Analisis Hubungan Atasan-Bawahan Terhadap Kepuasan Kerja dan Dampaknya Pada Kualitas Pelayanan di Klinik Mutiara Cikutra Bandung

(1)

Analysis Of Correlation Between BossWorker Relationship With Job Satisfaction And Its Impact on Service Quality At Clinic Mutiara Cikutra of

Bandung

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Strata Satu Program Studi Manajemen

( Beasiswa Unggulan )

Oleh

Nama : Riska Nur Evita Fari NIM : 21210069

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

SPESIALISASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

135

Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 02 Februari 1993

Alamat : Jl. Cikutra No. 201 Blok E.5 RT 01 RW 03 Bandung 40124

Agama : Islam

Warga Negara : Indonesia

Jenis Kelamin : Perempuan

2. Riwayat Pendidikan

Dari tahun s/d tahun Sekolah Kota Bidang Studi

1998–2004 SD Negeri Cikutra 5 Bandung

-2004–2007 SMP NEGERI 27 Bandung

-2007–2010 SMA PASUNDAN 1 Bandung Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS) 2010–2014 Universitas Komputer

Indonesia Bandung Manajemen

3. Organisasi yang Pernah Diikuti

Dari Tahun s/d Tahun Tempat Organisasi

2002 SD Negeri Cikutra PRAMUKA

2004–2007 SMP NEGERI 27 PASKIBRA

2004–2007 Gita Pakuan Marching Band

2005–2009 Bahana Bina Pakuan Bola Voli

2007–2009 Pasundan 1 Bola Voli

2010 Bandung Drum Corps Drum Band


(3)

VI 

LEMBAR PERNYATAAN MOTTO

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR ………..……. iii

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR GAMBAR ………. ix

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR LAMPIRAN ….………...…. xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ………. 1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ………... 9

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 9

1.2.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………. 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ………... 11

1.4.1 Kegunaan Praktis ... 11

1.4.2 Kegunaan Akademis ... 11

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 12

1.5.1 Lokasi Penelitian ... 12

1.5.2 Waktu Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Hubungan Atasan – Bawahan ……… 13

2.1.1.1 Dimensi Hubungan Atasan – Bawahan ……….. 17

2.1.2 Kepuasan Kerja ... 20


(4)

VII 

2.1.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan ……… 28

2.2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Hubungan Atasan-Bawahan, Kepuasan Kerja, Kualitas Pelayanan ... 33

2.2.2 Hubungan Atasan – Bawahan terhadap Kepuasan Kerja …. 33 2.2.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kualitas Pelayanan ….. 34

2.2.4 Hubungan Atasan – Bawahan Terhadap Kualitas Pelayanan melalui Kepuasan Kerja ……….…… 35

2.3 Hipotesis ……….. 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Objek Penelitian ……….. 36

3.2Metode Penelitian ... 36

3.2.1 Desain Penelitian………. 38

3.2.2 Operasionalisasi Variabel .………... 41

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data ... 45

3.2.3.1 Sumber Data ……… 45

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data ……… 45

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ……… 46

3.2.4.1 Uji Validitas ………. 47

3.2.4.2 Uji Reliabilitas ………. 51

3.2.4.3 Uji MSI ……… 54

3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.2.5.1 Rancangan Analisis ………. 55

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis ………. 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian 4.1.1 Sejarah Klinik ………. 62

4.1.2 Visi Misi Klinik ……….. 63

4.1.2.1 Visi Klinik Mutiara Cikutra ... 63

4.1.2.2 Misi Klinik Mutiara Cikutra ... 63

4.1.3 Struktur Organisasi Klinik ……….. 64

4.1.4 Uraian Jabatan ………. 65

4.2 Pembahasan ... 67

4.2.1 Karakteristik Responden ………...……….. 67

4.2.2 Analisis Deskriptif ……….………....… 70 4.2.2.1 Tanggapan Responden Berdasarkan Variabel


(5)

VIII 

4.2.3 Analisis Verifikatif ……….…... 90

4.2.3.1 Pengaruh Hubungan Atasan – Bawahan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kualitas Pelayanan ... 90

4.2.4 Analisis Jalur ... 92

4.2.4.1 Sub Stuktur I : Analisis Hubungan Atasan – Bawahan Terhadap Kepuasan Kerja ... 92

4.2.4.2 Sub Stuktur II : Analisis Kepuasan Kerja Terhadap Kualitas Pelayanan ... 95

4.2.5 Penguji Hipotesis Sub Struktur I ... 98

4.2.6 Penguji Hipotesis Sub Struktur II ... 99

4..2.7 Dekomposisi Struktur : Analisis Hubungan Atasan – Bawahan Terhadap Kualitas Pelayanan Melalui Kepuasan Kerja ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ……….. 102

5.2Saran ……… 103

DAFTAR PUSTAKA ... 106

LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 108


(6)

105

Terhadap Kinerja Karyawan.Jurnal EMBA Vol 1 No 4 ( 60-68 )

Deasty, L, 2007. Hubungan Sikap Atasan Terhadap Bawahan Dengan Komitmen

Bawahan Terhadap Organisasi.

http://www.digilib.ui.ac.id/OPAC/Theme/Libri 2/detail.jsp.id = 12559 & Lokasi = Local ( 12 Januari 2010 )

Dienesch, R.M dan Robert C. Liden, 1986. Leader Member Exchange, Model Of Leadership : A Critique and Further Development. Academy Of Management ReviewVol 11 No 3 (618–634 )

Ery Djatmika. 2005. Pengaruh Variabel Hubungan Atasan– Bawahan Terhadap Kepuasan Kerha dan Komitmen Organisasional. Jurnal Eksekutif Volume 2 Nomor 1

Edwar. 2013. ISSN : 2339-123X :Kualitas Hubungan Atasan–Bawahan Sebagai Mediator Dalam Hubungan Kepemimpinan Transformasional Dengan Perilaku Citizenship Dan Kinerja Pegawai Aministratif. Jurnal Dinamika Manajemen Vol 1 No 1

Epitropaki, O dan Robin Martin, 2005. From Ideal To Real : A Longitudinal Study Of The Role Of Implicit Leadership Thories on Leader Member Exchange and Employee Outcome. Journal Of Applied Psychology. American. American Psycologycal Association Vol 90 No 4 (659-676) Fithatue Amalia Fatla Aini, Tuti Hardjajani, Aditya Nanda Priyatna. 2014.

Hubungan Antara Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan dan Quality Of Work Life Dengan Organizational Citizenship Behavior Karyawan. Jurnal Psikology Vol 6 No 11


(7)

, 2008. Tinjauan Terhadap Leader Member Exchange (LMX) Sebagai Salah Satu Teori Leadership Modern. Psikodimensia. Semerang : Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Vol 7 No 1 (26-38)

Ilham, 2004. “Analisis Faktor Dimensi Kualitas Dan Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan, Nilai Pelanggan, Serta Loyalitas Pelanggan”, ringkasan Disertasi, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang.

Jacobis, Rolando. 2013, ISSN : 2303 –1174 : Faktor-Faktor Kualitas Pelayanan

Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Peserta Jamkesmas Di Blu Rsup. Jurnal EMBA Vol 1 No 4 (619-629)

Lee, J. 2004. Effect Of Leadership an Leader Member Exchange On Commitment.

Leadership & Organization Development Journal. UK : Emerald Group Publishing Limited. Vol 26 No 8 (655-672)

Umi Narimawati. 2007. Riset Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Aplikasi Contoh & Perhitungannya. Jakarta : Agung Media.

Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi, Bandung: Agung Media.

Sugiono, 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung : CV Alfabeta

Sugiono, 2009.Statistika Untuk Perhitungan. Bandung : CV Alfabeta. Sugiyono, 2012.Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta. Hendra Sukotjo. 2008. ISSN : 1693–5241 :Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap

Kualitas Pelayanan, Kepuasan Pelanggan Dan Loyalitas Pelanggan. Dirjen Dikti NO 43/DIKTI/KEP/2008

Suryarto, D. 2005. Pengaruh Kemiripan Persepsi. Kemiripan Demografis Atasan –Bawahan, Ketertarikan Atasan Pada Bawahan. Kualitas Hubungan AtasanBawahan. Kepuasan Kerja dan Komitmen Karyawan Terhadap Peringkat


(8)

Prestasi Kerja Karyawan ( Suatu Studi Di PT. Pos Indonesia ) Disertasi, Bandung. Program Pascasarjana UNPAD.

Vibriwati. 2005. Hubungan Pertukaran Pemimpin – Anggota Dengan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional yang dimediasi oleh Kerja Dan Keadilan Organisasional Kinerja. Yogyakarta : Universitas Pembangunan Nasional Veteran Vol 9 No 2 (162–172)


(9)

III

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya yang telah diberikan kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan usulan penelitian ini tepat pada waktunya yang berjudul “ANALISIS HUBUNGAN ATASAN-BAWAHAN TERHADAP KEPUASAN KERJA

DAN DAMPAKNYA PADA KUALITAS PELAYANAN DI KLINIK

MUTIARA CIKUTRA BANDUNG.”

Adapun tujuan penyusunan usulan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat dalam menempuh jenjang S1 pada program studi Manajemen, Universitas Komputer Indonesia, Bandung. Karya ilmiah ini merupakan bagian dari proses pembelajaran yang masih memiliki keterbatasan dalam memaknai fenomena yang terjadi di dalam organisasi.

Secara jujur penulis mengakui adanya keterbatasan kemampuan penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini, namun atas dukungan dan arahan dari berbagai pihak yang dengan tulus dan ikhlas memberikan sumbangan pemikiran, terutama kepada Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si., selaku Dosen Pembimbing sekaligus Penganggung Jawab Beasiswa Unggulan Universitas Komputer Indonesia dan Dosen Wali yang dengan integritas akademik, kesabaran, kearifan, serta kasih sayangnya dalam mencurahkan waktu dalam memberikan bimbingan disela-sela tingkat kesibukan yang luar biasa, ketegasan dan wawasan yang luas menjadi motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.


