Trade-off Antara Kesinambungan Keuangan dan Jangkauan Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Perdesaan Jawa Barat

  M ulyaningsih, Yani. et . al. Kajian Ekonomi Keuangan Vol 20 No.1 (April 2006) KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN http://fiskal.depkeu.go.id/ejournal

  Trade-off Ant ara Kesinambungan Keuangan dan Jangkauan

Lembaga Keuangan M ikro Syariah di Perdesaan Jaw a Barat

  Trade-off Bet w een Financial Sust ainabilit y and Out reach of Islamic M icrofinance in Rural West Java  α β β α

  Yani M ulyaningsih , Nunung Nuryantono , Rina Oktaviani dan Carunia M . Firdausy

  • * Email: yanis7469@yahoo.com Abstr act α Pusat Penelit ian Ekonomi-

  Many microfinance institutions (MFIs) focus thei r servi ces to the poor Lembaga Ilm u Penget ahuan household. It is hoped that Islamic microfinance institutions (Islamic MFIs) Indonesia, Jakart a, Indonesia do the same. Doing financial servi ces for the poor ar e very costly activities. 12710 As a result, focusing on out r each may, at least potentially, conflict w ith t he β Depart em en Ilmu Ekonomi, financial sustainability of MFIs. This paper analyzes t he sustainabi lity and Fakult as Ekonomi dan outreach of Islamic MFIs to show t he tr ade off. The anlaysis uses the M anajemen-IPB. Gedung FEM , stochastic frontier approach (SFA) to analyze efficiency as proxy for the Level 3, Kampus Darmaga financial sustainability and the Consultative Group to Assist the Poorest (CGAP) Model to analyze Islamic MFIs Out reach. Estimation resul ts using SFA show t hat all of Islamic MFI w er e efficient. Analysis using CGAP method show s t hat Islamic MFIs focused more on the

  Riwayat art ikel: Dit erima 17 Februari 2017 relatively prosperous household. It show s that outr each of Islamic MFIs Direvisi 7 M aret 2017 shifted to a relatively prosperous household w hen they have to be efficient Diset ujui 17 M aret 2017 for fiscal sustainability (t he rade-off phenomenon). Addressi ng the existence of the t rade-off betw een fiscal sustainability and out reach for

  poor household needs synergy bet w een Islamic MFIs w ith Government , lembaga keuangan mikro syariah; Kat a kunci: jangkauan layanan;

and w ith other social institutions.

approach; t rade-off met ode cgap; st ochast ic front ier Abstr ak Sebagai mana lembaga keuangan mikro konvensional, Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), di harapkan dapat memfokuskan layanannya Klasifikasi JEL: C580, C430, G210 kepada r umah t angga miskin. Layanan bagi rumah t angga miskin menyebabkan biaya operasi lembaga yang tinggi, sehingga ber potensi menimbulkan konflik dengan keberlanjutan keuangan. Tulisan ini menganalisis keberlanjutan dan jangkauan layanan LKMS untuk menunjukkan ada t r ade-off antara keduanya. Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini adalah st ochast ic fr ont ier appr oach (SFA) untuk menganalisis keberlanjutan dan model Consult at ive Gr oup t o Assist t he Poor est (CGAP) untuk menganalisis jangkauan layanan LKMS. Hasil estimasi dengan SFA menunjukkan seluruh LKMS efisien. Model CGAP menunjukkan bahw a jangkauan layanananya lebih difokuskan kepada rumah tangga t ani yang relatif sejaht er a. Hal tersebut menunjukkan bahw a ketika LKMS dit untut untuk efisien supaya ber kelanjutan maka jangkauan layanannya beralih kepada r umaht angga tani yang relatif sejahter a (fenomena t r ade-off). Untuk mengat asi t r ade-off ant ara keberlanjutan dan jangkauan layanan bagi rumah tangga miskin di perlukan sinerji antar a . LKMS dengan pemerintah dan lembaga-lembaga sosial lainnya

  44 M ulyaningsih, Yani. et .al.

  1. PENDAHULUAN

  Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih relatif tinggi, dimana pada tahun 2013 sebesar 28.066.560 jiwa masih menggantungkan hidupnya kepada sektor pertanian (Badan Pusat Statist ik [BPS], 2014). Menurut data BPS dan Kementerian Sosial (2012), sebanyak 56,11% rumah tangga miskin di perdesaan adalah rumah tangga tani.

  Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup rumah tangga miskin adalah akses terhadap layanan keuangan. Namun, bagi perbankan menyediakan kredit bagi rumah tangga miskin di perdesaan dalam banyak kasus merupakan aktivitas yang tinggi biayanya sehingga perbankan kurang tertarik melayani segmen masyarakat ini (Lensink dan Meest ers, 2011). Hal yang sama terjadi di Indonesia, kelompok berpenghasilan rendah, pengusaha kecil dan mikro serta tinggal di perdesaan tidak terlayani oleh bank umum (Siregar, 2009). Dengan sulitnya memperoleh layanan kredit maka masyarakat miskin t erperangkap dalam lingkaran kemiskinan. Mereka miskin karena rendahnya tingkat pendapatan, yang pada gilirannya menghambat invest asi dikarenakan rendahnya tingkat tabungan karena rendahnya pendapatan. Kredit perbankan memberikan peluang bagi masyarakat miskin untuk melakukan invest asi dalam upaya memecahkan lingkaran kemiskinan

  et al.

  tersebut (Hulme 1996).

  Untuk menjembatani masyarakat t erutama masyarakat miskin yang tidak memiliki akses terhadap perbankan, di negara berkembang banyak didirikan lembaga keuangan mikro (LKM). Secara spesifik dinyatakan oleh beberapa pakar bahwa LKM adalah penyedia layanan keuangan utama bagi

  ,

  rumah tangga miskin dan usaha mikro ( Morduch, 1998; Miyashita, 2000; Godquin, 2004; Aubert et al 2009; Todaro dan Smith, 2009; Mersland & Strom, 2010; Islam & Maitra 2011; Montgomery & W eiss,

  ,

  2011; El-Komi & Croson, 2012; Hundak, 2012; Ali et al 2013). Di Indonesia, di antara banyak lembaga keuangan mikro (LKM) yang berdiri, salah satunya adalah lembaga keuangan mikro syariah atau dikenal dengan LKMS.

