemudian
akan ikut trip.

Tabel 4.1 Data Kondisi Sebelum Gangguan
(Laporan Gangguan TRAGI Pekalongan)

GI

Penghantar A

PKLNG
PKLNG
SKMD
U
SKMD
U

PHT 70kV
SKMDU 1
PHT 70kV
SKMDU 2
PHT 70kV
PKLNG 1
PHT 70kV
PKLNG 2

26
0
26
0
27
0
27
0

k
V

M
W

6
8
6
8
6
6
6
6

27.
1
27.
1
25.
7
25.
7

Pembacaa
MVAr n pada jam

13.2
13.2
10
10

19.00
WIB
19.00
WIB
19.00
WIB
19.00
WIB

Tabel 4.2 Dampak Gangguan (Laporan
Gangguan UPB Sumbagsel)

Relay Overload Shedding (OLS)
merupakan proteksi yang digunakan untuk
mengatasi beban lebih (overload) akibat
berkurangnya tegangan yang berasal dari GI
Pekalongan. Untuk itu diperlukan penyetelan
Relay Overload Shedding (OLS) di Trafo 3 #
30 MVA GI Sukamerindu sehingga dapat
mengatasi terjadinya beban lebih pada sisi
primer 70 kV. Perumusan pada laporan ini
hanya dibatasi pada setting Overload Shedding
(OLS) dan koordinasinya dengan Overcurrent
Relay (OCR) pada GI Sukamerindu dengan
menggunakan parameter nilai arus pada sisi 70
kV trafo TD 3 # 30 MVA.
Dengan dipasangnya relay ini
diharapkan sistem proteksi GI Sukamerindu
dapat menjamin keandalan dari sistem tenaga
listrik UPT Bengkulu. Pemasangan OLS pada
sistem proteksi GI Sukamerindu tujuannya
untuk memperbaiki kualitas proteksi sehingga
bisa menghidari kerusakan sistem, baik yang
disebabkan oleh gangguan maupun beban
lebih. Gangguan pada salah satu trafo
khususnya trafo TD 3 # 30 MVA dapat
menyebabkan pemutusan daya pada sisi
penyulang GI Sukamerindu, sehingga perlu
melepas sejumlah beban tertentu dari sistem
(pemadaman) agar terjadi keseimbangan pada
beban trafo
4.4. Setting OLS pada PMT 70 kV

Dari gangguan diatas dari ENS yang timbul
yaitu 10.620kWh, kerugiannya dalam rupiah
adalah:
ENS x 750 (Rp/kWh) = Rp.7.695.000,-

Pemasangan OLS ini dilakukan karena
resetting relay OCR dinilai bukan solusi yang
baik untuk mengatasi gangguan tersebut
melihat tegangan sisi 70 kV yang berubahubah. Dengan demikian maka setting OCR
yang semula dinaikkan/resetting, dikembalikan
ke setting proteksi sesuai dengan O&M
Proteksi P3B Sumatera yang bekerja dalam
keadaan ideal.

4.3.OLS ( overload shadding ) Relay
OLS adalah suatu skema pelepasan
beban yang mana diterapkan pada suatu relay
yang akan menjalankan skema pelepasan
beban tersebut dengan melepas penyulang atau
membuka PMT. Inputan yang menjadi acuan
OLS untuk bekerja adalah frekuensi atau arus.
Adapun
tujuan
OLS
adalah
untuk
mengamankan suplai daya untuk sebagian
sistem yang masih dapat diselamatkan dari
kemungkinan terjadi pemadaman total.

Gambar 4.4. Wiring Diagram Relay OLS

Sebagai kajian awal untuk perbaikan bus disisi
70 kV maka diasumsikan waktu untuk trip
PMT yang diizinkan adalah 0.5 detik. Bila ada
gangguan maksimum pada sisi Bus maka sisi
Incoming akan trip dalam waktu 0.5 detik dan
dalam sisi 70 kV akan trip dalam waktu 1
detik. Menurut koordinasi setting relay ketika
terjadi gangguan maka relay OCR sisi
Incoming lebih dulu trip, bila diterapkan pada
OLS maka ketika OLS merasakan kenaikkan
arus disisi Primer maka dalam waktu yg sama
yaitu 0.5 detik maka OLS akan mentripkan
PMT penyulang 20 kV.
Namun keputusan untuk menaikkan nilai
setting arus tersebut dinilai bukan merupakan
solusi yang tepat mengingat kejadian TRIP
PMT 70 kV tidak berada dalam kondisi
operasi trafo yang ideal. Dengan demikian
maka kemungkinan akan terjadi kondisi yang
serupa lagi sangat besar, dimana nilai setting
tidak bisa digunakan pada kondisi yang
senantiasa berubah (fluktuatif).
Overload yang terjadi di sisi 70 kV
terjadi saat beban puncak dengan nilai Tap
Changer (TC) Sisi Sekunder Trafo TD 3 yang
telah maksimal yaitu pada TC 16. Hal ini
jugalah yang menyebabkan setting I > 320 A
tidak bisa dipertahankan melihat bahwa nilai
sisi primer pada TAP 16 adalah 63 kV (Lihat
Tabel 3.3) sedangkan nilai tegangan pada
setting diatas ialah untuk drop tegangan yang
mencapai 47,48 kV. Itu artinya kondisi TAP
OLTC pada trafo TD 3 # 30 MVA GI
Sukamerindu tidak mengizinkan nilai setting
tersebut digunakan pada relay OCR yang
berada disisi Primer trafo.

