LAPORAN PENDAHULUAN FIX DM.docx (1)

1

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS

1.

Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein (Askandar, 2014).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2013).

2.

Etologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2013), penyebab dari diabetes melitus adalah:
a.


Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1.

Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.

1

2

2.

Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.

Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

3.

Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi
sel β pankreas.

b.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun

dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptorreseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah

3

tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,2014).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes
yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:


c.

1.

Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

2.

Obesitas

3.

Riwayat keluarga

4.

Kelompok etnik

Diabetes dengan Ulkus

1. Faktor endogen:
a. Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma

4

dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran
darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
b.

Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.

c. Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

1. Adanya hormone aterogenik
2. Merokok
3. Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
1. Kaki dingin
2. Nyeri nocturnal
3. Tidak terabanya denyut nadi
4. Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
5. Kulit mengkilap
6. Hilangnya rambut dari jari kaki
7. Penebalan kuku
8. Gangrene kecil atau luas.

5

2. Faktor eksogen
a. Trauma
b.
3.


Infeksi

Manifestasi Klinis
a.

Diabetes Tipe I
1.

hiperglikemia berpuasa

2.

glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

3.

keletihan dan kelemahan

4.


ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

b.

Diabetes Tipe II
1.

lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

2.

gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur

3.

komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)


4.

Patofisiologi (Pathway)
Menurut Smeltzer dan Bare (2014), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
a.

Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan).

6

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan

dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual,
muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
b.

Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,

yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan

7

tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka
yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi
didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection.
Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2014).

8

Pathway

9

5.

Pemeriksaan Fisik
Anamnese
a.

Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.

b.

Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan
utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.

c.

Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi
tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

d.

Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

10

e.

Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

f.

Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.

g.

Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor
keturunan atau genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien.
Pada kasus diabetes militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa
beberapa orang bisa menjadi pembawa bakat (berupa gen).

h.

Pola kegiatan sehari-hari
1.

Pola persepsi management kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang
dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating
kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan dating
kerumah sakit. Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi
management kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan

11

perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar
dan mudah dimengerti pasien.
2.

Pola nutrisi dan metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi
rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan,
makanan pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang
dikaji sebelum dan sesudah masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi
insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah
tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.

3.

Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume,
adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya
hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien

sering

kencing

(poliuri)

dan

pengeluaran

glukosa

pada

urine (glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4.

Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan
dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri,
nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan

12

mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan
waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5.

Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan
fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot –
otot

pada

tungkai

bawah

menyebabkan

penderita

tidak

mampu

melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
6.

Pola kognitif perceptual
Menggambarkan pola kemampuan klien untuk proses berpikir, pola
penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan persepsi sensasi
nyeri serta kemampuan berkomunikasi dan mengerti akan penyakitnya.
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.

7.

Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang
dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan
struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya

perawatan

dan pengobatan

menyebabkan

pasien

kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).

mengalami

13

8.

Pola hubungan dan peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta
hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM
akan menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.

9.

Pola seksual dan reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada
sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami
dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang
dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak

14

menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadah penderita.
Pemeriksaan fisik
1.

Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.

2.

Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.

3.

Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

4.

Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.

5.

Sistem kardiovaskuler
Perfusi

jaringan

menurun,

nadi

perifer

lemah

atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

15

6.

Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

7.

Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.

8.

Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

9.

Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.

6.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi

b.

Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup
memakai GOD.

c.

Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3hidroksibutirat tidak terdeteksi

16

d.

Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (islet
cellantibody)

7.

Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
a. Medis
1.

Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
b.

Mekanisme kerja sulfanilurea
1. kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2. kerja OAD tingkat reseptor

2.

Mekanisme kerja Biguanida
a.

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

b.

Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
1 Menghambat absorpsi karbohidrat
2 Menghambat glukoneogenesis di hati
3 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
4 Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
5 Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

17

3.

Insulin
a. Indikasi penggunaan insulin
1.

DM tipe I

2.

DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

3.

DM kehamilan

4.