  Peran lembaga keuangan mikro syariah ini masih relatif baru dalam layanan keuangan mikro di Indonesia. Berdiri di Indonesia sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 1997, LKMS relatif berkembang dan t elah banyak beroperasi di wilayah perdesaan dan terpecil yang tidak dijangkau oleh perbankan (Buchori, 2012). Namun demikian, menurut Pemetaan Pot ensi dan Profil LKMS di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kerjasama BI dan Perguruan Tinggi (UNPAD, UNDIP & UNAIR, 2011) dalam Buchori (2012), nilai pembiayaan yang diberikan masih relatif kecil, kurang dari Rp 500.000 sampai lebih dari Rp 2.500.000. Hal ini mengindikasikan bahwa jangkauan layanan LMKS terutama ditujukan kepada usaha mikro/rumah tangga tani miskin. Dilihat dari sisi sumber pendanaan, sebagian besar sumber permodalan LKMS berasal dari mobilisasi dana nasabah/masyarakat, yaitu kurang lebih sebesar 66,75%, sementara dana yang berasal dari pemerintah hanya 2%. Hal ini berbeda dengan lembaga keuangan mikro generasi pertama, dimana sebagian besar dana untuk pembiayaan/kredit berasal dari lembaga donor atau pemerintah.

  Buchori (2012) menyebutkan bahwa sebanyak 56,16% LKMS t ersebut mengalami masalah dengan permodalannya. Ket erbatasan dana yang dimiliki LKMS akan membatasi layanan keuangan kepada masyarakat, sehingga LKMS akan lebih selektif dalam pemberian layanannya, dan berakibat pada kegagalan mencapai misi sosial yang diemban oleh LKMS. Sepert i pada umumnya LKM, LKMS

  service outreach

  pun mempunyai misi sosial yang t ercermin dari jangkauan layananannya ( ) bagi rumah tangga miskin. Pendekatan tradisional dari LKM memfokuskan kepada penyediaan kredit untuk masyarakat miskin yang tidak mempunyai akses ke bank komersial, dalam upaya pengurangan kemiskinan dengan membuat bisnis yang menghasilkan pendapat an ( Mersland & Strom, 2010).

  Di sisi lain, karakt erist ik dari lingkungan keuangan mikro ditandai dengan biaya operasi lembaga yang tinggi. Hal ini membawa konsekuensi pada ketidakmampuan dengan mudah untuk memperoleh keuntungan dan jikalau keuntungan diperoleh, maka marjinnya relatif rendah dibandingkan dengan institusi keuangan formal pada segmen yang sama (Adongo dan Stork, 2005).

  Kajian Ekonomi & Keuangan Vol 20 No.1 (April 2016) -

  45 Hermes et al. (2011) mengemukakan penyediaan kredit unt uk masyarakat miskin pada banyak kasus

  adalah aktivitas yang sangat tinggi biayanya. Pinjaman dengan nilai yang sangat kecil akan

  screening monitoring

  menyebabkan biaya transaksi yang sangat tinggi, terutama dalam proses , dan biaya administrasi per pinjaman. Beberapa pakar yaitu Connig, Hulme, Mosley, Lapenu, Zeller, Paxton dan Cuevas dalam Lensink dan Meest ers (2011) menyatakan bahwa biaya per unit transaksi untuk pinjaman yang sangat kecil bagi masyarakat miskin nilainya tinggi jika dibandingkan dengan biaya per unit untuk pinjaman yang besar. Oleh karena itu, penting bagi LKMS untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam meminimalkan biaya, sehingga operasionalisasi LKMS t ersebut efisien. Tuntutan efisiensi, keharusan untuk memobilisasi dana dari masyarakat atau dari sumber komersial lainnya, mengarahkan LKMS beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip pasar atau dikenal dengan komersialisasi LKM (Charitonenko et al. , 2004).

  Beberapa hasil penelitian (Conning, 1999; Kereta, 2007; Hermes et al, 2011; Nugroho, 2009; Acharya et al , 2006; Ghalib, 2011; Montgomery & W eiss, 2011; Hartarska et al , 2013) menunjukan

  trade-off adanya antara keberlanjutan LKM dengan jangkauan layanannya bagi masyarakat miskin.

  Adanya konflik tersebut, berimplikasi pada terjadinya pergeseran fokus untuk meningkatkan keberlanjutan, yang mengharuskan adanya pengurangan jangkauan kepada masyarakat miskin.

  trade-off outreach

  Sampai saat ini, topik t entang antara keberlanjutan dan efisiensi dengan (jangkauan bagi masyarakat miskin), masih menjadi perdebatan, terutama antara kalangan welfarists yang cenderung mempropagandakan dominasi tujuan outreach , dengan institutionalist , yang lebih

  ,

  menekankan pentingnya keberlanjutan dan efisiensi (Hermes et al 2011). Kontroversi serupa juga

  Trade-off

  terjadi pada LKMS. antara keberlanjutan dan jangkauan LKM t erhadap masyarakat miskin sering dipertanyakan sejak tahun 1990-an (Conning, 1999; Zeller & Meyer, 2002).

  Perumusan strategi kebijakan yang t epat sangat dibutuhkan, mengingat masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia terutama di perdesaan. Di sisi lain, pemerint ah harus mendorong lembaga keuangan mikro syariah supaya berkelanjutan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan

  trade-off

  tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis antara keberlanjutan dan jangkauan layanan LKMS bagi rumah tangga tani.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keberlanjutan LKM S

  Sebagai konsekuensi t idak adanya dana dari donor at au subsidi dari pemerint ah maka operasionalisasi LKMS mengarah kepada komersial untuk mencapai keberlanjut an usahanya. Dalam lit erat ur, pendekat an komersialisasi LKM didasarkan kepada prinsip pasar dalam operasionalisasinya. Berdasarkan hasil penelit ian Hamada (2010), operasionalisasi LKM S di Indonesia sudah mengarah kepada komersialisasi. Komersialisasi menuntut LKM S supaya efisien. Tuntut an efisiensi muncul pada t ahapan awal operasionalisasi LKM S, dimana ada tunt ut an supaya LKM S bisa menut up seluruh biaya yang t imbul dari operasionalisasi lembaga,

  input

  yaitu dengan mengopt imalkan penggunaan yang berupa biaya t enaga kerja dan biaya dana

  output untuk memaksimalkan -nya, yaitu pembiayaan. Pendekat an yang dilakukan Hart arska et al.