(10)

IV

hormat setinggi-tingginya terutama ditunjukkan kepada :

1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc. selaku Rektor Unikversitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec.Lic. selaku dekan fakultas ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

3. Dr. Raeni Dwisanty, SE, M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen Universitas Komputer Indonesia.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia yang selama ini telah memberikan ilmu dan pengetahuan.

5. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Ekonomi terutaman jurusan Manajemen Universitas Komputer Indonesia yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan perizinan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Karyawan Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan informasi yang mempercepat terselesainnya skripsi.

7. Bapak dan Ibu karyawan Klinik Umum dan Bersalin Mutiara Cikutra atas bantuan dan kerjasamanya saat penelitian.

8. Bapak dan Mamah tercinta. Terimakasih atas cinta, doa, dukungan, semangat dan kesabarannya.


(11)

V

dan semangat.

11. Untuk pelatih Marching Band Locomotive PT. KAI terimakasih atas pengertiannya dalam memberikan izin kepada penulis untuk tidak mengikuti latihan seperti biasanya.

12. Untuk teman-teman saya di MN5 terimakasih atas kebersamaannya, cada tawa, dan semangatnya. Kalian sungguh Hebat.

13. Untuk teman – teman Marching Band Locomotive PT. KAI terimakasih atas doa, dukungan, kebersamaan, canda tawa, semangatnya. Sungguh indah dan sangat berarti waktu yang kita lalui bersama.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan sehingga penyusun karya tulis ini dapat terselesaikan.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kebaikan yang akan datang. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandung, Agustus 2014


(12)

13

2.1 Kajian Pustaka

Teori sangat penting perannya dalam menjembatani kegiatan penelitian. Landasan teori ini berfungsi untuk memahami masalah secara baik, membantu mendeskripsikan masalah secara lebih mendalam, mengetahui keterkaitan antar masalah yang dikaji dengan masalah lain yang mempunyai hubungan (Narimawati Umi, 2010:24)

2.1.1 Hubungan Atasan–Bawahan

Tmckenbrodt (2000) mengungkapkan bahwa :

“Hubungan atasan-bawahan adalah dimaksudkan untuk memaksimumkan keberhasilan organisasi melalui interaksi kedua belah pihak”.

Temuan penelitiannya membuktikan bahwa hubungan atasan-bawahan akan meningkatan derajat kepuasan kerja, dan kualitas pelayanan. Pemeliharaan dan pengembangan hubungan antara kedua belah pihak secara dewasa tidak hanya bermanfaat bagi keduanya, namun yang lebih penting adalah bagi organisasi secara keseluruhan dalam pencapaian kinerja, pertumbuhan, serta keberhasilan. Graen dan Cashman dalam Truckenbrodt (2009), mengungkapkan bahwa sebagai konsekuensi tingginya kualitas hubungan atasan-bawahan, untuk tugas-tugas yang tak terstruktur, pihak bawahan sering kali melakukan secara sukarela melalui penyelesaian pekejaan ekstra, ataupun mengambil tanggung jawab tambahan.


(13)

Sebaliknya, dari sisi atasan, sering kali hal demikian berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, pemberian tugas-tugas, penetapan otonomi lingkup pekerjaan, dukungan, maupun perhatian sebagai balikan dari kinerja bawahan terhadap penyelesaian tugas-tugas yang tak terstruktur atau di luar tugas utama. Lebih lanjut hal tersebut membangkitkan adanya rasa percaya secara timbal balik (mutual trust), dukungan positif, saling tergantung secara informal, komunikasi yang lebih terbuka, kepuasan bersama, maupun loyalitas.

Terdapat tiga periode penting dalam hubungan atasan bawahan yang ditunjukkan oleh tingkat peran yang dapat dimainkan oleh bawahan (Graen dan Cashman; Graen dan Sandura, dalam Lee (2000). Ketiga periode tersebut adalah : pengambilan peran (role talking), pemahaman peran (role making/acquaintance), dan rutinisasi peran (role routinizaticn). Tahap pengambilan peran rnerupakan tahap awal dari hubungan atasan-bawahan dimana pihak atasan mulai memberikan tugas-tugas dan mengevaluasi perilaku dari bawahan dan selanjutnya membuat keputusan terkait dengan respon yang ditunjukkan oleh bawahan. Selain itu atasan juga mengumpulkan infomasi penting menyangkut potensi yang dimiliki oleh bawahan untuk penyelesaian tugas-tugas pada tahap tersebut. Pada tahap pertama ini seringkali hubungan atasan-bawahan hanyalah hubungan-hubungan yang bersifat kontraktual dan didasarkan pada perhitungan ekonomis semata.

Selesainya tahap pertama, selanjutnya akan diikuti oleh hubungan pada tahap kedua yakni pemahaman peran. Tahap ini merupakan proses pengembangan dimana terwujud kedalaman interaksi lebih jauh. Pada tahap ini, atasan dan


(14)

bawahan terlibat mengenai bagaimana masing-masing harus berperilaku dalam situasi yang berbeda dan mulai memaknai kondisi alamiah dari hubungan kedua belah pihak. Bilamana hubungan tersebut merupakan hubungan yang berkualitas tinggi, maka hubungan-hubungan akan lebih bersifat sosial, dan tidak lagi semata-mata didasarkan pada alasan ekonomis. Namun bilamana kualitas hubungan tersebut tidak terwujud, maka hubungan atasan- bawahan hanya sebatas nilai-nilai kontrak yang berlaku. Pemahaman peran dikembangkan atas dasar kontribusi timbal balik untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai. Masing-masing pihak harus menawarkan sesuatu yang bermanfaat atau bernilai bagi pihak lainnya, dan masing-masing harus melihat hal tersebut sebagai sesuai yang berkeadilan secara rasional. Pada tahap ini, aspek-aspek keperilakuan mengenai adanya rasa percaya mulai memainkan peranan, dan selanjutnya dengan adanya kepercayaan tersebut diikuti dengan pendelegasian kerja kepada bawahan menurut Graen dan Cashman; Graen dan Sandura dalam Lee (2000).

Pada akhirnya, perilaku-perilaku hubungan atasan-bawahan lebih dapat diprediksikan melalui rutinisasi peran. Hubungan ini terjaga setiap saat melalui proses kolaborasi ada tugas-tugas yang berlainan. Hubungan, kedua belah pihak yang mengembangkan perilaku bertautan mencakup dimensi-dimensi adanya rasa kepercayaan, saling perhatian, loyalitas, kesukaan, dukungan, dan kualitas. Sumber-sumber hubungan dari atasan untuk mengkolaborasikan tugas-tugas dengan bawahan dikontrol oleh harapan timbal balik. Namun demikian, sebagaimana diungkapkan oleh Robbins (2003), bahwa karena keterbatasan ketersediaan sumber-sumber bagi atasan untuk melakukan hubungan dan


(15)

diperlukan kecukupan waktu, maka seringkali kualitas hubungan yang baik antara atasan dan bawahan cenderung dikembangkan dan dipertahankan dalam lingkup terbatas Graen dan Cashman; Graen dan Sandura dalam Lee (2000), dan oleh karenanya akan terciptain-groupsdanout-groups(Robbins, 2003).

Hoy dan Miskel (1996) mengungkapkan bahwa :

“hubungan atasan – bawahan mencerminkan sampai seberapa jauh para pemimpin diterima dan dihormati oleh anggota kelompok atau organisasi”.

Dua faktor penting yang mewarnai hubungan atasan–bawahan adalah : kualitas hubungan interpersonal antara atasan – bawahan, dan tingkat otoritas informal yang dimiliki oleh para pemimpin. Kondisi tersebut merupakan hal yang bertolak belakang terhadap kekuasaan (power) dari posisi yang secara mutlak ditentukan oleh struktur formal yang berlaku dalam organisasi. Kualitas hubungan atasan – bawahan ditentukan terutama oleh keterterimaan kepribadian pemimpin maupun perilakunya oleh para pengikutnya, dalam hal ini adalah warga organisasi. Kualitas hubungan tersebut merupakan penentu utama terhadap penerimaan dari pengaruh–pengaruh yang diberikan oleh pemimpin terhadap pengikutnya. Secara otomatis, pemimpin akan lebih memiliki kendali bilamana dia mempunyai dukungan mereka, pemimpin akan mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya, dan organisasi memberikan sarana imbalah maupun sanksi yang berkeadilan atas dasar kesetaraan perlakuan.

Prinsip dasar dari pendekatan hubungan atasan-bawahan adalah bahwa para pemimpin mengembangkan tipe-tipe hubungan pertukaran yang berbeda


(16)

dengan para pengikut mereka dan bahwa kualitas dari hubungan-hubungan ini mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku-perilaku penting dalam diri pemimpin dan bawahan (Lidenetal, 1997; sparrowdanliden, 1997). Secara ringkas, teori pertukaran sosial menyatakan bahwa terdapat sebuah kewajiban yang dipersepsikan oleh pihak bawahan untuk merespon atau mengimbali hubungan-hubungan yang berkualitas tinggi menurut dienesch dan liden (1986).

Menurut teori hubungan atasan-bawahan, para pemimpin menyampaikan berbagai pengharapan peran kepada para pengikut mereka dan memberikan imbalan-imbalan yang berwujud maupun yang tidak berwujud kepada para pengikut yang memenuhi pengaharapan tersebut. Sebaliknya, para pengikut menjaga pengharapan peran dari para pemimpin, dengan respek terhadap bagaimana mereka diperlakukan dan diimbali atas pemenuhan pengharapan pemimpin. Dalam hal ini, terdapat proses timbal-balik dalam pertukaran dua pihak antara pemimpin dan pengikut, dimana masing-masing pihak memberikontribusi dalam bentuk sumber daya yang berbeda. Menurut Graen dan Uhl-Bien (1995), negosiasi-negosiasi peranter jadi sepanjang waktu, mencakup kualitas dan kematangan dari hubungan pertukaran atasan-bawahan, dan para pemimpin mengembangkan jalinan hubungan dengan kualitas yang beragam dengan berbagai pengikut sepanjang waktu.