DM dan gangguan faal hati yang berat

5.

DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

6.

b.

b.

DM dan TBC paru akut

7.

DM dan koma lain pada DM

8.

DM operasi

Insulin diperlukan pada keadaan :
1.

Penurunan berat badan yang cepat.

2.

Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3.

Ketoasidosis diabetik.

4.

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

Keperawatan
1.

Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan
semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah
kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

18

Prinsip diet DM, adalah:
a.

Jumlah sesuai kebutuhan

b.

Jadwal diet ketat

c.

Jenis: boleh dimakan/tidak

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1. Diit DM I

:

1100 kalori

2. Diit DM II

:

1300 kalori

3. Diit DM III

:

1500 kalori

4. Diit DM IV :

1700 kalori

5. Diit DM V :

1900 kalori

6. Diit DM VI :

2100 kalori

7. Diit DM VII :

2300 kalori

8. Diit DM VIII:

2500 kalori

a.

Diit I s/d III

b.

Diit IV s/d V

: diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
: diberikan kepada penderita dengan berat badan

normal
c.

Diit VI s/d VIII

: diberikan kepada penderita kurus. Diabetes

remaja, atau diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung

19

Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:
BB (Kg)
BBR =

------------------X 100 %
TB (cm) – 100

1.

Kurus (underweight) :

BBR < 90 %

2.

Normal (ideal)

BBR 90 – 110 %

3.

Gemuk (overweight) :

BBR > 110 %

4.

Obesitas, apabila

BBR > 120 %

:

:

a.

Obesitas ringan :

BBR 120 – 130 %

b.

Obesitas sedang :

BBR 130 – 140 %

c.

Obesitas berat

:

BBR 140 – 200 %

d.

Morbid

:

BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1.

kurus

: BB X 40 – 60 kalori sehari

2.

Normal

: BB X 30 kalori sehari

3.

Gemuk

: BB X 20 kalori sehari

4.

Obesitas

: BB X 10-15 kalori sehari

20

2.

Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

3.

Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

4.

Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

5.

Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

21

8.

Analisa Data
No
Data
.
1.

DS:
- Pasien

mengatakan

nyeri

pada bagian yang mengalami
diabetes mellitus semenjak 2
bulan terakhir.

Etiologi

Masalah

Agen Injuri Fisik

Nyeri Fisik

(bagian yang
megalami diabetes
mellitus)

P: Pasien mengatakan nyeri
pada bagian yang mengalami
diabetes mellitus semenjak 2
bulan terakhir.
Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R:

bagian

yang

mengalami

diabetes mellitus
S: Nyeri sedang 5 dari (1-10)
T: Nyeri hilan timbul ±5 menit
sekali
DO:
- Pasien tampak meringis.
- Pasien tampak memegangi
daerah yang nyeri.
- Perubahan Tekanan darah
2.

- Terfokus pada diri sendiri
DS:
- Pasien mengatakan kurang
nafsu makan.

Ketidakmampuan

Ketidakseimbangan

tubuh mengabsorbsi

nutrisi kurang dari

zat-zat gizi

kebutuhan tubuh

22

DO:
- Pasien tampak lemas
- Pasien kurang nafsu makan
- Aktivitas pasien menetap
3.

- BB diatas ideal
DS:
- Pasien mengatakan kerusakan
pada

bagian

kulit

yang

Perubahan sirkulasi,

Kerusakan Integritas

imobilitas dan

Kulit

penurunan

mengalami diabetes mellitus.

sensabilitas

DO:

(neuropati)

- Tampak ada kerusakan pada
4.

lapisan kulit pasien
DS:

Gangguan rasa

Kerusakan Mobilitas

- Pasien mengatakan sulit untuk

nyaman nyeri,

Fisik

bergerak atau berjalan

Intoleransi Aktifitas,

DO:

Penurunan Kekuatan

- Pasien tampak lemah
- Jika bergerak pasien tampak
tremor
- Keterbatasan melakukan ROM

- Skala otot

Otot

23

5.

