TUGAS ARTIKEL BAHASA INDONESIA. docx

TUGAS ARTIKEL BAHASA INDONESIA
“Mengenal Lebih Dekat Perbankan Syariah”

Nama

: Aprillia Dwi Putri

Kelas

: 2A

Fakultas/Prodi

: FAI/Perbankan Syariah

Dosen Pembimbing : Drs. Walija

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka
Jalan Limau II Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Tlp.(021) 7234356 fax.(021)
7202291
2013/2014


1

Mengenal Lebih Dekat Perbankan Syariah
Di zaman yang sudah serba maju ini, kita sebagai makhluk ciptaan Allah Swt wajib
mencari ilmu sebanyak-banyaknya di dunia dan memanfaatkannya sesuai dengan syariat
Islam atau yang sesuai dengan ajaran Allah Swt dengan tidak mencampurinya dengan halhal yang berbau maksiat sedikitpun.
Hal yang harus kita pelajari adalah masalah ekonomi yaitu dalam bidang perbankan.
Karena kita hidup di dunia pasti berurusan dengan yang namanya ekonomi, keuangan, dan
perbankan. Di era yang serba modern ini perbankan adalah salah satu hal yang paling
sering di jumpai di masyarakat Indonesia maupun di dunia.
Di negara Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam (muslim) ini perbankan
adalah masalah yang akan membawa kita kepada kemaksiatan. Karena sedikit saja kita
tidak mengetahui hal-hal yang menyangkut perbankan kita akan mendapatkan masalah
yang melanggar perintah Allah Swt.
Kini masyarakat muslim di seluruh dunia tidak perlu khawatir dengan masalah
muamalah atau perbankan yang ada, karena kini sudah banyak bank-bank Islam yaitu
perbankan syariah yang hadir di dunia termasuk Indonesia. Untuk lebih memahami sejarah
masuknya perbankan syariah saya akan menjelaskan bagaimana perbankan bisa hadir di
Indonesia sampai saat ini.

Perbankan merupakan salah satu Lembaga Keuangan yang memiliki pengaruh besar
dalam roda perekonomian masyarakat. Bank adalah sebuah lembaga bagi masyarakat
untuk menyimpan uang dan juga dapat menjadi tempat peminjaman uang di saat
masyarakat yang membutuhkan. Seiring dengan berjalannya waktu, bank telah menjadi
sebuah kebutuhan hidup bagi manusia.
Bank yang diharapakan bisa menjadi solusi bagi masalah perekonomian masyarakat
ternyata memiliki sisi negatif. Sisi negatif tersebut berupa sistem riba yang berbentuk dan
dikenal sebagai “bunga”. Sistem bunga atau riba ini terdapat pada perbankan konvensional
atau yang secara ekstrem bisa disebut Bank dengan Sistem Kapitalis. Dengan kata lain,
riba telah menzalimi nasabah.
2

Sistem bunga atau Riba juga menyebabkan kerusakan dalam perekonomian suatu
negara. World Bank mencatat, hutang negara-negara berkembang pada tahun 1982
mencapai 715 milyar dolar dan beban bunga yang harus dibayarkan sebesar 66 milyar
dolar (World Bank, 1984). Kondisi ini mengalami puncaknya ketika pada tahun 1997
terjadi krisis ekonomi cukup parah yang melanda beberapa negara termasuk Indonesia.1
Islam sebagai agama yang sempurna memberikan solusi atas permasalahanpermasalahan yang timbul akibat penggunaan sistem bunga dalam perbankan. Dalam Fiqh
muamalah, permasalahan di atas dapat dicegah dan diatasi dengan adanya bank-bank
berbasis sistem ekonomi Islam atau dikenal dengan ekonomi syariah yang tidak mengenal

sistem bunga atau riba. Sebuah sistem yang berorientasi pada dunia dan akhirat.
Perbankan syariah pertama kali mulai terwujud di Mesir pada dekade 1960-an dan
beroperasi sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia)
di sepanjang delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr Bank ini hanya
berpoperasi di pedesaan Mesir dengan skala yang kecil, namun institusi tersebut mampu
menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem financial dan ekonomi
Islam.2
Permodalan Mit Ghamr Bank dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi, bank pedesaan
beroperasi tanpa bunga dan sejalan dengan prinsip-prinsip syariah ini sangat populer dan
tumbuh dengan baik pada mulanya. Empat tahun kemudian Mit Ghamr Bank dapat
membuka sembilan cabang dengan nasabah sekitar satu juta orang. Namun pada tahun
1967 karena persoalan politik bank ini ditutup. Pada pertengahan tahun 1967 bank ini di
ambil alih oleh National Bank of Egypt dan Central Bank of Egypt, sehungga beroperasi
atas dasar bunga. Pada tahun 1972, sistem bank tanpa riba diperkenalkan lagi dengan
berdirinya Nasser Social Bank di Mesir yang berdiri lebih dasar sosial daripada
komersial.3

1 Dudley g. Luckett, Uang dan Bank, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1980, hlm 175
2 Nurul Ichsan, Pengantar Perbankan Syariah, Jakarta, Kalam Mulia, 2013, hlm 88
3 M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Solo, PT Era Adicitra Intermedia, 2011, hlm 299-300