2.1.1.1 Dimensi Hubungan Atasan–Bawahan

Graen dan Uhl bien dalam Gerstner dan day (1997:828) berpendapat bahwa dimensi dari hubungan atasan-bawahan terdiri dari penghargaan, kepercayaan dan tanggung jawab yang menguntungkan. Liden dan Maslyn (1998)


(17)

melakukan penelitian untuk menentukan apakah hubungan atasan-bawahan itu undimensional atau multidimensional. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan atasan-bawahan adalah multidimensional. Kesimpulan ini berdasarkan hasil dari factor analisis yang merupakan gabungan item mewakili affect, loyalty, contribution tiga pernyataan dari Dienesch dan Liden (1986) dan professional respect. Keempat faktor ini secara jelas menunjukkan empat penyataan sebagai faktor terpisah.

Dimensi Hubungan Atasan - Bawahan dari Liden dan Maslyn (1998) dalam Haryati (2008:31-32) adalah :

a. Affect(Afek)

Affect adalah afeksi timbal balik yang dimiliki antara atasan dengan bawahan dalam suatu dyad yang didasarkan terutama pada ketertarikan secara pribadi dari pada pekerjaan atau nilai–nilai (misal : persahabatan).

b. Loyalty(Loyalitas)

Loyalty adalah ungkapan dukungan terhadap tujuan dan karakter personal dari anggota hubungan atasan – bawahan (atasan loyal terhadap atasan, bawahan loyal terhadap atasan). Loyalitas melibatkan kepercayaan terhadap individu (seseorang) yang secara umum konsisten dari satu situasi ke situasi lain.

c. Contribution(kontribusi)

Contributionadalah persepsi dari tingkat aktivasi orientasi kerja detiap anggota dalam dyad saat ini yang diletakkan kearah tujuan bersama (baik secara eksplisit maupun implicit) dalam hubungan atasan – bawahan. Pentingnya aktivasi evaluasi orientasi kerja dan tingkat dimana bawahan bertanggung


(18)

jawab dan mengerjakan semua tugas sesuai dengan deskripsi pekerjaan dan atau kontrak kerja, demikian juga sejauh mana atasan mendapatkan keuntungan tenaga dan kesempatan pada setiap aktivasi.

d. Professional respect(respek terhadap profesi)

Professional respect adalah persepsi pada tingkat dimana setiap anggota dyad

membentuk suatu reputasi, baik itu didalam atau di luar organisasi. Persepsi itu dapat didasarkan pada datasejarah tentang seseorang, seperti : pengalaman pribadi dengan seseorang, komentar yang dibuat mengenai seseorang yang diperoleh secara pribadi dari dalam maupun luar organisasi, dan penghargaan atau pengakuan professional yang diperoleh seseorang. Dapat terjadi kemungkinan seorang membengun persepsi rasa hormat terhadap keprofesionalan sebelum bekerja degan atau bahkan dengan orang tersebut.

Dimensi hubungan atasan dengan bawahan yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah affect, loyalty, contribution, professional respect. Aspek – aspek tersebut termasuk dalam hubungan atasan-bawahan Multidimensional dari Liden dan Maslyn (1998) yang akan digunakan dalam pengukuran hubungan atasan-bawahan pada penelitian ini. Alasan menggunakan aspek-aspek ini karena dalam suatu hubungan tidak mungkin unidimensional (memiliki satu dimensi) tetapi multidimensional (memiliki banyak dimensi). Selain itu dalam aspek-aspek ini sudah mencakup keseluruhan aspek hubungan atasan-bawahan multidimensional juga termasuk alat pengukuran hubungan atasan-bawahan terbaru dan dijelaskan lebih terinci setiap aspeknya.


(19)

2.1.2 Kepuasan Kinerja

2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja tentang seberapa jauh pekerjaan nya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Kepuasan kerja juga adalah sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor – faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan sosial individu di luar kerja.

Kepuasan kerja bagi perawat sebagai salah satu tim yang memberikan asuhan untuk meningkatkan kesehatan pasien diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya. Kepuasan kerja berkenaan dengan kesesuaian antara harapan seseorang dengan imbalan yang disediakan Robbins (2003).

Robbins (2003) menyatakan bahwa kepuasan kerja berkenaan dengan kesesuaian antara harapan dengan kenyataan yang tersedia. Kepuasan kerja yang rendah akan berdampak negatif terhadap perkembangan mutu asuhan/pelayanan. Menurut As’ad (2001) kepuasan kerja dapat berpengaruh terhadap perilaku pegawai antara lain produktifitas, absentisme, kecelakaan kerja dan pengunduran diri. Begitu pula menurut Keith dan Davis (1985) dalam Mangkunegara (2000) mengemukakan bahwa pada organisasi yang kepuasan pegawainya kurang terdapat angka pengunduran pegawai lebih tinggi.

Syafdewiyani (2002) menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kewenangan dan pengembangan diri perawat dengan kepuasan kerja perawat, sedangkan umur, pendidikan dan lama kerja tidak berhubungan dengan kepuasan kerja, dimana variabel kewenangan merupakan variabel yang paling


(20)

dominan berhubungan dengan kepuasan kerja perawat. Begitu pula menurut Hamzah (2001) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara supervisi, tanggung jawab dan pengembangan diri dengan kepuasan kerja perawat pelaksana, sedangkan menurut Wahab (2001) menyatakan bahwa pada variabel energi dan tindakan yang berhubungan dengan kepuasan kerja.

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satunya adalah gaya kepemimpinan dari seseorang yang secara organisatoris berada pada hierarki yang lebih tinggi dari dirinya, hal ini diasumsikan bahwa bekerja tanpa adanya arahan akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan akan mengakibatkan menurunnya motivasi untuk bekerja menururt Yukl (2001). Peningkatan motivasi ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi kegiatan organisasi Hersey & Blanchard (1977) (dalam La Monica, 1998).

Menurut (Anwar Prabu Mangkunegara, 2000: 117), mengatakan bahwa : “Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya”.

Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2004:480), menyatakan bahwa : “Kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan dan aspek aspeknya”.

Sedangkan menurut H.Malayu S.P Hasibuan edisi refisi (2002:203) adalah :

“Kepuasan kerja adalah Sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,


(21)

kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasai dalam dan luar pekerjaan”. Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja adalah sikap dari seorang pegawai atau karyawan yang mencerminkan kenyamanan dalam bekerja sehingga berdampak pada kedisiplinan dan perestasi kerja

2.1.2.2 Variabel Kepuasan Kerja

Menurut Keith Davis (1985:99) yang diterjemahkan oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2007:117) yang menyatakan tentang variabel kepuasan kerja adalah sebagai berikut :

1. Turnover

Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah. Sedangkan pegawai-pegawai yang kurang puas biasanya turnovernya lebih tinggi.

2. Tingkat Ketidakhadiran (absen) kerja

Pegawai-pegawai yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis dan subjektif.

3. Umur

Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas daripada pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lengkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat


(22)

kesenjangan atau ketidaksinambungan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.

4. Tingkat Pekerjaan

Pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Pegawai-pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja

5. Ukuran Organisasi Perusahaan

Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pegawai. Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi pegawai.

2.1.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2007:120) yang menyatakan Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya.

1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.

2. Faktor Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.


(23)

2.1.2.4 Dimensi Kepuasan Kerja

Selama bertahun – tahun, lima dimensi pekerja telah diidentifikasikan untuk mempresentasikan karakteristik pekerjaan yang paling pemtimh dimana karyawan memiliki respom afektif.

Kelima dimesnsi tersebut menururt Luthans (2006: 243) adalah : a. Pekerjaan itu sendiri

Dalam hal pekerjaan yang memberikan tugas menarik, kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab

b. Gaji

Sejumlah upah yang diterima dan tingkat yang menunjukkan hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.

c. Kesempatan promosi

kesempatan untuk maju dalam organisasi d. pengawasan

kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.

e. Rekan kerja

Tingkat yang menunjukkan rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial.

Smith, Kendall, dan Hullin dalam Widianingtati (2007:42) menjelaskan lima dimensi dari kepuasan kerja yaitu sikap umum yang meliputi persepsi individu, reaksi emosi individu dan kecenderungan perilaku individu terhadap


(24)

pekerjaannya, terhadap kompensasi yang diterima karena individu telah melakukan suatu kerja yang meliputi gaji, tunjangan – tunjangan, fasilitas – fasilitas, terhadap aspirasi atau kesempatan untuk berkembang dan maju, meliputi promosi memperoleh pendidikan, tanggung jawab dan kesempatan, terhadap kualitas pengawasan dan terhadap rekan kerja yag dimilikinya dalam organisasi.

Berdasarkan aspek – aspek kepuasan kerja di atas, aspekaspek yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006) karena dianggap lebih lengkap dan mudah dipahami, yaitu meliputi pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan untuk promosi, pengawasan dan rekan kerja.

2.1.3 Kualitan Pelayanan

2.1.3.1 Pengertian Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan menjadi salah satu ukuran atas keberhasilan dalam memberikan jaminan atas kepuasan bagi konsumen, melalui kualitas pelayanan seorang konsumen dapat memberikan penilaian secara obyektif dalam usaha menciptakan kepuasan konsumen. Kualitas pelayanan adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik - karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten, dengan menekankan pada orientasi pemenuhan harapan pelanggan untuk memperoleh kecocokan untuk pemakaian (fitness for use)

menurut Tjiptono (2005)

Dalam usaha untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan maka dengan sendirinya jaminan atas kepuasan konsumen menjadi hal wajib yang harus


(25)

dipenuhi oleh perusahaan jasa. Namun seringkali terjadi kesenjangan yang dapat menimbulkan kegagalan penjualan jasa/layanan, antara lain kesenjangan harapan konsumen dan persepsi manajemen, kesenjangan persepsi manajemen dengan kualitas layanan, kesenjangan kualitas layanan dengan komunikasi eksternal, kesenjangan penyampaian layanan dengan komunikasi eksternal, serta kesenjangan layanan yang dialami/dipersepsi dengan layanan yang diharapkan (Alma, 2003). Hal ini tentu berlawanan dengan pemaknaan bahwa kualitas pelayanan berkaitan dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Ukuran kinerja adalah kualitas jasa yang dipersepsikan (Payne, 2005).

