“Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait ”

“Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Terkait ”
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah Dan Hukum
untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :
Fitri Yunindya
109046100185
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Desember 20 13

Fitri Yunindya

iii

ABSTRAK
Fitri Yunindya. 109046100185. Analisis Landasan Operasional Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang
Terkait. Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013,
80 halaman.

Masalah pokok penelitan ini adalah analisis landasarn operasional lembaga
keuangan mikro syariah khususnya Baitul Mal Wat Tamwil berdasarkan adanya
pembaruan undang-undang di sektor keuangan. Tujuan penelitan ini adalah untuk
menjelaskan bagaimana Baitul Mal Wat Tamwil dalam merujuk hukum-hukum
yang ada dalam hal mendapatkan kejelasan hukum dan legitimasi hukum. .
Jenis penelitian ini adalah penelitan kualitatif. Jenis data dalam penelitian
ini terdiri atas dua sumber, yaitu data primer yaitu undang-undang yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan data sekunder yang
diperoleh dari Artikel, Jurnal, Laporan Penelitian, dan Prosiding. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan
adalah metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Baitul Mal Wat Tamwil merujuk pada
Undang-Undang No.17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Undang-Undang No.
21 tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan Undang-Undang No. 1 tahun
2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro dan pengaplikasian undang-undang
tersebut menggunakan asas-asas perundang-undangan yang ada dan berlaku di
Indonesia.
Kata Kunci: Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Baitul Mal Wat Tamwil,
Undang-Undang.
Pembimbing: Harry Alexander, S.H., M.H., LL.M.

Daftar Pustaka: 1982 s.d. 2013

iv

KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, segala Puji dan Syukur hanya milik Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
seluruh makhluk Nya, memberikan nikmat Islam yang tiada pernah berbalas oleh
runtutan sujud. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, yang dengan kasihnya menghantarkan umatnya kepada zaman
yang penuh Ilmu, dan juga kepada segenap keluarga serta umatnya sepanjang
zaman.
Dengan Rahmat SWT, Penulis bersyukur karena telah menyelesaikan
skripsi ini dengan baik yang berjudul “Analisis Landasan Operasional Lembaga
Keuangan Mikro (LKMS) di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait”.
Dalam proses menyelesaikan skripsi ini ada banyak motivasi dan doa dari
semua pihak, hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk
itu perkenankanlah penulis mengucapkan kata terimakasih yang sedalamdalamnya kepada:
1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM., selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu DR. Euis Amalia, M. AG., selaku ketua Program Studi Muamalat
Konsentrasi Perbankan Syariah Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Mu’min Rauf, M. Ag., Sekertaris Konsentrasi Perbankan Syariah
Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

v

Hidayatullah Jakarta, yang merupakan tauladan di Fakultas yang sangat amat
banyak membantu Saya dalam terselesaikannya studi di Fakultas Syariah.
Semoga Allah membalas semua kebaikan Bapak.
4. Bapak Harry Alexander, S.H., M.H., LL.M. selaku dosen pembimbing yang
senantiasa membimbing, membantu dan meluangkan waktunya untuk
memberikan arahan, saran-saran, serta pengalaman yang sarat ilmu sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga keberkahan selalu tercurah
untuk Bapak sekeluarga.
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah,
semoga amal kebaikannya mendapat balasan di sisi Allah SWT. Khususnya
Bp. Buchori Muslim, Lc yang banyak memberikan inspirasi bagi penulis.

Semoga penulis mampu menjadi manfaat atas ilmu yang diberikan.
6. Kepada Bapak Dr. Phil. JM. Muslimin, M.A dan Bapak Fahmi Muhammad
Ahmadi, M.Si selaku dosen penguji I dan II yang telah memberikan masukan
serta arahan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi.
7. Yang terhormat dan tercinta, Ibu dan Ayah Saya yang selalu memberikan doa
terbaik untuk anaknya. Semoga Allah menghadiahinya surga dan mengganjar
kebaikannya dengan pahala.
8. Kepada Kakak saya, Yuli Kusuma Dewi yang telah memberikan fasilitas dan
dukungan serta arahan terbaik dalam menyelesaikan studi saya di Universitas
ini.

vi

9. Kepada teman terdekat dan juga sahabat yang telah memberikan banyak
masukan dan bantuan Dini Aulia, Amala Shabrina, Sri Lestari, Dinar Aulia,
dan khususnya Agus Maulana Yusuf yang banyak membantu baik waktu,
tenaga, dan juga motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini.
10. Untuk teman-teman angkatan 2009 khususnya Perbankan Syariah Kelas E
yang telah menjadi kerabat bertukar pikiran, berdikusi, dan berbagi selama
berada di Universitas ini

11. Kepada Teman-teman Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi) UIN Jakarta
yang banyak menginspirasi penulis dalam mendalami Kajian-kajian Ekonomi
Syariah.
Dan ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak, semoga kebaikan dan
bantuan kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat ridha dari Allah
SWT. Penulis meminta maaf karena terdapat beberapa kekurangan yang
terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu kritik dan saran kiranya dapat
memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi
yang membacanya.
Jakarta, 30 Desember 2013
Penulis
Fitri Yunindya

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ..................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Permasalahan………………………………………………………………...4
1.