3

5

3

5

DS:
- Pasien mengatakan jarang dan
sulit bisa melakukan aktivitas
seperti mandi dan pergi ke WC
secara mandiri.
DO:
- Pasien tampak lemah
- Badan pasien tampak kering
- Pasien tampak tidak mampu
untuk menelan makanan
- Pasien tampak tidak mampu
pergi ke kamar mandi atau ke
toilet

9.

Diagnosa Keperawatan

Kelemahan

Defisit Perawatan
Diri

24

1.

Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injuri Fisik (Bagian yang mengalami
DM)

2.

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan Ketidakmampuan Tubuh Mengabsorbsi Zat-Zat Gizi

3.

Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Perubahan Sirkulasi,
Imobilitas dan Penurunan Sensabilitas (neuropati)

4.

Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri, Intoleransi Aktivitas, Penurunan Kekuatan Otot

5.

9.

Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Kelemahan.

Nursing Care Planning (NCP)

25

No

Diagnosa
NOC

.
1.

NIC

Keperawatan
Nyeri akut b/d agen Setelah diberikan tindakan PAIN MANAGEMENT
injuri fisik (Bagian keperawatan selama 3 x 24
yang
DM)

mengalami jam,

diharapkan

nyeri

1.

Lakukan pegkajian

berkurang dengan

nyeri

secara

Kriteria hasil:

komprehensif
termasuk

Indikator

IR

ER

karakteristik, durasi,

1. Melaporkan

frekuensi,

adanya nyeri
2.
Frekuensi
Nyeri
3. Pernyataan

nyeri

kualitas

dan

ontro

presipitasi.
2.

Nyeri
4. Perubahan
tekanan darah
5.
Ekspresi

lokasi,

Observasi

reaksi

nonverbal

dari

ketidaknyamanan.
3.

Gunakan

teknik

komunikasi

pada

terapeutik

wajah
Keterangan:

untuk

mengetahui

1. Kuat

pengalaman

2. Berat

klien sebelumnya.
Kontrol

ontro

4. Ringan

lingkungan

yang

5. Tidak ada

mempengaruhi

3. Sedang

4.

nyeri

nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
5.

Kurangi

ontro

26

presipitasi nyeri.
6.

Pilih dan lakukan
penanganan

nyeri

(farmakologis/non
farmakologis)..
7.

Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi
nyeri..

8.

Berikan
untuk

analgetik
mengurangi

nyeri.
9.

Evaluasi

tindakan

pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter

bila

komplain

ada

tentang

pemberian analgetik
tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan
klien

tentang

manajemen nyeri.
Administrasi
analgetik :.
1.

Cek
pemberian

program

27

analogetik;

jenis,

dosis, dan frekuensi.
2.

Cek riwayat alergi..

3.

Tentukan analgetik
pilihan,

rute

pemberian dan dosis
optimal.
4.

Monitor

TTV

sebelum

dan

sesudah pemberian
analgetik.
5.

Berikan
tepat

analgetik
waktu

terutama saat nyeri
muncul.
6.

Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala

2.

Ketidakseimbanga
Dari
Tubuh

1.

Kebutuhan jam, diharapkan nutrisi dapat
b.d terpenuhi dengan

Ketidakmampuan
Tubuh
Mengabsorbsi ZatZat Gizi

samping.
Manajemen Nutrisi

Setelah diberikan tindakan

n Nutrisi Kurang keperawatan selama 3 x 24

1. Intake zat
gizi
2.
makanan

Intake
dan

kaji

pola

makan

klien
2.

Kriteria hasil:
Indikator

efek

Kaji adanya alergi
makanan.

IR

ER

3.

Kaji makanan yang
disukai oleh klien.

4.

Kolaborasi dg ahli
gizi

untuk

penyediaan

nutrisi

28

cairan
3. Energi
4. Masa tubuh
5. Berat badan
Keterangan:

terpilih

sesuai

dengan

kebutuhan

klien.
5.