Wasustiono (2003:63) berpendapat :

“Pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran uang untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat”.

Dwiyanto (1995:42) mengatakan bahwa :

“Kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang disatu pihak menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien”.

Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan. Kotler (2003:85) menyatakan setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sedangkan Christian Gronroos (1992:56) mengemukakan bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu:


(26)

1. Menjaga dan memperhatikan, bahwa pelanggan akan merasakan kepuasan pelayanan karyawan dan sistem operasional yang ada dapat menyelesaikan problem mereka.

2. Spontanitas, dimana karyawan menunjukan keinganan untuk menyelesaikan masalah pelanggan.

3. Penyelesaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas berdasarkan standar yang ada, termasuk pelatihan yang diberikan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.

4. Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus mempunyai personil yang dapat menyiapkan usaha-usaha khusus untuk dapat mengatasi kondisi tersebut.

Menurut Wyckof dan Lovelock (dalam Purnama, 2006) memberikan pengertian kualitas pelayanan sebagai tingkat kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen. Sedangkan menurut Parasuraman, et.al (dalam Kotler,2003) bahwa kualitas layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Menurut Gronroos (dalam Purnama, 2006) menyatakan kualitas layanan meliputi :

1. Kualitas Fungsi yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan,terdiri dari : dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses, danservice mindedness.

2. Kualitas teknis dan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi ketepatan waktu, kecepatan layanan dan estetika output.


(27)

3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata konsumen.

2.1.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Gezper (1997) bahwa ada beberapa atribut/ dimensi yang harus diperhatikan dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan :

1. Ketepatan Waktu pelayanan. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah berkaitan waktu tunggu dan waktu proses

2. Akurasi pelayanan, berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan.

3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Terutama mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal

4. Tanggung jawab, yang berkaitan dengan penerimaan pesanan maupun penanganan keluhan.

5. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung.

6. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan

7. Variasi model pelayanan berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru pelayanan.

8. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas. 9. Kenyaman dalam memperoleh pelayanan.

10. Atribut pendukung pelayanan lainnya.

Pada dasarnya kualitas pelayanan berfokus kepada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan penyampaiannya untuk


(28)

mengimbangi harapan pasien. Agar kualitas pelayanan yang diharapkan dapat dicapai maka penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada“lima dimensi kualitas yaitu tangible, reability, responsiveness, Assurance, Emphaty” (Widodo, 2001:274). Penjelasan dari dimensi tersebut adalah :

1. Sarana fisik (Tangible) : meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (Reability) : kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3. Daya tanggap / respon (Responsiveness) : kemempuan para staf untuk membantu para pasien dalam memberikan pelayanan yang tepat.

4. Jaminan (Assurance) : mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas sari bahaya, resiko, atau keragu-raguan.

5. Empati (Emphaty) : meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pasien.

Menurut Wijono (dalam Jacobis Rolando, 2008: 622) faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan adalah kompetensi teknik yang terkait dengan kemampuan, ketrampilan dan pemampilan pemberi pelayanan, akses atau keterjangkauan pelayanan, efektivitas, hubungan antar manusia yang merupakan interaksi antara pemberi pelayanan dengan pasien, sesama tim kesehatan, maupun hubungan antara atasan dan bawahan. Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan, kredibilitas dengan rasa saling menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsive, dan memberikan


(29)

perhatian. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan adalah efisiensi sumber daya dan kesinambungan pelayanan dimana pasien akan mendapatkan pelayanan yang baik. Tidak adanya kesinambungan pelayanan akan mengurangi efisiensi dan kualitas hubungan antar manusia. Kenyamanan dan ketersediaan informasi dan ketepatan waktu pelayanan juga merupakan faktor penting dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan.

Zeithaml dalam Jacobis Rolando (2008: 622) mengemukakan terdapat 10 dimensi yang harus diperhitungkan dalam melihat tolak ukur kualitas pelayanan yaitu sebagai berikut:

1.Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, komunikasi.

2.Reliable, etrdiri atas kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang disajikan dengan tapat.

3.Responsiveness, kemauan untuk membantu pasien bertanggung jawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan

4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang baik dalam memberikan pelayanan.

5. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan pasien serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.

6.Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan pasien. 7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan

resiko.


(30)

9. Communication, kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pasien, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada pasien.

10. Understanding the Customer, melakukan segala usaha untuk mengetahuikebutuhan pasien.

Berdasarkan faktor – faktor kualitas pelayanan di atas, faktorfaktor yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Parasuraman et al (1988, 1991, 1994) karena dianggap lebih mudah dipahami, yaitu meliputi Keandalan, Daya Tanggap, Jaminan, Empati, dan Sarana Fisik.

Tabel 2.1

Hasil penelitian terdahulu

No Nama

Penelitian , tahun

Judul Hasil Perbedaan Persamaan

1. Ery Tri Djatmika, 2005 Pengaruh variabel hubungan atasan – bawahan terhadap

kepuasan kerja dan komitmen organisasional Memberikan gambaran tentang hubungan atasan – bawahan terhadap kepuasan kerja Penelitian tersebut membahas tentang komitmen organisasional Penelitian tersebut fokus pada hubungan

atasan –

bawahan terhadap kepuasan karyawan

2. Aisari J.P. Soeprijadh ie, 2013

Faktor – factor kepuasan kerja pengaruhnya terhadap kinerja pegawai Terdapat faktor – faktor kepuasan kerja Penelitian tersebut membahas tentang kinerja karyawan

Pokok penelitian tersebut Faktor

faktor kepuasan kerja 3. Edward, 2013 Kualitas hubungan atasan – bawahan sebagai

mediator dalam hubungan Memberikan gambaran tentang hubungan atasan bawahan Penelitian membahas kepemimpinan transformasion al dengan perilaku Penelitian tersebut membahas tentang hubungan atasan –


(31)

kepemimpinan transformasional dengan perilaku citizenship dan kinerja

citizenship dan kinerja pegawai bawahan 4. Rolando Jacobis, 2013 Faktor-faktor kualitas pelayanan pengaruhnya terhadap

kepuasan pasien rawat inap Terdapat faktor – faktor kualitas pelayanan penelitian tersebut membahas tentang kepuasan pasien rawat inap

fokus terhadap kualitas

pelayanan

5.

Ernani Hadiyanti

Analisis kualitas pelayanan dan pengaruhnya Terhadap loyalitas pelanggan Memberikan gambaran tentang kualitas pelayanan

penelitian ini membahas loyalitas pelanggan Fokus terhadap kualitas pelayanan

6. H. Teman Koesmono , 2005 Pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi dan Kepuasan kerja serta kinerja karyawan pada sub sektor Industri pengolahan kayu skala menengah Di jawa timur

Memberikan gambaran tentang kepuasan kerja karyawan Fokus terhadap budaya organisasi

penelitian ini membahas tentang kepuasan kerja 7. Rita Andarita, 2004 Hubungan antara persepsi gaya Kepemimpinan transformasional dan transaksional Dengan kepuasan kerja karyawan Memberikan gambaran tentang kepuasan kerja karyawan Fokus terhadap gaya kepemimpinan transformasion al dan transaksional Penelitian tersebut membahas tentang

kepuasan kerja karyawan


(32)

8. Hendri Sukotjo, 2011 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kualitas Pelayanan, Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan Memberikan gambaran tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan Penelitian tersebut dilakukan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Penelitian tersebut membahas tentang Kepuasan Kerja terhadap Kualitas

Pelayanan

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Hubungan Atasan-Bawahan, Kepuasan Kerja, Kualitas Pelayanan Atasan yang baik adalah atasan yang bisa mengerti kondisi karyawan dan bisa menghargai karyawannya sendiri dalam mengerjakan tugas yang diberikan dalam organisasi tersebut. Kepuasan kerja diukur dari suka atau tidak nya karyawan tersebut mengerjakan tugas yang di berikan dalam organisasi tersebut. Apabila kepuasan kerja karyawan baik maka karyawan tersebut akan mengerjakan tugas nya dengan baik. Kualitas pelayanan yang baik akan menimbulkan respon– respon positif dari pasien sehingga jumlah pasien yang berkunjung ke pelayanan kesehatan tersebut akan bertambah.

H1 : Hubungan Atasan-Bawahan, Kepuasan Kerja, Kualitas Pelayanan 2.2.2 Hubungan Atasan- Bawahan terhadap kepuasan kerja

Karyawan yang memiliki kualitas hubungan atasan – bawahan yang tinggi akan merasa lebih dihargai, mendapat dukungan dan perhatian penuh sehingga karyawan merasa puas dengan apa yang mereka kerjakan karena pekerjaan mereka dihargai oleh atasan.


(33)

Hubungan atasan – bawahan yang tinggi akan berdampak positif terhadap kepuasan kerja karena mereka akan lebih komit untuk mencapai tujuan dan akan memberikan waktu dan tenaga secara sukarela yang termasuk dalam

low-quality.Jadi Hubungan tasan–bawahan dapat mempengaruhi kepuasan kerja H2: Hubungan Atasan- Bawahan terhadap kepuasan kerja

2.2.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kualitas Pelayanan

Locke dalam Luthans (2006:243) memberikan definisi dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, efektif, evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.

Kualitas pelayanan dapat dilihat dart dimensi reliability (kemampuan mewujudkan janji), responsiveness (ketanggapan dalam memberikar layanan),

assurance (kemampuan memberi jaminan layanan), emphaty (kemampuan memahami keinginan pelanggan), dantangibles(tampilan fisik layanan).