Identifikasi Masalah…………………………………………………….4

2.

Pembatasan Masalah……………………………………………………5

3.

Perumusan Masalah…………………………………………………….5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6

D. Metode Penelitian ......................................................................................... . 7
1. Jenis Penelitian…………………………………………………….…… 7
2. Jenis Data …………………………………………………….………….8
3. Teknik Analisis Data …………………………………………................8
4. Teknik Penulisan …………………………………………..………........9
E. Sistematika Penulisan ………………………………………………………9
viii

BAB II TINJAUAN TEORI
A. Hukum
1. Pengertian Hukum ................................................................................ 11
2. Sumber-sumber Hukum ....................................................................... 14
3. Fungsi Hukum……………………………………………………….….17

B. Undang-Undang ........................................................................................... 19
1. Definisi Undang-undang ........................................................................ 19
2. Asas-asas pembentukan Perundang-undangan yang Baik ................ 23

C. Lembaga Keuangan Mikro ......................................................................... 26
1. Definisi Lembaga Keuangan Mikro .................................................... 26

2. Jenis-jenis Lembaga Keuangan Mikro ……………………………....27
3. Peran Lembaga Keuangan Mikro…….………………………………27

D. Review Studi Terdahulu .............................................................................. 29
BAB III GAMBARAN UMUM BAITUL MAL WAT TAMWIL
A. Definisi Baitul Mal Wat Tamwil ................................................................. 34
B. Aspek Kegiatan yang Terdapat Dalam BMT ........................................... 35
C. Peran BMT ................................................................................................... 38
D. Peraturan yang Mengatur BMT…………………………………………..39
1. Undang-Undang No.17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian….…….39
ix

2. Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang OJK…………………...46
3. Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Tentang LKM……………………52

BAB IV Analisis dan Pembahasan
A. Kelembagaan BMT…………………………………………………57
B. Regulasi BMT……………………………………………………….66
C. Penguatan Hukum BMT…………………………………………...75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................................... 78
B. Saran ............................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...81

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Hierarki Perundang-undangan ........................................................ 21

Gambar 4.1

Alur Sistematis Pengaturan BMT .................................................... 61

Gambar 4.2

Perundang-undangan LKMS............................................................ 62


Gambar 4.3

Alur Pelaksanaan Perundang-undangan LKMS............................... 63

Gambar 4.4

Penguatan Hukum LKMS ................................................................ 67

Gambar 4.5

Pengembangan LKMS Melalui Penguatan Hukum LKMS ............. 68

xi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan yang paling efisien untuk mengatasi kemiskinan adalah
dengan melakukan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan. Percepatan pertumbuhan ekonomi berperan sebagai syarat
dasar yang paling strategis bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.
Untuk menunjang hal tersebut, maka perlu adanya perbaikan terhadap akses
pendanaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah.
Terhambatnya upaya pengembangan masyarakat miskin dalam
mengakses layanan keuangan pada umumnya disebabkan antara lain dari sisi
legalitas yaitu masalah agunan, belum berbadan hukum, tidak adanya izin
usaha, dan tidak adanya identitas pribadi.1 Hal tersebut membuat masyarakat
dinilai tidak layak mendapatkan akses pendanaan.
Dengan

adanya

sistem

keuangan

inklusif

diharapkan

dapat

menciptakan sinergi antara bank dan lembaga keuangan non-bank. Mengingat
bank adalah lembaga keuangan yang paling luas cakupannya, strategi
keuangan inklusif akan berpijak di atas sektor perbankan sebagai basis. Untuk

Eko, “Financial Inclusion; Akses Pendanaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah”,
Tabloid Progress, (Mei 2011), h. 7
1

1

2

mengisi celah konsumen yang tidak terlayani, maka sinergi antara bank dan
lembaga keuangan non-bank, salah satunya dengan lembaga keuangan mikro
yang sudah banyak melayani kelompok miskin dan UMKM perlu di dorong.
Bersadarkan strategi penguatan akses keuangan masyarakat diatas,
maka LKMS perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah. Jika
sebelumnya LKMS diatur oleh Undang-Undang No.7 tentang perkoperasian
dirasa kurang terakomodir oleh undang-undang tersebut dikarenakan
banyaknya perbedaan dan ketidaktepatan dengan ciri khas dari LKMS
khususnya Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) dengan koperasi pada umumnya.
Pada Undang-Undang No. 17 tahun 2012 tentang perkoperasian sebagaimana
amandemen dari Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian,
tidak mengatur secara komprehensif mengenai aspek syariah baik dari segi
operasional pola syariah maupun model pembiayaan serta sistem pengawasan,
standar kompetensi, manajemen resiko maupun hal terkait dengan LKMS
yang notabene berbeda sekali dengan koperasi simpan pinjam konvensional.2
Pada kenyatannya dilapangan, banyak LKMS yang menjadikan badan
hukum koperasi hanya sebagai pelindung dari sebutan bank gelap tetapi
realitanya sistem operasionalnya sama seperti layaknya bank dan tidak
menerapkan prinsip-prinsip koperasi. Hal ini mengakibatkan banyak
2

Euis Amalia, Keadilan Distributif Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di
Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2009)

3

munculnya pelanggaran dan penyimpangan pada LKMS atau dalam hal ini
BMT.