  (2013) menyat akan bahwa tujuan keberlanjut an dan jangkauan (melayani masyarakat miskin) bisa t ercapai melalui meminimalisasi biaya. Dengan demikian, konsep efisiensi yang digunakan dalam analisis ini adalah efisiensi biaya. Ukuran efisiensi biaya dalam terminologi ini, mengacu kepada Berger & Mest er (1997), adalah seberapa dekat biaya aktual dari akt ivit as peminjaman dana oleh LKM dibandingkan dengan biaya dari suatu LKM yang beroperasi pada t ingkat kinerja terbaiknya, untuk menghasilkan output yang sama dan dalam kondisi yang sama pula. Efisiensi biaya ini mampu mengukur pengurangan biaya yang dapat dicapai karena adanya efisiensi

46 M ulyaningsih, Yani. et .al.

  alokat if dan t eknis. Karena fungsi biaya t idak secara langsung dapat diamat i, inefisiensi diukur

  fr ont ier dengan melakukan perbandingan dengan yang menjadi -nya dalam hal efisiensi biaya. pr ice taker s input

  Fungsi biaya lebih sesuai digunakan ketika perusahaan adalah dalam pasar

  output (t enaga kerja dan modal) dan mempunyai kekuat an pasar dalam pasar (Varian, 1992).

  LKM mempunyai kekuat an pasar dalam melayani masyarakat miskin (Hart arska et al, 2013). Selanjut nya, Hart arska et al. (2013) juga mengemukakan bahwa dalam pasar input , LKM berperan sebagai pr ice taker s karena membayar gaji yang kompet itif unt uk t enaga kerja relat if t erdidik, berkompet isi dengan yang lainnya untuk akses kepada modal keuangan (pinjaman dan donasi), dan berpart isipasi dalam pasar kompet it if untuk modal fisik. Beberapa LKM berpartisipasi sebagai ent it as yang berorient asi keuntungan, t et api mayorit as masih beroperasi sebagai nirlaba. Meskipun t idak seluruh LKM memaksimalkan keuntungan, semua berusaha untuk meminimalkan biaya.

2.2. Jangkauan Layanan Keuangan LKM S

  outreach

  Dalam literatur, memfokuskan layanan bagi masyarakat miskin disebut sebagai

  ,

  (Hermes et al 2011). Ketika memfokuskan pada aspek jangkauan LKM bagi masyarakat miskin,

  depth of outreach. Dept h of outreach

  maka dalam hal ini penekannya lebih ke aspek adalah nilai yang melekat pada masyarakat untuk memperoleh keuntungan bersih dari penggunaan keuangan mikro/kredit mikro yang diberikan oleh peminjam. Ketika masyarakat menempat kan pert imbangan lebih berat kepada masyarakat miskin dibandingkan masyarakat kaya maka

  dept h of out reach kemiskinan adalah proksi yang paling baik untuk mengukur . depth of outreach

  Paxt on dan Cuevas (2002) mengemukakan bahwa mengindikasikan seberapa besar kelompok yang selama ini tidak memperoleh layanan dapat t erjangkau oleh layanan lembaga. Salah satu kategori dept h of out reach adalah masyarakat miskin. Berdasarkan pengalaman dari lembaga int ermediasi keuangan, melayani masyarakat miskin relat if t inggi biaya

  size

  transaksi karena yang sangat kecil dalam t iap transaksi keuangan. M isalkan, biaya yang dit awarkan untuk fasilit as t abungan ke nasabah sangat tinggi karena frekuensi menabung yang sangat kecil. Begitu juga dengan fasilit as pinjaman, membutuhkan dukungan administrasi sepert i halnya t abungan besar di lembaga keuangan formal tet api menghasilkan pendapat an yang kecil, bahkan bisa rugi.

  Pada umumnya , untuk mengukur jangkauan layanan keuangan bagi masyarakat miskin dari

  ,

  lembaga keuangan mikro menggunakan rat a-rat a jumlah pinjaman (Cull et al 2007; Mersland & Strom, 2010; Hermes et al, 2011). CARE Internat ional dan Mercy Corps (LSM int ernasional) yang mempunyai program pengembangan keuangan mikro di Indonesia (Munawar, 2010) mendefinisikan nasabah miskin sebagai orang-orang yang mendapatkan kredit dengan nominal di bawah Rp 5.000.000. Masyarakat miskin disini bukan berart i masyarakat yang sangat miskin ( t he poorest ) karena persyarat an memperoleh pinjaman t elah mengoperasikan usaha-nya minimal satu t ahun (Gonzales-Vega et al , 1997). Art inya jenis pinjaman yang digunakan adalah pinjaman produktif. Dalam lingkup int ernasional, nilai kredit mikro sebesar $100 (El-Komi & Croson, 2012) diperunt ukkan bagi masyarakat paling miskin.

  Karakt erist ik kemiskinan adalah bersifat mult idimensional, dalam art i tidak bisa dihitung dari aspek sepert i halnya dari nilai pinjaman rat a-rat a, namun mencakup beberapa aspek satu st atus sosial dan ekonomi rumah t angga. Untuk menangkap dimensi ini dibutuhkan indikat or kualit at if dan kuant it at if. Dalam praktiknya, tiga pendekat an ut ama untuk menilai kemiskinan yaitu (Hulme, 2000):

  Kajian Ekonomi & Keuangan Vol 20 No.1 (April 2016) -

  47

  1. Kontruksi garis kemiskinan dan perhit ungan berbagai ukuran kemiskinan dengan cara menghitung pengeluaran rumah t angga akt ual yang jatuh ke dalam garis kemiskinan;

  Rapid appraisal

  part icipator y appraisal met hods

  2. dan , yang mana rumah t angga diranking menurut tingkat kesejaht eraannya oleh anggot a komunit asnya sendiri;