Dalam hal ini kepuaan kerja akan berdampak sekali terhadap kualitas pelayanan. Apabila kita tidak merasa puas terhadap kerja kita makan kualitas layanan yang kita berikan akan rendah dan akan memberikan dampak kepada pelayanan kesehatan tersebut seperti tingkat pasien yang berobat akan menurun selain itu juga fasilitas harus memadai agar tercipta kepuasan kerja yang baik dan kualitas layanan yang tinggi.


(34)

2.2.4 Hubungan Atasan Bawahan terhadap Kualitas Pelayanan melalui Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja diukur dari suka atau tidaknya karyawan tersebut mengerjakan tugas yang di berikan dalam organisasi tersebut. Apabila kepuasan kerja karyawan baik maka karyawan tersebut akan mengerjakan tugas nya dengan baik.

Dalam hubungan atasan – bawahan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, karyawan pihak manajemen harus senantiasa memperhatikan faktor-faktor yang mendorong karyawan bekerja dengan produktif, salah satunya yaitu memperhatikan kepuasan kerja karyawan.

H4 : Hubungan Atasan Bawahan terhadap Kualitas Pelayanan melalui Kepuasan Kerja

Gambar 2.1 paradigma pemikiran 2.3 Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka pemikiran di atas, Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :

H1 : Hubungan Atasan-Bawahan, Kepuasan Kerja, Kualitas Pelayanan H2 : Hubungan Atasan- Bawahan berpengaruh terhadap kepuasan kerja

H3 : Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Kualitas Pelayanan sudah meningkat

H4 : Hubungan Atasan – Bawahan berpengaruh terhadap Kualitas Pelayanan melalui Kepuasan Kerja

Kualitas Pelayanan (Z)

Kepuasan Kerja (Y) Hubungan


(35)

102

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa dan pengolahan data pada penelitian tentang “Analisis Hubungan Atasan – Bawahan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Dampaknya Pada Kualitas Pelayanan di Klinik Mutiara Cikutra Bandung, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada hubungan atasan-bawahan termasuk dalam kategori baik tetapi masih ada yg kurang baik pada indikator loyalitas yaitu saya tidak mau bekerja melampaui apa yang terperinci dalam deskriptif tugas saya, dan indikator respek terhadap profesi yaitu atasan saya tidak mengerti tentang pekerjaan masing-masing karyawan. Sedangkan pada Kepuasan Kerja sudah termasuk dalam kategori baik tetapi masik ada yg kurang baik yaitu pada indikator rekan kerja yaitu hubungan antar karyawan kurang terjaga. Dan pada variabel kualitas pelayanan sudah termasuk dalam kategori baik tetapi masih ada yang kurang dari harapan yaitu karyawan kurang memperhatikan waktu dalam melakukan tindakan kepada pasien.

2. Berdasarkan perhitungan statistik pada analisis jalur hubungan atasan –

bawahan terhadap kepuasan kerja dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh antara hubungan atasanbawahan terhadap kepuasan kerja.


(36)

3. Berdasarkan perhitungan statistik pada analisis jalur kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan.

4. Berdasarkan perhitungan statistik pada analisis jalur hubungan atasan –

bawahan terhadap kualitas pelayanan melalui variabel kepuasan kerja dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh antara hubungan atasan – bawahan (X) mempengaruhi kualitas pelayanan (Z) melalui kepuasan kerja (Y)

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat penulis maka selanjuutnya penulis memberikan saran-saran yang dapat berguna mengenai analisis hubungan atasan bawahan terhadap kepuasan kerja dan kualitas pelayanan di Klinik Mutiara Cikutra, diantaranya :

1. Loyalitas karyawan dalam membantu karyawan yang lain harus lebih di tingkatkan lagi agar kita dalam menyelesaikan pekerjaan lebih ringan, sedangkan respek pada profesi ataan harus lebih mengerti tentang masing-masing pekerjaan karyawannya. Hubungan kekeluargaan di klinik mutiara cikutra harus lebih di tingkatkan lagi agar hubungan kerja di klinik mutiara cikutra lebih nyaman. Sedangkan pada variabele kualitas pelayanan klinik harus mempertahankan kualitas yang telah diberikan kepada pasien sehingga kualitas pelayanan yang di berikan oleh karyawan klinik mutiara cikutra semakin meningkat lagi sehingga bisa menjadi kategori sangat baik seperti perawat/bidan harus memperhitungkan waktu dalam masalah


(37)

tindakan kepada pasien sehingga pasien tidak menunggu terlalu lama. Dan karyawan harus memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan akurat.

2. Hubungan atasan–bawahan memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan klinik mutiara cikutra, hal ini membuktikan jika hubungan atasan yang kurang baik terhadap karyawannya maka kepuasan kerja di klinik pun akan menurun. Maka atasan klinik mutiara cikutra harus tetap menjaga komunikasi antar karyawan, dan atasan tidak boleh membeda-beda kan karyawan satu dengan yang lain.

3. Kepuasan kerja memberikan pengaruh terhadap kualitas pelayanan, agar kualitas pelayanan di klinik mutiara cikutra tetap baik maka pihak klinik mutiara cikutra harus memperhatikan kepuasan kerja masing-masing karyawannya.

4. Hubungan atasan-bawahan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan melalui kepuasan kerja, maka atasan klinik harus tetap memperhatikan karyawannya dan pihak manajemen harus memperhatikan karyawan yang lainnya mengenai kepuasan kerja agar karyawan klinik dapat memberikan pelayanan yang baik. Dan karyawan dapat bekerja dengan nyaman di klinik tersebut.


(38)

Sarjana Ekonomi, jurusan manajemen, spesialisasi rumah sakit. Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia

Bandung

Abstract

The purpose of this study is to investigate, testandanalyzethe influence ofthe descriptionandthe Principal-Subordinate RelationshipOfJob Satisfactionandits Impact onQuality ofCareinClinicalPearlsCikutraBandung.

The studyuseddescriptive and verification, namelycollecting, presenting, analyzingandtesting hypothesestoobtainconclusionsandsuggestions. The study was conductedat theClinicalPearlsCikutraBandung usingsaturated sampleof 30 respondents. Datawere obtainedfroma questionnaire28itemordinalscalestatement. This studyusedpath analysiswith thehelp ofIBMSPSSStatistics19.

The studyresulted ina superior-subordinaterelationshipis quitegood to verygood. Job Satisfactionquite satisfiedto verysatisfied. Service qualityis quitegood to verygood. This analysisresulted inthe finding that thesuperior-subordinate relationshipeffect on job satisfaction. Job satisfactionaffects the qualityof service. And theboss-subordinate relationshipaffects the qualityof servicethroughjob satisfaction.

Keyword : Boss – Worker Relationship, Job Satisfaction, Service Quality

1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Pengguna jasa pelayanan rumah sakit dalam hal ini pasien menuntut pelayanan yang berkualitas tidak hanya menyangkut kesembuhan dari penyakit secara fisik atau meningkatkan derajat kesehatannya, tetapi juga menyangkut kepuasan terhadap sikap, selalu tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan lingkungan fisik yang dapat memberikan kenyamanan. Dengan semakin meningkatnya kualitas pelayanan maka fungsi pelayanan di rumah sakit perlu ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberikan kepuasan terhadap pasien, keluarga dan masyarakat.


(39)

harmonis. Komunikasi yang efektif akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif, dimana individu dalam lingkungan tersebut merasa pendapat-pendapatnya dihargai dan bebas untuk mengemukakan secara terbuka, serta adanya hubungan kerja yang didasarkan pada kepercayaan antara masing-masing pihak Jay (2005).

Kepuasan kerja ditunjang oleh beberapa pihak yang paling penting adalah dirinya sendiri, kepuasan dalam bekerja pastinya didasari oleh kemauan untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh pemimpin perusahaan. Setiap karyawan pasti akan bekerja yang diberikan, mereka akan memperoleh kebanggaan tersendiri atas upaya yang telah dikerjakan.

Pelayanan adalah cara melayani, membantu, menyiapkan, atau mengurus keperluan seseorang atau sekelompok orang. Pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan publik yang dilaksanakan oleh apartur pemerintah di pusat atau di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Negara/Daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan harapan merekamaupun ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan prima atau service excellence adalah pelayanan terbaiki melebihi, melampaui, mengungguli pelayanan yang diberikan pihak lain atau daripada pelayanan pada waktu yang lalu Adnyana (2005).

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan pihak manajemen harus senantiasa memperhatikan faktor-faktor yang mendorong karyawan bekerja dengan produktif, salah satunya yaitu memperhatikan kepuasan kerja karyawan maka karyawan dalam bekerja akan senantiasa disertai dengan perasaan senang dan tidak terpaksa serta mempunyai semangat kerja tinggi.

Klinik Mutiara cikutra merupakan salah satu pelayaan kesehatan di Kota Bandung yang memberikan pelayanan kesehatan umum dan bersalin. Dalam upaya memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada pasien, klinik ini telah berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanan. Hal tersebut tertuang dalam misi yaitu untuk mejadi tempat pelayanan kesehatan yang prima dengan pengobatan cepat dan tepat disertai pendekatan moral dan nurani namum dengan biaya yang kompetitif. Sehingga diharapkan klinik ini dapat memberikan manfaat untuk masyarakat luas tanpa memandang golongan dan dipercaya oleh seluruh lapisan masyarakat. Pelayanan yang ada di Klinik Mutiara Cikutra diantaranya adalah : dokter jaga 24 jam, Dokter gigi, Bedah minor, konsultasi kesehatan, dokter spesialis anak, dokter spesialis kandungan, Layanan KB, USG, Rumah bersalin, Khitan, Apotek 24 jam, Laboratorium, Baby spa, Medical spa.

Hubungan Atasan-Bawahan di Klinik Mutiara Cikutra masih kurang baik karena atasan Klinik Mutiara Cikutra belum sama perlakuannya dengan karyawan yang lain, atasan Klinik Mutiara Cikutra lebih dengan pegawai bagian manajemen nya saja.