Ketiadaan

undang-undang

yang

mampu

memayungi

LKMS

mengakibatkan masalah-masalah tersebut tidak dapat diproses secara lebih
lanjut karena tidak adanya ketentuan hukum yang jelas.
Akan tetapi, dengan munculnya undang-undang yang baru yaitu
Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, serta
Undang-Undang No.1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
membuat LKMS khususnya Baitul Mal wat Tamwil (BMT) menjadi terbatas
ruang geraknya dikarenakan undang-undang tersebut terkesan tumpang tindih
(overlapping) dan justru membatasi operasional BMT.
Lembaga keuangan mikro seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank
Pasar, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit
Usaha Rakyat Kecil (KURK), Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (UPT-PEM), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank
Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP),
Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam Koperasi (USP
Koperasi), Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Unit Jasa Keuangan
Syariah Koperasi (UJKS Koperasi), Baitul Mal wat Tamwil (BMT), Baitul
Tamwil Muhammadiyah (BTM) atau lembaga sejenis lainnya perlu untuk
mendapatkan penguatan dan dukungan tidak hanya dalam hal permodalan,
namun juga pada aspek legal agar lebih efektif dan kondusif melayani

4

masyarakat dalam mengakses jasa keuangan. Peraturan yang ada di sektor
keuangan pun harusnya bersinergi dengan BMT agar menciptakan suatu
lembaga yang kokoh, baik dalam kelembagaan maupun kekuatan hukum.
Berdasarkan uraian di atas, maka judul penelitian ini adalah “Analisis
Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait”.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dalam upaya pemberdayaan ekonomi dan peningkatan akses keuangan
bagi usaha mikro dan kecil, lembaga keuangan mikro

mulai mendapat

perhatian berbagai pihak khususnya Pemerintah. Perhatian tersebut misalnya
pada penyediaan landasan hukum bagi beroperasinya LKMS tersebut.
Munculnya undang-undang baru yaitu Undang-Undang No.21 tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan, serta Undang-Undang No.1 tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro dirasa membuat LKMS khususnya Baitul
Mal wat Tamwil (BMT) menjadi terbatas ruang geraknya dikarenakan
undang-undang tersebut terkesan tumpang tindih (overlapping) dan justru
membatasi operasional BMT.
Sebagai lembaga keuangan mikro yang operasionalnya menjadi
intermediary agent bagi kelompok masyarakat ekonomi kecil, baik secara

5

komersial maupun sosial, ruang gerak LKMS terkesan terbatasi dengan
munculnya beberapa undang-undang terkait operasionalnya. Adapun
industri LKMS khususnya BMT akan highly regulated dan relatif rentan
terjadi dispute mengingat banyak landasan hukum yang harus dirujuk.
Banyaknya landasan hukum membuka ruang penafsiran menjadi begitu
luas, sehingga potensi penyimpangan hukum relatif tinggi.
2. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan yang dikaji menjadi fokus dan terarah, maka
skripsi ini hanya membahas landasan operasional yang tertuang dalam
Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, UndangUndang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Dan
Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro,
sedangkan LKMS yang dikaji hanya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka
rincian pertanyaan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Apa saja undang-undang yang menjadi landasan bagi BMT dalam
menjalankan operasionalnya?
b. Apa dampak dari regulasi tersebut apabila terjadi perselisihan atau
penyimpangan?

6

c. Bagaimana undang-undang yang ada dalam menopang kelangsungan
BMT di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan
penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui apa saja undang-undang yang menjadi landasan bagi
BMT dalam menjalankan operasionalnya.
b. Mengetahui apa dampak dari regulasi tersebut manakala terjadi terjadi
sengketa atau penyimpangan.
c. Mengetahui bagaimana undang-undang yang ada dalam menopang
kelangsungan BMT di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
a. Bagi Penulis
Manfaat penelitian bagi penulis adalah terlatihnya kepekaan akan
prosedur ilmiah, dan keberanian menyampaikan gagasan untuk
merumuskan jalan keluar dari masalah-masalah masyarakat sekitar.

7

b. Bagi Praktisi Lembaga Keuangan Mikro
Memberikan gagasan serta masukan tentang regulasi BMT yang
ada dalam hal pengembangan LKMS secara komprehensif.
c. Bagi masyarakat
Memberikan informasi tentang regulasi LKMS serta penyampaian
kritik yang bisa dijadikan referensi.

D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada prinsipnya, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif
atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.3 Pada
penelitian ini, digunakan referensi yang berkaitan dengan tema penulisan
diantaranya yaitu undang-undang, buku-buku ilmu hukum, prosiding dan
karya tulis tentang hukum dan LKMS. Dengan demikian penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif deskriptif, yang menjabarkan tentang
analisis landasan operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah di
Indonesia berdasarkan undang-undang yang terkait.4

3

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Press,
2011) h. 13
4
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2002) Cet.I, h.
51.