  3. Kontruksi indeks kemiskinan dengan menggunakan kisaran indikat or kualit at if dan kuant it at if.

  Salah sat u indeks kemiskinan untuk mengukur jangkauan layanan LKM adalah kontruksi

  Consultat ive Gr oup to Assist t he Poorest

  menggunakan indeks kemiskinan relat if dari model (CGAP) (Henry et al, 2003). Lembaga tersebut mengembangkan alat t ersandarisasi untuk mengukur tingkat kemiskinan nasabah LKM. M odel dibangun dengan mengggunakan PCA (pr incipal

  

component analysis ) yang didasarkan kepada beberapa indikat or yang menggambarkan beberapa

  dimensi kemiskinan. Pengukuran kemiskinan bukan semat a hanya pada dimensi pendapat an saja, t et api juga meliput i dimensi-dimensi lainnya. M et ode ini mencakup dimensi lainnya yang terkait dengan kemiskinan yaitu dimensi pendapat an, sumber daya manusia, perumahan, ket ahanan dan kerawanan pangan sert a dimensi kepemilikan aset. M et ode pengukuran ini bisa digunakan unt uk mengukur kemiskinan relat if ant ara masyarakat yang sudah menjadi nasabah lembaga keuangan mikro dan kelompok kontrolnya adalah masyarakat bukan nasabah dalam lingkungan yang sama.

  Untuk keperluan t ersebut maka perlu dilakukan perbandingan beberapa indikat or t erpilih ant ara rumah t angga yang sudah akses dan belum akses kepada LKM S. Dengan menggunakan teknik PCA, beberapa indikat or dapat dikombinasikan secara efektif untuk mengukur kemiskinan relat if dari rumah t angga. Pengeluaran rat a-rat a t ahunan unt uk pakaian dijadikan proksi dari pendapat an, sehingga akan dijadikan sebagai indikat or kemiskinan secara umum dan dikorelasikan dengan variabel lainnya. Indikat or yang t erpilih dalam model PCA ini meliput i

  human capit al

  dimensi-dimensi berikut ini: modal manusia ( ), perumahan, kepemilikan aset, juga ket ahanan dan kerawanan pangan. Indeks yang dihasilkan merupakan indeks kemiskinan relat if yang mempunyai nilai negat if. Nilai negat if yang dimiliki unt uk indeks kemiskinan mengident ifikasi rumah t angga yang miskin dibandingkan populasi rat a-rat a, sement ara nilai posit if mengindikasi kesejaht eraan di at as rat a-rat a. PCA ini bisa mengisolasi dan mengukur komponen kemiskinan yang melekat kepada beberapa indikat or dan membuat nilai kemiskinan

  et al., rumah t angga secara spesifik (Zeller 2006).

2.3. Trade off Keberlanjutan dan Jangkauan Layanan LKM S

  Selama ini, keuangan formal menganggap bahwa kredit untuk masyarakat miskin merupakan akt ivit as yang sangat t inggi biayanya dan berisiko. Tingginya biaya transaksi sert a

  asymmetr ies infor mat ion moral hazard

  risiko t ersebut dikarenakan adanya dan . Inovasi, sepert i pengurangan biaya dalam penyediaan layanan dapat menghasilkan perbaikan dalam kinerja keuangan sekaligus bisa menjalankan misi sosial, namun seringkali dalam jangka panjang bisa

  trade-off

  menimbulkan (Copest ake, 2007). Fokus mendirikan LKM dengan biaya yang efisien akan menjamin keberlanjut an LKM t ersebut. Pergeseran paradigma t erkait dengan LKM ini dikarenakan sejak era 1990-an banyak LKM harus bisa menghidupi dirinya sendiri t anpa bant uan donor at au pemerint ah, sehingga t erjadi apa yang disebut komersialisasi LKM (Christ en, 2000;

  , Trade off

  Charit onenko et al 2004). ant ara pengurangan kemiskinan dan profit abilit as pernah diinvest igasi oleh Hulme & M osley (1996) pada kasus Bolivia’s BancoSol seperti t ampak pada GAM BAR-1.

  48 M ulyaningsih, Yani. et .al.

  Pengurangan kemiskinan berada pada garis vert ikal dan nilai pinjaman rat a-rat a berada pada garis horizont al. Slope yang menurun dari kurva pengurangan kemiskinan menunjukkan bahwa dampak t erhadap pengurangan kemiskinan akan berkurang sejalan dengan meningkatnya nilai pinjaman rat a-rat a. Di sisi lain, perbaikan kinerja keuangan dengan nilai pinjaman sebagai ukuran skala ekonomis semakin meningkat (ditunjukkan oleh slope kurva “profit abilit as” yang

  upward

  ). Hulme and M osley (1996) mengest imasi bahwa dalam kasus BancoSol awal t ahun 1990- an, nilai pinjaman lebih dari $400 akan semakin memperbaiki kinerja keuangan t et api mengabaikan efek terhadap kemiskinan.

  Banyak dari LKM yang menerapkan mekanisme insent if bagi st af bagian pinjaman hanya untuk mengat asi masalah keberlanjut an. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan meningkat kan kinerja secara finansial melalui memperbanyak pemberian pinjaman, memperbesar dan membuat pinjaman yang berkualit as (t ingkat pengembalian pinjaman yang bagus). Namun jarang t erlihat upaya untuk pengurangan biaya dan pengurangan kemiskinan (Armendariz dan Murdoch, 2005). Dari beberapa LKM yang ada, walaupun masih memperoleh sumber dana dari donor namun dalam operasionalisasinya lebih mengut amakan peningkat an kinerja keuangan. Ada LKM yang mempunyai kinerja keuangan yang baik, tidak bisa dilepaskan dari peran donor maupun subsidi sepert i halnya Grameen Bank di Bangladesh, dan BAAC di Thailand.

  GAM BAR-1. Trade Off antara Pengurangan Kemiskinan dan Profitabilitas.