(40)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hubungan atasan – bawahan merupakan hubungan saling ketergantungan yang paling umumnya tidak seimbang.Ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya bisa beragam seperti iklim organisasi kerja dalam organisasi yang kurang menunjang.Kualitas pelayanan kesehatan menunjukan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang disatu pihak menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien.

2. Hubungan atasan – bawahan yang tidak efektif akan mengakibatkan menurunnya kepuasan kerja.

3. Kepuasan kerja yang baik akan mengakibatkan kualitas pelayanan yang baik sehingga pasien merasa puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan.

4. Untuk meningkatkan hubungan atasan – bawahan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, karyawan pihak manajemen harus senantiasa memperhatikan faktor-faktor yang mendorong karyawan bekerja dengan produktif, salah satunya yaitu memperhatikan kepuasan kerja karyawan dan hubungan atasan – bawahan.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka perumusan masalah yangdapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Hubungan Atasan-Bawahan, Kepuasan Kerja, dan Kualitas Pelayanan di Klinik Mutiara Cikutra

2. Seberapa Besar Hubungan Atasan – Bawahan berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja di Klinik Mutiara Cikutra

3. Seberapa Besar Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Kualitas Pelayanan di Klinik Mutiara Cikutra

4. Seberapa Besar Hubungan Atasan – Bawahan berpengaruh terhadap Kualitas Pelayanan melalui Kepuasan Kerja di Klinik Mutiara Cikutra

2. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Hubungan Atasan – Bawahan

Tmckenbrodt (2000) mengungkapkan bahwa :

“Hubungan atasan-bawahan adalah dimaksudkan untuk

memaksimumkan keberhasilan organisasi melalui interaksi kedua belah pihak”.

Temuan penelitiannya membuktikan bahwa hubungan atasan-bawahan akan meningkatan derajat kepuasan kerja, dan kualitas pelayanan. Pemeliharaan dan pengembangan hubungan antara kedua belah pihak secara dewasa tidak hanya bermanfaat bagi keduanya, namun yang lebih penting adalah bagi organisasi


(41)

Sebaliknya, dari sisi atasan, sering kali hal demikian berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, pemberian tugas-tugas, penetapan otonomi lingkup pekerjaan, dukungan, maupun perhatian sebagai balikan dari kinerja bawahan terhadap penyelesaian tugas-tugas yang tak terstruktur atau di luar tugas utama. Lebih lanjut hal tersebut membangkitkan adanya rasa percaya secara timbal balik (mutualtrust), dukungan positif, saling tergantung secara informal, komunikasi yang lebih terbuka, kepuasan bersama, maupun loyalitas.

Hoy dan Miskel (1996) mengungkapkan bahwa :

“hubungan atasan – bawahan mencerminkan sampai seberapa jauh para

pemimpin diterima dan dihormati oleh anggota kelompok atau organisasi”.

Dua faktor penting yang mewarnai hubungan atasan – bawahan adalah : kualitas hubungan interpersonal antara atasan – bawahan, dan tingkat otoritas informal yang dimiliki oleh para pemimpin. Kondisi tersebut merupakan hal yang bertolak belakang terhadap kekuasaan (power) dari posisi yang secara mutlak ditentukan oleh struktur formal yang berlaku dalam organisasi. Kualitas hubungan atasan – bawahan ditentukan terutama oleh keterterimaan kepribadian pemimpin maupun perilakunya oleh para pengikutnya, dalam hal ini adalah warga organisasi. Kualitas hubungan tersebut merupakan penentu utama terhadap penerimaan dari pengaruh – pengaruh yang diberikan oleh pemimpin terhadap pengikutnya. Secara otomatis, pemimpin akan lebih memiliki kendali bilamana dia mempunyai dukungan mereka, pemimpin akan mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya, dan organisasi memberikan sarana imbalah maupun sanksi yang berkeadilan atas dasar kesetaraan perlakuan.

2.1.1 Dimensi Hubungan Atasan – Bawahan

Graen dan Uhl bien dalam Gerstner dan day (1997:828) berpendapat bahwa dimensi dari hubungan atasan-bawahan terdiri dari penghargaan, kepercayaan dan tanggung jawab yang menguntungkan.Liden dan Maslyn (1998) melakukan penelitian untuk menentukan apakahhubungan atasan-bawahan itu undimensional atau multidimensional. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan atasan-bawahan adalah multidimensional. Kesimpulan ini berdasarkan hasil dari factor analisis yang merupakan gabungan item mewakili affect, loyalty, contribution tiga pernyataan dari Dienesch dan Liden (1986) dan professional respect. Keempat faktor ini secara jelas menunjukkan empat penyataan sebagai faktor terpisah.

Dimensi Hubungan Atasan - Bawahan dari Liden dan Maslyn (1998)dalam Haryati (2008:31-32) adalah :


(42)

anggota hubungan atasan – bawahan (atasan loyal terhadap atasan, bawahan loyal terhadap atasan). Loyalitas melibatkan kepercayaan terhadap individu (seseorang) yang secara umum konsisten dari satu situasi ke situasi lain.

c. Contribution (kontribusi)

Contribution adalah persepsi dari tingkat aktivasi orientasi kerja detiap anggota dalam dyad saat ini yang diletakkan kearah tujuan bersama (baik secara eksplisit maupun implicit) dalam hubungan atasan – bawahan.

d. Professional respect (respek terhadap profesi)

Professional respect adalah persepsi pada tingkat dimana setiap anggota dyad

membentuk suatu reputasi, baik itu didalam atau di luar organisasi. Persepsi itu dapat didasarkan pada datasejarah tentang seseorang, seperti : pengalaman pribadi dengan seseorang.

2.2 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja bagi perawat sebagai salah satu tim yang memberikan asuhan untuk meningkatkan kesehatan pasien diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya. Kepuasan kerja berkenaan dengan kesesuaian antara harapan seseorang dengan imbalan yang disediakan Robbins (2003).

Menurut (Anwar Prabu Mangkunegara, 2000:117), mengatakan bahwa :

“Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya”.

Sedangkan menurut H.Malayu S.P Hasibuan edisi refisi (2002:203) adalah :

“Kepuasan kerja adalah Sikap emosional yang menyenangkan dan

mencintai pekerjaanya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, 2.2.1 Dimensi Kepuasan Kerja

Selama bertahun – tahun, lima dimensi pekerja telah diidentifikasikan untuk mempresentasikan karakteristik pekerjaan yang paling pemtimh dimana karyawan memiliki respom afektif.

Kelima dimesnsi tersebut menururt Luthans (2006: 243) adalah : a. Pekerjaan itu sendiri

Dalam hal pekerjaan yang memberikan tugas menarik, kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab

b. Gaji

Sejumlah upah yang diterima dan tingkat yang menunjukkan hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.

c. Kesempatan promosi


(43)

secara sosial.

2.3 Kualitas Pelayanan

Menurut Wyckof dan Lovelock (dalam Purnama, 2006) memberikanpengertian kualitas pelayanan sebagai tingkat kesempurnaan tersebut untukmemenuhi keinginan konsumen. Sedangkan menurut Parasuraman, et.al (dalamKotler,2003) bahwa kualitas layanan merupakan perbandingan antara layananyang dirasakan dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen.Menurut Gronroos (dalam Purnama, 2006) menyatakan kualitas layananmeliputi :

1. Kualitas Fungsi yang menekankan bagaimana layanandilaksanakan,terdiri dari : dimensi kontak dengan konsumen, sikapdan perilaku, hubunganinternal,penampilan, kemudahan akses, danservice mindedness.

2.Kualitas teknis dan kualitas output yang dirasakan konsumen,meliputiketepatan waktu, kecepatan layanan dan estetika output.

3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan danreputasi di mata konsumen.

2.3.1 Dimensi Kualitas Pelayanan

Agar kualitas pelayanan yang diharapkan dapat dicapai maka penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada “lima dimensi kualitas yaitu tangible, reability, responsiveness, Assurance, Emphaty” (Widodo, 2001:274). Penjelasan dari dimensi tersebut adalah :

1. Sarana fisik (Tangible) : meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (Reability) : kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3. Daya tanggap / respon(Responsiveness) : kemempuan para staf untuk membantu para pasien dalam memberikan pelayanan yang tepat.

4. Jaminan (Assurance) : mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas sari bahaya, resiko, atau keragu-raguan.

5. Empati (Emphaty) : meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pasien. 2.4 Hubungan Atasan-Bawahan, Kepuasan Kerja, Kualitas Pelayanan

Atasan yang baik adalah atasan yang bisa mengerti kondisi karyawan dan bisa menghargai karyawannya sendiri dalam mengerjakan tugas yang diberikan dalam organisasi tersebut.Kepuasan kerja diukur dari suka atau tidak nya karyawan tersebut mengerjakan tugas yang di berikan dalam organisasi tersebut. Apabila kepuasan kerja karyawan baik maka karyawan tersebut akan mengerjakan tugas nya dengan baik.Kualitas pelayanan yang baik akan menimbulkan respon –


(44)

akan merasa lebih dihargai, mendapat dukungan dan perhatian penuh sehingga karyawan merasa puas dengan apa yang mereka kerjakan karena pekerjaan mereka dihargai oleh atasan.

Hubungan atasan – bawahan yang tinggi akan berdampak positif terhadap kepuasan kerja karena mereka akan lebih komit untuk mencapai tujuan dan akan memberikan waktu dan tenaga secara sukarela yang termasuk dalam low-quality.

Jadi Hubungan tasan – bawahan dapat mempengaruhi kepuasan kerja 2.6Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kualitas Pelayanan

Locke dalam Luthans (2006:243) memberikan definisi dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, efektif, evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.

Kualitas pelayanan dapat dilihat dart dimensi reliability (kemampuan mewujudkan janji), responsiveness (ketanggapan dalam memberikar layanan),

assurance (kemampuan memberi jaminan layanan), emphaty (kemampuan memahami keinginan pelanggan), dan tangibles (tampilan fisik layanan).