8

2. Jenis Data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi dengan
penelitian kepustakaan, yakni penelitian terhadap dokumen-dokumen atau
referensi dari berbagai literatur yang dipandang mewakili dan berkaitan
dengan objek penelitian.
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi data primer dan
sekunder. Data primer atau data hukum primer, yaitu bahan-bahan yang
mengikat, dan terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan
Perundang-undangan; Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian, Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, dan Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Tentang Lembaga
Keuangan Mikro. Data hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasilhasil penelitian hukum, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya
terkait dengan penelitian. 5
3. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu
menganalisis data yang telah dikumpulkan yang berisi informasi, pendapat
dan konsep, serta analisis hukum yang bersifat yuridis normatif, yaitu
analisis hukum yang merujuk pada hukum perundang-undangan yang
mengatur BMT.
5

Ibid., h.13

9

4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini merujuk
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif hidayatullah Jakarta 2013”.
E. Sistematika Penulisan
Merujuk pada semua yang dituliskan di atas dan metode yang
digunakan serta dalam rangka memudahkan penulisan skripsi, maka
pembahasan dibagi menjadi lima (5) bab. Adapun sistematika penulisan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini mengemukakan dan menjelaskan garis-garis besar
materi yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. Diawali
dengan Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah,
Rumusan

Masalah,

Tujuan

dan

Manfaat

Penelitian,

Metodologi Penelitian serta Sistematika Penulisan.
BAB II

TINJAUAN TEORI
Bab ini membahas tinjauan teoritis mengenai gambaran umum
dan definisi, sumber-sumber, dan fungsi hukum. Definisi,
hierarki

perundang-undangan,

dan

asas-asas

peraturan

10

perundang-undang. Definisi, jenis-jenis, dan peran Lembaga
Keuangan Mikro, serta review studi terdahulu.
BAB III

GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL
Bab ini merupakan bab yang membahas tentang gambaran
umum berupa definisi, aspek kegiatan, peran, dan peraturan
yang mengatur Baitul Maal Wat Tamwil .

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil penelitian dan analisis yuridis
Lembaga Keuangan Mikro Syariah Berdasarkan Perundangundangan Sektor Keuangan di Indonesia.

BAB V

PENUTUP
Bab ini merupakan bagian penutup dikemukakan tentang
kesimpulan dan saran yang relevan untuk disampaikan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Hukum
1. Definisi Hukum
Pengertian hukum menurut pendapat beberapa ahli hukum adalah
sebagai berikut1:
a. Plato, hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan
tersusun baik yang mengikat masyarakat.
b. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak
hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
c. Austin, hukum adalah peraturan yang diadakan untuk memberi
bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal
yang berkuasa atasnya.
d. Bellfroid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata
tertib masyarakat yang itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada
masyarakat.
e. E.M. Meyers, hukum adalah semua peraturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan ditunjukkan pada tingkah laku manusia

1

Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 2-3.

11

12

dalam masyarakat dan menjadi pedoman penguasa Negara dalam
melakukan tugasnya.
f. Duguit, hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat,
aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh
suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap
orang yang melanggar peraturan itu.
g. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan
kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang
kemerdekaan.
h. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan yang bersifat memaksa
yang diadakan untuk mengatur dan melindungi kepentingan orang
dalam masyarakat.
i. Van Apeldoorn, hukum adalah suatu gejala sosial; tidak ada
masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi
suatu aspek dari kebudayaan seperti agama, kesusilaan, adat istiadat,
dan kebiasaan.
j. S. M. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas
norma dan sanksi-sanksi.
k. E. Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan
larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan
seharusnya

ditaati

oleh

seluruh

anggota

masyarakat

yang

13

bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut
dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
l. M.H. Tirtaamidjata, hukum adalah semua aturan (norma) yang harus
diturut dalam tingkah laku dan tindakan dalam pergaulan hidup
dengan ancaman harus mengganti kerugian jika melanggar aturan
tersebut yang akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya
orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya.
m. J.T.C. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah
peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku
manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan resmi
yang berwajib, pelanggaran amanah terhadap peraturan tadi berakibat
diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman
Dari beberapa pengertian dan pendapat para tokoh diatas, dapat
disimpulkan bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang disusun untuk
mengatur serta memberi batasan terhadap tingkah laku manusia agar tercipta
kedamaian di dalam masyarakat.

14

2. Sumber-sumber Hukum
Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala sesuatu yang
menimbulkan kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang
kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.2
Sumber hukum dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi materiil dan segi
formil.3
1. Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum material adalah faktor-faktor masyarakat yang
memengaruhi pembentukan hukum (pengaruh terhadap pembuat undangundang, pengaruh terhadap keputusan hakim, dan sebagainya).4 Atau
faktor-faktor yang ikut memengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan
hukum, atau tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum
materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.5
Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan
isi kaidah hukum, dan terdiri atas:
1) perasaan hukum seseorang atau pendapat umum,
2

2005)

A. Siti Soetami, S.H, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Bandung: Pt. Refika Aditama,

E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia (Jakarta: Ichtisar) dalam Ni’matul Huda,
Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010). H. 28
4
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidhartha, Pengantar Ilmu Hukum (Bandung, Alumni,
2000), hlm. 54. Dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006),
h. 55.
5
Ibid., 55.
3

15

2) agama
3) kebiasaan, dan
4) politik hukum dari pemerintah.
Sumber hukum materiil, yaitu tempat materi hukum itu diambil.
Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu
pembentukan hukum. Sumber hukum materiil dapat ditinjau dari pelbagai
sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan
sebagainya.6
2. Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formal, yaitu berbagai bentuk aturan hukum
yang ada. Sumber hukum formal diartikan juga sebagai tempat atau
sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal
ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan
hukum itu berlaku formal. Sumber hukum formil, antara lain7:

6

Ibid.,
Yulies Tiena Masriani, S.H., M.Hum. Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
Jakarta 2008), h.13.
7

16

1) Undang-undang (statute),
Hukum perundang-undangan adalah hukum tertulis yang dibentuk
dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwenang dan
dituangkan dalam bentuk tertulis.8
2) Kebiasaan/ adat (custom),
Hukum adat merupakan hukum asli bangsa Indonesia yang tidak
tertulis, namun tumbuh dan dipertahankan dalam persekutuan
masyarakat hukum adat. Hukum adat diakui sebagai salah satu
bentuk hukum yang berlaku. Mengikat bukan hanya saja pada
anggota masyarakat, melainkan mengikat pula pada peradilan atau
administrasi Negara yang bertugas menerapkannya dalam situasi
konkret.9
3) Keputusan-keputusan hakim (jurisprudentie),
Yurisprudensi, yaitu kumpulan keputusan pengadilan mengenai
persoalan ketatanegaran yang setelah disusun secara teratur
memberikan kesimpulan tentang adanya ketentuan-ketentuan

8

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).,

9

Ibid., h. 34.

h. 33.

17

hukum tertentu yang ditemukan atau dikembangkan oleh badanbadan pengadilan.10
4) Traktat (treaty),
Traktat atau perjanjian internasional adalah persetujuan yang
diadakan oleh Indonesia dengan Negara-negara lain, dimana
Indonesia telah mengikat diri untuk menerima hak-hak dan
kewajiban yang timbul dari perjanjian yang diadakannya itu,
traktat merupakan sumber hukum yang penting.11
5) Doktrin.
Doktrin ketatanegaraan adalah ajaran-ajaran tentang hukum tata
Negara yang ditemukan dan dikembangkan di dalam dunia ilmu
pengetahuan sebagai hasil penyelidikan dan pemikiran seksama
berdasarkan logika formal yang berlaku.12
3. Fungsi Hukum
Hukum bekerja dengan cara membatasi perbuatan seseorang atau
hubungan antara orang-orang dalam masyarakat. Untuk keperluan pembatasan
maka hukum menjabarkan tugasnya dalam berbagai fungsinya. Dengan
demikian fungsi hukum adalah menertibkan dan mengatur pergaulan dalam
masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.
10

Ibid., h. 35
Ibid.,
12
Ibid., h. 36.
11

18

Adapun fungsi hukum menurut Lawrence M. Friedman, yaitu:
1. Pengawasan/ pengendalian sosial (social control)
2. Penyelesaian sengketa (dispute settlement)
3. Rekayasa sosial (social engineering)13

Muchtar Kusumaatmadja, seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto,
mengajukan pula beberapa fungsi hukum sebagai berikut.

“Di Indonesia fungsi hukum di dalam pembangunan sebagai sarana
pembangunan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa
ketertiban dalam pembangunan merupakan suatu yang dianggap pentingdan
sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata kaedah dapat berfungsi
untuk menyalurkan arah kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang
dikehendaki oleh perubahan tersebut. Sudah tentu bahwa fungsi hukum di atas
seyogyanya dilakukan, disamping fungsi hukum sebagai sistem pengendalian
sosial.14
Berdasarkan uraian fungsi hukum oleh para pakar hukum diatas, dapat
disusun fungsi-fungsi hukum sebagai berikut:
13

Lawrence M. Friedmann, Law and Society an Introduction, (New Jersey: Prentice Hall,
1997), h. 11-12 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
14

Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum (Jakarta: Rajawali, 1982 h.
9 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 10.

19

a. Memberikan pedoman atau pengarahan pada warga masyarakat untuk
berperilaku.
b. Pengawasan atau pengendalian sosial (social control).
c. Penyelesaian sengket (dispute settlement).
d. Rekayasa sosial (social engineering).

Fungsi hukum sebagai pedoman atau pengarah perilaku, kiranya tidak
memerlukan banyak keterangan, mengingat bahwa hukum telah disifatkan
sebagai kaedah, yaitu sebagai pedoman perilaku yang seyogyanya atau
diharapkan diwujudkan oleh masyarakat apabila warga masyarakat melakukan
suatu kegiatan yang diatur oleh hukum.
Hukum sebagai sarana pengendalian sosial, menurut A. Ross yang dikutip
oleh Soerjono Soekanto adalah mencakup semua kekuatan yang menciptakan
serta memelihara ikatan sosial. Ross menganut teori imperatif tentang fungsi
hukum dengan banyak menghubungkannya dengan hukum pidana.15

B. Undang-undang
1. Definisi Undang-Undang
Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi
di Negara Republik Indonesia, yang di dalam pembentukannya dilakukan oleh
15

Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung: Alumni,m 1981) h.
44 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 11

20

dua lembaga, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan Presiden
seperti ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 20 UUD 1945.16
Undang-undang adalah dasar dan batas bagi kegiatan pemerintahan,
yang menjamin tuntutan-tuntutan Negara berdasar atas hukum, yang
menghendaki dapat diperkirakannya akibat suatu hukum, dan adanya
kepastian dalam hukum.17
Menurut

pendapat

Peter

Badura,

dalam

pengertian

teknis

ketatanegaraan Indonesia, undang-undang ialah produk yang dibentuk
bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan Negara (pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 UUD
1945 hasil perubahan pertama).18
Menurut

S.J.