fitur pencatat yang akan mencatat level arus
ketika gangguan. Relay ini menyediakan 3
tahap pelepasan untuk fungsi OLSnya.

Gambar 4.5. Rele Micom P122 AREVA
4.6.Evaluasi Settingan
Penyetelan Relay Micom P122
(AREVA) : I set = 0.95 I nom dan t1 < t0, t
definite = 850ms, dan skema melepas beban
sebesar 595A pada sisi 20kV ditentukan
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
seperti
batas
kemampuan
penghantar,
koordinasi dengan OCR dan recloseny PMT.

Relay Mikom P122 adalah relay overcurrent
dan relay proteksi earth fault. Relay ini
digunakan untuk mendeteksi kemunculan dari
suatu kondisi abnormal dari arus dan
kemudian akan mengirimkan sinyal ke circuit
breaker (PMT) untuk memutuskan gangguan.

Pada saat terjadi gangguan, autoreclose
berindikasi TPAR yaitu sekitar 1,5sec.
sedangkan OLS sudah bekerja pada t=0,85sec.
Dalam kordinasi dengan OCR dan re-close
yang diperhatikan adalah waktu yang
diberikan untuk OLS bekerja harus lebih awal
dari pada waktu yang diperlukan OCR untuk
bereaksi. Kemudian OLS harus memberi
kesempatan pada re-close untuk mencoba
menutup PMT lebih dulu. Hal ini berdasar
pada tujuan reclose sebagai penutup balik agar
gangguan yang sifatnya sementara tidak perlu
menimbulkan padam dan fungsi OLS untu
untuk mengurangi dampak gangguan yang
sifatnya tidak sementara

Relay ini multifungsi. Relay Micom P122
dapat juga digunakan untuk trip undercurrent,
trip circuit supervision, dan re-close
otomatis sama baiknya seperti fungsi proteksi
overcurrentnya. Sebagai tambahan disediakan

Relay Micom P122(AREVA) menyediakan 3
tahapan pelepasan sebagai fungsi OLSnya. Hal
ini berarti dapat dilakukan pelepasan beban
dengan nilai arus yang lebih mendekati dari
kelebihan beban satu penghantar
jika

4.5. Relay Micom P122 (AREVA)

penghantar
yang
lain mati. Namun
demikian dalam kondisi idealnya eksekusi
pelepasan beban OLS akan selalu melebihi
dari kelebihan pembebanan penghantar.
5.4.4.Nilai ENS yang terselamatkan
Ketika terjadi gangguan trip PMT 70 kV TD 3
Sukamerindu, ENS (Energy Non Served)
sebesar 1.6 MWh selama 8 menit gangguan.
Nilai tersebut apabila dikonversi kedalam
rupiah ialah sebesar :
kWh

= I x V x Cos φ x √3 x t (Hour)

= 720 A x 20 kV x 0,85 x 1,7320 x 8 menit
= 2.826 kWh Jika 1 kWh Rp. 765,= 2.826 kWh x Rp 765,- = Rp. 2.162.367,( Dua juta seratus enam puluh dua ribu tiga
ratus enam puluh tujuh rupiah) selama 8
menit. apabila gangguan tersebut terjadi dalam
satu jam saja maka kerugian akibat tidak
beroperasi nya Trafo 3 akibat Trip PMT 70 kV
adalah sebesar : 60/8 x Rp 2.162.367,- = Rp
16.217.755,- (Enam belas juta dua ratus tujuh
belas tujuh ratus lima puluh lima). Dan
semakin besar lagi mengingat apabila relay
OLS tidak segera dipasang maka gangguan
serupa akan sering terjadi.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Kerja
Praktek yang kami laksanakan di PT PLN
(PERSERO) UPT BENGKULU adalah:
1. Sistem proteksi terdiri dari
peralatan CT, PT, PMT, Catu daya
dc/ac, rele proteksi, teleproteksi
yang diintegrasikan dalam suatu
rangkaian wiring
2. Rele adalah suatu alat yang
bekerja secara otomatis untuk
mengatur
/ memasukan suatu
rangkaian listrik (rangkaian trip
atau alarm) akibat adanya
perubahan lain. Berasal dari teknik
telegrafi, dimana sebuah coil di
energize oleh arus lemah. Dan coil
ini menarik armature untuk