Dalam hal ini kepuaan kerja akan berdampak sekali terhadap kualitas pelayanan. Apabila kita tidak merasa puas terhadap kerja kita makan kualitas layanan yang kita berikan akan rendah dan akan memberikan dampak kepada pelayanan kesehatan tersebut seperti tingkat pasien yang berobat akan menurun selain itu juga fasilitas harus memadai agar tercipta kepuasan kerja yang baik dan kualitas layanan yang tinggi.

2.7 Hubungan Atasan – Bawahan terhadap Kualitas Pelayanan melalui Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja diukur dari suka atau tidaknya karyawan tersebut mengerjakan tugas yang di berikan dalam organisasi tersebut. Apabila kepuasan kerja karyawan baik maka karyawan tersebut akan mengerjakan tugas nya dengan baik.

Dalam hubungan atasan – bawahan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, karyawan pihak manajemen harus senantiasa memperhatikan faktor-faktor yang mendorong karyawan bekerja dengan produktif, salah satunya yaitu memperhatikan kepuasan kerja karyawan.

2.8 Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka pemikiran di atas, Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :


(45)

3.

OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian

Objek dalam Penelitian ini adalah Hubungan Atasan – Bawahan, Kepuasan Kerja dan Kualitas Pelayanan. Penelitian ini dilakukan pada Klinik Umum dan Bersalin Mutiara Cikutra Bandung.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan verifikatif.

Metode verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan alat uji statistik yaitu Path Analysis.

3.3 Desain Penelitian

desain dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut: Tabel 3.1 Desain Penelitian Tujuan Penelitian Desain Penelitian Jenis Penelitian Metode yang digunakan

Unit Analisi Time Horizon

T-1 Descriptive Descriptive

Survey

Klinik Mutiara Cikutra Bandung

Cross Sectional

T-2 Descriptive Descriptive

Survey

Klinik Mutiara Cikutra Bandung

Cross Sectional

T-3 Descriptive Descriptive

Survey

Klinik Mutiara Cikutra Bandung

Cross Sectional

T-4 Descriptive & Verificative Descriptive Survey & Explanatory Survey Klinik Mutiara Cikutra Bandung Cross Sectional

3.4 Operasionalisasi Variabel

Sesuai dengan judul penelitian yang diungkapkan oleh penulis yaitu Analisis Hubungan Atasan – Bawahan terhadap Kepuasan Kerja dan Kualitas Pelayanan, maka variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Independen (X) dan (Y)


(46)

pajak dan melalui kuesioner. 2. Variabel Dependen (Z)

Variabel dependen adalah variabel terkait yang dipengaruhi atau mempengaruhi variabel lain, dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen yaitu Kualitas Pelayanan.

Tabel 3.2 Operasi Variabel

Variabel Konsep Indikator No.

Variabel

Skala Hubungan

Atasan – Bawahan

(X)

“Hubungan atasan-bawahan adalah dimaksudkan untuk memaksimumkan keberhasilan organisasi melalui interaksi kedua belah

pihak”.( Tmckenbrodt :

2000)

a. Affect 1,2

Ordinal

b. Loyalty 3,4

c. Contribution 5,6

d. Proffesional Respect

7,8

Kepuasan Kerja (Y)

“Kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan dan aspek aspeknya”. Veithzal Rivai ( 2004 : 480 )

a. Pekerjaan itu

sendiri 9,10

Ordinal

b. Gaji 11,12

c. Kesempatan

untuk promosi 13,14 d. Pengawasan 15,16 e. Rekan Kerja 17,18

Kualitas Pelayanan (Z)

“Kualitas pelayanan

kesehatan adalah yang menunjukan tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan yang disatu pihak menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien”.Dwiyanto (1995:42)

a. berwujud 19,20

Ordinal b. Keandalan 21,22

c. Daya

Tanggap 23,24

d. Jaminan 25,26

e. Empati

27,28

Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka responden harus menggambarkan, mendukung pertanyaan (item positif) atau tidak mendukung


(47)

Keterangan SKOR

Sangat Setuju 5

Setuju 4

Kurang Setuju 3

Tidak Setuju 2

Sangat Tidak Setuju 1

Sumber : Sugiyono, 2011

Sedangkan atas pilihan jawaban untuk kuisioner yang diajukan untuk pernyataan negatif adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4

Pilihan Jawaban Kuisioner Negatif

Keterangan SKOR

Sangat Setuju 1

Setuju 2

Kurang Setuju 3

Tidak Setuju 4

Sangat Tidak Setuju 5

Sumber : Sugiyono, 2011 3.5 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer. Data primer diperoleh dimana data yang diperoleh penulis merupakan data yang diperoleh secara langsung, dengan mengadakan penelitian dan kuesioner. Data primer pada penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini seluruh pegawai Klinik Mutiara Cikutra Bandung

3.6 Teknik Penentuan Data

Sampel dari penelitian ini adalah mengambil seluruh populasi yang disebut sampel jenuh atau sensus yaitu seluruh karyawan Klinik Mutiara Cikutra Bandung dengan melakukan penyebaran quesioner kepada 30 orang.

3.7 Uji Validitas

Uji validitas dalam penelitian ini yaitu untuk menggambarkan variabel Hubungan Atasan – Bawahan (X), Kepuasan Kerja (Y), dan Kualitas Pelayanan (Z).Butir pernyataan dinyatakan valid jika memiliki nilai koefisien korelasi lebih besar atau sama dengan 0,30.Berdasarkan hasil pengolahan menggunakanrumus korelasi pearson product moment (r).


(48)

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Alfa Cronbach. Metode ini menghitung reliabilitas dengan dengan teknik

Alfa Cronbach dilakukan untuk jenis data interval/essay. 3.9 Uji MSI

Sehubungan dengan penelitian ini yang menggunakan data ordinal seperti dijelaskan dalam operasionalisasi variabel sebelumnya, sedangkan syarat analisis dengan verifikatif uji statistik menggunakan korelasi pearson minimal berskala interval, maka semua data ordinal yang terkumpul terlebih dahulu akan ditransformasi menjadi skala interval dengan menggunakan Method of Successive Interval (Harun Al Rasyid, 1994:131).

Langkah-langkah untuk melakukan transformasi data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menghitung frekuensi (f) setiap pilihan jawaban, berdasarkan hasil jawaban responden pada setiap pernyataan.

2. Berdasarkan frekuensi yang diperoleh untuk setiap pernyataan, dilakukan penghitungan proporsi (p) setiap pilihan jawaban dengan cara membagi frekuensi (f) dengan jumlah responden.

3. Berdasarkan proporsi tersebut untuk setiap pernyataan, dilakukan penghitungan proporsi kumulatif untuk setiap pilihan jawaban

4. Menentukan nilai batas Z (tabel normal) untuk setiap pernyataan dan setiap pilihan jawaban

5. Menentukan nilai interval rata-rata untuk setiap pilihan jawaban melalui persamaan berikut:

Scale Value = �� ���� �� ����� �� − �� ���� �� ���� �� �� � �� ���� �� − �� � �� ����� ��

Narimawati Umi (2010:47)

Data penelitian yang sudah berskala interval selanjutnya akan ditentukan pasangan data variabel independen dengan variabel dependen serta ditentukan persamaan yang berlaku untuk pasangan-pasangan tersebut. Adapun di dalam proses pengolahan data MSI tersebut, peneliti menggunakan bantuan program

software MSI.

3.10 Analisis Data Deskriptif

Dalam pelaksanaan, penelitian ini menggunakan jenis atau alat bentuk penelitian deskriptif yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan. Penelitian Deskriptif adalah jenis penelitian yang menggambarkan apa yang dilakukan oleh Klinik Mutiara Cikutra berdasarkan fakta-fakta yang ada untuk


(1)

Berdasarkan nilai-nilai yang sudah disebutkan, dapat dibentuk persamaan jalur untuk sub struktur pertama sebagai berikut :

X2 = 0,609 X + 0,629

Jika digambarkan dengan diagram jalur, akan tampak sebagai berikut :

Gambar 4.3 Diagram Jalur X Terhadap Y Keterangan :

Y = Kepuasan Kerja

X = Hubungan Atasan - Bawahan

ε1 = Pengaruh faktor lain(epsilon)

4.2.2 Sub StrukturII : AnalisisKepuasanKerja (Y) terhadapKualitas Pelayanan (Z)

Gambar 4.4Diagram Konseptual Jalur Variabel Y Terhadap Variabel Z

4.2.2.1Perhitungan Koefisien Jalur

Untuk memperoleh koefisien jalur, pertama-tama mencari koefisien korelasi di antara variabel independen. Karena variabel independen hanya satu variabel (kepuasan kerja), maka nilai koefisien korelasi sekaligus menjadi koefisien jalur. Berikut adalah hasil output SPSS untuk hasil koefisien korelasi :

Tabel 4.6

Hasil Koefisien Korelasi Product Moment

Berdasarkan hasil output SPSS di atas diperoleh nilai R atau koefisien korelasi Product Moment sebesar 0,471. Berdasarkan tabel interpretasi korelasi,

Correlati ons

1 ,471**

,009

30 30

,471** 1

,009

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Kepuasan Kerja (Y )

Kualitas Pelay anan (Z)

Kepuasan Kerja (Y)

Kualitas Pelay anan (Z)

Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **.


(2)

koefisien korelasi sebesar 0,471 termasuk kedalam korelasi yang sedang/cukup. Artinya variabel kepuasan kerja belum membentuk kualitas pelayanan dan kepuasan kerja belum menentukan kondisi kualitas pelayanan.