Fockema

Andrea

dalam

bukunya

“Rechtsgeleerdhandwoordenboek” perundang-undangan mempunyai dua
pengertian yang berbeda, yaitu:
“Perundang-undangan

merupakan

proses

pembentukan/

proses

membentuk peraturan-peraturan Negara baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah; perundang-undangan adalah segala peraturan-peraturan

16

Maria Farida Indrati. S, Ilmu Perundang-undangan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007).

h. 186.
17

Prof. dr. Yuliandri, S.H, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
Baik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) h. 25.
18
Ibid.,

21

Negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah”.19
2.

Hierarki Peraturan Perundang-undangan RI
Menurut sistem hukum Indonesia, peraturan perundang-undangan (hukum
tertulis) disusun dalam suatu tingkatan yang disebut hierarki peraturan
perundang-undangan. Menurut UUD 1945, dalam huruf A, disebutkan tata
urutan bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan RI ialah sebagai
berikut.20

Gambar 2.1 Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Menurut UU No. 10 Tahun 2004
 UUD 1945
 Ketetapan MPRS/MPR
 UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
 Peraturan Pemerintah
 Keputusan Presiden
 Peraturan daerah

19
20

H. 28-59.

Ibid., h. 26.
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).

22

1. Perda Provinsi
2. Perda Kabupaten/ Kota
3. Perdes/ Peraturan yang setingkat.

Tata urutan diatas menunjukkan tingkatan masing-masing bentuk yang
bersangkutan, dimana yang disebut lebih dahulu mempunyai kedudukan lebih
tinggi dari pada bentuk-bentuk yang tersebut dibawahnya. Di samping itu, tata
urutan diatas mengandung konsekuensi hukum, bentuk peraturan atau
ketetapan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh mengandung materi yang
bertentangan dengan materi yang dimuat di dalam suatu peraturan yang
bentuknya lebih tinggi, terlepas dari soal siapakah yang berwenang
memberikan penilaian terhadap materi peraturan serta bagaimana nanti
konsekuensi apabila materi peraturan itu dinilai bertentangan dengan materi
peraturan yang lebih tinggi.21 Hal ini selaras dengan asas hukum lex superior
deregat inferiori (hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang
tingkatannya di bawahnya). Hal ini dimaksud agar tercipta kepastian hukum
dalam sistem peraturan perundang-undangan.22
Ajaran tentang tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut
mengandung beberapa prinsip berikut:

21
22

Ibid., h. 38.
Ibid., h. 46.

23

1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat
dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundangundangan yang lebih rendah atau berada dibawahnya.
2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber
atau memiliki dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang
tingkatnya lebih tinggi.
3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti,
atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
atau paling tidak dengan yang sederajat.
5. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi
yang sama, peraturan yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak
dengan secara tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama itu
dicabut. Selain itu, peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus
harus diutamakan dari peraturan yang lebih umum.23
3. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik
Perkembangan pengaturan terhadap asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik, dalam pembentukan undang-undang di

23

Ibid., h. 46-47.

24

Indonesia untuk pertama kali secara tegas dan limitatif dicantumkan dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan PerundangUndangan. Pengaturan yang serupa juga diatur dalam

Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 5 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 memberi penjelasan,
bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan, harus didasarkan
pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yaitu:
kejelasan tujuan; kelembagaan muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan
dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan.
Dalam penjelasan pasal 5 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
selanjutnya dijelaskan maksud dari asas-asas tersebut adalah sebagai
berikut24:
a. Asas Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
dicapai.
b. Asas Kelembagaan atau Organ Pembentukan yang Tepat, adalah bahwa
setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/
pejabat pembentuk perundang-undangan yang berwenang. Peraturan

24

Prof. dr. Yuliandri, S.H, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
Baik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) h, 152

25

perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
bila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang tidak berwenang.
c. Asas Kesesuaian Antara Jenis dan Materi Muatan adalah bahwa dalam
pembentukan

peraturan

perundang-undangan

harus

benar-benar

memerhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan
perundang-undangannya.
d. Asas Dapat Dilaksanakan, adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan

harus

memperhitungkan

efektivitas

peraturan

perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
yuridis, maupun sosiologis.
e. Asas Kedayagunaan dan Kehasilan adalah bahwa setiap peraturan
pembentukan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
f. Asas Kejelasan Rumusan, adalah bahwa setiap peraturan perundangundangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan
perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata yang terminologi, serta
bahasa hukumnya jelas dan dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Asas Keterbukaan, adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan
pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh

26

lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundangundangan.25

C. Lembaga Keuangan Mikro
1. Definisi Lembaga Keuangan Mikro
Menurut undang-undang No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro, LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan
untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat,
baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada
anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi

pengembangan

usaha

yang

tidak

semata-mata

mencari

keuntungan.26
Sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah
adalah Lembaga Keuangan Mikro yang menggunakan prinsip-prinsip syariah
dengan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) guna mengawasi operasional
yang sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).27

25

Ibid., h. 151-152.
Republik Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Mikro, Bab I pasal 1.
27
Ibid., Bab IV pasal 12.
26

27

2.