Anjurkan

klien

1. Keluhan ekstrim

untuk meningkatkan

2. Keluhan berat

asupan nutrisinya.

3. Keluhan sedang

6.

Yakinkan diet yang

4. Keluhan ringan

dikonsumsi

5. Tidak ada keluhan

mengandung cukup
serat

untuk

mencegah
konstipasi.
7.

Berikan

informasi

tentang

kebutuhan

nutrisi

dan

pentingnya

bagi

tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1.

Monitor BB setiap
hari

jika

memungkinkan.
2.

Monitor
klien

respon
terhadap

situasi

yang

mengharuskan klien
makan.
3.

Monitor lingkungan
selama makan.

29

4.

Jadwalkan
pengobatan

dan

tindakan

tidak

bersamaan

dengan

waktu klien makan.
5.

Monitor

adanya

mual muntah.
6.

Monitor

adanya

gangguan

dalam

proses
mastikasi/input
makanan

misalnya

perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor

intake

nutrisi

dan kalori.
3.

Kerusakan

Setelah diberikan tindakan

Integritas Kulit b.d keperawatan selama 3 x 24
Perubahan

jam,

Sirkulasi,

klien utuh dengan

Imobilitas
Penurunan
Sensabilitas
(neuropati)

diharapkan

Wound care
1.

Integritas

1.Temperature
jaringan sesuai

ukuran

sesuai

yang

dan

kedalaman
IR

dan

ER

luka,

klasifikasi

pengaruh ulcers
2.

Catat

karakteristik

cairan secret yang

yang
diharapkan
2.
Sensasi

karakteristik

luka:tentukan

dan Kriteria hasil:
Indikator

Catat

keluar
3.

Bersihkan

dengan

cairan anti bakteri

30

diharapkan
3.
Elastisitas

4.

sesuai

5.

yang

diharapkan
4.
Hidrasi
sesuai

yang

diharapkan
5. Pigmentasi
sesuai

NaCl 0,9%

6.

Lakukan

tampon

yang sesuai
7.

Dressing
kasa

dengan

steril

sesuai

kebutuhan
8.

1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat

Lakukan nekrotomi
K/P

yang

diharapkan
Keterangan:

Bilas dengan cairan

Lakukan
pembalutan

9.

Pertahankan tehnik

3. Keluhan sedang

dressing

4. Keluhan ringan

ketika

5. Tidak ada keluhan

perawatan luka

steril
melakukan

10. Amati

setiap

perubahan

pada

balutan
11. Bandingkan

dan

catat setiap adanya
perubahan

pada

luka
12. Berikan

posisi

terhindar

dari

tekanan
4.

Kerusakan

Setelah diberikan tindakan

Terapi

Mobilitas Fisik b.d keperawatan selama 3 x 24
Gangguan

Rasa jam, diharapkan Mobilitas

Exercise

Pergerakan sendi
1.

Pastikan

:

31

Nyaman

Nyeri, fisik dalam rentang normal

Intoleransi

dengan

Aktivitas,

Kriteria hasil:

Penurunan
Kekuatan Otot

Indikator

keterbatasan

gerak

sendi yang dialami
2.
IR ER

1.Keseimbangan
tubuh
2. Posisi tubuh
3. Gerakan otot
4. Kemampuan
berpindah
5. Ambulasi
Keterangan:
1. Tidak mandiri

Kolaborasi dengan
fisioterapi

3.

Pastikan

motivasi

klien

untuk

mempertahankan
pergerakan sendi
4.

Pastikan klien untuk
mempertahankan
pergerakan sendi

5.

Pastikan klien bebas

2. Dibantu orang dan alat

dari nyeri sebelum

3. Dibantu orang

diberikan latihan

4. Dibantu alat

6.

5. Mandiri penuh

Anjurkan

ROM

Exercise

aktif:

jadual; keteraturan,
Latih ROM pasif.
Exercise promotion
1.

Bantu

identifikasi

program

latihan

yang sesuai
2.