4.2.2.1.1 Menghitung Koefisien Determinasi

Setelah koefisien jalur diperoleh, maka besar pengaruh Kepuasan Kerja (Y) terhadap Kualitas Pelayanan (Z) dapat ditentukan mangkuadratkan nilai koefisien jalur. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Tabel 4.7

Koefisien Determinasi Kepuasan Kerja terhadap Kualitas Pelayanan

Dari tabel outputdi atas, diketahui nilai R Square yang diperoleh adalah sebesar 0,221 atau 22,1% dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa Hubungan Atasan – Bawahan memberikan kontribusi pengaruh sebesar 22,1% terhadap Kepuasan Kerja Klinik Mutiara Cikutra.Sedangkan besarnya kontribusi pengaruh dari faktor lain yang tidak diteliti (epsilon) adalah sebesar (1-R2) 0,779 atau sebesar 77,9%.

Berdasarkan nilai-nilai yang sudah disebutkan, dapat dibentuk persamaan jalur untuk sub struktur pertama sebagai berikut :

X2 = 0,471 Y + 0,779

Jika digambarkan dengan diagram jalur, akan tampak sebagai berikut :

Gambar 4.5Diagram Jalur Variabel Y Terhadap Variabel Z

Keterangan :

Z = Kualitas Pelayanan

Y = Kepuasa Kerja

ε1 = Pengaruh faktor lain(epsilon)

4.2.3 PengujianHipotesisSub StrukturI

Setelah dilakukan analisis koefisien determinasi kemudian dilakukan pengujian hipotesis untuk menguji apakah terdapat pengaruh dari variabel X (Hubungan Atasan-Bawahan) terhadap variabel Y (Kepuasan Kerja) dengan menggunakan uji-t.

Model Summary

,471a ,221 ,194 4,58883

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

St d. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Kepuasan Kerja (Y)


(3)

H0 = PYX = 0

H1 = sekurang-kurangnya ada sebuah PYX ≠ 0, i = 1

Dengan melalui alat bantu software SPSS, maka diperoleh output sebgai berikut: Tabel 4.8

Koefisien Jalur Hubungan Atasan – Bawahan terhadap Kepuasan Kerja

Berdasarkan hasil output SPSS di atas, dapat diketahui bahwa nilai t hitung

sebesar 4,061, dengan α = 5%, derajat kebebasan db1 = 1, dan db2 = (30 - (1+1)) =

28, diperoleh t tabel = 2,048.

Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa t hitung > t tabel (4,061 > 2,048) sehingga sesuai dengan kriteria uji yaitu tolak H0, artinya variabel Hubungan

Atasan – Bawahan (X) berpengaruh signifikan terhadap variabel Kepuasan Kerja (Y).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel Hubungan Atasan – Bawahan (X) memberikan kontribusi pengaruh terhadap Kepuasan Kerja (Y) sebesar 37,1%. Sedangkan sisa 62,9% lainnya merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.

4.2.4 PengujianHipotesisSub StrukturII

Setelah dilakukan analisis koefisien determinasi kemudian dilakukan pengujian hipotesis untuk menguji apakah terdapat pengaruh dari variabel Y (Kepuasan Kerja) terhadap variabel Z (Kualitas Pelayanan) dengan menggunakan uji-t.

H0 = PZY = 0

H1 = sekurang-kurangnya ada sebuah PZY ≠ 0, i = 1

Dengan melalui alat bantu software SPSS, maka diperoleh output sebgai berikut: Tabel 4.9

Koefisien Korelasi Kepuasan Kerja terhadap Kualitas Pelayanan Coeffi ci entsa

9,535 4,493 2,122 ,043

,776 ,191 ,609 4,061 ,000

(Constant) Hubungan Atasan

– Bawahan (X)

Model 1

B St d. Error Unstandardized

Coef f icients

Beta St andardized Coef f icients

t Sig.

Dependent Variable: Kepuasan Kerja (Y) a.

Coeffici entsa

11,183 3,998 2,797 ,009

,402 ,143 ,471 2,821 ,009

(Constant)

Kepuasan Kerja (Y) Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coef f icients

Beta Standardized Coef f icients

t Sig.

Dependent Variable: Kualitas Pelay anan (Z) a.


(4)

Berdasarkan hasil output SPSS di atas, dapat diketahui bahwa nilai t hitung

sebesar 2,821, dengan α = 5%, derajat kebebasan db1 = 1, dan db2 = (30 - (1+1)) =

28, diperoleh t tabel = 2,048.

Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa t hitung > t tabel (2,821 > 2,048) sehingga, sesuai dengan kriteria uji yaitu tolak H0, artinya variabel Kepuasan

Kerja (Y) berpengaruh terhadap variabel Kualitas Pelayanan (Z).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel Kepuasan Kerja (Y) memberikan kontribusi pengaruh terhadap Kualitas Pelayanan (Z) sebesar 22,1%. Sedangkan sisa 77,9% lainnya merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.

4.2.5 DekomposisiStruktur: AnalisisHubungan Atasan – Bawahan (X) TerhadapKualitas Pelayanan (Z) MelaluiKepuasan Kerja (Y)

Berdasarkananalisis di padatiga sub struktur di atas,

makasecarakeseluruhandapatdigambarkan model hubungan yang

terjadisebagaiberikut:

Gambar 4.5Diagram Jalur Variabel X Terhadap Variabel Z Melalui Variabel Y

Dari gambar di atas dapat dijelaskan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung yang terjadi antar variabel sebagai berikut:

Tabel 4.10

Dekomposisi pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel bebas X terhadap variabel terikat Z melalui variabel antara Y

Pengaruh terhadap Z melalui Y t-hitung t-tabel Kesimpulan

ρZX = 0,609 × 0,221 = 0,2868 = 28,68% 4,061 2,048 dan 2,048 Ho Ditolak

2,821 2,048 dan 2,048 Ho Ditolak  Hubungan Atasan – Bawahan (X) berpengaruh signifikan terhadap

Kualitas Pelayanan (Z) melalui Kepuasan Kerja (Y) sebagaimana telah di sajikan pada tabel diatas, dimana t hitung (4,061 dan 2,821) lebih besar dari t tabel (2,048), dan total pengaruh sebesar 28,68%.

Berdasarkan hasil penjabaran di atas menunjukkan bahwa semua variabel bebas Hubungan Atasan – Bawahan (X) mempengaruhi Kualitas Pelayanan (Z) 5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa dan pengolahan data pada penelitian tentang “Analisis Hubungan Atasan – Bawahan Terhadap Kualitas Pelayanan melalui Kepuasan Kerja di Klinik Umum dan Bersalin Mutiara Cikutra Bandung”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :


(5)

1. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada hubungan atasan-bawahan termasuk dalam kategori baik tetapi masih ada yg kurang baik pada indikator loyalitas yaitu saya tidak mau bekerja melampaui apa yang terperinci dalam deskriptif tugas saya, dan indikator respek terhadap profesi yaitu atasan saya tidak mengerti tentang pekerjaan masing-masing karyawan. Sedangkan pada Kepuasan Kerja sudah termasuk dalam kategori baik tetapi masik ada yg kurang baik yaitu pada indikator rekan kerja yaitu hubungan antar karyawan kurang terjaga. Dan pada variabel kualitas pelayanan sudah termasuk dalam kategori baik tetapi masih ada yang kurang dari harapan yaitu karyawan kurang memperhatikan waktu dalam melakukan tindakan kepada pasien.

2. Berdasarkan perhitungan statistik pada analisis jalur hubungan atasan – bawahan terhadap kepuasan kerja dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh antara hubungan atasan – bawahan terhadap kepuasan kerja. 3. Berdasarkan perhitungan statistik pada analisis jalur kepuasan kerja terhadap

kualitas pelayanan dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan.

4. Berdasarkan perhitungan statistik pada analisis jalur hubungan atasan – bawahan terhadap kualitas pelayanan melalui variabel kepuasan kerja dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh antara hubungan atasan – bawahan (X) mempengaruhi kualitas pelayanan (Z) melalui kepuasan kerja (Y)

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat penulis maka selanjuutnya penulis memberikan saran-saran yang dapat berguna mengenai analisis hubungan atasan bawahan terhadap kepuasan kerja dan kualitas pelayanan di Klinik Mutiara Cikutra, diantaranya :

1. Loyalitas karyawan dalam membantu karyawan yang lain harus lebih di tingkatkan lagi agar kita dalam menyelesaikan pekerjaan lebih ringan, sedangkan respek pada profesi ataan harus lebih mengerti tentang masing-masing pekerjaan karyawannya. Hubungan kekeluargaan di klinik mutiara cikutra harus lebih di tingkatkan lagi agar hubungan kerja di klinik mutiara cikutra lebih nyaman. Sedangkan pada variabele kualitas pelayanan klinik harus mempertahankan kualitas yang telah diberikan kepada pasien sehingga kualitas pelayanan yang di berikan oleh karyawan klinik mutiara cikutra semakin meningkat lagi sehingga bisa menjadi kategori sangat baik seperti perawat/bidan harus memperhitungkan waktu dalam masalah tindakan kepada pasien sehingga pasien tidak menunggu terlalu lama. Dan karyawan harus memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan akurat.

2. Hubungan atasan – bawahan memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan klinik mutiara cikutra, hal ini membuktikan jika hubungan atasan yang kurang baik terhadap karyawannya maka kepuasan kerja di klinik pun akan menurun. Maka atasan klinik mutiara cikutra harus tetap menjaga komunikasi antar karyawan, dan atasan tidak boleh membeda-beda kan karyawan satu dengan yang lain.


(6)

3. Kepuasan kerja memberikan pengaruh terhadap kualitas pelayanan, agar kualitas pelayanan di klinik mutiara cikutra tetap baik maka pihak klinik mutiara cikutra harus memperhatikan kepuasan kerja masing-masing karyawannya.

4. Hubungan atasan-bawahan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan melalui kepuasan kerja, maka atasan klinik harus tetap memperhatikan karyawannya dan pihak manajemen harus memperhatikan karyawan yang lainnya mengenai kepuasan kerja agar karyawan klinik dapat memberikan pelayanan yang baik. Dan karyawan dapat bekerja dengan nyaman di klinik tersebut.