3

Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul dalam
konferensi Negara-negara Islam sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia tanggal 21-27 April
1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal
yaitu.4
1. Tiap keuntungan haruslah tunduk terhadap hokum untung dan rugi, jika tidak ia
termasuk riba da riba itu sedikit atau ganyak hukumnya haram.
2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariah yang bersih dari system riba dalam
waktu secepat mungkin.
3. Sementara menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang meenerapkan bunga
di perbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.
Secara Internasional, perkembangan perbankan Islam pertama kali di prakarsai oleh
Mesir. Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara Organisasi Konferensi Islam
(OKI) di Karachi, Pakistan bulan Desember 1970, Mesir mengajukan proposal berupa
studi Pembangunan (Internasional Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal
pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Banks).5
Sementara di Indonesia gagasan pendirian bank syariah telah muncul sejak
pertengahan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional Hubungan

Indonesia-Timur Tengah dan pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar
internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan
(LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun ada beberapa alasan yang menghambat
terealisasinya ide ini.6
1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur oleh
perundangan-undangan dan karena itu tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan
yang berlaku yakni UU No. 14 tahun 1967.

4 Ibid, hlm 300
5 Nurul Ichsan, Loc. Cit
6 M. Nur Rianto Al-Arif, Op. Cit, hlm 302

4

2. Konsep bank syariah dari segi politisi berkonotasi ideologis karena bagian dari atau
berkaitan dengan konsep Negara Islam dan karena itu tidak dikehendaki oleh
pemerintah.
3. Masih dipertanyaka siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam
itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih di cegah, antara lain
pembatasan bank asing ingin membuka kantornya di Indonesia.

Pada tahunm 1992, berdirilah Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama
di Indonesia yang merupakan hasil kerja tim perbankan MUI. Akte pendirian PT Bank
Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991, saat penandatanganan
akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp84 miliar. Pada
tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor, dapat
dipenuhi dwengan total komitmen modal di setor awal sebesar Rp106.126.382. dana
tersebut berasal dari presiden dan wakil presiden, sepuluh menteri cabinet pembangunan
V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais,
Phurna Bhakti Pertiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah
Pembangunan ditetapkan sebagai Yayasan Penopang bank syariah.7
Fondasi perekonomian Indonesia yang rapuh, akhirnya menuai hasil dengan
melandanya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Namun di balik krisis ini aa
berkah tersendiri bagi kelahiran lembaga keuangan syariah dalam system perkembangan
keuangan di Indonesia. Fakta membuktikan ketika banyak bank konvesional mengalami
negative spread, ternyata Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di
Indonesia mampu melewati krisis ekonomi dengan baik. Bukti ini memberikan
kepercayaam bahwa bank syariah harus diakomodir secara lebih baik dalam system
perbankan di Indonesia.8
Kepercayaan kepada bank syariah pascakrisis ekonomi tahun 1997, melahirkan UU
No. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan secara

tegas, bahwa Indonesia menganut dual banking system dalam system perbankan nasional
dengan diakui kehadirannya bank dengan prinsip syariah untuk beroperasi sebagai Bank
Umum Syariah maupun Unit Usaha Syariah Konvensional. Pasca lahirnya UU No. 10
7 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta, Kencana, 2010, hlm 31
8 M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Solo, PT Era Adicitra Intermedia, 2011, hlm 303

5

tahun 1998 tentang Perbankan yang memperkenankan Indonesia untuk menganut dual
banking system, perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin pesat. Hal ini
terlihat dari banyaknya bank konvensional yang membuka unit usaha syariah maupun
lahirnya bank umum syariah selain Bank Muamalat Indonesia.9
Meskipun dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang sudah
mengakomodir kehadiran perbankan syariah dalam system dual banking system di
Indonesia, namun bagi kalangan perbankan syariah undang-undang tersebut masih belum
mampu mengakomodir seluruh kebutuhan dari perbankan syariah. Kalangan perbankan
syariah menginginkan lahirnya suatu undang-undang khusus yang mengatur secara
terpisah mengenai bank syariah. Hal ini dibutuhkan agar akselerasi perbankan syariah
dapat semakin memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia.10
Tanggal 16 Juli 2008, telah di sahkan UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah. Dengan disahkannya undang-undang ini memberikan landasan hukum industri
perbankan syariah nasional dan diharapkan mampu mendorong perkembangan industri
perbankan syariah menjadi lebih baik. Karena target pencapaian market share perbankan
nasional 5% belum mampu tercapai pada tahun 2009. Salah satu hal krusial dalam
undang-undang ini yang mampu mengakselerasi perkembangan perbankan syariah di
Indonesia adalah terkait pemisahan (spin-off) unit usaha syariah baik secara sukarela
maupun wajib apabila aset unit usaha syariah telah mencapai 50% aset bank induknya.11

9 Ibid, hlm 304
10 Nur Rianto Al-Arif, Op. Cit, hlm 305
11 Nur Rianto Al-Arif, Loc. Cit

6