Jenis-jenis Lembaga Keuangan Mikro
Menurut Salam (2000), jenis LKM sangat bervariasi, baik ditinjau
dari sisi kelembagaan tujuan pendirian, budaya masyarakat, kebijakan
pemerintah maupun sasaran lainnya. Secara umum, LKM di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat formal dan informal
LKM formal terdiri dari bank, yaitu Badan Kredit Desa (BKD), Bank
Prekreditan Rakyat (BPR), dan BRI Unit, sementara LKM formal non bank
mencakup Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), Koperasi (Koperasi
Simpan Pinjam dan Koperasi Unit Desa) dan Pegadaian. Adapun LKM
informal terdiri dari berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(KSM dan LSM), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi
Produktif Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam
(UEDSP) serta berbagai bentuk kelompok lainnya.

3. Peran Lembaga Keuangan Mikro.
Pada dasarnya, peran lembaga keuangan mikro sama dengan peran
yang dimiliki oleh lembaga keuangan pada umumnya yaitu:28
a. Pengalihan asset (asset transmutation) menggalihkan asset dari unit
surplus ke unit defisit.

28

2000), h. 8

Y. Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Penerbit Salemba Empat,

28

Bank dan lembaga keuangan bukan bank akan memberikan
pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu
tertentu yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh
dari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur
sesuai keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank dan lembaga keuangan
bukan bank berperan sebagai pengalih asset dari unit surplus (lenders)
kepada unit defisit (borrowers). Dalam kasus yang lain, pengalihan asset
dapat pula terjadi jika bank dan lembaga keuangan bukan bank
menerbitkan sekuritas sekunder (giro, deposito berjangka, dana pensiun,
dan sebagainya) yang kemudian dibeli oleh unit surplus dan selanjutnya
ditukarkan dengan sekuritas primer (saham, obligasi, promes, commercial
papper dan sebagainya) yang diterbitkan oleh unit defisit.
b. Transaksi (transaction) memberikan kemudahan transaksi barang dan jasa
Bank dan lembaga keuanga bukan bank memberikan berbagai
kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang
dan jasa. Produk-produk yang dikeluarkan oleh bank dan lembaga
keuangan bukan bank (giro, tabungan, deposito, saham, dsb) merupakan
pengganti dari uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
c. Likuiditas (liquidity) menawarkan produk dana dengan berbagai alternatif
tingkat likuidasi

29

Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam
bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya.
Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas
yang berbeda-beda. Untuk kepentingan likuiditas pemilik dana, mereka
dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan.
d. Efisiensi (efficiency)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat menurunkan biaya
transaksi dengan jangkauan pelayanannya. Peranan bank dan lembaga
keuangan bukan bank sebagai broker (brokerage) adalah mempertemukan
pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak
simetris antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif.

D. Review Studi Terdahulu
Pembeda
Judul

pembahasan

Identitas Penulis

dalam

Hasil Penelitian
Penelitian

skripsi

yang

akan

diteliti
1.Putri Syahidah, Skripsi
Mahasiswa
Perbankan

S1 berjudul
“Aspek

yang Dalam

skripsi

ini Skripsi yang akan

dibahas bahwa UU yang ditulis
dijadikan

acuan

merupakan

bagi jawaban atas kritik

30

Syariah, Fakultas Regulasi
Syariah
Hukum.

dan Baitul
UIN Wat

BMT yaitu UU No.2 dan saran yang telah
Maal Tahun

1992

Tamwil Perkoperasian

Syarif

(Studi Kasus Keputusan

Hidayatullah

pada BMT al- Negara

Jakarta

Fath
LKMS
Amin,

tentang ditulis dalam skripsi
dan sebelumnya.
Menteri Sehingga

Koperasi

IKMI, Usaha

Kecil

dapat

dan memberikan estafet
dan gagasan

al- Menengah

No. sistematis

yang
tentang

BMT 91/Kep/M.KUKM/IX/20 regulasi LKM.

al-Kariim)”.

04

tentang

pelaksanaan
usaha

petunjuk
kegiatan

koperasi

jasa

keuangan syariah dinilai
masih memiliki banyak
kekurangan
mengatur

dalam
keberadaan

BMT yang berkembang
di

masyarakat.

Dijelaskan

bahwa

undang-undang yang ada
saat ini tidak seluruhnya
dijalankan

oleh

BMT

31

salah

satunya

pemberian

yaitu
laporan

keuangan kepada pejabat
yang

berwenang.

Kemudian
pula

dijelaskan

bahwa

banyak

undang-undang
regulasi

atau

yang

tidak

dijalankan oleh pembuat
kebijakan

yaitu

kementrian koperasi dan
UKM

RI.

Undang-

undang tersebut antara
lain mengenai penilaian
kesehatan bank, tidak
berjalannya
sanksi

pemberian

terhadap BMT

yang melanggar, tidak
berjalannya
dan

pembinaan

pengawasan

Kementrian

dari

Koperasi

32

dan UKM RI.