  Output

  16 Pengura Kinerja ngan Keuangan

  14 Pengurangan Profitabilitas agregat : return on dalam kemiskinan

  12 equity gap

  (net of kemiskin subsidy

  10 an dalam 5 ($000) 300 th)

  8

  6 200 4 100

  M arginal Ret urn

  2 Bagi pengusaha 200 700

300 400 500 600 800 900

  100 yang lebih miskin Rata-rata nilai pinjaman ($) Sumber: Hulme & Mosley (1996)

  3. M ETODE PENELITIAN

  St udi ini menggunakan dat a primer dan dat a sekunder. Dat a primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan menggunakan kuesioner untuk rumah t angga t ani baik nasabah dan bukan nasabah LKMS di Kabupat en Bogor. Penentuan sampel rumah t angga Kabupat en

  purposive

  Bogor t ersebut dilakukan secara sengaja ( ), karena merupakan salah satu kabupat en di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah BM T yang besar, juga memiliki jumlah masyarakat miskin tertinggi pada t ahun 2012 (BPS, 2013). Sedangkan pengumpulan dat a sekunder diperoleh dengan

  Kajian Ekonomi & Keuangan Vol 20 No.1 (April 2016) -

  49 purposive

  LKMS Baitul Ikht iar dan LKM S SiRaa. Penentuan sampel LKMS menggunakan met ode

  sampling, linkage program

  yaitu LKM S yang t elah berpart isipasi dalam baik itu dengan Bank Umum Syariah, PT BM T Ventura, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan lembaga keuangan lainnya, sert a beroperasi di wilayah perdesaan Jawa Barat dan mempunyai nasabah dengan mat a pencaharian di sekt or pert anian.

3.1. Spesifikasi M odel untuk Analisis Keberlanjutan LKM S dari Sisi Efisiensi

  Analisis keberlanjut an LKM S dari sisi efisiensi dilakukan dengan menggunakan SFA

  Stochast ic Front ier Approach

  ( ). Pengukuran efisiensi lembaga keuangan dengan met odologi front ier mengacu kepada tulisan Berger dan Humprey (1997), yait u: menghitung efisiensi produksi individu yang diukur dengan membandingkan st andar t ertentu. Art inya, efisiensi biaya dihit ung dengan membandingkan biaya dari set iap lembaga keuangan/bank t erhadap fungsi yang menjadi front iernya. Analisis frontier dibagi dua (Berger dan Humphrey 1997), yaitu: met ode non parametrik dan parametrik. M et ode non parametrik t erbagi menjadi dua yaitu Data Envelopment

  

analysis (DEA) dan Free Disposal Hull (FDH). Met ode parametrik dibagi t iga pendekat an, yaitu

Stochast ic Fr ont ier Analysis (SFA), Distr ibut ion Free Appr oach (DFA) dan Thick Fr ont ier Approach (TFA).

  Untuk mengukur efisiensi dengan pendekat an SFA, dapat dilakukan melalui pendekat an

  output-or iented approach

  berorient asi keluaran ( ) untuk pengukuran efisiensi t eknikal, dan pendekat an berorient asi masukan (input-oriented approach) untuk pengukuran biaya. Efisiensi teknikal diukur berdasarkan pr oduct ion front ier , sedangkan efisiensi biaya diukur berdasarkan cost

  

fr ont ier (Kumbhakar, 2000). Pada penelit ian ini digunakan pengukuran efisiensi met ode SFA

dengan menggunakan fungsi biaya (cost front ier ).

  Dalam model ini, LKM S sepert i halnya akt ivit as bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi ant ara pemilik dana dan peminjam. Untuk itu perlu t erlebih dahulu diident ifikasi

  input output

  terkait variabel dan , yang digunakan dalam spesifikasi model. Pemilihan variabel didasarkan kepada fungsi biaya terdiri dari input , output , netput dan fakt or lingkungan ( envir omental

  factor ). Dalam model ini variabel netput t idak digunakan karena ket iadaan dat a.

  Dalam fungsi ini, biaya t ot al meliput i biaya bagi hasil/marjin, operasional dan non-

  input output- input

  operasional). Biaya dari LKM S akan dipengaruhi fakt or dan nya. Sebagai variabel digunakan biaya untuk tenaga kerja dan biaya modal. Kedua biaya ini dianggap paling berpengaruh terhadap t ot al biaya. Biaya t enaga kerja dihitung menggunakan biaya gaji t ot al per aset . Biaya t enaga kerja menggunakan rasio terhadap aset dikarenakan t idak adanya dat a terkait jumlah pegawai ( Huizingga et al., 2001; Hart ono, 2009; Hermes et al., 2011; Nuryart ono et al., 2012). Biaya dana dalam penelit ian ini t idak menggunakan biaya t ingkat suku bunga, dikarenakan dalam operasionalisasi LKM S t idak ada biaya suku bunga, dan sebagai gant inya biaya dana, sering disebut dengan bonus at au bagi hasil. Bonus adalah t ambahan marjin yang diberikan kepada nasabah penabung/dana pihak ket iga (program linkage ) sebagai biaya at as dana at au juga bagi hasil dengan invest or. Bagi hasil dalam lembaga keuangan syariah merupakan penggant i dari suku bunga. Instrumen suku bunga merupakan kat egori riba dalam ekonomi Islam, sehingga penggunaannya dilarang (P3EI, 2009). Variabel biaya dana seharusnya dibagi dengan dana pihak ket iga (Huizingga et al., 2001; Hermes et al., 2011; Nuryart ono et al., 2012), namun karena t idak ada dat a maka digunakan rasio t erhadap aset sama sepert i halnya biaya gaji.

  output Tot al biaya dari sebuah LKM S juga akan dipengaruhi oleh fakt or yang dihasilkannya. output

  Semakin banyak jumlah yang diproduksi, maka akan semakin banyak pula biaya yang

  output output

  dibutuhkan untuk menghasilkan t ersebut. Untuk itu variabel LKM S dimasukkan

50 M ulyaningsih, Yani. et .al.

  sebagai variabel penjelas dalam model. Output yang dihasilkan oleh LKM S sebagian besar adalah pembiayaan yang merupakan produk ut amanya sebagai lembaga int ermediasi. Dalam BM T t idak mengenal adanya istilah kredit at au pinjaman t et api menggunakan ist ilah pembiayaan. Pada umumnya pembiayaan yang digunakan LKM S adalah: pembiayaan berbasiskan jual beli

  

(mur abahah ), bagi hasil ( mudharabah dan musyarakah) , sewa ( ijarah ), gadai ( rahn ), dan lain-lain.