menutup kontak. Rele merupakan
salah satu bagian penting dari
proteksi sistem TL, dan telah
berkembang menjadi peralatan
yang rumit.
3. Secara garis besar bagian dari
relay proteksi terdiri dari tiga
bagian utama


Elemen pengindera.



Elemen pembanding.



Elemen pengukur/penentu.

4. Rele arus lebih berfungsi untuk
mengamankan
transformator
terhadap gangguan hubung singkat
antar fasa didalam maupun diluar
daerah pengaman transformator
5. Penyetelan dan penerapan OLS
di
GI
Sukamerindu
telah
mengamankan kota Bengkulu
dari
padam
total
malah
mengakibatkan padam Incoming
TD3-30MVA dan menimbulkan
ENS yang tidak perlu karena
disetting lebih cepat dari waktu
kerja reclose.
6. Penyetelan arus setting dan
waktu
eksekusi
skema
pelepasan beban OLS ditentukan
dengan
mempertimbangkan
beberapa hal seperti kemampuan
penyaluran
penghantar,
koordinasi dengan OCR dan
reclose..
7. Pada dasarnya penerapan dan
penyetelan OLS hanya bersifat
mengurangi dampak gangguan
dan bukan sebagai proteksi yang
dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya gangguan pada sistem.
8. Tripnya PMT 70 kV trafo TD 3 #
30 MVA GI Sukamerindu oleh
relay OCR disebabkan gangguan
beban yang tinggi dan jatuhnya
tegangan di sisi 70 kV.
5.2.Saran
1. Untuk menghindari masalah - masalah
kerusakan sistem proteksi maka
seharusnya dilakukan pemeliharaan
secara berkala terhadap semua
komponen dari sistem proteksi

sehingga kita dapat mencegah masalah
- masalah tersebut sebelum terjadi.
2. Untuk peningkatan keandalan PHT
SKMDU-PKLNG
1&2
perlu
memberikan perlindungan yang lebih
seperti pelaksanaan kegiatan ROW,
perbaikan tahanan pentanahan kaki
tower,
selain
pemasangan
Transmission Line Arrester yang
sedang dikerjakan untuk line
Transmisi tersebut terutama karena
terletak di kawasan hutan lindung dan
sering terjadi hujan dan petir.
Terutama juga untuk section-section
yang rawan gangguan.
3. Penyetelan OLS di GI Sukamerindu
perlu di ubah setingan waktunya
karena lebih cepat dari reclose PMT.
Setting OCR dikembalikan kemain set
awal yaitu I > 247.4 Amp.
DAFTAR PUSTAKA
SK 114, Pedoman Pemeliharaan JARGI,
“TRANSFORMATOR TENAGA”,
PT. PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan
Pelatihan.
SK 114, Pedoman O & M Proteksi, PT. PLN
(Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan
Laporan Pengusahaan Unit Tragi Pekalongan
Bulan Agustus 2011
Laporan Beban Tertinggi Trafo GI
Sukamerindu Bulan november 2011
Laporan Beban Tertinggi Trafo GI
Sukamerindu Bulan desember 2011
Logsheet GI Sukamerindu Bulan januari 2012
Logsheet GI Sukamerindu Bulan februari 2012
Logsheet GI Sukamerindu Bulan maret 2012

BIODATA
Rio
Parohon
Tambunan dilahirkan
sibolga, 10 oktober
1991. Telah menempuh
studi mulai dari taman
Kanak-kanak
santa
melania
sibolga,
Sekolah Daar Negeri
085122 Sibolga, SMP
Negeri 1Sibolga, SMA
Negeri 2 Sibolga dan
sekarang
sedang
melanjutkan studi S-1
di Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro,
Semarang

Semarang, April 2012
Dosen Pembimbing

Ir.Agung Nugroho. M.kom
NIP. 195901051987031002

Penulis

Rio Parohon T.
L2F009024