1. Neni
Imaniyati,
Pengajar

Sri Prosiding

Dalam prosiding yang Jika dalam prosiding

yang berjudul telah
di “Urgensi

dipublikasikan tersebut BMT masih

pada

Seminar

Universitas

Penguatan

Islam

Hukum Baitul Indonesia dengan

Bandung dan Mal
Konsultan
Hukum
Kantor
Hukum

25

Eropa

& Hukum

Tahun

dilaksanakan

di Perkoperasian, maka
Islam dalam skripsi yang

Bandung tanggal 15 - 16 akan
Desember

1992

yang Tentang

di (BMT) Dalam Universitas
Perspektif

pada

Dialog Budaya antara Undang-Undang No.

Wat Uni

Tamwil

dan mengacu

2009

ditulis

ini penulis

oleh

saat

ini

Syariah Darul Ekonomi”.

menyatakan

Hikam..

terdapat banyak undang- undang-undang yang
undang

yang

bahwa terdapat

terkait dikaji,

perluasan

dimana

mengatur BMT, namun undang-undang
keberadaan

undang- tersebut merupakan

undang yang ada dinilai peraturan baru pada
kurang

mengakomodir sektor

keberadaan BMT saat nasional
ini,

dengan

keuangan
yaitu

demikian Undang-Undang No.

33

perlu

segera

disusun Tahun 2011 Tentang

Undang-undang
Lembaga

Otoritas

Keuangan Keuangan, Undang-

Mikro

yang Undang No. 1 Tahun

mengakomodir
kebutuhan

2013

mikro

syariah

BMT

agar

pengusaha

Mikro serta adanya

seperti pembaruan Undangpara Undang

legalisasi atau kepastian

usaha.

No.

17

mikro Tahun 2012 Tentang

mendapatkan dukungan

dalam

Tentang

hukum Lembaga Keuangan

lembaga keuangan

status

Jasa

badan

hukum

menjalankan

Perkoperasian.

BAB III
GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL
A. Definisi BMT
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Terpadu, adalah lembaga
keuangan

mikro

yang

dioperasikan

dengan

prinsip

bagi

hasil,

menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas
prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan
berlandaskan sistem ekonomi yang Salaam: keselamatan, kedamaian, dan,
kesejahteraan. BMT sesuai namanya terdiri atas dua fungsi utama yaitu sebagai
berikut: 1
1. Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan pengembangan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi
pengusaha mikro dan kecil, antara lain dengan mendorong kegiatan menabung
dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
2. Baitul mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak, dan sedekah
serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Secara harfiah, baitul mal berarti rumah dana, sedangkan baitut tamwil adalah
rumah

usaha.

Baitul

mal

dikembangkan

1

berdasarkan

sejarah

M. Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah - Suatu Kajian Teoretis Praktis
(Jakarta: Pustaka Setia, 2012) h. 317.

34

35

perkembangannya, yaitu dari masa nabi sampai dengan pertengahan
perkembangan islam. Baitul mal berfungsi untuk mengumpulkan, sekaligus
men-tasyaruf-kan dana sosial. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga
bisnis yang bermotif laba. Dari pengertian tersebut, dapat ditarik pengertian
yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang berperan
sosial.2
B. Aspek Kegiatan yang terdapat dalam BMT
1. Jasa Keuangan
Kegiatan jasa keuangan yang dikembangkan oleh BMT merupakan
penghimpunan dan menyalurkannya melalui kegiatan pembiayaan dari dan
untuk anggota atau non anggota. Kegiatan ini dapat disamakan secara
operasional dengan kegiatan simpan pinjam dalam koperasi atau perbankan
secara umum. Namun demikian kegiatan perbankan, karena merupakan
lembaga keuangan islam, BMT dapat disamakan dengan sistem perbankan
atau lembaga keuangan yang mendasarkan kegiatannya dengan syariat islam.
Hal ini juga terlihat dari produk-produk jasanya yang kurang lebih sama
dengan yang ada dalam perbankan syariah. 3
Sesuai dengan peraturan perundangan koperasi, untuk jenis kegiatan
simpan pinjam, aktivitasnya tidak boleh bercampur dengan aktivitas lain yang
2
3

Ibid., h. 319.

Hertanto Widodo, Ak. Et., al, PAS (Pedoman Akuntansi Syariat): Panduan Praktis
Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999) h. 82-83.

36

dilakukan oleh koperasi. Artinya, koperasi harus merupakan entitas tersendiri
dan khusus untuk aktivitas simpan pinjam harus disediakan modal sendiri
yang dipisahkan, jumlahnya sudah ditentukan dan tidak boleh berkurang.
a. Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana oleh BMT diperoleh melalui simpanan yaitu
dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan ke
sektor produktif dalam bentuk pembiayaan. Simpanan ini dapat berbentuk
tabungan wadiah, simpanan mudharabah jangka pendek dan jangka
panjang.
b. Penyaluran Dana
Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri atas dua jenis:
pertama, pembiayaan dengan sistem bagi hasil, dan kedua, jual beli
dengan pembayaran ditangguhkan. Pembiayaan merupakan penyaluran
dana BMT kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaan
antara BMT dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan nisbah
bagi hasil yang disepakati. Pembiayaan dibedakan menjadi pembiayaan
musyarakah dan mudharabah. Penyaluran dana dalam bentuk jual beli
dengan pembayaran ditangguhkan adalah penjualan barang dari BMT
kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang
ditambah margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT.

37