  Biaya untuk mendistribusikan pembiayaan adalah biaya marjin, biaya bonus, dan bagi hasil yang harus dibayar untuk nasabah yang menyimpan dananya di LKM S. Oleh karena itu jumlah

  et al., pembiayaan akan mempengaruhi jumlah biaya (Nuryart ono 2012).

  Variabel lainnya yaitu fakt or lingkungan, yaitu variabel di luar variabel biaya namun diduga akan mempengaruhi biaya t ot al. Fakt or lingkungan dalam model ini menggunakan variabel rasio

  et al et al., et al.

  modal t erhadap aset (Huizingga ., 2001; Hermes 2011; Nuryart ono , 2012). Peningkat an modal akan berimplikasi kepada meningkatnya biaya LKM S hal ini sebagai konsekuensi jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeliharaan modal t ersebut . Semua variabel dinormalisasi dengan aset untuk mengat asi het eroskedast is. Selain itu normalisasi juga mempunyai manfaat unt uk mengkoreksi apa yang dinamakan efek dari inst itusi yang besar.

  Institusi yang besar mempunyai biaya yang besar pula, sehingga jika tidak dikoreksi dengan menormalisasi aset maka est imasi akan menghasilkan bias (Nuryart ono et al ., 2012). Gambaran secara ringkas t erkait dengan variabel t ersaji dalam TABEL-1.

  TABEL-1. Variabel, Simbol, Definisi dan Proksi dalam M odel Fungsi Biaya Kategori Variabel Simbol Definisi Proksi

  Biaya C Biaya total Biaya operasional+ non operasional

  Input w1 Harga t enaga kerja Biaya gaji dibagi dengan total aset

  w2 Harga dari dana Biaya dana dibagi dengan tot al aset x1 Pembiayaan Pembiayaan tot al

  Output

  z1 Modal per t otal aset Modal dibagi dengan t otal aset Faktor Lingkungan

  Sumber: Adopsi dari Huizingga et al., 2001; Hermes et al., 2011; Nuryart ono et al., 2012 single equat ion.

  M odel yang akan diregresi adalah pengujian dengan menggunakan M odel ini digunakan untuk menguji persamaan secara individu. Pada pengujian ini variabel terikat adalah

  

Total Cost yang merupakan variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas, yaitu

output input (earning asset s)

  tingkat yang dihasilkan dan harga . LKM S membentuk aktiva produkt if melalui fungsi int ermediasi, dengan demikian struktur biaya bank dapat diklasifikasikan sebagai

  output (earning asset s), input (random err or)

  fungsi dari vekt or vekt or harga , kesalahan acak dan tingkat inefisiensi. Dengan menggunakan dat a LKM S yang menjadi sampel maka spesifikasi t ot al biaya LKM S sebagai berikut: lnC =

  i β0 i β1lnw1 i β2lnw2 i β3lnx1 β4lnz1+ εi………...(persamaan 3.1.)

  dimana : ln = natural logaritma C = Tot al biaya yang dikeluarkan oleh LKM S w1 = Biaya Tenaga Kerja LKM S w2 = Biaya bagi hasil/marjin LKM S x1 = Pembiayaan t ot al yang disalurkan oleh LKM S z1 = modal t erhadap t ot al asset LKM S i = jumlah sampel yang digunakan, dimana j=1…19

  Kajian Ekonomi & Keuangan Vol 20 No.1 (April 2016) -

  51 Dengan menggunakan teknik PCA, beberapa indikat or dapat dikombinasikan secara efekt if

  untuk mengukur kemiskinan relat if dari masyarakat. Pengeluaran rat a-rat a t ahunan untuk pakaian dijadikan proksi dari pendapat an. Berdasarkan kajian empiris dinyat akan bahwa proporsi pengeluaran pakaian ini relat if st abil berkisar ant ara 5% sampai 6% terhadap t ot al pengeluaran. Kajian lainnya menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran pakaian merupakan salah satu pengeluaran rumah t angga yang akan meningkat secara proporsional t erhadap t ot al pengeluaran rumah t angga. Selanjutnya pengeluaran pakaian ini akan dikorelasikan dengan beberapa dimensi lainnya. Dimensi-dimensi t ersebut ant ara lain: modal sumber daya manusia ( human capital ), perumahan, kepemilikan aset, juga ket ahanan dan kerawanan pangan. Adapun variabel-variabel besert a komponen/indikat or t ersaji pada TABEL-2.

  Selanjutnya masing-masing indikat or/komponen t ersebut dikorelasikan. Indikat or-indikat or yang mempunyai korelasi yang signifikan sert a berdasarkan uji kebaikan model, hasilnya

  faktor ing

  memuaskan selanjutnya akan dilakukan analisis . Analisis ini dilakukan untuk menentukkan variabel baru yang sudah mengalami ekstraksi dari beberapa komponen at au variabel. Kemudian akan dilakukan penghitungan skor indeks kemiskinan dari komponen ut ama tersebut. M aka spesifikasi model dengan menggunakan PCA adalah:

  X * = w1 X 1+ w2 X 2+w3 X 3 …….(persamaan 3.2)

  Dimana: X* = variabel baru yang merupakan kombinasi linear dari indikat or asal

  Formulasi

  var iance

  sedemikian sehingga X* dihitung unt uk maksimum tot al dalam X , X dan X . Indeks

  1

  2

  3

  yang dihasilkan merupakan indeks kemiskinan relat if yang mempunyai nilai negatif. Nilai negat if yang dimiliki untuk indeks kemiskinan mengidentifikasi masyarakat yang miskin dibandingkan populasi rat a-rat a, sement ara nilai posit if mengindikasi kesejaht eraan diat as rat a-rat a. PCA ini bisa mengisolasi dan mengukur komponen kemiskinan yang melekat kepada beberapa indikat or dan membuat nilai kemiskinan masyarakat secara spesifik (Zeller et al., 2006). Kemiskinan relat if dapat diperbandingkan ant ara yang menerima layanan dari lembaga keuangan dan yang tidak menerima layanan dari lembaga keuangan. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan akan nampak posisi jangkauan layanan LKM S.