Diskusikan

dan

instruksikan

pada

klien

mengenai

latihan yang tepat
Exercise
ambulasi

terapi

32

1.

Anjurkan dan Bantu
klien

duduk

di

tempat tidur sesuai
toleransi
2.

Atur posisi setiap 2
jam

atau

sesuai

toleransi
3.

Fasilitasi
penggunaan

alat

Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene,
dressing,

feeding

and toileting.
1.

Dorong

keluarga

untuk berpartisipasi
untuk

kegiatan

mandi

dan

kebersihan

diri,

berpakaian, makan
dan toileting klien
2.

Berikan

bantuan

kebutuhan sehari –
hari sampai klien
dapat

merawat

secara mandiri
3.

Monitor kebersihan

33

kuku,

kulit,

berpakaian , dietnya
dan

pola

eliminasinya.
4.

Monitor
kemampuan
perawatan diri klien
dalam

memenuhi

kebutuhan

sehari-

hari
5.

Dorong

klien

melakukan aktivitas
normal

keseharian

sesuai kemampuan
6.
5.

Defisit

Diri b.d Kelemahan keperawatan selama 3 x 24
melakukan

perawatan

aktivitas

sesuai usia
Bantuan perawatan

Perawatan Setelah diberikan tindakan
jam, diharapkan Klien dapat

Promosi

diri
1.

diri

Monitor
kemampuan pasien

dengan

terhadap perawatan

Kriteria hasil:

diri

Indikator

IR

ER

2.

akan

1.Berpakaian
2. Toileting
3. Mandi
4. Kebersihan
diri
5. Ambulasi

Monitor kebutuhan
personal

hygiene,
berpakaian, toileting
dan makan
3.

Beri bantuan sampai
klien

mempunyai

34

Keterangan:

kemapuan

1. Tidak mandiri

merawat diri

2. Dibantu orang dan alat

4.

untuk

Bantu klien dalam

3. Dibantu orang

memenuhi

4. Dibantu alat

kebutuhannya.

5. Mandiri penuh

5.

Anjurkan
untuk

klien
melakukan

aktivitas sehari-hari
sesuai
kemampuannya
6.

Pertahankan
aktivitas perawatan
diri secara rutin

7.

Evaluasi
kemampuan
dalam

klien

memenuhi

kebutuhan

sehari-

hari.
Berikan
atas

reinforcement
usaha

dilakukan
melakukan

yang
dalam
perawatan

diri sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,
Penerbit RGC, Jakarta.

35

Johnson, M.,et all, 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2012, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2014. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2013). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]
cited 12 Februari 2012], avaible from URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/
2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/
askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2015. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Armstrong, D & Lawrence, A . (2015). Diabetic Foot Ulcers,Prevention,Diagnosis
and Classification. Jakarta: EGC.
Bilous, R. W. (2016). Bimbingan Dokter pada Diabetes. Jakarta: Dian Rakyat.
Evelyn C. Pearce (2013). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia
Grace, P. A & Borley, N.R. (2016). At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta:
Gramedia.
Handaya, A. Y. (2013). Ulkus Kaki Diabetes.

36

Hinchliff, S. (2010). Kamus keperawatan. Jakarta: EGC.
Johnson, J. Y. [et al]. (2015). Prosedur Perawatan di Rumah Pedoman untuk
Perawat.
Jakarta: EGC.
Mayfield, J. A. [et al]. (2014). Preventive Foot Care in People with Diabetes. Jakarta:
EGC
Pendsey, S. [et al]. (2014). Diabetic Foot: A Clinical Atlas. New Delhi: Jaypee
BrothersMedical Publisher (P) Ltd.
Rendy, M. C & Margareth, T.H. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah &
Penyakit Dalam. Jogyakarta: Nuha Medika.
Sudoyo, A. W. [et al]. (2013). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta:Interna Publishing.
Suriadi. (2014). Perawatan Luka. Jakarta: Sagung Seto.
Sustrani, L. [et al]. (2016). Diabetes. Jakarta: Gramedia.