  TABEL-2. Variabel dan Komponen Yang Digunakan untuk M enghitung I ndeks Kemiskinan M odal Sumber daya M anusia Perumahan Ketahanan dan Rawan Aset Pangan

     

  

Rat a-rat a umur anggot a St at us kepemilikan Jumlah makanan yang t ersaji Luas dan nilai t anah

rumah t angga dewasa rumah dalam dua hari t erakhir yang dimiliki

      Persent ase jumlah orang Jumlah ruangan Frekuensi makanan mewah Jumlah dan nilai

  

dewasa yang bisa menulis (daging ayam dan sapi) yang t ernak yang dimiliki

Tipe mat erial unt uk

  t ersaji dalam seminggu

Persent ase t ingkat at ap Kepemilikan dan

   

   

  infer ior pendidikan anggot a rumah Frekuensi makanan nilai yang Tipe dinding

   t angga dewasa berhubungan (ikan asin) dalam seminggu

  Tipe lant ai dengan aset Persent ase org dewasa yang

   

   Kelaparan dalam sat u bulan Kondisi rumah t ransport asi bekerja t erakhir

   Tipe koneksi list rik

   

   Kepemilikan dan Jumlah anak-anak yg Kelaparan dalam sat u t ahun

   Tipe bahan bakar

  nilai dari dibawah 15 t ahun t erakhir yang digunakan

   penggunaan

   Rasio anak-anak di bawah 15 Frekuensi pembelian unt uk masak peralat an list rik t ahun t erhadap orang

   makanan pokok Tipe t oilet yang

   Kepemilikan 

  dewasa Ukuran dari st ok makanan digunakan

   kompor gas Rasio yang t idak bekerja pokok

   Uang t unai

   t erhadap yang bekerja Tambahan makanan apabila

   

  Emas

  52 M ulyaningsih, Yani. et .al. t angga unt uk pakaian

  Sumber: Modifikasi dari model CGAP

  4. HASIL ANALISIS DAN PEM BAHASAN

4.1. Keberlanjutan LKM S

  Sejak t ahun 1990 -an t elah t erjadi pergeseran dalam pendanaan LKM, yang semula berasal dari sumber donor at au pemerint ah, menjadi bergeser kearah mobilisasi dana masyarakat at au

  linkage

  sumber komersil lainnya melalui program. Supaya operasionalisasi LKM berkelanjut an sebagai akibat ket iadaan dana donor dan pemerint ah, maka LKM harus efisien t erut ama dalam menutup biaya operasional yang selama ini berasal dari dana donor dan pemerint ah. Disamping itu, untuk memperluas jangkauannya, banyak LKM yang melakukan mobilisasi dana dari masyarakat. LKM S yang banyak didirikan pada periode t ahun 1990-an, dikat akan sebagai generasi kedua dari LKM, dan t anpa ada donor dan subsidi pemerint ah, mendorong operasionalisasi LKM S yang efisien berdasarkan prinsip-prinsip pasar, supaya bisa memperoleh keuntungan. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Charit onenko et al., (2004) terkait t ahapan komersialisasi dari LKM. Hasil wawancara terungkap bahwa LKM S di daerah penelitian pada umumnya sudah mengarah pada t ahap ke arah komersialisasi LKM, mengingat sumber permodalan dari LKMS bukan berasal dari pemerint ah. LKM S beroperasi mengikut i cara-cara perbankan dalam mengembangkan produk keuangannya dan mengenakan t ambahan marjin dari pembiayaan yang disalurkan. Hal ini dilakukan untuk menut up biaya operasional lembaga sehingga LKM S bisa berkelanjut an secara finansial dengan menerapkan prinsip efisiensi dan profit abilit as. Dengan demikian, efisiensi biaya bagi LKMS merupakan t ahapan yang harus dilakukan supaya operasionalisasi LKM S berkelanjut an. Selama ini banyak LKM yang t idak berkelanjut an dikarenakan ket idakmampuan dalam meminimalkan biaya (M cGuire dan John, 1997; Olivares, 2005).

  Efisiensi dalam penelit ian pada fungsi biaya, dengan menggunakan biaya t ot al ini didasarkan

  total cost output

  ( ) sebagai variabel dependen. Variabel yaitu t ot al pembiayaan yang diberikan,

  input

  variabel lingkungan yaitu variabel modal yang dimiliki, sement ara variabel yaitu t ot al biaya dana/bagi hasil yang dibayarkan LKM S at as simpanan pihak ketiga dibagi dengan aset t ot al dan biaya t enaga kerja dibagi aset.

  TABEL-3. H asil Estimasi Fungsi Biaya Variabel Koefisien Estimasi P.Value

  Konstanta 6,493085 0,020 Lngaji -0,0512694 0,719 Lndana 0,9046317 0,000 Lnpembiay 0,7929964 0,000 Lnmodal 0,3104999 0,086 W ald chi2 (4)

  223,96 Log Likelihood

  • 11,234413 Prob > chid2

  0.000

  Sumber: Dat a primer, diolah input

  Berdasarkan hasil est imasi fungsi biaya (TABEL-3), komponen berupa biaya dana

  input

  memiliki signifikasi sebesar 0,000. Nilai signifikasi kedua variabel t ersebut lebih kecil dari tingkat kepercayaan 1 persen, 5 persen dan 10 persen, baik secara keseluruhan (ditunjukkan oleh

  uji-Wald

  nilai st atist ic ) maupun secara individual (ditunjukkan oleh st atist ik uji-t). Variabel lainnya yang signifikan adalah variabel output yaitu variabel pembiayaan dan variabel lingkungan

  Kajian Ekonomi & Keuangan Vol 20 No.1 (April 2016) -

  53

  yaitu variabel modal. Variabel pembiayaan memiliki signifikasi sebesar 0,000. Variabel lingkungan memiliki signifikasi sebesar 0,086, yang berarti hanya signifikan pada t ingkat kepercayaan 10 persen. Sement ara variabel biaya t enaga kerja t idak signifikan. Peningkat an maupun penurunan dalam variabel biaya dana, pembiayaan dan modal akan mempengaruhi peningkat an maupun penurunan t ot al biaya sebesar koefisien masing-masing variabel.

  Jika dilihat t anda koefisien est imasi untuk seluruh variabel bebas yang digunakan dari dalam model (TABEL-3), ada variabel yang mempunyai t anda negat if sehingga t idak sesuai dengan harapan t eorit is, namun variabel t ersebut tidak signifikan yaitu variabel biaya t enaga kerja. Variabel tersebut mempunyai nilai yang sangat besar dari t ingkat kepercayaan 1 persen, 5 persen bahkan 10 persen, maka t idak t erdapat pengaruh yang signifikan t erhadap t ot al biaya.

  Variabel lainnya sesuai dengan harapan t eorit is dan signifikan terhadap biaya t ot al yaitu biaya dana, besarnya pembiayaan yang disalurkan dan modal. Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa variabel biaya dana, pembiayaan yang disalurkan dan besarnya modal merupakan fakt or penentu terhadap variabel biaya. Peningkat an maupun penurunan kedua nilai variabel t ersebut akan mempengaruhi peningkat an maupun penurunan t ot al biaya sebesar koefisien masing-masing variabel. Seluruh koefisien est imasi dalam model biaya t enaga kerja, biaya upah dan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah diperoleh dalam bentuk logaritma natural, dengan demikian koefisien-koefisien est imasi t ersebut merupakan nilai elast isit as biaya t erhadap semua fakt or tersebut (Lifiana, 2012).

  Pengaruh biaya dana, pembiayaan dan modal dapat mendorong t erjadinya parsial peningkat an biaya dari bank t ersebut. Sesuai dengan t eorit ikal, terjadinya peningkat an biaya dana sehubungan dengan pemberian bonus, adanya bagi hasil dan pemberian marjin kepada pihak ket iga/nasabah akan meningkatkan biaya t ot al LKM S. Hal yang sama t erjadi pada variabel pembiayaan dan besarnya modal yang dimiliki oleh LKM S. Besarnya pembiayaan yang diberikan kepada nasabah maka akan meningkat kan biaya t ot al LKM S. Semakin besar modal yang dimiliki mempunyai konsekuensi semakin besar pula biaya t ot al yang harus dit anggung oleh LKM S.

  Hasil est imasi menunjukkan bahwa koefisien biaya tenaga kerja bert anda negatif dan t idak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel t enaga kerja t idak mempunyai pengaruh signifikan t erhadap biaya t ot al. Nilai elast isit as biaya dana adalah sebesar 0,9046317. Nilai elastisit as biaya dana sangat tinggi jika dibandingkan dengan nilai elast isit as variabel pembiayaan dan modal. Apabila ada kenaikan biaya dana sebesar 1 persen maka akan

  ceter is par ibus

  meningkat kan biaya t ot al sebesar 0,90 persen, . Sepert i diket ahui, bahwa permasalahan t erbesar LKM S adalah ket erbat asan permodalan. Sehingga untuk mengat asi hal tersebut, banyak dari LKM S mengakses sumber dana komersial dengan t ingkat marjin at au bagi hasil at au tingkat suku bunga pasar yang relat if tinggi dengan program linkage . Walaupun LKM S tidak menggunakan instrument bunga akan t et api seringkali bunga dijadikan sebagai acuan ket ika memperoleh pembiayaan. Jika mengacu pada t ingkat suku bunga maka dapat dipast ikan biaya dananya ( cost of fund ) tinggi, mengingat komponen biaya dana di Indonesia relat if mahal. Kondisi t ersebut membuat biaya dana sangat sensit if terhadap biaya t ot al dibandingkan dengan variabel lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hamada (2010), linkage program berkontribusi t erhadap peningkat an kredit t et api pada akhirnya bunga yang dikenakan oleh BPRS juga t inggi. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa t ingginya besaran nilai biaya dana menyebabkan biaya dana menjadi penyumbang t erbesar t erhadap t ot al biaya. Variabel lainnya yaitu variabel pembiayaan yang diberikan kepada nasabah LKM S mempunyai nilai elast isit as sebesar 0,793. Nilai ini menjelaskan bahwa jika ada kenaikan pembiayaan sebesar 1 persen diduga

  ceter is par ibus akan meningkat kan biaya t ot al sekit ar 0,79 persen, .

54 M ulyaningsih, Yani. et .al.

  Sebagai lembaga intermediasi, akt ivit as ut amanya adalah menyalurkan pembiayaan kepada nasabahnya. Dari keseluruhan LKM S mempunyai nilai pembiayaan yang relat if besar dibandingkan dengan modal yang dimilikinya. Hal ini mengindikasikan seluruh LKM S sudah menjalankan fungsi intermediasinya. Semakin besar nilai pembiayaan maka akan mempengaruhi biaya t ot al. Nilai elast isit as variabel modal adalah sebesar 0,310. Art inya, ket ika ada kenaikan modal maka akan meningkat kan biaya t ot al sebesar 0,31 persen,

  10 Kop Baitul Ikhtiar 0,994743

  (2015), jangkauan layanan LKMS lebih ditujukan kepada rumah tangga tani yang relatif sejahtera dibandingkan dengan rumah tangga tani di sekitarnya. Analisis tersebut menggunakan dimensi dan indikat or dari metode CGAP (2000) yang selanjutnya dihitung menggunakan Principal Component Analysis , dengan tahapan sebagai berikut:

  Mengacu pada studi yang dilakukan Mulyaningsih et al.

  Sumber: Dat a primer, diolah

  19 Kop SiRaa 0,994700

  18 Mitrass 0,994704

  17 Mitra Sadaya 0,994704

  16 Maslahah 0,994712

  15 Mustama 0,994715

  14 Bina Insan Madani 0,994732

  13 Ibaadurrahman 0,994734

  12 Rabbani 0,994735

  11 As Salaam Sumedang 0,994737

  9 Al Kaut sar Sumedang 0,994763

  ceter is par ibus

  8 Al Amanah Majalengka 0,994763

  7 W asilah 0,994768

  6 Karya Insani 0,994769

  5 Al Amanah Sumedang 0,994779

  4 KBMT El- Umma 0,994783

  3 Mardlotillah 0,994788